Pengelolaan Infeksi Pada Ny. K dengan Diabetes Melitus Novia Paramita Kusumadewi*, Joyo Minardo*, Tri Susilo*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Infeksi adalah invasi atau masuknya mikroorganisme atau patogen yang mampu menyebabkan sakit. Penyakit timbul bila patogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan infeksi pada luka ulkus diabetikum pada pasien dengan diabetes melitus di Ruang Cempaka RSUD Ambarawa. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan klien dalam memenuhi kebutuhan dalam penanganan infeksi. Pengelolaan ini dilakukan selama 3x24 jam pada Ny. K. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan prmeriksaan penunjang. Hasil pengelolaan didapatkan luka tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penyebaran infeksi dan tidak menyebabkan komplikasi lain akibat dari ulkus. Saran bagi perawat di rumah sakit agar melakukan perawatan luka sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ada agar tidak terjadi penyebaran infeksi pada klien. Kata kunci Kepustakaan : penyebaran infeksi : 19 (2004-2013) diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta jiwa dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan ada sebanyak 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan sebanyak 7,2 persen di daerah rural (BPS, 2003). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi diabetes melitus tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan Nangroe Aceh Darussalam (8,5 persen). Sementara itu prevalensi diabetes melitus terendah ada di Provinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8 persen), prevalensi toleransi gula tertinggi di Papua Barat (21,8 persen), diikuti Sulbar (17, 6 persen), dan Sulut (17,3 persen), sedangkan terendah di LATAR BELAKANG Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan, bahwa tahun 2012 sudah ada lebih dari 371 juta penderita diabetes dengan tiap tahun angka kejadian diabetes naik 3 persen atau bertambah 7 juta orang. American Diabetes Association melaporkan bahwa tiap 21 detik ada 1 orang yang terkena diabetes. Prediksi 10 tahun yang lalu bahwa jumlah diabetes akan mencapai 350 juta pada tahun 2025, ternyata sudah jauh terlampaui. Celakanya, lebih dari setengah populasi diabetes berada di Asia, terutama di China, India, Pakistan, dan Indonesia. Indonesia kini telah menduduki rangking ke empat jumlah penderita diabetes setelah Amerika Serikat, China, dan India. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyandang 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 2 Jambi (4 persen), diikuti NTT (4,9 persen). Angka kematian akibat DM terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun, di daerah perkotaan sebesar 14,7 persen, sedangkan di daerah pedesaan sebanyak 5,8 persen. Berdasarkan laporan surveilans penyakit tidak menular rumah sakit dan puskesmas, jumlah penderita DM di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 0,16%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2007 sebesar 0,9%. Prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun, menjadi 0,96% pada tahun 2007 dan 1,25% pada tahun 2008. Tahun 2009 berdasarkan laporan program yang berasal dari rumah sakit, kasus DM yang tertinggi adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 63.867 kasus yang terdiri atas 25.191 kasus diabetes tergantung insulin dan 38.676 kasus diabetes non insulin (Dinkes Jawa Tengah, 2010). Komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes melitus ada dua macam, yaitu komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia dan hiperglikemia, sedangkan komplikasi kronis meliputi ketoasidosis diabetikum, kardiopati diabetik, gangren dan impotensi, nefropati diabetik, retinopati diabetik (Hasdianah, 2012). Pada diabetes melitus komplikasi lain yang sering terjadi adalah kerusakan saraf. Saraf yang sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki. Sehingga meningkatkan resiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien mungkin mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi resiko luka dan amputasi. Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Darmono, 2007). Beberapa ahli berpendapat bahwa bertambah umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut (Anita, 2009). Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor (Depkes RI, 2007). METODE PENGELOLAAN Pengkajian Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 3 Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, yang dimulai dari perawatan dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang pasien (Potter & Perry, 2005). Tindakan Keperawatan Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan. HASIL PENGELOLAAN Intervensi yang telah disusun kemudian diimplementasikan pada hari berikutnya. Salah satu implementasi yang dilakukan adalah melakukan perawatan luka yang dilakukan pada hari Jum’at, 21 Maret 2014. Setelah melakukan semua implementasi keperawatan, penulis melakukan evaluasi pada hari Sabtu, 22 Maret 2014 dengan kesimpulan masalah teratasi. PEMBAHASAN Diagnosa ini muncul karena didukung oleh adanya data yang menyatakan bahwa pasien mempunyai luka ulkus pada pedis sinistra, selain itu tampak terdapat cairan yang keluar dari ulkus karena pada balutannya terdapat noda. Faktor resiko dari diagnosa keperawatan ini yaitu, penyakit kronis, pengetahuan yang tidak cukup, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, ketidakadekuatan pertahananan sekunder, vaksinasi tidak adekuat, pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat, prosedur invasif, malnutrisi. Batasan karakteristik resiko tinggi infeksi yaitu: tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (merah), rubor (nyeri), fungsio laesa (gangguan fungsi) (Potter & Perry, 2006). Menurut Carpenito (2007), resiko infeksi adalah keadaan ketika seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik dan opurtunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen. Menurut Carpenito (2007), invasi mikroorganisme merupakan suatu proses masuknya agen patogenik atau oportunistik seperti virus, jamur, bakteri dan protozoa ke dalam tubuh. Jadi dapat disimpulkan resiko tinggi penyebaran infeksi adalah keadaan dimana seseorang telah menderita infeksi beresiko mengalami penyebaran atau keparahan yang disebabkan karena terserang oleh agen patogenik maupun oportunistik yang masuk ke dalam tubuh. Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan di bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM) (Tarwoto, 2012). Intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi terjadinya penyebaran infeksi, penulis merencanakan beberapa tindakan yaitu ganti balutan tiap hari. Alasan untuk rencana tindakan keperawatan ini yaitu agar luka tidak mengalami keparahan dan tidak terjadi penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristiyaningrum, Indanah, dan Suwarto pada tahun 2013 dengan judul efektivitas penggunaan larutan NaCl dibandingkan D40% terhadap proses penyembuhan luka ulkus DM di RSUD Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 4 Kudus terdapat perbedaan rata-rata antara penggunaan larutan NaCl 0,9% dibandingkan D40% terhadap proses penyembuhan luka ulkus DM. untuk itu diperlukan upaya kepatuhan penderita dalam proses perawatan luka dan terapi serta perawatan menggunakan metode yang efektif dan efisien agar luka sembuh secara optimal. Intervensi kedua yaitu pertahankan prosedur aseptik setiap tindakan. Penulis membuat rencana tindakan keperawatan ini karena kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman, Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. (Wijaya, 2013). Intervensi ketiga yaitu monitor adanya tanda-tanda penyebaran infeksi. Intervensi ini dibuat karena untuk memantau adanya perbaikan luka dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi (Wilkinson, 2007). Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, pada ulkus diabetikum membutuhkan suatu angiogenesis, deposisi dari matriks ekstraseluler, kontraksi dan epitelisasi. Luka yang telah sembuh secara ideal mempunyai struktur anatomi yang normal, fungsi dan rupanya. Luka yang telah sembuh dicirikan oleh adanya perbaikan fungsi dan anatomis, tidak ada kalus atau drainase dan telah mengalami proses epitelisasi penuh. Menurut International Consensus on the Diabetic Foot 2003, batasan dari sembuh adalah epitelisasi yang terjadi tanpa eksudat atau epitelisasi yang dapat dipertahankan dalam waktu 28 hari (Mulawardi, 2013). Intervensi selanjutnya yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik, alasan rencana tindakan keperawatan ini karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyatin, Saryono, dan Lutfatul Latifah yang berjudul efektivitas penggunaan kompres metronidazol dan NaCl 0,9% terhadap proses penyembuhan luka diabetik di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2007, luka yang dirawat dengan metronidazol pada sekresi luka, satu orang responden dengan sekresi sangat banyak berubah menjadi agak banyak, sedangkan 9 responden dengan sekresi banyak menjadi agak banyak. Pada granulasi, sebelum perawatan tidak ada granulasi, dan setelah perawatan selama tujuh hari terdapat perubahan kategori pada dua orang menjadi ada sedikit granulasi. Pada bau luka, tiga responden dengan sangat busuk sebelum perawatan menjadi dua responden tidak berbau dan satu responden agak busuk. Pada kategori busuk menjadi tidak berbau. Untuk mengatasi masalah infeksi penulis melakukan implementasi mulai pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2014 sampai hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014. Adapun implementasi yang telah dilakukan yaitu melakukan perawatan luka, mempertahankan prosedur aseptik pada setiap tindakan, memberikan injeksi ceftriaxone, dan memberikan infus metronidazol. Dari evaluasi terakhir dilakukan pada tanggal 22 Maret 2014 pukul 11.00 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan masih terdapat luka pada pedis sinistra, menurut penulis hasil evaluasi pada diagnosa resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena tidak terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 5 Untuk masalah resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme teratasi, dan intervensi yang harus dipertahankan yaitu lakukan perawatan luka dan pertahankan prosedur aseptik tiap tindakan. Pada saat memberikan tindakan keperawatan penulis menemukan faktor pendukung, yaitu saat dilakukan tindakan klien kooperatif, dan terdapat juga faktor penghambatnya, yaitu keluarga kurang memberikan perhatian kepada klien, untuk itu penulis merencanakan untuk menyarankan agar keluarga selalu mendampingi klien. KESIMPULAN Dalam memberikan asuhan keperawatan, penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar bisa mencapai hasil yang diharapkan. Dan telah dilakukan pengkajian identitas klien, identitas penanggung jawab, riwayat kesehatan, pengkajian fungsional, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selanjutnya penulis melakukan analisa data dan ditemukan beberapa masalah, yang menjadi prioritas utama adalah resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme. 1. Pengkajian data dasar pada Ny. K dengan diabetes melitus, pengumpulan data diperoleh melalui data subyektif pasien mengatakan ada luka pada pedis sinistra. Terdapat luka ulkus dengan luas luka 20 cm dan kedalaman luka 6 cm. 2. Diagnosa keperawatan pada Ny. K adalah resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan invasi nikroorganisme. 3. Rencana tindakan keperawatan pada Ny. K yaitu ganti balutan tiap hari dengan rasional untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi, pertahankan prosedur aseptik setiap tindakan dengan rasional karena kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman, monitor adanya tanda-tanda penyebaran infeksi dengan rasional untuk memantau adanya perbaikan luka dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dengan rasional untuk mengatasi penyebaran infeksi dengan farmakologi. 4. Implementasi pada Ny. K dilakukan pada hari Jum’at tanggal 21 Maret 2014 sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan, yaitu melakukan perawatan luka dan mengganti balutan, mempertahankan prosedur aseptik tiap tindakan, memonitor adanya tanda-tanda penyebaran infeksi, dan memberikan injeksi ceftriaxone. 5. Evaluasi dari asuhan keperawatan yang penulis lakukan selama 3 hari pada Ny. K dengan masalah infeksi sudah teratasi. Menganalisa kondisi luka pasien yaitu terdapat luka pada pedis sinistra, luas luka 20 cm dan kedalaman luka 6 cm. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada Ny. K penulis menentukan faktor pendukung yang ditemukan pada pasien yaitu pasien selalu kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan karena pasien mempunyai motivasi dan semangat yang tinggi untuk sembuh. REFERENSI Admin. (2013). Komplikasi Diabetes Melitus. http://diabetesmelitus.org/komplikasidiabetes-melitus/. Diakses pada hari Senin 14 Maret 2014 pukul 13.30. Dinkes Jawa Tengah. (2010). Indonesia Peringkat Keempat Penderita Diabetes. https://www.google.com/#q=prevalensi Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo 6 +diabetes+melitus+di+jawa+tengah. Diakses pada hari Kamis 3 Maret 2014 jam 10.30 WIB. Doengoes, Marllyn, E. (2000). Nursing Care Plants Guidelines For Planning And Documenting Patient Care, Edisi 3 (I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Jakarta: EGC. Haryono, Agus. (2011). Gangrene Diabetik. http://agoesdoctor.blogspot.com/2011/0 9/gangrene-diabetik.html. Diakses pada hari Jum’at 18 April 2014 pukul 18.35. Hasdianah, H. R. (2012) Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa Dan Anak-Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika. Kamila, Zakiya. (2013). http://www.slideshare.net/kikikamila/mi krobioloi-bakteri. Diakses pada hari Jum’at 18 April 2014 pukul 18.30. Kristiyaningrum. (2013). Efektivitas Penggunaan Larutan NaCl Dibandingkan dengan D40% terhadap proses Penyembuhan Luka Ulkus DM di RSUD Kudus. ejournal.stikesmuhkudus.ac.id/index.php /.../105/89. Diakses pada tanggal 7 Mei 2014 pukul 19.45 WIB. Mulawardi. (2013). Bedah Vaskuler dan Endovaskuler Indonesia. http://theindonesianvascularsurgery.bl ogspot.com/2013/09/normal-0-falsefalse-false-en-us-x-none.html. Diakses pada tanggal 11 Mei 2014 pukul 19.15 WIB. Nanda. (2013). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. (Made Sumarwati Dan Nike Budhi Subekti, Penerjemah). Jakarta: EGC. Novitasari, Retno. (2012). Diabetes Melitus. Yogyakarta: Nuha Medika. Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik Volume 1 Edisi 4. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Riskesdas. (2007). RI Ranking Keempat Jumlah Diabetes Terbanyak Dunia. http://www.pdpersi.co.id/content/new s.php?catid=23&mid=5&nid=618. Diakses pada hari Senin 14 Maret 2014 pukul 13.00. Soegondo, Sidartawan., Soewondo, Pradana., & Subekti, Imam. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (2nd ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Supartono, Natasha. (2013). Gangguan Pada Kaki Penderita Kencing Manis. http://www.tanyadok.com/kesehatan/gan gguan-pada-kaki-penderita-kencingmanis. Diakses tanggal 25 April 2014 pukul 20.10 WIB. Supriyatin, Saryono & Lutfatul Latifah. (2007). Efektivitas Penggunaan Kompres Metronidazol dan NaCl 0,9% Terhadap Proses Penyembuhan Luka Diabetik di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawata n/article/.../101. Diakses pada tanggal 7 Mei 2014 pukul 19.50 WIB. Tandra, Hans. (2013). Life Healthy With Diabetes – Diabetes Mengapa & Bagaimana?. Yogyakarta: Rapha Publishing. Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media. Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika. Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7 (Widyawati, Eny Meiliya, Monica Ester, Penerjemah). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo