BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Lokasi Penelitian (Rumah Sakit) 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta. 2. Asas dan Tujuan Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009) Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan: a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit 9 d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009) 3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009) 4. Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam : 10 a. Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seprti peyakit dalam, bedah, pediatrik ibu hamil dan sebagainya. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D, yang meliputi : 1) Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas 2) Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas 3) Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas 4) Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar 11 b. Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer, memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi medik khusus, baik bedah atau non bedah, misalnya Rumah Sakit Ginjal, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakir Bersalin dan Anak dan sebagainya. 5. Kewajiban Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit mempunyai kewajiban: a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat; b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya; e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin; f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat 12 tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan; g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; h. Menyelenggarakan rekam medis; i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j. Melaksanakan sistem rujukan; k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; 6. Hak Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit mempunyai hak: a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit; b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan; d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; 13 f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan B. Tinjauan Umum Tentang Perawat 1. Pengertian Perawat Beberapa ahli mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian perawat, tetapi pada prinsipnya mempunyai persamaan, berikut beberapa pengertian menurut ahli : a. Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan. b. Taylor C., Lillis C., Le Mone, mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka, dan proses penuaan. c. ICN (International Council of Nurshing, 1965), perawat adalah sesorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat, serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk 14 meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pelayanan penderita sakit. d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, pada pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “perawat adalah sesorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. (Budiono dan Pertami, 2015) 2. Peran Perawat Peran perawat dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap sesorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun diluar profesi keperawatan yang bersifat konstan. a. Peran Perawat Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan Tahun 1989 a) Pemberi asuhan keperawatan, dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, dari yang sederhana sampai dengan kompleks. b) Advokasi pasien/klien, dengan menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, mempertahankan dan melindungi hakhak klien. 15 c) Pendidik/educator, dengan cara membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d) Koordinator, dengan cara mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah, serta sesuai dengan kebutuhan klien e) Kolaborator, peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain, yang berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan berikutnya. f) Konsultan, perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. g) Peneliti, perawat mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. b. Peran Perawat Menurut Hasil Lokakarya Nasional Keperawatan Tahun 1983 1) Pelaksanaan pelayanan keperawatan, perawat memberikan asuhan keperawatan langsung maupun tidak langsung dengan metode proses keperawatan. 16 2) Pendidik dalam keperawatan, perawat mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan yang berada dibawah tanggung jawabnya. 3) Pengelola pelayanan keperawatan, perawat mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. 4) Peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan, perawat melakukan identifikasi masalah penelitian 3. Fungsi Perawat Perawat dalam menjalankan perannya memiliki beberapa fungsi, yaitu : a. Fungsi Independen, dalam fungsi ini tindakan perawat tidak melakukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri dan perawat bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan terhadap klien. b. Fungsi Dependen, perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter. c. Fungsi Interdependen, tindakan yang didasari dengan kerja tim perawatan atau tim kesehatan. 4. Tugas Dan Tanggung Jawab Perawat Tugas perawat disepakati dalam Lokakarya tahun 1983, yang berdasarkan tugas dan tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai berikut : 17 a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset) b. Jika perawat menunda tindakan, maka perawat harus menjelaskan dengan sopan (explanation of the delay) c. Menunjukan kepada klien sikap menghargai yang ditunjukan dengan prilaku perawat. d. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien. e. Tidak mendiskusikan klien lain didepan pasien dengan maksud menghina. (Budiono & Pertami, 2015) C. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011). Menurut Smet (2004) dalam Emaliyawati (2010), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. 18 Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (AlAssaf, 2010). 2. Pengukuran Kepatuhan Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu, di samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf, 2010). 19 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh faktor individu meliputi jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan, serta faktor psikologis meliputi sikap, ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap risiko (Suryoputri, 2011). Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010), mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu : a. Faktor Internal 1) Karakteristik perawat Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit. Karakteristik perawat meliputi variable demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan) (Suryoputri, 2011). Menurut Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010), variable demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat mengikuti anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang 20 pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik. Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status (Widianingrum, 2008). a) Umur Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak umur maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009). b) Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin adalah istilah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, dan dibawa sejak lahir dengan 21 sejumlah sifat yang diterima orang sebagai karakteristik laki-laki dan perempuan (Dian, 2009). c) Tingkat Pendidikan Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi, 2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan (Asmadi, 2010). Pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi pelayanan yang optimal. d) Masa Kerja Kreitner dan Kinichi (2009) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik. 2) Pengetahuan a) Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek 22 tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012) Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (Ontology), bagaimana (Epistemology), dan untuk apa (Aksiology) pengetahuan tersebut disusun (Suriasumantri, 2014) b) Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2012) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling 23 rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefiniskan dan sebagainya. b) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kandisi yang real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 24 e) Sintesis (Synthesis) Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatau teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. c) Cara Memperoleh Pengetahuan 1) Cara tradisional atau non ilmah (a) Cara coba dan salah (Trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, apabila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahan di lakukan dengan coba-coba. (b) Cara kekerasan atau otorier Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otorita atau kekuasaan, baik tradisi, otorita 25 pemerintah, otorita pimpinan agama maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. (c) Berdasarkan pengalaman pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. (d) Melalui jalan pikiran Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi. 2) Cara modern atau cara ilmiah Mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas 26 Mengingat begitu banyak aspek kehidupan yang berpengaruh oleh keadaan hiperglikemia, mungkin cukup sulit bagi klien untuk mematuhi rencana perawatan yang dibuat, penyuluhan, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan sangat membantu. 4. Sikap 1) Pengertian Menurut Notoadmojo (2012), mendefinisikan sikap sebagai kesiapan seseoarang untuk bertindak tertentu pada situasi tertentu, dalam sikap positif. Kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangidan mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak sama dengan menyukai objek tertentu. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau mood untuk mengadakan hubungan sendiri, dengan dirinya sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi (Walgito, 2013) 27 2) Komponen sikap Menurut Niven (2002), sikap mempunyai beberapa komponen yaitu : a) Komponen Kognitif Pengetahuan tentang objek tertentu. b) Komponen Afektif Melibatkan perasaan senang dan tidak senang serta perasaan emosional lain sebagai akibat dari proses evaluatif yang dilakukan. c) Komponen Perilaku Sikap selalu diikuti dengan kecenderungan untuk berpola perilaku tertentu. 3) Tingkatan sikap Menurut Notoadmodjo (2012), sikap juga memiliki tingkatan seperti halnya pengetahuan, yaitu: a) Menerima (Receiving) Diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang di berikan objek. b) Merespon (Responding) Sikap individu mampu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 28 c) Menghargai (Valuing) Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d) Bertanggung jawab (Responsible) Sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung resiko atau segala sesuatu yang sudah dipilihnya. 4) Penilaian sikap Untuk menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner. Skala penilaian sikap dapat mengandung serangkaian pertanyaan tentang permasalahan tertentu. Responden yang akan mengisi di harapkan menentukan sikap setuju terhadap pertanyaan tertentu. Skala pengukuran sikap oleh Likert dibuat dengan pilihan jawaban sangat setuju terhadap suatu pernyataan dan sangat tidak setuju (Niven, 2002). b. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas : 1) Pola komunikasi Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Aspek dalam komunikasi ini adalah ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidak puasa 29 terhadap pendelegasia maupun kolaborasi yang diberikan (Suryoputri, 2011). 2) Keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya. 3) Dukungan social Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan dukungan sosial berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran terutama yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan kesehatan serta keperawatan. D. Tinjauan Umum Tentang Luka Diabetik 1. Pengertian Luka merupakan terputusnya kontinuitas jaringan (Kartika, 2015). Fase penyembuhan terdiri dari empat fase yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi dan maturasi (Hess, 2008; Sari, 2015). Pada kondisi diabetes mellitus proses penyembuhan luka ini terganggu sehingga menyebabkan penyembuhan luka yang lambat. Pada penderita diabetes mellitus, peningkatan glukosa dalam darah merangsang reaksi proliferasi sel endotel dan proses glukoneogenesis 30 yang menghasilkan produk sampingan lemak dan protein. Produk sampingan tersebut akan bersirkulasi dalam darah dan menumpuk di dinding bagian dalam pembuluh darah. Proliferasi sel endotel dan penumpukan produk sampingan tersebut akan menyebabkan dinding pembuluh darah semakin menebal dan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan peningkatan viskositas darah, sehingga aliran darah ke jaringan semakin berkurang termasuk syaraf. Aliran darah yang terus menerus berkurang ke syaraf dapat menyebabkan syaraf mengalami iskemia dan kehilangan funngsinya atau neuropati diabetik (Rebolledo et.al., 2012; Yuanita, 2013). Kejadian ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien DM yang dapat menyebabkan kelainan pada pembuluh darah (Frykberg, 2002; Yuanita, 2013). Ulkus merupakan hilangnya epidermis seiring dengan hilangnya dermis dan jaringan subkutan (Graham-Brown, 2005). Ulkus (ulcer) atau borok di kaki adalah masalah serius yang harus ditangani karena mengakibatkan amputasi (Tandra, 2007). Sari (2015) menyatakan bahwa ada tiga tipe luka kaki berdasarkan penyebabnya yaitu; luka neuropati (disebabkan oleh neuropati perifer), luka iskemia (disebabkan oleh penyakit vaskular perifer), dan tipe campuran/luka neuro-iskemik (disebabkan karena campuran neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer). Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik pada kaki dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, 31 pembentukan fisura antara jari- jari kaki atau di daerah kulit yang kering atau pembentukan sebuah kalus (Smeltzer & Bare, 2002). 2. Klasifikasi luka diabetik Ada beberapa macam klasifikasi ulkus diabetik dari yang sederhana hingga rumit. Berikut adalah klasifikasi sederhana menurut Edmons pada tahun 2006 yang dikutip oleh Arief (2008; Yuanita, 2013). a. Derajat I : Normal foot; Gambar 1 Kaki Normal b. Derajat II : High risk foot; Gambar 2 Kaki Risiko Tinggi c. Derajat III : Ulcerated foot; Gambar 3 Kaki Dengan Ulkus / Luka Terbuka 32 d. Derajat IV : Infected foot; Gambar 4 Kaki Dengan Infeksi e. Derajat V : Necrotic Foot Gambar 5 Kaki Dengan Jaringan Nekrosis f. Derajat VI : Unsalvable foot Gambar 6 Kaki Yang Tidak Dapat Ditangani Sedangkan menurut Wagner pada tahun 1987 yang dikutip oleh Frykberg (2002; Yuanita, 2013), ulkus diabetik diklasifikasikan berdasarkan kedalaman ulkus dan ada tidaknya osteomyelitis atau gangren, yaitu: a. Derajat 0 : kaki utuh, tidak terdapat luka terbuka, tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati. 33 b. Derajat I : ulkus diabetik superfisial (sebagian atau seluruh permukaan kulit). c. Derajat II : ulkus meluas hingga ligamen, tendon, kapsul sendi, atau fasia dalam tanpa abses atau osteomyelitis. d. Derajat III : ulkus dalam denggan abses, osteomyelitis, atau sepsis sendi. e. Derajat IV: gangren terlokalisasi pada bagian jari atau tumit. f. Derajat V : gangren yang meluas hingga seluruh kaki. Sari (2015) mengatakan bahwa infeksi luka dapat menghambat penyembuhan luka karena akan memperpanjang masa inflamasi, memperlambat sintesis kolagen, memperlambat epitelialisasi dan menyebabkan kerusakan jaringan. Tanda primer infeksi antara lain: peningkatan eksudat, nyeri, adanya kemerahan yang baru atau peningkatakan kemerahan pada luka, peningkatan temperatur pada daerah sekitar luka, dan bau. Sedangkan tanda sekunder dari infeksi antara lain: luka yang sulit sembuh, jaringan granulasi yang tidak sehat, peningkatan slaf, peningkatan ukuran luka, adanya jaringan baru yang rusak, dan adanya kantong luka atau adanya jembatan antar luka. Manajemen luka diabetes tujuannya adalah untuk penutupan luka. Menurut International Best Practice Guideline (2013; Sari, 2015) komponen manajemen perawatannya adalah sebagai berikut ini. a. Mengobati penyakit yang mendasari b. Membuat aliran darah menjadi lancer 34 c. Meniadakan tekanan yang berlebih pada kaki d. Perawatan luka E. Tinjauan Umum Tentang Standar Prosedur Operasional 1. Pengertian Standar Prosedur Operasional Standar prosedur operasional merupakan suatu standar tertulis yang digunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar prosedur operasional merupakan cara atau tahapan yang dilakukan dan harus dilewati untuk menyelesaikan proses kerja tertentu, salah satunya prosedur perawatan luka, Dari awal pelaksanaan sampai evaluasi yaitu : Imformed consent, persiapan alat, persiapan lingkungan, persipan pasien, persiapan penolong, pelaksanaan tindakan, evaluasi. Prosedur perawatan luka ini harus dilaksanakan oleh seluruh perawat di rumah sakit khususnya untuk mencegah dan menghindari terjadinya infeksi. Tujuan standar prosedur operasional adalah untuk menghindari kegagalan, kesalahan dan keraguan, memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas atau pegawai terkait, serta melindungi organisasi/unit kerja dan petugas pegawai dari malpraktek atau kesalahan lainnya. 35 2. Standar Prosedur Operasional Perawatan Luka a. Pengertian Perawatan luka adalah perawatan pada luka yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan proses penyembuhan luka. b. Tujuan 1) Meningkatkan hemostatis luka 2) Mencegah infeksi 3) Mencegah cedera jaringan lebih lanjut 4) Mempertahankan integritas kulit 5) Mencegah terjadinya komplikasi pada luka 6) Meningkatkan proses penyembuhan luka 7) Mendapatkan kembali fungsi normal 8) Memperoleh rasa nyaman c. Prosedur 1) Persiapan Alat : a) Gunting b) Pinset anatomi c) Pinset cirurgis d) Kom steril e) Kasa steril f) Sarung tangan steril g) Sarung tangan bersih sekali pakai h) Cairan NaCl 0,9% 36 i) Plester j) Perlak dan pengalas k) Bengkok l) Salep obat topical sesuai indikasi m) Tempat sampah 2) Langkah-langkah : a) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien b) Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan c) Atur posisi yang nyaman bagi klien, beritahu pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril d) Pasang perlak dan pengalasnya dibawah area luka. Letakkan bengkok diatas perlak e) Letakkan tempat sampah pada area yang mudah dijangkau f) Cuci tangan g) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai h) Lepaskan plester, balutan atau ikatan. Lepaskan plester dengan melepas ujungnya dan menarik dengan perlahan. Sejajr dengan kulit dan ke arah balutan i) Observasi kulit pasien untuk reaksi terhadap plester. Jika perekat masih dikulit bisa dibersihkan j) Dengan menggunakan pinset angkat balutan kasa secara hati-hati. Sampaikan pada pasien tentang rasa tidak nyaman yang mungkin timbul dan angkat balutan secara perlahan. k) Observasi karakter, jumlah drainase pada balutan 37 l) Buang balutan yang kotor pada tempat sampah m) Lepaskan sarung tangan dengan bagian dalamnya berada diluar dan buang pada tempat sampah n) Cuci tangan o) Siapkan plester baru, verban atau pengikat jika diperlukan p) Siapkan set balutan steril pada troley q) Gunakan sarung tangan steril r) Inspeksi luka, perhatikan kondisinya tempat drainase s) Bersihkan luka dengan larutan antiseptik yang diresepkan atau cairan normal salin. Pegang kasa yang basah dengan pinset. Bersihkan dari area yang terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi. Gerakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka. Ulangi membilas luka 2-3x sampai luka terlihat bersih t) Keringkan dengan menggunakan kasa u) Jika ada obat topical sesuai indikasi, maka oleskan tipis obat topical secara merata v) Pasang kasa langsung pada tepi luka. Bila luka dalam, basahi dengan NaCl 0,9% remas kasa secara perlahan dengan menekuk luka sehingga seluruh permukaan luka bersentuhan dengan kasa basah. Berikan kasa steril diatas kasa basah w) Pasang plester, verban atau pengikat x) Rapikan peralatan 38 y) Lepaskan sarungtangan dan buang ke tempat sampah z) Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman, cuci tangan dan catat yang telah dilakukan (Rumah Sakit Poea Kabupaten Bombana, 2017) 3. Standar Prosedur Operasional Perawatan Luka Diabetes Melitus a. Pengertian Perawatan luka DM adalah melakukan tindakan perawatan terhadap luka, menggati balutan dan membersihkan luka. b. Tujuan 1) Mencegah infeksi 2) Membantu penyembuhan luka c. Prosedur 1) Persiapan Alat : a) Trolly b) Tromol berisi kasa steril c) 1 pasang sarung tangan bersih d) 1 pasang sarung tangan steril e) Pinset anatomi f) Pinset cirurgis g) Hipafix h) Gunting plester i) Gunting jaringan j) Perlak kecil k) Cairan NaCl 0,9% 39 l) Bengkok m) Kom n) Obat sesuai advis 2) Langkah-langkah : a) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan pada pasien b) Menjaga privasi pasien c) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh petugas d) Tuangkan NaCl 0,9% kedalam kom e) Memakai sarung tangan bersih f) Buka balutan luka g) Observasi keadaan luka pasien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak, kedalaman luka h) Buang jaringan nekrotik menggunakan gunting jaringan i) Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan sterl j) Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah diberi larutan NaCl 0,9% k) Oleskan obat luka sesuai instruksi dokter l) Tutup luka dengan kasa m) Kembalikan posisi pasien senyam mungkin n) Rapikan alat o) Catat yang telah dilakukan (Rumah Sakit Poea Kabupaten Bombana, 2017) 40 F. Tinjauan Empris (Penelitian Sebelumnya) 1. Edi Siswantoro (2015) Penelitian ini mengenai “Efektifitas Perawatan Luka Diabetik Metode Modern Dressing Menggunakan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka”. Metode penelitian pre-experimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Hasil penelitian ini adalah proses penyembuhan luka sebelum dilakukan perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu yang diukur dari tingkat gread luka yaitu gread II (23,3%), gread III (46,7%), gread IV (30,0%). Dan proses penyembuhan luka sesudah dilakukan perawatan luka metode modern dressing menggunakan madu yang diukur dari tingkat gread luka yaitu gread II (46,7%), gread III (36,7%), gread IV (16,7%). Uji Wilxocon diketahui p= 0,001<0,05. 2. Nurawaliah Rasyid (2018) Penelitian ini mengenai “Study Literatur: Pengkajian Luka Kaki Diabetes”. Studi literatur ini melalui penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan rentang tahun 2010-2018 dengan menggunakan database Pubmed, Science Direct, Google Scholar dan Cochrane berdasarkan teknik pencariaan PICOT. Berdasarkan hasil pencarian literatur dari 48 artikel yag didapatkan, terdapat 7 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian-penelitian tersebut mengidentifikasi penilaian dan pengkajian luka kaki diabetes. Pengkajian luka kaki diabetes dapat dilakukan dengan menggunakan sistem klasifikasi. Menurut Karthikesalingam et al (2010) terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk menilai luka kaki diabetes dan 41 telah di uji validitasnya antara lain University of Texas (UT), SAD score, Perfusion, Extent, Depth, Infection and Sensation (PEDIS), Depth, Extent of bacterial colonization, Phase of healing and Associated aetiology (DEPA), Diabetic Ulcer Severity Score (DUSS), MAID dan Site, Ischemia, Neuropathy, Bacterial, Infection, and Depth (SINBAD). 3. Himatusujanah (2008) Penelitian ini mengenai “Hubungan Tingkat Kepatuhan Pelaksanaan Protap Perawatan Luka Dengan Kejadian Infeksi Luka Post Sectio Caesarea (SC) Di Ruang Mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Jenis penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil uji Chi – Square didapatkan nilai p sebesar 0.001 < 0.05 sehingga dapat dikatakan Ho ditolak. Sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna (signifikan) antaratingkat kepatuhan pelaksanaan protap perawatan luka dengan kejadian infeksi luka post sectio caesarea di Ruang Mawar I RSUD DR. Moewardi Surakarta 4. Maria Septiyanti (2011) Penelitian ini mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Luka Diabetes Menggunakan Teknik Moist Wound Healing di Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru”. Penelitian adalah deskripsi korelasi, yaitu mengidentifikasi dan menganalisa tingkat pengetahuan dengan sikap perawat tentang perawatan luka diabetes menggunakan teknik moist wound healing di rumah sakit Eka Hospital Pekanbaru. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan data p value=0,033, ini bearti p value < α = 0,05 maka 42 terdapat hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan luka diabetes menggunakan teknik moist wound healing, sehingga Ho ditolak. 5. Eka Fitria (2017) Penelitian ini mengenai “Karakteristik Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh”. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain potong lintang. Hasil penelitian didapatkan karakteristik ulkus diabetikum kriteria Meggitt Wagner grade 1 didominasi oleh perempuan. Karakteristik lainnya berturut-turut adalah jumlah ulkus hanya pada satu tempat, lokasi di kaki, eksudat minimal, ulkus bertepi seperti tebing, kulit di sekitar ulkus dengan inflamasi minimal berwarna merah muda, ulkus tanpa nyeri dan tanpa maserasi. Penderita ulkus diabetikum hendaknya selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan kaki dan melakukan perawatan luka. 6. Anas Rahmad Hidayat (2014) Jurnal ini menganai “Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Militus Di Rumah”. Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat dari komplikasi mikro dan makrovaskuler oleh karena diabetes. Ulkus kaki diabetes sering diawali dengan cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jarijari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukan sebuah kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal (misalnya, berjalan dengan 43 kaki telanjang di jalan yang panas, atau memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki), cedera kimia (misalnya, membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, veruka atau bunion), atau cedera traumatik (misalnya, melukai kulit ketika menggunting kuku kaki, menginjak benda asing dalam sepatu, atau mengenakan kaus kaki yang tidak pas). 7. Era Dorihi Kale (2014) Penelitian ini mengenai “Analisis Risiko Luka Kaki Diabetik Pada Penderita DM di Poliklinik DM dan Penyakit Dalam”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan studi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DM memiliki resiko rendah untuk mengalami resiko ulkus kaki diabetik, namun ada yang beresiko sedang bahkan beresiko tinggi. Oleh karena itu pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki perlu tetap diberikan dan ditingkatkan sehingga pencegahan terjadinya luka kaki diabetik menjadi lebih optimal. Selain itu pemberian informasi dari perawat tentang pentingnya screening kaki setiap tahun bagi yang beresiko rendah, sedangkan yang beresiko sedang direkomendasikan untuk screening setiap 6 bulan dan yang beresiko tinggi direkomendasikan untuk screening setiap 3 bulan.. 8. Hermin (2012) Penelitian ini mengenai “Analisis Teknik Perawatan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Jenis penelitian Deskriktif dengan menggunakan rancangan cross sectional study. Hasil penelitian ini menunjukan dari 30 responden terdapat 63,3% meenggunakan peralatan yang lengkap dan 36,7% tidak 44 menggunakan peralatan yang lengkap. Terdapat 73,3% responden yang melakukan sesuai prosedur perawatan dan 26,7% tidak sesuai prosedur perawatan. Serta terdapat 56,7% yang melakukan prinsip keperawatan dengan steril dan 43,3% yang tidak melakukan prinsip perawatan dengan tidak steril. 9. Imam Munandar (2018) Penelitian ini mengenai “Hubungan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Perawatan Luka Operasi dengan Kejadian Infeksi Luka Operasi Sectio Caesaria di Ruang X Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi.” Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional, dengan Metode penelitian kuantitaif. Hasil penelitian di dapatkan bahwa tingkat kepatuhan responden sebagian besar patuh (72%) dan tidak terjadi infeksi (67%). Hasil tabulasi silang diperoleh nilai (p=0.000) yang berarti bahwa Ada hubungan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional prosedur perawatan luka operasi dengan kejadian infeksi luka operasi section caesaria di ruang X Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi. 10. Miftakhul Ulum M (2012) Penelitian ini mengenai “Hubungan Perawatan Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Kejadian Ulkus Diabetik di RSUD Dr. Moewardi”. Jenis penelitian adalah analitik cross sectional, yang dilaksanakan pada sampel menggunakan Convenience sampling pada pasien DM tipe 2 dengan ulkus diabetik maupun tanpa ulkus yang melakukan perawatan di bagian Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi. 45 Hasil penelitian adalah pasien ulkus memiliki nilai median 5 dengan nilai minimum 3 dan maksimum 10 serta rerata 5,33±1,617. Pasien tidak ulkus memiliki nilai median 7 dengan nilai minimum 4 dan maksimum 11 serta rerata 6,93±1,817. Hasil uji statistik menggunakan uji T Tidak Berpasangan didapatkan hasil nilai probabilitasnya (p )= 0,001. Hasil uji kolerasi dengan uji Spearman, diperoleh r = 0,441.