1 Proposal Penelitian Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Condongcatur Dede Dian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia memegang peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan manusia. Pembangunan manusia seutuhnya tidak terlepas dari peran serta masyarakat, dan berbagai lembaga di bidang pendidikan. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menyatakan, (2003:1) bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Namun tujuan pendidikan yang diharapkan belum terealisasi secara maksimal. Kondisi pendidikan di Indonesia yang dikemukakan oleh Hazrul (2016) hasil penilaian dari PISA (Programme For International Assessment) mencatat peringkat Indonesia meningkat empat poin, akan tetapi pencapainya masih di bawah rata-rata yang ditetapkan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Dari hasil tes dan evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi Indonesia masih tergolong rendah. Berturut-turut rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang dievaluasi. Keberhasilan pendidikan diukur oleh sejauhmana outcame yang dihasilkan oleh pendidikan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan menurut Susanto (2016:12), terdiri dari dua hal yaitu : (1) faktor internal, dan faktor eksternal. Secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan, dan perkembangan 2 sendiri memerlukan dukungan baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh lingkungannya. Sekolah selaku penyelenggara pendidikan memegang peran penting dalam keberhasilan pendidikan siswa. Semakin tinggi kualitas sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Keberhasilan sekolah ditentukan oleh bagaimana kepala sekolah selaku pemimpin dan manajer pendidikan di sekolah mengoptimalkan poteni tenaga kependidikan yang ada. Kepala sekolah merupakan komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah selaku pemimpin satuan pendidikan berperan besar dalam menggerakkan elemen-elemen sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus memiliki sejumlah kompetensi agar dapat menjalankan tugas kepemimpinannya secara profesional. Kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007 mengenai Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah. Adapun kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah menurut Adang (2014) yaitu : a) kompetensi kepribadian, b) kompetensi manajerial, c) kompetensi kewirausahaan, d) kompetensi supervisi, dan e) kompetensi sosial. Tidak semua kepala sekolah paham dan mampu melaksanakan kompetensi tersebut secara utuh. Dengan adanya dominasi kompetensi tertentu, inilah yang melatari gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam memengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengetahui kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan memahami bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Mulyasa (2014:17) mengemukakan bahwa, gaya kepemimpinan pendidikan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik secara individu maupun sebagai kelompok. Gaya kepemimpinan merupakan perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap, yang 3 sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba memengaruhi kinerja bawahannya. SD Muhammadiyah Condongcatur merupkan lembaga pendidikan yang mengandung misi agama Islam, didirikan tanggal 19 Juli 1990 di bawah Persyarikatan Muhammadiyah Kecamatan Depok Sleman. Sejarah kepemimpinan di SD Muhammadiyah Condongcatur sejak masih bergabung dengan SD Muhammadiyah Sapen, kemudian mandiri pada tahun 1998 selalu dipimpin oleh seorang laki-laki sebagai kepala sekolah. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman awal pola hidup Muhammadiyah yang menjadikan laki-laki sebagai imam(pemimpin). Namun berdasarkan peraturan PP Muhammadiyah no. 01/KTN/1.4/F/2013 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah muhammadiyah Bab I pasal 1 “Kepala Sekolah/Madrasah adalah Guru yang diberi tugas memimpin pengelolaan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah yang diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah”. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan gender tertentu yang berhak menjadi kepala sekolah. Dan menurut Widodo, H (2019 :128) Permendiknas RI nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah yang tidak mempermasalahkan perempuan menjadi kepala sekolah karena standar kepala sekolah yang ditentukan lebih banyak ditekankan pada kemampuan kompetensinya. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah kepala Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah di Kabupaten Sleman DIY, dari 78 SD, terdapat 43 sekolah yang kepala sekolahnya perempuan. Pada tanggal 11 Maret 2016, secara resmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sleman melantik Ibu Sulasmi, S.Pd. sebagai kepala sekolah perempuan pertama di SD Muhammadiyah Condongcatur. Pada awal kepemimpinan Ibu Sulasmi, S.Pd terjadi kegaduhan yang merupakan dampak dari perubahan penjaringan sistem pemilihan kepala sekolah yang diawali oleh kepala sekolah sebelumnya. Permasalahan yang timbul dalam pemilihan kepala sekolah, akibat dari pemahaman warga sekolah dalam aturan pemilihan kepala sekolah yang sudah menjadi kebiasan di SD Muhammadiyah Condongcatur melalui pemilihan dari bawah, bukan penjaringan dan pelatihan. Bagi mereka yang belum mengalami mungkin tidak masalah siapapun dengan cara apapun kepala sekolah terpilih. Akan tetapi bagi beberapa guru dan karyawan yang sudah senior masih ada yang ragu dan bimbang perihal kepemimpinan hasil 4 penjaringan. Selain itu ketika pengangkatan wakil kepala sekolah, kepala sekolah tidak memilih secara langsung, akan tetapi menyerahkan penjaringan melalui test and propet Persyarikatan Muhammadiyah. Hal inilah yang memicu kepercayaan guru senior yang semestinya mendampingi kepala sekolah. Sekolah Muhammadiyah Condongcatur yang sudah mencapai tingkatan sekolah Standar Nasional, memiliki agenda kegiatan yang luas dan padat yag tentunya memungkinkan kepala sekolah waktunya lebih banyak mendampingi sekolah. Bagi kepala sekolah laki-laki tentunya tidak ada masalah untuk menjalankan tugas kapanpun, diamanpun, dan dengan siapapun. Akan tetapi bagi seorang perempuan tentunya hal ini menjadi pemikiran tersendiri. Hal didasarkan pada : petama, kedudukan perempuan di sekolah Muhammadiyah yang banyak bersinggungan dengan lawan jenis akan riskan menimbulkan fitnah. Kedua menajdi Kepala Sekolah di SD Muhammadiyah Condongcatur tidaklah mudah, seorang kepala sekolah harus memiliki rekam jejak yang baik dan kapabilitas yang tinggi. Ketiga kedudukan perempuan dalam keluarga sebagai Pendamping pemimpin keluarga (suami) bukan menjadi pimpinan. Namun dengan pengalaman beliau sewaktu menjadi guru di SD Muhammadiyah Condongcatur Ibu Sulasmi, S.Pd mampu menjawabnya. Hal ini dikarenakan, pertama Ibu Sulasmi, S.Pd. salah satu kepala sekolah yang mengikuti diklat On the Job Learning (OJL) yang diselenggarakan oleh LP2KS Kemendikbud bekerja sama dengan PWM DIY. Kedua Ibu Sulasmi, S.Pd. merupakan guru yang paling senior yang mengetahui perjalanan berdirinya SD Muhammadiyah Condongcatur. Ketiga Ibu Sulasmi, S.Pd. dalam perjalanan kariernya sebagai guru merupakan guru berprestasi tingkat Nasional. Beliau memaklumi tidak cukup kompetensi saja yang diperlukan untuk menjadi kepala sekolah, akan tetapi membangun kepercayaan publik yang harus dilakukan. Setiap kritikan beliau jawab dengan prestasi bukan emosi.