LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN PENENTUAN KADAR KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF SCHOORL Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Analisis Kimia Bahan Makanan Disusun oleh : Kelompok 1/F4B Anita Anggriani 31112060 Hilda Aisyahtul Faridah 31112085 Nita Herliani 31112096 PRODI S1 FARMASI STIKES BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2015 0 Tanggal Praktikum : 9 September 2015 Tujuan Percobaan - : Menentukan dan mengetahui kadar glukosa pada sampel diabetasol dengan menggunakan metode luff scholar I. Prinsip Percobaan : Hidrolisis karbohidrat oleh asam menjadi monosakarida. Glukosa hasil hidrolisis dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ , kelebihan Cu2+ dapat dititrasi secara iodometri. II. Mekanisme Reaksi Reaksi yang terjadi yaitu : Karbohidrat kompleks gula sederhana (gula pereduksi) Gula pereduksi + 2 Cu2+ 2 Cu2+ (kelebihan) + 4I- Cu2O(s) + Cu2+ berlebih 2 CuI2 2 CuI- + I2 (Oksidator) I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62- (Reduktor) III. Dasar Teori Karbohidrat adalah polihidroksialdehid, polihidroksiketon, atau zat yang memberikan senyawa seperti itu jika dihidrolisis. Kimiawi karbohidrat pada dasarnya merupakan kimia gabungan dari dua gugus fungsi, yaitu gugus hidroksil dan gugus karbonil (Hart dkk., 2003). Karbohidrat atau sakarida adalah segolongan besar senyawa organik yang tersusun dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen (Ratna dkk., 2010). Berdasarkan jumlah monomer pembentuk suatu karbohidrat maka dapat dibagi atas tiga golongan besar yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Istilah sakarida berasal dari bahasa latin dan mengacu pada rasa manis senyawa karbohidrat sederhana. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana (Tim Dosen Kimia, 2008). 1 Monosakarida merupakan karbohidrat sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat yang lain. Adapun beberapa monosakarida yang penting yakni glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentosa (Poedjiadi, 1994). Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Glukosa adalah gula yang mempunyai enam atom karbon dan dengan demikian disebut heksosa. Karbohidrat lima karbon dikenal sebagai pentosa dan selanjutnya. Kenyataan bahwa gugus karbonil adalah sebuah aldehida yang ditunjukkan dengan menggolongkan glukosa sebagai aldoheksosa. Monosakarida yang amat penting yaitu D-glukosa sering dikenal sebagai dektrosa. (Pine, dkk., 1988). Analisis kuantitatif karbohidrat dengan metode luff schoorl yaitu gula dalam contoh direaksikan dengan pereaksi luff school berlebih, kelebihan luff dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat. Pada penetapan gula cara luff school yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuproksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na thiosulfat. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini, mulamula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan titrasi menggunakan Na thiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan sudah berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna dari biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan table yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na thiosulfat dan banyaknya gula reduksi. 2 IV. Alat dan Bahan a. Alat - Beaker glass 500 mL - Hot plate - Beaker glass 250 mL - Gelas ukur - Beaker glass 100 mL - Buret - Pipet tetes - Statif - Corong gelas - Klem - Labu ukur 250 mL - Kertas saring - Pipet volume 10 mL - pH universal - Pipet volume 5 mL - Kaki tiga - Pipet volume 25 mL - Kasa - Erlenmeyer 250 mL - Erlenmeyer 100 mL b. Bahan - Sampel gula diabetasol - Aquadest - HCl 3 % - NaOH 30 % - CH3COOH encer - Larutan Luff Schoorll - KI 20 % - H2SO4 4N - Na2S2O3 0,1 N 3 V. Cara Kerja dan Komposisi Sampel Mengandung sukralosa tanpa kalori Prosedur kerja οΌ Blanko Pipet larutan Luff Schoorll sebanyak 10 mL Panaskan dalam penangas air sampai mendidih Dinginkan, lalu tambahkan larutan KI 25 mL dan tambahkan 10 mL H2SO 4 Titrasi dengan mengginkaan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk kuning jerami Tambahkan amilum sebanyak 3 tetes, lalu titrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang dan larutan jernih. 4 οΌ Standarisasi Na2S2O3 K2Cr2O7 timbang sebanyak 62 mg, tambahkan aquadest Tambahkan KI dengan cara dipipet sebanyak 25 mL Tambahkan H2SO4 4N sebanyak 10 mL Titrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning jerami Tambahkan indicator amilum sebanyak 3 tetes, lalu titrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang dan larutan jernih. 5 οΌ Titrasi Penetapan Kadar Glukosa Metode Luff Schoorll Sampel sebanyak 2 gram dimasukan ke erlemeyer, tambahkan aquades Tambahkan HCl 3% sebanyak 200 mL Panaskan pada hotplate dengan suhu 1500C selama 30 menit lalu dinginkan Tambahkan NaOH sampai pH mencapai 7 Tambahakan CH3COOH sampai didapatkan pH 6 Add dengan aquadest sampai 250 mL dalam labu ukur 250 mL, lakukan penyaringan Masukan 10 mL filrat selanjutnya 25 mL Luff schoorll Tambahkan 15 mL KI 20% selanjutnya tambahkan 25 mL H2SO4 4N Titrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk kuning jerami Tambahakan amilum63 tetes sebagai indicator, titrasi kembali hingga warna biru hilang dan larutan jadi jernih. Standar SNI Sampel Gula Diabetasol Komponen Gula VI. Klaim Bebas Kondisi 0,5 gram per 100 gram (solid) 0,5 gram per 100 mL (liquid) Hasil Pengamatan 1) Standarisasi Na2S2O3 mg K2Cr2O7 62 mg 62 mg 62 mg Rata –rata Volume Na2S2O3 14,3 mL 14,2 mL 14,0 mL 14,1666 mL ππ π²ππͺπππΆπ N Na2S2O3 = π©π¬ πππͺπππΆπ π π½ π΅πππΊππΆπ ππ ππ N Na2S2O3 = ππ π ππ,ππππ ππ³ ππ ππ N Na2S2O3 = πππ,ππππ ππ³ N Na2S2O3 = π, ππππ π΅ 2) Volume Blanko Volume Luff Schoorll 10 mL 10 mL 10 mL Rata –rata 7 Volume Na2S2O3 11,8 mL 11,9 mL 12,0 mL 11,9 mL 3) Penetapan Kadar Glukosa Volume sampel 10 mL 10 mL 10 mL Rata –rata Volume Na2S2O3 12,2 mL 12,0 mL 12,1 mL 12,1 mL a. Volume Na2S2O3 setelah dikurangi Volume Blanko 12,1 mL -11,9 mL = 0,2 mL b. Volume Na2S2O3 yang bereaksi dengan sampel V Na2S2O3 x N Na2S2O3 = 0,2 mL x 0,0893 π = 10 mL x N sampel 0,0179 = 10 mL x N sampel N sampel = 0,001786 N c. Gram V Sampel x N Sampel = N x BE x V = 0,001786 N x 180 x 0,25 L = 0.0803 gram d. % Kadar Glukosa = 0.0803 gram 2 ππππ = 4,015 % b/b 8 π₯ 100% VII. Pembahasan Praktikum kali ini merupakan praktikum pada pertemuan kedua di mana dilakukan analisis glukosa dari bahan pangan yang beredar di pasar dengan metode Luff Schoorl. Analisis kadar glukosa pada bahan pangan ini bertujuan untuk menentukan apakah kandungan dalam kemasan sesuai tidak dengan kenyataan di masyarakat yang nantinya akan lari ke mutu atau kualitas bahan pangan tersebut. Praktikan menggunakan sampel yakni gula untuk pasien yang diet kalori di mana dalam kemasan tercantum “no calories sweetener” dan biasa digunakan sebagai pengganti gula biasa pada pasien diabetes mellitus, yakni gula diabetasol kemasan sachet 1g. Praktikan memilih sampel berupa gula rendah kalori karena ketika suatu bahan pangan dikatakan rendah atau bahkan tidak ada kalori maka penggunaan bahan pangan tersebut biasanya mengandung gula yang sangat minimum kadarnya atau bahkan tidak ada sehingga perlu di buktikan apakah kadarnya sesuai dengan yang dipersyaratkan bahwa berdasarkan literatur yang diperoleh, untuk sugar free, no calories mengandung maksimal 0,5g/100g (solids) atau 0,5g/100ml (liquids). Dari kemasan diketahui bahwa kandungan karbohidrat pada diabetasol adalah sukralosa, di mana sukralosa berdasarkan data keamanan pangan dunia aman diizinkan untuk konsumsi diet. Sukralosa yang berasal untuk diabetasol berasal dari jagung sehingga dikatakan sebagai gula jagung. Sukralosa merupakan unit oligasakarida, yakni disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang terjadi dari proses kondensasi dua molekul sakarida yakni glukosa dan fruktosa yang terbuat dari jagung yang biasa disebut sugar atau gula-gula. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Pada molekul sukrosa ini ikatan terjadi antara molekul gukosa dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon tersebut adalah atom karbon yang mempunyai gugus –OH glikosidik, atau atom karbon yang merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus 9 keton pad fruktosa. Oleh karena itu molekul sukrosa tidak mempunyai gugus –OH glikosidik. Dengan demikian sukralosa tidak mempunyai sifat dapat mereduksi ion-ion Cu2+ jika tidak dilakukan hidrolisis terlebih dahulu. HO HO OH O O O OH HO HO OH OH Sucrose Gambar1. Struktur Sukrosa Berdasarkan literatur, bentuk sukralosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan dengan hasil yang diperoleh dari reaksi hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa di mana glukosa memutar cahaya terpolarisasi ke kanan, sedangkan fruktosa memutar cahaya terpolarisasi ke kiri. Karena fruktosa mempunyai rotasi spesifik lebih besar daripada glukosa maka campuran glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis memutar ke kiri. Maka dari itu, langkah pertama yang dilakukan adalah proses hidrolisis dengan HCl 3% hingga diperoleh pH 2-3. Pada proses hidrolisis, terjadi perubahan sudut putar, mula-mula ke kanan menjadi ke kiri sehingga disebut juga inversi. Hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. Analisis karbohidrat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif karena analisis kuantitatif tidak dapat berjalan sendiri tanpa didahului dengan analisis kualitatif yang memastikan apakah dalam sampel mengandung karbohidrat atau tidak dengan menggunakan pereaksi yaitu Reagen Luff Schoorl. Dilakukan setelah sampel di hidrolisis dengan asam, jika menghasilkan endapan merah bata maka proses hidrolisis telah selesai dan karbohidrat terdeteksi dalam sampel. Penentuan kadar karbohidrat secara kuantitatif dilakukan melalui metode Luff- 10 Schoorl dengan prinsip dasar tereduksinya kuprioksida (Cu2+) menjadi kupro oksida (CuβΊ) karena adanya gula pereduksi. Pada analisis kadar glukosa, langkah pertama yang dilakukan adalah pembakuan larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan baku sekunder atau larutan yang akan digunakan untuk mentitrasi sample. Larutan ini perlu dibakukan karena konsentrasinya cepat berubah oleh pengaruh lingkungan karena senyawa yang digunakan sebagai larutan baku sekunder umumnya tidak stabil, misalnya saja bersifat higroskopis, sensitive terhadap cahaya atau mudah terdegradasi oleh udara. Pengaruh ketidakstabilan ini tidak hanya bersifat kimia tetapi juga dapat bersifat fisik seperti misalnya saat penimbangan sering tidak tepat karena senyawa ini memiliki berat molekul relative kecil dan mudah menyerap uap air di udara. Kalium dikromat merupakan senyawa baku primer yang tidak perlu dibakukan lagi terhadap senyawa lain. K2Cr2O7 dapat digunakan sebagai baku primer karena memiliki sifat : murni atau mudah dimurnikan; memiliki massa molekul relative yang besar; stabil dan tidak higroskopis; kering, tidak terpengaruh oleh udara/lingkungan (zat tersebut stabil); mudah larut dalam air; mempunyai massa ekivalen yang tinggi. Standardisasinya dilakukan dengan memasukkan 60 mg K2Cr2O7 sebanyak 60 mg ke dalam labu erlenmeyer bertutup, dengan ditambahkan aquadest 10 ml untuk melarutkan K2Cr2O7 kemudian ditambahkan 25 ml KI dari larutan stok dan 5 ml HCl 1 M. Pada pembakuan ini digunakan larutan baku kalium iodida karena larutan ini cukup stabil dan lebih mudah larut daripada iodium, serta dapat menghasilkan iodium bila ditambahkan asam. Larutan baku kalium iodida yang digunakan harus selalu dibuat baru karena mudah teroksidasi oleh udara sehingga jumlah yang lepas menjadi lebih banyak dan diperlukan titran yang lebih banyak pula. Akibatnya penetapan kadar menjadi tidak akurat lagi. Oleh karena iodium mudah menguap dan iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara, maka labu harus selalu ditutup dan titrasinya tidak boleh terlalu lama. 11 Penambahan KI diharuskan berlebih, apabila tidak maka Cr2O72- masih bersisa dan akan terjadi reaksi sampingan antara Cr2O72- dan Na2S2O3 yang membuat titik akhir titrasi tidak tercapai. Apabila penambahan KI berlebih, reaksinya adalah sebagai berikut : K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl → 8 KCl + 2 CrCl3 + 3 I2 + 7H2O Na2S2O3 akan mereduksi iodium menjadi iodida. Reaksinya: I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI sehingga warna coklat akan semakin pudar. Titrasi dihentikan sementara ketika warna larutan titrat menjadi kuning pucat. Kemudian ditambahkan larutan kanji sebagai indikator sehingga larutan titrat berwarna hijau. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang (titik akhir titrasi). Dari hasil pembakuan, diperoleh volume titran yang dibutuhkan pada masing-masing replikasi adalah 14,3 ml ; 14,2 ml dan 14,0 ml; sehingga volume titran rata-rata yang diperlukan adalah 14, 1667 ml. Sehingga diperoleh normalitas Na2S2O3 sebesar 0,0893 N. (Lihat VII. Hasil Pengamatan). Larutan indicator kanji yang digunakan dibuat dengan cara melarutkan 500 mg amilum ke dalam 100 ml air dingin. Kemudian suspensi amilum tersebut dipanaskan hingga semua amilum larut dan terbentuk larutan yang jernih, kemudian didinginkan dan baru digunakan sebagai indikator. Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah dan mudah didapat. Sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air, tidak stabil pada suspensi dengan air (sehingga selalu dibuat baru), membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi tapi harus ditunggu hingga warna titrat kuning pucat. Penambahan indicator pada awal titrasi dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba atau titik akhir palsu. Indikator ini bersifat reversible, artinya warna biru yang timbul akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh Na2S2O3 atau reduktor lainnya. 12 Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). Ketika proses hidrolisis selesai, beberapa langkah dilakukan dalam penentuan kadar karbohidrat secara kuantitatif diantaranya titrasi blanko, titrasi standarisasi Na2S2O3, da titrasi sampel. Yang harus diperhatikan dalam penentuan gula cara luff schoorl adalah yang ditentukan bukan kuprioksida yang mengendap melainkan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Blanko dilakukan dengan mentitrasi larutan luff schoorl sebanyak 10 ml yang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi yang terjadi dan ditambahkan KI berlebih yakni KI 20% sebanyak 25 ml dan asam sulfat encer hingga pH 3. Penentuannya dilakukan dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Perlakuan untuk titrasi sampel adalah dengan memipet sampel yang telah di hidrolisis sebanyak 10 ml dan ditambahkan larutan luff schoorl sebanyak 25 ml lalu di panaskan untuk mempercepat reaksi. Setelah dingin ditambahkan KI berlebih dan asam sulfat encer lalu titrasi dengan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk. Kuprooksida yang terbentuk juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam Kiodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya 13 kuprioksida. Banyaknnya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na2S2O3 yakni dari volume Na2S2O3 selama proses titrasi. Yang perlu pula diperhatikan adalah titik akhir titrasi. Untuk mengetahui bahwa titik akhir titrasi telah tercapai maka diperlukan indikator dan indikator yang digunakan pada praktikum kali ini adalah indikator pasta amilum. Indikator ditambahkan ketika warna kuning kecoklatan pudar karena jika ditambahkan dari awal maka pasta kanji dalam keadaan asam akan terhidrolisis menjadi amilosa dan amilopektin yang tidak dapat dijadikan acuan sebagai titik akhir titrasi karena amilum rusak. Ketika warna kuning pudar tercapai maka barulah ditambahkan pasta kanji hingga warna biru yang terbentuk dari pasta kanji hilang setelah di titrasi kembali dengan Na2S2O3. Mekanisme reaksi yang terjadi dalam penentuan gula cara luff schoorl : R-COH + CuO Cu2O + R-COOH H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O CuSO4 + 2 KI CuI2 + K2SO4 2 CuI2 Cu2I2 + I2 I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI I2 + amilum : biru Ketika telah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel, konversikan pula dengan tabel yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na2S2O3 dengan banyaknya gula pereduksi sehingga diketahui jumlah gula pereduksi yang ada dalam larutan. Dalam hal ini sampel yang praktikan gunakan memiliki jumlah gula pereduksi sebanyak 0,48 mg yang artinya dalam 2 gram gula diabetasol terkandung gula glukosa dan fruktosa sebagai gula pereduksi sebanyak 0,48 mg. Selanjutnya dilakukan perhitungan seperti pada penentuan kadar secara titrasi iodimetri dan diperoleh kadar sampel sebesar 3,85%. Berdasarkan standar, untuk sugar free memiliki batas maksimal 0,5% namun untuk sampel gula diabetasol karena berasal dari sukralosa yang terbuat dari 14 jagung maka dengan kadar 3,85% masih memenuhi syarat karena untuk sampel gula diabetasol berlabelkan no calories yang menunjukkan pengurangan jumlah pada komponen lainnya tidak hanya dari kandungan gulanya yang dibuat serendah mungkin. VIII. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa sampel yakni gula diabetasol yang dianalisis kuantitatif dengan metode luff schoorl memiliki jumlah gula pereduksi dalam 2 gram serbuk sebanyak 0,48 mg dan kadar gula 3,85% yang menunjukkan bahwa kadar gula dalam gula diabetasol no calories rendah. 15 Daftar Pustaka Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. British Pharmacopedia Commision. 2002. British Pharmacopedia 2002. London: The Stationery Office. Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Poedjiadi, Anna, Titin. (2009). Dasar-dasar biokimia. Jakarta : UI-Press Sudarmadji, Slamet, dkk. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty Osborne, Vooght. (1978). The Analysis of Nutrient in Foods. London : Academic Press 16