Uploaded by User78882

Glukosa metode loof schoorl

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN
PENENTUAN KADAR KARBOHIDRAT DENGAN
METODE LUFF SCHOORL
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Praktikum Analisis Kimia Bahan Makanan
Disusun oleh :
Kelompok 1/F4B
Anita Anggriani
31112060
Hilda Aisyahtul Faridah
31112085
Nita Herliani
31112096
PRODI S1 FARMASI
STIKES BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015
0
Tanggal Praktikum : 9 September 2015
Tujuan Percobaan
-
:
Menentukan dan mengetahui kadar glukosa pada sampel diabetasol dengan
menggunakan metode luff scholar
I.
Prinsip Percobaan
:
Hidrolisis karbohidrat oleh asam menjadi monosakarida. Glukosa
hasil hidrolisis dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ , kelebihan Cu2+ dapat
dititrasi secara iodometri.
II.
Mekanisme Reaksi
Reaksi yang terjadi yaitu :
Karbohidrat kompleks
gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi + 2 Cu2+
2 Cu2+ (kelebihan) + 4I-
Cu2O(s) + Cu2+ berlebih
2 CuI2
2 CuI- + I2
(Oksidator)
I2 + 2 S2O32-
2 I- + S4O62-
(Reduktor)
III.
Dasar Teori
Karbohidrat adalah polihidroksialdehid, polihidroksiketon, atau zat
yang memberikan senyawa seperti itu jika dihidrolisis. Kimiawi
karbohidrat pada dasarnya merupakan kimia gabungan dari dua gugus
fungsi, yaitu gugus hidroksil dan gugus karbonil (Hart dkk., 2003).
Karbohidrat atau sakarida adalah segolongan besar senyawa organik yang
tersusun dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen (Ratna dkk., 2010).
Berdasarkan jumlah monomer pembentuk suatu karbohidrat maka
dapat dibagi atas tiga golongan besar yaitu monosakarida, disakarida dan
polisakarida. Istilah sakarida berasal dari bahasa latin dan mengacu pada
rasa manis senyawa karbohidrat sederhana. Monosakarida adalah
karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih
sederhana (Tim Dosen Kimia, 2008).
1
Monosakarida merupakan karbohidrat sederhana, dalam arti
molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat
diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat
yang lain. Adapun beberapa monosakarida yang penting yakni glukosa,
fruktosa, galaktosa dan pentosa (Poedjiadi, 1994).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa
karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan.
Glukosa adalah gula yang mempunyai enam atom karbon dan dengan
demikian disebut heksosa. Karbohidrat lima karbon dikenal sebagai
pentosa dan selanjutnya. Kenyataan bahwa gugus karbonil adalah sebuah
aldehida yang ditunjukkan dengan menggolongkan glukosa sebagai
aldoheksosa. Monosakarida yang amat penting yaitu D-glukosa sering
dikenal sebagai dektrosa. (Pine, dkk., 1988).
Analisis kuantitatif karbohidrat dengan metode luff schoorl yaitu
gula dalam contoh direaksikan dengan pereaksi luff school berlebih,
kelebihan luff dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat. Pada penetapan
gula cara luff school yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap
tetapi dengan menentukan kuproksida dalam larutan sebelum direaksikan
dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan gula
reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na
thiosulfat.
Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini, mulamula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari
garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan titrasi
menggunakan Na thiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup
maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan sudah berubah
warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar
perubahan warna dari biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan
amilum diberikan pada saat titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian
dikonsultasikan dengan table yang sudah tersedia yang menggambarkan
hubungan antara banyaknya Na thiosulfat dan banyaknya gula reduksi.
2
IV.
Alat dan Bahan
a. Alat
-
Beaker glass 500 mL
-
Hot plate
-
Beaker glass 250 mL
-
Gelas ukur
-
Beaker glass 100 mL
-
Buret
-
Pipet tetes
-
Statif
-
Corong gelas
-
Klem
-
Labu ukur 250 mL
-
Kertas saring
-
Pipet volume 10 mL
-
pH universal
-
Pipet volume 5 mL
-
Kaki tiga
-
Pipet volume 25 mL
-
Kasa
-
Erlenmeyer 250 mL
-
Erlenmeyer 100 mL
b. Bahan
- Sampel gula diabetasol
- Aquadest
- HCl 3 %
- NaOH 30 %
- CH3COOH encer
- Larutan Luff Schoorll
- KI 20 %
- H2SO4 4N
- Na2S2O3 0,1 N
3
V.
Cara Kerja dan Komposisi Sampel
Mengandung sukralosa tanpa kalori
Prosedur kerja
οƒΌ Blanko
Pipet larutan Luff Schoorll sebanyak 10 mL
Panaskan dalam penangas air sampai mendidih
Dinginkan, lalu tambahkan larutan KI 25 mL dan tambahkan 10
mL H2SO 4
Titrasi dengan mengginkaan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk
kuning jerami
Tambahkan amilum sebanyak 3 tetes, lalu titrasi kembali dengan
Na2S2O3 sampai warna biru hilang dan larutan jernih.
4
οƒΌ Standarisasi Na2S2O3
K2Cr2O7 timbang sebanyak 62 mg, tambahkan aquadest
Tambahkan KI dengan cara dipipet sebanyak 25 mL
Tambahkan H2SO4 4N sebanyak 10 mL
Titrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning
jerami
Tambahkan indicator amilum sebanyak 3 tetes, lalu titrasi
kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang dan larutan
jernih.
5
οƒΌ Titrasi Penetapan Kadar Glukosa Metode Luff Schoorll
Sampel sebanyak 2 gram dimasukan ke erlemeyer, tambahkan
aquades
Tambahkan HCl 3% sebanyak 200 mL
Panaskan pada hotplate dengan suhu 1500C selama 30 menit lalu
dinginkan
Tambahkan NaOH sampai pH mencapai 7
Tambahakan CH3COOH sampai didapatkan pH 6
Add dengan aquadest sampai 250 mL dalam labu ukur 250 mL,
lakukan penyaringan
Masukan 10 mL filrat selanjutnya 25 mL Luff schoorll
Tambahkan 15 mL KI 20% selanjutnya tambahkan 25 mL H2SO4
4N
Titrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk
kuning jerami
Tambahakan amilum63 tetes sebagai indicator, titrasi kembali
hingga warna biru hilang dan larutan jadi jernih.
Standar SNI Sampel Gula Diabetasol
Komponen
Gula
VI.
Klaim
Bebas
Kondisi
0,5 gram per 100 gram
(solid)
0,5 gram per 100 mL
(liquid)
Hasil Pengamatan
1) Standarisasi Na2S2O3
mg K2Cr2O7
62 mg
62 mg
62 mg
Rata –rata
Volume Na2S2O3
14,3 mL
14,2 mL
14,0 mL
14,1666 mL
π’Žπ’ˆ π‘²πŸπ‘ͺπ’“πŸπ‘ΆπŸ•
N Na2S2O3 = 𝑩𝑬 π’ŒπŸπ‘ͺπ’“πŸπ‘ΆπŸ• 𝒙 𝑽 π‘΅π’‚πŸπ‘ΊπŸπ‘ΆπŸ‘
πŸ”πŸ π’Žπ’ˆ
N Na2S2O3 = πŸ’πŸ— 𝒙 πŸπŸ’,πŸπŸ”πŸ”πŸ” π’Žπ‘³
πŸ”πŸ π’Žπ’ˆ
N Na2S2O3 = πŸ”πŸ—πŸ’,πŸπŸ”πŸ‘πŸ’ π’Žπ‘³
N Na2S2O3 = 𝟎, πŸŽπŸ–πŸ—πŸ‘ 𝑡
2) Volume Blanko
Volume Luff Schoorll
10 mL
10 mL
10 mL
Rata –rata
7
Volume Na2S2O3
11,8 mL
11,9 mL
12,0 mL
11,9 mL
3) Penetapan Kadar Glukosa
Volume sampel
10 mL
10 mL
10 mL
Rata –rata
Volume Na2S2O3
12,2 mL
12,0 mL
12,1 mL
12,1 mL
a. Volume Na2S2O3 setelah dikurangi Volume Blanko
12,1 mL -11,9 mL = 0,2 mL
b. Volume Na2S2O3 yang bereaksi dengan sampel
V Na2S2O3 x N Na2S2O3
=
0,2 mL x 0,0893 𝑁
= 10 mL x N sampel
0,0179
= 10 mL x N sampel
N sampel
= 0,001786 N
c. Gram
V Sampel x N Sampel
= N x BE x V
= 0,001786 N x 180 x 0,25 L
= 0.0803 gram
d. % Kadar Glukosa =
0.0803 gram
2 π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š
= 4,015 % b/b
8
π‘₯ 100%
VII.
Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan praktikum pada pertemuan kedua di
mana dilakukan analisis glukosa dari bahan pangan yang beredar di pasar
dengan metode Luff Schoorl. Analisis kadar glukosa pada bahan pangan
ini bertujuan untuk menentukan apakah kandungan dalam kemasan sesuai
tidak dengan kenyataan di masyarakat yang nantinya akan lari ke mutu
atau kualitas bahan pangan tersebut.
Praktikan menggunakan sampel yakni gula untuk pasien yang diet
kalori di mana dalam kemasan tercantum “no calories sweetener” dan
biasa digunakan sebagai pengganti gula biasa pada pasien diabetes
mellitus, yakni gula diabetasol kemasan sachet 1g. Praktikan memilih
sampel berupa gula rendah kalori karena ketika suatu bahan pangan
dikatakan rendah atau bahkan tidak ada kalori maka penggunaan bahan
pangan tersebut biasanya mengandung gula yang sangat minimum
kadarnya atau bahkan tidak ada sehingga perlu di buktikan apakah
kadarnya sesuai dengan yang dipersyaratkan bahwa berdasarkan literatur
yang diperoleh, untuk sugar free, no calories mengandung maksimal
0,5g/100g (solids) atau 0,5g/100ml (liquids). Dari kemasan diketahui
bahwa kandungan karbohidrat pada diabetasol adalah sukralosa, di mana
sukralosa berdasarkan data keamanan pangan dunia aman diizinkan untuk
konsumsi diet. Sukralosa yang berasal untuk diabetasol berasal dari jagung
sehingga dikatakan sebagai gula jagung.
Sukralosa merupakan unit
oligasakarida, yakni disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang
terjadi dari proses kondensasi dua molekul sakarida yakni glukosa dan
fruktosa yang terbuat dari jagung yang biasa disebut sugar atau gula-gula.
Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan
fruktosa. Pada molekul sukrosa ini ikatan terjadi antara molekul gukosa
dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom
karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon
tersebut adalah atom karbon yang mempunyai gugus –OH glikosidik, atau
atom karbon yang merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus
9
keton pad fruktosa. Oleh karena itu molekul sukrosa tidak mempunyai
gugus –OH glikosidik. Dengan demikian sukralosa tidak mempunyai sifat
dapat mereduksi ion-ion Cu2+ jika tidak dilakukan hidrolisis terlebih
dahulu.
HO
HO
OH
O
O
O
OH
HO
HO
OH
OH
Sucrose
Gambar1. Struktur Sukrosa
Berdasarkan literatur, bentuk sukralosa mempunyai sifat memutar
cahaya terpolarisasi ke kanan dengan hasil yang diperoleh dari reaksi
hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa di mana glukosa memutar cahaya
terpolarisasi ke kanan, sedangkan fruktosa memutar cahaya terpolarisasi
ke kiri. Karena fruktosa mempunyai rotasi spesifik lebih besar daripada
glukosa maka campuran glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis
memutar ke kiri. Maka dari itu, langkah pertama yang dilakukan adalah
proses hidrolisis dengan HCl 3% hingga diperoleh pH 2-3. Pada proses
hidrolisis, terjadi perubahan sudut putar, mula-mula ke kanan menjadi ke
kiri sehingga disebut juga inversi. Hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran
glukosa dan fruktosa disebut gula invert.
Analisis karbohidrat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif karena analisis kuantitatif tidak dapat berjalan
sendiri tanpa didahului dengan analisis kualitatif yang memastikan apakah
dalam sampel mengandung karbohidrat atau tidak dengan menggunakan
pereaksi yaitu Reagen Luff Schoorl. Dilakukan setelah sampel di hidrolisis
dengan asam, jika menghasilkan endapan merah bata maka proses
hidrolisis telah selesai dan karbohidrat terdeteksi dalam sampel. Penentuan
kadar karbohidrat secara kuantitatif dilakukan melalui metode Luff-
10
Schoorl dengan prinsip dasar tereduksinya kuprioksida (Cu2+) menjadi
kupro oksida (Cu⁺) karena adanya gula pereduksi.
Pada analisis kadar glukosa, langkah pertama yang dilakukan
adalah pembakuan larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan
baku sekunder atau larutan yang akan digunakan untuk mentitrasi sample.
Larutan ini perlu dibakukan karena konsentrasinya cepat berubah oleh
pengaruh lingkungan karena senyawa yang digunakan sebagai larutan
baku sekunder umumnya tidak stabil, misalnya saja bersifat higroskopis,
sensitive terhadap cahaya atau mudah terdegradasi oleh udara. Pengaruh
ketidakstabilan ini tidak hanya bersifat kimia tetapi juga dapat bersifat
fisik seperti misalnya saat penimbangan sering tidak tepat karena senyawa
ini memiliki berat molekul relative kecil dan mudah menyerap uap air di
udara.
Kalium dikromat merupakan senyawa baku primer yang tidak
perlu dibakukan lagi terhadap senyawa lain. K2Cr2O7 dapat digunakan
sebagai baku primer karena memiliki sifat : murni atau mudah dimurnikan;
memiliki massa molekul relative yang besar; stabil dan tidak higroskopis;
kering, tidak terpengaruh oleh udara/lingkungan (zat tersebut stabil);
mudah larut dalam air; mempunyai massa ekivalen yang tinggi.
Standardisasinya dilakukan dengan memasukkan 60 mg K2Cr2O7
sebanyak 60 mg ke dalam labu erlenmeyer bertutup, dengan ditambahkan
aquadest 10 ml untuk melarutkan K2Cr2O7 kemudian ditambahkan 25 ml
KI dari larutan stok dan 5 ml HCl 1 M. Pada pembakuan ini digunakan
larutan baku kalium iodida karena larutan ini cukup stabil dan lebih mudah
larut daripada iodium, serta dapat menghasilkan iodium bila ditambahkan
asam. Larutan baku kalium iodida yang digunakan harus selalu dibuat baru
karena mudah teroksidasi oleh udara sehingga jumlah yang lepas menjadi
lebih banyak dan diperlukan titran yang lebih banyak pula. Akibatnya
penetapan kadar menjadi tidak akurat lagi. Oleh karena iodium mudah
menguap dan iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara,
maka labu harus selalu ditutup dan titrasinya tidak boleh terlalu lama.
11
Penambahan KI diharuskan berlebih, apabila tidak maka Cr2O72- masih
bersisa dan akan terjadi reaksi sampingan antara Cr2O72- dan Na2S2O3 yang
membuat titik akhir titrasi tidak tercapai. Apabila penambahan KI
berlebih, reaksinya adalah sebagai berikut :
K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl → 8 KCl + 2 CrCl3 + 3 I2 + 7H2O
Na2S2O3 akan mereduksi iodium menjadi iodida. Reaksinya:
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
sehingga warna coklat akan semakin pudar. Titrasi dihentikan sementara
ketika warna larutan titrat menjadi kuning pucat. Kemudian ditambahkan
larutan kanji sebagai indikator sehingga larutan titrat berwarna hijau.
Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang (titik akhir
titrasi).
Dari hasil pembakuan, diperoleh volume titran yang dibutuhkan
pada masing-masing replikasi adalah 14,3 ml ; 14,2 ml dan 14,0 ml;
sehingga volume titran rata-rata yang diperlukan adalah 14, 1667 ml.
Sehingga diperoleh normalitas Na2S2O3 sebesar 0,0893 N. (Lihat VII.
Hasil Pengamatan).
Larutan indicator kanji yang digunakan dibuat dengan cara
melarutkan 500 mg amilum ke dalam 100 ml air dingin. Kemudian
suspensi amilum tersebut dipanaskan hingga semua amilum larut dan
terbentuk larutan yang jernih, kemudian didinginkan dan baru digunakan
sebagai indikator. Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah
dan mudah didapat. Sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut
dalam air, tidak stabil pada suspensi dengan air (sehingga selalu dibuat
baru), membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi
dengan iodium sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi tapi
harus ditunggu hingga warna titrat kuning pucat. Penambahan indicator
pada awal titrasi dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba atau
titik akhir palsu. Indikator ini bersifat reversible, artinya warna biru yang
timbul akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh Na2S2O3 atau
reduktor lainnya.
12
Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH
larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah
(terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari
sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan
menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan
terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan
air (hidrolisis).
Ketika proses hidrolisis selesai, beberapa langkah dilakukan
dalam penentuan kadar karbohidrat secara kuantitatif diantaranya titrasi
blanko, titrasi standarisasi Na2S2O3, da titrasi sampel. Yang harus
diperhatikan dalam penentuan gula cara luff schoorl adalah yang
ditentukan bukan kuprioksida yang mengendap melainkan kuprioksida
dalam larutan sebelum direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi
blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi
sampel).
Blanko dilakukan dengan mentitrasi larutan luff schoorl sebanyak
10 ml yang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi yang
terjadi dan ditambahkan KI berlebih yakni KI 20% sebanyak 25 ml dan
asam sulfat encer hingga pH 3. Penentuannya dilakukan dengan titrasi
menggunakan Na2S2O3.
Perlakuan untuk titrasi sampel adalah dengan memipet sampel
yang telah di hidrolisis sebanyak 10 ml dan ditambahkan larutan luff
schoorl sebanyak 25 ml lalu di panaskan untuk mempercepat reaksi.
Setelah dingin ditambahkan KI berlebih dan asam sulfat encer lalu titrasi
dengan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen
dengan kuprooksida yang terbentuk. Kuprooksida yang terbentuk juga
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan
bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah mula-mula
kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam Kiodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya
13
kuprioksida. Banyaknnya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
Na2S2O3 yakni dari volume Na2S2O3 selama proses titrasi. Yang perlu pula
diperhatikan adalah titik akhir titrasi. Untuk mengetahui bahwa titik akhir
titrasi telah tercapai maka diperlukan indikator dan indikator yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah indikator pasta amilum.
Indikator ditambahkan ketika warna kuning kecoklatan pudar karena jika
ditambahkan dari awal maka pasta kanji dalam keadaan asam akan
terhidrolisis menjadi amilosa dan amilopektin yang tidak dapat dijadikan
acuan sebagai titik akhir titrasi karena amilum rusak. Ketika warna kuning
pudar tercapai maka barulah ditambahkan pasta kanji hingga warna biru
yang terbentuk dari pasta kanji hilang setelah di titrasi kembali dengan
Na2S2O3.
Mekanisme reaksi yang terjadi dalam penentuan gula cara luff schoorl :
R-COH + CuO
Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO
CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI
CuI2 + K2SO4
2 CuI2
Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3
Na2S4O6 + NaI
I2 + amilum : biru
Ketika telah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi
sampel, konversikan pula dengan tabel yang menggambarkan hubungan
antara banyaknya Na2S2O3 dengan banyaknya gula pereduksi sehingga
diketahui jumlah gula pereduksi yang ada dalam larutan. Dalam hal ini
sampel yang praktikan gunakan memiliki jumlah gula pereduksi sebanyak
0,48 mg yang artinya dalam 2 gram gula diabetasol terkandung gula
glukosa dan fruktosa sebagai gula pereduksi sebanyak 0,48 mg.
Selanjutnya dilakukan perhitungan seperti pada penentuan kadar secara
titrasi iodimetri dan diperoleh kadar sampel sebesar 3,85%. Berdasarkan
standar, untuk sugar free memiliki batas maksimal 0,5% namun untuk
sampel gula diabetasol karena berasal dari sukralosa yang terbuat dari
14
jagung maka dengan kadar 3,85% masih memenuhi syarat karena untuk
sampel gula diabetasol berlabelkan no calories yang menunjukkan
pengurangan jumlah pada komponen lainnya tidak hanya dari kandungan
gulanya yang dibuat serendah mungkin.
VIII.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh
kesimpulan bahwa sampel yakni gula diabetasol yang dianalisis kuantitatif
dengan metode luff schoorl memiliki jumlah gula pereduksi dalam 2 gram
serbuk sebanyak 0,48 mg dan kadar gula 3,85% yang menunjukkan bahwa
kadar gula dalam gula diabetasol no calories rendah.
15
Daftar Pustaka
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
British Pharmacopedia Commision. 2002. British Pharmacopedia 2002.
London: The Stationery Office.
Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2010, Kimia Farmasi Analisis,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Poedjiadi, Anna, Titin. (2009). Dasar-dasar biokimia. Jakarta : UI-Press
Sudarmadji, Slamet, dkk. (2007). Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty
Osborne, Vooght. (1978). The Analysis of Nutrient in Foods. London :
Academic Press
16
Download