Domestic Violence di Dalam Hubungan Generasi Muda Dalam Prespektif Komunikasi Nikmah Zilma Avcoditha (2016-41-202) (C) UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika orang berpikir tentang domestic violence, mereka sering fokus pada kekerasan dalam rumah tangga. Tetapi domestic violence mencakup upaya apa pun oleh seseorang dalam hubungan intim atau perkawinan untuk mendominasi dan mengendalikan yang lain. Kekerasan dalam domestic violence digunakan hanya untuk satu tujuan: untuk mendapatkan dan mempertahankan kendali penuh atas orang lain. Seorang pelaku kekerasan tidak "bermain adil." Seorang pelaku kekerasan menggunakan rasa takut, bersalah, malu, dan intimidasi untuk membuat orang lain lelah dan membuat orang tersebut dibawah kontrolnya. Kekerasan dalam domestic violence dapat terjadi pada siapa saja, tanpa pandang bulu. Kekerasan terjadi dalam hubungan heteroseksual maupun dalam hubungan sesama jenis, tidak luput pula dalam hubungan generasi muda. Domestic violence terjadi dalam semua rentang usia, latar belakang etnis, dan tingkat ekonomi. Domestic violence dapat meningkat dari ancaman dan serangan verbal menjadi kekerasan. Dan sementara cedera fisik dapat menimbulkan akibat yang serius, konsekuensi emosional dan psikologis dari domestic violence juga berdampak serius. Hubungan yang penuh dengan kekerasan secara emosional dapat menghancurkan harga diri seseorang, memicu kecemasan dan depresi, dan membuat Anda merasa tidak berdaya dan sendirian. Di Indonesia, kekerasan seksual dan fisik adalah kenyataan sehari-hari bagi banyak wanita. Sebuah survei nasional yang ditugaskan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, dengan bantuan dari PBB menunjukkan bahwa satu dari tiga wanita Indonesia telah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual dalam masa hidup mereka. Di Indonesia kasus domestic violence setiap tahun mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak bahkan balita. Fenomena domestic violence terhadap generasi muda semakin sering terjadi dan menjadi global hampir di berbagai negara. Kasus domestic violence dikalangan generasi muda terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau jumlah kasus yang terjadi, bahkan juga dari kualitas. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan terdekat mereka, antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial. 1.2 Fokus masalah Fokus masalah ini digunakan untuk menghindari unsur-unsur yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif. Dengan demikian dalam penulisan dan penelitian skripsi hanya melihat dan memfokuskan dalam ”Domestic Violence di Dalam Hubungan Generasi Muda Dalam Prespektif Komunikasi”. 1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini: Seperti apa bentuk domestic violence yang dialami oleh generasi muda? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini: Efek apa yang ditimbulkan dari prilaku domestic violence terhadap generasi muda? 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui lebih lanjut tentang upaya menurunkan angka domestic violence. 1.5.2 Manfaat untuk Masyarakat Meningkatkan pengetahuan bagi generasi muda dan masyarakat mengenai domestic violence dan bahaya yang ditimbulkan dari domestic violence. 1.6 Sistematika Penulisan 1. Judul Judul, singkat dan jelas serta mengisyaratkan fenomena dan fokus kajian penelitian. Penulisan judul sedapat mungkin menghindari berbagai tafsiran yang bermacam-macam dan tidak bias makna. 2. Abstrak Abstrak ditulis secara singkat mungkin tetapi mencakup keseluruhan apa yang tertulis di dalam laporan penelitian. Abstrak penelitian selain berguna untuk membantu pembaca memahami dengan cepat hasil penelitian, juga dapat merangsang minat dan selera orang lain untuk membacanya. 3. Kata pengantar Halaman yang berisi ucapan-ucapan dari si penulis atas selesainya penulisan karya tulis tersebut baik tentang rasa syukur, ucapan rasa terima kasih, tujuan dan manfaat penulisan serta kritik dan saran yang membangun. 4. Daftar isi Halaman yang menjadi petunjuk isi dalam sebuah karya tulis. 5. Daftar gambar Halaman yang berisi tentang daftar gambar yang dilampirkan di dalam penulisan tersebut. 6. Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang penelitian. 7. Fokus penelitian Pemusatan konsentrasi terhadap tujuan penelitian yang sedang dilakukan. 8. Pertanyaan penelitian Pertanyaan sederhana mengenai penelitian yang sedang dilakukan. 9. Tujuan penelitian Berisi tentang apa tujuan penulis melakukan penelitian tersebut. 10. Manfaat penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian tersebut, manfaat teoritis dan manfaat praktis. 11. Bab II Perspektif Teoritis Dan Kajian Pustaka Berisi tentang teori yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan dan penelitian-penelitian terdahulu yang serupa sebagai bahan perbandingan dengan penelitian yang sedang dilakukan. 12. Bab III Metode Penelitian Langkah yang dilukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang telah didapatkan tersebut. 13. Pendekatan Merupakan cara berpikir yang diadopsi peneliti tentang bagaimana desain riset dibuat dan bagaimana penelitian akan dilakukan. 14. Batasan istilah Berguna untuk menghindari adanya perbedaan persepsi. 15. Unit analisis Seluruh hal yang kita teliti untuk mendapatkan penjelasan ringkasan mengenai keseluruhan unit dan untuk menjelaskan berbagai perbedaan diantara unit analisis tersebut. 16. Deskripsi Setting Penelitian Gambaran secara rinci tentang proses yang akandilakukan oelh para peneliti untuk dapat memecahkan permasalahan penelitian. 17. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dan rangkuman informasi mengenai objek yang diteliti. 18. Analisis Data Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data dan memilahnya menjadi satuan yang dpat dikelola. 19. Keabsahan Data Bersisi tentang bukti bahwa penelitian yang dilakukan benar-benar penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. 20. Bab IV Hasil Dan Pembahasan Berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan. 21. Bab V Kesimpulan Dan Saran Berisi tentang hasil yang didapatkan dalam suatu penelitian dan juga saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 22. Daftar Pustaka Susunan tulisan akhir sebuah karya tulis yang isinya berupa nama penulis, judul tulisan, penerbit, identitas penerbit, dan tahun terbit. BAB 2 2.1 Penelitian Terdahulu 2.2 Kajian Teoritis A. Metode Etnografi Komunikasi Metode etnografi komunikasi merupakan metode etnografi yang diterapkan untuk melihat pola-pola komunikasi kelompok sosial. Ada empat asumsi etnografi komunikasi. Pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama. Mereka menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama. Kedua, para komunikator dalam sebuah komunitas budaya harus mengordinasikan tindakan-tindakannya. Oleh karena itu, di dalam komunitas itu akan terdapat aturan atau sistem dalam berkomunikasi. Ketiga, makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas yang satu dan lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna dan tindakan tersebut. Keempat, selain memiliki kekhususan dalam hal makna dan tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam hal cara memahami kode-kode makna dan tindakan. B. Teori Humanisme Komunikasi Humanisme berasal dari latin, humanis; manusia, dan isme berarti paham atau aliran. Humanisme merupakan istilah yang sering digunakan pada kalangan massyarakat Indonesia sebagai suatu kata yang mengungkapkan tentang sesuatu yang berhubungan dengan manusia. adapun arti humanisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau yang seing di sebut KBBI yaitu aliran yg bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yg lebih baik. Adapun humanisme itu sendiri sangatlah berkaitan dengan kegiatan kehidupan masyarakat yang berkaitan eperti humanisme terkait pendidikan pembelajaran kepada para siswa, humanisme terkait keagamaan, hingga humanisme universal yang mencakup Satu Dunia, Satu Bangsa, Bangsa Manusia yang lahir di alam bumi ini sehingga, banyak yang menghubungkan antara humanisme dengan masalah masalah serta isu yang berhubungan dengan manusia. C. Teori Komunikasi Behaviorisme Behaviorisme adalah sebuah teori pembelajaran dengan rumus sebagai berikut: Stimulus Respon Perubahan tingkah laku Penguatan. Teori ini lebih mementingkan respon yang dihasilkan. Input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon yang menghasilkan perubahan tingkah laku adalah bagian yang terpenting. Karena bagian ini yang akan diamati dan dibuktikan secara empiris. Sedangkan proses pembelajaran tidak dianggap penting sama sekali. Selain dari faktor stimulus (input) dan respon (output), faktor lain yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Teori ini dipelopori oleh Pavlov, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner. Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan teori ini dari awal perkebangannya hingga sekarang. 2.3 Kajian Konseptual 2.3.1 Pengertian strategi secara umum dan khusus Strategi merupakan suatu pendekatan yang semua berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan serta eksekusi dalam aktivitas yang memiliki kurun waktu tertentu. 2.3.1.1 Pengertian Strategi Secara Umum Dan Khusus Pengertian Umum Strategi adalah proses penentuan rancana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Pengertian Khusus Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti. Perusahaan perlu mencari kompetensi inti dalam bisnis yang dilakukan. 2.3.1.2 Tingkat-Tingkat Strategi Enterprise Strategy Strategi ini berkaitan dengan respons masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Mastarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Corporate Strategy Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi. Sehingga sering disebut dengan Grand Strategy yang meluputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Business Strategy Strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para pengusaha, para penguasa, para investor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan strategi yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik. Functional Strategy Strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. ada tiga jenis strategi functional yaitu: o Strategi functional ekonomis yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan oraganisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan. o Strategi functional manajemen, mencakup fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing, dan integrating. o Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun sistuasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah. 2.3.1.3 Jenis Strategi Strategi Integrasi Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semyanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan/atau pesaing. Strategi Intensif Penetrasi pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan. Strategi Diversifikasi Terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggang yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi konglomerat. Strategi Defensive Disamping strategi integrative, intensif, dan diversifikasim organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan asset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Strategi umum Michael Porter Ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus.Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. 2.3.2 Komunikasi 2.3.2.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses atau suatu kegiatan penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain untuk dapat mencapai tujuan tertentu. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan seorang manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa apabila tidak adanya sebuah komunikasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Dua orang dikatakan teleh melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan sebuah aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi dilakukan manusia baik secara perorangan, kelompok, maupun secara organisasi. 2.3.2.2 Pengertian Komunikasi Menurut Para Ahli Aristoteles Menurut Aristoteles, definisi komunikasi yaitu usaha yang berfungsi sebagai alat warga masyarakat dalam berperan serta dalam demokrasi. Shannon dan Weaver Menurut Shannon dan Weaver, pengertian Komunikasi yaitu sebuah wujud interaksi manusia yang keduanya ada ikatan dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik sengaja atau tidak sengaja. Komunkikasi tidak hanya dalam bentuk verbal saja, namun termasuk ekspresi muka, teknologi dan juga memiliki lukisan seni. 2.3.2.3 Macam-Macam Komunikasi Komunikasi Verbal Adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal, baik secara lisan maupu tulisan. Komunikasi Non Verbal Adalah proses yang dijalani oleh seseorang individu atau lebih pada saat menyampaikan isyarat-isyarat nonverbal yang memiliki potensi untuk merangsang makna dalam pemikiran individu lain. Komunikasi Intrapersonal Adalah penggunaan bahasa dan pikiran yang terjadi didalam diri komunikator sendiri. Komunikasi interpersonal Proses penukaran informasi atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung maupun dengan media dengan tujuan untuk memperoleh reaksi atau feedback dalam bentuk verbal ataupun non-verbal. Komunikasi kelompok Adalah komunikasi yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi organisasi Adalah komunikasi yang terjadi dimana pengirim dan penerima pesan terdapat dalam kelompok formal maupun informal di suatu organisasi. Komunikasi massa Merupakan proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh sebuah lembaga media massa dimana komunikasi yang terjadi bersifat satu arah dan komunikan tidak dapat memberikan feedback secara langsung. 2.3.2.4 Tujuan Komunikasi Agar Komunikator Dimengerti Komunikan Tujuan komunikasi yang pertama yaitu untuk memastikan informasi atau pesan dari komunikator dapat dimengerti oleh orang lain atau komunikan. Karena itu komunikator harus bisa menyampaikan pesan utama sejelas mungkin kepada komunikan. Agar Mengenal Orang Lain Dengan adanya interaksi dan juga komunikasi maka setiap orang dapat saling mengenali dan memahami satu sama lain. Kemampuan mendengar, membaca, dan mengartikan pesan orang lain dengan baik adalah hal penting dalam aktivitas komunikasi. Agar Pendapat Diterima Orang Lain Komunikasi secara persuasif seringkali dilakukan untuk dapat menyampaikan gagasan maupun ide seseorang pada orang lain. Tujuannya yaitu agar ide dan gagasan tersebut diterima dengan baik. Menggerakkan Orang Lain Komunikasi dengan cara yang persuasif dapat membangun kesamaan persepsi dengan orang lain. Selanjutnya, kesamaan persepsi tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan orang lain sesuai dengan keinginan kita. 2.3.2.5 Fungsi Komunikasi Sebagai Alat Kendali Fungsi komunikasi yang pertama yaitu sebagai alat kendali atau alat kontrol. Dalam hal ini alat kendali berarti dengan komunikasi maka perilaku individu untuk dapat dikontrol dengan penyampaian aturan yang harus dipatuhi. Sebagai Alat Motivasi Komunikasi yang baik dan juga persuasif dapat meningkatkan motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Menyampaikan informasi yang dapat diraih dalam kehidupan akan dapat membangun motivasi seseorang. Sebagai Ungkapan Emosional Berbagai perasaan yang ada di dalam diri seseorang dapat diungkapkan langsung kepada orang lain dengan cara berkomunikasi. Emosi ini dapat berupa perasaan senang, marah, kecewa, gembira, dan lain-lain. Sebagai Alat Komunikasi Dengan berkomunikasi maka kita dapat memberikan informasi yang akan dibutuhkan oleh orang lain atau kelompok sehingga dengan informasi itu maka proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik dan tepat. 2.3.2.6 Manfaat Komunikasi Manfaat Teoritis o Dapat memberikan informasi o Dapat memberikan hiburan o Dapat memberikan pengaruh orang lain o Dapat mengenal dunia luar o Dapat menciptakan dan memelihara hubungan o Mengubah sikap dan perilaku Manfaat Praktis o Dapat menyalurkan pendapat kita o Dapat mengetahui informasi terbaru o Dapat menambah relasi baru o Dapat menjaga tali silaturahmi 2.3.3 Strategi Komunikasi 2.3.3.1 Pengertian Strategi Komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendy (1984: 35), intinya strategi adalah perencanaan atau planning dan manajemen untu mencapai suatu tujuan yang hanya dapat dicapai melalui taktik operasional. Sebuah strategi komunikasi hendaknya mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan khalayak sasaran. Strategi komunikasi mendefinisikan khalayak sasaran, berbagai tindakan yang akan dilakukan, mengatakan bagaimana khalayak sasaran akan memperoleh manfaat berdasarkan sudut pandangnya, dan bagaimana khalayak sasaran yang lebih besar dapat dijangkau secara lebih efektif. 2.3.3.2 Tujuan Strategi Komunikasi Dalam dunia bisnis, tujuan strategi pada umumya adalah untuk menentukan dan mengkomunikasikan gambaran tentang visi perusahaan melalui sebuah sistem tujuan utama dan kebijakan. Strategi menggambarkan sebuah arah yang didukung oleh berbagai sumber yang ada. Sementara itu, menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas menyatakan bahwa strategi komunikasi memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu (Effendy, 1984: 35-36): To secure understanding – memastikan pesan diterima oleh komunikan. To establish acceptance – membina penerimaan pesan. To motivate action – kegiatan yang dimotivasikan. 2.3.3.3 Komponen Komunikasi Dan Strategi Komunikasi Dalam strategi komunikasi perlu mempertimbangkan berbagai komponen dalam komunikasi karena komponen-komponen itulah yang mendukung jalannya proses komunikasi yang sangat rumit. Selain komponen-komponen komunikasi, hal lain yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi serta hambatan-hambatan komunikasi. 2.3.3.4 Proses Perencanaan Strategi Komunikasi Secara garis besar, teradpat 4 (empat) tahapan dalam proses strategi komunikasi yaitu analisa situasi, mengembangkan tujuan serta strategi komunikasi, dan mengakui hasil usaha yang telah dilakukan. Perlu dipahami bahwa strategi komunikasi yang diterapkan dalam berbagai konteks komunikasi mungkin tidak sama namun secara garis besar memiliki alur yang sama. Analisis situasi yaitu menggunakan penelitian untuk melakukan analisis situasi yang secara akurat dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan serta peluang yang dimiliki. Mengembangkan rencana tindakan strategis yang ditujukan kepada berbagai permasalah yang telah diidentifikasi sebelumnya. Hal ini mencakup tujuan umum, tujuan yang dapat diukur, identifikasi khalayak sasaran dengan jelas, target strategi, serta taktik yang efektif. Menjalankan perencanaan dengan alat-alat komunikasi dan tugas yang memberikan kesuksesan strategi komunikasi dengan menggunakan alat-alat evaluasi. Mengukur kesuksesan strategi komunikasi dengan menggunakan alat-alat evaluasi. 2.3.3.5 Manfaat Mempelajari Teori Strategi Komunikasi Kita memahami pengertian strategi dan strategi komunikasi. Kita memahami tujuan umum strategi komunikasi. Kita memahami landasan teori strategi komunikasi Kita memahami komponen komunikasi dan kaitannya dengan strategi komunikasi. Kita memahami proses strategi komunikasi. 2.3.4 Pengertian Domestic Violence Domestic Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), pengertian domestik (domestic) adalah suatu hubungan atau mengenai permasalahan dalam negeri, arti domestik juga bermakna segala sesuatu yang bersifat kerumahtanggan (Kemendikbud, 2019) sedangkan istilah domestic mencakup segala sesuatu yang masuk dalam ruang lingkup internal dalam negeri atau dalam rumah tangga (Nurrohmawati, 2014). Violence Violence artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya (KBBI, 2017). Violence merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang (Junaidi, 2017). Bentuk kekerasan yang dilakukan perorangan adalah seperti perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik, kekerasan seksual, psikologis (pelecehan), oleh seseorang dalam lingkungannya (Simon, 2006). Domestic Violence Sebelum munculnya ilmu modern dan tokoh tokoh sosial, teori domestic violence sudah ada sejak zaman rasulullah. Salah satu hadist nabi tentang domestic violence yang diriwayatakkan oleh Ahmad yang artinya “Kamu harus memberikan makan kepadanya seperti halnya yang kamu makan, kamu harus memberi dia pakaian semampu kamu beri, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekkannya, dan jangan melakukan hajr(boikot) kecuali didalam rumah” (HR Ahmad). Menurut ilmu kriminalogi, kekerasan sebagai segala sesuatu yang dipergunakan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kerusakan baik secara fisik maupun psikis adalah merupakan kekerasan yang bertentangan dengan hukum kekerasan ini menunjukkan pada tingkah laku yang pertama-tama harus bertentangan dengan undang-undang, baik tindakan nyata dan memiliki akibatakibat kerusakan pada benda atau fisik atau mengakibatkan kesakitan dan kematian pada seseorang (Missa, 2010). Definisi ini sangat luas karena menyangkut perbuatan “mengancam” disamping suatu tindakan nyata (Harkrisnowo, 2003). Kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan, kesakitan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tertentu, pemaksaan atau perampasan hak-hak secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Menurut LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), Domestic Violence yang dikutip dalam (Wiludjeng, 2005) merupakan tindakan yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama terhadap seseorang atau sepihak yang berakibatkan kesengsaraan,penderitaan secara fisik, seksual, psikis,ekonomi, dan psikologi, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam ruang lingkup keluarga. Domestic violence dapat diartikan juga dengan tindakan perkosaan atau pelecehan yang dialami seseorang (kekerasan seksual); kekerasan terkait dengan masalah ekonomi hingga terkait dengan kesehatan reproduksi seperti paksaan ikut KB. Secara konsisten di antara pasangan, domestic violence dipicu oleh ketidaksetiaan, biasanya dalam konteks alkohol atau penggunaan narkoba (Pasaribu, 2014). 2.3.4.1 Bentuk-Bentuk Domestic Violence Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku ini membuat korban menjadi trauma dalam hidupnya sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman (UU No 23 Tahun 2004) . Di seluruh dunia, hampir sepertiga (30%) wanita yang pernah berhubungan melaporkan bahwa mereka telah mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan intim mereka di masa hidup mereka. Dalam penelitian Gibbs et al. (2018) mengungkapkan 71% wanita yang pernah mengalami kekerasan fisik oleh pasangan intim mereka, lebih mungkin mengalami tekanan emosional, usaha bunuh diri, keterbatasan kesehatan fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan keguguran. Thomas et al. (2014) menyebut pencekikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga yang setara dengan waterboarding, yang secara luas dianggap sebagai bentuk penyiksaan sehingga para korban beresiko cemas, depresi, malu, rendah diri. Ada beberapa bentuk kekerasan fisik menurut WHO (2017) yang sering terjadi dalam ranah domestic, yaitu menampar atau memukul, menggigit, memutar tangan, menikam, menendang dan mengancam dengan suatu benda atau senjata bahkan bisa berakhir dengan membunuh. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga yang dapat membuat seseorang merasa takut, trauma dan tidak percaya diri. Seperti membentak anak atau isteri, selalu mengucapkan kata-kata kasar(UU No 23 Tahun 2004). Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau penderitaan psikis berat seseorang. Adapun tindakan kekerasan psikis seperti mengejek, menghina, mencaci maki, dan penjagaan yang berlebihan (WHO, 2017). Kusmiran (2011) menyebutkan Kekerasaan psikis dapat berbentuk hinaan atau kata- kata kotor yang merendahkan diri perempuan, perilaku kontrol berlebihan, intimidasi (cowing), mengisolasi dari keluarga dan teman serta pembatasan dalam akses kepada sarana umum terutama kesehatan termasuk kedalam kekerasan psikis. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah segala tindakan seksual, upaya untuk mendapatkan tindakan seksual, atau tindakan lain yang ditujukan terhadap seksualitas seseorang dengan pemaksaan, oleh siapa pun tanpa memandang hubungan antara pelaku dengan korban, didalam setiap situasi (UU No 23 Tahun 2004). Setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan dengan cara yang tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial atau tujuan tertentu merupakan bentuk kekerasan dan memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri (Sutrisminah, 2019). Kekerasan seksual meliputi; 1).pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan ruamh tangga tersebut, dan 2). Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam ruang lingkup rumah tanggannya dengan tujuan komersial atau tujuan tertentu, sehingga berdampak mengalami gangguan fungsi reproduksi, haid tidak teratur, sering mengalami keguguran dan kesulitan menikmati hubungan seksual (Hasanah et al., 2003). Kekerasan Ekonomi/Penelantaran Rumah Tangga Berdasarkan Pasal 9 Ayat 2 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Penelantaran sebagaimana dimaksud adalah bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. Kekerasan ekonomi merupakan tindakan seseorang yang menelantarkan orang dalam ruang lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri (Sutrisminah, 2019). Suatu bentuk pelecehan ketika satu pasangan intim atau kepala keluarga memiliki kendali atas akses pasangannya ke sumber daya ekonomi, yang mengurangi kapasitas korban untuk menghidupi diri sendiri dan memaksa mereka untuk bergantung pada pelaku secara finansial (Adams et al., 2011). 2.4 Kerangka Berpikir Generasi Muda Etnografi Budaya Domestic Violence Verbal & Non-Verbal BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2003). Paradigma sendiri ada 4 jenis, yaitu: A. Positivisme Paradigma positivisme merupakan teori tertua yang digunakan ilmu sosial dan telah mendominasi perkembangan ilmu sosial (Sarantakos,1995). Pengadopsian paradigma positivis dalam penelitian ilmu sosial khususnya ilmu ekonomi sebenarnya menimbulkan beberapa konflik serta kebingungan. Johnson (33) berpendapat bahwa konflik tersebut dikarenakan karena adanya dikotomi antara fakta dan value. Asumsi dasar positivis dalam memandang suatu realita adalah bahwa realita sebagai obyek, sesuatu yang sudah given, dengan demikian bebas dari nilai (value free). Berbeda dengan fakta sosial, yang sebenarnya sangat sarat dengan nilai. Lebih tajam Sarantakos (1995,43) menyatakan, metode ilmiah untuk ilmu alam tidak sesuai diterapkan dalam penelitian sosial. Orang tidak hanya sekedar elemen alam saja tetapi juga makhluk sosial, yang bertindak menurut kemauan, persepsi dan kemauannya sendiri. Keteraturan dalam aktivitas sosial bukanlah fenomena alam. B. Post Positivisme Post positivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Post positivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata, ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain, Post positivisme berpendapat bahwa manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain. Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori. C. Konsturktivisme Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivisme. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. oleh sosiolog Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto 2004:13). Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya. Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. D. Kritis Paradigma kritis adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Paradigma kritis diinspirasikan dari teori kritis dan terkait dengan warisan marxisme dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels (Denzin dan Lyncoln, 2009: 18). Penelitian dalam paradigma kritis memandang realitas tidak berada dalam harmoni tapi cenderung dalam situasi konflik dan pergulatan sosial. Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstuktivis. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003) 32. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut. Paradigma konstruktivis memiliki beberapa kriteria yang membedakannya dengan paradigma lainnya, yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi, paradigma konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam epistemologi, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan pengkonstruksian makna oleh individu. Dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengkonstruksian dan menggabungkannya dalam sebuah konsensus. Proses ini melibatkan dua aspek: hermeunetik dan dialetik. Hermeunetik merupakan aktivitas dalam merangkai teks – percakapan, tulisan atau gambar. Sedangkan dialetik adalah penggunaan dialog sebagai pendekatan agar subyek yang diteliti dapat ditelaah pemikirannya dan membandingkannya dengan cara berpikiri peneliti. Dengan begitu, harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal (Hidayat, 2003). 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah asosiatif dimana penelitian ini membahas tentang pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah generasi muda yang menjadi korban domestic violence. 3.3 Format Penelitian Format penelitian ini adalah penelitian kualitatif, alasannya karena penelitian ini berdasarkan kasus-kasus tertentu atau hanya dialami oleh individu atau kelompok tertentu. Selain itu juga data yang akan digali bersumber dari pernyataan kata-kata atau gambaran tentang sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk penjelasan dengan kata-kata atau tulisan. 3.4 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode etnografi, etnografi merupakan metode penelitian yang melihat kajian bahasa dalam perilaku sosial dan komunikasi masyarakat dan bagaimana bahasa tersebut diterapkan berdasarkan konsep budaya yang terkait, dalam penelitian ini yang dimaksud adalah generasi muda yang menjadi korban domestic violence. Kajian etnografi memiliki dua dasar konsep yang menjadi landasan penelitian, yaitu aspek budaya (antropologi) dan bahasa (linguistik), dimana bahasa dipandang sebagai sistem penting yang berada dalam budaya masyarakat. Metode penelitian etnografi memiliki tujuan untuk mengkaji bentuk dan fungsi bahasa yang tersedia dalam budaya serta digunakan untuk berkomunikasi individu di dalamnya, serta melihat bagaimana bentuk dan fungsi bahasa tersebut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Selain itu, metode etnografi juga menginterpretasikan kelompok sosial, sistem yang berlaku dan peran yang dijalankan, serta interaksi sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Metode etnografi biasanya digunakan untuk berfokus pada kegiatan atau ritual tertentu dalam masyarakat, bahasa, kepercayaan, cara-cara hidup. 3.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara: A. Wawancara Terstruktur Dalam wawancara terstruktur, peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang hendak digali dari narasumber. Pada kondisi ini, peneliti biasanya sudah membuat daftar pertanyaan secara sistematis. Peneliti juga bisa menggunakan berbagai instrumen penelitian seperti alat bantu recorder, kamera untuk foto, serta instrumen-instrumen lain. B. Observasi Observasi juga berperan penting dalam penelitian ini, dimana peneliti bisa mendapatkan data-data yang valid dari informan terkait dari keterangan yang diberikan lewat wawancara sebelumnya. Observasi yang peneliti lakukan ialah observasi non partisipan, dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam pengamatan. 3.6 Metode Analisis Data Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dipahami oleh peneliti. Kegiatan analisis dilakukan dengan menelaah data, menata data, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang bermakna dan apa yang diteliti dan dilaporkan secara sistematis. Adapun teknik analisis data menggunakan Teknik Analisis Interaktif Miles & Huberman (1994: 12) dimana teknik ini melihat bahwa dalam analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Gambar 1. Kerangka Analisis Miles & Huberman Berdasarkan gambar diatas, secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut; (1) mencatat semua temuan fenomena di lapangan baik melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi; (2) menelaah kembali catatan hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi, serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak penting, pekerjaan ini diulang kembali untuk memeriksa kemungkinan kekeliruan klasifikasi; (3) mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian; dan (4) membuat analisis akhir dalam bentuk laporan hasil penelitian. Penjabaran Gambar 1. : A. Pengumpulan Data Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian dikembangkan penajaman data melalui pencarian data selanjutnya. B. Reduksi Data Reduksi menggolongan, data adalah mengarahkan, suatu bentuk membuang analisis data yang yang tidak menajamkan, perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan final dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 2007: 16). Langkah-langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian. Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis selanjutnya. C. Penyajian Data Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (Miles dan Huberman,1992 : 17). Penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini berbentuk teks yang bersifat naratif dengan tujuan dapat menarik kesimpulan sementara. D. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan atau verifikasi ini merupakan tahap setelah memperoleh, mereduksi dan menyajikan dari semua data yang diperoleh sebagai hasil dari penelitian. 3.7 Keabsahan Data Keabsahan data diperlukan untuk mendapakan tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran dari hasil penelitian. Keabsahan data ini lebih bersifat sejalan dengan proses penelitian berlangsung. Untuk menjaga keabsahan data, ada dua cara yaitu dengan transportines dan triangulasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam menjaga keabsahan data dengan alasan fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Norman K. Devin mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. 1. Triangulasi Metode Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan. 2. Triangulasi Antar Peneliti Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Namun, perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi. 3. Triangulasi Sumber Data Merupakan mencari kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. 4. Triangulasi Teori Hasil akhir penelitian kualitatif adalah sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan sudut pandang teori yang relevan untuk menghindari sebuah penyajian bahan yang dipenuhi prasangka individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda. DAFTAR PUSTAKA https://pakarkomunikasi.com/teori-komunikasi-menurut-para-ahli Zakiah K. Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe dan Metode. MediaTor, Vol 9. No.1. Juni 2008. Halaman 181-188. https://www.kompasiana.com/puspaawalia/pengertian-dan-contoh-teorihumanisme_5927bc251dafbda46f76577c https://www.kompasiana.com/arum.tri.subarkah/55003145a33311bb7450ff52/teo ri-behaviorisme-dan-implikasinya https://www.theguardian.com/global-development/2019/jul/18/indonesianwomen-suffering-epidemic-of-domestic-violence-activists-warn https://www.id.undp.org/content/indonesia/en/home/presscenter/articles/2017/12/ 08/ending-violence-against-women-today.html https://www.kompasiana.com/jayalah_indonesiaku/54f39ecd7455139f2b6c7c9e/ menyongsong-generasi-muda-yang-lebih-baik