Pemeriksaan Fungsi Pendengaran Pembimbing: dr. Orlena D. Kartika, Sp.THT-KL Kevin 201806010079 Putri Kirana 201806010082 Gabriela 201806010035 Hearing Pathway 0-25 dB Normal >25-40 dB Tuli ringan >40-5 5 dB Tuli sedang >55-70 dB Tuli sedang berat >70-90 dB Tuli berat >90 dB Tuli sangat berat Derajat Gangguan Pendengaran Finger Friction Test Metode skrining cepat untuk melihat ada tidaknya gangguan dengar ● Langkah : Penderita diminta menutup matanya dengan posisi membelakangi pemeriksa Pemeriksa menggesekkan ibu jari dan jari lainnya di dekat telinga penderita Ditanyakan pada penderita apakah penderita mendengar suara gesekan jari tersebut Diukur jarak jari dengan telinga, ketika penderita dapat mendengar suara gesekan jari tersebut ● Interpretasi : ○ Pendengaran normal : dapat mendengar suara gesekan jari dalam jarak 7.5 - 10 cm ○ Pendengaran menurun : gesekan jari baru dapat terdengar >10 cm Watch Test Syarat : pendengaran pemeriksa dalam batas normal ● Langkah : 1. Penderita diminta menutup mata dengan posisi membelakangi pemeriksa 2. Pemeriksa mengukur jarak antara telinga dan jam tangan sehingga pemeriksa sudah tidak dapat mendengar bunyi detik pada jam tersebut 3. Jam tangan diletakkan di dekat telinga penderita sampai penderita mendengar bunyi detik pada jam tersebut, kemudian dijauhkan sampai penderita tidak mendengar bunyi detik jam tersebut, dan diukur jarak antara telinga dan jam tersebut. 4. Jarak dari langkah kedua dibandingkan dengan jarak dari langkah ketiga ● Interpretasi :Pendengaran dikatakan normal, bila jarak pada langkah ketiga sama atau pada langkah ketiga lebih dari jarak langkah kedua Whisper Test Stimulus : forced whisper (suara bisik terkeras dengan udara sisa setelah ekspirasi normal) Syarat : ruang yang sepi, tidak terjadi echo (gema) dalam ruang pemeriksaan Langkah : 1. 2. 3. 4. 5. Penderita duduk dengan jarak 6 m dengan pemeriksa dengan posisi tidak berhadapan, sehingga penderita tidak dapat melihat gerak mulut pemeriksa Telinga yang tidak diperiksa ditutup dengan cara menekan tragus atau diberi masking dengan gesekan jari atau bunyi jarum jam tangan Pemeriksa membisikkan beberapa kata yang terdiri atas 2 suku kata (kombinasi angka dan kata yang familiar) Penderita diminta untuk mengulangi kata-kata yang dibisikkan/diucapkan oleh pemeriksa Bila penderita tidak dapat mendengar dan mengulang kata yang diucapkan pemeriksa, jarak antara pemeriksa yang penderita didekatkan sampai penderita dapat mengulang minimal 80% dari kata yang diucapkan pemeriksa dengan benar Interpretasi : ○ Normal : penderita dapat mengulang minimal 80% dalam jarak 6 m dengan pemeriksa ○ Gangguan dengar ringan : penderita dapat mengulang minimal 80% dalam jarak 4- 6 m ○ Gangguan dengar sedang : penderita dapat mengulang minimal 80% dalam jarak 2 - 4m ○ Gangguan dengar berat : penderita dapat mengulang minimal 80% dalam jarak ≤ 1m Tes Suara Stimulus : forced whisper (suara bisik terkeras dengan udara sisa setelah ekspirasi normal), suara percakapan, suara keras/teriak ● Syarat : ruang yang sepi, tidak terjadi echo (gema) dalam ruang pemeriksaan ● Langkah : 1. Penderita duduk dengan jarak 1 m dengan pemeriksa dengan posisi tidak berhadapan, sehingga penderita tidak melihat gerak mulut pemeriksa 2. Telinga yang tidak diperiksa ditutup dengan cara menekan tragus atau diberi masking dengan gesekan jari atau bunyi jarum jam tangan 3. Pemeriksa membisikkan beberapa kata yang terdiri atas 2 suku kata (kombinasi angka dan kata yang familiar) 4. Penderita diminta untuk mengulangi kata-kata yang dibisikkan/ diucapkan oleh pemeriksa 5. Bila penderita tidak dapat mendengar dan mengulang kata yang diucapkan pemeriksa, pemeriksaan diulang dengan intensitas suara percakapan/suara keras/teriak sampai penderita dapat mengulang min.80% dari kata yang diucapkan pemeriksa dengan benar Interpretasi ○ Normal : dapat mengulang ≥80% stimulus suara bisik ○ Gangguan dengar ringan : dapat mengulang ≥ 80% stimulus intensitas percakapan ○ Gangguan dengar sedang : dapat mengulang ≥80% stimulus suara keras ○ Gangguan dengar berat : dapat mengulang ≥80% stimulus suara teriak ○ Gangguan dengar sangat berat : dapat mengulang ≥80% stimulus suara teriak dengan jarak 25 - 30 cm atau kurang Pemeriksaan Garpu Tala Membedakan gangguan dengar konduktif dan sensorineural ● Indikasi : ○ Gangguan dengar baik unilateral maupun bilateral ○ Mengetahui tipe gangguan dengar ○ Pasien tidak dapat dimobilisasi ○ Tidak ada fasilitas audiometri ● Yang harus diperhatikan sebelum pemeriksaan garpu tala : ○ Syarat ruangan : ■ Tidak bising ■ Bising ruangan tidak lebih dari 40 dB ■ Masih bisa mendengar bisikan (20dB) ○ Syarat garpu tala : ■ Harus mampu mempertahankan getaran selama satu menit penuh ■ Bergetar pada frekuensi yang digunakan, tidak menghasilkan nada overtune ■ Dibuat dari bahan yang baik ■ Garpu tala frek : 254 Hz, 512 Hz, atau 1024 Hz ❖ Keuntungan pemeriksaan : ➢ Mudah dilakukan ➢ Bisa dilakukan pada pasien rawat inap ❖ Hal yang perlu dipahami dalam menginterpretasi hasil : ➢ Hantaran udara (air conduction = AC) : suara dihantarkan melalui media udara (telinga luar dan tengah) ➢ Hantaran tulang (bone conduction = BC) : suara dihantarkan melalui tulang temporal sehingga langsung menggetarkan cairan di koklea ❖ Menggetarkan garpu tala ke permukaan yang agak lunak, bagian yang diketukkan 1⁄3 atas atau 2⁄3 bawah dari garpu tala ❖ Hantaran udara (AC) ➢ Penilaian gelombang suara yang dihantarkan melalui telinga luar dan telinga tengah ➢ Garpu tala yang sudah bergetar diletakkan 2-3 cm didepan liang telinga, sejajar axis akustik telinga yang diperiksa ❖ Hantaran tulang (BC) ➢ Penilaian gelombang suara yang dihantarkan melalui getaran tulang kepala, yang langsung menggetarkan koklea ➢ Garpu tala yang sudah bergetar diletakkan di tulang kepala, di mastoid atau tempat lain, getaran akan diteruskan ke telinga dalam melalui 3 rute : ■ Komponen telinga dalam ■ Komponen telinga tengah ■ Komponen telinga luar Tes Weber ○ Pemeriksaan ini sangat sensitif, bisa membedakan perbedaan sampai 5 dB ○ Langkah : ■ Pasien duduk didepan pemeriksa ■ Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan memetik tangkainya menggunakan ujung jari atau digetarkan ke permukaan yang tidak terlalu keras (bantalan karet atau siku atau lutut pemeriksa) ■ Garpu tala yang telah digetarkan pangkalnya diletakkan pada vertex atau dahi atau dagu atau gigi seri/garis tengah wajah kemudian ditanyakan pada penderita apakah kedua telinga mendengar suara sama keras atau tidak (lateralisasi) ❖ Interpretasi : ➢ Normal : suara terdengar sama di kedua telinga (tidak ada lateralisasi) ➢ Gangguan dengar konduktif : lateralisasi ipsilateral (lateralisasi kearah telinga yang bermasalah) ➢ Gangguan dengar sensorineural : lateralisasi kontralateral (lateralisasi kearah telinga yang tidak bermasalah) ❖ Lateralisasi pada garpu tala 512 Hz menunjukkan perbedaan/ gangguan sebesar kurang lebih 15-25 dB Tes Rinne 1) 2) Prinsip : membandingkan hantaran tulang (BC) dan hantaran udara (AC) pada telinga yang sama Langkah : a) Pasien duduk di depan pemeriksa b) Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan memetik tangkainya menggunakan ujung jari atau digetarkan ke permukaan yang tidak terlalu keras c) Ada 2 cara i) Dasar garpu tala yang bergetar ditempatkan di area mastoid(BC), setelah suara tidak terdengar, garpu tala dipindahkan ke depan telinga (AC); apakah masih terdengar suaranya? atau ii) Dasar garpu tala yang bergetar ditempatkan di area mastoid (BC), kemudian dipindahkan ke depan liang telinga (AC); dimanakah suara terdengar lebih keras? d) Hal yang sama dilakukan di telinga sisi lainnya ❖ ❖ Interpretasi pada cara pertama : ➢ Rinne positif : jika pasien masih mendengar suara pada saat garpu tala di depan CAE. Hal ini terjadi pada telinga normal atau gangguan dengar sensorineural ➢ Rinne negatif : jika pasien tidak mendengar suara garpu tala saat garpu tala didepan CAE. Hal ini terjadi pada gangguan dengar konduktif Interpretasi pada cara kedua : ➢ Rinne positif : jika pasien masih mendengar suara lebih keras pada saat garpu tala di depan CAE. Hal ini terjadi pada telinga normal atau gangguan dengar sensorineural. ➢ Rinne negatif : jika pasien tidak mendengar suara garpu tala lebih keras pada saat garpu tala di belakang telinga (mastoid). Hal ini terjadi pada gangguan dengar konduktif. Tes Bing Menilai efek oklusi liang telinga pada pendengaran ❖ ❖ Langkah : ➢ Pasien duduk didepan pemeriksa ➢ Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan memetik tangkainya menggunakan ujung jari atau digetarkan ke permukaan yang tidak terlalu keras ➢ Garpu tala yang bergetar disimpan di mastoid sementara liang telinga dibuka ditutup secara bergantian dengan menekan tragus dan melepaskannya secara bergantian ➢ Hal yang sama dilakukan pada telinga sisi lainnya Interpretasi : ➢ Bing positif : suara terdengar lebih keras saat liang telinga ditutup, terjadi pada telinga normal atau gangguan dengar sensorineural ➢ Bing negatif : suara terdengar sama baik pada saat tragus ditekan atau tidak, terjadi pada gangguan dengar konduktif Audiometri ● Audiometri → untuk menilai fungsi mekanisme pendengaran ○ Uji transmisi suara mekanis (fungsi telinga tengah dan neural (fungsi koklea) ○ Uji kemampuan diskriminasi bahasa ● Pure Tone / Nada Murni → menguji konduksi udara dan tulang (menggunakan audiometer) Audiometer ● Audiometer merupakan alat elektrik yang terdiri dari generator nada murni, konduksi tulang untuk menilai fungsi koklea, suara dengan berbagai derajat kebisingan, microphone dan earphone untuk uji konduksi udara. Transducer Pure Tone Audiometry ● Menggambarkan kemampuan pendengaran individu berdasarkan frekuensi (Nada, dalam Hz) dan intensitas (volume, dalam dB). ● Ambang air conduction menilai frekuensi (tone) : 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz Ambang Dengar (AD) AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 Pure Tone Audiometry ● Air conduction testing → menggunakan nada murni melalui earphone dari intensitas yang rendah, bisa meningkat atau menurun 5 dB. ● Bone conduction testing → menempatkan ossilator pada prosesus mastoideus dan menilai ambang batas dengan frekuensi yang sama ● Perbedaan antara air dan bone conduction (gap A-B) → tuli konduksi Kegunaan Pure Tone Audiometry Kegunaan PTA : ● Menilai ambang batas pendengaran melalui konduksi udara dan tulang, mengetahui derajat dan tipe gangguan pendengaran ● Hasil audiometri dapat dipakai untuk resep alat bantu dengar ● Membantu untuk menentukan derajat disabilitas untuk tujuan medikolegal ● Membantu memprediksi ambang batas penerimaan suara Audiometric Symbols Conductive Hearing Loss Sensorineural Hearing Loss Mixed Hearing Loss Speech Audiometry - Speech Reception Threshold (SRT) ● Tingkat desibel paling rendah dimana pasien dapat dengan tepat mengulang 50% kata ● Kata-kata ke setiap telinga melalui headphone - Intensitas bervariasi (dalam rangkaian 5 dB) hingga 50% terdengar dengan benar ● Normal - SRT dalam 10 dB dari rata-rata pure tone pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz ● SRT > rata-rata pure tone yang >10 dB = functional hearing loss Speech Audiometry - Speech Discrimination Score ● Mengukur kemampuan pasien mengerti ucapan ● Kata-kata yang phonetically balanced (PB) ● Intensitas 30-40 dB > threshold yang didapat dari PTA ● Hasil = % kata yang terdengar dengan benar ● Normal/conductive hearing loss = 90-100% ● Sensorineural hearing loss = bervariasi ● <75% + sedikit penurunan pada PTA ⇒ retrocochlear Bekesy Audiometry ● Self-recording audiometry ● Berbagai frekuensi pure-tone dari rendah ke tinggi ● Intensitasnya dikontrol oleh pasien dengan menggunakan sebuah tombol Tipe I Continuous and pulse tracing overlap → normal and conductive hearing loss Tipe II Continuous and pulsed tracing overlap up to 1000 Hz and then continuous tracing falls → cochlear Tipe III Continuous < pulsed tracing up to 40-50 dB at 100500 Hz → retrocochlear/neural lesion Tipe IV Continuous < pulsed tracing by >25 dB at frequences up to 1000 Hz → retrocochlear / neural lession Tipe V Continuous > pulsed tracing → non organic hearing loss Timpanometri Timpanometri ● Timpanometri adalah pemeriksaan objektif yang digunakan untuk menguji kondisi telinga tengah dan mobilitas gendang telinga (membran timpani) dan tulang-tulang telinga tengah, dengan menghasilkan variasi tekanan udara di saluran tengah ● Pemeriksaan aman, cepat, dan non-invasif Tujuan Pemeriksaan Timpanometri 1. Menilai kondisi telinga tengah untuk mencari adanya gangguan pendengaran konduktif 2. Menilai mobilitas membran timpani 3. Ada tidaknya efusi telinga tengah 4. Volume ear canal 5. Menilai perkembangan keadaan telinga tengah pada pasien dengan pengobatan Proses pemeriksaan timpanometri ● Probe dimasukkan ke dalam liang telinga luar ● Probe berisi speaker kecil, mikrofon, dan pompa udara ● Tekanan udara yang biasanya diberikan pada pompa udara berkisar 200 daPa sampai -400 daPa ● Compliance gendang telinga kemudian ditentukan oleh timpanometer sebagai perubahan tekanan udara Pada keadaan normal - Keadaan tekanan udara pada liang telinga sama dengan tekanan udara sekitarnya - Tekanan udara pada telinga tengah juga sama dengan tekanan udara sekitarnya, dikarenakan tuba eustachius akan membuka setiap beberapa saat untuk memberi ventilasi pada telinga tengah dan menyamakan tekanan Pada keadaan normal, bunyi akan ditransmisikan secara maksimum melalui telinga tengah pada saat tekanan udara di liang telinga sama dengan tekanan udara di telinga tengah. ● Ukuran compliance 0.3 – 1.4 untuk dewasa, bila kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa telinga tengah lebih kaku dibanding normal. Ukuran compliance lebih besar dari 1.5 menunjukkan bahwa membran timpani lebih lentur. ● Volume liang telinga (Vea): pengukuran jumlah berisi volume udara dalam rongga antara ujung probe timpanometer dan membran timpani. Nilai normalnya : 0.3 – 1.0 cm3 (anak-anak) dan 0,65 – 1.75 (dewasa). Tympanometric Peak Pressure (TPP): Titik pada sumbu x pada timpanogram, dimana compliance peak berada, nilai normalnya adalah: -150 s.d +100 decaPascal (daPa) Tekanan udara pada telinga tengah yang normal, tuba eustachius akan terbuka diikuti udara yang bergerak masuk dan keluar di rongga telinga tengah. Hal ini untuk menjaga tekanan udara di belakang membran timpani sama dengan tekanan atmosfer atau tekanan udara di liang telinga.