Uploaded by common.user78210

Tax Planning PPh Pasal 15 Final dan Non Final

advertisement
Tax Planning PPh Pasal 15 Final dan Non Final
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perencanaan pajak adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib
pajak dalam melakukan manjemen perpajakan usaha atau penghasilannya, namun
perlu diperhatikan bahwa perencaan pajak yang dimaksud adalah perencanaan
pajak tanpa melakukan pelanggaran konstitusi atau Udang-Undang Perpajakan
yang berlaku.
Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak (WP)
untuk menyusun aktivitas keuangan guna menmdapat pengeluaran (beban) pajak
yang minimal. secara teoritis, tax planning dikenal sebagai effective tax planning,
yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving)
melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai
ketentuan UU Perpajakan (Hoffman, 1961).
Dalam sudut pandang perencanaan pajak, tax avoidance yang dilakukan oleh
wajib pajak adalah sah dan secara yuridis sehingga tidak bisa ditetapkan
pengenaan pajak. pengertian dari tax avoidance adalah upaya pengurangan utang
pajak secara konstitusional (international tax glossary, 2005).
Menurut Gunawan, yang dikutip oleh Lumbantoruan (Lumbantoruan :
1996:485), tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib
pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan
memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). Rencana meminimalkan
pajak dapat ditempuh misalnya, mengambil ketentuan yang sebesar-besarnya dari
ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang
diperkenankan. Pada umumnya tax planning adalah untuk meminimumkan
kewajiban pajak. Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh dengan cara,
mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai
pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan, hal ini dapat
memanfaatkan penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak sesuai dengan
pasal 4 ayat 3.
Ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi administrasi
maupun sanksi pidana. Tetapi kedua sanksi itu merupakan pemborosan sumber
daya sehingga perlu dieliminasi melalui tax planning yang baik. Maka dalam
rangka optimalisasi alokasi sumber dana manajemen akan dilakukan perencanaan
pembayaran yang tidak lebih (dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber
daya) dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang
merupakan pemborosan dana).
Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi
atau fenomena terkena pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk
dikecualikan atau dikurangin jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran
pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya. Akhir dari
prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak. Tentu lebih menguntungkan jika
perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetoran dilakukan
jauh sebelumnya.
Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Tapi ingat, secara legal bukan ilegal.
Tax planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya
bukan untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang
dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
Tax Planning PPh Pasal 15 Final dan non final mencangkup penguraian
tentang PPh Pasal 15, PPh Pasal 15 perusahaan pelayaran dalam negeri, PPh pasal
15 perusahaan pelayaran luar negeri, dan PPh pasal 15 perusahaan penerbangan
dalam negeri.
Bab II
Pembahasan
2.1
PPh Pasal 15
PPh 15 merupakan jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak tertentu, yaitu
perusahaan pelayaran
pelayaran
dalam
atau penerbangan internasional,
negeri,
perusahaan
perusahaan
penerbangan
dalam
negeri, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan
panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi
dalam
bentuk
bangun-guna-serah
atau ‘build-operate-
transfer’ (BOT).
PPh 15 mengatur pajak penghasilan untuk setiap jenis industri
dengan jenis tarif yang berbeda-beda. PPh 15 juga mengatur cara bayar
dan cara penyampaian yang perlu dipahami lebih mendalam.
Penjelasan Pasal 15 UU PPh
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus
untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran
atau
penerbangan
internasional,
perusahaan
asuransi luar
negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang
asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-gunaserah (“build, operate, and transfer”).
Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut,
berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan
diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna
menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu.
2.2
PPh Pasal 15 Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Pengertian Wajib
Pajak
Perusahaan
Pelayaran
Dalam
Negeri adalah Orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau
dengan kapal pihak lain.
Pengertian Peredaran Bruto Dalam Perusahaan Pelayaran Dalam
Negeri adalah Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai
uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya.
Objek Pajak PPh Pasal 15 Bagi Perusahaan Pelayaran Dalam
Negeri adalah Seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh karena itu penghasilan
yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:
1) pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia
2) pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
3) pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
4) pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Besarnya Norma Penghitungan khusus penghasilan neto Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri adalah 4% (empat persen) dari peredaran bruto.
Contoh:
PT. Laut Kargo memperoleh pendapatan/penghasilan dari usaha
pengangkutan barang antar pulau di Indonesia pada bulan Maret 2012
sebesar 100.000.000.
Maka penghasilan neto bulan Maret 2012 sebesar:
4 % x 100.000.000 = 4.000.000
Tarif Pajak PPh Pasal 15 Atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam
Negeri adalah 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan
bersifat final.
Jadi atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri dikenakan
Pajak yang bersifat final, yaitu hanya dikenakan sekali saja. Sehingga
penyetoran PPh Pasal 15 hanya satu kali saja dan dilaporkan di SPT Masa
PPh Pasal 15, sedangkan pada SPT Tahunan hanya dilaporkan sebagai
penghasilan final jadi SPT Tahunan PPh Badan/SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi untuk Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah nihil.
Contoh:
PT. Angin Timur Kargo memperoleh pendapatan/penghasilan bruto dari
usaha pengangkutan orang antar pulau di Indonesia pada bulan Juni 2012
sebesar 400.000.000.
Maka PPh Pasal 15 atas penghasilan bulan Juni 2012 sebesar: 1,2 % x
400.000.000 = 4.800.000
2.3
Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 15 Atas Penghasilan
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 15 Atas Penghasilan
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
1) Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau
charter dengan pemotong pajak,
maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
a. Memotong PPh Pasal 15 yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti
b. Memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 atas Penghasilan
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang
menerima atau memperoleh penghasilan.
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan
Giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) dengan kode jenis setoran pajak 411128-410.
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15, dilampiri dengan Lembar
ke-3 SSP, Daftar dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas
Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final).
2) Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan
atau charter dengan pemotong pajak,
maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:
a.
Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos
dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final
b.
Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15, dilampiri dengan
lembar ke-3 SSP Final dengan kode jenis setoran pajak
411128-410.
3) Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di Luar negeri atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya di luar negeri dari pengangkutan orang
atau barang termasuk penyewaan kapal (PPh Pasal 24)
pajak yang dibayar di luar negeri tersebut dapat diperhitungkan dengan
PPh yang terutang berdasarkan KMK No. 416/KMK.04/1996 Tanggal 14
Juni 1996, untuk masing-masing negara setinggi-tingginya 1,2% (satu
koma dua persen) dari penghasilan yang diterima atau diperolehnya diluar
negeri tersebut.
4) Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan
lainnya selain penghasilan dari pelayaran dalam negeri, maka atas
penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan
yang berlaku
5) Oleh karena atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal telah dikenakan PPh yang bersifat
final, maka:
a.
Dalam pembukuan Wajib Pajak, wajib dipisahkan penghasilan dan
biaya yang berkenaan dengan pengangkutan orang atau barang
termasuk penghasilan penyewaan kapal Dari penghasilan dan biaya
lainnya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 94 Tahun 2010, biaya yang berkenaan dengan pengangkutan
orang atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak boleh
dikurangkan dalam melakukan penghitungan penghasilan kena pajak
karena dari penghasilan final.
b.
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang
dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak lagi
diwajibkan menyetor PPh Pasal 25
2.4
PPh Pasal 15 Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri dan Luar Negeri
Perusahaan pelayaran dikenakan tarif PPh 15 dengan perhitungan
1,8% x Omzet Bruto. Sementara laba bersih yang didapatkan perusahaan
tersebut dihitung dengan rumus 6% x Omzet Bruto. Mengetahui laba
bersih adalah penting agar bisa menemukan norma penghitungan khusus.
Namun, perhitungan tarif ini tidak bisa disamakan untuk semua jenis
perusahaan pelayaran. Sebab tergantung dari bentuknya apakah pelayaran
domestik atau asing, tak terkecuali maskapai penerbangan.
Untuk perusahaan pelayaran dalam negeri, perhitungan laba
bersihnya adalah 4% x Omzet Bruto. Sementara pajak penghasilannya
adalah 1,2% x Omzet Bruto. Untuk perusahaan pelayaran asing atau
maskapai asing, perhitungan pajak penghasilannya adalah 2,64% x Omzet
Bruto. Sementara perhitungan laba bersihnya adalah 6% x Omzet Bruto.
2.5
PPh Pasal 15 Perusahaan Pelayaran
2.6
PPh Pasal 15 yang Bersifat Final dan Non Final
No
Urut
1
Penghasilan
Imbalan yang diterima/diperoleh
Tarif
%
1.2
DPP
Penghasilan Bruto
sehubungan dengan pengangkutan Bersifat final
Ketentuan
Berlaku
NOMOR
416/KMK.0
orang atau barang, termasuk
4/1996
penyewaan kapal laut oleh
perusahaan pelayaran dalam negeri ^
2
Imbalan Charter Kapal Laut
2,64
dan/atau Pesawat Udara yang
bersifat final
Penghasilan Bruto
NOMOR
417/KMK.0
Dibayarkan/Terutang Kepada
4/1996
Perusahaan Pelayaran atau
jo NOMO
R SE –
Penerbangan Luar Negeri *
32/PJ.4/199
6
3
Imbalan yang Diterima/Diperoleh
2,64
Penghasilan Bruto
s.d.a.
Penghasilan Bruto
NOMOR
Sehubungan dengan Pengangkutan bersifat final
Orang dan/atau Barang Termasuk
Charter Kapal Laut atau Pesawat
Udara Oleh Perusahaan
Pelayaran atau Penerbangan Luar
Negeri *
4
Imbalan Charter Pesawat Udara
1.8
Yang Dibayarkan/Terutang Kepada
475/KMK.0
Perusahaan Penerbangan Dalam
4/1996
Negeri #
5
WP LN yang mempunyai Kantor
0.44
Nilai Ekspor Bruto
Perwakilan Dagang di Indonesia **
KEP667/PJ./200
1
6
Pihak-pihak yang melakukan
kerjasama dalam bentuk Perjanjian
Bangunan Guna Serah (Built
5
jumlah bruto nilai 248/KMK.0
Final bagi yang tertinggi antara
WP OP
Operate and Transfer)
4/1995
nilai pasar dengan
Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP)
Keterangan
*
·
Jika perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri tidak memiliki BUT di
indonesia maka tarif 20% atau sesuai dengan P3B bersifat final
·
tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang atau barang
di luar negeri dan dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
^
yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti
berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya.
#
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian charter kapal atau
pesawat udara meliputi semua bentuk charter. Khusus mengenai sewa ruangan kapal
atau pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang (“space charter’), apabila sewa
tersebut meliputi lebih dari 50% (lima puluh Persen) dari kapasitas angkut atau
pesawat terbang yang disewa, maka sewa tersebut digolongkan sebagai charter.
**
nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
Bab III
Penutup
Daftar Pustaka
http://dahusna.wordpress.com/pph-pasal-15/
http://rikatax12.blogspot.com/2012/12/pajak-penghasilan-pasal-15.html
http://hennytax12.blogspot.com/2013/01/pph-pasal-15.html
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-15
Download