Uploaded by nriizka30

Makalah BSL 3

advertisement
MAKALAH
MANAJEMEN LABORATORIUM
LABORATORIUM BIOSAFETY LEVEL 3 (BSL-3)
Disusun Oleh :
1. Bilqis Amaliah
P27834018005
2. Devi Puspita Sari
P27834018007
3. Della Ika Putri D
P27834018008
4. Nakita Aulia Assae
P27834018015
5. Qurrata’ayuni Fichosari
P27834018017
6. Ika Avidatul Ilma
P27834018018
7. Sadgassusi Hera S
P27834018028
8. Thalia Widanti D. R
P27834018029
9. Vira Vonia Alim
P27834018036
10. Yustika Citra Winasih
P27834018038
11. Nada Nabilah W
P27834018039
12. Firdiana As Fifah
P27834018047
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA – 3 SEMESTER V
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2020 – 2021
1
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
1.1
Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................................ 5
1.3
Tujuan .......................................................................................................................... 5
1.4
Manfaat ........................................................................................................................ 5
BAB II ........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.1
Prinsip Dasar Dan Desain Laboratorium BSL 3 ......................................................... 6
2.2
Alat Dan APD BSL 3 .................................................................................................. 8
2.3
Teknik Laboratorium Yang Aman Pada BSL 3 .......................................................... 9
2.4
Prosedur Perencanaan BSL 3 .................................................................................... 12
2.5
Dekontaminasi Sterilisasi BSL 3 ............................................................................... 12
2.6
Pengolahan Limbah Dan Penanganan Limbah BSL 3 .............................................. 16
BAB III ..................................................................................................................................... 20
PENUTUP ................................................................................................................................ 20
3.1
KESIMPULAN ......................................................................................................... 20
3.2
SARAN...................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat sekarang ini ,dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan, maka
semakin tinggi pula rasa ingin tahu seseorang terhadap apa yang terdapat di alam
sampai pada mikrooorganisme yang tak dapat di lihat dengan mata telanjang/berukuran
kecil. Dari hal inilah muncul ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
mikroorganisme tersebut yang disebut dengan mikrobiologi. Para peniliti mulai mencari
tahu akan apa yang terkandunng pada mikroorganisme tersebut. Dalam bidang
penelitian mikroorganisme ini, tentunya menggunakan teknik atau cara- cara khusus
untuk mempelajarinya serta untuk bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti
mikroorganisme ini baik sifat dan karakteristiknya, tentu diperlukan pula pengenalan
akan alat-alat laboratorium mikrobiologi serta teknik / cara penggunaan alat-alat yang
berhubungan dengan penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk memudahkan
berlangsungkan suatu penelitian. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum
mikrobiologi juga harus dalam keadaan steril atau bebas dari kuman serta bakteri, virus
dan jamur. Dan untuk mensterilkannya diperlukan pula pengetahuan tentang cara- cara /
teknik sterilisasi. Hal ini dilakukan karena alat- alat yang digunakan pada laboratorium
mikrobiologi memiliki teknik sterilisasi yang berbeda . Berdasarkan hal tersebut diatas,
maka dilakukanlah percobaan untuk mengetahui teknik pengenalan, penyiapan dan
penggunaan serta fungsi dan prinsip kerja setiap alat laboratorium mikrobiologi. Selain
itu
pula
untuk
mengetahui
teknik
sterilisasi
dari
alat-alat
tersebut.
Keselamatan kerja juga menjadi faktor utama dalam laboratorium, terutama pada
laboratorium
yang
mengandung
senyawa-senyawa
kimia
berbahaya
dan
mikroorganisme yang dapat menginfeksi penyakit berbahaya. Setiap individu memiliki
kewajiban untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan kemampuan
terbaik
mereka.
Pedoman
keamanan
Biologi
(Biosafety)
dibuat
untuk
menginformasikan cara kerja yang spesifik dalam penanganan mikroorganisme patogen
di labolatorium dan juga mempersiapkan petunjuk praktis bagi pembuatan kode praktek
kerja yang dibutuhkan di setiap laboratorium. Biosafety level ini digunakan jika kita
bekerja dengan menggunakan mikroorganisme yang berpotensi menginfeksi saluran
pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Selain berbahaya bagi
personal yang bekerja di dalam laboratorium, mikroorganisme ini juga berpotensi
4
mengkontaminasi lingkungan sekitar laboratorium. Virus avian influenza (AI) menjadi
salah satu agen yang harus ditangani dengan biosafety level 3 ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanaa dasar dan desain laboratorium BSL 3 ?
2. Apa saja alat dan APD yang dipakai di BSL 3 ?
3. Bagaimana Teknik laboratorium yang aman ?
4. Bagaimana prosedur perencanaannya ?
5. Bagaimana cara dekontaminasi sterilisasi terjadi ?
6. Bagaimana proses pengolahan limbah dan penanganan limbah yang benar ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dasar dan desain laboratorium BSL 3.
2. Untuk mengetahui alat dan APD yang dipakai di BSL 3.
3. Untuk mengetahui Teknik laboratorium yang aman.
4. Untuk mengetahui prosedur perencanaannya BSL 3.
5. Untuk mengetahui cara dekontaminasi sterilisasi yang terjadi.
6. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah dan penanganan limbah yang benar.
1.4 Manfaat
Agar para mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang BSL 3
khususnya pada mahasiswa TLM (Tenaga Laboratorium Medis).
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Dasar Dan Desain Laboratorium BSL 3
a.) Prinsip Dasar BSL 3
Prinsip dasar untuk menciptakan lingkungan kerja laboratorium yang
aman adalah dengan menggunakan petunjuk keselamatan kerja di laboratorium.
Laboratorium dengan fasilitas Biosafety sangat diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan yang melibatkan kelompok mikroorganisme dengan tingka
risiko yang berbeda. Biosafety adalah penerapan pengetahuan, teknik, dan
peralatan untuk melindungi personalia laboratorium dan lingkungan dari paparan
agen yang berpotensi menyebarkan penyakit. Biosafety memerlukan tempat kerja
khusus (containment) untuk mencegah agen biologis berbahaya (biohazard)
terpapar keluar dari lingkungan kerja dan mencegah adanya risiko paparan
patogen terhadap staf peneliti di laboratorium, orang yang berada di luar
laboratorium, serta lingkungan laboratorium (Biosafety dan Biosecurity
PRVKPUI, 2016).
Berdasarkan klasifikasi kelompok risiko mikroorganisme yang ditangani,
perancangan laboratorium dibagi menjadi menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Biosafety Tingkat 1 (Dasar)
2. Biosafety Tingkat 2 (Dasar)
3. Biosafety Tingkat 3 (Terkendali)
4. Biosafety Tingkat 4 (Pengendalian Maksimum)
Kelompok risiko 3 memiliki risiko tinggi bagi perorangan tetapi rendah
bagi komunitas. Kelompok risiko 3 merupakan mikroorganisme patogen yang
menyebabkan penyakit serius pada manusia dan hewan tetapi tidak menular.
Mikroorgansime yang berada pada kelompok ini adalah : bakteri Brucella sp.
Yang
menyebabkan
penyakit
brucellosis
pada
manusia
dan
hewan.
Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini menyebabkan gangguan pada saluran
pernapasan dengan gejala batuk yang produktif, demam, berkeringat pada saat
malam hari dan berat badan menurun, dapat ditularkan melalui aerosol (udara).
b.) Desain Laboratorium BSL 3
Setiap Tingkat Laboratorium Biosafety memiliki persyaratan yang tegas
dalam proses pembangunannya. Berikut persyaratan untuk Laboratorium BSL 3 :
6
Biosafety Tingkat 3
Pengisolasian Laboratorium
Diharapkan
Ruangan yang dapat ditutup untuk Ya
dekontaminasi
Ventilasi :
Aliran udara masuk
Mekanik melalui sistem bangunan
Mekanik tersendiri
Udara keluar melewati HEPA
filter
Pintu masuk ganda
Aliran udara tertutup (airlock)
Anteroom
Anteroom dengan pancuran
Pengolahan limbah cair
Autoklaf :
Di lokasi
Di ruang laboratorium
Ujung ganda
Kabinet Biosafety :
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Diharapkan
Diharapkan
Ya
Diharapkan
Diharapkan
Ya
Ya
Diharapkan
7
Laboratorium Biosafety level 3 ini sangat memerlukan jaminan
keselamatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSL-1 dan BSL-2. Untuk
fasilitas laboratorium hewan pada Biosafety level 3, hewan sengaja diinokulasi
dengan mikroorganisme pada kelompok risiko 3 dan semua sistem baik praktek
dan prosedur harus sudah tersertifikasi secara berkala. Semua persyaratan untuk
fasilitas laboratorium biosafety baik BSL 1 dan BSL 2 harus dipenuhi, akses
harus dikontrol secara ketat dan berkala, fasilitas harus terpisah dari laboratorium
lain sehingga area hewan peliharaan menggunakan ruangan dengan dua pintu,
pakaian pelindung laboratorium harus dipakai didalam fasilitas hewan dan tidak
boleh digunakan diluar laboratorium serta dilakukan dekontaminasi sebelum
dicuci. Imunisasi terhadap staf harus diprogramkan dalam bekerja di laboratorium
tersebut.
2.2 Alat Dan APD BSL 3
A. Alat-alat di laboratorium BSL 3
1. Fasilitas alat pengatur aliran udara (HEPA-filtered air exhaust) antar ruang
laboratorium.
2. Biological safety cabinet/BSC class II atau BSC class III guna menangani
bahan agen penyakit menular berbahaya.
3. Peralatan listrik tersentralisir dan dilengkapi circuit breaker
4. Alat sistem komputerisasi. Apabila terdapat suatu gangguan atau alat yang
tidak
berfungsi
di
laboratorium,
sistem
akan
melaporkan
kepada
penanggungjawab laboratorium misalnya melalui pemberitahuan berupa pesan
singkat ke telepon genggam, sehingga gangguan tersebut dapat cepat teratasi.
5. Fasilitas autoclave di luar dan di dalam laboratorium;
6. Fasilitas BSL-3 LIPI. Memiliki empat laboratorium BSL-3 terpisah dalam satu
gedung dilengkapi dengan enam buah qrT-PCR dan peralatan pendukung lain,
termasuk sequencer yang berfungsi memastikan sampel Covid-19 yang
dinyatakan positif oleh PCR.
7. Peralatan ekstraksi RNA secara robotik.
8
B. Perlengkapan perlindungan diri (APD) dan perlengkapannya
Staf peneliti yang akan bekerja pada laboratorium biosafety level 3
seharusnya sudah memiliki kepahaman mengenai keamanan dan keselamatan kerja
di laboratorium tersebut.
Pentingnya keselamatan dan keamanan kerja di
laboratorium sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar dan diri sendiri.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bekerja di laboratorium biosafety level
3 yakni, adanya akses yang terbatas bagi orang yang tidak berkepentingan dalam
riset dilarang masuk, selalu memperhatikan tanda bahaya atau simbol yang terdapat
pada setiap alat ataupun ruangan. Perlunya alat perlindungan diri pada saat bekerja
di laboratorium biosafety level 3.
Alat perlindungan diri yang biasa digunakan terdiri dari sarung tangan
(doubleglove) pada setiap pekerjaan di laboratorium, latex atau vinil yang dapat
melindungi dari bahaya bahan infeksus atau sarung tangan khusus untuk
melindungi dari bahaya kimia, cryogen, benda tajam maupun dari hewan.
Pelindung wajah untuk melindungi dari adanya cipratan bahan kimia maupun
bahan infeksius lainnya, termasuk menggunakan masker N95 yang memiliki pori
masker yang kecil dan keamanan yang baik, pelindung mata dengan menggunakan
kacamata goggles.
Pelindung kaki (cap shoes) untuk melindungi kaki dari
tumpahan bahan kimia atau bahan infeksius. Jas lab (lab coat) melindungi tubuh
kita dari langsungnya paparan bahan infeksius. Meminimalisir adanya aerosol
pada tahap homogenesis dengan menggunakan vortex, sentrifugasi, melepaskan
jarum syringe setelah penggunaan larutan. Mengembangkan prosedur pembersihan
tumpahan seperti membuat spill kit disetiap laboratorium. Praktik higienis personil
dengan pengerjaan system aseptis. Melepaskan perlengkapan APD pada saat
selesai melakukan pekerjaan sebelum meninggalkan laboratorium. Mencuci tangan
dengan sabun atau air setelahmelepaskan perlengkapan APD. Kesadaran pada
setiap personil akan tanggung jawab bersama untuk pencapaian laboratorium yang
baik dan aman (Yale Environmental Health & Safety, 2017).
2.3 Teknik Laboratorium Yang Aman Pada BSL 3
Biosafety Level 3 (BSL-3), dengan karakteristik peralatan keamanan, fasilitas,
dan desain konstruksi yang dapat digunakan untuk uji klinis, diagnostik, pembelajaran,
dan pekerjaan laboratorium dengan agen dengan risiko yang sedang-tinggi
9
(mikroorganisme risiko 3) dan berisiko menyebar lewat udara. Agen seperti
Mycobacterium tuberculosis, HIV, St. Louis virus, dan Coxiella burnetii dapat
ditangani pada BSL3. Risiko utama yang ada pada BSL-3 adalah adanya paparan lewat
udara, sehingga perlunya pembangunan laboratorium ini jauh dari pemukiman
penduduk. Penggunaan fasilitas pengamanan lebih ditingkatkan dari laboratorium
dengan level di bawahnya, perlunya dekontaminasi dengan membasuh seluruh tubuh
sebelum dan sesudah bekerja di BSL-3.
Peneliti yang bekerja dalam BSL-3 wajib untuk mengikuti pelatihan khusus
mengenai aturan yang berlaku pada BSL-3, dikarenakan penyebab terbanyak
kecelakaan pada laboratorium disebabkan karena kurangnya penguasaan teknik
laboratorium serta adanya penyalahgunaan peralatan laboratorium. Prosedur kerja pada
BSL-3 serta penanganan yang aman harus diperhatikan. Adapun beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penanganan laboratorium Biosafety level 3 adalah sebagai
berikut: mengatasi spesimen didalam laboratorium yakni memperhatikan bahan asal
wadah spesimen apakah berasal dari gelas ataukah plastik yang biasanya mudah bocor,
pengangkutan spesimen dengan menggunakan kontainer tanpa lupa untuk memberikan
label sehingga mudah untuk diidentifikasi, serta memperhatikan saat penerimaan
spesimen dan membuka paket spesimen yang wajib dibuka di kabinet biosafety.
Dasar penggunaan pipet dan perlengkapan pipet pun sangat penting dengan
selalu menyediakan pipet cadangan pada saat kerja, kapas pengisi dalam pipet harus ada
sehingga dapat mengurangi adanya kontaminasi, tidak boleh mengeluarkan udara
melalui cairan yang berisi bahan infeksius, bahan infeksius tidak boleh dicampur
dengan proses penghisapan dan pengeluaran melalui pipet, cairan tidak boleh
dikeluarkan secara paksa dari pipet, untuk menghindari adanya penyebaran dari bahan
infeksius yang tercecer pada meja kerja dapat dilakukan pembersihan dengan
menggunakan kain atau kerta penyerap yang telah diberi disenfektan diatas permukaan
bidang kerja, sehingga kain yang telah terpakai harus diautoklaf atau dibuang sesuai
dengan prosedur untuk limbah yang mengandung bahan infeksius lainnya.
Penggunaan kabinet biosafety harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
khususnya pada level 3 ini, yaitu dengan mengadakan pelatihan bagi staf yang akan
menggunakan kabinet biosafety sehingga protokol kerja serta petunjuk keselamatan
dipahami dan untuk meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan seperti tumpahan,
atau kerusakan juga kurangnya penguasaan teknik. Kabinet biosafety dilarang keras
untuk digunakan jika dalam keadaan kondisi yang tidak baik, kaca untuk mengamati
10
panel harus dalam keadaan tertutup ketika sedang digunakan, hanya bahan dan alat
yang akan digunakan saja yang berada didalam kabinet agar peredaraan udara dibagian
samping lancar. Bahan dan alat harus dilakukan dekontaminasi sebelum masuk pada
daerah kerja kabinet, pembakar bunsen tidak digunakan didalam kabinet, karena panas
yang diproduksinya akan mempengaruhi aliran udara yang dapat merusak saringan.
Pengerjaan sample dalam ruang kabinet harus berada di tengah atau disamping dari
permukaan bidang kerja dan terlihat dari bukaan panel, harus dapat meminimalisir lalu
lintas di belakang operator, dan pada bagian depan pembakar udara tidak boleh
dihalangi dengat kertas,pipet maupun bahan lain. Kabinet biosafety pada bagian
permukaan harus dibersihkan pada saat memulai dan mengakhiri pekerjaan dengan
menggunakan disinfektan yang sesuai. Sebaiknya dilakukan pemanasan terlebih dahulu
selama 5 menit sebelum dan setelah selesai pekerjaan diruang kabinet pada bagian kipas
kabinet (Phoenix Controls Corporation, 2003).
Diagram kabinet biosafety level box). A: Lubang sarung tangan Jendela, C:
Buangan dengan saringan HEPA ganda, D: Saringan HEPA unruk pemasukan udara, E:
Saluran untuk autoklaf, F: Tangki bahan kimia buangan. Dibutuhkan sambungan antara
buangan kabinet dengan sistem buangan udara bangunan.
11
2.4 Prosedur Perencanaan BSL 3
Laboratorium biosafety level 3 mengharuskan untuk membuat
form
perencanaan tindakan pencegahan sesuai dengan risiko organisme dan hewan yang
ditangani, serta membuat rencana tertulis untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
kecelakaan. Adanya otoritas kesehatan lokal dan/atau nasional harus dilibatkan dalam
pengembangan rencana kesiapan/kesigapan pada saat keadaan darurat terjadi.
Perencanaan dalam BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018 6 bidang kerja dan terlihat dari
belakang operator, dan pada keadaan darurat harus dapat menyediakan prosedur
operasional untuk tindakan pencegahan terhadap adanya bencana alam (banjir,
kebakaran, gempa bumi serta ledakan), penilaian risiko biohazard, manajemen
mengenai paparan kecelakaan dan pembebasan gas beracun, evakuasi darurat pada
manusia dan hewan, perawatan medis darurat untuk orang yang terluka, pengawasan
medis untuk orang yang terpapar, memiliki manajemen klinik untuk orang yang
terpapar, dan penyelidikan epidemiological (WHO, 2006).
2.5 Dekontaminasi Sterilisasi BSL 3
Penelitian pada biosafety laboratorium level3 harus selalu memperhatikan
prinsip biosafety dalam melakukan dekontaminasi dan pengolahan limbah yang baik
juga aman bagi lingkungan. Adapun faktor yang mempengaruhi efektifitas
dekontaminasi bahan biologis adalah adanya aktifitas laboratorium biomedik yang
menghasilkan bahan biologis dengan berbagai macam karakteristik sifat bahan dan agen
biologi yang digunakan.
Prinsip kerja dari pada agen dekontaminasi tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal berikut ini yaitu :
1.
Sifat permukaan yang didekontaminasi, jika permukaan lebih berpori dan kasar
maka semakin lama disinfektan menjadi efektif.
2.
Jumlah mikroorganisme, dimana konsentrasi mikroorganisme yang lebih tinggi
membutuhkan waktuyang lebih lama dalam dekontaminasi.
3.
Resistensi mikroorganisme terhadap germisida bahan kimia.
4.
Keberadaan bahan organik seperti protein (darah, cairan tubuh dan jaringan) dapat
memperlambat aktifitas disinfektan tertentu.
12
5.
Jangka waktu paparan dan suhu juga hal yang sangat mempengaruhi efektifitas
dekontaminasi,
sehingga
semakin
lama
waktu
pemaparan
maka
akan
meningkatkan efektifitas disinfektan.
Agen kimia dengan variasi disenfektan tingkat tinggi dan rendah, seperti larutan
klorin dengan konsentrasi tinggi dapat digunakan untuk dekontaminasi tumpahan kultur
atau agen infeksi yang terkonsentrasi dalam penelitian atau laboratorium klinis.
Pengendalian mikroorganisme dalam dekontaminasi dan sterilisasi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimia (William,et.al., 2008).
Gambar 1 : Larutan Disenfektan mengandung Klorin
Secara fisik dekontaminasi dan sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara
sebagai berikut :
1. Metode pemanasan
Gambar 2 : Proses sterilisasi dengan autoklaf
Autoklaf merupakan salah satu alat yang menggunakan metode pemanasan
sebagai cara sterilisasi. Autoklaf adalah suatu bejana yang dapat ditutup, yang di isi
13
dengan uap panas dengan tekanan tinggi. Suhu didalamnya dapatmencapai 115˚C
hingga 125˚C dan tekananuapnya mencapai 2-4 atm. Alat tersebut merupakan ruang
uap berdinding rangkap yang diisi dengan uap jenuh bebas udara dan dipertahankan
pada suhu serta tekanan yang ditentukan selama periode waktuyang dikehendaki.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung pada sifat bahan yang disterilkan,
tipe wadah dan volume bahan. Kondisi yang baik digunakan untuk sterilisasi adalah
pada15 Psi dan temperatur 121˚C selama15 menit. Agar penggunaan autoklaf efektif,
uap air harus dapat menembus setiap alat yang disterilkan. oleh karena itu, autoklaf
tidak boleh terlalu penuh, agar uap airbenar-benar menembus semua area.
2. Metode kering
Gambar 3 : Proses sterilisasi dengan insenerator
Insenerator merupakan alat yang digunakan pada metode sterilisasi kering.
Bahan-bahan infeksius seperti jarum bekas suntikan yang ditampung dalam safety box
biohazard, darah, dilakukan sterilisasi dengan menggunakan insinerator. Hasil
pemanasan dengan suhu 8700-9800˚C akan menghasilkan polutan berupa asap atau
debu. Hal ini yang menjadi kelemahan dari sterilisasi dengan metode insenerasi.
Namun, metode ini dapat meyakinkan bahwa bahan infeksius dapat dieliminasi dengan
baik yang tidak dapat dilakukan dengan metode lainnya.
14
3. Filtrasi
Gambar 4 : Proses sterilisasi dengan metode filtrasi.
Metode filtrasi merupakan teknik sterilisasi dengan menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil yang berukuran 0,22 mikron atau 0,45 mikron. Cairan yang
akan disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan sehingga mikroba tertahan pada saringan
tersebut. Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi bahanyang
mudah rusak jika terkena panasdanbahan yang tidak tahan panas, misalnya larutan
enzim antibiotik.
4. Radiasi
Gambar 5 : Sterilisasi radiasi sinar UV
Sinar Ultra Violet (UV) dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk
membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Biological Safety Cabinet
(BSC) atau Laminar Air Flow (LAF) dengan disinari lampu UV.
15
Gambar 6 : Sterilisasi radiasi sinar gamma
Selain sinar UV sinar Gamma juga digunakan pada proses sterilisasi, sinar
gamma bersumber dari CU60 dan CS137 dengan aktivitas sebesar 50-500 kilo curie
serta memiliki daya tembus sangat tinggi. Dosis efektifitasnya adalah 2,5 MRad.
Gamma digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat dari logam, karet serta
bahan sintesis seperti pulietilen
Secara kimia dapat dilakukan menggunakan alkohol, fenol dan turunannya,
quaternary ammonium compoundsserta dapat pula dilakukan dengan menggunakan
klorin, iodophors, glutaraldehid, hidrogen peroksin serta gas formaldehid (Department
of Health and Human Services, 2009).
2.6 Pengolahan Limbah Dan Penanganan Limbah BSL 3
A. Pengolahan Limbah
Dalam
melakukan
pekerjaan
pada
Biosafety
Labiratorium
Level
3
memerlukan penanangan khusus dalam pengolahan limbah yang baik dan tepat
sehingga penularan penyakit maupun infeksius dapat terhindar baik terhadap
pekerja di laboratorium maupun terhadap lingkungannya.
Prinsip dasar pengolahan limbah hasil kegiatan laboratorium biomedik yang
telah ditetapkan dalam komisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian
Kesehatan di Indonesia. Berikut jenis limbah yang terdapat di Biosafety
Labiratorium Level 3 yaitu :
1. Limbah bersih atau tidak adanya infeksius, yakni limbah yang tidak
mengalami adanya kontaminasi baik dari limbah biologis maupun limbah
kimia. Penanganan yang dilakukan berbeda dengan penanganan limbah
infeksius
2. Limbah biologis, biasanya mengandung agen infeksius atau memiliki
material dengan konsentrasi atau kuantitas yang cukup aktif secara biologi
16
untuk menyebabkan infeksi pada manusia. Jenis limbah biologis adalah darah
total (serum, darah manusia total), barang tajam (jarum, scalpel, pencukur,
peralatan habis pakai yang terkontaminasi, kultur sel baik dalam bentuk sel
pasien primer, kultur galur sel yang kelanjutan. Supernatant kultur yang
berasal dari kultur sel pasien primer, kultur galur sel yang terinfeksi, alat
pelindung diri yang terkontaminasi, tisu yang terkontaminasi, kultur bakteri,
DNA, limbah patologis serta limbah hewan. Limbah kimia, merupakan
limbah
yang
terkontaminasi
mikrobiologi
dan
yang
berpotensi
terkontaminasi. Limbah tersebut (limbah cairan, limbah padat, limbah kimia
beracun, limbah radioaktif) harus dilakukan dengan penanganan yang lebih
khusus yakni mengklasifikasikan jenis limbah agar dapat ditangani secara
tepat.
B. Penanganan Limbah di Laboratorium Biosafety Level 3
Metode pemusnahan dan penganan limbah harus dilakukan berdasarkan
peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kementerian Kesehatan di Indonesia. Berikut hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan limbah adalah :

Pelabelan
Bertujuan agar pembuangan tidak dicampur adukkan antara sampah bersih kertas,
sampah organic dengan sampah kotor (sampah bahaya/ biohazard dan
non
hazard).

Penyimpanan dan Pengananan Limbah
Limbah yang bersih yang berasal dari kantor dan laboratorium yang telah
disertakan label kemudian dikumpulkan untuk di autoklaf sebelum limbah
tersebut dibuang. Limbah biologis dikoleksi terpisah mulai dari awal pembuangan
hingga akhir pembuangan, selalu melakukan dekontaminasi terhadap limbah
biologis sebelum dimusnahkan. Limbah berbahaya dimasukkan kedalam plastic
yang berlabel BIOHAZARD, termasuk benda tajam dan tercemar harus dibuang
pada limbah khusus benda tajam.
Pembuangan limbah kimia berbahaya dilarang untuk dibuang ke tempat
pencucian (sink). Identifikasi selalu memisahkan antara limbah kimia berbahaya
sesuai dengan karakteristik alamiah bahan kimia tersebut sehingga dapat
17
mencegah adanya reaksi kimia yang bebahaya. Tidak lupa untuk selalu
menggunakana APD untuk menanganai limbah laboratirum.

Adanya pemahaman pedoman umum untuk bekerja di laboratorium Biosafety
Level
Diharapkan personal yang bekerja di labortaorium ini harus bertanggung jawab
akan dirinya sendiri dan dapat mengikuti segala aturan yang ada demi
keselamatan (Biosafety). Di dalam fasilitas BSL-3 wajib mempertanyakan segala
sesuatu baik dari hal kecil maupun besar, baik dari segi biosafety juga biosecurity
laboratoriumnya agar selalu terkendali.
Ada tahapan dalam pembuangan limbar laboratorium, yakni :
a. Pembuangan limbah laboratorium dan medis tunduk pada berbagai regional,
nasional dan peraturan internasional, dan versi terbaru dari dokumen terkait
tersebut harus dikonsultasikan sebelum merancang dan menerapkan
program penanganan,
b. transportasi dan pembuangan limbah biohazardous. Pada umumnya abu dari
incinerator dapat ditangani sebagai limbah rumah tangga biasa dan dibuang
oleh otoritas setempat. Autoclave limbah dapat dibuang dengan insinerasi di
luar lokasi atau di lokasi pembuangan akhir yang memiliki izin.
c. Jika memungkinkan, seorang petugas biosafety harus ditunjuk untuk
memastikan biosafety itu kebijakan dan program diikuti secara konsisten di
seluruh laboratorium. Petugas biosafety melaksanakan tugas ini atas nama
kepala lembaga atau laboratorium. Di unit kecil, petugas biosafety mungkin
seorang ahli mikrobiologi atau anggota teknis staf, yang dapat melakukan
tugas ini secara paruh waktu yang ditentukan. Apapun derajatnya terlibat
dalam biosafety, orang yang ditunjuk harus memiliki professional
kompetensi yang diperlukan untuk menyarankan, meninjau dan menyetujui
kegiatan tertentu yang mengikuti prosedur biocontainment dan biosafety
yang sesuai. Petugas biosafety harusmenerapkan aturan, regulasi dan
pedoman nasional dan internasional yang relevan, serta membantu
laboratorium dalam mengembangkan prosedur operasi standar. Orang yang
ditunjuk harus memiliki latar belakang teknis di bidang mikrobiologi,
biokimia dan dasar ilmu fisika dan biologi. Pengetahuan tentang praktik
laboratorium dan klinis da keselamatan, termasuk peralatan penahanan, dan
prinsip-prinsip teknik yang relevan dengandesain, pengoperasian dan
18
pemeliharaan fasilitas sangat diinginkan. Petugas biosafety [juga harus
dapat berkomunikasi secara efektif dengan administrasi, teknis dan personel
pendukung.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Biosafety adalah penerapan pengetahuan, teknik, dan peralatan untuk
melindungi personalia laboratorium dan lingkungan dari paparan agen yang berpotensi
menyebarkan penyakit. Laboratorium Biosafety level 3 ini sangat memerlukan jaminan
keselamatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSL-1 dan BSL-2. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam bekerja di laboratorium biosafety level 3 yakni, adanya
akses yang terbatas bagi orang yang tidak berkepentingan dalam riset dilarang masuk,
selalu memperhatikan tanda bahaya atau simbol yang terdapat pada setiap alat ataupun
ruangan. Alat perlindungan diri yang biasa digunakan terdiri dari sarung tangan
(doubleglove), pelindung wajah termasuk menggunakan masker N95, pelindung mata
dengan menggunakan kacamata goggles, pelindung kaki (cap shoes) untuk melindungi
kaki dari tumpahan bahan kimia atau bahan infeksius dan jas lab (lab coat) melindungi
tubuh kita dari langsungnya paparan bahan infeksius. Penelitian pada biosafety
laboratorium level 3 harus selalu memperhatikan prinsip biosafety dalam melakukan
dekontaminasi dan pengolahan limbah yang baik juga aman bagi lingkungan.
3.2 SARAN
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar
harapan kami terhadap makalah ini dalam memberikan manfaat untuk pembacanya.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik
lagi kedepannya.
20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://terbitan.biotek.lip
i.go.id/index.php/biotrends/article/download/242/204&ved=2ahUKEwiascHy243tAh
VUAXIKHcp0C2YQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw3O-Mk3hijlCW8CeIza3wkc

Wisnuwardhani, P. H. 2018. BIOSAFETY LABORATORY PRACTICES :
PEDOMAN UMUM KESELAMATAN KERJA
PADA
LABORATORIUM
BIOSAFETY LEVEL 3. Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI.

Tim PRVKP FKUI-RSCM. 2016. Biosafety dan Biosecurity: Di dalam Laboratorium
Biomedik dan dalam Praktik Teknik.

William A. Rutala, Ph.D., M.P.H., David J. Weber, M.D., M.P.H., and the Healthcare
Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC). 2008. Guideline for
Disinfection and Sterilization in Healthcare Facilities. USA.

Syahputra, Gita. "BIOSAFETY DAN BIOSECURITY: UPAYA UNTUK AMAN
BEKERJA DI LABORATORIUM." BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017, 2017: 34-38.

Department of Health and Human Services. 2009.Biosafety in Microbiological
andBiomedical Laboratories. 5th Edition. Public Health ServiceCenters for Disease
Control and Prevention National Institutes of Health. HHS Publication No. (CDC) 211112.

https://fk.uii.ac.id/mikrobiologi/materi/sterilisasi/

https://www.cdc.gov/labs/pdf/CDCBiosafetyMicrobiologicalBiomedicalLaboratories-2009-P.PDF

https://m.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/VNx4oeyN-lab-bsl-3-unpad-mulaidigunakan-menguji-sampel-covid-19.

http://bhektifitriani.blogspot.com/2012/03/biosafety-level-bsl.html?m=1.

https://www.slideshare.net/mobile/Riskymessyana99/manajemen-laboratorium-denahbiosafety.

https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/download/27/27.

https://www.who.int/csr/resources/publications/biosafety/Biosafety7.pdf
21
Download
Study collections