Uploaded by User77937

Ispa (Recovered)

advertisement
Dosen Pembimbing: Henni Kumaladewi H, SKM, M.Kes.
Mata Kuliah: Epidemiologi Penyakit Menular
MAKALAH INFEKSI PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DISUSUN OLEH:
Maghfira Nurul Islamiah
218240013
Ayu Lestari
218240070
Fuji Ardiwinata
218240014
Ulfayani
218240050
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kami,
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen pembimbing mata kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular. Adapun tugas makalah ini yang berjudul
“MAKALAH INFEKSI PERNAFASAN AKUT (ISPA) “.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
banyak kekurangn dari makalah ini, baik dari segi penyusunan bahasa maupun
segi lainnya, tetapi kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Untuk itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun.
Parepare, 10 Oktober 2019
Kelompok ISPA
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
C.
Tujuan .................................................................................................................... 3
D.
Manfaat .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5
A.
Definisi ISPA ......................................................................................................... 5
B.
Epidemiologi ISPA ................................................................................................ 5
C.
Etiologi ISPA ......................................................................................................... 6
D.
Masa Inkubasi ISPA ............................................................................................. 7
E.
Masa Transmisi ISPA ........................................................................................... 8
F.
Faktor resiko ISPA ............................................................................................... 9
1)
Faktor Demografi ................................................................................................ 9
2)
Faktor Biologis.................................................................................................... 9
3)
Faktor Polusi ..................................................................................................... 10
4)
Faktor timbulnya penyakit ................................................................................ 10
G.
Pencegahan ISPA ............................................................................................ 11
H.
Pengobatan ISPA ............................................................................................ 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
A.
Kesimpulan .......................................................................................................... 14
B.
Saran .................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting
di samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anakanak dan dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan
hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah, bahkan berakibat kematian
(khususnya pneumonia).
Ditinjau dari prevalensinya, infeksi ini menempati urutan pertama
pada tahun 1999 dan menjadi kedua pada tahun 2000 dari 10 Penyakit
Terbanyak Rawat Jalan.Sedangkan berdasarkan hasil Survey Kesehatan
Nasional tahun 2001 diketahui bahwa Infeksi Pernapasan (pneumonia)
menjadi penyebab kematian Balita tertinggi (22,8%) dan penyebab
kematian Bayi kedua setelah gangguan perinatal. Prevalensi tertinggi
dijumpai pada bayi usia 6-11 bulan. Tidak hanya pada balita, infeksi
pernapasan menjadi penyebab kematian umum terbanyak kedua dengan
proporsi 12,7%.
Tingginya prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta
dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi
obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk, multivitamin) dan
antibiotika. Dalam kenyataan antibiotika banyak diresepkan untuk
mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut
terdapat pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas
akut, meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus.
Salah satu penyebabnya adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi
terhadap antibiotika terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang
disebabkan oleh bakteri, yang sebetulnya tidak bisa dicegah. Dampak dari
1
semua ini adalah meningkatnya resistensi bakteri maupun peningkatan
efek samping yang tidak diinginkan.
Permasalahan-permasalahan di atas membutuhkan keterpaduan
semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan
kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut
antara lain dengan mengidentifikasi, memecahkan Problem Terapi Obat
(PTO), memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang
rasional baik tentang obat bebas maupun antibiotika.Dengan memahami
lebih baik tentang patofisiologi, farmakoterapi infeksi saluran napas,
diharapkan peran Apoteker dapat dilaksanakan lebih baik lagi.1
Salah satu target Milenium Development Goals atau MDGs dari
tahun 2000 – 2015 adalah menurunkan angka kematian balita sebesar 2/3
dari total kematian balita. Balita merupakan penerus bangsa sehingga
tujuan MDGs mempunyai keselarasan dengan tujuan pembangunan
kesehatan menuju Indonesia sehat 2015. Untuk mendukung tujuan
tersebut, dibuatlah target yang disebut dengan Indonesia Sehat 2010. Salah
satu target dari Indonesia sehat adalah menurunkan angka kematian
balita.2.
ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi
dan balita di Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80
sampai 90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan Pneumonia.3
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak- anak, penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali pertahun (rata-rata 4 kali per
tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek
sebanyak 3-6 kali setahun. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur 41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%) Nusa
Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur ( 28,3%). Karakteristik
penduduk dengan ISPA yang terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun
2
(25,8%). Menurut jenis kelamin tidak berbeda antara lelaki dan
perempuan4.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan akut?
2. Bagaimana epidemiologi dari infeksi saluran pernafasan akut?
3. Bagaimana etiologi dari infeksi saluran pernafasan akut?
4. Bagaimana masa inkubasi dari infeksi saluran pernafasan akut?
5. Bagaimana masa transmisi dari infeksi saluran pernafasan akut?
6. Apa saja factor resiko dari infeksi saluran pernafasan akut?
7. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi infeksi saluran
pernafasan akut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definsi dari ISPA.
2. Untuk mengetahui epidemiologi ISPA.
3. Untuk mengetahui etiologi dari ISPA.
4. Untuk mengetahu masa inkubasi dari ISPA.
5. Untuk mengetahui masa transmisi dari ISPA.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko ISPA.
7. Untuk mengetahui cara penanggulangan ISPA.
8. Untuk mengetahui upaya pencegahan ISPA.
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Hasil tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
penulis tentang ISPA.
2. Manfaat Bagi Instansi dan Lembaga Terkait
Hasil tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai data
pendukung atau bahan perencanaan dalam pencegahan ISPA pada
manusia.
3
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan data prevalensi
kejadian ISPA sehingga masyarakat dapat lebih mencegah
penyebaran virus dengan menjaga kebersihan lingkungan dan
selalu menggunakan masker bila diluar rumah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas
laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan
bawah secara stimulan atau berurutan. ISPA adalah penyakit yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai
dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah
suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian
saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari5.
B. Epidemiologi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut ini menyebabkan empat dari 15 juta
perkiraan kematian pada anak berusia dibawah lima tahun pada setiap
tahunnya, dan sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi
(khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan).
ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri
maupun riketsia. Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah
Streptococcus grup A, Pneumococcus-pneumococcus, H.influenza yang
terutama dijumpai pada anak-anak kecil. Virus influensa merupakan
penyebab tersering dari penyakit saluran pernafasan pada anak-anak dan
dewasa. Pada usia lima tahun atau lebih, 90 % anak-anak telah mengalami
5
infeksi oleh virus influensa. Pada bayi dan anak-anak virus tersebut
bertanggungjawab atas terjadinya penyakit.
ISPA merupakan penyakit yang penting untuk diketahui oleh ibuibu, karena merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya sangat tinggi.
Menurut survei kesehatan rumah tangga Indonesia pada tahun 1992 dan
tahun 1995, persentase kematian bayi akibat ISPA masing-masing adalah
36,4 % dan 29,5 %. Angka kematian bayi akibat ISPA adalah 3 per 100
balita .
Anak-anak akan mendapatkan 3 – 6 kali infeksi / tahun, tetapi
beberapa orang mendapatkan serangan dalam jumlah yang lebih besar lagi
terutama selama masa tahun ke-2 sampai ke-3 kehidupan mereka. Ratarata setiap anak akan menderita ISPA sebanyak 3 kali di daerah pedesaan
dan kira-kira 6 kali di daerah perkotaan per tahun. Di perkotaan
kemungkinan kejadian ISPA lebih tinggi dibanding daerah pedesaan
karena berkaitan dengan perbedaan kebersihan udara di kedua daerah
tersebut. Demikian pula anak-anak dengan status gizi yang jelek (kurang
gizi) akan lebih mudah menderita ISPA atau ISPA nya menjadi lebih berat
dibandingkan anak dengan status gizi yang baik1.
Period prevalence lima provinsi di Indonesia dengan kasus ISPA
tertinggi pada tahun 2013 adalah Nusa Tenggara Timur (41,70%), Papua
(31,10%), Aceh (30,00%), Nusa Tenggara Barat (28,30%) dan Jawa Timur
(28,30%). Karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi di Indonesia
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,80%). Penyakit ini lebih banyak
dialami pada kelompok masyarakat golongan menengah kebawah6
C. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90%
untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah
frekuensinya lebih kecil
6
Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine di sebutkan
bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90%
disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah
hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah
yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan
stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah
diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut .
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap
kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi
kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan5.
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
3. Tahap
dini
penyakit
:
dimulai
dari
munculnya
gejala
penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh
dengan
atelektasis,menjadi
kronos
dan
meninggal akibat pneumonia.
D. Masa Inkubasi ISPA
Masa inkubasi adalah rentan hari dan waktu sejak bakteri atau
virus masuk kedalam tubuh sampai timbulnya gejalah klinis yang disertai
dengan berbagai gejalah. Infeksi akut ini berlangsung sampai dengan 14
hari, batas 14 hari di ambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
7
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA berlangsung
lebih dari 14 hari.
Gejalanya bervariasi, mulai dari demam, nyeri tenggorokan, pilek
dan hidung mampet, batuk kering dan gatal, batuk berdahak, dan bahkan
bisa menimbulkan komplikasi seperti pneumonia (radang paru) dengan
gejala sesak napas.
Umumnya, influenza dikaitkan dengan gejala yang lebih berat,
serta lebih sering menimbulkan komplikasi pneumonia. Pada bayi, bisa
pula timbul bronkhiolitis (radang di saluran pernapasan halus di paru-paru)
dengan gejala sesak nafas. Selain itu, bisa pula terjadi laryngitis
(peradangan pada daerah laring atau dekat pita suara) yang menimbulkan
croup dengan gejala sesak saat menarik napas dan batuk menggonggong
(barking cough)7.
E. Masa Transmisi ISPA
ISPA termasuk golongan Air Borne Disease yang penularan
penyakitnya terjadi melalui udara yang telah tercemar. Patogen yang
masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernafasan atas akan menginfeksi
saluran pernafasan dan menyebabkan inflamasi. Penularan melalui udara
terjadi melalui droplet tanpa kontak dengan penderita maupun dengan
benda terkontaminasi. Selain penularan melalui udara, dapat pula menular
melalui kontak langsung ketika tangan seseorang kontak dengan patogen,
kemudian orang tersebut memegang hidung atau mulut. Namun penyakit
ini sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau patogen penyebab8.
8
F. Faktor resiko ISPA
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage1:
1) Faktor Demografi
terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Jenis kelamin Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan
perempuan, lakilakilah yang banyak terserang penyakit ISPA
karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering
berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
b) Usia Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak
terserang
penyakit
banyaknmya ibu
ISPA.
Hal
rumah tangga
ini
disebabkan
karena
yang memasak sambil
menggendong anaknya.
c) Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen
kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di
masyarakat
akan
gejala
dan
upaya
penanggulangannya,
sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan
kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang
penyakit ISPA.
2) Faktor Biologis
terdiri dari 2 aspek yaitu:
a) Status gizi Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga
mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA.
Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan
memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta
istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat
mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
9
b) Faktor rumah Syarat-syarat rumah yang sehat :
a. Bahan bangunan
b. Ventilasi
c. Cahaya
3) Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu:
a) Cerobong asap Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan
atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas
(vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas
terbawa oleh angin. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi
rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan
bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling
banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau
sejenisnya seperti arang.
b) Kebiasaan merokok Satu batang rokok dibakar maka akan
mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon
monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein,
acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl
cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia
tersebut akan beresiko terserang ISPA.
4) Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom
dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan
masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri8.
10
G. Pencegahan ISPA
1. Primary Prevention
Upaya primary prevention adalah upaya dini sebelum sakit
meliputi promosi kesehatan (health promotion) dan memberikan
perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit (specific protection)5.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA
pada anak antara lain :
a) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara
adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung
dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita
penyakit ISPA
e) Ventilasi rumah cukup.
f) Membiasakan memakai masker saat berkendara agar terhindar dari
polusi9.
2. secondary prevention
Upaya secondary prevention adalah upaya yang dilakukan pada
saat sakit dengan diangosis dini serta pengobatan yang cepat dan tepat5.
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah
meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat
dilakukan antara lain : 1) Perawatan dirawat di rumah sakit, diberikan
antibiotik parenteral dan penambahan oksigen. 2) Berikan antibiotik
kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin. 3) Perawatan di rumah.
11
Tidak diberikan terapi antibiotik. Berikan paracetamol bila demam tinggi.
Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan
lintingan kapas yang diolesi air garam. Berikan penisilin jika anak
mengalami nyeri tenggorokan, dipantau selama 10 hari ke depan10.
H. Pengobatan ISPA
a) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
b) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan
pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau
penisilin prokain.
c) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit.
Apabila perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada tidak
memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi antibiotik
dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami
penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat
berat.
Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi
pernapasan lebih dari 70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau
gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga merupakan salah satu
pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular,
12
walaupun mahal dapat digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik
sebaiknya diteruskan selama 3 hari setelah keadaan membaik.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan
dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
2. ISPA disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Bakteribakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A,
Pneumococcus-
pneumococcus,
H.influenza
yang
terutama
dijumpai pada anak-anak kecil. Penyakit infeksi saluran pernafasan
akut perlu mendapat perhatian, demikian pula dengan penggunaan
antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian
menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien.
3. Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat
meningkatkan resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak
terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit
yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan.
4. Obat-obat yang digunakan untuk penyakit ISPA antara lain
golongan antibiotik (penisilin, cefalosporin, makrolida), golongaan
antitusif
(kodein,
dextrometorphan),
golongan
ekspektoran
(guaifenesin), golongan OAINS (ibuprofen), golongan analgesikantipiretik (parasetamol),golongan antihistamin (chlorpheniramin),
golongan obat steroid (dexamthasone, prednisone).
B. Saran
1.
Bagi Dinas Kesehatan
a. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang ISPA dan faktor
risiko penularan ISPA pada masyarakat.
b. Untuk mengurangi angka kematian dan angka kesakitan
terhadap penyakit ISPA, pihak Dinas dapat meningkatkan
evaluasi dan monitoring pelayanan kesehatan yang telah
14
diberikan kepada masyarakat sehingga tujuannya dapat
tercapai.
2. Bagi Masyarakat
a. Saran untuk masyarakat sebaiknya lebih memerhatikan Gizi
dan imunisasi pada anak karena anak-anak lebih rentan
terhadap ISPA
b. Agar lebih memperhatikan dan menerapkan PHBS pada
kehidupan sehari-hari serta menggunakan APD berupa masker
jika pencemar udara mulai meningkat.
3. Bagi yang dinyatakan positif ISPA, terutama karena virus, akan
membaik dengan sendirinya tanpa perlu pengobatan khusus. Rasa
tidak nyaman dan demam dapat diredakan dengan kompres pada
daerah
dahi,
ketiak,
obat paracetamol yang
dan
dijual
selangkangan,
bebas.
serta
Selain
konsumsi
mengatasi
demam, paracetamol juga dapat mengurangi nyeri dan rasa tidak
nyaman yang menyertai ISPA. Jika keluhan dirasakan semakin
memburuk, demam tidak mau turun walaupun diberikan obat penurun
panas, atau muncul gejala yang lebih serius, seperti menggigil, sesak
napas, batuk darah, atau penurunan kesadaran, segeralah pergi ke
instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit terdekat.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. A., R. N. D., ZAHRA, S. A., & FARIDA, D. F. (2018). INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ). 4 2016, 58.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2010). Laporan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. jakarta.
3. Depkes, B. P. dan P. K., & R. (2009). Riskesdas Laporan Nasional Tahun
2007. jakarta.
4. Ridwan, A., & Zahriani. (2016). Pencegahan Primer Penyakitinfeksi
Saluran Pernafasan Akut Ulee Kareng Banda Aceh. Idea Nursing Journal,
VII(1), : 78-82. https://doi.org/2087-2879
5. Erwin. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. CV. Absolute Media
Krapyak.
6. RI, K. (2013). Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013.
jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
7. Gardner, M. R., Katta, N., Rahman, A. S., Rylander, H. G., & Milner, T.
E. (2018). Design considerations for murine retinal imaging using
scattering angle resolved optical coherence tomography. Applied Sciences
(Switzerland), 8(11). https://doi.org/10.3390/app8112159
8. Nurhadiga. (2008). Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus,
Bordetelia. 7–30.
9. RI, D. (2012). ISPA. jakarta.
10. Siwi, P. A. (2015). Bab ii tinjauan pustaka bakteri. 3–9.
16
Download