Uploaded by akhmadsukarnaramadhan

REAKSI POST TRANSFUSI

advertisement
Prosedur transfusi dapat memperbaiki keadaan klinis pasien dalam keadaan darurat, namun di sisi lain
prosedur ini juga memiliki risiko komplikasi yang sangat berat. Risiko yang mungkin terjadi pada
prosedur transfusi dapat dibagi menjadi risiko akut dan risiko lambat. Terjadinya risiko transfusi ini
dipengaruhi oleh usia pasien, komponen transfusi dan riwayat transfusi sebelumnya. Reaksi transfusi akut
pada neonatus paling banyak terjadi pada transfusi trombosit.[8] Berikut adalah risiko yang mungkin
terjadi pada saat proses transfusi:
Risiko Akut
Risiko akut terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam dan dapat terjadi pada 1-2% kasus.
Alergi ringan
Reaksi alergi ringan atau urtikaria yang terjadi akibat interaksi antara alergen dengan antibodi yang
menimbulkan gejala morbiliform rash, urtikaria dan angioudema lokal
Anafilaksis
Reaksi anafilaksis akibat adanya antibodii terhadap protein palasma donor. Reaksi ini ditandai dengan
adanya gejala mukokutaneus,hipotensi dan gejala respirasi seperti stridor, disfonia dan bronkospasme
Reaksi Inkompatibilitas
Reaksi hemolitik akibat reaksi inkompatibilitas yang mengaktifkan hemolisis intravaskuler yang ditandai
dengan menggigil, demam, nyeri pinggang, hipotensi, hemoglobinuria, oliguria dan disseminated
intravascular coagulation
Reaksi transfusi non hemolitik akibat adanya sitokin dan antibodi terhadap sel darah putih donor.
Keadaan ini ditandai dengan demam > 38 C, menggigil, nyeri kepala dan muntah
TRALI (transfusion associated acute lung injury) akibat adanya antigen anti human leucoyte (HLA) dan
antibodi anti-HNA. Keadaan ini ditandai dengan gejala gangguan pernapasan akut dalam waktu enam
jam setelah transfusi, infiltrat paru bilateral, hipoksemia, hipotensi, demam, leukopenia
TACO (transfusion associated circulatory overload) akibat adanya overload cairan. Keadaan ini ditandai
dengan gejala gangguan pernapasan akut, takikardia, hipertensi dan gejala gagal jantung kiri
Sepsis
Sepsis akibat reaksi transfusi. Masuknya bakteri dapat terjadi akibat proses transfusi yang tidak steril
ataupun bakteri yang berasal dari darah pendonor sehingga terjadi sepsis. Gejala ini ditandai dengan
adanya demam, menggigil, hipotensi, gagal ginjal akut, syok, perdarahan dari mukokutan[3,4]
Risiko Lambat
Risiko lambat yang terjadi dalam waktu lebih dari 24 jam.
Reaksi hemolitik lambat yang ditandai dengan menurunnya jumlah haemoglobin, demam, dan jaundice
Graft Versus Host Disease (GVHD) yang ditandai dengan demam, gejala gastrointestinal, ruam, hepatitis
dan pansitopenia
Infeksi yang dapat menular melalui proses transfusi yaitu infeksi HIV, hepatitis B, hepatitis C, sifilis,
malaria, cytomegalovirus dan infeksi lainnya seperti EBV, toxoplasma, dan chagas disease[3,4]
Penanganan Komplikasi
Jika pada pasien terjadi komplikasi, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
Segera menghentikan proses transfusi
Mengembalikan kantong darah dan set transfusi ke unit transfusi dan segera mengumpulkan sampel urin
dan darah (satu sampel yang dicampur dengan antikoagulan dan satu sampel tanpa dicampur)
Pemberian antihistamin intramuskular dan antipiretik oral
Pada keadaan anafilaktik, segera berikan kortikosteroid intravena dan bronkodilator
Jika keadaan pasien membaik, segera mulai proses transfusidengan kantong dan set darah yang baru
dengan lambat dan monitor ketat. Jika keadaan memburuk tata laksana pasien dengan adrenalin 1:1000
dengan dosis 0.01mg/kg berat badan injeksi intramuskular, normal salin 0.9% untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik, pemberian furosemide 1mg/kg intra vena dan pengambilan spesimen urin untuk
menilai hemoglobinuria
Jika pada pasien terdapat tanda kontaminasi bakteri segera berikan antibiotik intravena spektrum luas
Pada pasien graft versus host disease diperbaiki dengan terapi suportif
Download