Uploaded by abyrafdihaekalnasution

makalah fiqh muamalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai rahmat bagi
seluruh alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau selalu
berbuat baik dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain
sebagainya. Zakat adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian
dari rukun Islam, demikian pula sedekah karena islam menganjurkan untuk
bersedekah dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan
untuk mendapat ridho Allah SWT. Sedekah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan
benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam pengertian luas, sedekah bisa berbentuk
sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan senyuman
sekalipun. Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan
yang diperintahkan agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan sedekah. Maka
pada makalah yang singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut seberapa
penting dalam dunia pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan memahami tentang Hibah, Hadiah dan Sedekah ini lebih
sistematis, maka yang menjadi fokus/ rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan hibah?
2. Apa yang dimaksud dengan sedekah?
3. Apa yang dimaksud dengan hadiah?
C. Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui mengenai hibah
2. Umtuk mengetahui mengenai sedekah
3. Untuk mengetahui mengenai hadi
1
BAB II
PEMBAHASAN
HIBAH, SEDEKAH DAN HADIAH
A. HIBAH
1. Pengertian Hibah
Secara bahasa hibah adalah pemberian (athiyah), sedangkan
menurut istilah hibah yaitu
‫عقد يفيد التمليك بال عوض حا ل االلحياة تطو‬
“akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika
masih hidup dan dilakukan secara sukarela”.1
Didalam syara’ sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti
akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang
kepada orang lain diwaktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila
seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan
tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut
disebuti’aarah (pinjaman).2
Kata hibah juga dipakai oleh al-Qur’an dalam arti pemberian.
Hal ini, umpamanya, dapat ditemui pada firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 38 dan surat Shad ayat 9. Dalam surat Ali Imran ayat 38 itu
diceritakan tentang permohonan (doa) Nabi Zakaria kepada Allah.
ۖ َ ‫ُهنَالِكَ دعا زَ كَريَّا ربَّ ۖۥهُ قَا َل رب َه ۡب لي من لَّد ُنكَ ذُري َّٗة‬
‫س ِمي ُع ٱلدُّ َعا ٓ ِء‬
ِ ِ
ِ َ
َ َ
َ َ‫طيِبَة إِنَّك‬
َ ِ
ِ
“ (Zakaria) berkata: Ya Tuhanku! Anugerahilah aku dari sisiMu
seorang anak keturunan yang baik! Sesungguhnya Engkau adalah
Mahamendengar permintaan”.3
Dalam surat Shad ayat 9 yaitu:
‫ب‬
ِ ‫يز ۡٱل َو َّها‬
ِ ‫أ َ ۡم ِعندَه ُۡم خَزَ آئِنُ َر ۡح َم ِة َر ِبكَ ۡٱل َع ِز‬
1
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 242
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, terj: Mudzakir, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), Cet. XX, hlm. 174
3 Qur’an Word
2
2
“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat
Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi?”4
Apabila ditelusuri secara lebih mendalam, istilah hibah itu
berkonotasi memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain
tanpa mengharapkan imbalan dan jasa. Menghibahkan tidak sama
dengan menjual atau menyewakan. Oleh sebab itu, istilah balas jasa
dan ganti rugi tidak berlaku dalam transaksi hibah.
Hibah dalam arti pemberian juga bermakna bahwa pihak
penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda yang dihibahkan.
Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, hibah termasuk salah satu
bentuk pemindahan hak milik. Pihak penghibah dengan sukarela
memberikan hak miliknya kepada pihak penerima hibah tanpa ada
kewajiban dari penerima itu untuk mengembalikan harta tersebut
kepada pihak pemilik pertama. Dalam konteks ini, hibah sangat
berbeda dengan pinjaman, yang mesti dipulangkan kepada pemiliknya
semula. Dengan terjadinya akad hibah maka pihak penerima
dipandang sudah mempunyai hak penuh atas harta itu sebagai hak
miliknya sendiri.
Suatu catatan lain yang perlu diketahui ialah bahwa hibah itu
mestinya dilakukan oleh pemilik harta (pemberian hibah) kepada
pihak penerima di kala ia masih hidup. Jadi, transaksi hibah bersifat
tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan atau disyaratkan bahwa
perpindahan itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, dengan sederhana
dapat dikatakan bahwa hibah adalah suatu akad pemberian hak milik
oleh seseorang kepada orang lain di kala ia masih hidup tanpa
mengharapkan imbalan dan balas jasa. Oleh sebab itu, hibah
4
Qur’an word
3
merupakan pemberian yang murni, bukan karena mengharapkan
pahala dari Allah, serta tidak pula terbatas berapa jumlahnya.5
Karena hibah merupakan pemberian yang mempunyai akibat
hukum perpindahan hak milik, maka pihak pemberi hibah tidak boleh
meminta kembali harta yang sudah dihibahkannya, sebab hal itu
bertentangan
dengan
prinsip-prinsip
hibah.
Dengan
membuat
perumpamaan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa kalau pihak
pemberi hibah menurut kembali sesuatu yang telah dihibahkannya
maka perbuatannya itu sama seperti anjing yang menelan kembali
sesuatu yang sudah ia muntahkan. Riwayat yang berasal dari Ibnu
Abbas tersebut berbunyi:
“Rasulullah SAW bersabda: Orang yang meminta kembali
sesuatu yang sudah dihibahkannya hal itu adalah ibarat anjing yang
menelan kembali sesuatu yang dia muntahkan”.
Hibah hukumnya dibolehkan, dan bahkan dianjurkan. Dalam
suatu riwayat dari Abu Hurairah dikatakan bahwa:
“Rasulullah SAW mengatakan: Saling memberikan kamu,
niscaya kamu akan saling kasih mengasihi”.
2. Hukum Hibah
Hibah disyariatkan dan dihukumi mandub (sunat) dalam Islam.
Dan Ayat-ayat Al-quran maupun teks dalam hadist juga banyak yang
menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong
menolong dan salah satu bentuk tolong menolong tersebut adalah
memberikan harta kepada orang lain yang betul-betul
membutuhkannya, dalam firman Allah
5
Helmi karim,fiqih muamalah (PT.RajaGrafindo,Persada:Jakarta,1997),hlm 73.
4
... ‫وت َ َع َاونُواْ َعلَى ۡٱل ِب ِر َوٱلتَّ ۡق َو ۖى‬...
َ
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa..( QS: Al Maidah: 2)”.6
Adapun barang yang sudah dihibahkan tidak boleh diminta
kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya dalam sabda Nabi :
‫ (رواه ابو داوود و‬.‫ال يحل لرجل أن يعطى عطية أوييهب هبة فيرجع فيها اال الوالد فيما يعطى لولده‬
“Tidak halal bagi seseorang yang telah memberi sesuatu pemberian
atau menghibahkan suatu hibah atau menarik kembali kecuali orang
tuua yang memberi kepada anaknya.” (HR. Abu Daud)7
3. Rukun Hibah
Menurut jumhur ulama’ rukun hibah ada empat:
a. Wahib (Pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan barang
miliknya kepada orang lain.
b. Mauhub lah (Penerima)
Penerima hibah adalah seluruh manusia dalam arti orang
yang menerima hibah.
c. Mauhub adalah barang yang di hibahkan.
d. Shighat (Ijab dan Qabul)
Shighat hibah adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan ijab
dan qabul.
4. Syarat Hibah
a. Syarat-syarat penghibah
Disyaratkan bagi pengbhibah syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Ia mestinya sebagai pemilik sempurna atas sesuatu
benda yang dihibahkan. Karena hibah mempunyai
akibat
perpindahan
hak
milik,
otomatis
pihak
6
Departemen AgamaRI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Asyifa’, 2001) hlm. 280
7
H. Abdul Fatah Idris, dkk, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. III, hlm. 197
5
penghibah dituntut sebagai pemilik yang mempunyai
hak penuh atas benda yang dihibahkan itu. Tak boleh
terjadi seseorang yang menghibahkan sesuatu yang
bukan miliknya, dan bila hal seperti ini terjadi maka
perbuatan itu batal demi hukum.
2) Pihak penghibah mestinya seorang
yang
cakap
bertindak secara sempurna, yaitu baligh dan berakal.
Orang yang sudah cakap bertindaklah yang bisa dinilai
bahwa perbuatan yang dilakukannya sah, sebab ia
sudah mempunyai pertimbangan yang sempurna. Orang
yang cakap bertindaklah yang dapat mengetahui baik
dan buruk dari suatu perbuatannya, dan sekaligus di
tentu sudah mempunyai pertimbangan yang matang
atas untung rugi perbuatannya menghibahkan sesuatu
miliknya. Dalam kerangka ini, anak-anak yang belum
dewasa, kendatipun sudah mumayyiz, dipandang tidak
berhak melakukan hibah. Hibah juga tidak boleh
dilakukan oleh
orang
yang dalam pengampuan
(perwalian).
3) Pihak penghibah hendaklah melakukan perbuatannya
itu atas kemauan sendiri dengan penuh kerelaan, dan
bukan dalam keadaan terpaksa. Kerelaan adalah salah
satu
prinsip
utama
dalam
transaksi
di
bidang
kehartabendaan. Orang yang dipaksa menhibahkan
sesuatu miliknya, bukan dengan ikhtiarnya, sudah pasti
perbuatannya itu tidak sah.8
b. Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah
8
Helmi karim,fiqih muamalah (PT.RajaGrafindo,Persada:Jakarta,1997) ,hlm 75-77
6
Orang yang diberi hibah disyaratkan benar-benar ada
waktu diberi hibah. Bila tidak benar-benar ada, atau
diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin, maka hibah
tidak sah. Apabila orang yang diberi hibah itu ada di waktu
pemberian hibah, akan tetapi dia masih atau gila, maka hibah
itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau orang
mendidiknya sekalipun dia orang asing.9
c. Syarat-syarat bagi yang dihibahkan
Disyaratkan bagi yang dihibahkan:
1) Benar-benar ada
2) Harta yang bernilai
3) Dapat dimiliki dzatnya, yakni bahwa yang
dihibahkan itu adalah apa yang bisa dimiliki,
diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat
berpindah
tangan.
Maka
tidak
sah
menghibahkan air di sungai, ikan di laut, burung
di udara, masjid-masjid atau pesantrenpesantren.
4) Tidak berhubungan dengan tempat pemilik
hibah, seperti menghibahkan tanaman, pohon,
atau bangunan tanpa tanahnya.
5) Dikhususkan, yakni yang dihibahkan itu bukan
untuk umum, sebab pemegangan dengan tangan
itu tidak sah kecuali bila ditentukaan
(dikhususkan) seperti halnya jaminan. 10
Terdapat dua hal yang hendak dicapai oleh hibah
yakni, Pertama, dengan beri memberi akan menimbulkan
suasana akrab dan kasih sayang antara sesama manusia.
Sedangkan mempererat hubungan silaturrahmi itu termasuk
ajaran dasar agama Islam. Kedua, yang dituju oleh anjuran
hibah adalah terbentuknya kerjasam dalam berbuat baik, baik
dalam menanggulangi kesulitan saudaranya, maupun dalam
membangun lembaga-lembaga sosial.11
9
Ibid, hlm.77
10
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, terj: Mudzakir, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), Cet. XX, hlm 178-180
11
H. Satria Effendi M. Zein, MA, Problematika Hukum Keluarga Islam Konteporer, (Jakarta: Kencana,
2004), Cet. I, hlm. 471-472
7
B. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah
Sedekah secara bahasa berasal dari huruf shad, dal, dan
qaf, serta dari unsur ash-shidq yang berarti benar atau jujur. Sedekah
menunjukkan kebenaran penghambaan seseorang kepada Allah SWT.
Secara etimologi, sedekah ialah kata benda yang dipakai untuk
suatu hal yang diberikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengertian sedekah adalah pemberian kepada orang lain dimaksudkan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT., dan diberikan kepada
orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti
pemberian tersebut.
2. Hukum Sedekah
Hukum sedekah itu disunnahkan dan dianjurkan untuk
dikeluarkan kapan saja. Hal ini disebabkan karena anjuran dari alQur’an dan as-Sunnah untuk mengeluarkan sedekah tidaklah terikat.12
Dalam al-Qur’an, Allah menyebutkan banyak ayat yang
menganjurkan untuk bersedekah, diantaranya Qur’an surat Yusuf: 88
َّ ‫صد َّۡق َعلَ ۡينَ ۖا ٓ ِإ َّن‬
َ‫ص ِدقِين‬
َ َ‫ٱَّللَ َي ۡج ِزي ۡٱل ُمت‬
َ َ‫َوت‬
“Dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah
memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”(QS. Yusuf :
88).13
Dan juga sesuai dengan sabda Rasul di bawah ini,
‫سوء‬
ّ ‫ب وتد فع ميتة ال‬
ّ ‫الر‬
ّ ‫انّ الصّدقة لتطفئ غضب‬
“Sesungguhnya sedekah memadamkan amarah Tuhan dan
menolak kematian yang buruk.” (HR. At-Tirmidzi, dan Ia mengatakan
bahwa hadits ini adalah hasan).14
3. Perkara yang dapat membatalkan sedekah
Ada beberapa perkara yang dapat menghilangkan pahala sedekah:
12
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press,2005),
13
Departemen AgamaRI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Asyifa’ ,2001) hlm. 654
14
Mushlich Shabir, Terjemah Tanbihul Ghafilin, (Semarang: CV. Toha Putra, 1993), hlm. 507-508
hlm. 285
8
a. Al-Mann (membangkit-bangkitkan) artinya menyebut-nyebut
dihadapan orang lain.
b. Al-adza (menyakiti) artinya sedekah itu dapat menyakiti
perasaan orang lain yang menerimanya baik dengan ucapan
atau perbuatan. Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia
dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mengdapat pahala di
akhirat.
c. Riya (memamerkan) artinya memperlihatkan sedekah kepada
orang lain karena ingin dipuji. Bersedekah jika ada orang tetapi
jika dalam keadaan sepi ia tidak mau bersedekah. Dijelaskan
oleh al-qur’an surat al-baqarah ayat 262:
ٓ َ ‫ٱَّللِ ث ُ َّم َال يُ ۡت ِبعُونَ َما ٓ أَن َفقُواْ َم ٗنا َو‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
‫ف‬
ٌ ‫ال أ َ ٗذى لَّ ُه ۡم أَ ۡج ُره ُۡم ِعندَ َر ِب ِه ۡم َو َال خ َۡو‬
َ ‫ٱلَّذِينَ يُن ِفقُونَ أَمۡ َولَ ُه ۡم فِي‬
َ‫َعلَ ۡي ِه ۡم َو َال ُه ۡم يَ ۡحزَ نُون‬
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti
(perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.15
4. Hikmah sedekah
Sedekah memiliki nilai sosial yang sangat tinggi. Orang yang
bersedakah dengan ikhlas ia bukan hanya mendapatkan pahala tetapi
juga memiliki hubungan social yang baik. Hikmah yang dapat dipetik :
a. Orang bersedekah lebih mulia disbanding orang yang
menerimanya sebagai mana dijelaskan dalam sebuah
hadist “tangan diatas lebih baik daripada tangan yang
dibawah.”
b. Mempererat hubungan sesame manusia terutama
kepada kaum fakir miskin, menghilangkan sifat bakhil
dan egois, dan dapat membersihkan harta seta dapat
meredam murka tuhan.
15
Qur’an worda
9
c. Orang bedekah senantiasa senantiasa
bersedekah
senantiasa didoakan oleh kedua malaikat16
C. HADIAH
1. Pengertian Hadiah
Hadiah, ialah memberikan sesuatu kepada orang lain guna
mendapatkan penghormatan atau kasih sayang. Hadiah biasanya
dilakukan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya/terhormat guna
memuliakannya.
Bentuk lain dari pemindahan hak milik yang berdekatan
dengan dua jenis di atas ialah hadiah. Pada dasarnya hadiah tidak
berbeda dari hibah. Hanya saja, kebiasaannya, hadiah itu lebih
dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang.
Seseorang pimpinan, umpamanya, biasa memberikan hadiah
kepada bawahannya sebagai tanda penghargaan atas prestasinya dan
untuk memacunya supaya lebih berprestasi. Demikian pula, bisa
terjadi, seseorang bawahan memberikan hadiah kepada atasan sebagai
tanda ucapan terima kasih. Pemberian hadiah bisa pula terjadi antara
orang yang setaraf, dan bahkan antara seorang muslim dan non
muslim, atau sebaliknya. Dalam persoalan ini, hadiah haruslah
dibedakan dengan risywah (sogok). Perbedaannya amat halus, yakni
terletak pada motivasi yang melatarbelakanginya.
Sebagimana hibah, hadiah juga diperbolehkan oleh agama.
Rasulullah SAW sendiri pernah menerima hadiah semasa hidupnya.,
sebagai tanda rasa hormat dan bersahabat dari pihak lain. Dalam
perjalanan sejarah, Umar Bin Abdul Aziz pernah mengharamkan
“hadiah”. Kenapa demikian? Karena pada masa itu Umar melihat
bahwa gejala yang terjadi dalam masyarakat dalam pemberian dan
penerimaan hadiah bukan lagi murni hadiah, tetapi sudah mengarah
kepada risywah.
16
Helmi karim,fiqih muamalah (PT.RajaGrafindo,Persada:Jakarta,1997),hlm 80
10
Rukun dan syarat hadiah sama dengan hibah dan sedekah.
Untuk terwujudnya suatu hadiah maka mestilah ada pihak yang
memberikan hadiah, pihak penerima hadiah, materi yang dihadiahkan,
dan ijab kabul sebagai tanda adanya transaksi hadiah.
2. Dalil
Qur’an surat An-Naml Ayat 35
َ‫سلُون‬
ِ ‫َو ِإنِي ُم ۡر ِسلَةٌ ِإلَ ۡي ِهم ِب َه ِدي َّٖة فَن‬
َ ‫َاظ َر ُۢة ُ ِب َم َي ۡر ِج ُع ۡٱل ُم ۡر‬
Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan
dibawa kembali oleh utusan-utusan itu".17
17
Qur’an word
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui seluk beluk tentang Hibah,
Hadiah dan Sedekah. Setelah di jelaskan segala macam tentang yang berhubungan
dengan Hibah, Hadiah dan Sedekah maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hibah
Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah
dan baa’ difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang
lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan.
Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada orang
lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan
langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan. hibah hukumnya
mubah.
Syarat rukun dan rukun hibah hibah
1. Pemberi hibah
2. Penerima hibah
3. Barang hibah
Macam-macam hibah ada 2 yaitu hibah barang dan hibah manfaat dan
terdapat banyak sekali hikmah jika kita melakukan hibah.
2. Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan
kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu
dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama.
Hukum hadiah adalah boleh ( mubah ).
12
Syarat dan rukun hadiah
1. Pemberi hadiah
2. Penerima hadiah
3. Barang hadiah
Dan terdapat banyak sekali hikmah jika kita melakukan pemberian hadiah
3. Sedekah
Sedekah secara bahasa berasal dari huruf shad, dal, dan qaf, serta dari
unsur ash-shidq yang berarti benar atau jujur. Sedekah menunjukkan
kebenaran penghambaan seseorang kepada Allah SWT. Secara etimologi,
sedekah ialah kata benda yang dipakai untuk suatu hal yang diberikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian sedekah adalah pemberian
kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
dan diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
pengganti pemberian tersebut. Hukum sedekah itu disunnahkan dan
dianjurkan untuk dikeluarkan kapan saja.
Syarat rukun dan rukun sedekah
1. Pemberi sedekah
2. Penerima sedekah
3. Barang sedekah
Dan terdapat banyak sekali hikmah jika kita melakukan pemberian sedekah
13
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Helmi.1997.Fiqh Muamalah.PT RajaGrafindo Persada:Jakarta
Rasjid, Sulaiman.1994.Fiqh Islam.Sinar Baru Algensindo:Bandung
Shabir, Mushlich.1993.Terjemah Tanbihul Ghafilin.Semarang: CV. Toha Putra
Effendi M. Zein,Satria.2004.Problematika Hukum Keluarga Islam
konteporer.Jakarta: Kencana
Al-Fauzan,Shaleh Fiqih Sehari-hari.2005.Terj.Abdul Hayyie al-Kattani.Jakarta:
Gema Insani Press.
AgamaRI,departemen.2001.Al-Qur’an dan Terjemahannya.Semarang: CV.
Asyifa’
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, juz 3, Darul Fikr: Beirut, LIbanon.
14
Download