Uploaded by rafialfanistrugle

lamunan iniiii

advertisement
4.2.2. Lamun
4.2.2.1. Karakteristik Lamun di Pantai Jungpiring
Di Pantai Jungpiring Lamun yang ditemui kebanyakan adalah spesies lamun Thalassia
hemprichii. Namun pada transek B, ditemui beberapa tegakan spesies Enhalus acoroides.
Berdasarkan pengamatan, kondisi ekosistem lamun di Pantai Jungpiring tidak begitu bagus. Hal
ini karena ekosistem lamun di Pantai Jungpiring kerapatannya kecil sehingga jumlah tegakan
lamunnya tidak banyak. Pada salah satu kotak transek A2 malah tidak terdapat tegakan lamun.
Padahal substrat yang ada di Pantai Jungpiring sudah sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan
oleh lamun untuk tumbuh, yaitu pasir kasar (dengan pecahan karang).
Oleh karena hanya ditemukan spesies Thalassia hemprichii dan 21 tegakan Enhalus
acoroides, bisa diketahui bahwa kondisi perairan dari Pantai Jungpiring ini memang cocok bagi
pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii. Jenis ini hidup di salinitas yang berkisar antara
24-35 o/oo, sesuai dengan salinitas yang terukur ketika proses pengambilan data. Kondisi ini
menyebabkan spesies Thalassia hemprichii cocok untuk hidup di Pantai Jungpiring. Thalassia
hemprichii merupakan jenis lamun dari famili Hydrocharitaceae, memiliki rimpang (rhizoma)
berwarna cokelat atau hitam dengan tebal 1-4 mm dan panjang 3-6 mm, nodusnya ditumbuhi
oleh satu akar dimana akarnya dikelilingi oleh rambut kecil yang padat, setiap tegakannya
mempunyai 2-5 helaian daun dengan apeks daun yang membulat dengan panjang 6-30 cm dan
lebar 5-10 mm.
Pantai Jungpiring yang memiliki bentuk pantai hampir lurus ini terletak di kawasan
Pantai Utara Jawa, dimana pada wilayah ini arus perairannya relatif tenang. Kecepatan arus
memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan lamun dimana apabila arus kencang, maka sedimen
yang ada di perairan tersebut akan ikut terbawa arus sehingga lamun tidak memiliki substrat
untuk tumbuh. Selain itu juga sedimentasi akan mempengaruhi kualitas dari air dikawasan
tersebut. Air di kawasan yang memiliki arus kencang akan berwarna keruh sehingga
menghalangi cahaya matahari yang diterima oleh lamun. Pada perairan Pantai Utara Jawa sering
dijumpai lamun, berbeda dengan Pantai Selatan Jawa yang memiliki arus relatif kencang
sehingga lamun sulit tumbuh di kawasan Pantai Selatan Jawa.
4.2.2.2. Data Kepadatan Lamun
Setelah pengamatan ekosistem lamun di Pantai Jungpiring, ditemukan satu jenis lamun
yang dominan, yaitu Thalassia hemprichii. Pada transek A, stasiun 1 diperoleh 271 tegakan
lamun, stasiun 2 diperoleh 912 tegakan lamun, stasiun 3 diperoleh 208 tegakan lamun. Pada
transek B, stasiun 1 diperoleh 135 tegakan lamun, stasiun 2 diperoleh 664 tegakan lamun, stasiun
3 diperoleh 279 tegakan lamun. Pada transek C, stasiun 1 diperoleh 79 tegakan lamun, stasiun 2
diperoleh 750 tegakan lamun, stasiun 3 diperoleh 215 tegakan lamun.
Pada tabel data kepadatan lamun, terlihat notasi yang merepresentasikan jumlah tegakan
adalah huruf A, B, C dan D. Apabila kolom diisi dengan huruf, berarti di kolom pada transek
tersebut terdapat lamun. Berdasarkan keseluruhan data, umumnya semua transek memiliki
kepadatan lamun yang baik. Tetapi, pada transek C stasiun 1 kepadatan lamun yang diperoleh
kepadatan lamun yang kecil. Hal ini disebabkan karena di dalam transek tersebut terdapat kolom
yang tegakan lamunnya sedikit dan tidak dominan. Selain itu dari data kepadatan lamun bisa
diketahui bahwa kerapatan lamun di Pantai Jungpiring kurang rapat walaupun hampir seluruh
transek yang disebar di Pantai Jungpiring dijumpai lamun di kolom-kolom transek yang ada. Hal
ini disebabkan oleh ada PLTU di Jepara yang limbahnya mempengaruhi habitat hidup dari lamun
di kawasan tersebut. Selain itu juga saat pemasangan transek harusnya jarak yang diambil untuk
pengamatan yaitu 100 meter dari bibir pantai dan jarak per transeknya 50 meter. Namun waktu
pengamatan tidak seperti itu.
4.2.2.3. Keseragaman dan Keanekaragaman Lamun
Secara umum, nilai keseragaman pada ketiga transek di ketiga stasiun padang lamun di
Pantai Jungpiring adalah 1. Sedangkan nilai keanekaragamannya adalah 0. Hal ini dikarenakan
oleh jenis lamun yang dijumpai di Pantai Jungpiring kebanyakan adalah lamun jenis Thalassia
hemprichii. Tetapi khusus untuk transek B pada stasiun 1, nilai keanekaragamannya adalah 2 dan
keseragamannya adalah 0. Hal ini dikarenakan pada transek ini ada ditemukannya beberapa
tegakan dari lamun jenis Enhalus acoroides. Untuk nilai dominasi sendiri, dari seluruh transek di
ketiga stasiun memiliki nilai 1. Dominasi dikatakan baik apabila kolom-kolom yang berjumlah
16 di dalam transek tersebut terdapat tegakan lamun di dalamnya. Dominasi dikatakan rendah
apabila tegakan lamun di kolom tersebut jumlahnya sedikit.
Dalam kondisi ini hanya ditemukan sedikit Enhalus acoroides substrat yang ada di
Pantai Jungpiring kurang cocok untuk spesies ini, dimana Enhalus acoroides memerlukan
substrat yang berlumpur sementara di Pantai Jungpiring substratnya berpasir.
4.2.2.4. Data Presentasi Penutupan Lamun
Dari hasil pengolahan data lamun diketahui bahwa kepadatan lamun di Pantai
Jungpiring adalah baik. Berdasarkan hal tersebut, pada umumnya juga persentase penutupan
lamun di Pantai Jungpiring adalah baik. Karena rata-rata dari seluruh transek di ketiga stasiun
memiliki persentase mancapai 100%. Persentase ini mewakilkan bahwa semua kolom pada
transek tersebut ditemui lamun Thalassia hemprichii. Hanya saja pada transek B stasiun 1,
persentase penutupan lamunnya adalah 94%. Hal ini dikarenakan pada transek B stasiun 1
tedapat salah satu kolom (A2) yang tidak terdapat tegakan lamun sehingga hanya 15 kolom yang
ditemui tegakan lamun.
4.2.2.5. Peran Lamun di Dalam Tiga Ekosistem di Pantai Jungpiring
Ekosistem lamun, umumnya dijadikan sebagai habitat biota-biota laut. Beberapa jenis
biota tersebut antara lain adalah kerang-kerang, mollusca, crustacea, keong, bivalvia, kepiting,
kelomang, ikan kecil, dan gastropoda. Dari kondisi tersebut, maka ekosistem lamun di perairan
Pantai Jungpiring memiliki fungsi sebagai produsen primer. Lamun dikatakan sebagai produsen
primer karena lamun yang merupakan tumbuhan sejati, yang berarti mampu melakukan proses
fotosintesis dan menghasilkan nutrisi bagi dirinya sendiri dan oksigen bagi organisme di
sekitarnya. Maka dari itu, di ekosistem lamun sering ditemukan berbagai jenis biota. Ekosistem
lamun juga menjadi habitat bagi biota karena ekosistem lamun berfungsi sebagai tempat
berlindungan dan tempat menempel bagi berbagai jenis hewan. Selain itu, detritus lamun yang
mati juga bisa menjadi makanan bagi ikan-ikan kecil yang hidup di ekosistem lamun dan detritus
tersebut juga terendap di dalam substrat, kemudian diuraikan oleh bakteri lalu diserap kembali
oleh lamun sebagai sumber nutrisi.
Peranan lamun diantara ketiga ekosistem perairan lainnya yaitu karang dan mangrove,
salah satunya adalah sedimen trap atau perangkap sedimen. Peranan ini sangat penting karena
apabila penumpukan sedimen terjadi, maka akan berdampak pada keberlangsungan hidup
ekosistem terumbu karang. Pada terumbu karang terdapat alga zooxanthellae, yang jika tertutup
oleh sedimen tidak bisa melakukan fotosintesis, dimana hasil fotosintesis dari zooxanthellae
yang berupa nutrisi dan energi tersebut 95% diberikan kepada karang. Selain itu, padang lamun
juga bisa berperan sebagai nursery ground bagi beberapa jenis ikan karang. Ekosistem terumbu
karang dan lamun dapat berperan sebagai pemecah gelombang yang kuat sehingga ekosistem
mangrove yang terletak di pinggir pantai dapat terlindungi dan tumbuh dengan baik. Selain itu,
nutrien-nutiren yang penting bagi lamun untuk proses fotosintesis dapat berasal dari batuanbatuan maupun serasah tumbuhan dan organisme-organisme yang ada di mangrove akan diserap
oleh sistem perakaran lamun. Hal ini yang menyebabkan urutan dari daratan ke laut mulai dari
mangrove, lamun baru karang.
4.2.2.6. Perbandingan Ekosistem Lamun di Pantai Jungpiring dengan di Pantai Blebak
Jumlah tegakan lamun di Pantai Jungpiring tidak terlalu banyak. Kondisi ini
menyebabkan ekosistem lamun di Pantai Jungpiring tidak begitu padat. Hal ini sangat berbeda
antara kondisi ekosistem lamun di Pantai Jungpiring dengan di Pantai Blebak. Perbedaan jumlah
lamun yang ditemui ini dimungkinkan karena di Jati dibangun menjadi PLTU yang artinya pada
kawasan ini memiliki potensi panas bumi yang tinggi yang berpengaruh pada suhu perairan yang
cukup tinggi sehingga tidak sesuai dengan suhu optimum dari pertumbuhan lamun. Hal ini
berdampak pada perairan Pantai Jungpiring yang memiliki bentuk pantai yang cukup lurus
terbuka berbeda dengan perairan Pantai Blebak yang berbentuk cekung kedaratan sehingga
membuat kawasan tersebut lebih terlindungi. Data yang diperoleh di Pantai Jungpiring hanya
memenuhi satu transek pada masing-masing stasiun, oleh karena itu data pada transek B dan C
pada masing-masing stasiun adalah data pengamatan lamun di Pantai Blebak. Dari data yang
diperoleh, dapat dilihat bahwa kondisi ekosistem lamun di Pantai Jungpiring berbeda dengan
kondisi ekosistem lamun di Pantai Blebak.
Dilihat dari jumlah tegakan yang didapatkan di masing-masing kolom transek, jumlah
tegakan lamun di Pantai Jungpiring jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang ada di Pantai
Blebak. Jumlah tegakan lamun di Pantai Jungpiring yang paling banyak hanyalah 26 tegakan di
satu kolom transek. Sedangkan jumlah tegakan lamun di Pantai Blebak yang paling banyak
adalah 73 tegakan di satu kolom transek. Hal ini karena bentuk pantai di Pantai Jungpiring dan
Pantai Blebak berbeda. Pantai Blebak bentukpantainya berupa cekungan atau teluk sementara
bentuk Pantai Jungpiring hampir lurus tanpa cekungan atau teluk. Dari bentuk pantainya dapat
mempengaruhi beswar arus dan gelombangnya. Di Pantai Blebak arus dan gelombangnya lebih
tenang dari pada di Pantai Jungpiring. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan lamun lebh
banyak di Pantai Blebak. Selain itu kerapatannya pun berbeda dikarenakan bentuk pantai
tersebut. Jumlah dan kerapatan ekosistem lamun juga dikarenakan oleh proses penyerapan
nutrien yang terjadi, karena proses pengkayaan nutrien memiliki dampak tersendiri bagi lamun.
Proses ini bisa menyebabkan kurangnya cahaya yang masuk mencapai lamun sehingga bisa
menekan produktivitas lamun. Selain jumlah tegakan, keanekaragaman jenis lamun yang ditemui
di Pantai Jungpiring juga berbeda dengan yang ditemui di Pantai Blebak. Di Pantai Jungpiring,
dijumpai lamun spesies Enhalus acoroides yang tidak dijumpai di Pantai Blebak. Karena di
Pantai Blebak jenis lamun yang ditemui hanyalah spesies Thalassia hemprichii. Perbedaan
spesies lamun yang ditemui ini bisa jadi dikarenakan oleh kemampuan beradaptasi yang berbedabeda dari tiap spesies lamun, dimana lamun yang cocok dan mampu bertahan dengan kondisi
ekologi yang ada di Pantai Blebak hanyalah spesies Thalassia hemprichii.
4.2.2.7. Faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun di Pantai
Jungpiring
Pada saat melakukan praktikum didapat beberapa faktor oseanografi
mempengaruhi pertumbuhan lamun.
yang
Arus merupakan salah satu faktor oseanografi yang
mempengaruhi pertumbuhan dari lamun. Hal ini ditunjukan dalam kaitannya dengan gelombang,
apabila gelombang tinggi maka arusnya akan kuat, begitu berkebalikan. Pasang surut air laut
juga mempengaruhi pertumbuhan dari lamun. Naik turunnya permukaan air laut akan
mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam kolom air. Dari data yang diperoleh di
Pantai Jungpiring, arusnya tenang dan gelombangnya kecil. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
dari lamun dapat subur tanpa terganggu oleh goncangan arus dan gelombang. Namun, dari
kondisi tersebut menyebabkan lamun hanya tumbuh kecil karena lamun tidak beradaptasi dengan
arus dan gelombang yang besar dimana dapat mempengaruhi bentuk dari tegakan dan akar
lamun. Apabila arus terlalu kuat juga akan menyebabkan sedimentasi yang mempengaruhi faktor
oseanografi lainnya. Selain itu, faktor oseanografi yang juga berpengaruh pada pertumbuhan
lamun adalah substrat. Dari hasil data yang diperoleh substratnya ada yang pasir juga ada yang
pasir berlumpur. Kondisi ini tidak memberikan masalah bagi pertumbuhan lamun karena pada
dasarnya lamun dapat tumbuh di berbagai substrat. Mulai dari susbtrat berpasir, berlumpur
ataupun kerikil sekalipun.
Faktor oseanografi lainnya yaitu sedimen. Sedimen dapat menyebabkan kekeruhan yang
berdampak pada kualitas airnya. Selain itu juga menyebabkan terhalangnya cahaya matahari
yang sampai pada tumbuhan lamun. Apabila kondisi ini memburuk dapat menyebabkan matinya
tumbuhan lamun karena tidak dapatnya suplai cahaya untuk melakukan fotosintesis. Kecerahan
di Pantai Jungpiring bisa terbilang cukup cerah karena kedalamannya yang tidak terlalu dalam
sehingga masih bisa ditembus oleh sinar matahari. Hal ini karena lamun yang merupakan salah
satu tumbuhan sejati yang melakukan proses fotosintesis, dan juga salah satu karakteristik lamun
adalah tumbuh di perairan dangkal. Hal ini karena lamun membutuhkan asupan cahaya matahari
yang cukup untuk melakukan proses fotosintesis, jika kedalaman bertambah maka cahaya
matahari yang masuk akan berkurang dan akan mempengaruhi proses fotosintesis lamun
Kekeruhan perairan yang dikarenakan suspensi sedimen dapat menghambat penetrasi cahaya
yang diterima oleh lamun. Selain itu, kekeruhan juga bisa dikarenakan oleh kelimpahan
fitoplankton yang bisa menurunkan energi cahaya untuk pertumbuhan lamun.
Download