BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELULUSAN OSCE KETERAMPILAN “PUNGSI VENA, PHLEBOTOMY, DAN PEMASANGAN INFUS ” MENURUT PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI DAN TINJAUANNYA MENURUT ISLAM 5.1 Keterampilan Pungsi Vena, Phlebotomy, dan Pemasangan Infus Menurut Perspektif Islam Keterampilan Pungsi Vena, Phlebotomy, dan Pemasangan Infus merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswa kedokteran (KKI,2012). Tindakan Infus atau terapi intravena merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensupplai darah, cairan elektrolit, nutrisi, dan obat melalui pembuluh darah (intra vascular). Phlebotomy merupakan kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal yang meliputi 3 macam cara, yaitu : melalui tusukan vena/pungsi vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi (Perry & Potter, 2005). Kedua keterampilan tersebut merupakan komponen keterampilan terpenting dalam melakukan pendonoran darah/transfusi darah. Upaya kesehatan transfusi darah adalah serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor sampai dengan pendistribusian darah. Transfusi darah merupakan tindakan klinis yang penting untuk mengatasi penyakit dan menyelamatkan jiwa serta memperbaiki kesehatan pasien yang memerlukan darah. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain (Pratidina & Pupu, 2001). Dalam kajian ushul fiqh, transfusi darah masih diperbincangkan apakah termasuk bab ibadah, bab muammalah atau jinayah. Apakah darah merupakan ‘barang’ sehingga boleh dimiliki atau’bukan barang’ sehingga tidak boleh dimiliki, apakah kegunaan transfusi darah hanya boleh untuk kepentingan sosial atau boleh juga untuk dibisniskan. Menurut ushul fiqh pada dasarnya, darah yang dikeluarkan 1 dari tubuh manusia termasuk najis mutawasithah. Maka dalam kajian ibadah darah tersebut hukumnya haram untuk dimakan dan dimanfaatkan. sebagaimana firman Allah (Akbar, 2017): َّ ير َو َما ٓ أ ُ ِّه َّل ِّلغ َۡي ِّر ِّٱَّلل ِّ نز ِّ ُح ِّر َم ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ۡٱل َم ۡيتَةُ َوٱلدَّ ُم َولَ ۡح ُم ۡٱل ِّخ سبُ ُع َّ ِّبِّۦه َو ۡٱل ُم ۡن َخنِّقَةُ َو ۡٱل َم ۡوقُوذَة ُ َو ۡٱل ُمت َ َر ِّديَةُ َوٱلنَّ ِّطي َحةُ َو َما ٓ أ َ َك َل ٱل ... ب ُ ُِّّإ ََّّل َما ذَ َّك ۡيت ُ ۡم َو َما ذُبِّ َح َعلَى ٱلن ِّ ص “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala...” (Q.S. Al-Maidah[5]:3) (Akbar, 2017) Ayat diatas pada dasarnya melarang memakan maupun mempergunakan darah, baik secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi apabila darah merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kehabisan darah, maka mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi. Bahkan melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia, sebagaimana firman Allah (Akbar, 2017): َّ ۡٱليَ ۡو َم أ ُ ِّح َّل لَ ُك ُم َ ٱلطيِّ َٰبَ ُۖتُ َو لَّ ُك ۡمٞب ِّحل َ َ طعَا ُم ٱلَّذِّينَ أُوتُواْ ۡٱل ِّك َٰت َ َو ُص َٰنَت ِّ َص َٰنَتُ ِّمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِّم َٰن َ ت َو ۡٱل ُم ۡح َ لَّ ُه ُۡۖم َو ۡٱل ُم ۡحٞطعَا ُم ُك ۡم ِّحل ب ِّمن قَ ۡب ِّل ُك ۡم ِّ َِّمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِّم َٰن َ َ ص َٰنَتُ ِّمنَ ٱلَّذِّينَ أُوتُواْ ۡٱل ِّك َٰت َ ت َو ۡٱل ُم ۡح َو َمن يَ ۡكفُ ۡرِّٞٞي أ َ ۡخدَان ِّ ُم ۡح َ َٰ صنِّينَ غ َۡي َر ُم ٓ س ِّف ِّحينَ َو ََّل ُمت َّ ِّخذ َ ٱۡلي َٰ َم ِّن فَقَ ۡد َح ِّب ٥ َط َع َملُ ۥهُ َو ُه َو فِّي ۡٱۡل ٓ ِّخ َرةِّ ِّمنَ ۡٱل َٰ َخس ِِّّرين ِّ ۡ ِّب “ Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang 2 kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi” (Q.S. Al-Maidah [5]:32). Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat Islam, yaitu bahwa sesungguhnya syariat Islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan kemaslahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat (Akbar, 2017). Kemaslahatan yang terkandung dalam mempergunakan darah dalam transfusi darah adalah untuk menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia dalam keadaan darurat, karena tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan jiwanya. Maka, dalam hal ini najis seperti darah pun boleh dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya seseorang yang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka dalam hal ini diperbolehkan menerima darah dari orang lain. Hal tersebut sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang yang keadaannya darurat, sebagaimana keterangan Qaidah Fiqhiyah (Akbar, 2017): ً صة ْ ض ُر ْو َر ِّة َعا َّمةً َكان َّ ا َ ْل َحا َجةُ ت َ ْن ِّز ُل َم ْن ِّزلَةَ ال َّ َت أ َ ْو خَا “Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum Islam), baik yang bersifat umum maupun yang khusus.” ارا َهةَ َم َع ْال َحا َج ِّة َّ ام َم َع ال َ ض ُر ْو َرةِّ َوَّلَ َك َ َّلَ َح َر “Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan keadaan darurat, dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).” Maksud yang terkandung dalam kedua kaidah tersebut menunjukkan bahwa Islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram bila berhadapan dengan hajat dan darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk menyelamatkan seorang pasien dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat (Akbar, 2017). 5.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelulusan OSCE Menurut Pandangan Islam 3 5.2.1 Minat Menurut Shaleh & Wahab (2004), Dalam berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain, benda, situasi dan aktivitas-aktivitas yang terdapat di sekitarnya, dapat bersikap menerima, membiarkan atau menolaknya. Apabila seseorang telah menaruh minat, itu berarti dirinya menyambut atau bersikap positif dalam berhubungan dengan objek atau lingkungan tersebut dengan demikian maka akan cenderung untuk memberi perhatian dan melakukan tindakan lebih lanjut Jika seseorang memiliki minat maka ia akan meresponnya dengan tindakan nyata. Karena pada dasarnya jika seseorang menaruh minat pada sesuatu, maka berarti orang tersebut menyambut baik dan bersikap positif dalam berhubungan dengan objek atau lingkungan tersebut. Misalnya, seseorang yang berminat menguasai bahasa Inggris, maka dia akan melakukan upaya untuk dapat mengetahui, memahami bahkan untuk berkomunikasi dengan bahasa Inggris (Shaleh & Wahab, 2004). Dalam Al-qur'an pembicaraan tentang hal ini terdapat pada surat pertama turun. Pada ayat pertama dari surat pertama turun perintahnya adalah agar kita membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membaca buku atau dalam artian tekstual, akan tetapi juga semua aspek, termasuk membaca potensi diri, sehingga dapat memahami apa yang sebenarnya hal yang menarik minat seseorang dalam kehidupan ini. ۡ ٱۡلن َٰ َسنَ َما لَ ۡم ِّ ۡ َعلَّ َم٤ ٱلَّذِّي َعلَّ َم ِّب ۡٱلقَلَ ِّم٣ ۡٱق َرأ َو َرب َُّك ۡٱۡل َ ۡك َر ُم ٥ يَعۡ لَ ۡم “Bacalah! Tuhammülah Yang Maha Pemurah ! Yang mengajarkan dengan Kalam. Mengajarkan manusia apa yang ia tahu." (Q.S. Al-Alaq[96]: 3-5). Jadi, betapa bakat dan minat merupakan karunia terbesar yang dianugerahkan Allah SWT, kepada manusia. Namun, bukan berarti kita hanya berpangku tangan dan minat serta bakat tersebut berkembang dengan sendirinya. 4 Tetapi, upaya yang harus dilakukan adalah mengembangkan sayap anugerah Allah itu kepada kemampuan maksimal kita sehingga karunia-Nya dapat berguna dengan baik pada diri kita dan kepada orang lain serta lingkungan di manapun berada (Shaleh & Wahab, 2004). 5.2.2 Kemampuan Psikomotor Aspek psikomotorik berkaitan erat dengan akhlak ataupun sistem perilaku. Akhlak atau sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu seharusnya disusun oleh manusia di dalam sistem pemikirannya. Sistem pemikiran ini adalah hasil proses (penjabaran) dari pada kaidah-kaidah yang dihayati dan dirumuskan sebelumnya (norma yang bersifat normatif dan norma yang bersifat deskriptif). Kaidah atau norma yang merupakan ketentuan ini timbul dari satu sistem nilai yang terdapat pada Al Qur-an atau Sunnah yang telah dirumuskan melalui wahyu Ilahi maupun yang disusun oleh manusia sebagai kesimpulan dari hukum-hukum yang terdapat dalam alam semesta yang diciptakan Allah SWT (Daradjat et al, 1984). Apabila pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk rial (artifacts) maupun nonmaterial (konsepsi, ide). Jadi Akhlak yang baik itu ialah pola prilaku yang dilandaskan pada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang ihsan disebut muhsin parti orang yang berbuat baik (Daradjat et al, 1984). 5.2.3 Pengetahuan (Konwledge) dan Aplikasinya Menurut Najati (2004), salah satu prinsip dasar proses belajar adalah jadwal waktu belajar. Di antara temuan riset mutakhir dalam proses belajar ialah jadwal waktu belajar. Dengan kata lain, dalam proses belajar harus ada jenjang waktu untuk istirahat. Hal ini sangat penting dalam proses belajar yang tepat dan cepat. Dengan mengatur jadwal waktu belajar, maka pelajaran yang akan disampaikan berikutnya dapat dicerna dengan baik. Oleh karenanya, prinsip belajar dengan membagi waktu belajar ini dapat menghilangkan rasa lelah dan bosan. 5 Prinsip ini ditandai dengan peristiwa diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Tujuannya adalah memberi ruang waktu yang dapat memungkinkan kaum muslim mudah menghafalkannya. Q.S Al-Isra[17] :106 mengungkapkan kenyataan ini dalam firman-Nya: ُ َون ََّز ۡل َٰنَهٞاس َعلَ َٰى ُم ۡكث ِّ َّا فَ َر ۡق َٰنَهُ ِّلت َ ۡق َرأ َ ۥهُ َعلَى ٱلنَٞوقُ ۡر َءان اٞنزيل ِّ َ ت “Dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra: 106). Selain itu prinsip dasar proses belajar yang lain ialah mengulang atau repetisi. Mengulang dapat menjaga informasi dan ilmu pengetahuan yan diperoleh seseorang. Keahlian dan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari seseorang membutuhkan pengulangan dan pelatihan agar proses pembelajaran terjaga secara maksimal. Mengulang akan menguatkan informasi dan kepandaian bahkan akan membantu ingatan dengan baik. Alquran mempraktekkan prinsip pengulangan yang dapat kita jumpai pada pengulangan sebagian makna dan pengertian ayat Allah SWT dengan tujuan supaya mengakar kuat dalam ingatan manusia ( Najati, 2004). 5.2.4 Keadaan Fisik Salah satu kebutuhan esensial manusia adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani. Dengan memiliki kesehatan yang prima, manusia dapat melakukan berbagai aktifitas baik aktifitas yang berkaitan dengan masalah atau urusan duniawi maupun masalah atau urusan ukhrowi. Meski kesehatan begitu urgen, namun sebagian manusia sering kali tidak mengindahkan kesehatannya sendiri. Salah satu contoh adalah ketika tubuh kita memberikan “sinyal-sinyal” adanya penyakit atau keletihan, biasanya kita mengabaikannya dengan tidak memberikannya waktu istirahat atau memeriksakannya ke dokter. Kita baru melakukan tindakan atau pemeriksaan justru setelah kondisinya betul-betul jatuh sakit dan kritis. Dalam konteks ini sebenarnya Rasulllah telah lama mengingatkan kepada umat Islam melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 6 ُ الص َّحةُ َو ْالفَ َرا ٌ ُان َم ْغب غ ٌ ِّون فِّي ِّه َما َكث ِّ َّير ِّمنَ الن ِّ ، اس ِّ َ نِّ ْع َمت “ Ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yaitu nikmat waktu sehat dan waktu senggang”(H.R. Imam Bukhari). Islam sangat menganjurkan umatnya untuk lebih memperhatikan kesehatan karena kesehatan diri merupakan prasarat meraih kebahagiaan hidup di dunia maupun dan akherat nantinya. Kesehatan yang harus diperhatikan dalam pandangan Islam meliputi kesehatan fisiologis, psikologis, sosiologis dan ruhani (Abidin, 2012). 5.2.5 Keadaan Emosional Beberapa pakar psikologi mendefinisikan mental sehat sebagai suatu keadaan individu yang terbebas dari penyimpangan, kekhawatiran, kegelisahan, kesalahan dan kekurangan. Individu yang sehat mentalnya adalah individu yang tidak menyimpang dari norma, tidak berperilaku salah. tidak menampakkan kekhawatiran dan kegelisahan/kecemasan. Individu seperti inilah individu ideal yang terhindar dari kekurangan dan kelemahan (KEMENAG RI, 2012). Dalam islam kecemasan bisa juga diartikan sebagai gelisah, gelisah merupakan salah satu penyakit hati yang harus segera diobati seperti halnya penyakit lain. Apabila penyakit hati ini tidak segera diobati maka akan timbul penyakit-penyakit yang lain yang jauh lebih berbahaya. Banyak hal negatif yang timbul dari dampak penyakit gelisah tersebut, apabila orang tersebut tidak segera mengambil tindakan yang tepat dan tidak dibekali iman yang kuat, bisa jadi ia akan menjadi malas dalam belajar, kesedihan yang berlarut-larut, minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba untuk menghilangkan kegelisahan dalam hatinya tersebut (Bustaman, 2005). Jika ditinjau dalam perspektif islam, kecemasan ini muncul akibat adanya ketakutan akan suatu ujian yang akan diberikan oleh Allah. Padahal dalam AlQur’an diterangkan bahwa Allah tidak akan memberikan suatu ujian kepada manusia melebihi batas kemampuannya, sebagaimana tertera dalam ayat: َّ ف سبَ ۡت ً ٱَّللُ ن َۡف ُ ََّل يُ َك ِّل َ َ سبَ ۡت َو َعلَ ۡي َها َما ۡٱكت َ سا ِّإ ََّّل ُو ۡسعَ َه ۚا لَ َها َما َك 7 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. Al-Baqarah (2) :286). Dari kutipan ayat diatas dapat dipahami bahwa sebenarnya manusia atau umat islam tidak seharusnya merasa cemas dengan segala apa yang menimpa kepada dirinya, karena sesungguhnya Allah memberikan cobaan maupun ujian sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kecemasan itu muncul atau diciptakan oleh diri seseorang itu sendiri (Bustaman, 2005). 5.2.6 Penguji Penguji dalam suatu ujian keterampilan klinis biasanya merupakan seorang pengajar juga ataupun dengan kata lain yaitu seorang guru. Seorang guru yang profesional dituntut den sejumlah persyaratan minimal, antara lain memilih kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang tana ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menurus (continuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya. Pendidikan pada dasarnya adalah berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik. Dalam interaksi tersebut pendidik (guru) memegang peranan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Untuk mewujudkan guru yang profesional yang dapat melakukan interaksi secara positif dalam kegiatan pembelajaran dengan para siswa diperlukan adanya kode etik yang berlandaskan moral agama. Kode etik dan moral dalam interaksi dengan para siswa didasarkan pada tujuan pendidikan menurut Al-Quran adalah untuk membina manusia seutuhnya secara pribadi dan kelompok sehingga mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allahguna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata lain yang lebih singkat sering digunakan oleh Al-Quran adalah untuk bertaqwa kepada-Nya (KEMENAG RI, 2012). 8 5.2.7 Sarana Prasarana Peralatan memegang peranan penting dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran keterampilan klinik. Jumlah dan jenis peralatan sebaiknya harus memadai. Secara umum pengertian alat peraga adalah benda atau alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Alat peraga adalah seperangkat benda kongkret yang dirancang, dibuat atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsepkonsep atau prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Sudjana, 2005). Tempat maupun peralatan tentu harus dirawat dan juga dijaga kebersihannya. Yusuf Qardhawi (1993), menjelaskan bahwa kebersihan itu harus mendapatkan perhatian yang lebih, hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan penting. Pertama, kebersihan merupakan hal yang disukai Allah. Allah berfirman (Hakim, 2014): َ َ ب ۡٱل ُمت َّ ِّإ َّن َط ِّه ِّرين ُّ ب ٱلت َّ َٰ َّو ِّبينَ َويُ ِّح ُّ ٱَّللَ يُ ِّح “…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah: 222). Allah juga memuji ahli masjid Quba dan kecintaan mereka terhadap kebersihan. Allah berfirman (Hakim, 2014).: س َعلَى الت َّ ْق َو َٰى ِّم ْن أ َ َّو ِّل يَ ْو ٍم أ َ َح ُّق َ ََّل تَقُ ْم فِّي ِّه أَبَدًا ۚ لَ َم ْس ِّجدٌ أ ُ ِّس َ َ وم فِّي ِّه ۚ فِّي ِّه ِّر َجا ٌل يُ ِّحبُّونَ أ َ ْن يَت َّ ط َّه ُروا ۚ َو ب ُّ َّللاُ يُ ِّح َ ُأ َ ْن تَق َّ ْال ُم َط ِّه ِّرين “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. al-Taubah: 108) . 9 5.2.8 Lingkungan Lingkungan adalah sesuatu yang berada diluar diri anak dan mempengaruhi perkembanganya. Menurut Sartain (Ahli psikolog dari Amerika) mengatakan bahwa yang dimaksud lingkungan sekitar adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingka laku manusia (Halimah, 2017). Dalam literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau lembaga pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an secara eksplisit, akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya lingkungan pendidikan tersebut. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam pun, lingkungan pendidikan mendapat perhatian.Pengaruh lingkungan ini tentu dianalisis dengan menggunakan paradigma pendidikan Islam. Lingkungan dalam perspektif pendidikan Islam harus menunjang tercapainya tujuan pendidikan Islam. Jika lingkungan tidak sinergis dengan pencapaian tujuan pendidikan, maka ketercapaian tujuan pendidikan Islam sangat sulit dilakukan (Halimah, 2017). 5.3 Tinjauan Islam Terhadap Faktor yang Mempengaruhi Kelulusan OSCE Keterampilan Pungsi Vena, Phlebotomy, dan Pemasangan Infus Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kemampuan Psikomotor merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kelulusan OSCE keterampilan “Pungsi Vena, Phlebotomy, dan Pemasangan Infus” menurut persepsi mahasiswa. Kata psikomotor berhubungan dengan kata “motor”, sensory-motor atau perceptual-motor. Jadi ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk dalam klasifikasi gerak disini mulai dari gerak yang paling sederhana yaitu melipat kertas sampai dengan melakukan tindakan bedah kedokteran (Cangelosi, 1995). Proses belajar menurut konsep Islam adalah melatih, menggunakan, memfungsikan serta mengoptimalkan fungsi macam-macam alat (indera luar dan dalam) yang telah dianugrahkan oleh Allah secara integral dalam pelbagai aspek kehidupan sebagai manifestasi dari syukur kepada Nya (Rizki N, 2008). 10 Perlu diketahui bahwa setiap apa yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan, pasti dibalik nya terkandung hikmah atau sesuatu yang penting bagi manusia. Demikian juga dengan perintah untuk belajar. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan belajar, antara lain : a. Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan. Sehingga dengan ilmu pengetahuan yang didapatkannya itu manusia akan dapat mempertahankan kehidupan. b. Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan. Apa pun yang dilakukan, manusia harus mengetahui kenapa mereka melakukannya. Dengan belajar manusia dapat mengetahui apa yang dilakukan dan memahami tujuan dari segala perbuatannya. Selain itu dengan belajar pula manusia akan memiliki ilmu pengetahuan dan terhindar dari taqlid buta, karena setiap apa yang kita perbuat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. (Rizki N, 2008). Seseorang yang dikatakan berhasil dalam belajarnya jika dapat mencapai ulul albab. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) (Q.S. Al -Baqarah (2): 269) Keberhasilan belajar dari masing-masing individu dapat diketahui dari seberapa jauh tingkatan mereka dalam mencapai hasil belajarnya sesuai dengan tingkat hasil belajar tersebut baik pada domain kognitif, domain afektif maupun domain psikomotorik. Bertolak pada tujuan umum belajar Islami yang hendak dicapai, maka perolehan belajar Islami dari seseorang akan menuju kearah “terpadunya iman, ilmu, dan amal seseorang, dan atau telah bertambah/berkembang domain kognitif, afektif, dan domain psikomotorik secara optimal dan terpadu dalam diri seseorang. Optimalisasi dari hal-hal tersebut terwujud dalam 11 karakteristik penampilan dirinya serta kepribadiannya yang mengimani Islam secara mantap dengan dilandasi oleh ilmu Islam, dan mampu mengaktualisasikan ilmu nya selaras dengan nilai-nilai iman, serta senantiasa mengamalkan Islam dalam pelbagai aspek kehidupannya, mendakwahkan Islam dalam berbagai bidang, dan tetap istiqomah dan sabar dalam ber-Islam (Rizqi, 2008). 12