Uploaded by asmiahh57

FT.ALL A ASMIAH HUSMIN O1A118019

advertisement
TUGAS INDIVIDU
FARMAKOTERAPI I
STUDI KASUS LEUKIMIA
OLEH :
NAMA
:
ASMIAH HUSMIN
NIM
:
O1A1 18 019
KELAS
:
A
DOSEN
:
Apt. SUNANDAR IHSAN, S.Farm., M.Sc.
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang
seksama.Insiden LLA adalah 9-10 kasus per 100.000 populasi.LLA merupakan kanker paling
umum yang terjadi pada anakanak.Tetapi LLA dapat berefek pada semua umur. Insidennya
paling sering usia 2-10 tahun. Insiden tertinggi umur 3-5 tahun.Insiden turun bersamaan
dengan peningkatan umur.Lebih sering mengenai laki – laki daripada perempuan. Leukemia
merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh
proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.
Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit.Leukosit dalam darah
berploriferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinyapun menjadi tidak
normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu
hingga menimbulkan gejala leukemia. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan
penyakit keganasan sel darah dari sumsum tulang.
STUDI KASUS LEUKIMIA :
Anak RB laki-laki umur 4 tahun sejak 2 minggu mengalami ISPA bawah dan 1 minggu iní
mengalami otitis media. Gejala semakin memburuk dan saat ini mengalami pendarahan di
hidung dan lemah. Pemeriksaan fisik menunjukan pallor dan hepatosplenomegali.
Pemeriksaan darah CBC menunjukan anemia normokromik dan normositik.
Data lab darah; Hct: 15,7%, Hb 5,7 g/dl, WBC count 4.300 cells/ul, Platelet count 13.000
cells/ul WBC count: Limfositik 82% (normal 30-40%), neutrophil 7% (normal 50-60%),
limfoblast 11% (normal 0%). Biopsi pada bone marrow 95% limfoblast. Diagnosis dokter
adalah ALL.
Kelas imunologi adalah early pre-B berdasarkan CD10 dan CD19 yang positif.
Radiografi pada dinding dada tidak terdapat pada mediastinum dan tidak ada leukemia
limfoblast pada cairan serebrospinal.
Anak RB diterapi dengan cairan, alkalinized, dan allopurinol p.o 200 mg/m?/hari dan
setelahnya akan diberi terapi induksi.
Bagaimana tatalaksana terapi? Apa tujuan terapi profilaksis intratecal kemoterapi?
1. Terapi Induksi?
Penyelesaian
1. Identifikasi Permasalahan Pasien
a. Tanda dan gejala, sejak 2 minggu mengalami ISPA bawah dan 1 minggu ini
mengalami otitis media. Gejala semakin memburuk dan saat ini mengalami
pendarahan di hidung dan lemah.
b. Data laboratorium,
Hct
:
15,7 % (normalnya 36% - 40%, artinya rendah)
Hb
:
5,7 g/dL (normalnya 11% - 13%, artinya Hb rendah)
WBC Count
:
4.300 cells/µL (WBC normal 4000 – 10000)
Platelet count
:
13.000 cells/µL (normalnya 150.000
–
400.000
cells/µL)
WBC Count

:
Limfositik 82% (normal 30-40%)
Kadar limfosit tinggi umumnya menandakan ada yang masalah dengan system
kekebalan tubuh.

Neutrophil 7% (normal 50-60%)
Neutropenia adalah keadaan abnormal pada neutrofil. Neutrofil adalah jenis sel
darah putih yang mencegah infeksi bakteri. Pada tubuh penderita neutropenia,
jumlah neutrofil dalam darah sangat rendah. Neutrofil merupakan sel dalam
sistem imun yang menyerang bakteri dan organisme lain ketika memasuki tubuh
seseorang.

Limfoblast 11% (normal 0%)
sehingga dapat dikatakan tidak normal.
c. Diagnosis

Mengidap ISPA bawah sejak 1 minggu
Infeksi saluran pernapasan atas atau ISPA adalah infeksi akut yang
menyerang satu komponen saluran pernapasan bagian atas. Bagian saluran
pernapasan atas yang terkena bisa meliputi hidung, sinus, faring, dan laring.
Bagian sistem pernapasan tersebut akan mengarahkan udara yang kita hirup dari
luar ke trakea dan akhirnya ke paru-paru di mana respirasi berlangsung.
Pasalnya, penyebab ISPA pada anak ini sering menyerang pada sistem
kekebalan tubuh mereka yang lemah. Hasilnya, anak jadi lebih mudah tertular
berbagai macam penyakit, salah satunya, ya, infeksi saluran pernapasan atas.
ISPA adalah kondisi yang tidak begitu berbahaya, namun jika tidak diobati
dapat menyebabkan komplikasi. Oleh karena itu, ISPA pada anak harus dicegah
dan diobati (leukemia, 2018).

Otitis media sejak 1 minggu
Otitis media adalah infeksi pada telinga bagian tengah, tepatnya pada rongga di
belakang gendang telinga. Infeksi telinga bagian tengah ini, sering kali timbul
akibat batuk pilek, flu, atau alergi sebelumnya.

Terjadi pendarahan dihidung
Gejala : salah satu gejala dari leukemia adalah mimisan. Pendarahan yang tidak
biasa (misalnya pendarahan pada hidung/gusi secara berulang-ulang) (leukemia,
2018).

Pemeriksaan fisik : pallor dan hepatosplenomegaly
Hepatosplenomegali adalah gangguan yang menyebabkan pembengkakan hati
(hepato) dan limpa (spleen). Kondisi ini membuat limpa dan hati tidak bisa
menjalankan fungsinya dengan baik. Sedangkan palor adalah Pucat dapat
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah dan oksigen atau oleh penurunan
jumlah sel darah merah

Pemeriksaan darah CBC : anemia normokromik dan normositik.
Normositik berarti ukuran eritrositnya normal. Normokrom berarti warna
eritrositnya normal. Biasanya normositik normokrom ini ditemukan pada
anemia yang diakibatkan oleh perdarahan dan hemolisis. Jadi tidak
mempengaruhi morfologi eritrositnya.

Biopsi pada bone marrow 95% limfoblast
Leukemia limfoblastik akut terjadi ketika sel sumsum tulang salah dalam
mengembangkan DNA. Kondisi ini dapat menyebabkan sel-sel yang sehat
berhenti berkembang dan mati. Namun, sel-sel yang terinfeksi akan bertumbuh
dan membelah semakin kuat. respon awal, yang diukur dengan salah satu dari
izin ledakan dari darah perifer atau sumsum tulang morfologisremisi (mis., <5%
sumsum tulang) pada hari ke 7 atau 14 terapi adalah prediksi kelangsungan
hidup bebas penyakit jangka panjang (Allredge, 2013).

Kelas imunologi : early pre-B karena CD19 dan CD10 yang positif.
25 % dari diagnosis ALL maka pre-B early (Pui, Chilood leuchemias).

Radiografi : Tidak terdapat mediastinum dan tidak ada leukimia limfoblast pada
cairan serebrospi
Mediastinum merupakan rongga yang berada di antara tulang dada dan tulang
belakang, serta paru-paru. Pada rongga ini, berisi jantung, pembuluh darah
besar, trakea, kelenjar timus, aorta, dan kerongkongan. Adapun, mediastinum
terbagi menjadi tiga ruang, yaitu anterior (depan), tengah, dan posterior
(belakang).Cairan serebrospinal normal adalah 99 persen air. Karena itulah
cairan ini memiliki warna yang jernih atau bening dan mengandung berbagai
zat, seperti protein (15-45 mg/dl), gula/glukosa (50-75 ml/dl), beberapa sel (0- 5
sel mononuclear), elektrolit, enzim, faktor antibakteri, dan beberapa sel darah
putih (leukosit).

ALL
Leukemia Limfoblastik Akut (ALL): kanker sel limfoid yang belum dewasa.
Lebih sering terjadi pada anak-anak dan merupakan leukemia yang paling
umum diderita oleh anak-anak. sekitar 50% anak-anak dengan ALL adalah
MRD positif pada penyelesaianterapi induksi, dan kira-kira 45% dari pasien ini
akan terkenarience kambuh (allredge, 2013)
Berdasarkan beberapa hasil diagnosis diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pasien tersebut mengalami Leukimia Limfoblastik Akut (ALL) dengan pre-B
dini.
2. Penentuan Tatalaksana Terapi
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi dari penderita Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) dengan pre-B dini
adalah meningkatkan kualitas hidup/ peluang hidup.
b. Strategi terapi

Terapi induksi
Pengobatan dimulai dengan terapi induksi, yang biasanya mencakup tiga atau
empat agen sistemik diSelain terapi pencegahan SSP, karena bila tidak diberi
terapi induksi akan kambuh. Terapi induksi dirancang untuk menginduksi remisi
lengkap, dan biasanya berlangsung28 hari. Setelah terapi induksi, fase terapi
selanjutnya bisadidefinisikan sebagai terapi pasca induksi, dan terdiri dari
sejumlahdari berbagai siklus kemoterapi yang dirujuk dengan istilah
sepertikonsolidasi, keterlambatan intensifikasi, dan pemeliharaan sementara
terapi (Allredge, 2013).
Tujuan induksi adalah untuk menginduksi remisi, keadaan di mana tidak ada
sel leukemia yang dapat diidentifikasi dalam tulang sumsum atau darah tepi
dengan mikroskop cahaya. Terapi induksi saat ini untuk ALL biasanya terdiri
darivincristine, L-asparaginase, dan steroid (prednison atau deksametason)
(Dipiro, 2016).
1) Dexamethasone
Dexamethasone sekarang digunakan dalam beberapa protokol risiko standar
karena durasinya yang lebih lama dan serebrospinal yang lebih
tinggipenetrasi cairan dibandingkan dengan prednisone (Dipiro, 2009)
2) Dexamethasone baru-baru ini terbukti memiliki SSP yang lebih baik
penetrasi daripada prednison dengan penurunan CNS akibatnya tingkat
kekambuhan. Namun, timbulnya efek samping yang melemahkan seperti
osteonekrosis lebih tinggi dengan deksametason. Banyak simpatisan
mengalami kesulitan menimbang penurunan kualitas hidup efek samping
terhadap peningkatan kecil dalam kelangsungan hidup (Dipiro, 2009).
3) Untuk meningkatkan remisi sempurna dari terapi induksi dengan
dexametason digunakan antrakslin seperti doxorubisin (Allredge, 2013).

Terapi CNS/ atau Terapi Intratekal dan Terapi Regimen Pemeliharaan
Profilaksis CNS Invasi leukemia pada SSP dianggap sebagai Peristiwa
hampir universal pada pasien bahkan pada mereka yang serebrospinal sitologi
cairan (CSF) tidak menunjukkan penyakit yang tampak. Demikian semuanya
pasien dengan leukemia ALL dan AML menerima intratekal (IT) kemoterapi.
Meskipun ini sering disebut sebagai "profilaksis," itu lebih realistis mewakili
pengobatan. Profilaksis CNS bergantung pada kemoterapi TI (misalnya,
metotreksat, sitarabin, dan kortikosteroid), kemoterapi sistemik dengan
deksametason dan metotreksat dosis tinggi, dan iradiasi kraniospinal (XRT) di
pasien berisiko tinggi yang dipilih. Penggunaan radiasi kranial berkurang secara
substansial setelah kemanjuran pengobatan TI terbukti, dan toksisitas yang
terkait dengan radiasi; mempelajari ketidakmampuan, retardasi pertumbuhan,
dan keganasan sekunder (khususnya dengan penggunaan 6-mercaptopurine),
diakui. Terapi IT telah menggantikan XRT tengkorak sebagai profilaksis CNS
untuk semua kecuali pasien yang sangat berisiko tinggi dan mereka yang
memiliki sel T ALL yang berada di risiko penyakit SSP yang lebih tinggi
(Dipiro, 2009).
Terapi pencegahan IT atau CNS mengurangi kemungkinan kambuh dalam
CNS dan meningkatkan peluang untuk masa jabatan jangka panjang. Terapi
preventif SSP adalah rutin, SSP adalah situs yang paling umum dari
kekambuhan leukemia dan dengan demikian memprediksi tulang kambuh
sumsum (Allredge, 2013).
Perawatan pemeliharaan atau kelanjutan mempertahankan lengkap remisi
dicapai dari kemoterapi induksi. Uji coba awal telah menunjukkan bahwa tanpa
perawatan pemeliharaan, maka akan lebih mudah kambuh (Allredge,2013).
1) Metotreksat paling efektif dan paling tidaktoksik ketika diberikan sebentarsebentar, biasanya dengan cara yang sangat buruk/ m2 /dalam dosis oral 20
mg //minggu. Mercaptopurine efektif danditoleransi dengan baik secara oral
ketika dosis harian, biasanya dengan dosis 50 sampai/m275 mg/hari.
3. KIE (Komunikasi, Infomasi dan Edukasi)
-
Komunikasi :
a. Dexamethasone
Merupakan glukokortikoid yang sangat kuat dan bekerja lama yang
bertindak sebagai agen anti-inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil,
mengurangi
produksi
mediator
inflamasi,
membalikkan
peningkatan
permeabilitas kapiler, dan menekan respon imun. Ini tidak memiliki sifat
mineralokortikoid dan memiliki sifat penahan Na yang minimal yang
membuatnya cocok untuk mengobati kondisi di mana retensi air merupakan
kerugian.
b. Doxorubicin
Merupakan antibiotik antrasiklin sitotoksik. Tindakan sitotoksik
dihasilkan dari ikatannya dengan DNA dan penghambatan sintesis asam
nukleat. Doksorubisin telah terbukti menghasilkan regresi dalam berbagai
keganasan yang disebarluaskan. Doxorubicin digunakan untuk menghasilkan
regresi dalam kondisi neoplastik yang disebarluaskan seperti leukemia
limfoblastik akut, leukemia myeloblastik akut, tumor Wilms, neuroblastoma,
jaringan lunak dan sarkoma tulang, karsinoma payudara, karsinoma ovarium,
karsinoma kandung kemih sel transisional, karsinoma sel kanker, penyakit
kandung kemih, penyakit Hodg, limfoma ganas dan karsinoma bronkogenik di
mana tipe histologis sel kecil adalah yang paling responsif dibandingkan
dengan tipe sel lainnya. Doksorubisin juga diindikasikan untuk digunakan
sebagai komponen terapi ajuvan pada wanita dengan bukti keterlibatan
kelenjar getah bening aksila setelah reseksi kanker payudara primer.
c. Metotrexat
Merupakan antagonis asam folat yang bekerja dengan menghambat
reduktase dihidrofolat. Karena sifat imunosupresif dan anti-inflamasi,
metotreksat dosis rendah (7,5-15 mg / minggu) telah banyak digunakan
(Aronson, 2005). Indikasi: Larutan metotreksat diindikasikan untuk leukemia
limfoblastik pediatrik akut dan radang sendi idiopatik remaja poliartikular
pediatrik. Suntikan metotreksat untuk penggunaan subkutan diindikasikan
untuk artritis reumatoid berat yang aktif, artritis idiopatik remaja polikartikular
yang parah, keras kepala, dan mematikan psoriasis.
Formulasi lain diindikasikan untuk mengobati koriokarsinoma
gestasional, chorioadenoma destruens, mola hidatiforma, kanker payudara,
kanker epidermoid kepala dan leher, fungoides mikosis lanjut, kanker paruparu, dan limfoma non-Hodgkin lanjut. Juga digunakan dalam pemeliharaan
akut leukemia limfositik. Metotreksat juga diberikan sebelum pengobatan
dengan leucovorin untuk memperpanjang kelangsungan hidup bebas dari
kekambuhan setelah pengangkatan tumor secara operasi pada osteosarkoma
non-metastatik. Methotrexate memiliki bioavailabilitas 64-90%, meskipun ini
menurun pada dosis oral di atas 25 mg karena saturasi pembawa media yang
dimediasi dengan metotreksat. Methotrexate memiliki Tmax 1 hingga 2 jam.
-
Informasi
a. Dexametason
Antiinflamasi atau imunosupresif (Oral)
Dewasa: Awalnya, 0,5-9 mg setiap hari dalam dosis terbagi. Maks: 1,5 mg
setiap hari. Dosis bersifat individual dan disesuaikan tergantung pada penyakit
yang dirawat dan respons pasien. Lihat pedoman produk terperinci.
Anak: Awalnya, 0,02-0,3 mg / kg setiap hari dalam 3-4 dosis terbagi. Dosis
tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan respons pasien (MIMS,
2018).
b. Doxorubicin
Myelosupresi, terutama neutropenia, terjadi pada 60-80% pasien yang
menerima dosis anthracyclines konvensional (dosis standar agen tunggal:
doxorubicin 60-75 mg / m2 , epirubicin 60–90 mg / m2 diberikan 3 minggu)
(53). Pada dasar equimolar, baik dalam rejimen agen tunggal maupun
kombinasi, epirubisin menyebabkan toksisitas hematologi yang lebih rendah
daripada doxorubicin. Insiden dan tingkat keparahan myelosupresi terkait
dengan dosis; telah disarankan bahwa neutropenia parah terjadi pada semua
pasien yang diberi antrasiklin dosis tinggi (doxorubicin 100 mg / m2 atau lebih
dan epirubicin 120 mg / m2 atau lebih) (Aronson, 2005).
c. Metotrexat
 Metotrexat Tablet
Untuk mengatasi leukemia limfoblastik akut
Dewasa: 15 mg/m2 LPT, 1-2 kali seminggu dan dikombinasikan dengan
jenis obat lainnya.
 Metotrexat Suntik
Untuk mengatasi leukemia limfoblastik akut
Dewasa: 2,5 mg/kgBB tiap 14 hari.
-
Edukasi
Memberitahukan bahwa untuk mencapai tujuan terapinya harus dibarengi
dengan terapi non farmakologi (olaharaga, makan makanan bergizi, dan istirahat
yang cukup)
a. Dexametason
Terapi
antiinflamasi
dan
imunosupresif
mengeksploitasi
efek
imunosupresif, anti alergi, antiinflamasi, anti eksudatif, dan antiproliferasi
glukokortikoid (2). Efek farmakodinamik yang diinginkan mencerminkan
pengaruh umum zat-zat ini pada mesenkim, di mana mereka menekan reaksi
yang menghasilkan gejala-gejala peradangan, eksudasi, dan proliferasi; efek
nonspesifik glukokortikoid pada mesenkim adalah bagian dari tindakan
fisiologis mereka, tetapi mereka hanya dapat diperoleh sampai batas yang
bermanfaat secara klinis dengan menggunakan dosis di mana efek fisiologis
yang lebih spesifik (dan tidak diinginkan) juga terjadi. Dosis tinggi yang
cukup untuk menekan reaksi imun digunakan pada pasien yang telah
menjalani transplantasi organ. Memberitahukan cara penggunaan obat
dexametason 0,02-0,03 mg/kg yang dikonsumsi setiap hari bersama makanan
atau susu.
b. Doxorubicin
Pada dasar equimolar, baik dalam rejimen agen tunggal maupun
kombinasi, epirubisin menyebabkan toksisitas hematologi yang lebih rendah
daripada doxorubicin. Insiden dan tingkat keparahan myelosupresi terkait
dengan dosis; telah disarankan bahwa neutropenia parah terjadi pada semua
pasien yang diberi antrasiklin dosis tinggi (doxorubicin 100 mg / m2 atau lebih
dan epirubicin 120 mg / m2 atau lebih) (Aronson, 2005). Memberitahukan
untuk meningkatkan remisi terapi dengan mengguanakan doxorubicin secara
intravena setiap minggunya.
c. Metotreksat
Metotreksat menghambat enzim yang bertanggung jawab untuk
sintesis nukleotida yang mencegah pembelahan sel dan mengarah pada
tindakan anti-inflamasi. Metotreksat memiliki durasi aksi yang panjang dan
umumnya diberikan kepada pasien sekali seminggu sekali. Metotreksat
memiliki indeks terapi yang sempit. Jangan mengonsumsi metotreksat setiap
hari. Memberitahukan orang tua/wali pasien bahwa obat metotrexat tidak
boleh dikonsumsi setiap hari, metotreksat dosis rendah (7,5-15 mg / minggu).
4. Monitoring atau Follow Up
1. Mengevaluasi toksistas dan efek samping pada pasien sehingga dapat dilakukan
perubahan umum termasuk pengurangan dosis kemoterapi atau farmakologis
intervensi untuk mencegah atau mengobati keracunan.
2. Mempersiapkan pengobatan lini kedua apabila terjadi peningkatan progres pada
penyakit. Jika regimen yang digunakan tidak tercapai dengan 3 agen yang digunakan
pada kahir induksi, pasien dapat dirawat dengan agen tambahan (2-4 minggu
daunorubisin dan prednison).
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A., dkk, 2001, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Burns, M.A.C., Terry, L.S., dan Barbara, G.W., 2016, Pharmacotherapy Principles &
Practice 4th edition, Mc Graw Hi Education : New York.
Dipiro, J.T.,Robert L.T., Gary C.Y., Barbara G.W., Gary R.M. dan L. Michael P., 2011,
Pharmacoterapy A Phatophysiologic Approach Edition 8th, Mc Grow Hill : New Yok.
Download