MODUL PERKULIAHAN Dasar-Dasar Logika Pemikiran Deduktif Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat Abstract Constructing Good Reasoning Tatap Muka 6-7 Kode MK Disusun Oleh -- Agus Susanto, M.IKom. Kompetensi - Implementing Deductive reasoning - Undertanding Deductive Validity & Rules Inferences Penalaran Deduksi Penalaran merupakan suatu proses berfikir dimana di dalam proses berfikir tersebut sangat bertolak berlakang dari pengamatan indera yang dapat menghasilkan suatu konsep dan pengertian. Didalam suatu penalaran dikenal juga menalar yaitu dimana terbentuknya suatu proposisi – proposisi atau semacam gagasan, ide yang sejenis berdasarkan jumlah proposisi yang dianggap benar, beberapa orang menyimpulkan bahwa sebuah proposisi atau gagasan yang baru sebelumnya tidak diketahui. Penyusunan alur penalaran dalam berpikir logis dapat dibedakan menjadi dua alur penalaran. Keduanya terbagi ke dalam penalaran deduktif dan induktif. Penalaran Penalaran Induktif Penalaran Deduktif Kedua penalaran tersebut memiliki perbedaan yang signifikan, Perbedaan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah pada dukungan premis terhadap konklusinya. Penalaran deduktif adalah penalaran yang konklusinya dimaksudkan sebagai penegasan apa yang tersirat dalam premisnya. Untuk menentukan sehat atau tidaknya, dengan menyelidiki semua premisnya. Jika semua premisnya betul maka penalarannya Sahih. Penalaran induktif adalah penalaran yang konklusinya dimaksudkan sebagai perluasan dari apa yang terkandung dalam premisnya. Konklusinya melampaui apa yang telah dikatakan oleh premis-premisnya. Untuk menentukan sehat atau tidaknya, bukan dengan Sahih atau tidak Sahih, namun dengan Kuat atau Lemah. Cara menentukan suatu penalaran deduktif atau induktif adalah dengan menambah premis baru yang sejenis pada penalaran tersebut. Jadi : Hasil penalaran deduktif : Sahih dan Tidak Sahih Hasil penalaran induktif : Kuat dan Lemah Validitas ‘13 2 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Contoh : Penalaran A : Angsa yang kita lihat di Surabaya berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Yogyakarta berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Kediri berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Semarang berwarna putih. Jadi : Semua angsa yang pernah kita lihat berwarna putih. Penalaran B : Angsa yang kita lihat di Surabaya berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Yogyakarta berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Kediri berwarna putih. Angsa yang kita lihat di Semarang berwarna putih. Jadi : Semua angsa berwarna putih. NO. 1 Deduktif Induktif Jika semua premisnya benar maka Jika semua premisnya benar maka konsklusinya pasti benar konsklusinya kemungkinan benar tapi belum pasti benar 2 Konsklusi hanya untuk menegaskan Konsklusi melampaui dari apa yang kembali apa yang sudah disebutkan dalam disebutkan dalam premisnya premis Perbedaan deduktif dan Induktif Dalam pertemuan ke 6 dan 7 ini akan dibahas tentang penalaran dengan metode deduktif. Pengenalan metode Deduktif ‘13 3 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Metode deduktif merupakan suatu prosedur dimana yang menerapkan suatu peristiwa atau hal – hal yang umum dimana telah diketahui atau diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang yang bersifat lebih khusus. Didalam suatu penalaran deduktif dapat kita ketahui yaitu metode ini diawali dari suatu pembentukan teori, hipotesa, definisi operasional, instrument dan operasionalisasi. Dimana dengan kata lain, untuk kita dapat memahami suatu gejala atau peristiwa terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep dan teori tentang gejala atau peristiwa tersebut dan selanjutnya kita lakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konsep dan teori merupakan salah satu kata kunci untuk memahami suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Pengertian Penalaran Deduktif Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Penalaran deduktif adalah metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Metodepenalaran deduktif ini diawali dari pembentukan a. Teori, hipotesis, b. Definisi operasional, c. Instrumen dan d. Operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan abgian dari hal atau gejala diatas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. ‘13 4 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut denganconsequence (konklusi). Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial. Pengertian Premis Mayor dan Premis Minor Premis mayor adalah pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus. Proses itu dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme merupakan proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi). Misalnya : "Semua orang akhirnya akan mati" (premis mayor). Hasan adalah orang (premis minor). Oleh karena itu, "Hasan akhirnya juga akan mati" (kesimpulan). Jadi, berfikir deduktif adalah berfikir dari yang umum ke yang khusus. Dari yang abstrak ke yang konkrit. Dari teori ke fakta-fakta. Jenis Penalaran Deduktif Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu: 1. Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor. Contoh : Premis Mayor : Tidak ada manusia yang abadi Premis Minor : Socrates adalah manusia ‘13 5 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kesimpulan : Socrates tidak abadi Hukum-hukum Silogisme Katagorik Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus parti¬kular juga, seperti: Semua yang halal dimakan menyehatkan Sebagian makanan tidak menyehatkan, Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan (Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halaldimakan). Kaedah- kaedah dalam silogisme kategorial adalah : 1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah. 2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan 3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan. 4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif. 5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif. 6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan. 7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. 8. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan. 2. Silogisme Hipotesis : Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis: 1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti: Jika hujan, saya naik becak. Sekarang hujan. Jadi saya naik becak. 2. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti: ‘13 6 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bila hujan, bumi akan basah. Sekarang bumi telah basah. Jadi hujan telah turun. 3. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti: Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti: Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan. Kaedah- kaedah Silogisme Hipotesis Mengambil konklusi dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah: 1) Jika A terlaksana maka B juga terlaksana. 2) Jika A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah) 3) Jika B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah) 4) Jika B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana Contoh : a) Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal Premis Minor: Hujan tidak turun Konklusi : Sebab itu panen akan gagal. b) Premis Mayor : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan. Premis Minor : Air tidak ada. Kesimpulan : Manusia akan kehausan. ‘13 7 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi tergantung dari premis minornya. Silogisme ini ada dua macam, silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas. Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti: la lulus atau tidak lulus. Ternyata ia lulus Jadi, la bukan tidak lulus Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti: Elsa di rumah atau di pasar. Ternyata tidak di rumah. Jadi, di pasar Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti iuas mempunyai dua tipe yaitu: 1. Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain. 2. Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain. Kaedah-kaedah silogisme alternatif : 1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid 2. Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut: a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar) Contoh : ‘13 8 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Rizki menjadi guru atau pelaut. la adalah guru. Jadi bukan pelaut b. Bila premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah) Contoh : Penjahat itu lari ke Jakarta atau ke Yogya. Ternyata tidak lari ke Yogya Jadi ia lari ke Jakarta. (Bisa jadi ia lari ke kota lain). Rizki menjadi guru atau pelaut. Ternyata ia bukan pelaut. Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang) Contoh : Premis Mayor : Ardian berada di Lentang Agung atau Bogor. Premis Minor : Ardian berada di Lenteng Agung Kesimpulan : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor. 4. Entimen : Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Entimen atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme. Menurut Aristoteles yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek. Contoh : Rumus Entimen: ‘13 9 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id PU : Semua A = B : Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat. PK : Nyoman pegawai yang baik. S : Nyoman tidak pernah datang terlambat Entimen : Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik Argumentasi dengang Menghilangkan Definisi: Argumen yang secara logis ‘menghapuskan’ (to rule out) satu per satu kemungkinan yang ada sehingga akhirnya hanya tersisa satu kemungkinan saja (yang paling kuat). Contoh: Jono pergi ke kampus atau dengan berjalan kaki atau dengan naik kendaraan umum atau dengan mobil pribadinya. Jono tidak naik kendaraan umum. Mobilnya sedang diperbaiki di bengkel. Dengan demikian, Jono pergi ke kampus dengan berjalan kaki. Argumen Matematika Definisi: Argumen yang bagian kesimpulannya diklaim sebagai tergantung sebagian atau seluruhnya pada perhitungan atau ukuran matematis yang ada di bagian premis-premisnya. Contoh: Kecepatan berjalan seorang dewasa normal adalah 5 km/jam. Jarak BSD City – Dukuh Atas lebih dari 20 km. Jadi, membutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk berjalan kaki dari BSD City ke Dukuh Atas Argumen dari definisi Definisi: Argumen yang bagian kesimpulannya dinyatakan sebagai ‘benar oleh karena definisinya’ (yang ada di bagian premis). Contoh: Betti adalah seorang tante (bibi). Jadi, Betti adalah seorang perempuan. Bona hanya bisa membaca huruf Braille. ‘13 10 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Jadi, Bona adalah seorang tuna netra. Validitas dari Argumentasi Deduktif Beberapa ciri utama dari penalaran deduktif, yaitu : 1. Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar 2. Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis. Syarat-syarat: • Jika premis-premisnya benar, maka kesimpulannya juga pasti benar. • Kesimpulan mengikuti secara niscaya dari premis-premisnya. • Premis-premis menyediakan landasan yang konklusif bagi kebenaran bagian kesimpulan. • Kebenaran dari premis-premis menjamin kebenaran dari kesimpulan. • Secara logis tidaklah konsisten untuk menegaskan (mengiyakan) semua premis sebagai benar namun menyangkal kesimpulannya. Dengan demikian: • Argumen deduktif hanya bisa bersifat valid atau tidak valid. • Argumen deduktif yang valid adalah argumen deduktif yang kesimpulannya secara niscaya mengikuti dari premis-premisnya Daftar Pustaka Cassirer, Ernest, Alois A Nugroho (alih bahasa), Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia, Gramedia, Jakarta, 1990 Hayon, Y.P, Logika Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus dan Teratur, ISTN, Jakarta, ‘13 11 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2000 Mundiri, Logika, Raja Grafindo persada, Jakarta, 2001 Soekadijo,R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif, Utama. Jakarta 2001 Gramedia Pustaka Soemaryono, E, Dasar-Dasar Logika, Kanisius, Yogyakarta, 1999 Moekijat, Dr. 1988. Pengembangan Organisasi. Bandung : CV Remadja Karya. ‘13 12 Komunikasi Organisasi Agus Susanto,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id