PRESENTASI KASUS A. Identitas Pasien - Nama : Tn SD - Jenis kel : Laki-laki - Umur : 60 tahun - Alamat : Tabang, Gulon, Salam - Tgl Masuk RS : 5 Mei 2011 - No RM : 140947 B. Anamnesis KU : tiba-tiba pingsan RPS : Sejak 2 minggu SMRS os merasa dada sering berdebar-debar, tidak ada nyeri dada dan sesak nafas, tidak ada nyeri perut, mual (-), muntah (-), pusing (-), keringat dingin (-). Batuk (+), berdahak (+), jarang-jarang. Os tidak memeriksakan keluhannya ke dokter. Hari SMRS os tiba-tiba tidak sadar, seluruh tubuh lemas, badan panas, keringat dingin (-), dada berdebar-debar (+), nyeri dada (-), nyeri perut (-), mual (-), muntah (), pusing (-), pandangan kabur (-). Lalu os dibawa ke IGD RSUD Muntilan. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat DM (+) terkontrol Riwayat dislipidemia (+) terkontrol Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat Hipertensi (-) Os merupakan seorang perokok aktif 1 Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat gejala serupa di keluarga disangkal Riwayat DM (+) kakak kandung Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat HT disangkal C. Pemeriksaan Fisik 05/05/2011 ( Saat masuk RS) KU : lemah, somnolen TD : 100/61 mmHg Cor/pulmo : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Ekstrimitas : dalam batas normal Pemeriksaan laboratorium tanggal 5 Mei 2011 WBC : 4,85 GDS : 561 Hb : 15,3 Ureum : 196 Ht : 42,2 Creatinin : 3,1 MCV : 87,0 Asam urat : 6,7 MCH : 31,5 Kolesterol : 276 MCHC : 36,3 Trigliseride : 634 PLT SGOT : 51 SGPT : 66 : 46 Urin rutin Makroskopis Warna : kuning Kekeruhan : jernih Kimia : Glukosa : +4 2 Protein :± Bilirubin : (-) Urobilinogen : normal PH : 5,5 BJ : > 1,030 Blood :± Keton : +1 Leukosit : (-) Nitrit : (-) Sedimen Epithel squamosa : 0-2 Leukosisit : 01-2 Eritrosit : 0-2 Silinder : (-) Kristal : (-) Bakteri : (-) Roentgen Thorax: Lesi opak pada apek pulmo kiri Lesi opak suprahiler kiri COR < 0,05 Kesan : bronkopneumoni kiri DD : Proses TB EKG : irama sinus, regular, HR : 120-140, aksis normal, zona transisi di V4 Kesan : sinur takikardi 3 Tanggal 12 Mei 2011 KU : lemah, CM TD : 120/70 N : 140 x/menit RR : 24 x/menit S : 140 x/menit - Ceph : CA +/+, SI -/-, pupil isokor 3mm/3mm, nafas bau keton (-) kaku kuduk (-) - Thorax: Pulmo : Inspeksi simetris, retraksi dada (+), ketinggalan gerak (-) Palpasi simetris (+), ketinggalan gerak (-), vocal vremitus kanan=kiri Perkusi sonor / sonor Auskultasi SD : vesikuler +/+ ST : ronki (-) wheezing (-) Inspeksi iktus kordis tak kuat angkat Palpasi iktus kordis teraba di SIC 5 Auskultasi S1S2 reguler, takikardi, bising (-) Cor : - Abdomen : Inspeksi : lebih tinggi dari dada, tak tampak pembesaran organ ataupun Auskultasi : BU (+) normal Perkusi : Timpani (+) Palpasi : supel (+), turgor kulit dbn, pembesaran organ (-),asites (-) massa - Ekstrimitas : akral hangat, edema -/-/-/- GDS : 490 4 D. Assasmen : Hiperglikemia : ketoasidosis diabetikum Hiperosmolar non ketotik E. Terapi : Drip insulin esuai algoritme Infuse NaCl 0,9% 20 tpm Injeksi ceftriaxone 1 gr/8 jam Injeksi ranitidine 1 A/ 12 jam Prorenal 3 x I Lapibros 1 x I (malam) Alopurinol 100 mg 1 x I Paracetamol 3 x 1 Balance cairan nol sampai dengan + 500 cc. 5 TINJAUAN PUSTAKA KOMA HIPERGLIKEMI A. PENDAHULUAN Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan keadaan serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Koma hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni. B. DEFINISI Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah. Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun 1970-an. Ketoasidosis diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut noninsulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga. Sindrom hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) /hiperosmolar non ketotik (HONK) ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar, tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. 6 Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10%. Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu spectrum dekompensasi metabolic pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis. Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar glucosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate. HONK pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun 1957. HONK didefinisikan sebagai hiperglikemia extrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan. Serum dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glucose (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2,8. Nilai normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air. Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1:2, bikarbonat serum > 20 mEq/L, dan pH arterial > 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat dari pada KAD; kadar glucosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik. HONK lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat. C. EPIDEMIOLOGI Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian HONK <1%. Pada penelitian retrospektif oleh Wachtel dan kawan-kawan ditemukan bahwa dari 613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45% HONK dan 33% 7 merupakan campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian tersebut ternyata sepertiga dari mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD dan HONK, adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan hiperglikemia hiperosmoler (HONK) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya lebih buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia > 79 tahun .Untuk kasus HONK mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan 35% pada mereka yang berusia >84 tahun. Empatpuluh % pasien yang tua yang mengalami krisis hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes. D. ETIOLOGI Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing. E. FAKTOR PENCETUS Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan HONK. Disamping itu pemberian insulin dengan dosis yang tidak adekuat, juga merupakan faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor 8 pencetus lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru dan infark miokard. Berbagai jenis obat dapat pula mengganggu metabolisme karbohidrat, antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat β dan β adrenergik serta diuretik , sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan HONK terutama pada penderita usia lanjut. Disamping itu pada penderita DM tipe 1 onset baru biasanya terdiagnosis pertama kali karena KAD. HONK juga dapat terjadi pada penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi hiperglikeminya dan kurang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat diperlukan. Pada penderita DM tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga terjadi gangguan selera makan dapat pula menjadi faktor pemicu KAD yang berulang. F. PATOGENESIS Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi insulin makin kurang. Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan osmolaritas extracellular. Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, SHH 9 mungkin disebabkan oleh konsentrasi hormone insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar. Ada sekitar 20 % pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui sebelumnya, 80 % dikenali adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20 % pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus. KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi gula hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan derajat berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: Akibat hiperglikemia Akibat ketosis 10 Walaupun sel tubuh tidak dapat menurunkan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada 11 jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal 3HB meliputi 75-85 % dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskupin sudah tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus menerus produksi glukosa. Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis lemak, menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong oksidasi melalui siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan energi utama sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin. Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin pada manusia. Manifestasi utama penyakit diabetes melitus adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; 2). Berkurangnya penggunaan glukosa oleh pelbagai jaringan, dan 3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati. Masing-masing peristiwa ini akan dibicarakan lebih rinci dibawah ini. 12 Factor yang memeluiai timbulnya HONK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan intravascular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar gluksoa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin. Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HONK tidak mengalami ketoasidosis, nmaun tidak dimketahui dengan jelas alasannya. Factor yang diduga ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan hiperosmolar,kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap glucagon. Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer perifer termasuk oleh sel otot jaringan dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa glikogen 13 pada otot dan hati, dan stimulasi glucagon pada sel hati, dan stimulasi glucagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat oral. Hiperglikemi mengakibatkan timbulnya diuresis osmotic, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menerus menambah glukosa, kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan meningkatnya konsentrai protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretic. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus. Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovelemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu stadium akhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi. G. MANIFESTASI KLINIS Polifagi. Polidipsi Poliuri. Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering Rasa kesemutan, kram otot Visus menurun Penurunan berat badan Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh 14 Sekitar 80 % pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagaia derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuria dan polidipsia sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastro-paresis-dilatasi lambung. Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Keluhan pasien HONK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang bila dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstrimitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. Secara klinik HONK sulit dibedakan dengan KAD terutama bila kadar laboratorium seperti glukosa darah, keton dan analisa gas darah belum ada hasilnya. Berikut ini adalah beberapa gejala dan tanda: 15 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan. Hampir separuh apsien tidak mempunyai nriwayat DM atau DM tanpa insulin. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap oenyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit Chusing. Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain thiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin, dan haloperidol (neuroleptik). Mempunyai factor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, penkreatitis, koma hepatic dan operasi. H. DIAGNOSIS Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik : Proses terjadinya HONK biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari sementara timbulnya episode KAD terjadi secara mendadak. Walaupun gejala dari DM yang tidak terkontrol baik dapat terjadi dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas dari KAD biasanya terjadi dalam waktu yang singkat (kurang dari 24 jam). Temuan laboratorium awal pada pasien HONK adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg/dL) dan omolaritas serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonuria ringan atau tidak. Separuh apsien akan menunjukkan asidosis metabolic atau anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkann diagnosis diferential asidosis laktat atau penyebab lain. Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan 16 asidosis dapat dipakai kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Langkah pertama yang harus diambil pada paasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan. Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi kadar HCO3-, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan kadar AcAc dan laktat serta 3HB. Kriteria diagnosis KAD: a. kadar glukosa > 250 mg% b. pH < 7,35 c. HCO3- rendah d. Anion gap yang tinggi e. Keton serum positif Baik pada KAD maupun HONK , dapat ditemui gambaran klinis yang klasik meliputi: - poliuri, polidipsi dan polifagi - penurunan BB dalam waktu singkat - mual muntah - nyeri perut - dehidrasi - badan lemas 17 - penglihatan kabur - gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : - Turgor yang kurang, bibir dan kulit kering - Pernafasan Kussmaull ( pada KAD ) - Takhikardi - Hipotensi - Syok hipovolemik - Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma Lebih dari 25% penderita KAD mengalami muntah yang dapat berwarna hitam kecoklatan yang pada endoskopi terlihat adanya gastiris erosive karena stress ulcer. Perubahan status mental dapat bervariasi mulai dari sadar penuh pada kasus ringan sampai letargi atau koma pada kasus yang berat. Walaupun infeksi merupakan faktor pemicu utama terjadinya KAD atau HONK, pada pengukuran suhu tubuh dapat menunjukkan suhu tubuh yang normal (normotermik) atau bahkan hipotermik, terutama karena adanya vasodilatasi perifer. Hipotensi merupakan petanda prognosis yang jelek pada kedua komplikasi ini. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan laboratorium pertama yang harus dilakukan pada pasien2 yang dicurigai KAD atau HONK meliputi : - Pemeriksaan kadar glukosa darah plasma, ureum, kreatinin dan keton serum, elektrolit, osmolalitas, urinalisis, keton urin, analisa gas darah, darah rutin lengkap dan Elektrokardiografi - Biakan urin, darah dan usap tenggorok dilakukan untuk pertimbangan pemberian antibiotika yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi. - Pemeriksaan HbA1c (A1c) bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut dari krisis hiperglikemi ini terjadi akibat kulminasi dari proses perjalanan penyakit 18 DM yang tidak terdiagnosis sebelumnya atau tidak terkontrol baik atau murni merupakan episode akut dari DM yang selama ini terkontrol baik. Kebanyakan pada pasien dengan krisis hiperglikemik ditemukan adanya lekositosis. Kadar natrium serum biasanya mengalami penurunan karena perubahan aliran air dan elektrolit dari ruang intravaskuler menuju ekstraseluler akibat adanya hiperglikemi. Kadar kalium serum dapat mengalami peningkatan karena perpindahan kalium ekstraseluler akibat defisiensi insulin, hipertonisitas dan asidemia. Penderita yang pada saat pertama kali datang dengan kadar kalium yang normal rendah atau rendah, sebenarnya sudah menunjukkan defisiensi kalium yang berat sehingga memerlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan gangguan fungsi jantung sehingga perlu diberikan suplemen kalium yang cukup untuk mencegah terjadinya aritmia jantung. Terjadinya stupor atau koma pada penderita DM tanpa adanya kelainan osmolalitas perlu segera dipertimbangkan adanya penyebab lain dari perubahan status mental ini. Osmolalitas efektif dapat dihitung dengan rumus : 2 [Na+(mEq/l)] + glucose(mg/dl)/18 Kriteria diagnosis Ketoasidosis dan Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik Ketoasidosis Diabetik Sedang Berat > 250 > 250 Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik > 600 7,00<7,24 10-<15 <> > 7,30 <> > 15 Positif Positif Positif Positif Bervariasi Bervariasi Positif Positif Bervariasi Sedikit/negative Sedikit/negative > 320 > 10 Sadar >12 <12 Stupor/Coma Stupor/Coma Ringan Glukosa (mg/dl) pH arteri Plasma > 250 Bikarbonat Serum (mEq/l) Keton urin Keton Serum Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) Anion gap Sensorium 7,25-7,30 15-18 > 12 Apatis 19 I. DIAGNOSIS BANDING Tidak semua pasien dengan ketoasidosis disebabkan karena DM. Ketosis akibat kelaparan dan alcoholic ketoacidosis dapat dibedakan dengan KAD dari anamnesis riwayat menderita DM dan pemeriksaan kadar glukosa plasma yang tidak terlalu tinggi (jarang melebihi 250 mg/dl) bahkan sampai hipoglikemi. Pada ketosis akibat starvasi (kelaparan yang berat), kadar bikarbonat serum biasanya tidak lebih rendah dari 18 mEq/l. J. PENATALAKSANAAN Kebehasilan pengobatan KAD dan HONK membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah perlu dilakukan monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan baik. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah: a. Penggantian cairan dan garam yang hilang b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin. c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Perawatan umum Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; 5 di antaranya ialah: a. Cairan b. Insulin c. Garam d. Kalium 20 e. Glukosa Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD teratasi dan stabil. Cairan Untuk mengatasi dehidrsi digunkaan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5 % atau 10 %). Insulin a. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh sekitar 2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel. 2 21 Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberikan infus D5% 100cc/jam. Setelah itu, bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit insulin reguler (RI) dalam spuit berukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan NaCl 0,9 % hingga mencapai 50 cc (1 cc NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit insulin/jam, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc/jam. Dapat pula diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti setiap 2 cc NaCl = 1 unit RI. Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc larutan NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat juga 6 unit atau angka lain, sebab nantinya akan diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0.9%. Bila dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka dalam botol infus yang berisi 12 unit RI, diatur kecepatan tetesan 12 jam/botol, sehingga 12 unit RI akan habis dalam 12 jam. Bila dibutuhkan 2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan diatur sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan makro = 60 tetesan mikro.2 Pemberian insulin infus intravena dosis rendah 4–8 unit/jam menghasilkan kadar insulin sekitar 100 uU/ml dan dapat menekan glukoneogenesis dan lipolisis sebanyak 100%.2 Cara pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan dosis besar secara berkala atau intermiten. 2 22 b. Insulin intramuskular Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian insulin secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara pemberian infus intravena berkelanjutan. Terapi insulin intramuskular dosis rendah (5 unit) yang diberikan secara berkala (setiap 1–2jam) sesudah pemberian insulin dosis awal (loading dose) sebesar 20 m juga merupakan cara terapi insulin pada pasien KAD. Cara tersebut terutama dijalankan di pusat pelayanan medis yang sulit memantau pemberian insulin infus intravena berkelanjutan. Pemberian insulin intramuskular tersebut dikaitkan dengan kadar insulin serum sekitar 60–90 μU/dL. Panduan cara pemberian insulin pada pasien KAD dan HONK dewasa 23 c. Insulin subkutan Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun, untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin intramuskular. Cara Pemberian Terapi Insulin Subkutan Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50–75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati. 2 Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk. 2 24 Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam pertama. 2 Kalium Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut. Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat. Glukosa Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu dditekankan di sini bahwa tujuan 25 terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis. Bikarbonat Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah: a. Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat. b. Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan c. Hipertonis dan kelebihan natrium d. Meningkatkan insidens hipokalemia e. Gangguan fungsi serebral f. Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton. Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat. Pengobatan Umum Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting. Pengobatan umum KAD, terdiri atas: 1. Antibiotika yang adekuat 2. Oksigen bila PO2 < 80 mmHg 3. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l) Pemantauan Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan: 1. kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer 26 2. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaa. 3. Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil 4. Vital Sign tiap jam 5. Keadaan hidrasi, balance cairan 6. Waspada terhadap kemungkinan DIC Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. Penatalaksanaan HONK: Penatalaksanaanya serupa dengan KAD, hanya cairan yang dibutuhkan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). pemantauan kadar glukosa darah lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respon penurunan kadar glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak disertai kelainan organorgan lainnya. Penatalaksanaan HONK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi pasien dan responnya terhadap terpai yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat, dan sebagian besar pasien tersebut sebaiknya dirawat diruang rawat intensif atau intermediate. Penatalaksanaan HONK meliputi 5 pendekatan: 1. Rehidrasi intravena 2. Penggantian elektrolit 3. Pemberian insulin intravena 4. Diagnosis dan managemen factor pencetus dan penyakit penyerta 5. Pencegahan 27 1. Cairan Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HONK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan deficit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonic akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis myelin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik. Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi dan terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vascular dan peningkatan mortalitas. Pada awal terapi, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indicator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika kadar glukosa darah tidak bias diturunkan sebesar 75 – 100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal. 2. Elektrolit Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien harus dimonitor. Jika kadar kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai kadar kalium setidaknya 3,3 mEq per L), kadar kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya kadar kalium ini perlu dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar awal kalium antara 3,3 – 5,0 meq per L, maka 20-30 28 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan kadar kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L. 3. Insulin Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vakular, atau kematian. Insulin sebaiknya dengan bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB perjam sampai kadar glukosa darah turun antara 250 mg/dl (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per dL. Jika kadar gluksoa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis insulin secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar. 4. Identifikasi dan eliminasi factor penyebab Walaupun tidak direkomendasikan untuk emmberikan antibiotic kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotic dianjurkan ambil menunggu hasil kultur pada paien usia lanjut dan pada pasien dengan hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan kadan c-reaktif protein dan interleukin 6 merupakan indicator awal sepsis pada pasien dengan HONK. 29 K. KOMPLIKASI Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/HONK dan komplikasi akibat pengobatan. Penyulit KAD dan HONK yang paling sering adalah hipoglikemia dalam kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup dengan insulin subkutan. Biasanya, pasien yang sembuh dari KAD menjadi hyperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan saline berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non anion gap yang sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang 30 dalam bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia ini adalah sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi gagal ginjal akut atau oliguria yang ekstrim. Edema cerebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan komplikasi KAD yang fatal, dan terjadi 0.7–1.0% pada anak-anak dengan DKA. Umumnya terjadi pada anak-anak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapi juga dilaporkan pada anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur duapuluhan. Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada HONK. Secara klinis, edema cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradycardia, dan gagal nafas. Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi sangat cepat walaupun papilledema tidak ditemukan Bila terjadi gejala klinis selain dari kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan hanya 7–14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan osmolaritas dari air pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas dengan cepat pada terapi KAD atau HONK. Kurangnya informasi yang berhubungan dengan angka morbiditas edema cerebral pada pasien orang dewasa; oleh karena itu, rekomendasi penilaian untuk pasien orang dewasa lebih secara klinis, daripada bukti ilmiah. Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada pasien dengan resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsurangsur dengan perlahan pada pasien yang hyperosmolar (maksimal pengurangan osmolaritas 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1) dan penambahan dextrose dalam larutan hidrasi saat glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Pada SHH, kadar glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dl sampai keadaan hiperosmoler dan status mental perbaikan, dan pasien menjadi stabil. Hypoxemia dan edema paru-paru yang nonkardiogenik dapat terjadi 31 saat terapi KAD. Hypoxemia disebabkan oleh suatu pengurangan dalam tekanan osmotic koloid yang mengakibatkan penambahan cairan dalam paru-paru dan penurunan compliance paru-paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai suatu gradien oksigen alveoloarteriolar yang lebar pada saat pengukuran analisa gas darah awal atau ditemukannya ronkhi saat pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi untuk terjadinya edema paru. Peningkatan kadar amilase dan lipase yang non spesifik dapat terjadi pada KAD maupun SHH. Pada penelitian Yadav dan kawan-kawan, peningkatan amilase dan lipase terjadi pada 16 – 25% kasus KAD. Kadar amilase dan lipase dapat meingkat sampai lebih dari 3 kali nilai normal tanpa bukti klinik dan CTscan pankreatitis. Walaupun demikian, pankreatitis akut dapat juga terjadi pada 10 – 15% kasus KAD. Dilatasi gaster akut akibat gastroparesis yang diinduksi oleh keadaan hipertonisitas merupaka komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat fatal. Pada keadaan ini risiko untuk terjadinya perdarahan gastrointestinal lebih besar. Mungkin diperlukan dekompresi dengan naso-gastric tube dan pemberian agen-agen penurun asam lambung sebagai tindakan profilaksis. L. PENCEGAHAN Banyak kasus KAD dan HONK dapat dicegah dengan perawatan medic yang baik, edukasi yang sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan selama belum timbulnya penyakit. Sick-day management harus mendapat perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada 1)kapan menghubungi sarana pelayanan kesehatan 2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin selama penyakit, 3) mengobati demam dan infeksi, dan 4) inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan garam. Yang paling penting, pasien harus dinasehatkan untuk tidak pernah menghentikan insulin dan untuk mencari dokter saat mulai sakit . Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien dan anggota keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti 32 mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya HONK dalam kaitan dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obatobatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat mengurangi kejadian dan beratnya HONK. 33 KESIMPULAN 1. Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. 2. Koma hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. 3. Pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium, sedangkan keluhan pasien HONK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang bila dibandingkan dengan KAD. Secara klini sulit dibedakan. 4. Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (≥ 250 mg/dL), ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3), sedangkan pada HONK pasien HONK adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg/dL) dan omolarita serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]). 5. Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan asam basa, serta mengobati faktor pencetus. 6. Prinsip terapi KAD terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan bikarbonat. 7. Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut hipoglikemia, hiperkloremia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia. 34 ialah DAFTAR PUSTAKA 1. Augusta L. Arifin ,dkk. 2010.Krisis Hiperglikemia Pada Diabetes Melitus. Bagian Ilmu Penyakit RS.Dr.Hasan Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Sadikin Bandung. 2. Syahputra Dr. MHD.. 2003. Diabetik Ketoasidosis. Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 3. Sudoyo W, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009. P 1906-1910 4. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus. 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738– 770 5. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus :Theory and practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam, Elsevier,1997, 827-844. 6. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102 35