Uploaded by dyahsanti999

Klasifikasi tumbuhan kelompok 2 Biologi 3

advertisement
BIOSISTEMATIKA TUMBUHAN
KLASIFIKASI TUMBUHAN DAN HIRARKI TAKSONOMI
Dosen pengampu : Sekar Jati Pamungkas, M.Pd.
Disusun oleh :
Siti Lailatul Khotijah (1910305007)
Nadifa Hafsa Novitami(1910305085)
Bella Shafa Mazaya
(1910305025)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang yang telah
melimpahkan banyak rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Biosistematika Tumbuhan yang berjudul
“Klasifikasi Tumbuhan dan Hirarki Taksonomi”
dengan baik dan tepat waktu.
Dukungan dari berbagai pihak turut ikut serta dalam penyusunan makalah ini. Sehingga
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penyusunan makalah “Klasifikasi Tumbuhan dan Hirarki Taksonomi”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal tersebut karena
keterbatasan kami dalam kemampuan dan pengetahuan. Sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan pembaca
umumnya maupun bagi penulis khususnya.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh terima kasih dan
semaoga Allah Swt memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Magelang 12 September 2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Taksonomi merupakan cabang ilmu dari biologi yang masih digunakan pada kehisupan
sehari – hari, unsur – unsur taksonomi secara langsung ataupun tidak, akan selalu ada pada
kehidupan manusia sampai saat ini. Keanekaragaman sifat dan ciri yang dimiliki suatu
makhluk hidup yang menggambarkan keanekaragaman potensi dan manfaat yang dapat
digali, bila data dan informasi ilmiah mengenai sumber daya hayati belum sepenuhnya dapar
diungkap maka kepunahan suatu makhluk hidup sama artinya dengan kehilangannya
kesempatan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki makhluk hidup tersebut. Sepasang
gen yang ikut hilang bersama peristiwa kepunahan itu memungkinkan mempunyai potensi
dan manfaat yang tidak akan dijumpai lagi pada makhluk hidup yang lain.
Filogeni tidak sepenuhnya sama dengan kladistika (sistematika filogenetik), namun
banyak menggunakan metode-metode dan konsep yang dipakai di dalamnya. Kladistika
banyak dipakai untuk merumuskan keterkaitan filogenik dalam bentuk diagram pohon,
namun di dalam filogeni dipelajari pula anatomi perbandingan dari berbagai organisme.
Penggolongan ini tidak hanya dapat menyangkut soal penamaan dan pencarian saja, tetapi
dapat berkaitan juga dengan masalah pencarian dan penentuan hubungan kekeluargaan
antara tumbuhan satu sama lainnya, pada setiap individu tumbuhan dianggap termasuk pada
sejumlah takson yang dimana jenjang tingkatannya beruruta, maka demikian suatu kesatuan
dapat dibagi pada kesatuan – kesatuan berikutnya yang tingkatannya lebih rendah.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep klasifikasi tumbuhan dan hirarki taksonomi?
2. Bagaimana kronologi perkembangan sistem klasifikasi tumbuhan?
3. Bagaimana kaidah tata nama tumbuhan dan penerapannya?
4. Bagaimana konsep filogeni?
5. Bagaimana cara mengonstruksi pohon filogeni (dendogram dan kladogram)?
6. Bagaimana cara mengontruksi pohon filogeni?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep klasifikasi tumbuhan dan menjelaskan hirarki
taksonomi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kronologi perkembangan sistem klasifikasi tumbuhan.
3. Mahasiswa mampu memahami kaidah tata nama tumbuhan dan mampu menerapkan
kaidah tersebut.
4. Mahasiswa mampu memahami konsep filogeni.
5. Mahasiswa mampu memahami cara mengonstruksi pohon filogeni (dendogram dan
kladogram).
6. Mahasiswa terampil mengontruksi pohon filogeni.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan sejarah klasifikasi tumbuhan
A. Konsep klasifikasi tumbuhan
Proses yang dapat mengatur tumbuhan dalam setiap tingkatan pada satu kesatuan,
klasifikasi dapat dicapai dengan cara menyatukan golongan – golongan yang berbeda.
Hasil dari suatu proses ini sistem klasifikasi yang diciptakan sebagai pernyataan
hubungan kekerabatan jenis – jenis makhluk hidup antara satu sama lainnya. Pemakain
dan pengertian klasifikasi ini sering kali digunakan untuk proses pengaturan maupun
sebagai sistem yang dihasilkan, pada praktik sehari – hari. Penggolongan ini tidak hanya
dapat menyangkut soal penamaan dan pencarian saja, tetapi dapat berkaitan juga dengan
masalah pencarian dan penentuan hubungan kekeluargaan antara tumbuhan satu sama
lainnya. Pada setiap individu tumbuhan dianggap termasuk pada sejumlah takson yang
dimana jenjang tingkatannya beruruta, maka demikian suatu kesatuan dapat dibagi pada
kesatuan – kesatuan berikutnya yang tingkatannya lebih rendah.
Sistem klasifikasi berdasarkan perawakan atau habitus, kemudian digantikan
dengan sistem numerik, dilanjutkan dengan sistem kekerabatan filogenetik, pada masa
sekarang ini dengan pesatnya perkembangan teknologi, peralatan optik, dan komputer
berdampak pada pesatnya perkembangan ilmu taksonomi, demikian pula sejalan dengan
perkembangan ilmu biologi molekuler sangat mempengaruhi sistem klasifikasi modern,
sistem klasifikasi dapat dikelompokkan menjadi 4 pendekatan, yaitu klasifikasi buatan,
alam, filogeni, dan molekuler. Kadang-kadang satu sama lain saling bertautan sehingga
batas perbedaannya cenderung tidak jelas, urut-urutan timbulnya sistem klasifikasi itu
serta kesempurnaan ilmiah sistem-sistem yang dihasilkannya sejalan dengan
perkembangan botani secara keseluruhan, jadi berhubungan erat dengan kemajuan
pengetahuan manusia tentang tumbuh-tumbuhan.
Sistem klasifikasi filogenik yang digunakan sebagai urutan klasifikasi pada urutan
sistem klasifikasi filogeni, suatu takson anggota – anggotanya saling berkerabat antara
satu sama lainnya, itu sebabnya mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama
dengan melalui suatu prises evolusi, yang dipakai dengan dasar terutama pada hubunga
kekerabatan dan sifat primitive atau majunya suatu takson, sejarah taksonomi tumbuhan
diberikan mulai pada awal perkembangan taksonomi hingga keadaan mutakhir.
B. Sejarah klasifikasi tumbuhan
1. Periode sistem klasifikasi berdasarkan perawakan
Sistem klasifikasi dikembangkan oleh orang Yunani hingga bertahan sampai 10
abad, tumbuhan ini diklasifikasikan hanya dengan perawakannya, yaitu pohon, semak,
herba, dan tumbuhan pemanjat, sampai dengan pertengahan abad ke XVIII yang
merupakan satu – satunya sistem klasifikasi yang diterapkan adalah sistem klasifikasi
buatan yang oleh Theophrastus (370 – 285) dan diakui sebagai bapak botani. Selain
dapat membedakan tumbuhan dari perwakilan yang telah dikenal pula daur hidup, yaitu
semusim (annual), dua musim (biannual), atau tahunan (perennial), Theophrastus juga
dapat membedakan bunga majemuk tidak terbatas (intermediet) dan terbatas
(deteminate), serta perbedaan posisi ovarium.
Theophrastus bersahabat dengan Alexander de Great yang telah banyak
menaklukkan Negara – Negara dibelahan bumi sebelah timur, kemudian Alexander
membawakan tumbuhan yang tidak dikenal, dan tumbuhan ini diteliti untuk pertama
kalinya oleh Theophrastus, yaitu tumbuhan kapas, kayu manis, lada, pisang, dll. Lalu
bukunya yang berjudul Historia Plantarum yang berisika tentang pengklasifikasian dan
pembuatan pertelaan 480 jenis tumbuhan, buku ini diakui sebagai tanda dimulainya
botani ilmiah juga sekaligus merupakan karya tertulis paling tua. Theophrastus sangat
bejasa, dia juga menelaah perkecambahan biji dan pertumbuhan semai, serta
menunjukkan bagaimana biji-biji yang bermacam-macam itu berkecambah, ia juga
menyatakan bahwa akar merupakan struktur awal yang muncul dari semua proses
perkecambahan biji – bijian. Selain itu juga ia mengklasifikasikan daun – daun dan
meneliti penataan daun pada batang. Meskipun ia telah bekerja berabad – abad sebelum
penemuan alat – alat optic dan mikroskop, pada bagian dalam tumbuhan dipelajarinya
dengan cermat.
Selain Theophratus ada juga ilmuah dari Timur tengah yang menuliskan karya
besar berjudul Canon Medicine yang berisi tumbuhan obat-obatan yang berguna bagi
kesehatan, setelah Theophrastus berabad-abad kemudian banyak ilmuan yang juga
mengembangkan klasifikasi berdasarkan perawakan, seperti Otto Brunsfels (1464-1534),
dan sebagainya.
2. Periode sistem klasifikasi buatan dan klasifikasi numeric
Sistem klasifikasi yang berdasarkan perwakan telah muncul sebelumnya
digantikan oleh sistem klasifikasi buatan yang telah didasari atas pemikiran Carolus
Linnaeus (1707 - 1778), pada sistem Linnaeus yang dikenal sebagai sistem “seksual”
karena memusatkan perhatiannya pada sejumlah benang sari dan hubungan antara
benang sari satu sama lainnya dan pada bagian – bagian bunga lainnya. Sistem ini
mengenalkan adanya 24 kelas untuk menampung dunia tumbuhan yang telah
diklasifikasikan berdasarjab jumlah, posisi, pengaturan dan panjang benang sari, lali
kelas – kelas tadi dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yang diurutkan berdasarkan
sifat – sifat putik bunganya, karena mengaikan ciri morfologi.
Maka pengelompokan yang telah disusun berdasarkan alat reproduksi seksual
tumbuhannya yang menghasilkan suatu sistem yang kaku dan tidak alamiah, tetapi
penggunaannya terasa sangat besar dapat memudahkan identifikasi atau determinasi
tumbuhan, karena cara mengklasifikasikannya berdasarkan pada jumlah alat kelamin
maka dikenal pula sebagai sistem numeric.
Pada tahun 1760 sistem Linnaeus dapat digunakan secara luas di Negara Belanda,
Jerman, dan Inggris, tetapi sistem ini tidak pernah dipergunakan di Negara Prancis,
karena sistem yang telah dipakai di Prancis ialah sistem de Tourneford sampai pada
saatnya digantikan oleh sistem yang berasal dari de Jussieu, pada meninggalnya
Linnaeus, penerus sistem Linnaeus dilanjutkan oleh anaknya, yaitu carl yang dimana
juga seorang ahli botani menggantikan jabatan ayahnya disebuah universitas.
3. Periode sistem klasifikasi berdasarkan kekerabatan
Antonie Laurent de Jussieu (1748 – 1836) mengusulkan, sistem klasifikasi yang
baru untuk menyempurnakan pada sistem yang dibuat oelh pamannya, de Jussieu juga
membuat suatu bentuk kekeluargaan pada suku Ranunculaceae, yang dimana merupaka
suatu awal era sistem alam yang diklasifikasikan menjadi, yaitu acotyledoneae,
monocotyledoneae, dan dicotyledoneae, lalu dipecah lagi menjadi 5 kelompok yang
berdasarkan ciri korola, yaitu apetaleae, petaleae, monopetaleae, polypetaleae, dan
diclinae.
Dampak dari perkembangan ilmu optic yang sangat besar berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu botani, pada sejarah taksonomi tumbuhan ditandai dengan
munculnya sistem klasifikasi alam berdasarkan sesuai hubungan kekeluargaan dan
banyak nya persamaan pada bentuk yang terlihat, pada usulan klasifikasi terbaru ini
terbit pada tahun 1789, diterbitkan dalam bukunya yang berjudul Genera Plantarum,
yang dimana tumbuhan berbunga dikelompokkan menjadi 15 kelas dan dibagi lagi
menjadi 100 ordo (Ordines natural), yang dimana masing – masing dibedakan, diberi
nama, dan dipertelakan (perincikan). Yang diperlukan kepada semua kelas kecuali yang
pertama dan terakhir karena merupakan angiospermae,
4. Periode sistem klasifikasi berdasarkan filogeni
Sistem klasifikasi filogeni diusulkan para ahli botani yang sudah dapat dibagi
menjadi dua gologan besar, yaitu “aliran Engler” dan “aliran Ranale” sistem klasifikasi
aliran Engler yang dibuat oleh Adolph Engler ( 1844 – 1930) yang telah dipakai banyak
orang karena bukunya yang terkenal, pada tahun 1892 beliau mempublikasikan bukunya
dengan cara memakai dasar klasifikasi dari Eichler yang, lalu banyak digunakan oleh
para ahli botani di dunia. Yang membedakan dengan sistem Eichler karena lebih detil
dan lebih banyak membahas tentang tatanama dari kategori utama dibandingkan filosofi
atau dasar – dasar pada konsep yang dimana kategori tersebut dikembangkan.
Sejak terbitnya buku The Origin of Species dan menerima teori evolusi yang
diterbitkan oleh Darwin, muncul lah ketidakpuasan dengan sistem de Candolle, sistem
yang dimunculkan pada periode ini yang sudah memasuki unsu proses evolusi, lalu
dapat diterima oleh para ahli biologi bahwa kehidupan yang pada zaman sekarang
merupakan hasil dari proses evaluasi. Sistem klasifikasi ini mengklasifkasikan tumbuhan
dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang kompleks, dan hampir semua sistemnya
telah mempertimbangkan hubungan genetic dari nenek moyang, pada sistem
klasifikasinya jenis – jenis yang digunakan tidak lagi sesuatu yang statis, dan tidak
berubah – ubah, melainkan merupakan inovasi yang bervariasi, dinamis, selalu
mengalami perubahan dan ditandai sebagai keturunan jenis yang sudah pernah ada
sebelumnya.
Suatu takson memiliki anggota saling berkerabat erat antara satu sama lainnya
karena berasal dari satu nenek moyang yang sama dengan melalui proses evolusi. Pada
sistem filogeni susunan klasifikasi sekaligus menunjukan susunan filogeninya, dasar
yang digunakan awal ialah hubungan kekerabatan dan memiliki sifat primitive serta
majunya suatu golongan dan pada sistem ini berkembang dengan cepat terutama dengan
diterimanya teori Darwin secara luas, upaya dalam menemukan hubungan filogenetik
dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan organismen yang hidup kedalam suatu
susunanan mulai dari bentuk yang paling primitive sampai dengan bentuk yang paling
maju.
5. Periode sistem klasifikasi molekuler
Sistem klasifikasi, sifat dar hasil kerja data molekuler dapat mendukung data lain
seperti morfologi dan anatomi, yang sehingga memingkinkan para ahli sistematika dapat
memilih diantara hipotesis kekerabatan yang telah diajukan dan memungkinkan
menempatkan taksa yang masih menjadi masalah, tetapi pemakaian data molekuler
jarang menemukan hal baru, tipe data yang telah banyak digunakan dalam sistematika
molekuler meliputi sekuen asam amino dalam protein dan skuen nukleotida dalam asam
nukleat.
Kemajauan pada teknik biologi molekuler baru menambahkan kelengkapan data
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh ahli sistematika pada golongan tumbuhan, pada
suatu pendekatan dalam menginterpretasikan kekerabatan antara organisme dengan
menggunakan
data
molekuler
yang
berupa
data
makromolekul
yang
telah
menciptakansistem klasifikasi berbasis molekuler, dengan menggunakan data molekuler
pada sistematika tumbuhan sering dianggap lebih baik karena memiliki beberapa alasan,
yaitu :
1. Sekuen protein dan DNA umumnya berevolusi lebih teratur sehingga memudahkan
dalam membuat model matematika untuk pengolahan datanya.
2. Data molekuler lebih sesuai dengan perlakuan kuantitatid.
3. Kerna sekuen DNA dan Rna terdiri dari empat macam nukleotida, maka jumlah data
molekuler lebi melimpah
4. Data molekuler merupakan data genetic yang lebih baik untuk analisa kekerabatan,
dan
5. Data molekuler terbuka untuk berbagai macam organisme sehingga dapat digunakan
untuk membandingkan organisme pada tingkat kekerabatan jauh atau antara
organisme dengan karakter morfologi yang sangan berbeda. Selain itu, dengan teknik
molekuler memungkinkan dapat diperolehnya data rincian fosil sebagai pembanding
karakter tumbuhan yang masih hidup dengan tumbuhan fosil yang diduga sebagai
nenek moyangnya.
Data molekuler memungkinkan tidak menyediakan hasil yang palingakurat
tentang hubungan kekerabatan, maka beberapa ahli sistematika berpikir bahwa semua
data yang tersedia, baik molekul, morfologi, anatomu, ultrastruktur, perkembangan, dan
fosil dapat dikombinasikan sebagai bahan pertimbangan pada menginterprestasikan
filogeni antara organisme.
2.2 Kaidah Tata Nama Tumbuhan dan Penerapannya
Pemberian nama pada tumbuhan disebut nomenklatur atau tatanama. Cara pemberian
nama itu melibatkan asas-asas yang diatur oleh peraturan-peraturan yang dibuat dan
disahkan Kongres Botani sedunia. Peraturan-peraturan tersebut secara formal dimuat pada
Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature).
Tujuan utama sistem ini adalah menciptakan satu nama untuk setiap takson (Rideng, 1989).
Selanjutnya Rifai (dalam jurnal Alfian, 2018) menyatakan bahwa kode tatanama ini
bertujuan untuk menyediakan cara yang mantap dalam pemberian nama bagi kesatuankesatuan taksonomi, menjauhi atau menolak pemakaian nama-nama yang mungkin
menyebabkan
kesalahan
atau
keragu-raguan
atau
yang menyebabkan
timbulnya
kesimpangsiuran dalam ilmu pengetahuan. Tatanama ini juga bertujuan menghindarkan
terciptanya nama-nama yang tidak perlu. Maksud pemberian nama pada setiap kesatuan
taksonomi tumbuh-tumbuhan bukanlah untuk menunjukkan ciri-ciri atau sejarahnya, tetapi
untuk memberikan jalan guna pengacuan dan sekaligus menunjukkan tingkat kedudukan
taksonominya.
PRINSIP DAN PERATURAN TATANAMA TUMBUHAN
a. Tatanama botani tidak berhubungan dengan tatanama zoologi. Nama yang sama yang
diberikan pada tumbuhan bisa juga digunakan ahli zoologi pada hewan.
b. Pelaksanaan penamaan di dalam kelompok taksonomi ditentukan dengan menggunakan
tipe tatanama. Tipe untuk famili adalah genus, tipe untuk genus adalah jenis, tipe untuk
jenis adalah spesimen dan seterusnya.
c. Tatanama dari kelompok taksonomi haruslah berdasar pada prioritas publikasi, dan
nama yang benar adalah nama yang telah dipublikasi terlebih dahulu dan mengacu pada
aturan-aturan. Tatanama yang telah dipublikasikan lebih dulu harus dipakai sebagai
dasar pada publikasi berikutnya.
d. Setiap kelompok taksonomi, batasannya, posisinya dan urutannya bisa membuat satu
nama yang benar.
e. Nama ilmiah kelompok taksonomi disajikan dalam bahasa Latin tanpa menghiraukan
asalnya. Aturan untuk penamaan genus dan penunjuk jenis sama juga denganyang lain
harus dalam bahasa Latin.
f. Aturan tatanama adalah berlaku surut kecuali hal-hal yang kecil.
g. Suatu nama yang sah tidak boleh ditolak karena alas an tidak disukai atau karena
kehilangan arti aslinya. Contoh: Hibiscus rosa-sinensis, aslinya bukan di Cina.
h. Perubahan nama hanya boleh dilakukan biala sudah betul-betul diteliti taksonominya.
Nama ilmiah suatu jenis merupakan penggabungan 3 hal :
1.
Genus
2.
Spesies epithet (penunjuk jenis)
3.
Author
Contoh : Daucus carota L.
Nicotiana tabacum L
Nama-nama genera
˗
Kata benda tunggal dalam bahasa Latin atau dilatinkan dengan inisial huruf besar
˗
Setelah penulisan pertama pada genus yang sama boleh disingkat, contoh: Quercus
alba
→ Q. alba, Q. rubra
˗
Tidak boleh terlalu panjang
˗ Tidak boleh menggunakan nama yang sama dengan
jenisnya Contoh: Salacca zalacca→ tidak dianjurkan
Penunjuk Jenis
 Biasanya berupa kata sifat, akhirannya disesuaikan dengan nama marga.
Contoh: Syzygium aromaticum

Dalam
bahasa
Latin
atau
dilatinkan

Bisa berasal dari berbagai bentuk (nama orang, nama tempat, nama umum, dll.)

Tidak boleh terlalu panjang

Tidak boleh mengulang nama marga

Ditulis dengan huruf kecil dan apabila terdiri dari 2 suku kata harus diberi tanda
sambung. Contoh: Hibiscus rosa-sinensis
Ipomea pes-capre
Author
Author adalah nama pengarang yang menerbitkan nama sah takson itu untuk
pertama kali. Tujuan pencantuman nama author adalah supaya penunjukan nama suatu
takson tepat dan lengkap serta memudahkan penelitian tentang keabsahan nama.
(Wijaya,2010)
Contoh : Daucus carota L. (L.→ Linnaeus)
Vernonia acaulis (Walter) Gleason
Penamaan cultivar dan varietas
Nama cultivar biasa disingkat dengan c.v. tidak dalam bahasa Latin atau dilatinkan.
Contoh : Mangifera indica c.v. harum manis
Citrullus lanatus c.v. Crimson sweet
Nama varietas biasa disingkat var. ditulis dalam bahasa Latin atau dilatinkan.
Contoh :Licuala gracilis var. gracilis
Oryza sativa var. javanica
TINGKAT KESATUAN TAKSONOMI
Untuk
memudahkan
penentuan
hubungan
kekerabatan
dan
memperlancar
pelaksanaan penggolongan tumbuhan, maka diadakan kesatuan-kesatuan taksonomi yang
berbeda-beda tingkatnya. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam
Kode Tatanama, maka suatu individu tumbuhan dapat dimasukkan dalam tingkat-tingkat
kesatuan taksonomi sebagai berikut (dalam urutan menurun, beserta akhiran-akhiran nama
ilmiahnya):

Dunia tumbuh-tumbuhan (Regnum Vegetabile)

Divisi (divisio -phyta)

Anak divisi (sub divisio -phytina)

Kelas (classis -opsida, khusus untuk Alga –phyceae)

Anak kelas (subclassis –idea)

Bangsa (ordo –ales)

Anak bangsa (subordo –ineae)

Suku (familia –aceae)

Anak suku (subfamilia –oideae)

Puak (tribus –eae)

Anak puak (subtribus –inae)

Marga (genus; nama ilmiah marga dan semua tingkat di bawahnya tidak diseragamkan
akhirannya)

Anak marga (subgenus)

Seksi (sectio)

Anak seksi (subsectio)

Deret (series)

Anak deret (subseries)

Jenis (species)

Anak jenis (sub species)

Varietas (varietas)

Anak varietas (subvarietas)

Forma (forma)

Anak forma (subforma)
Urutan tingkat-tingkat kesatuan taksonomi itu tidak boleh diubah atau dipertukarkan.
Dengan tidak memperhatikan tingkatnya maka setiap kesatuan taksonomi tersebut
(misalnya suku, jenis, varietas) masing-masing disebut takson.
Untuk menghindari kekacauan dalam pemakaian nama ilmiah maka Kode
Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) menetapkan bahwa penerapan nama-nama
takson dari tingkat suku ke bawah ditentukan berdasarkan tipe tatanama. Suatu tipe
tatanama adalah salah satu unsur penyusun takson yang selalu dikaitkan dengan nama
takson yang bersangkutan untuk selama- lamanya. Tipe tatanama tidak perlu merupakan
unsur atau spesimen atau contoh yang paling khas daripada takson; tipe hanyalah suatu
unsur yang selamanya dikaitkan dengan nama.
Tipe yang digunakan dalam tatanama secara umum adalah:
1. Holotipe (= holotypus), ialah suatu spesimen atau unsur lain yang dipakai oleh seorang
pengarang atau ditunjuk olehnya sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan nama
jenis baru. Selama holotipe masih ada, penerapan nama yang bersangkutan dengannya
dapat dipastikan secara otomatis. Kalau pengarang yang mempertelakan suatu takson
tidak menentukan holotipe, atau kalau holotipe hilang maka tipe pengganti atau tipe baru
dapat ditunjuk untuk menggantikannya.
2. Tipe pengganti (= Lectotype), ialah suatu spesimen atau unsur lain dari spesimenspesimen asli (isotope atau sintipe) yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau
holotipe tidak ditentukan atau holotipe hilang atau hancur.
3. Isotipe (= Isotype), ialah duplikat (bagian dari suatu nomor koleksi yang dikumpulkan
dalam waktu yang sama) dari holotipe.
4. Sintipe (= Syntypus), ialah salah satu daripada beberapa spesimen atau contoh yang
disebutkan pengarang kalau holotipe tidak ditentukan, atau sslah satu daripada beberapa
spesimen yang bersama-sama ditunjuk sebagai tipe.
5. Tipe baru (= Neotypus), ialah spesimen yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau
holotipe hilang atau rusak dan tidak mungkin untuk menunjuk tipe pengganti karena
tidak adanya isotope atau sintipe.
Nama-nama baru yang diusulkan untuk mengganti nama-nama lain, ataupun namanama kombinasi baru yang berasal dari nama-nama sebelumnya, haruslah memakai tipetipe tatanama dari nama-nama yang lebih tua atau yang digantinya.
Salah satu asas penting dalam Kode Tatanama yaitu kesatuan taksonomi hanya boleh
mempunyai satu nama ilmiah yang tepat, yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturanperaturan. Hal ini diadakan untuk mengatasi kemungkinan dipakainya beberapa nama
ilmiah yang berlainan untuk suatu takson yang sama (sinonim). Sebaliknya peraturan yang
sama juga perlu untuk menghindari pemakaian satu nama ilmiah yang sama untuk beberapa
taksa yang berbeda (homonim). (Nurdiana,2016)
Untuk menghindari penggonta-gantian nama marga dan suku yang timbul sebagai
akibat penerapan peraturan-peraturan (terutama asas prioritas) secara konsekuen, maka
beberapa nama diawetkan untuk terus dipertahankan pemakaiannya, misalnya:
Palmae = Arecacea, Graminae = Poaceae, Cruciferae = Brassicaceae,
Leguminosae = Fabaceae, Guttiferae = Clusiaceae, Umbelliferae = Apiaceae, Labiatae =
Lamiaceae, Compositae = Asteraceae
 Konsep Filogeni
Dalam biologi, filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan di antara
kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi yang dianggap
mendasarinya. Istilah "filogeni" dipinjam dari bahasa Belanda, fylogenie, yang berasal dari
gabungan kata bahasa Yunani Kuna yang berarti "asal-usul suku, ras". Filogeni tidak
sepenuhnya sama dengan kladistika (sistematika filogenetik), namun banyak menggunakan
metode-metode dan konsep yang dipakai di dalamnya. Kladistika banyak dipakai untuk
merumuskan keterkaitan filogenik dalam bentuk diagram pohon, namun di dalam filogeni
dipelajari pula anatomi perbandingan dari berbagai organisme. Filogeni pada masa sekarang
banyak menggunakan dukungan genetika dan biologi molekuler. Sistematika (klasifikasi)
biologi juga banyak menggunakan masukan dari cabang ilmu ini.
Dalam sistem filogeni, urutan klasifikasi sekaligus menunjukkan urutan filogeninya.
Dasar yang dipakai terutama adalah hubungan kekerabatan dan sifat primitif serta majunya
suatu golongan. Sistem ini berkembang dengan cepat terutama dengan diterimanya teori
Darwin secara luas. Dari teorinya, para ahli botani berpendapat bahwa bentuk kehidupan
yang ada sekarang adalah hasil proses evolusi. Klasifikasi disusun dengan melihat keturunan
dan hubungan kekerabatan. Upaya untuk menemukan hubungan filogenetik semacam ini
dilakukan dengan cara mengelompokkan organisme hidup ke dalam suatu deret mulai dari
bentuk paling primitif sampai bentuk yang paling maju. (Tjitrosoedirdjo, 2001)
Penggolongan tumbuhan dalam sistem filogeni berasumsi bahwa arah pertama dalam
evolusi pada dunia tumbuhan maupun hewan dimulai dari organisme yang dianggap primitif
(sederhana) menuju bentuk yang lebih kompleks (maju). Banyak sekali bukti, baik berasal
dari tumbuhan hidup maupun fosil, memperlihatkan urut-urutan tersebut. Keragaman yang
dihasilkan dengan adanya gerak mekanisme evolusioner memungkinkan kita untuk
mengelompokkan organisme menjadi jenis, marga, suku, bangsa, kelas serta divisi, dan
mengaturnya ke dalam suatu urut-urutan yang tertib. Semua hal tersebut didasarkan atas
terdapatnya sifat-sifat primitif atau maju pada tumbuhan. Pada umumnya sekelompok
tumbuhan dianggap mempunyai hubungan paling erat (dekat), jika terdapat ciri-ciri atau
tanda-tanda yang serupa. Sedangkan hubungan kekerabatan dianggap paling renggang (jauh)
apabila ciri-ciri yang sama sangat sedikit ditemukan. (Tjitrosoedirdjo, 2001)
Walaupun arah evolusi yang umum memperlihatkan kecenderungan progresif, dapat
pula, pada jenis tertentu ada gejala ke arah kemunduran atau ke arah sifat-sifat yang lebih
sederhana. Kesulitan dalam penelaahan filogenetik menjadi bertambah dengan adanya
kenyataan tersebut, misalnya apakah keadaan maupun struktur tumbuhan tertentu itu
memang benar-benar primitif, ataukah sifat primitif itu terjadi hanya sebagai akibat proses
kemunduran. Berbagai kesulitan ini terdapat di mana-mana, karena barang bukti terjadinya
proses kemunduran bisa didapat pada bentuk organisme sederhana, seperti ganggang dan
fungi, maupun pada tumbuhan berpembuluh yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai contoh
misalnya, pada bermacammacam bunga dapat dilihat bahwa bagian-bagian tertentu seperti
benangsari, mahkota bunga, ataupun seluruh bagian bunga, mungkin tidak ada. Ditinjau
secara morfologi luar, mungkin tidak ada bukti bahwa bagian-bagian bunga itu pernah
terdapat sebelumnya, atau digantikan oleh kelenjar, sisik, maupun kelenjar madu. Namun
jika ditinjau secara anatomi, mungkin terlihat adanya berkas-berkas pembuluh pada posisi
yang sesuai dengan kondisi bunga yang di dalamnya berkembang dengan sempurna.
(Tjitrosoedirdjo, 2001)
Kesulitan lain yang ditemukan dalam penafsiran tentang hubungan kekerabatan
evolusioner adalah evolusi konvergen (memusat). Istilah ini digunakan untuk perkembangan
struktur serupa pada organisme yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan maupun
hubungan kekerabatannya jauh. Bentuk semacam itu meskipun tidak berasal dari nenek
moyang yang sama, tetapi dapat memperlihatkan kesamaan yang mungkin menyesatkan
dalam mencari bukti-bukti hubungan kekerabatan. Sebuah contoh tentang evolusi konvergen
ialah asal usul bebas jaringan pembuluh dalam lima golongan tumbuhan berpembuluh
berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tumbuhan monokotil; Tumbuhan dikotil; Rane-ranean
(Sellaginellales); Paku sejati (Filicales); dan Belinjo-belinjoan (Gnetales). (Tjitrosoedirdjo,
2001)
Sistem klasifikasi filogeni yang diusulkan para ahli botani sesudah itu dapat dibagi
menjadi dua golongan besar “aliran Engler” dan “aliran Ranales”. Sistem klasifikasi aliran
Engler dibuat oleh Adolph Engler (1844- 1930) dipakai banyak orang karena buku-bukunya
yang terkenal. Pada Tahun 1892 ia memublikasikan bukunya dengan memakai dasar
klasifikasi dari Eichler yang kemudian banyak dipakai oleh para ahli botani di dunia.
Bedanya dengan sistem Eichler adalah lebih detil dan banyak membahas tentang tatanama
dari kategori utama dibandingkan filosofi atau dasar-dasar konsep di mana kategori
dikembangkan. Banyak modifikasi sistem Eichler dipengaruhi oleh Brongniart dan Sachs.
Tumbuhan berbiji yang oleh Engler disebut Embryophyta Siphonogama dibagi menjadi
Gymnospermae
dan
Angiospermae,
kemudian
Angiospermae
dibagi
menjadi
Dicotyledoneae dan Monocotyledoneae. Tumbuhan dikotil dibagi menjadi anak-kelas
Archiclamideae (terdiri dari Choripetalae yang mempunyai petal lepas, dan Apetalae tanpa
petal) dan Metachlamideae (korola/mahkotanya gamopetalous atau bersatu). Dengan sistem
ini anak-kelas dibagi lagi menjadi bangsa yang tersusun atas suku-suku yang dekat
kekerabatannya. Dalam penyusunan prinsip-prinsip sistematik, Engler dan Diels (1936)
mengemukakan bahwa bunga diclamydeous (perhiasan bunga terdiri dari dua seri kelopak
dan mahkota) berasal dari bunga monoclamydeous (perhiasan bunga dalam satu seri atau
tersusun berkarang). Demikian juga tentang perihal primitif dan majunya suatu plasentasi
ovarium, serta anggapan bahwa bunga unisek adalah primitif. (Tjitrosoedirdjo, 2001)
Salah satu alasan mengapa sistem Engler banyak digunakan karena Engler bersama
Prantl menggunakan sistemnya untuk klasifikasi tumbuhan dengan cara menerbitkan dalam
20 jilid buku, yang diberi nama Die naturlichen pflanzenfamilie (1887-1899), berisi cara
identifikasi untuk semua marga tumbuhan mulai dari alga hingga yang paling maju
tingkatannya (tumbuhan berbiji). Publikasi ini disertai dengan gambar dan kunci-kunci yang
modern. Edisi kedua disunting oleh para ahli sistematika Jerman terbit Tahun 1924, dengan
hanya mengalami sedikit perubahan dan modifikasi pada sistemnya Engler dan Gilg’s. Oleh
Engler dan Diels selanjutnya diterbitkan buku Syllabus der Pflanzenfamilien, satu buku
dengan banyak edisi memberikan susunan kelas, bangsa dan suku tumbuhan. Edisi terakhir,
edisi ke-17 dipublikasikan Tahun 1936. (Tjitrosoedirdjo, 2001)
2.3 Analisis fenik dan kontruksi dendogram
Analisis fenetik merupakan suatu pendekatan berdasarkan kemiripan untuk menunjukan
kekerabatan makhkuk hidup, makhkuk hidup yang memiliki nilai kemiripan yang tinggi
diasumsikan merupakan makhuk hidup yang berkerabat atau berasal dari nenek moyang
yang sama (Heywood dan Mcneil,1964).
Analisis kekerabatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya adalah melalui
pendekatan fenetik taksonomi yang dilakukan melalui pengelompokan organisme
berdasarkan kemiripan karakter fenotip, yang mungkin dapat berhubungan atau tidak
berhubungan dengan pengelompokan secara evolusioner (Terry 2000).
Para pengikut aliran fenetik ini berpendapat bahwa semakin besar kesamaan yang dimiliki,
maka semakin dekat hubungan kekerabatannya (Tjitrosoepomo,2009) hubungan feneik ini
dipresentasikan oleh dendogram
Metode fenetik muncul pada tahun 1950, diperkenalkan sebagai taksonomi numerik oleh
Charles Michener dan Robet Sokal, keduanya berpendapat bahwa klasifikasi akan lebih kuat
bila dalam pengklasifikasian tidak hanya didasari oleh beberapa karakter saja, yang secara
subyektif mempunyai nilai penting bagi ahli taksonomi, tetapi lebih kepada derajat
persamaan secara keseluruhan dari spesies berdasarkan sebanyak mungkin bentuk. Hasil
dari metode fenetik ini adalah diagram yang dinamakan fenogram (dendogram) (Futuyma,
1998). Langkah-langkah yang perlu diambil dalamtaksonomi numerik adalah meliputi, :
1. Pemilihan obyek studi;
Obyek studi dapat berupa individu, galur, varietas, spesies, dan seterusnya.Hal penting yang
perlu diperhatikan adalah bahwa unit-unit yang dijadikan obyek studi harus benar mewakili
golongan organisme yang dikerjakan, unit terkecil sebagai obyek studi disebut unit
taksonomi operasional (OUT – Operational Taxonomic Unit)
2. Pemilihan ciri – ciri atau karakter yang diberi angka (score);
Definisi karakter menurut Michener dan Sokal (1997) dalam Singh (1999) adalah bentuk
atau tampilan yang bervariasi dari satu organisme dengan organisme yang lain, contoh dari
karakter adalah warna bunga dan akar.
3. Pengukuran kemiripan;
Setelah data dikode dan dimasukkan dalam bentuk matriks, langkah
selanjutnya adalah mengkalkulasi derajat persamaan antara tiap pasang dari
OTU.
4. Analisis kelompok
Unit-unit taksonomi operasional yang mempunyai kemiripan bersama yang paling tinggi
dapat dikumpulkan menjadi satu. Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan dapat ditata
secara hierarki dalam suatu diagram yang disebut dendrogram atau fenogram
(Tjitrosoepomo, 2009).
E. Filogeni Konstruksi Kladogram
Filogeni merupakan sejarah evolusi dari suatu spesies atau sekelompok spesies, untuk
menyusun filogeni, para ahli biologi menggunakan sistematika yaitu suatu disiplin yang
terfokus pada klasifikasi organisme dan hubungan evolusinya, data yang digunakan dalam
sistematika untuk menyusun filogeni dapat berupa data fosil, molekul maupun data gen
untuk membangun hubungan evolusi antar organisme (Sanjukta Mondal, Amal
Kumar,2011).
Kladogram adalah diagram yang menunjukkan kekerabatan, dengan menggunakan garis
yang bercabang dengan pengelompokkan hewan berkerabat dalam suatu klade, atau
kelompok organisme dengan nenek moyang terakhir yang sama.
Terdapat lima tahap penting dalam membangun kladogram, yaitu :

Tahap 1. Merakit data
Tahap pertama dalam konstruksi kladogram adalah merakit data, ketika kita
mengonstruksi phon filogenetik berdasar sifat morfologi, anatomi, fisiologi, geografi atau
sitologi maka data yang disediakan adalah data hasil identifikasi, pengamatan dan
pengukuran, data disusun dalam bentuk karakter dan karakter state yang diberi pembobotan,
lalu data disusun dalam matrik, sementara, jika menggunakan data molekuler selain
didaptkan dari hasil penelitian, dapat pula didapatkan dari bank data seperti NCBI,
GenBank, EMBL dan DDBJ.

Tahap 2. menyelaraskan data karakter
Menyelaraskan data karakter tidak hanya diperuntukkan bagi data molekular tetapi
juga non molecular, pada data non molekular dapat dilakukan dengan mengurutkan karakter
state berdasar hipotesis evolusi, dalam data molekular tujuan utama menyelaraskan adalah
untuk menentukan sekuaen DNA atau protein sudah homolog dengan lainnya.
Banyak program untuk membantu proses penajajaran dan penyelarasan, yaitu dengan clustal
X, atau BioEdit.

Tahap 3. memilih metode dan model
Tahap penjajaran adalah salah satu cara mengeliminir tingkat kesalahan, namun tidak
menjamin pohon yang dihasilkan sudah benar. Untuk dipikirkan kembali, dengan
menghilangkan gap keseluruhan apakah justru akan dapat memperoleh informasi
filogenetik?
Metode yang digunakan untuk membangun pohon filognetik dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode yang berdasarkan jarak (distance-based) dan
berdasarkan karakter (character based), Unweighted Pair Group Method with Arithmatic
Mean (UPGMA) dan Neighbor Joining (NJ)

Tahap 4. Rekonstruksi pohon filogenetik
Prinsip rekonstruksi pohon filogenetik adalah kecermatan menentukan karakter dan
ketepatan memilih metode, etepatan memilih metode ini akan menghasilkan pohon yang
evolusioner.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Taksonomi merupakan pengelompokan suatu hal berdasarkan hirarki (tingkatan) tertentu,
yang dimana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih
rendah bersifat lebih spesifik, taksonomi juga dapat diartikan sebagai cabang ilmu biologi
yang telah menelaah penamaan, perincian, dan pengelompokan makhluk hidup berdasakan
persamaan dan pembedaan sifatnya.
Filogeni merupakan sejarah evolusi dari suatu spesies atau sekelompok spesies, untuk
menyusun filogeni, para ahli biologi menggunakan sistematika yaitu suatu disiplin yang
terfokus pada klasifikasi organisme dan hubungan evolusinya, data yang digunakan dalam
sistematika untuk menyusun filogeni dapat berupa data fosil, molekul maupun data gen untuk
membangun hubungan evolusi antar organisme.
1.2 DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R. K., et al. "Phylogenetic relationships among Oryza species revealed by AFLP
markers." Theoretical and Applied Genetics 98.8 (1999): 1320-1328.
Alfian, J. (2018). KAMUS BAHASA ILMIAH TUMBUHAN MENGGUNAKAN METODE
SEQUENTIAL
SEARCH
BERBASIS
ANDROID (Doctoral
dissertation,
Perpustakaan Teknokrat).
Amal Kumar, and Sanjukta Mondal. "Circumscription of the families within Leguminales as
determined by cladistic analysis based on seed protein." African Journal of
Biotechnology 10.15 (2011): 2850-2856.
Futuyma, Douglas J. "Evolutionary Biology, Sinauer Associates." Inc. Sunderland, MA
(1998).
Heywood, V., H., dan Mcneil, J., 1964. Phenetic and Phylogenetic classification. Nature,
203.
Nurdiana, N. (2016). Ilmu alamiah dasar.
Rideng, I Made. 1989. Taksonomi Tumbuhan Biji. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan
Tinggi.
Terry, N., et al. "Selenium in higher plants." Annual review of plant biology 51.1 (2000):
401-432.
Tjitrosoedirdjo, S. S., & Chikmawati, T. (2001). Sejarah Klasifikasi Dan Perkembangan
Taksonomi Tumbuhan.
Tjitrosoepomo, G. "Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan (Taksonomi Umum)." (2009).
Wijaya, S. G. (2010). Hak cipta sebagai objek jaminan utang dalam perspektif hukum
jaminan Indonesia (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret University)).
Download