Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang 1. sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar 2. ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 3. Desember 1949 Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut: Serah terima pemerintah kedaulatan kolonial atas Belanda wilayah Hindia kepada Republik Belanda Indonesia dari Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.[12][13][14][15] Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin kerajaan Belanda sebagai kepala negara Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat Parlemen Belanda memperdebatkan kesepakatan tersebut, dan Majelis Tinggi dan Rendah meratifikasinya pada tanggal 21 Desember oleh mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan. Terlepas dari kritik khususnya mengenai asumsi utang pemerintah Belanda dan status Papua Barat yang belum terselesaikan, Pusat (KNIP), legislatif meratifikasi Indonesia, Komite kesepakatan tersebut Nasional pada Indonesia tanggal 14 Desember 1949. Kedaulatan dipindahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.[9][16] Dampak Lihat pula: Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda Tanggal 27 Desember 1949, dilantik. Soekarno menjadi pemerintahan Presidennya, sementara negara dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan "penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan" yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara".[17] Terkait utang Hindia Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 memutuskan untuk tidak membayar sisanya.[18] namun kemudian 2.PERJANJIAN ROEM ROYE Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikapnya terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).[1] Daftar isi 1Kesepakatan 2Pasca perjanjian 3Dampak Perjanjian Roem-Roijen 4Pranala luar 5Rujukan Kesepakatan[sunting | sunting sumber] Hasil pertemuan ini adalah: Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan: Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948 Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia[2] Pasca perjanjian[sunting | sunting sumber] Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibu kota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.[3] Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatra (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.[4] Dampak Perjanjian Roem-Roijen[sunting | sunting sumber] Terdapat banyak dampak perjanjian Roem Roijen pada keadaan di Indonesia. Isi perjanjian Roem Roijen termasuk pembebasan tahanan politik sehingga Soekarno dan Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan. Yogyakarta juga menjadi ibukota sementara dari Indonesia. Terjadi juga penyerahan mandat dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kembali kepada Ir. Soekarno. Yang paling mencolok adalah adanya gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Perundingan Roem Roijen pun berujung dengan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan Belanda.