ASUHAN KEPERAWATAN By.R DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PBRT RSUP Dr.KARIADI SEMARANG Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Praktik Klinik Stase Keperawatan Anak Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, S. Kep. Msi.Med Oleh: Cici Melati Nur Khanifa 22020119220119 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXV DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2020 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin dalam darah meningkat, baik oleh faktor fisiologik maupun non fisiologik, secara klinis ditandai dengan ikterus. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit dan sklera bayi tampak kekuningan. Pada sebagian besar bayi, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Bayi menghasilkan bilirubin yang relatif lebih tinggi dari pada orang dewasa yang terus menerus memproduksi bilirubin, dan biasanya bayi baru lahir yang cukup tinggi, 2 sampai 3 kali lipat dari orang dewasa (Stokowski, 2011). Angka kejadian ikterus terdapat 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur (Windariza, 2017). Data di Amerika Serikat terdapat 65% bayi mengalami ikterus. Penelitian yang dilakukan Chime dkk di Nigeria tahun 2011 didapatkan prevalensi ikterus neonatorum 33% dengan 21% laki-laki dan 12% perempuan (Kusumah, 2017). Data ikterus neonatorum di Indonesia yang diperoleh dari beberapa rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥ 5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥ 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan (Windariza, 2017). Faktor penyebab ikterus pada bayi dimana fungsi usus dan hati yang belum bekerja secara sempurna sehingga banyak bilirubin yang tidak terkonjugasi dan tidak terbuang dari tubuh. Umumnya terjadi pada minggu pertama sampai minggu ketiga setelah kelahiran. Kondisi hiperbilirubinemia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kernikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak (Kumar, dkk, 2010). Tanda dan gejalanya adalah bayi tidak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, penurunan kesadaran dan akhirnya kejang sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah pemberian fototerapi (Kumar, dkk, 2010). B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu memberikan asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. 2. Tujuan Khusus a. Mampu memahami tentang teori hiperbilirubinemia. b. Mampu melakukan pengkajian, diagnosa, intervensi dan evaluasi keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia BAB II MIND MAP BAB III PROSES ASUHAN KEPERAWATAN Hari/Tanggal Pengkajian : Selasa, 30 Juli 2020 Identitas Pengkaji : Cici Melati Nur Khanifa A. Data Demografi 1. Klien/Pasien a. Nama : By. R b. Tanggal lahir/umur: 16 Desember 2019/12 hari c. Jenis kelamin : Laki-laki d. Kewarganegaraan : Indonesia e. Diagnosa medis : Hiperbilirubinemia f. Tanggal masuk RS: 28 Desember 2019 2. Orang tua/Penanggung Jawab a. Nama : Ny. X b. Hubungan dengan klien: Ibu c. Alamat :d. No.Telepon :B. Riwayat Klien 1. Riwayat Kehamilan ANC : Hal yang perlu dikaji yaitu frekuensi melakukan ANC dan rutin tidaknya ibu mengkonsumsi kalsium, vitamin dan dan tablet Fe Riwayat penggunaan obat-obatan : Lain-lain :2. Riwayat Persalinan Usia gestasi : 37-38 minggu Berat badan lahir : 2900 gram Jenis persalinan : SC Tempat persalinan : RS Sayang Anak Penolong : Bidan Penyulit : Sungsang dan lilitan tali pusat Induksi :Apgar score : Tidak terkaji Kejadian penting selama proses persalinan: hal yang perlu dikaji yaitu waktu kejadian ketuban pecah dini dan warna ketuban 3. Faktor Risiko Ibu Ketuban pecah dini : tidak Preeklamsi : tidak Ibu dengan infeksi : tidak Lain-lain : tidak 4. Riwayat Alergi Tidak : tidak ada Ya, sebutkan : 5. Riwayat Kesehatan Keluarga 1. Riwayat penyakit dalam keluarga Ny. X mengatakan bahwa keluarganya ada yang memiliki penyakit asma 2. Genogram Tidak terkaji 6. Riwayat Penyakit Sekarang 1. Penampilan umum a. Keadaan umum (kondisi klien secara umum) Keadaan umum : cukup, composmentis Pemeriksaan tanda-tanda vital 1) Pernapasan : 45x/menit 2) Suhu : 36,5oC 3) Nadi : 148x/menit 4) Tekanan darah :5) Saturasi oksigen : 2. Oksigenasi a. Irama napas : Reguler b. Kedalaman napas : Normal c. Penggunaan alat bantu napas : Tidak d. Penggunaan otot bantu napas : Tidak e. Sianosis : tidak ada 3. Nutrisi a. Lingkar lengan atas :b. Panjang badan/tinggi badan : 48 cm c. Berat badan : 2,9 kg d. Lingkar kepala :e. Lingkar dada :f. Lingkar perut :g. Status nutrisi (z-score atau WHO, CDC): tidak terkaji h. Kebutuhan kalori : Kebutuhan kalori untuk neonatus BB x 120 kkal = 2,9 x 120 = 384 kkal/hari i. Terpasang OGT : tidak j. Residu OGT :4. Cairan a. Kebutuhan cairan : usia 12 hari 180 cc x 2,9 kg= 522cc/ hari b. Jenis minuman : ASI dan susu formula (Bebelac) c. Turgor kulit : baik d. Bibir : lembab e. Ubun-ubun : Normal f. Mata : Normal g. Capillary refill : < 2 detik h. Balance Cairan : belum bisa diukur 5. Istirahat tidur a. Status tidur-terjaga : Tidak terkaji b. Kualitas tidur : Tidak terkaji 6. Aktifitas a. Gerakan : Aktif b. Tangisan : Kuat c. Sistem Musuloskeletal 1) Postur : Fleksi 2) Tonus Otot : Normal 7. Pemeriksaan Head to Toe 1. Integumen Suhu : Teraba hangat Warna kulit : Kuning Integritas kulit : Utuh, lokasi seluruh tubuh 2. Kepala dan Leher a. Tengkorak : Simetris Kelainan : Tidak Tulang tengkorak/sutura : Belum menutup b. Warna dan distribusi rambut : Hitam c. Kelopak mata (bentuk dan gerak) Bentuk : Simetris Gerak : Simetris d. Warna konjungtiva : Pink e. Sklera : ikterik f. Pupil Reflek cahaya : Positif g. Telinga Bentuk dan ukuran : Simetris Kebersihan : Bersih h. Hidung Bentuk : normal Terdapat septum deviasi: Tidak i. Leher Bentuk : Nomal 3. Dada, Paru-paru dan Jantung a. Pengembangan dada : Simetris b. Ictus cordis : Tak Teraba c. Taktil fremitus : Tidak terkaji d. Suara Paru : Vesikuler e. Suara Jantung : S1 dan S2 tunggal, tidak ada gallop dan murmur 4. Abdomen a. Bentuk : Simetris b. Bising usus : (+) c. Lambung : Timpani d. Hati : Pekak e. Usus : Timpani f. Hepar : Tidak teraba g. Limpa : Tidak teraba h. Buang air besar - Konsistensi : Tidak terkaji - Warna : Tidak terkaji 5. Alat Kelamin a. Kelainan : Tidak ada b. Kebersihan : Bersih c. Iritasi : Tidak d. Jenis kelamin : Laki-laki 6. Ekstremitas Simetris : Ya Kelainan : Normal Akral : Hangat Udema : Tidak 7. Perkembangan (Refleks) Moro (terkejut) : Tidak terkaji Menghisap : ada Menelan : ada Rooting : ada 7. Pengkajian Psikososial 1. Respon hospitalisasi : Tidak rewel 2. Pengetahuan orang tua tentang kondisi bayi: Ny. X tidak mengetahui efek samping dapat muncul dari tindakan fisioterapi 3. Kunjungan orang tua terhadap bayi : Ibu 4. Interaksi orang tua dan bayi : Sentuhan, komunikasi, dan kontak mata 5. Suasana hati orang tua : Ny. X mengatakan bahwa ia agak cemas karena anaknya harus menjalani fototerapi yang kedua kalinya dalam usia 2 minggu, Ibu By.Rjuga merasa khawatir adanya efek samping dari fototerapi terhadap kesehatan anaknya di masa mendatang. 8. Data Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan Hasil HEMATOLOGI Diffcount 0/0/53/40/7 Hb 14,9 mg/dl Hct LED Leukosit Trombosit 41,7 % 5/8 6800 554.000 Nilai Rujukan (P=12,0-16,0 mg/dl, L=13,018,0 mg/dl) (L 40-54%, P 35 47%) (L 0-5/jam, P 0-7/jam) (4000-10.000) (150.000 – 450.000) JENIS PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK FUNGSI HATI Bilirubin Blirubin Direk HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN 0,44 (H) <0.30 mg/dL Bilirubin Total 16,48 (H) 0 – 11.2 mg/dL 2. Pengobatan Obat Ursodeoxycholic acid 2 x 25 mg Indikasi Hepatitis kolestatis, hepatitis aktif kronik (sirosis bilier primer/PBC, kolangitis sklerosing primer) Digunakan pada bayi yang mengalami ikterus dengan mempercepat pengembalian kadar bilirubin ke dalam kadar yang normal apabila dibarengi dengan fototerapi. kontraindikasi Batu kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu radioopak, batu radiolusen, pigmen empedu. Kolesistitis akut yg tidak mengalami remisi, kolangitis, obstruksi biliar, pankreatitis atau fistula GI-biliaris. Alergi asam empedu Efek samping Diare,mual, muntah, nyeri abdomen parah pada bagian kanan atas, , ruam (urticarial). 3. Program Penatalaksanaan a. ASI tetap diberikan b. Multivitamin drip c. Direncanakan bayi akan mendapatkan fototerapi 2 kali 24 jam. A. ANALISIS DATA No 1. Data Problem DS: Ansietas (pada ibu) - Ibu By.R mengatakan agak cemas karena anaknya harus menjalani fototerapi yang kedua kalinya dalam usia yang baru menginjak dua minggu. - Ibu By.R mengkhawatirkan adanya efek samping fototerapi ini pada keshatan anaknya di masa mendatang. DO: - Ibu By.R terlihat gelisah DS: Ikterik neonatus - Ibu By.R mengeluh badan bayinya kuning seluruh tubuh sejak berusia 2 hari (18 Desember 2019) - Ibu By.R mengatakan telah mendapat terapi sinar selama 3 hari di RS Bartina dengan bilirubin total terakhir yaitu 13,58 mg/dl pada tanggal 24 Desember 2019, kemudian dirujuk. DO: - Sklera ikterik - Kulit area kepala, dada, abdomen dan ekstremitas ikterik - Bilirubin direk 0,44 mg/dl, bilirubin total 16,48 mg/dl dan bilirubin indirek Etiologi Diagnosa Keperawatan Stressor Ansietas b.d stressor (Pemberian (Pemberian fototerapi fototerapi pada pada By.R dan efek By.R dan efek samping fototerapi samping fototerapi pada By.R) pada By.R) Bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan ekstrauterin Ikterik neonates b.d bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan ekstrauterin 16,04 mg/dl 2. 3. DS: DO: - Efek samping pemberian fototerapi (kulit kemerahan, ruam) DS: DO: - Efek samping pemberian fototerapi (kehilangan IWL tanpa disadari) Risiko kerusakan integritas kulit Risiko kerusakan integritas kulit Risiko defisien volume cairan Risiko defisien volume cairan B. PROBLEM LIST No. 1. 2. 3. Tgl/Jam ditemukan 30 Juli 2020/ 15.00 WIB 30 Juli 2020/ 15.00 WIB 30 Juli 2020/ 15.00 WIB DX Kep TTD Tgl/Jam Teratasi TTD Ansietas b.d stressor (Pemberian fototerapi pada By.R dan efek samping fototerapi pada By.R) Ikterik neonates b.d bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan ekstrauterin Risiko kerusakan integritas kulit Cici - Cici Cici - Cici Risiko defisien volume cairan Cici - Cici C. RENCANA KEPERAWATAN No Tanggal / Jam Dx. Keperawatan Intervensi Tujuan 1. 30 Juni 2020/ Ansietas b.d 15.00 WIB stressor (pemberian fototerapi pada By.R dan efek samping fototerapi pada By.R) Tindakan Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (5820) keperawatan 2 x 24 jam diharapkan a. Monitor tanda kecemasan kecemasan teratasi dengan kriteria secara verbal dan non verbal hasil sebagai berikut. b. Jelaskan prosedur fototerapi pada Ibu By.R, termasuk Anxiety Level (1211) a. Ibu By.R mengungkapkan sensasi yang akan dirasakan rasa tidak khawatir secara selama prosedur verbal c. Sediakan informasi terkait b. Ibu By.R tidak terlihat penanganan dan efek khawatir samping tindakan (fototerapi) melalui edukasi menggunakan leaflet d. Dorong Ibu By.R untuk terlibat dalam prosedur fototerapi e. Anjurkan Ibu By.R untuk menggunakan teknik relaksasi napas dalam untuk membantu mengurangi rasa cemas Ikterik neonatus b.d Setelah dilakukan tindakan Phototherapy: Neonate (6600) bayi mengalami keperawatan 2 x 24 jam diharapkan a. Monitor tanda dan gejala kesulitan transisi ikterik pada neonatus teratasi dengan ikterik TTD kehidupan ekstrauterin 2. kriteria hasil sebagai berikut. Newborn Adaptation (0118) a. Warna kulit bayi kembali normal (tidak ikterik) b. Sklera tidak ikterik c. Kadar bilirubin kembali normal (≤10 mg/dl) 30 Juni 2020/ Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 15.00 WIB integritas kulit keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan resiko kerusakan integritas kulit dapat terkontrol b. Cek kadar bilirubin dan laporkan pada dokter c. Libatkan keluarga dalam prosedur fototerapi d. Tutup kedua mata dan gonad e. Tempatkan lampu fototerapi diatas neonates pada jarak telah ditentukan (40-45 cm) f. Ubah posisi setiap 3 jam g. Monitor kadar serum bilirubin per protocol atau berdasarkan permintaan dokter h. Evaluasi status neurologi setiap 4 jam atau per protocol i. Observasi tanda-tanda dehidrasi (fontanel turun/ckung, turgor kulit buruk, penurunan berat badan) j. Dorong pemberian makan 8-12kali/ hari Radiation Therapy Management (6600) k. Monitor efek samping dan efek berbahaya dari dengan kriteria hasil sebagai berikut. Skin Integrity: Skin & Mucous Membrane (1101) d. Tidak terjadi eritema pada By.R 3. tindakan fototerapi l. Monitor kondisi kulit m. Lakukan alih baring setiap 4 jam n. Ganti segera popok yang basah untuk mencegah iritasi Fluid Management (4120) a. Catat intake dan output b. Monitor tanda-tanda vital c. Berikan cairan sesuai kebutuhan d. Dukung Ibu untuk tetap memberikan ASI pada By.R selama fototerapi 30 Juni 2020/ Risiko defisien Setelah dilakukan tindakan 15.00 WIB volume cairan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan resiko kekurangan volume cairan dapat terkontrol dengan kriteria hasil sebagai berikut. Hydration (0602) a. Turgor kulit tetap normal b. Membran mukosa tetap lembab c. Intake cairan tercukupi (522cc/ hari) Fluid Monitoring (4130) d. CRT tetap normal (< 2 detik) e. Kaji Capillary Refill Time e. Suhu tubuh tetap dalam (CRT) rentang normal (36,5 – 37,5 f. Monitor membran mukosa ˚C) dan turgor kulit D. EVALUASI YANG DIHARAPKAN No. 1. Tgl/Jam DX Kep Evaluasi TTD 2 Juli 2020, Ansietas b.d stressor S: Cici 15.00 WIB (Pemberian fototerapi pada - Ibu mengatakan bahwa sudah tidak terlalu By.R dan efek samping cemas dengan keadaan anaknya fototerapi pada By.R) O: Ibu By.R tidak terlihat cemas A: masalah teratasi P: Pertahankan intervensi - Dorong Ibu By.R untuk terlibat dalam prosedur fototerapi - Anjurkan Ibu By.R untuk menggunakan teknik relaksasi napas dalam untuk membantu mengurangi rasa cemas Ikterik neonatus b.d bayi S: Ibu mengatakan bahwa badan By.R sudah tidak mengalami kesulitan transisi kuning lagi kehidupan ekstrauterin O: - Sklera berwarna putih - Kulit area kepala, dada, abdomen dan ekstremitas tidak ikterik - Kadar bilirubin dalam batas normal A: masalah teratasi P: Pertahankan intervensi - Do Risiko kerusakan integritas S:Cici kulit O: Risiko defisien volume cairan - Tidak terdapat eritema pada By.R A: masalah teratasi P: Hentikan intervensi S: O: - Turgor kulit normal - Membran mukosa lembab - Intake cairan tercukupi (522cc/ hari) - CRT normal (< 2 detik) - Suhu By.R 36,6ºC A: masalah teratasi P: Pertahankan intervensi - Monitor tanda-tanda vital - Berikan cairan sesuai kebutuhan - Kaji Capillary Refill Time (CRT) - Monitor membran mukosa dan turgor kulit Cici BAB IV PEMBAHASAN Ikterus dapat diartikan pada warna kuning pada kulit dan sclera yang disebabkan oleh peningkatan serum bilirubin atau disebut dengan hiperbilirubinemia (Hanisamurti, 2019). Pada mayoritas kasus, ikterus neonatus disebabkan oleh hiperbilirubin tak terkonjugasi, yang terjadi akibat pembentukan bilirubin yang berlebihan dan karena organ hati neonatus tidak mampu membersihkan bilirubin yang cukup dari darah. Jenis ikterik ini dinamakan dengan ikterik fisiologis atau hiperbilirubinemia fisiologis. Namun demikian, kondisi tersebut tetap harus diawasi dan diperhatikan. Akan tetapi beberapa neonatus yang mengalami ikterik patologis (Lin et al, 2015). Kondisi tersebut ditandai dengan konsentrasi bilirubin serum total lebih dari 10 mg/dL pada minggu pertama yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008 dalam Lin et al, 2015). Kasus tersebut harus ditangani dengan pemberian fototerapi atau bahkan memerlukan transfusi tukar untuk mengurangi resiko terhadap acute bilirubin encephalopathy atau kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Tanda dan gejalanya adalah bayi tidak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, penurunan kesadaran dan akhirnya kejang sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat (Lin et al, 2015). Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10 (Fitri, 2012 dalam Rahmah et al, 2012). Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 sampai 4 hari kehidupan. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5 mg/dl/hari. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, artinya tidak fisiologis (Dewi, et al., 2016). Pada kasus disebutkan bahwa By.R mengalami icterus sejak berusia 2 hari. Akan tetapi icterus tidak menghilang pada hari ke 10. Sedangkan, tanda-tanda dari ikterus patologis yaitu hiperbilirubin menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan 14 hari pada bayi kurang bulan (Hanisamurti, 2019). Pada By.R, ikterus terjadi sejak usia 2 hari hingga 12 hari. Pada usia 8 hari, didapatkan kadar bilirubin totalnya yaitu 24,10 mg/dl dan dilakukan fototerapi selama 3 hari. Pada saat pengkajian, By.R berusia 12 hari masih dalam kondisi ikterik dengan kadar bilirubin indirek 16,04 mg/dl, bilirubin direk 0,44 mg/dl dan bilirubin total 16,48 mg/dl. Kondisi tersebut menunjukkan perlunya dilakukan fototerapi untuk menurunkan kadar bilirubin. Terapi sinar atau fototerapi dilakukan menggunakan sinar blue-green spectrum (dengan panjang gelombang 430-490 nm) selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan pemberian fototerapi, bilirubin tak terkonjugasi dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati dan kemudian dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Indrayani & Riani, 2019). Selama fototerapi, bayi yang tidak berpakaian diletakkan kira-kira 45cm sampai 50cm dibawah cahaya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai kadar bilirubin serum menurun ke nilai yang bisa diterima. Setelah terapi dihentikan, bayi harus periksa kembali beberapa jam kemudian untuk memastikan apakah nilai bilirubin tidak meningkat lagi (Wahyuningsih, dkk, 2020). -----------------------------------------------------------------------------------Disisi lain, fototerapi dapat meningkatkan terjadinya kehilangan cairan dalam tubuh melalui insensible transepidermal lost dan melalui feses, serta perubahan motilitas pada saluran gastrointestinal. Hidrasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kurangnya efektivitas fototerapi, sehingga upaya untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat sangat penting untuk meningkatkan efektivitas fototerapi (American Academy of Pediatric, 2004 dalam Rahmah, et al., 2012). Pada kasus, By.R mendapatkan fototerapi, kondisi tersebut memunculkan resiko terjadinya kekurangan cairan pada bayi sehingga penting untuk mempertahankan status hidrasi bayi tetap terpenuhi dengan mendorong Ibu untuk tetap memberikan ASI selama proses fototerapi. Menurut Protokol Asuhan Neonatal (2008) dalam Rahmah et al. (2012) menjelaskan bahwa salah satu parameter untuk menilai status hidrasi dan kecukupan masukan cairan pada neonatus adalah berat badan. Perubahan yang cepat dari berat badan menggambarkan perubahan cairan tubuh. Berat badan diperlukan untuk menentukan banyaknya cairan pengganti yang dibutuhkan. Keadekuatan pemberian breast-feeding menjadi tantangan tersendiri bagi perawat dalam memenuhi kebutuhan cairan pada bayi yang dilakukan fototerapi. Hal ini disebabkan karena bayi dengan hyperbilirubinemia biasanya malas minum sehingga jika tidak diperhatikan dengan baik dapat menyebabkan kurangnya masukan cairan dari yang dibutuhkan oleh bayi (Rahmah et al. 2012). Sehingga penting bagi perawat untuk memotivasi dan mendorong Ibu untuk tetap memberikan ASI selama dilakukan fototerapi untuk mencegah terjadinya kekurangan volume cairan pada bayi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi fototerapi yang bermakna antara bayi yang diberikan ASI saja dengan bayi yang diberi ASI dengan tambahan susu formula selama fototerapi. Adapun rerata durasi fototerapi pada kelompok ASI adalah 44,8 jam dan pada kelompok ASI ditambah dengan SF (susu formula) rerata durasi fototerapi adalah 62,5 jam. Sehingga, durasi fototerapi pada bayi yang diberi ASI lebih singkat daripada yang diberikan tambahan dengan susu formula (Rahmah et al. 2012). Oleh karena itu untuk mencegah kekurangan volume cairan pada bayi yang mendapatkan tindakan fototerapi, yaitu dengan memberikan cairan sesuai kebutuhan bayi berupa pemberian ASI secara rutin ketika dilakukan fototerapi. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pada kasus, By.R mengalami hiperbilirubin atau ikterus patologis karena bayi tersebut ikterik sejak berusia 2 hari hingga 12 hari. Masalah keperawatan yang muncul dari kasus tersebut yaitu ansietas (Ibu) berhubungan dengan stressor (efek samping fototerapi pada bayi), resiko gangguan integritas kulit berkaitan dengan paparan sinar dalam jangka waktu yang lama, dan masalah resiko kekurangan volume cairan berkaitan dengan kehilangan IWL secara tidak sengaja selama proses fototerapi. Intervensi yang dilakukan terhadap resiko kekurangan volume cairan yaitu dengan tetap menjaga hidrasi bayi, memberikan cairan sesuai kebutuhan berupa pemberian ASI yang adekuat selama proses fototerapi. Keadekuatan pemberian breast-feeding menjadi tantangan tersendiri bagi perawat dalam memenuhi kebutuhan cairan pada bayi yang dilakukan fototerapi. Hal ini disebabkan karena bayi dengan hyperbilirubinemia biasanya malas minum sehingga jika tidak diperhatikan dengan baik dapat menyebabkan kurangnya masukan cairan dari yang dibutuhkan oleh bayi (Rahmah et al. 2012). Sehingga penting bagi perawat untuk memotivasi dan mendorong Ibu untuk tetap memberikan ASI selama dilakukan fototerapi untuk mencegah terjadinya kekurangan volume cairan pada bayi. B. SARAN Perawat sebaiknya terus memberikan dukungan kepada Ibu untuk tetap memberikan ASI selama proses fototerapi DAFTAR PUSTAKA Dewi, A.K.S., dkk. (2016). Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total Neonatal. Sari Pediatri. Vol.18(2). Hanisamurti, L. (2019) Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada Neonatus Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Periode Oktober Desember Tahun 2018. Skripsi Thesis, Universitas Muhammadiyah Palembang. Indrayani, T. & Riani, A. (2019). Hubungan Fototerapi Dengan Penurunan Kadar Billirubin Total Pada Bayi Baru Lahir Di Rs Aulia Jagakarsa Jakarta Selatan Tahun 2019. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. Vol.10(1). Kumar, Abbas, Fausto, & Aster. (2010). Pathologic Basis of Disease. Robins and Cotran. Lin et al. (2015). Effects of infant massage on jaundiced neonates undergoing phototherapy. Italian Journal of Pediatrics (2015). Vol. 41:94. Rahmah, Et Al. (2012). Pemberian Asi Efektif Mempersingkat Durasi Pemberian Fototerapi. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol.15(1), Hal: 39-46 Wahyuningsih, T., Astuti, W.T., & Siswanto. (2020). Penerapan Fototerapi Terhadap Hiperbilirubin Pada Bayi Ny. D Dengan Berat Badan Lahir Rendah (Bblr). Jurnal Keperawatan Karya Bhakti. Vol.6(1). Windariza, W. (2017). Besar Resiko antara BBLR Kurang Bulan dengan Cukup Bulan terhadap Ikterus Neonatorum di RSPKU Muhammadiyah Tegal. Ikterus Neonatorum, Bayi Kurang Bulan, Bayi Cukup Bulan, Bayi BBLR.