Uploaded by Aniida778

Makalah Naskh Mansukh dalam Al-Qur'an

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu Nasikh wa Mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu
Alquran yang wajib diketahui oleh mujtahid. Mengatahui Nasikh wa Mansukh
dalam Alquran dijadikan syarat yang harus dipenuhi mujtahid dalam
menentukan hukum. Meskipun demikian, pendapat tentang konsep ini dalam
ushul fiqih dan studi qur’an masih debatable dan menuai perbedaan pendapat
di kalangan ulama. Kontroversi tentang teori naskh ini mencuat menjadi isu
yang tak kunjung berakhir. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama
mutaqaddimin dan mutaakhirin dalam mendefinisikan nasakh secara
terminologis. Perbedaan pendapat tersebut bersumber pada banyaknya
pengertian nasakh secara etimologi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari nasikh dan mansukh ?
2.
Apa saja syarat terjadinya nasikh dan mansukh ?
3.
Apa saja macam-macam naskh secara umum?
4.
Apa saja hikmah Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran?
5.
Apa saja contoh-contoh nasikh dan mansukh?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari nasikh dan mansukh.
2. Untuk mengetahui apa syarat terjadinya nasikh dan mansukh.
3. Untuk mengetahui macam-macam naskh secara umum.
4. Untuk mengetahui macam-macam naskh dalam Al Qur’an.
5. Untuk mengetahui hikmah naskh dan mansukh dalam Al Qur’an.
6. Untuk mengetahui contoh-contoh nasikh dan masnsukh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nasikh dan Mansukh
2.1.1
Pengertian Nasikh
An naskh menurut bahasa arab mengarah kepada dua arti :
Pertama memiliki arti “Izaalatu syai wa i’daamuhu” yaitu menghilangkan sesuatu
dan meniadakannya atas dasar Allah SWT:
َّ ‫ن ْخ‬
َ ُ‫م‬
ْ ‫ُه َى‬
َ ‫ُه َُخ‬
(Qs. Al-Hajj: 52) ‫ي‬
‫َسن َف‬
‫ش َى ْق ُلي اَم َ َف‬
‫َْ َف‬
‫م ََّ َف‬
‫مكُ َف‬
‫اء َ َف‬
ُ ُ َ‫ۦَه َّى‬
Lafadz yansakhu dalam ayat diatas bermakna menghilangkan atau meniadakan
bisikan-bisikan syaithan dan penyesatnya.
Kedua memiliki arti “Naqlu al syay’I wa tahwiluhu ma’a baqaaihi fi nafsihi” yaitu
menyalin dan memindahkan sesuatu yang tetap menjaga perkara yang disalin
tersebut. Makna ini diambil dari penuturan ayat Al-Qur’an:
َ َ‫ََ ْنَُق‬
ْ َ‫م اَم ن‬
(Qs. Al Jaatsiyah : 29) ‫ي َا َسم اُنَم‬
‫ن َف‬
‫ْعف َاس َ ْف‬
ُ ‫ن َس‬
Yaitu bermakna memindahkan amal-amal kalian ke dalam shuhuf (lembaranlembaran)
Adapun al Zarkasyi berpendapat, An Naskh bisa diartikan ke dalam empat
makna, yatu bermakna al Izalah (menghilangkan/menghapus) sesuai ayat Qs. Al
Hajj: 52, at Tabdiil (mengganti) seperti dalam firman Allah SWT; “wa idza
baddalnaa aayatan makaana aayatin” Qs. An Nahl: 101, bisa berarti at Tahwil
(merubah), dan juga berarti an Naql (memindah).
Sedangkan secara istilah, Ushuliyyun dan Fuqoha mendefinisikan an Naskh
dengan arti “rof’u as syaari’ hukman syar’iyyan bi dalilin syar’iyyin mutaraakhin
‘anhu” yaitu pengangkatan (penghapusan) oleh as Syaari’ (Allah Swt) terhadap
hukum syara’ (yang lampau) dengan dalil syara’ yang terbaru. Yang dimaksud
dengan pengangkatan hukum syara’ adalah penghapusan kontinuitas pengamalan
hukum tersebut dengan mengamalkan hukum yang ditetapkan terakhir.
2.1.2
Pengertian Mansukh
Pengertian
mansukh
menurut
bahasa
berarti
sesuatu
yang
dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah
para ulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang
pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil
syara’ baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’
pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan
kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum.1
2.2 Syarat-Syarat Terjadinya Nasikh
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa terjadinya naskh harus
memenuhi beberapa syarat:
1.
Hukum yang di-naskh harus bersifat hukum syar’i
2.
Dalil yang berfungsi menghapus hukum berupa khitab syar’i (wahyu ilahi)
yang muncul lebih akhir dari pada khitab yang di-naskh hukumnya.
3.
Khitab yang dihapus hukumnya tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Apabila
dibatasi waktu maka hukum tersebut terhapus dengan habis masa waktunya
dan tidak dianggap sebagai naskh.
Sebagian ulama ada yang memperluas syarat-syarat terjadinya naskh menjadi
beberapa poin yaitu:
1.
Hukum yang terkandung pada nasikh bertentangan dengan hukum pada
mansukh.
2.
Yang mansukh harus lebih awal dari Nasikh.
3.
Hukum yang di-nasakh mesti hal-hal yang menyangkut dengan perintah,
larangan, dan hukuman.
4.
Hukum yang di-nasakh tidak terbatas waktu tertentu, mesti berlaku sepanjang
waktu.
5.
Hukum yang terkandung dalam mansukh telah ditetapkan sebelum munculnya
nasikh.
6.
Status nash nasikh mesti sama dengan nash mansukh. Maka nash yang zhanni
tidak bisa menasakh-kan yang qath’i. Tentu tidak sah pula dalil yang besifat
1
Abdul Djalal. Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012), hal. 122
ahad untuk me-nasakh-kan dalil yang mutawatir.
Dari situ diketahui bahwa hanya terjadi pada Amr (perintah) dan Nahyi
(larangan), baik secara shorih (jelas) dalam perintah ataupun dengan lafadz khabar
(berita) yang mengandung makna perintah dan larangandengan syarat tidak
berhubungan dengan urusan.
2.3 Macam-Macam Naskh Secara Umum
An Naskh terbagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Nasakh yang pertama ini telah disepakati oleh seluruh orang yang
menyetujui nasakh mengenai kebolehannya.2 Contohnya, kasus hukum iddah
(masa tenggang) bagi seorang janda yang semula satu tahun, tertera pada Qs.
Al- Baqarah:240 berikut:
ۡ َ‫اِوصي َّٗة ِِّل َ ۡز َٰ َوجهمِ َّم َٰت َ ًعاِإل‬
ٖۚ ‫ىِٱل َح ۡولِغ َۡي َرِإ ۡخ َر‬
٢٤٠ِ‫اج‬
َ ‫ِو َيذَ ُرونَ ِأ َ ۡز َٰ َو ٗج‬
َ ‫َوٱلَّذِينَ ِيُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم‬
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa
masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam Qs.
Al-Baqarah:234 berikut:
٢٣٤ِ‫ِو َع ۡش ٗر ۖا‬
َ ‫ِويَذَ ُرونَ ِأ َ ۡز َٰ َو ٗجاِيَت ََربَّصۡ نَ ِبأَنفُسه َّنِأَرِۡبَعَةَِأ َ ۡش ُهر‬
َ ‫َوٱلَّذينَ ِيُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم‬
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteriisteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat
bulan sepuluh hari.
2. Nasakh Al-Qur’an dengan as-Sunnah
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141, lihat juga Subhiy
Ash-Sholih dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 1988), hlm. 262
2
Ada perbedaan pendapat pada nasakh model ini, adapun Imam Syafi’i
menolaknya, hal tersebut tertulis dalam risalahnya. Tetapi sebagian ulama
mengatakan bahwa mereka kurang setuju dengan pendapat Syafi’i, sebab
keagungan al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan satu kesatuan yang diturunkan
oleh Allah SWT dan tidak ada pertentangan pada keduanya, namun jika ada
pertentangan pada salah satu dari keduanya maka harus di nasakh.3 Ada
sebagian kelompok Imam Ahmad dan Ahli Dzahir yang menolaknya juga,
alasannya adalah tingkat kedudukan al-Sunnah yang tidak sebanding dengan
Al-Qur’an.
Sedangkan
Imam
Malik,
Abu
Hanifah
dan
Ahmad
memperbolehkannya, dengan alasan as-Sunnah itu juga wahyu (artinya Nabi
memberikan hukum juga setelah mendapat wahyu dari Allah. Sesuatu yang
dilakukan Nabi SAW juga bukan merupakan hawa nafsu.4
Ada beberapa problem dalam bagian nasikh ini, sebagian besar, ulama
menolaknya, mereka mengatakan bahwa tidak masuk akal jika ayat Al-Qur’an
dihapus oleh al-Sunnah. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Hafidz bahwa Yahya
ibn Katsir mengatakan bahwa al-Sunnah dapat diganti oleh al-Qur’an dan
bukan al-Qur’an yang digantikan oleh al-Sunnah.5
Djalal dalam Ulumul Qur’an, boleh nasakh model ini, namun nasakh
dengan hadits ahad tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama. Hal itu
dikarenakan, al-Qur’an datangnya mutawatir dan memberikan faedah yang
meyakinkan, sedangkan hadits ahad memberikan faedah yang dzanni (dugaan
saja).6
Asy-Syuyuti mengatakan bahwa dibolehkan me-nasakh al_qur’an
dengan as-Sunnah karena sesungguhnya as-Sunnah itu juga dari Allah, Allah
berfirman:7
ۡ ‫َو َماِيَنط ُقِ َعن‬
٣ِ‫ِٱل َه َو َٰ ٰٓى‬
3
Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm. 261,
lihat juga Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237
4
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237
Ibn Hazm Al-Hamdani, i’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1 (Himsa: Matba’ah Andalus,
1966) hlm. 26
6
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141
7
Jalaluddin Asy-Syuyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar an-Nafa’is, 1990), hlm. 137
5
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. QS. An-Najm(53):3
3. Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an
Penghapusan hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah diganti
dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, Jumhur ulama
memperbolehkannya. ini Contohnya kebiasaan Nabi mewajibkan puasa pada
bulan asy-Syura, hadits riwayat Bukhari-Muslim dari Aisyah r.a: yang artinya
“Dari Aisyah, beliau berkata: “Hari Asyura itu adalah wajib berpuasa. Ketika
diturunkan (kewajiban berpuasa) bulan Ramadhan, maka ada orang yang mau
berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa.”
Semula ada kewajiban berpuasan pada bulan asyura, namun kemudian
di nasakh setelahnya turun ayat berikut:8
ۡ َ‫ِوبَيِ َٰ َنت ِ ِمن‬
ۡ ‫ضانَ ِٱلَّذيِأُنز َل ِفيه‬
ٖۚ َ‫ِو ۡٱلفُ ۡرق‬
ِ‫انِفَ َمن‬
َ ‫ِر َم‬
َ ‫شَهۡ ُر‬
َ ‫ِٱل ُهدَ َٰى‬
َ ‫ِٱلقُ ۡر َءانُ ِ ُه ٗدىِلِلنَّاس‬
ٰٓ
ۖ ُ َ‫شهۡ َرِفَ ۡلي‬
َّ ‫شَهدَِمن ُك ُمِٱل‬
ُِ‫ُِٱّلل‬
َِّ ‫ةِ ِم ۡنِأَي ٍَّامِأُخ َۗ ََرِيُريد‬ٞ َّ‫سفَرِفَعد‬
َ ِ‫ِو َمنِكَانَِ َمريضًاِأ َ ۡوِ َعلَ َٰى‬
َ ُ‫ص ۡمه‬
ۡ ْ‫ِولت ُ ۡكملُوا‬
ۡ ‫ِو ََل ِيُريد ُِب ُك ُم‬
َّ ْ‫َِولت ُ َكبِ ُروا‬
ِ‫ِولَعَلَّ ُِك ۡم‬
َ ‫ِٱّللَِ َعلَ َٰى ِ َماِ َهدَ َٰى ُك ۡم‬
َ ‫ِٱلعدَّة‬
َ ‫ِٱلعُ ۡس َر‬
َ ‫ب ُك ُمِ ۡٱلي ُۡس َر‬
١٨٥ِ َ‫ت َۡش ُك ُرون‬
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Qs. Al-Baqarah (2):185
Akan tetapi Imam Syafi’i menolak ketetapan ini, karena semua yang
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 142, lihat juga Subhiy
Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm 261
8
ditetapkan dalam hadits Nabi tentu sudah didukung olehal-Qur’an, hal itu
berarti ketetapan al-Qur’an tidak bertentangan dengan al-Sunnah atau saling
bersinergi.9
4. Nasakh al-Sunnah dengan al-Sunnah
Sebagian besar ulama tidak setuju dengan nasakh ini, hal itu
dikarenakan Nabi SAW tidak mungkin memberikan syariat untuk umatnya
kecuali mendapat petunjuk dan wahyu dari Allah SWT, dan semua yang di
sunnahkan Nabi merupakan perkara syariat bukan dari hawa nafsu. Contohnya
me-nasakh wudhu yang semula dianjurkan setelah makan sate, kemudian
beliau me-nasakh-nya, beliau tidak berwudhu setelah makan sate.10
2.4 Macam-Macam Naskh dalam Al-Qur’an
Ada tiga model Nasakh bagian ini, 11 yaitu:
1. Yang di nasakh tulisan dan hukumnya
Yaitu menghapus ayat dan hukumnya sekaligus. Contohnya seperti
hadits berikut:
‫روي عن أنس بن مالك رضي هللا عنه‬
‫ كنا نقرأ على عهد‬:‫أنه قال‬
‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم سورة‬
‫ ما أحفظ‬،‫تعدلها سورة التوبة‬
‫ (ولو أن‬:‫منها غير آية واحدة‬
‫البن آدم واديان من ذهب ال بتغى‬
‫له‬
‫أن‬
‫ولو‬
،‫ثالثا‬
‫إليها‬
‫ وال‬،‫ثالثا البتغى إليها رابعا‬
9
Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an..... hlm 261
Ibid., hlm 261-262
11
Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of
“Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 25
10
،‫يمأل جوف ابن آدم إال التراب‬
12
.)‫تاب‬
‫ويتوب هللا على من‬
“Anas bin Malik RA. mengatakan, ketika kami bertanya pada Nabi SAW
firman Allah yang menunjukkan perihal taubat, beliau memberikan satu ayat:
seandainya anak Adam mendapati sebuah lembah, maka dia akan
meninggalkannya untuk mencari satu lagi seperti itu, dan jika dia memperoleh
yang seperti itu lagi untuk kedua, makan dia akan mencarinya lagi untuk yang
ketiga, dan tidak ada yang akan memuaskan perut keturunan Adam kecuali
debu, tetapi Allah lembut hati (mengampuni) kepada siapapun yang
bertaubat.”
2. Yang di nasakh tulisannya dan hukumnya tetap
Menurut As-Suyuthiy dalam al-Ithqan dan Ibn Hazm dalam anNasikhu wa al-Mansukhu li ibn Hazm, Umar ibnu Khattab mengatakan:13
‫البتة‬
‫فرجموهما‬
‫زنيا‬
‫إذا‬
‫نكاال من هللا وهللا عزيز حكيم‬
Apabila seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka
rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Tuhan dan Tuhan maha kuasa
lagi bijaksana.
Ada beberapa kontroversi dengan ayat tersebut, riwayat Bukhari mengatakan
bahwa posisi semula ayat tersebut berada pada surat an-Nur ayat 24, tetapi
terdapat batasan yang jelas mengenai hukuman perbuatan zina tersebut dengan
cambukan, sedangkan ayat di atas dengan rajam.
3. Yang di nasakh hukumnya dan tulisannya tetap
Yaitu tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada namun hukumnya
sudah dihapus dan diganti dengan yang lain. Contohnya, ayat berikut:
ِ‫جا ِ َوصي َِّٗة ِ ِّل َ ِۡز َٰ َِوجهم ِ َّمَِٰتَعًا ِإلَى‬
ِٗ ‫َِوٱلَّذينَِ ِيُت َ َوفَّوِۡنَِ ِمن ُك ِۡم ِ َو َيذَ ُرونَِ ِأ َ ِۡز َٰ َِو‬
12
Al-Bukhari Abi Abdillah, Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22 (Kairo:
Matba’ah al-Bahiyah al-Misriyah, 1937), hlm. 207
13
Jaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an......hlm 140
٢٤٠14ِ‫اج‬
ِٖۚ ‫خ َر‬
ِۡ ‫ٱِۡل َحوِۡلِِغَِۡي َِرِإ‬
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa
tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat
berikut:
ِ‫ن ِِأ َرِۡ َب َع َِة‬
َِّ ‫جا ِ َيت َ َربَّصِۡنَِ ِبأَنفُسه‬
ِٗ ‫َِوٱلَّذينَِ ِيُتَ َوفَّوِۡنَِ ِمن ُك ِۡم ِ َو َيذَ ُرونَِ ِأ َ ِۡز َٰ َِو‬
15
٢٣٤ِ‫ش ِٗرِۖا‬
ِۡ ‫ع‬
ِۡ َ ‫أ‬
َ ‫ش ُهرِِ َو‬
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteriisteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat
bulan sepuluh hari.
Manna
al-Qaththan
mengatakan
bahwa
ada
hikmah
dibalik
penghapusan hukumnya saja namun tulisan dan bacaannnya tetap, yaitu:16
a) Al-Qur’an itu sebagian dibaca untuk diketahui isi hukumnya dan untuk
diamalkan, dibaca karena itu firman Tuhan maka akan mendapat pahala.
b) Nasakh pada umumnya berguna untuk memberikan keringanan. Karena itu,
tidak di-nasakh-kan bacaan ayat untuk mengingatkan nikmat Allah yang
memperingan hukuman itu.
2.5 Hikmah Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran
Hikmah naskh dan mansukh secara umum ialah sebagai berikut:
1. Untuk menunjukkan bahwa syari’at agama islam adalah syari’at yang
paling sempurna. Karena itu, syari’at agama islam ini menasakh semua
syariat dari agama-agama sebelum islam. Sebab, syari’at Islam ini telah
mencakup semua kebutuhan seluruh umat manusia dari segala periodenya,
mulai dari Nabi Adam a.s. yang kebutuhan-kebutuhannya masih sederhana
14
Al-Baqarah (2) : 240
15
Al-Baqarah (2) : 234
16
Manna al-Qaththan, .... hlm. 239
hingga Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW yang kebutuhankebutuhannya sudah banyak dan kompleks.
2. Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa
terpelihara dalam semua keadaan dan di sepanjang zaman.
3. Untuk menjaga agar perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan
semua situasi dan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang
sederhana sampai ke tingkat yang sempurna.
4. Untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan
penggantian-penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia
mengamalkan hukum-hukum Tuhan, atau dengan begitu lalu mereka ingkar
dan membangkang?
5. Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia
mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah
sampai yang sulit. Sebab, semakin sulit menjalankan suatu peraturan Tuhan,
akan semakin besar manfaat, faedah dan pahalanya.
6. Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam, sebab dalam
beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan
pengamalan guna menikmati kebijaksanaan dan kemurahan Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.17
2.6 Contoh-Contoh Nasikh-Mansukh18
1. QS. Al-Baqarah ayat 115
ۡ ‫َو َّّلل‬
١١٥‫ُِٱّلل‬
َِّ ‫ِو ۡجه‬
َ ‫ِو ۡٱل َم ۡغر ٖۚبُ ِفَأ َ ۡي َن َماِت ُ َولُّواِْفَث َ َّم‬
َ ‫ِٱل َم ۡشر ُق‬
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah.
di nasakh oleh QS. Al-Baqarah ayat 144
ۡ ‫ِٱل َم ۡسجد‬
ۡ ‫ِو ۡج َهكَ ِش َۡط َر‬
١٤٤ِ‫ِٱل َح َر ٖۚام‬
َ ‫فَ َو ِل‬
17
18
Abdul Djalal. Ulumul Qur’an,… hal. 148
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an......, hlm. 242-243
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.
2. QS. Al-Baqarah ayat 180
ۡ ‫ِٱل َم ۡوتُ ِإنِت ََركَ ِخ َۡي ًر‬
ۡ ‫ض َرِأ َ َحدَ ُك ُم‬
١٨٠ِ َ‫ِو ۡٱّل َ ۡق َربين‬
َ ‫بِ َعلَ ۡي ُك ۡمِإذَاِ َح‬
َ ‫ُكت‬
َ ‫اِٱل َوصيَّةُِل ۡل َٰ َولدَ ۡين‬
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tandatanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibubapak dan karib kerabatnya.
dalam Mabahist fi Ulum al-Qur’an, Qattan menulis ayat tersebut di nasakh
oleh hadits yang diriwayatkan Dawud dan Tirmidzi:19
ِ ‫انِهللاِقدِاعطىِكلِذيِحقِحقهِفالِوصيةِلوارث‬
Sesungguhnya Allah memberikan setiap yang bernyawa itu hak, maka
jangan berilah wasiat untuk yang menerima warisan.
3. QS. Al-Baqarah ayat 184
ۖ ‫طعَا ُمِم ۡسك‬
َ ِ‫ة‬ٞ َ‫َو َعلَىِٱلَّذينَ ِيُطيقُونَ ۥهُِف ۡدي‬
١٨٤ِ‫ين‬
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 185
َّ ‫فَ َمنِشَهدَِمن ُك ُمِٱل‬
١٨٥ُِ‫صمۡ ۖه‬
ُ َ‫شهۡ َرِفَ ۡلي‬
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
4. QS. Al-Baqarah ayat 217
ۡ ‫شهۡ ر‬
ۖ ‫ِٱل َح َرامِقت َالِف‬
َّ ‫َيسَِۡٔٔ لُونَكَ ِ َعنِٱل‬
٢١٧ِ‫ٖۚير‬ٞ ‫َالِفيهِكَب‬ٞ ‫يهِقُ ۡلِقت‬
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.
19
Manna al-Qaththan, .... hlm. 243
Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.
dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 36
ٖۚ
ۡ ْ‫َو َٰقَتلُوا‬
٣٦ِ‫ِٱل ُم ۡشركينَ ِ َكآٰفَّ ِٗة َك َماِيُ َٰ َقتلُونَ ُك ۡمِ َكآٰفَّ ٗة‬
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya.
5. QS. Al-Baqarah ayat 240
ۡ َ‫اِوصي َّٗة ِِّل َ ۡز َٰ َوجهمِ َّم َٰتَعًاِإل‬
٢٤٠ِ‫اج‬
ِٖۚ ‫ىِٱل َح ۡولِغ َۡي َرِإ ۡخ َر‬
َ ‫ِويَذَ ُرونَ ِأ َ ۡز َٰ َو ٗج‬
َ ‫َوٱلَّذينَ ِيُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم‬
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 234
٢٣٤ِ‫ِو َع ۡش ٗر ۖا‬
َ ‫ِويَذَ ُرونَِِأ َ ۡز َٰ َو ٗجاِيَت ََربَّصۡ نَ ِبأَنفُسه َّنِأ َ ۡربَعَةَِأ َ ۡش ُهر‬
َ ‫َوٱلَّذينَ ِيُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم‬
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah)
empat bulan sepuluh hari.
6. QS. Al-Baqarah ayat 284
ۖ َّ ‫َوإنِت ُ ۡبد ُواِْ َماِفيِأَنفُس ُك ۡمِأَ ۡوِت ُ ۡخفُوهُِيُ َحاس ۡب ُكمِبه‬
٢٨٤ُِ‫ِٱّلل‬
ٰٓ
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu.
Dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 286
َّ ‫ف‬
٢٨٦ِ‫ِو ۡس َع َه ٖۚا‬
ً ‫ِٱّللُِن َۡف‬
ُ ِ‫ََلِيُ َكل‬
ُ ‫ساِإ ََّل‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
7. QS. An-Nisa ayat 8
ۡ ْ‫ِٱلق ۡس َمةَِأ ُ ْولُوا‬
ۡ ‫ض َر‬
٨ُِ‫سكِينُ ِفَ ۡٱر ُزقُوهُمِ ِم ۡنه‬
َ ‫َوإذَاِ َح‬
َ َٰ ‫ِو ۡٱل َم‬
َ ‫ِو ۡٱليَ َٰت َ َم َٰى‬
َ ‫ِٱلقُ ۡربَ َٰى‬
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya).
dihapus oleh ayat mawarits20 (tentang warisan)
‫ِإنهاِغيرِمنسوخةِوحكمهاِباقِعلىِالندب‬-‫وهوِالصواب‬Sebenarnya ayat tersebut tidak dihapus dan hukumnya pun tetap diberlakukan.
8. QS. An-Nisa ayat 15 dan 16
ۡ َ‫َوٱ َٰلَّتيِ َي ۡأتين‬
ۡ َ‫سآٰئ ُك ۡمِف‬
ِ‫ٱست َۡشهد ُواِْ َعلَ ۡيه َّنِأَ ۡر َب َع ٗةِ ِمن ُك ۡۖمِفَإنِشَهد ُواِْفَأَمۡ سِ ُكوه َُّن‬
َ ‫ِٱل َٰفَح‬
َ ِ‫شةَِمنِن‬
ۡ ‫حت َّ َٰى ِيَت ََوفَّ َٰى ُه َّن‬
ۡ ‫في‬
َّ ‫ِٱل َم ۡوتُ ِأ َ ۡو ِيَ ۡجعَ َل‬
ِ‫ َوٱلَّذَان ِيَ ۡأت َٰيَن َها ِمن ُك ۡم‬١٥ِ ‫سب ٗيال‬
َِ ِ ‫ِٱلبُيُوت‬
َ ِ ‫ِٱّللُ ِلَ ُه َّن‬
١٦ِٰٓ ‫اِوأَصۡ لَ َحاِفَأ َ ۡعرضُواِْ َع ۡن ُه َم َۗا‬
َِ
َ َ‫فَٔٔ اذُو ُه َم ۖاِفَإنِتَاب‬
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah
ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanitawanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya.
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,
maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat
dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.
dihapus oleh QS. An-Nur ayat 2
َّ ‫ِو‬
َّ
ۡ َ‫ٱلزانيِف‬
٢ِ‫َِّوحدِ ِم ۡن ُِه َماِماْئَةَِ َج ۡلدَ ۖة‬
َ َٰ ‫ٱجلد ُواِْ ُكل‬
َ ُ‫ٱلزانيَة‬
20
Manna al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-Qur’an....., hlm. 244
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera.
Qattan menyebutkan bahwa ayat tersebut juga dihapus oleh hadist riwayat
Muslim dari Hadits Ibadah ibn Ash-shomat berikut:21
"‫بالثيب جلد مائة والرجم‬
‫والثيب‬
،‫"ال ِبكْر بال ِبكْر جلد مائة ونفي سنة‬
ِ
ِ
Gadis-gadis yang berzina deralah seratus kali, sedangkan pemuda-pemuda
yang berzina maka deralah seratus kali dan rajamlah juga.
9. QS. Al-Anfal (8) ayat 65
٦٥ِ‫صب ُرونَ ِيَ ۡغلبُواِْماْئَت َۡي ٖۚن‬
َ َٰ ِ َ‫إنِيَ ُكنِ ِمن ُك ۡمِع ۡش ُرون‬
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.
dihapus QS. Al-Anfal ayat 66
َّ ‫ف‬
٦٦ِ‫ةِيَ ۡغلبُواِْماْئَت َۡي ٖۚن‬ٞ ‫صاب َر‬
َ ِ‫ِو َعل َمِأ َ َّنِفي ُك ۡم‬
َ ِ‫َة‬ٞ ‫ضعۡ ٗف ٖۚاِفَِإنِيَ ُكنِ ِمن ُكمِ ِماْئ‬
َ َّ‫ۡٱل َٰـنَ ِ َخف‬
َ ‫ِٱّللُِ َعن ُك ۡم‬
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui
bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang
sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir.
10. QS. At-taubah ayat 41
٤١ِ‫اِوثقَ ٗاَل‬
َ ‫ٱنف ُرواِْخفَ ٗاف‬
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat.
dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 91 dan QS. At-Taubah ayat 122
ۡ َ‫ِو ََلِ َعل‬
٩١ِ‫ض َٰى‬
ُّ ‫سِ َعلَىِٱل‬
َ ‫ىِٱل َم ۡر‬
َ ‫لَّ ۡي‬
َ ‫ض َعفَآٰء‬
21
Ibid. 244
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah
dan atas orang-orang yang sakit.
ٖۚ
ۡ َ‫َو َماِ َكان‬
١٢٢ِ‫ِٱل ُم ۡؤمنُونَ ِليَنف ُرواِْ َكآٰفَّ ٗة‬
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Naskh dibagi menjadi dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah
perkara yang menghilangkan perkara lain sedangkan Mansukh adalah perkara yang
dihilangkan oleh perkara lain, dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al Qur’an
dengan Al Qur’an, Al Qur’an dengan hadist/al sunnah, hadist/al sunnah dengan Al
Qur’an dan hadist/al sunnah dengan hadist/al sunnah. Dalam Naskh terdapat syarat
dan rukun yang harus dipenuhi. Banyak perbedaan pendapat dari paraulama
mengenai nasikh mansukh yang menimbulkan setuju tidaknya naskh diterapkan.
Naskh sendiri hanya berlaku dalam ayat-ayat yang mengandung perintah dan
larangan. Kendati ada beberapa pihak yang menolak adanya nasikh mansukh alam
Al-Qur'an, para jumhur ulama telah menetapkan syarat dan rukun tertentu suatu
ayat dapat terkena nasikh Mansukh. Urgensi mempelajari nasikh dan Mansukh
adalah untuk mengetahui proses tashri’ (penetapan dan penerapan hukum) islam
dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta illat hukum (alasan ditetapkannya suatu
hukum).
3.2 Saran
Konsep naskh merupakan kajian yang bersifat sensitif. Oleh karena itu, perlu
adanya penelitian dan kehati-hatian agar jangan terjadi kesemena-menaan dalam
menetapkan apakah nas telah dinasikh atau tidak. Karena konsep naskh mengalami
perkembangan dan waktu ke waktu, maka masih banyak untuk diperbincangkan
dan dipelajar kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Departemen. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk Agung.
Al-Qaththan, Manna’ Khalil. 1983. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muwassah.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2014. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemah Mudzakir. Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa.
Al-Hamdani. 1966. I’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1. Himsa: Matba’ah
Andalus.
Al-Suyuti, Jaluddin. 1990. al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Jilid II. Beirut: Dar al-Nafa’is.
Al-Shalih, Subhiy. 1988. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain.
Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an, Cet. II. Surabaya: Dunia Ilmu.
Malik, Abdul Rahman. "Abrogasi Dalam Alquran: Studi Nasikh Dan Mansukh." Jurnal
Studi Al-Qur'an 12.1 (2016): 98-113.
Ruslan, Ruslan. "Nasikh Dan Mansukh Alquran Menurut dr. Hamka." JOURNAL OF
ISLAMIC AND LAW STUDIES 3.2 (2019).
Shihab, Quraish. 1998. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Download