MAKALAH KAPITA SELEKTA AL-QUR`AN “Ilmu Nasikh dan Mansukh” Dosen Pengampu : Ida Masrurotin, S.Th.I, M.Ag. Disusun oleh : Kelompok 3 1. Yunita Nindi Pratiwi (17130210069) 2. Ira Febri Pratiwi (17130210084) 3. Rosela Firda Jinandri (17130210310) 4. Anida Fitria (17130210353) FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN UNIVERSITAS ISLAM KADIRI KEDIRI 2020 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami yang berjudul “ILMU NASIKH DAN MANSUKH”. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang . Kami menyusun makalah kami dari berbagai sumber seperti buku, literatur, internet, dll., yang kami tau semuanya itu jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik, saran dan masukkan guna untuk membuat makalah kami lebih sempurna lagi di tugas-tugas berikutnya. Demikian makalah ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya. Kediri, 16 Oktober 2020 Penulis Kelompok 3 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii BAB I .................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1 1.3 Tujuan Makalah .................................................................................................. 1 BAB II................................................................................................................................. 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2 2.1 Pengertian Nasikh dan Mansukh......................................................................... 2 2.1.1 Pengertian Nasikh ....................................................................................... 2 2.1.2 Pengertian Mansukh.................................................................................... 3 2.2 Syarat-Syarat Terjadinya Nasikh ........................................................................ 3 2.3 Macam-Macam Naskh ........................................................................................ 4 2.4 Hikmah Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran ................................................... 9 2.5 Contoh-Contoh Nasikh-Mansukh ..................................................................... 10 BAB III ............................................................................................................................. 16 PENUTUP ........................................................................................................................ 16 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 16 3.2 Saran ........................................................................................................................ 16 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Nasikh wa Mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu Alquran yang wajib diketahui oleh mujtahid. Mengatahui Nasikh wa Mansukh dalam Alquran dijadikan syarat yang harus dipenuhi mujtahid dalam menentukan hukum. Meskipun demikian, pendapat tentang konsep ini dalam ushul fiqih dan studi qur’an masih debatable dan menuai perbedaan pendapat di kalangan ulama. Kontroversi tentang teori naskh ini mencuat menjadi isu yang tak kunjung berakhir. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin dalam mendefinisikan nasakh secara terminologis. Perbedaan pendapat tersebut bersumber pada banyaknya pengertian nasakh secara etimologi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari nasikh dan mansukh ? 2. Apa saja syarat terjadinya nasikh dan mansukh ? 3. Apa saja macam-macam naskh secara umum? 4. Apa saja hikmah Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran? 5. Apa saja contoh-contoh nasikh dan mansukh? 1.3 Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahui pengertian dari nasikh dan mansukh. 2. Untuk mengetahui apa syarat terjadinya nasikh dan mansukh. 3. Untuk mengetahui macam-macam naskh secara umum. 4. Untuk mengetahui macam-macam naskh dalam Al Qur’an. 5. Untuk mengetahui hikmah naskh dan mansukh dalam Al Qur’an. 6. Untuk mengetahui contoh-contoh nasikh dan masnsukh. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Nasikh dan Mansukh 2.1.1 Pengertian Nasikh An naskh menurut bahasa arab mengarah kepada dua arti : Pertama memiliki arti “Izaalatu syai wa i’daamuhu” yaitu menghilangkan sesuatu dan meniadakannya atas dasar Allah SWT: َّ ن ْخ َ ُم ْ ُه َى َ ُه َُخ (Qs. Al-Hajj: 52) ي َسن َف ش َى ْق ُلي اَم َ َف َْ َف م ََّ َف مكُ َف اء َ َف ُ ُ َۦَه َّى Lafadz yansakhu dalam ayat diatas bermakna menghilangkan atau meniadakan bisikan-bisikan syaithan dan penyesatnya. Kedua memiliki arti “Naqlu al syay’I wa tahwiluhu ma’a baqaaihi fi nafsihi” yaitu menyalin dan memindahkan sesuatu yang tetap menjaga perkara yang disalin tersebut. Makna ini diambil dari penuturan ayat Al-Qur’an: ْ َم اَم ن (Qs. Al Jaatsiyah : 29) ي َا َسم اُنَم ن َف ْع َاس َ ْف ََ ْنَُقَ َف ُ ن َس Yaitu bermakna memindahkan amal-amal kalian ke dalam shuhuf (lembaranlembaran) Adapun al Zarkasyi berpendapat, An Naskh bisa diartikan ke dalam empat makna, yatu bermakna al Izalah (menghilangkan/menghapus) sesuai ayat Qs. Al Hajj: 52, at Tabdiil (mengganti) seperti dalam firman Allah SWT; “wa idza baddalnaa aayatan makaana aayatin” Qs. An Nahl: 101, bisa berarti at Tahwil (merubah), dan juga berarti an Naql (memindah). Sedangkan secara istilah, Ushuliyyun dan Fuqoha mendefinisikan an Naskh dengan arti “rof’u as syaari’ hukman syar’iyyan bi dalilin syar’iyyin mutaraakhin ‘anhu” yaitu pengangkatan (penghapusan) oleh as Syaari’ (Allah Swt) terhadap hukum syara’ (yang lampau) dengan dalil syara’ yang terbaru. Yang dimaksud dengan pengangkatan hukum syara’ adalah penghapusan kontinuitas pengamalan hukum tersebut dengan mengamalkan hukum yang ditetapkan terakhir. 2 2.1.2 Pengertian Mansukh Pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian. Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum.1 2.2 Syarat-Syarat Terjadinya Nasikh Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa terjadinya naskh harus memenuhi beberapa syarat: 1. Hukum yang di-naskh harus bersifat hukum syar’i 2. Dalil yang berfungsi menghapus hukum berupa khitab syar’i (wahyu ilahi) yang muncul lebih akhir dari pada khitab yang di-naskh hukumnya. 3. Khitab yang dihapus hukumnya tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Apabila dibatasi waktu maka hukum tersebut terhapus dengan habis masa waktunya dan tidak dianggap sebagai naskh. Sebagian ulama ada yang memperluas syarat-syarat terjadinya naskh menjadi beberapa poin yaitu: 1. Hukum yang terkandung pada nasikh bertentangan dengan hukum pada mansukh. 2. Yang mansukh harus lebih awal dari Nasikh. 3. Hukum yang di-nasakh mesti hal-hal yang menyangkut dengan perintah, larangan, dan hukuman. 4. Hukum yang di-nasakh tidak terbatas waktu tertentu, mesti berlaku sepanjang waktu. 5. 1 Hukum yang terkandung dalam mansukh telah ditetapkan sebelum Abdul Djalal. Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012), hal. 122 3 munculnya nasikh. 6. Status nash nasikh mesti sama dengan nash mansukh. Maka nash yang zhanni tidak bisa menasakh-kan yang qath’i. Tentu tidak sah pula dalil yang besifat ahad untuk me-nasakh-kan dalil yang mutawatir. Dari situ diketahui bahwa hanya terjadi pada Amr (perintah) dan Nahyi (larangan), baik secara shorih (jelas) dalam perintah ataupun dengan lafadz khabar (berita) yang mengandung makna perintah dan larangandengan syarat tidak berhubungan dengan urusan. 2.3 Macam-Macam Naskh Secara Umum An Naskh terbagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an Nasakh yang pertama ini telah disepakati oleh seluruh orang yang menyetujui nasakh mengenai kebolehannya.2 Contohnya, kasus hukum iddah (masa tenggang) bagi seorang janda yang semula satu tahun, tertera pada Qs. Al- Baqarah:240 berikut: ٢٤٠ صي َّٗة ِِّل َ ۡز َٰ َو ِج ِهم َّم َٰتَعًا إِلَى ۡٱل َح ۡو ِل غ َۡي َر إِ ۡخ َراج ِ َوٱلَّذِينَ يُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َويَذَ ُرونَ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا َو Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam Qs. Al-Baqarah:234 berikut: ٢٣٤ َوٱلَّذِينَ يُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َويَذَ ُرونَ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا يَت ََربَّصۡ نَ بِأَنفُ ِس ِه َّن أَ ۡربَعَةَ أ َ ۡش ُهر َو َع ۡش ٗر ۖا Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141, lihat juga Subhiy Ash-Sholih dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 1988), hlm. 262 2 4 2. Nasakh Al-Qur’an dengan as-Sunnah Ada perbedaan pendapat pada nasakh model ini, adapun Imam Syafi’i menolaknya, hal tersebut tertulis dalam risalahnya. Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa mereka kurang setuju dengan pendapat Syafi’i, sebab keagungan al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan satu kesatuan yang diturunkan oleh Allah SWT dan tidak ada pertentangan pada keduanya, namun jika ada pertentangan pada salah satu dari keduanya maka harus di nasakh.3 Ada sebagian kelompok Imam Ahmad dan Ahli Dzahir yang menolaknya juga, alasannya adalah tingkat kedudukan al-Sunnah yang tidak sebanding dengan Al-Qur’an. Sedangkan Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad memperbolehkannya, dengan alasan as-Sunnah itu juga wahyu (artinya Nabi memberikan hukum juga setelah mendapat wahyu dari Allah. Sesuatu yang dilakukan Nabi SAW juga bukan merupakan hawa nafsu.4 Ada beberapa problem dalam bagian nasikh ini, sebagian besar, ulama menolaknya, mereka mengatakan bahwa tidak masuk akal jika ayat AlQur’an dihapus oleh al-Sunnah. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Hafidz bahwa Yahya ibn Katsir mengatakan bahwa al-Sunnah dapat diganti oleh alQur’an dan bukan al-Qur’an yang digantikan oleh al-Sunnah.5 Djalal dalam Ulumul Qur’an, boleh nasakh model ini, namun nasakh dengan hadits ahad tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama. Hal itu dikarenakan, al-Qur’an datangnya mutawatir dan memberikan faedah yang meyakinkan, sedangkan hadits ahad memberikan faedah yang dzanni (dugaan saja).6 Asy-Syuyuti mengatakan bahwa dibolehkan me-nasakh al_qur’an dengan as-Sunnah karena sesungguhnya as-Sunnah itu juga dari Allah, Allah berfirman:7 3 Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm. 261, lihat juga Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237 4 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237 Ibn Hazm Al-Hamdani, i’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1 (Himsa: Matba’ah Andalus, 1966) hlm. 26 6 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141 7 Jalaluddin Asy-Syuyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar an-Nafa’is, 1990), hlm. 137 5 5 ٣ نط ُق َع ِن ۡٱل َه َو َٰ ٰٓى ِ َو َما َي dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. QS. An-Najm(53):3 3. Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an Penghapusan hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah diganti dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, Jumhur ulama memperbolehkannya. ini Contohnya kebiasaan Nabi mewajibkan puasa pada bulan asy-Syura, hadits riwayat Bukhari-Muslim dari Aisyah r.a: yang artinya “Dari Aisyah, beliau berkata: “Hari Asyura itu adalah wajib berpuasa. Ketika diturunkan (kewajiban berpuasa) bulan Ramadhan, maka ada orang yang mau berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa.” Semula ada kewajiban berpuasan pada bulan asyura, namun kemudian di nasakh setelahnya turun ayat berikut:8 ان فَ َمن ِ َّنز َل فِي ِه ۡٱلقُ ۡر َءانُ ُه ٗدى ِلِلن َ شَهۡ ُر َر َم ِ ُ ِي أ ِ َاس َوبَيِ َٰ َنت ِمنَ ۡٱل ُهدَ َٰى َو ۡٱلفُ ۡرق ٰٓ ضانَ ٱلَّذ َّ ش ِهدَ ِمن ُك ُم ٱل ُ ة ِم ۡن أَي ٍَّام أُخ َۗ ََر ي ُِريدٞ َّسفَر فَ ِعد َ ُ َشهۡ َر فَ ۡلي َ ص ۡم ۖهُ َو َمن َكانَ َم ِريضًا أ َ ۡو َ علَ َٰى َّ ْٱَّللُ ِب ُك ُم ۡٱلي ُۡس َر َو ََل ي ُِريد ُ ِب ُك ُم ۡٱلعُ ۡس َر َو ِلت ُ ۡك ِملُواْ ۡٱل ِعدَّة َ َو ِلت ُ َكبِ ُروا َّ ٱَّللَ َعلَ َٰى َما َهدَ َٰى ُك ۡم ١٨٥ ََولَ َعلَّ ُك ۡم ت َۡش ُك ُرون (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Qs. Al-Baqarah (2):185 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 142, lihat juga Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm 261 8 6 Akan tetapi Imam Syafi’i menolak ketetapan ini, karena semua yang ditetapkan dalam hadits Nabi tentu sudah didukung olehal-Qur’an, hal itu berarti ketetapan al-Qur’an tidak bertentangan dengan al-Sunnah atau saling bersinergi.9 4. Nasakh al-Sunnah dengan al-Sunnah Sebagian besar ulama tidak setuju dengan nasakh ini, hal itu dikarenakan Nabi SAW tidak mungkin memberikan syariat untuk umatnya kecuali mendapat petunjuk dan wahyu dari Allah SWT, dan semua yang di sunnahkan Nabi merupakan perkara syariat bukan dari hawa nafsu. Contohnya me-nasakh wudhu yang semula dianjurkan setelah makan sate, kemudian beliau me-nasakh-nya, beliau tidak berwudhu setelah makan sate.10 2.4 Macam-Macam Naskh dalam Al-Qur’an Ada tiga model Nasakh bagian ini, 11 yaitu: 1. Yang di nasakh tulisan dan hukumnya Yaitu menghapus ayat dan hukumnya sekaligus. Contohnya seperti hadits berikut: روي عن أنس بن مالك رضي هللا كنا نقرأ على:عنه أنه قال عهد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ،التوبة آية غير آدم البن سورة تعدلها منها أن أحفظ (ولو سورة ما :واحدة واديان من ذهب ال بتغى إليها 9 Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an..... hlm 261 Ibid., hlm 261-262 11 Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 25 10 7 ثالثا له أن ولو ،ثالثا وال يمأل،البتغى إليها رابعا ،التراب إال 12 .)تاب آدم ابن جوف ويتوب هللا على من “Anas bin Malik RA. mengatakan, ketika kami bertanya pada Nabi SAW firman Allah yang menunjukkan perihal taubat, beliau memberikan satu ayat: seandainya anak Adam mendapati sebuah lembah, maka dia akan meninggalkannya untuk mencari satu lagi seperti itu, dan jika dia memperoleh yang seperti itu lagi untuk kedua, makan dia akan mencarinya lagi untuk yang ketiga, dan tidak ada yang akan memuaskan perut keturunan Adam kecuali debu, tetapi Allah lembut hati (mengampuni) kepada siapapun yang bertaubat.” 2. Yang di nasakh tulisannya dan hukumnya tetap Menurut As-Suyuthiy dalam al-Ithqan dan Ibn Hazm dalam anNasikhu wa al-Mansukhu li ibn Hazm, Umar ibnu Khattab mengatakan:13 البتة فرجموهما زنيا إذا نكاال من هللا وهللا عزيز حكيم Apabila seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Tuhan dan Tuhan maha kuasa lagi bijaksana. Ada beberapa kontroversi dengan ayat tersebut, riwayat Bukhari mengatakan bahwa posisi semula ayat tersebut berada pada surat an-Nur ayat 24, tetapi terdapat batasan yang jelas mengenai hukuman perbuatan zina tersebut dengan cambukan, sedangkan ayat di atas dengan rajam. 3. Yang di nasakh hukumnya dan tulisannya tetap Yaitu tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada namun hukumnya sudah dihapus dan diganti dengan yang lain. Contohnya, ayat berikut: 12 Al-Bukhari Abi Abdillah, Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22 (Kairo: Matba’ah al-Bahiyah al-Misriyah, 1937), hlm. 207 13 Jaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an......hlm 140 8 صي َّٗة ِِّل َ ۡز َٰ َو ِج ِهم َّم َٰتَعًا ِإلَى ِ َوٱلَّذِينَ يُت َ َوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َو َيذَ ُرونَ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا َو ٢٤٠14 ح ۡو ِل غ َۡي َر ِإ ۡخ َراج َ ٱ ۡل Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat berikut: َوٱلَّذِينَ يُتَ َوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َو َيذَ ُرونَ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا َيت َ َربَّصۡ نَ ِبأَنفُ ِس ِه َّن أ َ ۡر َب َع َة 15 ٢٣٤ ع ۡش ٗر ۖا َ أ َ ۡش ُهر َو Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. Manna al-Qaththan mengatakan bahwa ada hikmah dibalik penghapusan hukumnya saja namun tulisan dan bacaannnya tetap, yaitu:16 a) Al-Qur’an itu sebagian dibaca untuk diketahui isi hukumnya dan untuk diamalkan, dibaca karena itu firman Tuhan maka akan mendapat pahala. b) Nasakh pada umumnya berguna untuk memberikan keringanan. Karena itu, tidak di-nasakh-kan bacaan ayat untuk mengingatkan nikmat Allah yang memperingan hukuman itu. 2.5 Hikmah Naskh dan Mansukh dalam Al-Quran Hikmah naskh dan mansukh secara umum ialah sebagai berikut: 1. Untuk menunjukkan bahwa syari’at agama islam adalah syari’at yang paling sempurna. Karena itu, syari’at agama islam ini menasakh semua syariat dari agama-agama sebelum islam. Sebab, syari’at Islam ini telah mencakup semua kebutuhan seluruh umat manusia dari segala 14 Al-Baqarah (2) : 240 15 Al-Baqarah (2) : 234 16 Manna al-Qaththan, .... hlm. 239 9 periodenya, mulai dari Nabi Adam a.s. yang kebutuhan-kebutuhannya masih sederhana hingga Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW yang kebutuhan-kebutuhannya sudah banyak dan kompleks. 2. Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa terpelihara dalam semua keadaan dan di sepanjang zaman. 3. Untuk menjaga agar perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan semua situasi dan kondisi umat yang mengamalkan, mulai dari yang sederhana sampai ke tingkat yang sempurna. 4. Untuk menguji orang mukallaf, apakah dengan adanya perubahan dan penggantian-penggantian dari nasakh itu mereka tetap taat, setia mengamalkan hukum-hukum Tuhan, atau dengan begitu lalu mereka ingkar dan membangkang? 5. Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah sampai yang sulit. Sebab, semakin sulit menjalankan suatu peraturan Tuhan, akan semakin besar manfaat, faedah dan pahalanya. 6. Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam, sebab dalam beberapa nasakh banyak yang memperingan beban dan memudahkan pengamalan guna menikmati kebijaksanaan dan kemurahan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.17 2.6 Contoh-Contoh Nasikh-Mansukh18 1. QS. Al-Baqarah ayat 115 َّ َُو ِ ََّّللِ ۡٱل َم ۡش ِر ُق َو ۡٱل َم ۡغ ِربُ فَأ َ ۡي َن َما ت ُ َولُّواْ فَث َ َّم َو ۡجه ١١٥ِٱَّلل Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. di nasakh oleh QS. Al-Baqarah ayat 144 ١٤٤ فَ َو ِل َو ۡج َهكَ ش َۡط َر ۡٱل َم ۡس ِج ِد ۡٱل َح َر ِام 17 18 Abdul Djalal. Ulumul Qur’an,… hal. 148 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an......, hlm. 242-243 10 Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. 2. QS. Al-Baqarah ayat 180 ١٨٠ َصيَّةُ ِل ۡل َٰ َو ِلدَ ۡي ِن َو ۡٱّل َ ۡق َربِين َ ب َعلَ ۡي ُك ۡم ِإذَا َح َ ُِكت ِ ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ۡٱل َم ۡوتُ ِإن ت ََركَ خ َۡي ًرا ۡٱل َو Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya. dalam Mabahist fi Ulum al-Qur’an, Qattan menulis ayat tersebut di nasakh oleh hadits yang diriwayatkan Dawud dan Tirmidzi:19 ان هللا قد اعطى كل ذي حق حقه فال وصية لوارث Sesungguhnya Allah memberikan setiap yang bernyawa itu hak, maka jangan berilah wasiat untuk yang menerima warisan. 3. QS. Al-Baqarah ayat 184 ۖ طعَا ُم ِم ۡس ِك َ ةٞ ََو َعلَى ٱلَّذِينَ ي ُِطيقُونَ ۥهُ فِ ۡدي ١٨٤ ين Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 185 َّ ش ِهدَ ِمن ُك ُم ٱل ١٨٥ ُصمۡ ۖه َ فَ َمن ُ َشهۡ َر فَ ۡلي Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. 4. QS. Al-Baqarah ayat 217 َّ َي ۡسَٔٔ لُونَكَ َع ِن ٱل ٢١٧ يرٞ َال فِي ِه َك ِبٞ شهۡ ِر ۡٱل َح َر ِام قِت َال فِي ۖ ِه قُ ۡل قِت Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. 19 Manna al-Qaththan, .... hlm. 243 11 dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 36 ٣٦ َو َٰقَتِلُواْ ۡٱل ُم ۡش ِركِينَ َكآٰفَّ ٗة َك َما يُ َٰ َقتِلُونَ ُك ۡم َكآٰفَّ ٗة Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. 5. QS. Al-Baqarah ayat 240 ٢٤٠ صي َّٗة ِّل َ ۡز َٰ َو ِج ِهم َّم َٰتَعًا إِلَى ۡٱل َح ۡو ِل غ َۡي َر إِ ۡخ َراج ِ َوٱلَّذِينَ يُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َويَذَ ُرونَ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا َو Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 234 ٢٣٤ َوٱ َّلذِينَ يُت ََوفَّ ۡونَ ِمن ُك ۡم َو َيذَ ُرونَ أَ ۡز َٰ َو ٗجا َيت ََربَّصۡ نَ ِبأَنفُ ِس ِه َّن أ َ ۡر َب َعةَ أ َ ۡش ُهر َو َع ۡش ٗر ۖا Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. 6. QS. Al-Baqarah ayat 284 ۖ َّ َو ِإن ت ُ ۡبد ُواْ َما ِفي أَنفُ ِس ُك ۡم أَ ۡو ت ُ ۡخفُوهُ يُ َحا ِس ۡب ُكم ِب ِه ٢٨٤ ُٱَّلل ٰٓ Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 286 َّ ف ٢٨٦ سا ِإ ََّل ُو ۡس َع َها ً ٱَّللُ ن َۡف ُ ََِل يُ َك ِل Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. 12 7. QS. An-Nisa ayat 8 ٨ ُس ِكينُ فَ ۡٱر ُزقُوهُم ِم ۡنه َ َوإِذَا َح َ َٰ ض َر ۡٱل ِق ۡس َمةَ أ ُ ْولُواْ ۡٱلقُ ۡربَ َٰى َو ۡٱليَ َٰت َ َم َٰى َو ۡٱل َم Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya). dihapus oleh ayat mawarits20 (tentang warisan) إنها غير منسوخة وحكمها باق على الندب-وهو الصوابSebenarnya ayat tersebut tidak dihapus dan hukumnya pun tetap diberlakukan. 8. QS. An-Nisa ayat 15 dan 16 ۡ َسآٰئِ ُك ۡم ف ش ِهد ُواْ فَأَمۡ ِس ُكوه َُّن َ ٱست َۡش ِهد ُواْ َعلَ ۡي ِه َّن أَ ۡر َب َع ٗة ِمن ُك ۡۖم فَإِن َ َوٱ َٰلَّتِي َي ۡأتِينَ ۡٱل َٰفَ ِح َ ِشةَ ِمن ن َّ ت َحت َّ َٰى َيت ََوفَّ َٰى ُه َّن ۡٱل َم ۡوتُ أ َ ۡو َي ۡج َع َل ان َي ۡأ ِت َٰ َي ِن َها ِمن ُك ۡم ِ ِفي ۡٱلبُيُو َ ٱَّللُ لَ ُه َّن ِ َ َوٱلَّذ١٥ س ِب ٗيال ١٦ ٰٓ فَٔٔ اذُو ُه َم ۖا فَإِن تَابَا َوأَصۡ لَ َحا فَأ َ ۡع ِرضُواْ َع ۡن ُه َم َۗا َ Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanitawanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. dihapus oleh QS. An-Nur ayat 2 َّ ٱلزا ِن َيةُ َو َّ ۡ َٱلزا ِني ف ٢ ٱج ِلدُواْ ُك َّل َٰ َو ِحد ِم ۡن ُه َما ِماْئَةَ َج ۡلدَ ۖة Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali dera. 20 Manna al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-Qur’an....., hlm. 244 13 Qattan menyebutkan bahwa ayat tersebut juga dihapus oleh hadist riwayat Muslim dari Hadits Ibadah ibn Ash-shomat berikut:21 " والثيِب بالثيِب جلد مائة والرجم،"البِكْر بالبِكْر جلد مائة ونفي سنة Gadis-gadis yang berzina deralah seratus kali, sedangkan pemudapemuda yang berzina maka deralah seratus kali dan rajamlah juga. 9. QS. Al-Anfal (8) ayat 65 ٦٥ صبِ ُرونَ يَ ۡغ ِلبُواْ ِماْئَت َۡي ِن َ َٰ َإِن يَ ُكن ِمن ُك ۡم ِع ۡش ُرون Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dihapus QS. Al-Anfal ayat 66 َّ ف ٦٦ ة َي ۡغ ِلبُواْ ِماْئَت َۡي ِنٞ صا ِب َر َ ٱَّللُ َعن ُك ۡم َو َع ِل َم أ َ َّن ِفي ُك ۡم َ َةٞ ضعۡ ٗفا فَإِن َي ُكن ِمن ُكم ِماْئ َ َّۡٱل َٰـنَ َخف Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir. 10. QS. At-taubah ayat 41 ٤١ ٱن ِف ُرواْ ِخفَ ٗافا َو ِثقَ ٗاَل Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat. dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 91 dan QS. At-Taubah ayat 122 ٩١ ض َٰى ُّ س َعلَى ٱل َ ضعَفَا ٰٓ ِء َو ََل َعلَى ۡٱل َم ۡر َ لَّ ۡي Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah dan atas orang-orang yang sakit. 21 Ibid. 244 14 ١٢٢ َو َما َكانَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ ِليَن ِف ُرواْ َكآٰفَّ ٗة Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). 15 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Naskh dibagi menjadi dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah perkara yang menghilangkan perkara lain sedangkan Mansukh adalah perkara yang dihilangkan oleh perkara lain, dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al Qur’an dengan Al Qur’an, Al Qur’an dengan hadist/al sunnah, hadist/al sunnah dengan Al Qur’an dan hadist/al sunnah dengan hadist/al sunnah. Dalam Naskh terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Banyak perbedaan pendapat dari paraulama mengenai nasikh mansukh yang menimbulkan setuju tidaknya naskh diterapkan. Naskh sendiri hanya berlaku dalam ayat-ayat yang mengandung perintah dan larangan. Kendati ada beberapa pihak yang menolak adanya nasikh mansukh alam Al-Qur'an, para jumhur ulama telah menetapkan syarat dan rukun tertentu suatu ayat dapat terkena nasikh Mansukh. Urgensi mempelajari nasikh dan Mansukh adalah untuk mengetahui proses tashri’ (penetapan dan penerapan hukum) islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum). 3.2 Saran Konsep naskh merupakan kajian yang bersifat sensitif. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian dan kehati-hatian agar jangan terjadi kesemena-menaan dalam menetapkan apakah nas telah dinasikh atau tidak. Karena konsep naskh mengalami perkembangan dan waktu ke waktu, maka masih banyak untuk diperbincangkan dan dipelajar kembali. 16 DAFTAR PUSTAKA Agama, Departemen. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk Agung. Al-Qaththan, Manna’ Khalil. 1983. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muwassah. Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2014. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemah Mudzakir. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. Al-Hamdani. 1966. I’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1. Himsa: Matba’ah Andalus. Al-Suyuti, Jaluddin. 1990. al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Jilid II. Beirut: Dar al-Nafa’is. Al-Shalih, Subhiy. 1988. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an, Cet. II. Surabaya: Dunia Ilmu. Malik, Abdul Rahman. "Abrogasi Dalam Alquran: Studi Nasikh Dan Mansukh." Jurnal Studi Al-Qur'an 12.1 (2016): 98-113. Ruslan, Ruslan. "Nasikh Dan Mansukh Alquran Menurut dr. Hamka." JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES 3.2 (2019). Shihab, Quraish. 1998. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. 17