Agency Theory (William R Scott) Dalam bab ini, teori keagenan merupakan cabang dari game theory, yakni mempelajari design kontrak antara principal dan agen dimana agen termotivasi untuk bekerja dengan baik demi menarik principal. Diharapkan sebuah kontrak efisien dapat memberikan biaya yang rendah bagi prinsipal. Ada banyak hubungan principal-agent dalam masyarakat, seperti pasien-dokter, klienpengacara, pemain pemilik-hoki. Dalam setiap kasus, prinsipal ingin agen untuk bekerja keras pada nama nya. Namun terdapat konflik kepentingan antara principal dan agen karena dalam bekerja keras membutuhkan usaha, dan prisipal membutuhkan usaha yang lebih untuk menggerakkan agen (manajemen). Dalam banyak kasus, sifat upaya agen terlalu sulit untuk diamati secara langsung, seperti pasien dalam mengamati upaya seorang dokter. Hal ini karena adanya masalah moral hazard pada manajemen, dimana agen tidak akan bekerja keras kecuali agen termotivasi dengan cukup. Walaupun repurtasi dan etika profesional menjadi berkontribusi dalam motivasi, Hal ini sering diinginkan lebih yakni memotivasi kerja keras berbasiskan kompensasi pada beberapa ukuran kinerja yang diamati oleh agen. Dalam kontrak perusahaan, terdapat hubungan yang menarik, yakni kontrak kerja antara owner dengan agen dan kontrak pinjaman antara perusahaan dan kreditur. teori keagenan relevan dengan akuntansi, karena kedua jenis kontrak ini bergantung pada saat perusahaan melaporkan laba. Dalam hal kontrak kerja, perolehan bonus manajemen berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan. sementara kontak pinjaman laba juga diamati oleh peminjam, serta biasanya terdapat perlindungan untuk pemberian pinjaman. Akibatnya kebijakan akuntansi penting bagi manajer. Hal ini karena terletak pada kompensasi manajemen dan untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang. Agency Theory Teori keagenan adalah pengembangan dari suatu teori yang mempelajari suatu desain kontrak dimana para agen bekerja atau bertugas atas nama principal ketika keinginan atau tujuan agen bertolak belakang maka akan terjadi suatu konflik. Konflik keagenan yang ditimbulkan oleh tindakan perataan laba dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara principal dengan agen. Secara actual teori keagenan memiliki karakteristik kooperatif dan non kooperatif. Dalam konsep teori agensi, manajemen sebagai agen semestinya mengutamakan kepentingan pemegang saham, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utililitas. Manajemen dapat melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen dapat bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan agency problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya asimetri informasi. Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat AI yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri. Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu: 1. Asumsi tentang sifat manusia - menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion). 2. Asumsi tentang keorganisasian - adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen. 3. Asumsi tentang informasi - Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari : 1. The monitoring expenditures by the principle - Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen, termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction, compensation policies. 2. The bonding expeditures by the agent - The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan. 3. The residual loss - Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship Game theory Teori Game muncul akibat asimetri informasi antara lain adalah penyimpangan perilaku (moral hazard). Game teori adalah teori permainan ekonomi yang memodelkan interaksi dua atau lebih pemain hal ini timbul karena adanya interaksi yang sering terjadi dalam keadaan ketidakpastian dan asimetri informasi. Game Theory mempelajari perilaku dari pengambil keputusan (player) yang keputusannya akan memengaruhi dan juga dipengaruhi oleh keputusan Player lain Game theory merupakan model dari dua pemain atau lebih yang saling berinteraksi karena adanya ketidakpastian dan informasi asimetris. Masing-masing individu berusaha untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki untuk memecahkan masalah mereka. Pihakpihak yang bersaing ini disumsikan bersifat rasional. Game theory dapat membantu mereka memahami bagaimana manajer, investor dan lainnya yang dipengaruhi oleh konsekuensi ekonomi dari pelaporan keuangan. Game theory membantu mereka untuk melihat mengapa kontrak sering bergantung pada laporan keuangan. Dalam game theory ini, seorang pemain selain memperhitungkan ketidakpastian situasi yang akan terjadi juga akan memperhitungkan tindakan yang dilakukan oleh pemain lainnya Terdapat dua tipe dari teory game, antara lain: A. Non-kooperatif : situasi dimana dua pemain saling memperhitungkan kemungkinan perilaku satu sama lain sambil masing-masing menetapkan harganya. B. Kooperatif : para pemain dapat menegoisasikan kontrak yang mengikat yang memungkinkan mereka merencanakan strategi bersama. Non – Cooperative Game Model Of Manager –Investor Conflict Konflik antara constituencies (kelompok pengguna laporan keuangan) dapat di modelkan dalam sebuah permainan, Ketika keputusan dari masing – masing constituencies tidak dapat disatukan. Investor menginginkan informasi yang relevan dan reliable dalam laporan keuangan untuk membantu menilai resiko dan expected value dari investasinya, sedangkan manajer tidak ingin mengungkapkan semua informasi yang di inginkan investor. Manager lebih suka tidak mengungkapkan kebijakan akuntansi. Selain untuk manajer juga takut jika terlalu banyak informasi yang di keluarkan akan menguntungkan kompetitornya. Situasi seperti ini dimodelkan dalam non – cooperative game, karena sulit untuk mencapai agreement antara manajer dan investor mengenai informasi spesifik seperti apa yang harus di sediakan. Agreement yang akan di capai akan membutuhkan banyak biaya karena keputusannya harus dinegosiasikan pada semua user yang memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap informasi dalam laporan keuangan. Cooperative Game Model Agency theoty: Between Firm Owner and Manager Substansi dari cooperative game adalah adanya kesepakatan yang mengikat para pemain. Kesepakatan tersebut sering kali disebut kontrak. Dalam employment contract, pemilik perusahaan sebagai principal dan manajer sebagai agent yang direkrut untuk menjalankan perusahaan berdasarkan kepentingan pemilik. Sedangkan dalam lending contract, lender (pemilik dana) merupakan principal dan perusahaan sebagai agen. Kedua pihak (owner dan manager) tidak secara khusus menyetujui untuk mengambil tindakan tertentu, namun tindakan itu termotivasi oleh kontrak itu sendiri. Namun demikian, masing-masing pihak harus mampu berkomitmen untuk kontrak yang mengikat mereka untuk bekerja sama, sesuai aturan. Asumsinya principal dan agen bertindak secara rasional dimana agent merupakan risk –averse sedangkan principal sebagai risk –neutral. Principal menginginkan agent untuk bekerja keras , tetapi agen cenderung effort –averse. Sekarang perhatikan masalah dari sudut pandang pemilik perusahaan. Pemilik ingin menyewa manajer untuk mengoperasikan perusahaan untuk tahun ini, dimana pemilik tidak akan memiliki kontrol langsung atas tindakan yang diambil. Memang, tidak mungkin bahwa pemilik bahkan dapat mengamati yang tindakan yang diambil manajer. Namun demikian, untuk memaksimalkan payoff yang diharapkan, pemilik ingin manajer untuk bekerja keras. Namun kebanyakan manajer, akan lebih memilih untuk mengambil untuk tidak bekerja keras dikarenakan tidak adanya control langsung akan tindakan yang dilakukan manajer serta keinginan yang diharapkan oleh manager yang merupakan moral hazard. Pemilik perusahaan tentunya harus mengendalikan moral hazard manajer. Pemilik hendaknya mempertimbangkan alternatif lain seperti: a. Tetap memperkerjakan manajer bersangkutan dan puas dengan laba yang tidak maksimal. Alternatif ini mungkin sebaiknya tidak dipilih karena masih ada alternatif lain yang lebih baik. b. Pengawasan langsung. Apabila pemilik bisa mengawasi langsung tindakan manajer tanpa biaya yang besar, maka masalah akan dapat diselesaikan. Kontrak antara pemilik dan manajer dapat direvisi, misalnya manajer akan memperoleh gaji yang lebih rendah apabila pemilik mendapati manajer telah melalaikan tugas. Tipe kontrak seperti ini disebut dengan first-best contract. Namun dalam kenyataannya, first-best contract sering kali tidak diperoleh. Hal ini disebabkan karena sangat sulit bagi pemilik untuk mengawasi secara langsung pekerjaan manajer yang sangat kompleks. c. Pengawasan tidak langsung. Karena pekerjaan manajer tidak dapat diawasi secara langsung, maka pekerjaan manajer dapat diatributkan dengan hal lain. Misalnya apabila laba perusahaan lebih rendah daripada yang diharapkan pemilik, maka pemilik dapat menganggap manajer telah melalaikan tugas, sehingga pemilik akan memberikan gaji yang lebih rendah kepada manajer. Dengan demikian manajer tentunya akan memilih untuk bekerja keras. Namun demikian, pengawasan tidak langsung tidak akan menghasilkan first-best contract, karena apabila perusahaan mengalami kerugian (laba negatif), maka tidak jelas apakah kerugian ini disebabkan oleh manajer yang lalai atau situasi yang buruk (situasi semestinya) d. Pemilik menyewakan perusahaan kepada manajer. Jika alternatif ini dipilih, maka pemilik akan meminta pembayaran hasil usaha (seperti sewa) dari manajer dalam jumlah yang tetap setiap periode. Dengan demikian pemilik tidak lagi mempedulikan tindakan apa yang akan dilakukan manajer karena risiko pengelolaan perusahaan akan dipikul oleh manajer. Tetapi karena manajer diminta untuk menaggung risiko, maka besarnya sewa yang bersedia dibayar manajer akan lebih rendah daripada manfaat yang harusnya diperoleh pemilik apabila first-best contract dapat terwujud. Selisih antara besarnya manfaat yang seharusnya diperoleh pemilik dan besarnya sewa yang ditetapkan disebut dengan agency cost. e. Memberikan bagian laba kepada manajer. Dengan memberikan bagian laba kepada manajer, maka manajer akan memiliki motivasi untuk bekerja keras. Aspek kontrak seperti ini disebut dengan incentive-compatibility karena manajer memiliki insentif untuk bekerja keras, sejalan dengan keinginan pemilik. Namun karena pemilik memberikan bagian laba kepada manajer maka manfaat yang diterima pemilik akan lebih rendah dibandingkan dengan first-best contract. Dengan demikian agency cost tetap ada meskipun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan apabila pemilik menyewakan perusahaan kepada manajer. Kontrak yang memberikan bagian laba kepada manajer dikenal dengan second-best contract. Agency theory: Lending contract antara manajer perusahaan dan bondholder Dalam hubungan kontraktual antara manajer dan pemegang surat utang (bondholder), pemegang surat utang dapat dilihat sebagai principal dan manajer merupakan agent. Dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan, pemegang surat utang (kreditor) akan menentukan suatu tingkat bunga. Kreditor juga memperhitungkan potensi moral hazard, yaitu manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan kreditor. Karena itu kreditor akan memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi atas pinjaman yang diajukan manajer perusahaan. Bunga yang terlalu tinggi tentunya akan menyebabkan expected utility bagi manajer akan lebih rendah sehingga manajer berusaha untuk memperoleh kesepakatan kontraktual yang dapat menurunkan tingkat bunga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan perjanjian (covenant) ke dalam kontrak, misalnya manajer berjanji bahwa perusahaan tidak akan membagikan deviden apabila interest coverage ratio lebih rendah dari tingkat tertentu. Keuntungan Informasi yang Dimiliki Manajer Ketika net income digunakan sebagai pengukuran kinerja, manajer akan memiliki informasi yang lebih dibanding informasi yang dimiliki owner. Hal ini disebabkan manajer mengendalikan sistem akuntansi perusahaan, sedangkan owner hanya dapat mengamati perusahaan berdasarkan net income yang dihasilkan oleh manajer sehingga memicu terjadinya earnings management. Berdasarkan teori, kontrak kompensasi untuk manager bisa saja didesain untuk memotivasi manajer agar melaporkan earning sesungguhnya (mengeliminasi earnings management) tetapi tidak dilakukan dalam prakteknya karena biayanya sangat mahal. GAAP dapat digunakan untuk membatasi range sejauh mana earning dapat diatur, akuntan dapat memberikan insentif bagi manager untuk bekerja keras. Manajemen laba WR Scott mendefinisikan earning management sebagai ''the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective" yang artinya pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Konsep earning management menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa "praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya". Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu sematamata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat temtama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik). Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individuindividu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka earning management adalah suatu usaha atau upaya mengatur pendapatan atau keuntungan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang dilandasi oleh faktor-faktor ekonomi tertentu. Ada dua cara memahami earning management yaitu sebagai berikut: 1. Memandang earning management sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos politik. 2. Memandang earning management dari perspektif kontrak efisien, artinya earning management memberi fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer mungkin dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui earning management Dalam kasus informasi pasca keputusan, secara khusus mengasumsikan bahwa pemilik tidak dapat mengamati terhadap laba yang benar terealisasi. Karena manajer yang mengelola yang berhubungan dengan laporan keuangan, memiliki kemampuan untuk memengaruhi sistem akuntansi, serta dapat mencipatkan laba karena untuk tujuan diri sendiri, oleh sebab itu hanya manajerlah yang dapat mengamati hal ini. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earning Management Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama manajer melakukan earning management. Menurut Scott (2010) beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management antara lain sebagai berikut: Menurut Scott (2010), motivasi-motivasi yang mendorong earning management adalah: 1. Earning management for bonus purposes. Menyatakan bahwa manajer akan meningkatkan net income perusahaan untuk memaksimalkan bonus yang mereka terima. 2. Other contractual motivations Ada 2 tujuan untuk menggambarkan earning management dari sisi kontrak, yaitu: a. Kontrak antara manajer dengan perusahaan Dalam hal ini perusahaan memberi kebebasan bagi manajer untuk melakukan earning management dengan tujuan agar target perusahaan dapat tercapai. Untuk mencapai tujuannya perusahaan menawarkan bonus bagi prestasi manajer yang dapat mencapai target perusahaan. b. Kontrak antara perusahaan dengan kreditur Kontrak hutang antara perusahaan dengan kreditur pada awal kontrak telah ditentukan adanya persyaratan-persyaratan tertentu antara perusahaan dengan kreditur. Adanya pelanggaran pada persyaratan kontrak akan menyebabkan perusahaan lerkena penalties. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya penalties perusahaan cenderung meningkatkan pendapatan. 3. Political motivation Perusahaan besar yang sebagian besar kegiatan usahanya menyentuh masyarakat pada umumnya cenderung mengurangi laba yang dilaporkan untuk mengurangi political cost. 4. Taxation Motivation Pajak penghasilan adalah mungkin mempakan motivasi yang paling nyata untuk earning management. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan agar pajak penghasilan yang dibayarkan perusahaan semakin kecil. 5. Changes of Chief Executive Officer (CEO) CEO yang mengundurkan diri atau pensiun cenderung membuat kondisi perusahaan terlihat bagus dengan meningkatkan pendapatan atau laba. Hal ini dilakukan agar bonus yang mereka terima pada saat pengundiiran diri/pension dapat meningkat. Disamping itu CEO yang tidak menampilkan kinerja yang bagus pada perusahaan cenderung melindungi diri dengan meningkatkan pendapatan atau laba agar tidak diperhentika dari pekerjaannya. 6. Initial Public Offering ( IPO ) IPO adalah peristiwa dimana untuk pertama kalinya suatu perusahaan menjual atau menawarkan sahamnya kepada khalayak ramai (public) di pasar modal. Penetapan harga dasar penawaran (offerings price) beberapa saham suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya menawarkan sahamnya ke publik (gopublic) merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan karena ketetapan harga penawaran dalam pasar perdana akan konsekuensi langsung terhadap kesejahteraan pemilik lama (issuer). Perusahaan go public cenderung menampilkan kondisi perusahaan yang sehat sehingga mendorong manajemen untuk memanage pendapatan dengan meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dilakukan agar saham yang ditawarkan pada publik bernilai tinggi. Pola Dalam Earning Management Menurut Scott terdapat berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah: 1. Taking a bath Terjadinya taking a bath pada periode stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila pemsahaan hams melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, kelika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen hams menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk* sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat. 2. Income minimization Bentuk ini mirip dengan "taking a bath", tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi. 3. Income maximization Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan. 4. Income smoothing Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. The Revelation Principal Pemilik memiliki utilitas yang lebih rendah dari pada manajer. Mengingat adanya pemisahan tugas kepemilikan dan control, tidak mungkin bahwa pemilik akan dapat mengamati secara rinci terkait dalam hal pengelolaan akuntansi serta sistem pelaporan perusahaan. Lalu muncul pertanyaan dapatkah pemilik melakukan pengendalian dalam situasi yang mungkin tidak memuaskan bagi principal?. Jawabannya adalah iya dengan memnuhi syarat. Pemilik diharapkan akan menggunakan kondisi kondisi tertentu supaya manajer benarbenar melaporkan laba sesuai keinginan principal. Kondisi-kondisi tersebut antara lain: Pemilik harus mampun berkomitmen bahwa laba harus diungkap kebenarannya dengan memberikan syarat tertentu. Misalnya dengan diberikannya kompensasi. Tidak ada batasan dalam bentuk kontraknya. Misalnya kontrak kompensasi tidak menyediakan bonus kecuali kinerja manajer melebihi tingkat tertentu. Atau tidak ada bonus yang dibayarkan apabila pendapatan lebih besar dari kesepakatan kontrak awal. Ketika pembatasan ada, maka tidak bias dipastikan bahwa kontak yang telah ada akan termotivasi pada kebenaran laba yang diungkap. Tidak ada batasan kepada kemampuan manajer untuk mengomunikasikan infromasi. Hal ini terjadi misalnya dalam sebuah kontrak dimana ada motivasi untuk melaporkan pelaporan laba secara jujur, hal ini tentu manajer akan mengelola risiko yang ada diperusahaan. Dengan adanya pengelolaan risiko, manajer akan berfikir terkait dengan utilitas yang diterimanya. Jika manajer berfikir yang diterima tidak sesuai dengan yang dilakukan, maka hal ini akan memutus komunikasi jujur antara principal dan agen. Akibatnya pemilik dapat memperkirakan bahwa manajemen melaporkan kebiasan dalam laporan keuangannya termasuk pada laba. Control of earning management Kontrol manajemen laba dilakukan terhadap pengidentifikasian akan kelalaian manajer. Didalam mengontrol manajemen laba yang oportunistik, diperlukan respon yang kuat terkait dengan tatakelola perusahaan. Misalnya terdapatnya komite audit dan kompensasi yang independen, guna untuk memantau manajemen. Teori keagenan dengan Norma Psikologis Teori keagenan dengan Norma Psikologis diambil dari penelitian Fischer dan Huddart (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara psikologi perilaku individu ditentukan oleh norma-norma pribadi dan social. Norma individu berasal dari karakteristik bawaan, seperti sadar akan bekerja keras dan memandang bahwa manajemen laba itu buruk. Sementara norma social didefinisikan sebagai perilaku rata-rata kelompok. Misalnya rata-rata seorang manajer bahwa manajemen laba bias diterima. Norma-norma ini memengaruhi perilaku individu. Dengan demikian seorang manajer dengan etos kerja yang kuat dan menolak manajemen laba, akan memerlukan sedikit motivasi kerja keras daripada manajer yang mempunyai etos kerja yang lemah dan menerima kuat norma sosial. Hal ini tentunya manajer akan termotivasi untuk bekerja lebih keras, dengan kemungkinan manajemen laba dapat dilakukan. Norma individu dan sosial keduanya dapat memengaruhi usaha manajer. Perlindungan kreditur dari kegunaan informasi managemen Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah terkait dnegan moral hazard manager. Dimana manajer dapat berperilaku oportunis terhadap kepentingan terbaik dari pemberi pinjaman, sehingga akan menguntungkan dirinya sendiri. ada beberapa cara yang manajer oportunistik dapat membahayakan kepentingan pemberi pinjaman, misalnya dengan Membayar dividen yang berlebihan Melakukan pinjaman tambahan Menanggung resiko proyek yang terlalu besar, terutama jika perusahaan mendekati financial distress Hal diatas dapat memberi kekhawatiran bagi para kreditur. Kreditur yang rasional tentu akan memikirkan secara matang supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkannya. Mislanya dengan cara menaikkan suku bunga, atau dengan memberikan syarat dalam perjanjian pinjaman dimana manajer setuju untuk membatasi deviden yang mengakibatkan perusahaan dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang rendah. bukti empiris bahwa pemberi pinjaman suku bunga rendah sebagai perjanjian utang diperkuat dilaporkan oleh Beatty, Weber, dan Yu (Z008). Penerapan Teori Agensi Pada Akuntansi Model Agensi Holmstrom Holmstrom berasumsi bahwa usaha agen tidak bisa diobservasi oleh principal, tetapi imbalan bisa diobservasi pada akhir periode. Holmstrom menunjukkan kemungkinan mengurangi agency cost pada kontrak model second best dengan syarat bahwa ukuran kinerja kedua (misalnya harga saham) juga bisa diobservasi dan mengandung beberapa informasi tentang usaha manajer di luar yang terkandung dalam ukuran kinerja yang pertama (seringnya adalah laba). Holmstrom menunjukkan secara formal bahwa sebuah kontrak yang didasarkan pada sebuah pengukuran kinerja seperti net income kurang efisien daripada first best (Laba), sumber dari kerugian efisiensi adalah kebutuhan agen yang risk averse (menolak risiko) untuk mentolerensi risiko dalam rangka menghasilkan kecenderungan untuk menolak. Hal ini mengakibatkan munculnya sebuah pertanyaan apakah second-best contract dapat dibuat lebih efisien dengan mendasarkan pada pengukuran second performance dalam penambahannya pada net income. Sebagai contoh, harga saham juga merupakan informasi mengenai kinerja manajer. Sebagai efeknya, net income dan harga saham bersama-sama akan merefleksikan lebih baik mengenai usaha manajer sekarang daripada hanya salah satu saja. Tentu saja, harga saham cenderung tidak stabil dan dipengaruhi oleh kejadian ekonomi secara luas. Namun, analisa Holmstrom menunjukan bahwa tidak peduli seberapa mengganggunya variabel kedua, variable tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dari second best contract, jika variabel tersebut mengandung paling sedikit beberapa tambahan informasi usaha. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apa karakteristik yang harus dimiliki sebuah pengukuran performa jika pengukuran tersebut digunakan untuk kontribusi pada efficient compensation contracts. Salah satu dari karakteristik penting adalah sensitivitas. Sensitivitas adalah kadar dimana nilai ekspektasi dari sebuah pengukuran performa meningkat seiring dengan kerja keras manajer. Karakteristik penting lainnya adalah keakuratan dalam memprediksi imbalan dari usaha manajer. Kekakuan Kontrak Kontrak cenderung untuk “rigid” (kaku) pada waktu ditandatangani. Alasan untuk kekakuan ini perlu didiskusikan. Di lain pihak, kita mungkin bertanya, jika konsekuensi ekonomi mempunyai tempat dalam kontrak yang diikuti oleh manajer, mengapa tidak menegosiasi ulang kontrak yang mengikuti perubahan dalam GAAP atau keadaan tidak terduga lainnya. Kontrak yang tidak mengantisipasi semua kemungkinan realisasi keadaan merupakan kontrak yang tidak lengkap. Membangun sebuah komitmen formal untuk menenegosiasikan kembali kontrak di bawah tangan adalah mungkin, namun jika negosiasi kembali tersebut adalah baik untuk manajer, prospek dari negosiasi kembali tersebut mengurangi usaha insentif manejer, yang tidak termasuk dalam ketertarikan investor. Akibatnya, konsekuensi dari memasuki kontrak hanya karena hal tersebut merupakan sebuah kontrak. Keadaan yang tidak terduga sebelumnya menyebabkan biaya untuk perusahaan dan/atau manejer tersebut. Manejer yang kurang beruntung dipengaruhi oleh sebuah perubahan dari peraturan-peraturan akuntansi di pertengahan jalan yang mungkin ditekan untuk menghilangkan ketidaksukaan mereka pada akuntan-akuntan yang memperkenalkan perubahan peraturan daripada pihak lainnya. Rekonsiliasi Atas Teori Pasar Sekuritas Efisien Dengan Konsekuensi Ekonomi Teori keagenan mendemonstrasikan kontrak kompensasi yang mungkin paling baik biasanya mendukung kompensasi manajer pada satu atau lebih pengukuran kinerja. Kemudian, manajer termotivasi untuk memaksimalkan kinerja mereka. Kinerja yang lebih tinggi membawa pada ekspektasi imbalan yang lebih tinggi, ini juga merupakan tujuann yang diharapkan oleh pemegang saham. Pensejajaran (usaha dan imbalan) ini menjelaskan mengapa kebijakan akuntansi mempunyai konsekuensi ekonomi, disamping implikasi dari teori pasar sekuritas efisien. Dalam teori pasar sekuritas efisien, hanya kebijakan akuntansi yang mempengaruhi arus kas yang diharapkan menghasilkan konsekuensi ekonomi. Berdasarkan pendapat atas dasar kontrak, konsekuensi ekonomi tidak bergantung pada kebijakan akuntansi yang memiliki pengaruh langsung ke arus kas. Sehingga, konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien tidak selalu tidak konsisten. Kadang, mereka dapat digabungkan dengan positive accounting theory, dengan dukungan normatif dari agency theory yang menyarankan mengapa perusahan memasuki pekerjaan dan kontrak hutang yang bergantung pada informasi akuntansi. Teori pasar efisien memprediksikan bahwa harga sekuritas yang merupakan interaksi dari investor-investor memiliki beberapa sifat pembanding. Efisiensi menyatakan bahwa informasi mengandung pengungkapan, bukan kondisi pengungkapan itu sendiri, melainkan penilaian pasar. Teori ini menyimpulkan bahwa harga secara langsung merefleksikan keseluruhan kemampuan untuk memproses informasi dan pengetahuan dari para investor. Laba bersih dan nomor laporan keuangan lainnya penting bagi manajer karena remunerasi manajer tergantung pada laba bersih dan biasanya kontrak pinjaman jangka panjang melibatkan perjanjian di mana manajer tidak mengambil tindakan tertentu yang mungkin bertentangan dengan kepentingan pemberi pinjaman. Tidak ada dalam teori pasar sekuritas efisien yang bertentangan dengan kekhawatiran manajerial tentang kebijakan akuntansi. Mengingat kedua teori membantu kita melihat bahwa manajer mungkin campur tangan dalam kebijakan akuntansi meskipun kebijakan ini akan meningkatkan kegunaan keputusan laporan keuangan kepada investor. Manajer percaya bahwa kebijakan akuntansi adalah cara untuk berkomunikasi dalam info ke pasar. Kesimpulan Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanat oleh prinsipal kepadanya. Inti dari Agency Theory ( Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan. Inti dari Game Theory itu sendiri lebih kepaada 2 hal yaitu Cooperative & Non – Coperative. Implikasi dari Teori Agensi terhadap Akuntansi (1) Model Egency Holmstrom, (2) Rigidity of contracts, (3) Reconciliation of efficient securities market theory.