PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KERANG 15% DAN 25% SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TERHADAP CAMPURAN ASPHALT Ahmad Bima Nusa, ST. MT.1), Kartika Indah Sari,ST. MT.2), Yuyung I.S. Ujung.3) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknik Harapan 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Sekolah tinggi Teknik Harapan *) E-mail: [email protected] ABSTRAK Pada campuran AC-WC yang biasanya menggunakan agregat kasar batu split pada penulisan ini dibandingkan dengan menggunakan agregat kasar penambahan 15% dan 25% cangkang kerang . Cangkang kerang yang digunakan itu sendiri adalah cangkang kerang dara yang berasal dari daerah Tanjung Balai. Sebelum dilakukan pengujian Marshall dan durabilitas pada campuran, dilakukan pengujian pada sifat agregat kasar batu split dan cangkang kerang sebagai pembanding. Kadar aspal rencana yang akan digunakan baik pada campuran dengan agregat kasar cangkang kerang adalah 6,25 % terhadap total campuran. Hasil Flow 15% dan 25% cangkang kerang 3,50% dan Stability 15% dan 25% cangkang kerang adalah 1138 Kg dan 1125 Kg dan Marshall Quotient 15% dan 25% cangkang kerang adalah 325,00 % . Kata kunci : Agregat kasar batu split, Cangkang kerang, Beton aspal lapis antara ABSTRACT In the AC-WC mixtures which typically use coarse aggregate stone split in this paper were compared using coarse aggregate increase of 15% and 25% shells. Shells were used oyster shell itself is a virgin who comes from the area ofTanjung Balai. Before Marshall and durability testing on the mix, testing the properties of coarse aggregate of split stone and shells as a comparison. Bitumen content plan that will be used both in mixtures with coarse aggregates clam shell is 6.25% of the total mixture. Results Flow 15% and 25% shells Stability 3.50% and 15% and 25% shells is 1138 Kg and 1125 Kg and Marshall Quotient 15% and 25% shells is 325.00%. Keywords : Aggregate rough split stone, Shells of shellfish, Asphalt concrete layer between. 1. PENDAHULUAN sebagai bahan pengisi. 1.1. Latar Belakang Campuran aspal panas atau yang sering disebut hotmix merupakan jenis campuran yang sering dibuat, dihamparkan dan dipadatkan dalam kondisi panas. Menurut Spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga 2010 revisi 1 (BM 2010), salah satu jenis hotmix yang umumnya dipakai di Indonesia adalah Asphalt Concrete (AC). AC/aspal beton itu sendiri terbentuk dari agregat kasar, agregat halus, aspal sebagai bahan perekat dan filler Aspal merupakan bahan utama dalam perkerasan jalan. Aspal terdiri dari beberapa jenis, yaitu aspal alam, aspal keras, aspal cair, dan aspal modifikasi. Aspal memiliki sifat viskoelastis yaitu sifat untuk mencair pada suhu tinggi dan memadat pada suhu rendah. Sifat aspal tersebut merupakan hal utama yang menjadikan aspal sebagai bahan utama dalam perkerasan jalan karena dapat mengikat bahan pencampur perkerasan jalan. 1 Bahan agregat kasar yang biasa digunakan untuk campuran aspal panas berupa batu split, kerikil. Dalam usaha menambah bahan agregat kasar yang dapat digunakan sebagai bahan pencampur pembuatan campuran aspal panas dicoba menggunakan kulit kerang yang telah dibersihkan dengan harapan bisa memanfaatkan limbah kerang yang banyak didapat di daerah-daerah pantai. Percobaan ini dilakukan dengan suatu harapan daya rekat dan kekuatan aspal dengan penggunaan penambahan agregat kasar kulit kerang akan melebihi daya rekat dan kekuatan menggunakan agregat kasar batu split. Permasalahan di atas menjadikan ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang perencanaan campuran aspal yang menggunakan material alternatif berupa kulit kerang yang nantinya akan diuji sebagai bahan pengganti atau campuran material agregat kasar yang banyak terdapat di daerah pantai yang belum dimanfaatkan secara optimal. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar nilai karakteristik marshall test, mengetahui kekuatan campuran aspal dengan menggunakan bahan cangkang kerang, dan membandingkan pengaruh pemakain material agregat kasar batu split dengan agregat kasar cangkang kerang berdasarkan nilai stabilitasnya. 1.3. Permasalahan Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar pengaruh penggunaan 15% dan 25% cangkang kerang sebagai pengganti sebagian agregat kasar terhadap karakteristik marshall test. 2. Berapa nilai persentase nilai optimum karakteristik marshall pada campuran asphalt concrete wearing course (ACWC). 1.4. Batasan Masalah Dalam penelitian ini masalah yang akan dibahas adalah Spesifikasi campuran AC-WC mengacu pada Spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Revisi I (BM 2010). Membahas pengujian agregat kasar dengan menggunakan 15% dan 25% cangkang kerang. Pengujian yang dilakukan pada benda uji berupa marshall test meliputi : Stabilitas, Flow, Marshall Quotien. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara. 1.5. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat berupa: 1. Pemanfaatan limbah cangkang kerang yang jarang digunakan untuk keperluan konsrtuksi jalan raya. 2. Mengurangi masalah limbah khususnya limbah cangkang kerang. 3. Pengembangan ilmu pengetahuan khusunya dibidang transportasi. 4. Pembelajaran bagi Fakultas Teknik Sipil. 2. KAJIAN TEORI / PUSTAKA 2.1. Konstruksi Jalan Raya Untuk menunjang fungsinya sebagai konstruksi jalan, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis agar mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai. Lapis perkerasan itu terdiri dari lapis permukaan sebagai lapis paling atas yang terdiri dari lapis aus (Wearing Course) dan lapis antara (Binder Course). Lapis pondasi atas (Base Course) yang terletak diantara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah. Lapis pondasi bawah (Subbase Course) yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Semua lapis perkerasan tersebut memiliki spesifikasi tersendiri untuk menunjang fungsinya masing-masing sebagai lapis perkerasan (Suprapto, 2004). 2 2.2. filler 2.3. Filler merupakan material pengisi dalam lapisan aspal. Disamping itu, kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastisitas campuran dan sensifisitas campuran 2.2.1 Semen Portland Semen Portland dibuat dari batu kapur (limestone) dan mineral yang lainnya, dicampur dan dibakar dalam sebuah alat pembakaran dan sesudah itu didapat bahan material yang berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan terjadi ikatan yang kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air (Putrowijoyo, 2006). 2.2.2 Cangkang Kerang Cangkang kerang merupakan cangkang dari hewan molusca yang banyak hidup di daerah perairan muara dan pantai. Cangkang kerang ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) yang apabila dipanaskan akan berubah menjadi CaO dan melepaskan CO2 ke udara, sehingga yang tersisa hanya CaO (kapur tohor) dan Si (Silika) dimana kandungan tersebut merupakan komponen pembentuk semen selain Fe2O3 dan Al (Czernin, 1980 dalam Darmawan, 2013). Umumnya, abu cangkang kerang dari berbagai jenis mengandung komposisi kimia yang dapat dilihat dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi Kimia Abu Cangkang Kerang. Kompnen Kimia CaO SIO2 Fe2O3 MgO AL2O3 AL2O3 Kadar Senyawa Kimia 67,072 8,252 0,402 22,652 1,622 1,622 Aspal Aspal adalah material thermoplastis yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2007). 2.3.1 Kandungan Aspal Aspal merupakan unsur hidokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap sumber dari minyak bumi menghasilkan komposisi molekul yang berbeda. Komposisi aspal terdiri dari asphaltenes dan metanes. Asphaltenes merupakan material yang berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils. Resin merupakan cairan kental yang berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan (Sukirman,1999). 2.3.2 Fungsi Aspal sebagai Material Perkerasan Jalan Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada didalam butir agregat itu sendiri. Sumber: Annur, 2013 3 2.4. Agregat Agregat adalah sekumpulan butirbutir batu pecah, kerikil, pasir atau minerallainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga. 1998). Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N. Atkins, PE. 1997). ASTM 1995 mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar atau berupa fragmen-fragmen. Agregat, berdasarkan proses pembentukannya terdiri dari 2 jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan. Agregat alam, berdasarkan proses pembentukannya, terbagi lagi atas batuan endapan, batuan beku dan batuan metamorph. Berdasarkan proses pengolahannya agregat dibedakan atas agregat alam yang mengalami proses pengolahan terlebih dahulu dan agregat buatan (Waani, 2013). Selain itu agregat juga dibagi berdasarkan ukuran butirannya menurut Bina Marga Tahun 2010 yaitu: 1. Agregat kasar, yakni yang tertahan saringan no.8 2. Agregat halus, yakni yang lolos saringan no.8 dan tertahan saringan no.200 3. Bahan pengisi atau filler, termasuk agregat halus yang sebagian besar lolos saringan no.200. 3. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Penelitian Pelaksanaan penelitian seperti pembuatan benda uji, perawatan dan pengujian benda uji dilakukan di Laboratorium Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara. Penelitian yang akan diuji pada campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) adalah Marshall test dengan variasi penggantian sebagian agregat kasar dimana bahan utama agregat kasar berupa batu pecah (split) dan agregat kasar pengganti berupa 15% dan 25% cangkang kerang dara. Semua bahan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada spesifikasi umum yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2010 Revisi I. 3.2. Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara. Di dalam penelitian ini pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri atas pengujian agregat (kasar, halus dan filler), aspal dan pengujian terhadap campuran (uji Marshall). Pengujian terhadap agregat termasuk pemeriksaan berat jenis, pengujian abrasi dengan mesin Los Angeles, kelekatan terhadap aspal, indeks kepipihan dan penyerapan air. Untuk pengujian aspal termasuk juga pengujian penetrasi, titik nyala-titik bakar, titik lembek, kehilangan berat, kelarutan (CCl4), daktilitas dan berat jenis. 3.2.1 Persiapan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Agregat kasar (split) Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini yaitu agregat alami yang dipecahkan a. Batu (split), agregat ini berasal dari kota Binjai b. Cangkang Kerang Limbah cangkang Kerang diambil di daerah Tanjung Balai pada lokasi pembuangan limbah rumah tangga penduduk disekitar Tanjung Balai. 4 2. Agregat halus Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini berupa abu batu yang disaring, agregat halus ini berasal dari kota Binjai 3. Filler Filler yang digunankan pada penelitian ini adalah: a. Abu Batu Abu batu digunakan sebagai bahan utama filler. Abu batu yang digunakan adalah sesuai dengan standar SNI. Bahan pengisi yang ditambahakan harus kering dan bebas dari gumpalangumpalan. Prasarana Wilayah (2004) dengan mengacu pada SNI (1991) dan AASHTO T.102. 3.2.5 Rancangan Campuran Aspal Rancangan campuran dalam penelitian ini menggunakan metode Marshall. Hal ini dikarenakan metode Marshall lebih mudah diaplikasikan dari pada metode CQCMU. 3.2.6 Pembuatan Benda Uji Marshall test Setelah semua pemeriksaan agregat memenuhi spesifikasi, langkah selanjutnya yaitu melakukan rancangan campuran (mix design) untuk mendapatkan komposisi agregat dan kadar aspal. 4. Aspal 3.3. Aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70 yang berada di Laboraturim Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Sumatera Utara. 3.2.2 Persiapan Alat Semua peralatan yang dibutuhkan untuk penelitian ini tersedia di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara. 3.2.3 3.2.4 Prosedur pengujian ini digunakan dalam desain dan evaluasi untuk campuran perkerasan aspal. Ada dua ciri utama dalam metode percobaan Marshall untuk campuran aspal yakni, stabilitas dan flow test. 3.4. Hasil Perencanaan Gradasi Dan Agregat Campuran Pemeriksaan Agregat Dalam pemilihan bahan agregat diupayakan menjamin tingkat penyerapan air yang paling rendah. Hal itu merupakan antisipasi atas hilangnya material aspal yang terserap oleh agregat. Agregat dapat terdiri atas beberapa fraksi, misalnya fraksi kasar, fraksi medium dan abu batu atau pasir alam. Pada umumnya fraksi kasar dan fraksi medium digolongkan sebagai agregat kasar. Sedangkan untuk abu batu dan pasir alam sebagai agregat halus. Pengujian Material Aspal Penggunaan aspal Pen 60 disesuaikan dengan kondisi suhu udara ratarata 25ºC. Metode pengujian aspal sesuai spesifikasi Departemen Permukiman dan Prosedur Marshall Untuk Campuran Kualitas agregat dapat diketahui dengan dua macam pemeriksaan, yaitu dengan cara visual dan cara percobaan sehingga diperolah data laboratorium. Pemeriksaan visual berupa pemeriksaan terhadap bentuk butiran dan tekstur permukaan agregat kasar.stabil namun kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d 30 Km/jam. 4. 4.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Kualitas Pengujian kualitas material dalam campuran aspal panas ini terdiri dari material agregat dan aspal. Sedangkan material agregat itu sendiri terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler. 5 Agregat kasar yang digunakan sebagai bahan penelitian terdiri dari dua macam, yaitu batu split, dan cangkang kerang. Hasil dari pengujian kualitas material tersebut sangat menentukan kinerja campuran yang dihasilkan. 4.2. Pengujian Aspal Pengujian fisik aspal dilakukan untuk mengetahui karakteristik aspal yang akan dipakai dalam campuran aspal beton. Karena aspal yang digunakan identik dengan penelitian terdahulu maka untuk hasil pemeriksaan aspal digunakan data sekunder. oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. 5. Dari hasil penelitian penggantian agregat kasar dengan penambahan 15%, dan 25% cangkang kerang ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tabel 4.8. Hasil pemeriksaan aspal Jenis syarat Pemeriksaa Min Max 1 Penetrasi,10g n r, 25 ºC, 5 60 79 detik (mm) 2 Titik Lembek 48 58 ( oC) 3 Titik Nyala 200 ( oC) 4 Titik Bakar ( 200 oC) 5 Daktilitas, 25 ºC, 5 100 cm/menit (cm) 6 Spesific Grafity 1 (gr/cc) Sumber: Hasil Penelitian 2016 No 4.3. Hasil 70,1 48,33 350 2. 370 >150 1,03 3. Hasil Analisa Marshall Pada Kadar Aspal Rencana Proses pengujian Marshall dapat dilakukan setelah seluruh persyaratan material, berat jenis, penyerapan aspal dan perkiraan kadar aspal rencana telah terpenuhi. Diperlukan juga tabel angka koreksi dan kalibrasi pada alat uji tekan Marshall dalam perhitungan stabilitas marshall setelah disesuaikan dari lbf menjadi kilogram. Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan Kesimpulan dan Saran 4. Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai Stability rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai stability sebesar 1138 kg b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai stability sebesar 1125 kg Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai VIM rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai VIM sebesar 3,05% b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai VIM sebesar 3,30% Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai VMA rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai VMA sebesar 16 Kg/mm b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai VMA sebesar 15,80 Kg/mm Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai VFA rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai VFA sebesar 80,60 % 6 b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai VFA sebesar 79,50 % 5. Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai MQ rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai MQ sebesar 325,00 % b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai MQ sebesar 325,00 % 6. Penambahan cangkang kerang pada campuran terhadap agregat kasar sebesar 15% dan 25% menghasilkan nilai FLOW rata – rata yaitu : a. Penambahan cangkang kerang 15% nilai FLOW sebesar 3,50 % b. Penambahan cangkang kerang 25% nilai FLOW sebesar 3,50 % 5.1 Saran Saran yang dapat di berikan setelah dilakukan penelitian ini adalah: 1. Perlunya ketelitian suhu saat melakukan variasi suhu, di karenakan suhu akan terus meningkat pada saat proses penggorengan. 2. Pada saat melakukan pemerataan agregat dan aspal harus lebih berhatihati agar sempel tidak banyak terbuang, karena mempengaruhi berat sampel. 3. Penggunaan timbangan agregat seharusnya di cek terlebih dahulu tingkat validnya. Karena sangat akan berpengaruh pada peroses pembuatan dan pengujian benda uji. 4. Untuk alat Marshall automatic compactor, tinggi jatuh dari pemadatan itu sendiri kurang sempurna, sehingga harus lebih teliti agar pada saat melakukan penumbukan jatuh bebannya yang dilakukan tidak ada yang gagal. 5. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan variasi cangkang kerang yang berbeda lagi atau dikombinasikan dengan bahan pozzolan/mineral lain dan penggunaan Superplasticizer dengan kadar dan jenis lain. DAFTAR PUSTAKA Afif Teuku Muhammad, (2012). Kajian Karakteeristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006 dan 2010, Medan: Departemen Teknik Sipil Universitas Sumetera Utara. Anonim, (1976), Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, Direktorat Jendral Bina Marga, No.01/MN/BM/ 1976, Jakarta. Anonim, (2010). Spesifikasi Umum Divisi VII, Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Republik Indonesia. Anonim, (2008). Modul Pengujian Bahan Penyusun Perkerasan Jalan, Bandung : Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Litbang Jalan Dan Jembatan Republik Indonesia Laboraturium Jalan raya Program Studi Teknik Sipil., 2014, “Penuntun Praktikum Jalan Raya Sekolah Tinggi Teknik Harapan”, Medan Putrowijoyo R, (2006). Kajian Laboratorium Sifat Marshall Dan Durabilitas Asphalt Concrete Wearing Course (Ac-Wc) Dengan Membandingkan Penggunaan Antara Semen Portland Dan Abu Batu Sebagai Filler. Semarang : Universitas Diponogoro Simanjuntak, Zulkarrnain, Studi Pengaruh Penggunaan Filler Semen, Serbuk betonik, dan Abu Terbang Batubara terhadap Karakteristik Campuran. 7 8 9