1. Prosedur pengendalian infeksi (PPI) yang perlu diterapkan adalah : Prosedur kewaspadaan terhadap droplet - bertujuan mencegah transmisi droplet ukuran besar dari virus 1. Menggunakan masker medis bila bekerja dalam jarak 1 meter dari pasien. 2. Tempatkan pasien di ruang-ruang terpisah, atau kelompokkan mereka yang memiliki diagnosis etiologi yang sama. 3. Bila diagnosis etiologi tidak memungkinkan, kelompokkan pasien sesuai dengan diagnosis klinis dan berdasarkan pertimbangan faktor risiko dalam ruangan dengan separasi. 4. Saat menatalaksana pasien dengan jarak dekat, gunakan face mask atau goggles mengingat cipratan sekret dapat terjadi. 5. Batasi pergerakan pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan dan pastikan pasien menggunakan masker medis saat di luar ruang perawatan. Prosedur kewaspadaan terhadap kontak yang bertujuan untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung dari kontak dengan permukaan atau alat yang terkontaminasi. 1. Gunakan alat pelindung diri (APD: masker medis, pelindung mata, sarung tangan dan gown) saat memasuki ruangan, lepas APD saat keluar ruangan, dan praktikkan hand hygiene setelah pelepasan APD. 2. Bila memungkinkan, stetoskop, cuffs pengukur gunakan tekanan perlengkapan darah, termometer seperti dll yang disposable atau bersifat dedicated untuk pasien tersebut. Jika terpaksa perlengkapan itu digunakan bersama pasien lain, bersihkan dan lakukan disinfeksi sebelum digunakan ke pasien lain. 3. Pastikan tenaga kesehatan tidak menyentuh mata, hidung atau mulut dengan tangan telanjang atau sarung tangan yang sudah terkontaminasi. 4. Hindari mencemari permukaan lingkungan yang tidak terkait langsung dengan tata laksana pasien (contoh: pegangan pintu, saklar lampu). 5. Hindari pergerakan pasien yang tidak perlu. 6. Selalu terapkan hand hygiene. Prosedur kewaspadaan saat melakukan Aerosol Generating Procedure (AGP) 1. Yakinkan bahwa tenaga kessehatan yang melakukan AGP (contoh: open suctioning of respiratory tract, intubasi, bronkoskopi, resusitasi jantung paru) menggunakan APD yang tepat termasuk sarung tangan, long-sleeved gowns, pelindung mata, dan fit-tested particulate respirators 2. Bila memungkinkan, gunakan ruangan tersendiri dengan ventilasi adekuat saat melakukan prosedur AGP, aatau ruangan bertekanan negatif dengan minimal 12 pertukaran udara/jam atau setidaknya 160 L/detik/pasien dalam fasilitas dengan ventilasi netral. 3. Hindari kehadiran individu yang tidak diperlukan dalam ruangan tersebut. 4. Perawatan pasien dengan ventilator juga perlu dilakukan dalam ruangan bertekanan negatif APD yang harus digunakan oleh dokter Lisa dan Ners Sita adalah APD level 1, dimana APD level 1 terdiri dari penutup kepala, masker bedah, handscoen sekali pakai, baju kerja, dan alas kaki. 2. Triase dan skrining Untuk menentukan pasien mana yang harus ditangani terlebih dahulu perlu dilakukan triase dan skrining yaitu memilah milah pasien berdasarkan kondisi pasien saat masuk ruang perawatan dan memberikan kode warna untuk pasien sekaligus melakukan skrining covid 19, hal ini dapat dilakukan oleh ners Sita ataupun dokter Lisa pada saat awal pasien datang. Skrining terhadap COVID-19 menggunakan WHO Case Definition (demam, batuk, dispnea) pada saat pertama kali pasien mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Pasien kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, pasien dengan suspek COVID dan non-suspek COVID. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang harus dikerjakan oleh dokter Lisa Secara garis besar yang harus dilakukan oleh dokter Lisa adalah pemeriksaan ABCDE o Pada pasien pertama, seorang perempuan usia 36 tahun dengan keluhan sesak nafas perlu ditanyakan onset sesak nafas, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat makan sbeelumnya. Perlu ditanyakan juga apakah terdapat keluhan seperti batuk/pilek/nyeri tenggorok, apakah terdapat demam/riwayat demam, apakah selama 14 hari sebelum timbul gejala pasien melakukan perjalanan ke area atau negara yang terjangkit atau pasien melakukan kontak dengan kasus probable/konfirmasi covid 19. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan keadaan umum, GCS, TTV pasien (TD, T, HR, RR, dan SpO2), pemeriksaan head to toe terutama pada pemeriksaan thorax. o Pada pasien kedua, seorang laki laki usia 27 tahun dengan keluhan lemas pasca diare perlu ditanyakan diare sudah terjadi sejak kapan, diarenya seperti apa, apakah pasien masih dapat makan/minum. Perlu ditanyakan juga mengenai skrining covid 19. Pada pemeriksaan fisik dapat diperiksa keadaan umum, GCS, TTV, PF head to toe terutama apakah tampak adanya tanda tanda dehidrasi. o Pasien ketiga, laki laki usia 54 tahun jatuh dari genting rumah saat memperbaiki antena yang sekilas tampak adanya deformitas pada tungkai bawah dan lengan atas kiri perlu dianamnesis mengenai mekanisme kejadian, kapan terjadinya trauma, apakah pasien sempat tidak sadarkan diri setelah jatuh dari genting, jatuh dari ketinggian berapa, apakah terdapat sesak nafas, apakah terdapat bagian tubuh yang nyeri dan sulit digerakkan. Perlu dilakukan juga skrining covid 19. Pada pemeriksaan fisik dapat diperiksa keadaan umum, GCS, TTV, PF head to toe serta PF lokalis (look, feel, move), pemeriksaan ROM. o Pada pasien keempat, perempuan usia 24 tahun dengan diagnosis autoimun yang saat ini mengeluhkan adanya demam dan sakit kepala hebat perlu ditanyakan sejak kapan mulai muncul keluhan tersebut, apakah terdapat keluhan lain serta perlu dilakukan skrining covid 19. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa keadaan umum, GCS, TTV, PF head to toe. o Pada pasien kelima perempuan 70 tahun dengan penurunan kesadaran perlu dilakukan anamnesis kepada keluarga atau orang yang mengantar sejak kapan terjadi penurunan kesadaran, apakah terdapat riwayat trauma sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat kejadian sebelumnya, apakah sebelum terjadi penurunan kesadaran pasien mengeluhkan pusing, muntah, atau diare. Perlu dilakukan juga skrining covid 19, apakah sebelumnya pasien memiliki gejala ISPA (batuk/pilek/nyeri tenggorok/sesak nafas), apakah terdapat demam/riwayat demam, dan apakah pada 14 hari sebelumnya pasien melakukan perjalanan ke daerah/negara yang terjangkit atau pasien melakukan kontak dengan pasien probable/konfirmasi covid 19. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan GCS, nadi karotis, TTV, PF head to toe, EKG. o Pasien keenam tampak tidak bernafas. Perlu dilakukan anamnesis pada keluarga pasien dan dilakukan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan nadi karotis dan TTV. Jika pasien menujukkan tanda tanda kematian yang jelas seperti TD tidak terukur, pulsasi nadi tidak teraba, tidak ada pernafasan spontan, suhu tubuh teraba dingin, reflek pupil tidak ada, didapatkan adanya tanda tanda kematian pasti serta pada EKG didapatkan gambaran asistol maka pasien tidak perlu dilakukan RJP lalu komunikasikan mengenai kondisi pasien pada keluarga. Pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan oleh dokter Lisa adalah : o Pasien pertama dapat dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap, ureum, creatinine, pemeriksaan rontgen thorax, EKG, AGD. o Pasien kedua dapat dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap, cek elektrolit, ureum, creatinine, GDS, feces lengkap. o Pasien ketiga perlu dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap, pemeriksaan radiologi berupa rontgen pada area yang dicurigai terdapat deformitas yaitu pada regio humerus sinistra dan regio cruris sinistra. o Pasien keempat selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap dan CRP. o Pasien kelima perlu dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap, GDS, ureum, creatinine, kadar elektrolit, AGD, pemeriksaan radiologi (Head CT scan). Untuk urutan prioritas yang ditangani adalah pasien kelima dengan penurunan kesadaran (merah), pasien pertama dengan sesak nafas (merah), pasien ketiga kasus pasien jatuh dari genting yang tampak adanya deformitas pada lengan atas dan tungkai bawah (merah), pasien keempat yaitu pasien autoimu dengan keluhan demam dan nyari kepala hebat (merah), dan yang terakhir pasien kedua dengan lemas pasca diare (kuning). . 3. Pasien keenam yang datang dengan DOA perlu dilakukan anamnesis pada keluarga pasien dan dilakukan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan nadi karotis dan TTV. Jika pasien menujukkan tanda tanda kematian yang jelas seperti TD tidak terukur, pulsasi nadi tidak teraba, tidak ada pernafasan spontan, suhu tubuh teraba dingin, reflek pupil tidak ada, didapatkan adanya tanda tanda kematian pasti serta pada EKG didapatkan gambaran asistol maka pasien tidak perlu dilakukan RJP lalu komunikasikan mengenai kondisi pasien pada keluarga. Pada masa pandemi prosedur pasien DOA adalah sebagai berikut: Jenazah dari luar rumah sakit yang memiliki riwayat suspek atau probabel, termasuk pasien DOA (Death on Arrival) yang dirujuk dari rumah sakit lain harus dilakukan prosedur pemindahan dan penjemputan jenazah sebagai berikut: o Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya dilakukan oleh petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput oleh petugas kamar jenazah. o Jenazah ditutup/disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas, hingga dipastikan tidak ada cairan yang keluar. o Bila ada luka akibat tindakan rnedis, maka dilakukan penutupan dengan plester kedap air. o Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa: 1. Alat pelindung diri (APD) berupa: masker surgikal, goggle/kaca mata pelindung, apron plastik, dan sarung tangan/hand schoen nonsteril. 2. Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantong jenazah, disiapkan plastik pembungkus. 3. Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci. o Sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke brankar jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup serta Iuka-Iuka akibat tindakan medis sudah tertutup plester kedap air, lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik pernbungkus. Kantong jenazah harus tertutup sempurna. o Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar ditutup dan dikunci rapat. o Semua APD yang digunakan selama proses pemindahan jenazah dibuka dan dibuang di ruang perawatan. o Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah selama perjalanan, petugas tetap menggunakan masker surgikal. o Surat keterangan kematian atau sertifikat medis penyebab kematian dibuat oleh dokter yang merawat dengan melingkari jenis penyakit penyebab kematian sebagai penyakit menular. o Jenazah hanya dipindahkan dari brankar jenazah ke meja pemulasaraan jenazah di kamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.