Uploaded by User66606

MUSEUM KUE SURABAYA

LINGKUNGAN BINA DAN KEBERLANJUTAN – DI 184733
LAPORAN OBSERVASI:
LINGKUNGAN BINA KEBERLANJUTAN PADA KAMPUNG KUE RUMPUT
LOR GANG II, KECAMATAN RUNGKUT, SURABAYA, JAWA TIMUR
I Gusti Ayu Agung Apshari P.
08411740000008
Bima Aji Susetyo
08411740000009
Shintarini Aninditya Kaunang
08411740000026
Izza Salsabiella Al Cholili
08411740000037
Dosen
Ir. Susy Budi Astuti, M.T.
Departemen Desain Interior
Fakultas Arsitektur, Desain, dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nya lah kami akhirnya bisa menyelesaikan laporan hasil observasi
berjudul “Lingkungan Bina keberlanjutan pada Kampung Kue Rumput Lor gang II,
Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur” ini dengan baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah
Lingkungan Bina dan Keberlanjutan, Ibu Ir. Susy Budi Astuti, M.T. yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan laporan hasil observasi ini.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan laporan ini, namun kami menyadari bahwa di dalam karya tulis yang
telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
karya ilmiah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap agar karya ilmiah ini
bisa memberikan banyak manfaat.
Demikian kami ucapkan terima kasih atas waktu anda telah membaca
proposal penelitian ini.
Surabaya, 7 Oktober 2019
Tim Penulis
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan. Pemukiman merupakan perpaduan
antara wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup
bermasyarakat dan berbudaya di dalamnya) (Kuswartojo, 1997:21). Sebuah
pemukiman perlu dikembangkan untuk memenuhi tuntutannya yang terus
meningkat. Untuk itu, didalam menentukan arah pengembangannya perlu
dibuatkan pola perencanaan pengembangan berdasarkan data yang ada dan
kebutuhan yang harus dipenuhi pemukiman tersebut.
Lingkungan Binaan adalah sebuah istilah untuk kondisi suatu daerah yang
telah ditempati manusia dan secara langsung maupun tidak langsung diubah kondisi
alamiahnya menyesuaikan dengan kebutuhan manusia. Lingkungan binaan adalah
suatu lingkungan yang ditandai dominasi struktur buatan manusia. Oleh karena itu,
sistem lingkungan binaan dipengaruhi oleh energi, sumber daya dan rekayasa
manusia untuk dapat bertahan.
Pemukiman sebagai lingkungan binaan manusia, proses dan elemen-elemen
penyusunnya tidak terlepas dari masalah kondisi sosial dan latar belakang
masyarakatnya. Karena pada dasarnya wujud fisik lingkungan binaan terjadi akibat
peristiwa non fisik yang terakumulasi dari waktu ke waktu. Dimana kondisi tersebut
dapat membawa perubahan bagi lingkungan binaan dalam berbagai aspek seperti,
budaya, sosial atau pun ekonomi.
Kampung Kue Surabaya merupakan merupakan Usaha Kecil Menengah
(UKM) yang berada di jalan Rungkut Lor. Sesuai dengan namanya kampung ini
menyediakan banyak pengusaha kue yang menjual berbagai varian kue setiap
harinya. Kampung Kue Surabaya merupakan hasil lingkungan binaan pemukiman
yang terbentuk akibat tuntutan kebutuhan dimana saat itu masyarakatnya belum
stabil secara ekonomi.
Dalam usahanya mengembangkan diri, Kampung Kue banyak mengalami
kegagalan, namun kegagalan yang dialami terus dijadikan pembelajaran bagi
prosess pengembangan berikutnya. Kini, pengembangan terutama dalam segi
ekonomi sudah melibatkan teknologi. Contohnya adalah cara pemasaran melalui
media sosial / e-commerce. Namun, usaha pemasaran tersebut dirasa belum berjalan
dengan maksimal. Dikarenakan belum adanya identitas khusus Kampung Kue baik
pada lokasi kampung maupun pada media sosialnya.
Studi ini dilakukan untuk lebih memahami latar belakang terbentuknya
Kampung Kue Surabaya, alur ekonomi serta potensi/target market dan
perkembangan ekonomi Kampung Kue, Melalui pemahaman tersebut studi
dilakukan untuk menemukan permasalahan serta kekurangan Kampung Kue
Surabaya dalam proses mengembangkan sektor ekonominya khususnya mengenai
branding. Sehingga dari studi ini dapat ditemukan solusi pembentukan identitas dan
cara pemasaran yang tepat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Kampung
Kue Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana lingkungan binaan keberlanjutan pada kampung kue rumput lor
gang II?
1.2.2
Apa saja permasalahan yang terdapat pada kampung kue rumput lor gang
II?
1.2.3
Bagaimana solusi dari permasalahan yang ada pada kampung kue rumput
lor gang II?
1.3 Tujuan Observasi
1.3.1
Mengetahui lingkungan binaan keberlanjutan yang ada pada kampung kue
rumput lor gang II.
1.3.2
Menciptakan solusi dari permasalahan yang ada pada rumput lor gang II.
1.4 Manfaat Observasi
1.4.1
Peka terhadap permasalah yang terjadi rumput lor gang II.
1.4.2
Terciptanya solusi dari permasalahan yang ada.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 10 September 2019 pada pukul
10.14 WIB, 22 September 2019 pada pukul 06.11, dan 28 September 2019
pada pukul 03.11. Lokasi pengambilan data di Jl. Rungkut lor Gg. II,
Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur.
1.5.2. Subjek Penelitian
Subjek pengamatan ini adalah Ibu Choirul Mahpuduah yang
merupakan penggagas sekaligus ketua lingkungan binaan berbasis ekonomi,
Kampung kue.
1.5.2
Instrumen Penilitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama penelitian adalah
peneliti sendiri dengan dibantu 2 alat penelitian yaitu:
a. Pedoman observasi
Pedoman observasi yaitu berupa pengamatan yang dituangkan dalam
tulisan untuk mencari data filosofi dari setiap ruangan rumah tradisional
Jawa.
b. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yang berupa daftar pertanyaan untuk mencari
data tentang filosofi dan juga sejarah dari rumah tersebut.
1.6 Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dalam metode penelitian kualitatif ini sebagai
berikut :
a. Observasi
Dalam konteks penelitian ini, peneliti melakukan observasi
langsung ke daerah objek penelitian. Peneliti mengamati fakta yang
ada di lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
mengenai bagaimana keadaan pemukiman kampung kue di Jl. Rungkut
lor Gg. II, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur.
b. Wawancara
Wawancara ini dilakukan kepada Ibu Choirul Mahpuduah yang
merupakan penggagas sekaligus ketua lingkungan binaan berbasis
ekonomi, Kampung kue.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk foto-foto kondisi
terkini lingkungan di kampung kue pada waktu tertentu.
1.7 Teknik Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik keabsahan data dengan
triangulasi sumber dan teknik. Menurut Sugiyono (2009: 373) triangulasi teknik
adalah teknik pengumpulan data ketika peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama.
2.
STUDI PUSTAKA
2.1 Sejarah Kampung Kue Surabaya
Kampung Kue Surabaya terletak di Jl. Rungkut Lor Gg. II No.1, Kali
Rungkut, Kec. Rungkut, Kota SBY, Jawa Timur. Dipelopori oleh Choirul
Mahpuduah, seorang akitivis buruh di salah satu perusahaan di Surabaya.
Kampung Kue mulai dirintis sejak tahun 2005, diresmikan pada tahun 2010 dan
terus berkembang hingga saat ini dengan melibatkan puluhan warga dan
berhasil menghasilkan omzet puluhan juta per hari.
Sebelum fokus mengembangkan kampung kue, Choirul adalah seorang
karyawan di perusahaan produksi di Rungkut, Surabaya. Namun karena
sikapnya yang aktif menuntut hak-hak buruh perempuan, pada akhir tahun
1993, ia di PHK secara sepihak oleh perusahaan. Choirul mengaku, saat itu ia
memang aktif berjuang menuntut hak karyawan khususnya karyawan
perempuan. Sempat muncul kekecewaan karena pemecatan tersebut karena ia
merasa hak yang ia tuntut memang sudah sesuai peraturan. Namun dengan
dukungan dari banyak pihak seperti para wartawan, Choirul berhasil
memenangkan tuntutannya di pengadilan secara gratis. Pemecatan terhadap
Choirul dianggap tidak sah dan ia diminta bekerja kembali serta diberikan uang
ganti rugi sebanyak 3 juta rupiah. Namun kenyataanya, meski putusan
pengadilan sudah dimenangkan, perusahaan tetap tidak menerima Choirul
kembali menjadi karyawan dan uang ganti rugi baru diberikan beberapa tahun
setelahnya.
Selama menjadi penggiat hak buruh, Choirul tinggal di kos padat penduduk
di Rungkut Lor Gang 2, Surabaya. Pada saat itu, mayoritas penduduknya adalah
pekerja kasar kelas menengah ke bawah. Dimana penghasilan mereka
bergantung pada perusahaan dan notabene jumlahnya kecil. Akibat dari
keadaanya tersebut, Choirul mulai berpikir untuk mencari cara memperbaiki
keadaan ekonomi penduduk di sana.
Terinspirasi dari pengalamannya mengamati ibu-ibu berjualan kue, Choirul
berinisiatif mengumpulkan warga setempat khususnya ibu-ibu untuk berdiskusi
perihal apa yang kira-kira dapat dikembangkan di kampung mereka.
Pembicaraan mengerucut pada kesimpulan bahwa ada tiga hal yang dapat
dikembangkan oleh warga, yaitu menjahit, membuat kue dan membuat sabun
cair. Perjuangan dimulai dengan membuka tawaran menjahit, sayangnya usaha
tersebut tidak bertahan lama. Kemudian setelah kegagalan tersebut, Choirul dan
ibu-ibu setempat mencoba peruntungan dengan berjualan kue.
Usaha berjualan kue diawali dengan produksi tahu crispy. Kemudian hasil
produksi tersebut dijual langsung di depan rumah. Ternyata penjualan direspon
dengan baik oleh sesama ibu-ibu dan warga sekitar yang kebetulan mayoritas
bekerja di pabrik. Ditemukan kesimpulan bahwa berjualan kue di daerah
kawasan pabrik seperti kampung mereka termasuk kebutuhan pokok karena
kebanyak pembeli adalah pekerja pabrik yang tidak sempat sarapan dan butuh
mengganjal perut sebelum berangkat bekerja.
Variasi kue yang semula belum terlalu banyak terus berkembang di
Kampung Kue. Puncaknya terjadi sekitar tahun 2008 sejak Choirul
diperkenalkan pada seorang pengelola perpustakaan keliling milik perusahaan
besar di Surabaya yang kemudian bekerja sama mendirikan taman baca.
Pengurus tersebut berkontribusi memberikan pendidikan kepada ibu-ibu
penjual kue melalui buku bacaan, baik buku anak-anak dan juga buku resep
makanan.
Melalui kerjasama tersebut, ibu-ibu kampung semakin rajin bererksperimen
membuat kue, beramai-ramai mencicipi dan mengevaluasi satu sama lain.
Taman bacaan juga ikut terus berkembang setelah ditangani oleh Pemkot
Surabaya yang berkonstribusi menyuplai 600 jenis buku. Bahkan, disediakan
pula akses internet agar warga dapat mencari resep di internet.
Seiring dengan berjalannya waktu Kampung Kue semakin dikenal luas
hingga warga tidak lagi perlu berjualan di luar kampung. Sehingga tercetuslah
ide untuk menyebut kampung mereka Kampung Kue pada tahun 2010.
Tujuannya agar kampung semakin dikenal dengan identitas khusus. Saat ini,
produksen kue sudah 65 orang dan perputaran uang perhari mencapai sekitar
Rp 25 juta. Variasi kue produksi sekitar 70-an, antara lain onde-onde, lemper,
terang bulan, perut ayam, tiwul, ketan, lapis, putri ayu, roti kukus, dan lain-lain.
Harga terbilang murah mulai Rp 1000 hingga Rp 3000. Selain itu ibu-ibu juga
menerima pesanan kue untuk acara hajatan hingga perusahaan besar seperti
alfamidi.
Ketua Koperasi
(Choirul Mahpuduah)
Sekretaris
(Dian Okta Iswanti)
Bendahara
(Firotul Khusniyah)
Struktur Organisasi koperasi simpan pinjam Kampung Kue
Ketua
(Ibu Ayumi)
Pengawas I
(Ibu Leny Kakiayi)
Pengawas II
(Ibu Sumiyatun)
Struktur Pengawas koperasi simpan pinjam Kampung Kue
2.2 Lingkungan Bina
Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana
pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan
perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis
saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo
& Sujarto, 1999). Artinya, sustainable development merupakan upaya
dalam menciptakan suatu sistem yang secara terus-menerus memiliki tujuan
dan fungsi tertentu. Adapun fungsi dari sistem tersebut merupakan
implementasi dari penerapan masalah-masalah yang pada sebuah
lingkungan. Masalah-masalah tersebut meliputi aspek sosial, lingkungan,
ekonomi dan budaya. Pada suatu pembangunan sustainable development
fokus utama pembangunan tersebut mengacu pada keseimbangan atau
keserasian penyelesaian masalah. Dengan keseimbangan yang terbentuk,
sustainable development akan menjadi sebuah sistem siklus yang terus
berputar.
2.3 Rumah sebagai wadah lingkungan manusia sesuai fungsinya
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang No.4 Tahun
1992). Sebuah keluarga atau lebih yang merupakan penghuni rumah sangat
erat hubungannya dengan lingkungan bina yang terjadi di dalamnya.
Sehingga rumah sebagai lingkungan bina dapat dikatakan sebagai refleksi
dari kebudayaan, pola aktivitas, serta interaksi sosial yang terjadi antara
penghuni rumah tersebut. Maka dari itu hubungan antara penghuni dan
rumah adalah hubungan yang saling ketergantungan, perilaku manusia
sebagai penghuni sangat menentukan kwalitas dan bentuk rumah serta
lingkungannya (Bell et al,1976).
Rumah sebagai bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman
yang utuh, dan tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk
melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka,
melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat beristirahat setelah
menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (C. Djemabut Blaang, Perumahan
dan Permukiman, 1986: 28). Berdasarkan pengertian tersebut rumah tinggal
dapat diartikan sebagai tempat tinggal memiliki fungsi untuk tempat hidup
manusia yang layak. Rumah juga sebagai penunjang kesempatan keluarga
untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Dari
pengertian tersebut berarti rumah dapat memiliki fungsi yang berbeda dari
fungsi utamanya tergantung dari konteksnya. Seperti pada keadaan
masyarakat pada saat ini, yang mana telah banyak bermunculan rumah yang
tidak hanya berperan sebagai tempat hunian. Keadaan tersebut juga sama
seperti yang dikatakan oleh John F.Turner pada bukunya bahwa rumah
mempunyai berbagai fungsi dan semua fungsi tersebut tergantung pada
tujuan yang ingin dicapai yang berbeda antara yang satu dan lainnya
tergantung tempat dan waktu.
2.3 Pemukiman sebagai wujud dari lingkungan bina ekonomi
Pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,
perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana.
Di dalam masyarakat, perumahan merupakan pencerminan dari jati
diri manusia, baik secara perseorangan maupun dalam suatu kesatuan dan
kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Perumahan dan pemukiman
juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan
watak
serta
kepribadian
bangsa
sehingga
perlu
dibina
serta
dikembangkan demi kelangsungan dap peningkatan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Lingkungan binaan adalah sebuah istilah untuk kondisi suatu
daerah yang telah ditempati oleh manusia dan secara langsung maupun
tidak langsung diubah kondisi alamnya sesuai dengan kebutuhan
manusia. Terbentuknya suatu lingkungan binaan dalam pemukiman
adalah pemukiman merupakan proses pewadahan fungsional yang
dilandasi oleh pola aktivitas manusia serta adanya pengaruh lingkungan
baik yang bersifat fisik maupun non-fisik yang secara langsung
mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewdahannya (Snyder, 1979).
Pada dewasa ini, meningkatnya jumlah peduduk di daerah
perkotaan menyebabkan keresahan pada masyarakat saat mencari
lapangan kerja. Karena kebutuhan keberlangsungan hidup tersebut sudah
banyak bermunculan kegiatan ekonomi perdagangan berskala kecil.
Banyak yang memanfaatkan tempat-tempat strategis untuk menggelar
lapak dagang mereka seperti pedagang kaki lima, warung, kios dan toko
klontong, sampai dengan UMKM. Ruang-ruang tepi jalan di pemukiman
yang menjadi tempat berjualan paing strategis dan menguntungkan. Hal
tersebut sejalan dengan apa yamg dikatakan Suparlan (Suparlan, 1996),
bahwa pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi dan terbatasnya
lapangan kerja, akan mengakibatkan terjadinya usaha komersial skala kecil
yang diminati dan mudah dilakukan oleh masyarakat.
2.4 UMKM
Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM,
penggolongan UMKM dapat dibagai sebagai berikut :
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau
b. memiliki
hasil
penjualan
tahunan
paling
banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima
puluh
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima
ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki
hasil
penjualan
tahunan
lebih
dari
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
UMKM merupakan fenomena yang terjadi setelah krisis ekonomi yang
menimbulkan banyak pegawai yang terkena PHK (Sri Wahyuningsih, 2006)
.Dari data yang terdaftar di Kementrian Koperasi ,total pelaku UMKM yang
ada di Indonesia pada tahun 2019 yakni 59,2 juta pelaku usaha. Sedangkan
untuk pelaku UMKM yang merambah e-commerce jumlahnya mencapai
3,79 juta orang.
3.
ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI
Penduduk kampung kue terdiri dari warga sekitar yang memproduksi dan
menjual kue di halaman depan rumahnya sebagai sumber mata pencaharian. Warga
kampung kue menjajakan kuenya mulai jam 02.30 WIB sampai jam 06.00 WIB.
Pada siang hari, kampung kue terlihat seperti perkmpungan pada umumnya. Tidak
ada aktivitas berjualan dan proses pembuatan kue
dikarenakan
aktivitas
membuat kue dilakukan mulai sore hingga malam hari.
Setiap harinya 70 jenis kue dapat diproduksi dengan kisara harga Rp.8003500. Kue-kue yang telah dibuat dijajakan di sepanjang jalan rungkut lor II dan
didistribusikan ke pasar-pasar dan supermarket.
Kampung kue terletak di sepanjang Jl. Rungkut lor Gg. II, Kecamatan Rungkut,
Kota Surabaya, Jawa Timur. Berikut peta lokasi tersebut :
Gambar 1 : Peta lokasi kampung kue
3.1 Permasalahan
3.1.1 Lingkungan
Observasi pada pukul 10.14 WIB, identitas kampung kue tidak
terasa, selain karena bukan pada jam berdagang, tidak adanya elemen –
elemen pendukung identitas kampung kue juga berpengaruh pada penyebab
kampung kue pada jam tertentu kehilangan ciri khasnya.
Gambar 2 : kondisi kampung kue pada siang hari
Gambar 3 : kondisi kampung kue pada siang hari
Gambar 3 : kondisi gerbang kampung kue
Observasi pada pukul 06.11 WIB, warga menjajakan dagangannya di
pelataran rumah masing masing menggunakan meja dengan tampilan yang kurang
tertata. Beberapa warga mulai menata dagangannya untuk ditinggal melakukan
aktivitas lain.
Gambar 4 : jajanan yang dijual penduduk
Gambar 5 : kondisi kampung kue pada pukul 06.11 WIB
Gambar 6 : penduduk berdagang di pelataran rumahnya
Gambar 7 : penduduk berdagang di pelataran rumahnya
Kantor sekretariat yang juga merupakan tempat tinggal bu choirul, tidak
digunakan sebagaimana fungsinya. Bu choirul selaku pemilik rumah dan ketua
secretariat tersebut hanya menyediakan dipan pada teras rumah untuk menjamu
tamu. Terlihat beberapa warga ikut andil dalam membuat kue didalam rumah ibu
choirul.
Gambar 8 : kondisi terkini sekretariat kampung kue
Gambar 9 : sekretariat yang difungsikan sebagai dapur untuk membuat
kue
3.1.2 Ekonomi
Branding secara online telah dilakukan sejak tahun 2014 namun semakin kesini
dirasa kurang maksimal. Akun sosial media yang dimiliki kurang aktif sehingga
publikasi kampung kue dilakukan secara mulut ke mulut.
Gambar 10 : Sosial media kampung kue
Selain berdagang di pelataran rumah, pemduduk sekitar juga menerima pesananan
dari berbagai supermarket, yang menyebabkan aktivitas berdagang pada pagi hari
menurun. Dapat dilihat pada observasi pada tanggal 28 September 2017 pukul
03.11, aktivitas menjajakan kue belum terlihat.
Gambar 11 : jajanan pasar pada supermarket. Sumber : Google.
Gambar 12 : kondisi kampung kue pada pukul 03.11 WIB
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Bedasarkan observasi yang dilakukan, dapat ditemukan beberapa permasalahan,
yaitu permasalahan pada lingkungan dan permasalahan pada ekonomi masyarakat
kampung kue. Dengan permasalahan – permasalahan tersebut, dapat dirumuskan
beberapa solusi yang diterapkan pada pemukikam kampung kue. Beberapa solusi
tersebut berupa :
4.1. Membuat desain lingkungan menjadi interaktif melalui :
1. Renovasi pelataran teras sektretariat yang difungsikan sebagai tempat
untuk menerima tamu dan tempat diskusi warga
2. Membuat gate “Kampung Kue” yang interaktif
3. Mendesain jalanan kampung dengan elemen pendukung berupa bentuk
kue atau alat masak.
4. Mendesain tampilan gerobak untuk menjajakan dagangan warga
5. Menyediakan furniture flexible di sekitar pemukiman
4.2. Memperbaiki system branding melalui :
1. Mendesain super grafis untuk social media (Instagram kampung kue)
2. Pemesanan secara langsung difokuskan melalui perantara secretariat
3. Alur distribusi melalui sekretriat dengan peletakan identitas kampung
kue pada kendaraan pengantar.