LINGKUNGAN BINA DAN KEBERLANJUTAN – DI 184733 LAPORAN OBSERVASI: LINGKUNGAN BINA KEBERLANJUTAN PADA KAMPUNG KUE RUMPUT LOR GANG II, KECAMATAN RUNGKUT, SURABAYA, JAWA TIMUR I Gusti Ayu Agung Apshari P. 08411740000008 Bima Aji Susetyo 08411740000009 Shintarini Aninditya Kaunang 08411740000026 Izza Salsabiella Al Cholili 08411740000037 Dosen Ir. Susy Budi Astuti, M.T. Departemen Desain Interior Fakultas Arsitektur, Desain, dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nya lah kami akhirnya bisa menyelesaikan laporan hasil observasi berjudul “Lingkungan Bina keberlanjutan pada Kampung Kue Rumput Lor gang II, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur” ini dengan baik tepat pada waktunya. Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah Lingkungan Bina dan Keberlanjutan, Ibu Ir. Susy Budi Astuti, M.T. yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan laporan hasil observasi ini. Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan laporan ini, namun kami menyadari bahwa di dalam karya tulis yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya karya ilmiah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap agar karya ilmiah ini bisa memberikan banyak manfaat. Demikian kami ucapkan terima kasih atas waktu anda telah membaca proposal penelitian ini. Surabaya, 7 Oktober 2019 Tim Penulis 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan. Pemukiman merupakan perpaduan antara wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya di dalamnya) (Kuswartojo, 1997:21). Sebuah pemukiman perlu dikembangkan untuk memenuhi tuntutannya yang terus meningkat. Untuk itu, didalam menentukan arah pengembangannya perlu dibuatkan pola perencanaan pengembangan berdasarkan data yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi pemukiman tersebut. Lingkungan Binaan adalah sebuah istilah untuk kondisi suatu daerah yang telah ditempati manusia dan secara langsung maupun tidak langsung diubah kondisi alamiahnya menyesuaikan dengan kebutuhan manusia. Lingkungan binaan adalah suatu lingkungan yang ditandai dominasi struktur buatan manusia. Oleh karena itu, sistem lingkungan binaan dipengaruhi oleh energi, sumber daya dan rekayasa manusia untuk dapat bertahan. Pemukiman sebagai lingkungan binaan manusia, proses dan elemen-elemen penyusunnya tidak terlepas dari masalah kondisi sosial dan latar belakang masyarakatnya. Karena pada dasarnya wujud fisik lingkungan binaan terjadi akibat peristiwa non fisik yang terakumulasi dari waktu ke waktu. Dimana kondisi tersebut dapat membawa perubahan bagi lingkungan binaan dalam berbagai aspek seperti, budaya, sosial atau pun ekonomi. Kampung Kue Surabaya merupakan merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berada di jalan Rungkut Lor. Sesuai dengan namanya kampung ini menyediakan banyak pengusaha kue yang menjual berbagai varian kue setiap harinya. Kampung Kue Surabaya merupakan hasil lingkungan binaan pemukiman yang terbentuk akibat tuntutan kebutuhan dimana saat itu masyarakatnya belum stabil secara ekonomi. Dalam usahanya mengembangkan diri, Kampung Kue banyak mengalami kegagalan, namun kegagalan yang dialami terus dijadikan pembelajaran bagi prosess pengembangan berikutnya. Kini, pengembangan terutama dalam segi ekonomi sudah melibatkan teknologi. Contohnya adalah cara pemasaran melalui media sosial / e-commerce. Namun, usaha pemasaran tersebut dirasa belum berjalan dengan maksimal. Dikarenakan belum adanya identitas khusus Kampung Kue baik pada lokasi kampung maupun pada media sosialnya. Studi ini dilakukan untuk lebih memahami latar belakang terbentuknya Kampung Kue Surabaya, alur ekonomi serta potensi/target market dan perkembangan ekonomi Kampung Kue, Melalui pemahaman tersebut studi dilakukan untuk menemukan permasalahan serta kekurangan Kampung Kue Surabaya dalam proses mengembangkan sektor ekonominya khususnya mengenai branding. Sehingga dari studi ini dapat ditemukan solusi pembentukan identitas dan cara pemasaran yang tepat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Kampung Kue Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana lingkungan binaan keberlanjutan pada kampung kue rumput lor gang II? 1.2.2 Apa saja permasalahan yang terdapat pada kampung kue rumput lor gang II? 1.2.3 Bagaimana solusi dari permasalahan yang ada pada kampung kue rumput lor gang II? 1.3 Tujuan Observasi 1.3.1 Mengetahui lingkungan binaan keberlanjutan yang ada pada kampung kue rumput lor gang II. 1.3.2 Menciptakan solusi dari permasalahan yang ada pada rumput lor gang II. 1.4 Manfaat Observasi 1.4.1 Peka terhadap permasalah yang terjadi rumput lor gang II. 1.4.2 Terciptanya solusi dari permasalahan yang ada. 1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 10 September 2019 pada pukul 10.14 WIB, 22 September 2019 pada pukul 06.11, dan 28 September 2019 pada pukul 03.11. Lokasi pengambilan data di Jl. Rungkut lor Gg. II, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur. 1.5.2. Subjek Penelitian Subjek pengamatan ini adalah Ibu Choirul Mahpuduah yang merupakan penggagas sekaligus ketua lingkungan binaan berbasis ekonomi, Kampung kue. 1.5.2 Instrumen Penilitian Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri dengan dibantu 2 alat penelitian yaitu: a. Pedoman observasi Pedoman observasi yaitu berupa pengamatan yang dituangkan dalam tulisan untuk mencari data filosofi dari setiap ruangan rumah tradisional Jawa. b. Pedoman wawancara Pedoman wawancara yang berupa daftar pertanyaan untuk mencari data tentang filosofi dan juga sejarah dari rumah tersebut. 1.6 Teknik Pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data dalam metode penelitian kualitatif ini sebagai berikut : a. Observasi Dalam konteks penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung ke daerah objek penelitian. Peneliti mengamati fakta yang ada di lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai bagaimana keadaan pemukiman kampung kue di Jl. Rungkut lor Gg. II, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur. b. Wawancara Wawancara ini dilakukan kepada Ibu Choirul Mahpuduah yang merupakan penggagas sekaligus ketua lingkungan binaan berbasis ekonomi, Kampung kue. c. Dokumentasi Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk foto-foto kondisi terkini lingkungan di kampung kue pada waktu tertentu. 1.7 Teknik Keabsahan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik keabsahan data dengan triangulasi sumber dan teknik. Menurut Sugiyono (2009: 373) triangulasi teknik adalah teknik pengumpulan data ketika peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. 2. STUDI PUSTAKA 2.1 Sejarah Kampung Kue Surabaya Kampung Kue Surabaya terletak di Jl. Rungkut Lor Gg. II No.1, Kali Rungkut, Kec. Rungkut, Kota SBY, Jawa Timur. Dipelopori oleh Choirul Mahpuduah, seorang akitivis buruh di salah satu perusahaan di Surabaya. Kampung Kue mulai dirintis sejak tahun 2005, diresmikan pada tahun 2010 dan terus berkembang hingga saat ini dengan melibatkan puluhan warga dan berhasil menghasilkan omzet puluhan juta per hari. Sebelum fokus mengembangkan kampung kue, Choirul adalah seorang karyawan di perusahaan produksi di Rungkut, Surabaya. Namun karena sikapnya yang aktif menuntut hak-hak buruh perempuan, pada akhir tahun 1993, ia di PHK secara sepihak oleh perusahaan. Choirul mengaku, saat itu ia memang aktif berjuang menuntut hak karyawan khususnya karyawan perempuan. Sempat muncul kekecewaan karena pemecatan tersebut karena ia merasa hak yang ia tuntut memang sudah sesuai peraturan. Namun dengan dukungan dari banyak pihak seperti para wartawan, Choirul berhasil memenangkan tuntutannya di pengadilan secara gratis. Pemecatan terhadap Choirul dianggap tidak sah dan ia diminta bekerja kembali serta diberikan uang ganti rugi sebanyak 3 juta rupiah. Namun kenyataanya, meski putusan pengadilan sudah dimenangkan, perusahaan tetap tidak menerima Choirul kembali menjadi karyawan dan uang ganti rugi baru diberikan beberapa tahun setelahnya. Selama menjadi penggiat hak buruh, Choirul tinggal di kos padat penduduk di Rungkut Lor Gang 2, Surabaya. Pada saat itu, mayoritas penduduknya adalah pekerja kasar kelas menengah ke bawah. Dimana penghasilan mereka bergantung pada perusahaan dan notabene jumlahnya kecil. Akibat dari keadaanya tersebut, Choirul mulai berpikir untuk mencari cara memperbaiki keadaan ekonomi penduduk di sana. Terinspirasi dari pengalamannya mengamati ibu-ibu berjualan kue, Choirul berinisiatif mengumpulkan warga setempat khususnya ibu-ibu untuk berdiskusi perihal apa yang kira-kira dapat dikembangkan di kampung mereka. Pembicaraan mengerucut pada kesimpulan bahwa ada tiga hal yang dapat dikembangkan oleh warga, yaitu menjahit, membuat kue dan membuat sabun cair. Perjuangan dimulai dengan membuka tawaran menjahit, sayangnya usaha tersebut tidak bertahan lama. Kemudian setelah kegagalan tersebut, Choirul dan ibu-ibu setempat mencoba peruntungan dengan berjualan kue. Usaha berjualan kue diawali dengan produksi tahu crispy. Kemudian hasil produksi tersebut dijual langsung di depan rumah. Ternyata penjualan direspon dengan baik oleh sesama ibu-ibu dan warga sekitar yang kebetulan mayoritas bekerja di pabrik. Ditemukan kesimpulan bahwa berjualan kue di daerah kawasan pabrik seperti kampung mereka termasuk kebutuhan pokok karena kebanyak pembeli adalah pekerja pabrik yang tidak sempat sarapan dan butuh mengganjal perut sebelum berangkat bekerja. Variasi kue yang semula belum terlalu banyak terus berkembang di Kampung Kue. Puncaknya terjadi sekitar tahun 2008 sejak Choirul diperkenalkan pada seorang pengelola perpustakaan keliling milik perusahaan besar di Surabaya yang kemudian bekerja sama mendirikan taman baca. Pengurus tersebut berkontribusi memberikan pendidikan kepada ibu-ibu penjual kue melalui buku bacaan, baik buku anak-anak dan juga buku resep makanan. Melalui kerjasama tersebut, ibu-ibu kampung semakin rajin bererksperimen membuat kue, beramai-ramai mencicipi dan mengevaluasi satu sama lain. Taman bacaan juga ikut terus berkembang setelah ditangani oleh Pemkot Surabaya yang berkonstribusi menyuplai 600 jenis buku. Bahkan, disediakan pula akses internet agar warga dapat mencari resep di internet. Seiring dengan berjalannya waktu Kampung Kue semakin dikenal luas hingga warga tidak lagi perlu berjualan di luar kampung. Sehingga tercetuslah ide untuk menyebut kampung mereka Kampung Kue pada tahun 2010. Tujuannya agar kampung semakin dikenal dengan identitas khusus. Saat ini, produksen kue sudah 65 orang dan perputaran uang perhari mencapai sekitar Rp 25 juta. Variasi kue produksi sekitar 70-an, antara lain onde-onde, lemper, terang bulan, perut ayam, tiwul, ketan, lapis, putri ayu, roti kukus, dan lain-lain. Harga terbilang murah mulai Rp 1000 hingga Rp 3000. Selain itu ibu-ibu juga menerima pesanan kue untuk acara hajatan hingga perusahaan besar seperti alfamidi. Ketua Koperasi (Choirul Mahpuduah) Sekretaris (Dian Okta Iswanti) Bendahara (Firotul Khusniyah) Struktur Organisasi koperasi simpan pinjam Kampung Kue Ketua (Ibu Ayumi) Pengawas I (Ibu Leny Kakiayi) Pengawas II (Ibu Sumiyatun) Struktur Pengawas koperasi simpan pinjam Kampung Kue 2.2 Lingkungan Bina Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto, 1999). Artinya, sustainable development merupakan upaya dalam menciptakan suatu sistem yang secara terus-menerus memiliki tujuan dan fungsi tertentu. Adapun fungsi dari sistem tersebut merupakan implementasi dari penerapan masalah-masalah yang pada sebuah lingkungan. Masalah-masalah tersebut meliputi aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan budaya. Pada suatu pembangunan sustainable development fokus utama pembangunan tersebut mengacu pada keseimbangan atau keserasian penyelesaian masalah. Dengan keseimbangan yang terbentuk, sustainable development akan menjadi sebuah sistem siklus yang terus berputar. 2.3 Rumah sebagai wadah lingkungan manusia sesuai fungsinya Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang No.4 Tahun 1992). Sebuah keluarga atau lebih yang merupakan penghuni rumah sangat erat hubungannya dengan lingkungan bina yang terjadi di dalamnya. Sehingga rumah sebagai lingkungan bina dapat dikatakan sebagai refleksi dari kebudayaan, pola aktivitas, serta interaksi sosial yang terjadi antara penghuni rumah tersebut. Maka dari itu hubungan antara penghuni dan rumah adalah hubungan yang saling ketergantungan, perilaku manusia sebagai penghuni sangat menentukan kwalitas dan bentuk rumah serta lingkungannya (Bell et al,1976). Rumah sebagai bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman yang utuh, dan tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat beristirahat setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman, 1986: 28). Berdasarkan pengertian tersebut rumah tinggal dapat diartikan sebagai tempat tinggal memiliki fungsi untuk tempat hidup manusia yang layak. Rumah juga sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Dari pengertian tersebut berarti rumah dapat memiliki fungsi yang berbeda dari fungsi utamanya tergantung dari konteksnya. Seperti pada keadaan masyarakat pada saat ini, yang mana telah banyak bermunculan rumah yang tidak hanya berperan sebagai tempat hunian. Keadaan tersebut juga sama seperti yang dikatakan oleh John F.Turner pada bukunya bahwa rumah mempunyai berbagai fungsi dan semua fungsi tersebut tergantung pada tujuan yang ingin dicapai yang berbeda antara yang satu dan lainnya tergantung tempat dan waktu. 2.3 Pemukiman sebagai wujud dari lingkungan bina ekonomi Pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Di dalam masyarakat, perumahan merupakan pencerminan dari jati diri manusia, baik secara perseorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Perumahan dan pemukiman juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dap peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Lingkungan binaan adalah sebuah istilah untuk kondisi suatu daerah yang telah ditempati oleh manusia dan secara langsung maupun tidak langsung diubah kondisi alamnya sesuai dengan kebutuhan manusia. Terbentuknya suatu lingkungan binaan dalam pemukiman adalah pemukiman merupakan proses pewadahan fungsional yang dilandasi oleh pola aktivitas manusia serta adanya pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun non-fisik yang secara langsung mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewdahannya (Snyder, 1979). Pada dewasa ini, meningkatnya jumlah peduduk di daerah perkotaan menyebabkan keresahan pada masyarakat saat mencari lapangan kerja. Karena kebutuhan keberlangsungan hidup tersebut sudah banyak bermunculan kegiatan ekonomi perdagangan berskala kecil. Banyak yang memanfaatkan tempat-tempat strategis untuk menggelar lapak dagang mereka seperti pedagang kaki lima, warung, kios dan toko klontong, sampai dengan UMKM. Ruang-ruang tepi jalan di pemukiman yang menjadi tempat berjualan paing strategis dan menguntungkan. Hal tersebut sejalan dengan apa yamg dikatakan Suparlan (Suparlan, 1996), bahwa pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi dan terbatasnya lapangan kerja, akan mengakibatkan terjadinya usaha komersial skala kecil yang diminati dan mudah dilakukan oleh masyarakat. 2.4 UMKM Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM, penggolongan UMKM dapat dibagai sebagai berikut : (1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). (3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). UMKM merupakan fenomena yang terjadi setelah krisis ekonomi yang menimbulkan banyak pegawai yang terkena PHK (Sri Wahyuningsih, 2006) .Dari data yang terdaftar di Kementrian Koperasi ,total pelaku UMKM yang ada di Indonesia pada tahun 2019 yakni 59,2 juta pelaku usaha. Sedangkan untuk pelaku UMKM yang merambah e-commerce jumlahnya mencapai 3,79 juta orang. 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI Penduduk kampung kue terdiri dari warga sekitar yang memproduksi dan menjual kue di halaman depan rumahnya sebagai sumber mata pencaharian. Warga kampung kue menjajakan kuenya mulai jam 02.30 WIB sampai jam 06.00 WIB. Pada siang hari, kampung kue terlihat seperti perkmpungan pada umumnya. Tidak ada aktivitas berjualan dan proses pembuatan kue dikarenakan aktivitas membuat kue dilakukan mulai sore hingga malam hari. Setiap harinya 70 jenis kue dapat diproduksi dengan kisara harga Rp.8003500. Kue-kue yang telah dibuat dijajakan di sepanjang jalan rungkut lor II dan didistribusikan ke pasar-pasar dan supermarket. Kampung kue terletak di sepanjang Jl. Rungkut lor Gg. II, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur. Berikut peta lokasi tersebut : Gambar 1 : Peta lokasi kampung kue 3.1 Permasalahan 3.1.1 Lingkungan Observasi pada pukul 10.14 WIB, identitas kampung kue tidak terasa, selain karena bukan pada jam berdagang, tidak adanya elemen – elemen pendukung identitas kampung kue juga berpengaruh pada penyebab kampung kue pada jam tertentu kehilangan ciri khasnya. Gambar 2 : kondisi kampung kue pada siang hari Gambar 3 : kondisi kampung kue pada siang hari Gambar 3 : kondisi gerbang kampung kue Observasi pada pukul 06.11 WIB, warga menjajakan dagangannya di pelataran rumah masing masing menggunakan meja dengan tampilan yang kurang tertata. Beberapa warga mulai menata dagangannya untuk ditinggal melakukan aktivitas lain. Gambar 4 : jajanan yang dijual penduduk Gambar 5 : kondisi kampung kue pada pukul 06.11 WIB Gambar 6 : penduduk berdagang di pelataran rumahnya Gambar 7 : penduduk berdagang di pelataran rumahnya Kantor sekretariat yang juga merupakan tempat tinggal bu choirul, tidak digunakan sebagaimana fungsinya. Bu choirul selaku pemilik rumah dan ketua secretariat tersebut hanya menyediakan dipan pada teras rumah untuk menjamu tamu. Terlihat beberapa warga ikut andil dalam membuat kue didalam rumah ibu choirul. Gambar 8 : kondisi terkini sekretariat kampung kue Gambar 9 : sekretariat yang difungsikan sebagai dapur untuk membuat kue 3.1.2 Ekonomi Branding secara online telah dilakukan sejak tahun 2014 namun semakin kesini dirasa kurang maksimal. Akun sosial media yang dimiliki kurang aktif sehingga publikasi kampung kue dilakukan secara mulut ke mulut. Gambar 10 : Sosial media kampung kue Selain berdagang di pelataran rumah, pemduduk sekitar juga menerima pesananan dari berbagai supermarket, yang menyebabkan aktivitas berdagang pada pagi hari menurun. Dapat dilihat pada observasi pada tanggal 28 September 2017 pukul 03.11, aktivitas menjajakan kue belum terlihat. Gambar 11 : jajanan pasar pada supermarket. Sumber : Google. Gambar 12 : kondisi kampung kue pada pukul 03.11 WIB 4. KESIMPULAN DAN SARAN Bedasarkan observasi yang dilakukan, dapat ditemukan beberapa permasalahan, yaitu permasalahan pada lingkungan dan permasalahan pada ekonomi masyarakat kampung kue. Dengan permasalahan – permasalahan tersebut, dapat dirumuskan beberapa solusi yang diterapkan pada pemukikam kampung kue. Beberapa solusi tersebut berupa : 4.1. Membuat desain lingkungan menjadi interaktif melalui : 1. Renovasi pelataran teras sektretariat yang difungsikan sebagai tempat untuk menerima tamu dan tempat diskusi warga 2. Membuat gate “Kampung Kue” yang interaktif 3. Mendesain jalanan kampung dengan elemen pendukung berupa bentuk kue atau alat masak. 4. Mendesain tampilan gerobak untuk menjajakan dagangan warga 5. Menyediakan furniture flexible di sekitar pemukiman 4.2. Memperbaiki system branding melalui : 1. Mendesain super grafis untuk social media (Instagram kampung kue) 2. Pemesanan secara langsung difokuskan melalui perantara secretariat 3. Alur distribusi melalui sekretriat dengan peletakan identitas kampung kue pada kendaraan pengantar.