Uploaded by User66565

Tugas 2 Manajemen Perubahan valery

advertisement
PROLOG
“Semangatku tak akan pernah menepi, ku tak
akan terlambat”
Valery Cumbaya Hutabarat
041639448 - Manajemen UPBJJ Jakarta
TUGAS 2
Mata Kuliah Manajemen Perubahan
1
Perspektif Teori E dan Teori O
Teori E ialah teori tentang perubahan berbasis pada nilai-nilai ekonomi sehingga teori
ini sering disebut teori dengan pendekatan “keras”. Pada pendekatan keras nilai pemegang
saham adalah satu-satunya ukuran yang sah dari kesuksesan perusahaan. Sebagai conoth
penerapan teori E ini dengan insentif ekonomi, merumahkan secara drastis, perampingan, dan
restukturisasi. Teori E ini dikonotasikan dengan manajemen perubahan, sedangkan
Teori O ialah teori perubahan yang didasarkan pada kapabilitas organisasi atau lebih
mementingkan pembenahan proses yang berkonotasi sebagai pengembangan organisasi.
Sehingga Teori O dianggap pendekatan “lunak” karena didasarkan kemampuan organisasi.
Tujuannya adalah membangun budaya perusahaan dan kemampuan insani melalui
pembelajaran individu dan organisasi seperti proses untuk berubah, memperoleh umpan balik,
refleksi, dan membuat perubahan lebih lanjut.
Kedua teori diatas dipaparkan oleh Beer dan Nohria. Berdasarkan pengalaman mereka
selama lebih dari 40 tahun, Beer dan Nohria menyimpulkan bahwa ada dua pola dasar atau
teori perubahan. Mereka membuat secara jelas antara Teori E “manajemen perubahan” dan
Teori O “pengembangan organisasi”. Berikut matriks perubahan kedua teori tersebut
Pendekatan
Manajemen
Tekanan pada
Hasil/Outcome
Perubahan(Teori E)
Perkembangan
Organisasi (Teori O)
Process
Metode
Nilai-nilai
Dominan
Manajemen
Perubahan
merupakan..
Proses dilakukan oleh Ekonomi
Rekayasa atau
elite organisasi
arahan
Proses
partisipatif
secara Humanisme
Pemberian
fasilitas
atau
coaching
Selain perbedaan seperti disebutkan diatas, beberapa dimensi lain yang bisa digunakan
untuk membedakan antara pengembangan organisasi dan manajemen perubahan, sebagai
berikut:
1
a. Pertama, secara teoritik manajemen perubahan memiliki cakupan yang lebih luas
ketimbang pengembangan organisasi jika kita melihat bahwa kinerja dan
pengembangan sumber daya manusia hanyalah salah satu aspek dari manajemen
perubahan yang akan dikaitkan dengan teknologi, operasionalisasi organisasi dan
strategi organisasi.
b. Kedua, peran dari praktisi pengembangan organisasi adalah pihak ketiga yang sekedar
menjadi fasilitator dan coach. Sedangkan konsultan manajemen perubahan dengan
bekal pengetahuan yang lebih luas biasanya berkedudukan sebagai bagian dari tim yang
cakupannya sangat luas berkisar pada strategi dan organisasi secara keseluruhan.
c. Ketiga, pengembangan organisasi melakukan aktivitasnya dengan sasaran utama
merubah sikap dan nilai-nilai individu karyawan sebagai sarana untuk merubah
struktur organisasi. Sementara itu manajemen perubahan lebih menitikberatkan pada
perubahan struktural untuk memunculkan perilaku baru.
Penerapan yang klinis dapat dilihat pada suatu simulasi berikut ini. Terdapat situasi
dimana perusahaan terdesak pada situasi persaingan ketat dan terdapat perubahan lingkungan
yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Bagaimanakah organisasi bertindak apakah
menerapkan teori E atau Teori O?
Apabila terdapat situasi seperti diatas, seorang pemimpin organisasi harus yakin dan
sepakat bahwa harus ada perubahan yang dilakukan pada organisasi agar tetap existing.
Sebuah strategi yang diterapkan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang memperngaruhi
sukses tidaknya eksekusi. Faktor-faktor yang berpengaruh tidak hanya budaya perusahaan,
kepemimpinan visioner atau gaya kepemimpinan, komunikasi dengan karyawan, motivasi
karyawan, sikap dan hubungan relasi, tetapi juga faktor-faktor seperti waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan inisiatif perubahan dan hasil finansial yang diharapkan dicapai.
Disamping itu, empat faktor yang mempengaruhi hasil (sukses atau gagal) dari program
perubahan yaitu durasi proyek (duration), terutama sekali waktu antar tinjauan proyek;
integritas kinerja (integrity), atau kemampuan dari tim proyek; komitmen (commitment) baik
dari eksekutif senior maupun staf yang paling terkena dampak dari perubahan; dan usaha
(effort) tambahan yang harus dilakukan karyawan untuk mengatasi perubahan. Sering
disingkat dengan DICE.
Menurut opini pribadi saya, setelah sebuah organisasi sudah mengetahui faktor-faktor
diatas dapat mengambil sebuah keputusan teori yang dipakai. Sebuah perusahaan yang
modern tidak hanya akan menerapkan salah satu teori. Cara terbaik ialah mengkombinasikan
E dan O. tetapi Teori E dan O sangat berbeda sehingga sulit untuk mengelolanya secara
bersamaan. Karyawan akan tidak mempercayai pemimpin yang bergantian memelihara dan
2
membunuh perilaku perusahaan. Sehingga Teori A dan E diimplementasi secara
berurutan.
Sebagai contoh perubahan berurutannya dengan memaksakan restrukturisasi
organisasi seperti menuntut semua bisnis menjadi yang pertama atau kedua di industri masingmasing. Jika tidak, unit tersebut akan diperbaiki, dijual, atau ditutup. Karyawan diberhentikan
dan beberapa bisnis ditutup. Yang tidak mampu memberikan perannya untuk meningkatkan
shareholders value atau tidak sejalan dengan gaya kepemimpinannya langsung diminta keluar
dari perusahaan (Teori E). Kemudian implement tasi Teori O yaitu seperti pemimpin unit di
seluruh korporasi harus menerima ditantang oleh bawahannya di forum terbuka. Umpan balik
dan komunikasi terbuka dengan cepat mengikis hirarki struktural. Atau memberikan nilai yang
tinggi pada kontrak antara perusahaan dengan karyawan yang berbasis pada komitmen
psikologis jangka panjang.
Menerapkan Teori E dan O bersama adalah memungkinkan, tetapi membutuhkan
keinginan yang kuat, ketrampilan, dan kebijaksanaan. Perusahaan yang dengan efektif
mengkombinasikan pendekatan keras dan lunak dapat memperoleh hasil yang memuaskan
dalam hal profitabilitas dan produktifitas. Perusahaan-perusahaan itu nampaknya akan meraih
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. -vh
3
2
Perusahaan yang Berhasil Melakukan Perubahan Organisasi Dengan
Baik
“see-feel-change” dan “analyze-think-change” dari Kotter
Kotter mempublikasikan The Heart of Change, yang berisi penjabaran dari delapan langkah
perubahan organisasi yang telah dipublikasikan enam tahun sebelumnya. Pada buku ini, Kotter
menggali lebih dalam masalah-masalah inti yang dihadapi agen perubahan ketiga menerapkan
kedelapan langkah tersebut. Berikut ini adalah Eight-stage Process ala Kotter tersebut:
1. Membangun suasana “perlu segera dilakukan perubahan” mendesak
2. Memastikan ada agen-agen perubahan yang disegani untuk mengawal perubahan
3. Mengembangkan visi
4. Mengkomunikasikan visi
5. Memperdayakan staf
6. Memastikan bahwa perubahan segera mendatangkan hasil jangka pendek
7. Mengonsolidasikan keuntungan
8. Membumikan perubahan ke dalam budaya organisasi
Kedelapan langkah tersebut kemudian dikemas dalam sebuah pola yang disebut ―see-feelchange – lihat-rasakan-berubah. Artinya, setiap langkah yang harus ditempuh dalam proses
perubahan akan ditempuh dengan pola tersebut sebagai domainnya. Kotter mengajak siapa
saja yang terlibat dalam perubahan untuk melihat perubahan dari hati bukan semata-mata dari
pikiran dan memperlakukan perubahan sebagai bagian dari perilaku hidup sehari-hari mereka
bukan sesuatu yang berjarak dari mereka. Dengan pola ini setiap orang akan termotivasi untuk
melakukan perubahan. Dengan kemasan seperti ini tanpa harus mengesampingkan alternatif
pola yang lain ―analyze-think-change – analisis-berpikir-berubah, Kotter sesungguhnya
mengajak siapa saja yang terlibat dalam perubahan untuk melihat perubahan dari hati bukan
semata-mata dari pikiran dan memperlakukan perubahan sebagai bagian dari perilaku hidup
sehari-hari mereka bukan sesuatu yang berjarak dari diri mereka.
4
“kontingensi” yang bersifat “tidak top down”
Teori kontingensi adalah teori organisasi yang mengklaim bahwa tidak ada cara terbaik untuk
mengatur perusahaan, untuk memimpin perusahaan, atau untuk membuat sebuah
keputusan. Sebaliknya, tindakan optimal adalah kontingen (tergantung) pada situasi internal
dan eksternal. Seorang pemimpin kontingen secara efektif menerapkan gaya kepemimpinan
mereka sendiri pada situasi yang tepat.Dalam hal gaya manajemen, perubahan misalnya tidak
bisa selamanya top-down tetapi sangat bergantung pada skala perubahan yang dihadapi dan
kemampuan anggota organisasi menerima dan menjalankan perubahan. Gaya manajemen
top down masih bisa digunakan tetapi barangkali hanya cocok untuk organisasi level bawah.
Gaya manajemen kebalikan top-down disebut bottom-up. Bottom-Up Approach adalah
pendekatan di mana keputusan diambil dari bawah ke atas/ dalam konteks perubahan yaitu
perubahan yang difgerakkan dari bawah. Contoh riil-nya ada dalam kejadian berikut. Dalam
sebuah rapat penentuan tujuan sebuah perusahaan untuk setahun ke depan, Pak Kubis,
Kepala Departemen Sayur Mayur sudah membuat tujuan yang harus dicapai departemen
tersebut. Dia mengumumkan hal ini kepada semua anak buahnya, dan menentukan bahwa
tujuan ini akan menjadi tujuan Departemen Sayur Mayur di tahun itu. Inilah Top-Down
approach.
bottom-up dimulai dari level bottom dan middle (staf dan manajer). Orang-orang di
level ini menemukan adanya ruang perbaikan dalam daily activity mereka. Mereka bisa
mengidentifikasi bagaimana agar pekerjaan mereka bisa lebih nyaman, dan lebih efisien, atau
bahkan bagaimana memberikan better service untuk pelanggan. Ketika cara tersebut
dilakukan, maka ide-ide yang muncul dari bottom dan middle level ini ikut berkontribusi pada
kinerja organisasi secara keseluruhan. Meskipun, presentasinya tidak sebesar jika inisiatif
nya muncul dari top manajemen. bottom-up improvement adalah termasuk setiap orang dan
di setiap level organisasi. Setiap karyawan mencari cara bagaimana mereka meng-improve
pekerjaan mereka sehari-hari dalam sebuah budaya perbaikan yang dilakukan terusmenerus
pertentangan antara teori O yang dianggap sebagai “one best way”. dengan teori
kontingens
Para teoritisi perubahan yang berbasis pada Theory O – teori organisasi menganggap
bahwa pendekatan manajemen perubahan seperti yang diuraikan sebelumnya lebih bersifat
pragmatis dan ―one best way‖ meski diakui adanya variasi dan fleksibilitas dalam
pelaksanaannya. Yang dimaksud one best way di sini adalah pendekatan tersebut layaknya
menu masakan atau resep dokter yang harus diikuti apa adanya dan seolah-olah merupakan
cara menjalankan perubahan organisasi yang paling benar.
5
Sedangkan teori kontingensi memandang organisasi sebagai sistem terbuka yang
memiliki hubungan dengan lingkungan dan lingkungan juga mempengaruhi proses internal
organisasi. Menurut pendekatan ini, sebuah organisasi sangat dipengaruhi atas lingkungan
karena kebutuhan akan sumber daya dan klien untuk mempertahankan keberadaannya.
Kebutuhan bisa dipenuhi dengan beradaptasi terhadap lingkungan. Implikasinya, organisasi
harus mengubah tatanan internal untuk merespon berbagai lingkungan sehingga muncul
adagium no one best way to organize. -vh
3
Faktor Emosi Dalam Perubahan Organisasi
Terdapat dua paradigm dalam perlakuan emosi dalam suatu organisasi yaitu paradigma lama
dan paradigma baru. Berikut penjelasannya:
Paradigma Lama
Assumsi tentang emosi
 Emosi adalah irrational.
 Emosi dan kognisi merupakan dua hal
yang bertentangan
Paradigma Baru
Assumsi tentang emosi :
 Emosi memegang peranan penting
dalam interpretasi dan konstruksi
makna dalam perubahan organisasi
6
 Emosi
negatif
akan
berdampak
negatif terhadap organisasi.
 Emosi berkaitan dengan interpretasi
kejadian kejadian yang
 relevan selama proses perubahan.
Emosi
mengarahkan
tindakan
&
motivasi serta membantu proses
penyesuaian
terhadap
dampak
perubahan.
Asumsi mengenai emosi dan
Asumsi mengenai emosi dan
perubahan :
perubahan :
 Fear and Stress mendominasi proses
perubahan.
 Emosi identik dengan penolakan /
resistance.
 Emosi muncul secara bertahap.
 Emosi merupakan bagian penting dari
pengalaman perubahan itu sendiri
 Memberikan
insight
terhadap
pengalaman perubahan itu sendiri
dari perspektif individu dalam suatu
konteks tertentu.
Asumsi peran emosi dalam proses
Asumsi peran emosi dalam proses
perubahan :
perubahan :
 Emosi bersifat dysfunctional dalam
organisasi dan perubahan organisasi.
 Emosi akan menghambat perubahan
organisasi.
 Emosi mendorong perilaku individu
Emosi constitute individual
 and‘social change story (meaning
of change)
Implikasi penanganan emosi dalam
Implikasi penanganan emosi dalam
organisasi dan perubahan :
organisasi dan perubahan :
 Manage emotion away
 Usahakan agar fase fase emosional
sependek mungkin.
 Hindarkan munculnya emosi negatif.
 Mengakui emosi dan menanganinya
secara
serius
perspektif
sesuai
individu
dan
dengan
konteks
organisasi
 Analisa emotional landscape untuk
mendiferensiasikan
tindakan
managerial
Menurut Cumming & Worley (2008) Employee involvement merupakan upaya
pelibatan karyawan dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi yang
dengannya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi dan juga kesejahteraan
karyawan. Terdapat empat elemen kunci media pelibatan karyawan, yakni:
7
1. Kekuatan (power): yaitu pemberian otoritas yang cukup bagi para pegawai dalam
perumusan dan pegambilan kebijakan organisasi, dari yang keterlibatan paling rendah
hingga tertinggi dimana para pegawai diberi kebebasan dalam melakukan manajemen
diri mereka.
2. Informasi: informasi dapat diakses oleh para pegawai secara bebas dan terbuka, seperti
rencana bisnis, strategi, hasil, rencana pengembangan organisasi.
3. Pengetahuan dan skill: para pegawai diberikan pelatihan dan pengembangan yang
cukup dalam menghadapi perubahan.
4. Penghargaan (reward): baik secara internal berupa menumbuhkan perasaan dihargai
dan tanggungjawab maupun secara eksternal berupa pemberian kompensasi gaji dan
promosi.
Melalui keempat media pelibatan karyawan ini, dalam prakteknya tentu akan
menghadapi tantangan apakah dapat berjalan secara lancar atau tidak yang salah satu faktor
utamanya dipengaruhi oleh posisi psikologi emosi dari masing-masing karyawan.
Jadi, Emosi merupakan hal yang tak boleh diabaikan kalau organisasi menghendaki
perubahan yang dilakukan berhasil. Anggapan bahwa emosi merupakan hal yang diabaikan
dan hanya merupakan faktor pengganggu saja merupakan pandangan yang menyesatkan
dalam menanggapi perubahan organisasi. Faktor emosi positif sangat dibutuhkan dan penting
karena berfungsi mendorong tercapainya perubahan organisasi kalau emosi dikelola dengan
tepat. Hal ini disebabkan karena emosi memiliki fungsi adaptif bagi individu yang
bersangkutan. Disamping itu, emosi juga merupakan komponen yang penting dalam motivasi
sebab dapat menggerakkan individu dalam berperilaku tertentu sehingga mencapai keputusan
yang tepat bagi organisasi. -vh
8
Sumber dan Referensi :
1) Buku EKMA4565 Edisi 2 – Manajemen Perubahan
2) https://sitossi.wordpress.com/2010/10/10/leading-change/
3) https://manajemenrumahsakit.net/2013/04/memecahkan-kode-perubahan/
4) https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-kontingensi-ataucontingency-theory/117075
5) http://shiftindonesia.com/8-langkah-perubahan-kotter/
6) http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-04%20%20Faktor%20Emosi%20dalam%20Proses%20Perubahan%20Organisasi.pdf
7) http://kanreg1bkn.id/bknone/artikel-23-emosi-dan-pengaruhnya-padaperubahan-organisasi.html
9
Download