bab ii bidang pembangunan sosial budaya dan

advertisement
BAB II
BIDANG PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA DAN
KEHIDUPAN BERAGAMA
BAB II
BIDANG PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA
DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
2.1.
Kondisi Umum
Pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama merupakan rangkaian
dari upaya kunci peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia dalam
rangka pencapaian sasaran yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta bangsa yang berdaya saing
untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera yang antara lain,
ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran
perempuan dalam pembangunan. Pencapaian sasaran tersebut dilakukan melalui
prioritas dan fokus prioritas kebijakan sebagaimana yang dijelaskan pada gambar 2.1.
GAMBAR 2.1
KERANGKA PIKIR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG SOSIAL BUDAYA DAN
KEHIDUPAN BERAGAMA
Fokus
Prioritas
1. Revitalisasi Program Keluarga Berencana (KB)
2. Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk
3. Peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi
kependudukan
1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita yang menjamin
continuum of care
2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular,
diikuti penyehatan lingkungan
4. Pengembangan sumber daya manusia kesehatan
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu
dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan
6. Pengembangan sistem pembiayaan jaminan kesehatan
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan
krisis kesehatan
8. Peningkatan upaya kesehatan yang menjamin terintegrasinya
pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier
Prioritas
Bidang
Dampak
Pengendalian
Kuantitas Penduduk
Pengendalian
pertumbuhan
penduduk
Peningkatan Akses dan
KualitasPelayanan Kesehatan
Peningkatan Umur
Harapan Hidup
Peningkatan Akses, Kualitas,
dan Relevansi Pendidikan
Peningkatan ratarata lama sekolah
dan menurunnya
angka buta aksara
Sasaran
Didukung Oleh:
Pembangunan
Ekonomi
Pembangunan
Hukum dan
HAM
Pembangunan
SDA - LH
Pembangunan
Infrastruktur
Pengembangan
Iptek
Dll
1. Peningkatan kualitas wajar pendidikan dasar 9 tahun yang
merata
2. Peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan
menengah
3. Peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan
tinggi
4. Peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru
dan tenaga kependidikan
5. Peningkatan akses, dan pendidikan anak usia dini, pendidikan
non-formal dan in-formal
6. Pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional
7. Pemantapan pendidikan karakter bangsa
8. Peningkatan minat dan budaya gemar membaca masyarakat
9. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan
1. Peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam
berbagai bidang pembangunan
2. Peningkatan budaya dan prestasi olahraga
1. Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama
2. Peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji
1. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada
keragaman budaya
2. Peningkatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas
seni dan budaya
3. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan,
pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya
4. Pengembangan sumber daya kebudayaan
1.
2.
3.
4.
Peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH)
Peningkatan pelayanan dan rehabilitasi sosial
Peningkatan Bantuan Sosial
Pemberdayaan fakir miskin dan komunitas adat terpencil
(KAT)
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan
gender (PUG) dan pemberdayaan perempuan
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak
RKP 2012
Peningkatan
Kualitas SDM
(HDI, GDI, NRR)
serta Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Peningkatan Partisipasi
Pemuda, Budaya dan
Prestasi Olahraga
Peningkatan Kualitas
Kehidupan Beragama
Peningkatan
Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Penguatan Jati Diri Bangsa
dan Pelestarian Budaya
Peningkatan Akses dan Kualitas
Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Peningkatan
Kesetaraan Gender,
Pemberdayaan Perempuan, dan
Perlindungan Anak
Peningkatan
Kesejahteraan dan
Kualitas Hidup
Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
(PMKS)
Peningkatan
kesejahteraan
dan kualitas hidup
perempuan & anak
II.2-1
Berbagai upaya pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama telah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang, antara lain, ditandai
dengan membaiknya derajat kesehatan dan taraf pendidikan penduduk yang didukung
oleh meningkatnya ketersediaan dan kualitas pelayanan sosial dasar bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara komposit, peningkatan kualitas SDM ditandai oleh makin membaiknya
indeks pembangunan manusia (IPM) atau human development index (HDI) yang
merupakan indikator komposit status kesehatan yang dilihat dari angka harapan hidup
saat lahir, taraf pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf penduduk dewasa dan
gabungan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar, menengah, tinggi. Human
development report (HDR) tahun 2010 dengan metode perhitungan baru mengungkapkan
IPM Indonesia telah mencapai 0,600 dengan peningkatan peringkat Indonesia menjadi
108 dari 169 negara.
TABEL 2.1.
PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, 2000-2010
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2010*)
0,684
0,682
0,692
0,697
0,711
0,728
0,734
0,600
ke
110
112
111
110
108
107
111
108
dari
173
negara
175
negara
177
negara
177
negara
177
negara
177
negara
182
negara
169
negara
IPM
Peringkat
Tahun
Sumber : HDR (berbagai Tahun); *) HDR 2010 dihitung dengan metode baru
Kependudukan dan Keluarga Berencana. Pengendalian laju pertumbuhan
penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) terus menerus dilakukan untuk mendukung
pencapaian pembangunan nasional, terutama untuk meningkatkan kualitas SDM. Program
KB yang telah dilaksanakan sejak tahun 1971 telah berhasil mencegah lebih dari 100 juta
kelahiran, sehingga pertambahan dan pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan. Di
samping itu, melalui KB setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih
berkualitas dan sejahtera, dengan membentuk keluarga kecil yang berkualitas.
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP), dalam periode 10 tahun (2000-2010), jumlah
penduduk Indonesia secara absolut meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa, yaitu dari
sebanyak 205,8 juta jiwa (SP 2000) menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa (SP 2010).
Sementara itu, rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia telah menurun dari
sebesar 1,97 persen (1980-1990) menjadi sebesar 1,45 persen (1990-2000). Namun, pada
periode 10 tahun terakhir, terjadi peningkatan LPP menjadi sebesar 1,49 persen.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut disebabkan antara lain oleh cakupan SP
2010 yang lebih baik dari SP 2000 serta stagnasi angka kelahiran total (total fertility
rate/TFR) pada perempuan usia reproduksi atau angka kelahiran pada perempuan usia
15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR 15-19 tahun). Berdasarkan hasil revisi Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/03 dan 2007, TFR mengalami
penurunan, yaitu dari sebesar 2,4 menjadi 2,3 kelahiran per perempuan usia reproduksi.
II.2-2
RKP 2012
Demikian pula dengan ASFR 15-19 tahun, yaitu dari sebesar 39 menjadi 35 kelahiran per
1.000 perempuan usia 15-19 tahun. Di samping itu, pada periode yang sama program KB
juga telah berhasil meningkatkan angka prevalensi pemakaian alat dan obat
kontrasepsi/alokon (contraceptive prevalence rate/CPR) cara modern, meskipun tidak
signifikan kenaikannya, yaitu dari sebesar 56,7 persen menjadi sebesar 57,4 persen.
Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2010 antara lain adalah meningkatnya CPR yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah peserta KB, yaitu: (1) meningkatnya pencapaian
jumlah peserta KB baru dari sasaran sebanyak 7,2 juta menjadi sebanyak 8,6 juta yang
terdiri dari jumlah peserta KB baru miskin (keluarga pra-sejahtera/KPS dan keluarga
sejahtera I/KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,8 juta, jumlah peserta KB baru yang
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebanyak 1,2 juta, serta jumlah
peserta KB baru pria sebanyak 713,2 ribu; (2) meningkatnya pencapaian jumlah peserta
KB aktif dari sasaran sebanyak 26,7 juta menjadi sebanyak 33,7 juta yang terdiri dari
jumlah peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya menjadi sebanyak 14,3
juta, jumlah peserta KB aktif MKJP menjadi sebanyak 7,9 juta, serta jumlah peserta KB
aktif pria menjadi sebanyak 1,1 juta.
Selanjutnya, pada tahun 2011 sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana diharapkan akan tercapai. Diperkirakan jumlah peserta KB mencapai sasaran
yang telah ditetapkan, antara lain yaitu meningkatnya jumlah perserta KB baru sebanyak
7,2 juta; meningkatnya jumlah peserta KB aktif sebanyak 27,5 juta; meningkatnya jumlah
peserta KB baru miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,80 juta;
meningkatnya jumlah peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya
sebanyak 12,2 juta; meningkatnya jumlah peserta KB baru MKJP sebanyak 1,1 juta;
meningkatnya jumlah peserta KB aktif MKJP sebesar 2,5 juta; dan meningkatnya jumlah
peserta KB baru pria sebanyak 128,6 ribu.
Selain itu, keberhasilan pembangunan kependudukan dan KB didukung pula oleh
penguatan manajemen data dan informasi kependudukan. Sumber data utama
kependudukan diperoleh melalui SP, Supas, Survei, dan Registrasi Penduduk. Sampai
dengan tahun 2009, untuk pelayanan registrasi penduduk dan pencatatan sipil, sistem
informasi administrasi kependudukan (SIAK) telah dibangun di 495 kabupaten/kota.
Pengembangan SIAK merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan yang mengamanatkan pemerintah untuk
memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk dan
menggunakan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Penerapan
Undang-Undang tersebut dijabarkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009
Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional.
Kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan komponen penting dalam
pembangunan kualitas sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Dengan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
pembangunan kesehatan menjadi bagian dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
penanggulangan kemiskinan. Perbaikan status kesehatan dan gizi masyarakat terus
dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain: peningkatan akses upaya kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat; penyediaan sumber daya kesehatan;
pemberdayaan peran aktif masyarakat dalam upaya kesehatan; penyediaan jaminan
RKP 2012
II.2-3
kesehatan; penyediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan;
dan pengembangan manajemen dan informasi kesehatan.
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat terus menunjukkan
kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) menjadi 70,9
tahun (2010), menurunnya angka kematian ibu (AKI) menjadi sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup (2007), menurunnya angka kematian bayi (AKB) menjadi sebesar 34 per
1.000 kelahiran hidup (2007), menurunnya prevalensi kekurangan gizi menjadi sebesar
17,9 persen (2010), dan menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting)
menjadi sebesar 35,6 persen (2010).
Angka kematian ibu merupakan salah satu sasaran millennium development goals
(MDGs) yang memerlukan upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015. Berbagai
upaya untuk meningkatkan status kesehatan ibu telah dilakukan, antara lain melalui
program keluarga berencana, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk puskesmas,
peningkatan pelayanan antenatal, dan jaminan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan (Jampersal). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari
77,34 persen (Susenas, 2009) menjadi 82,2 persen (Riskesdas, 2010). Namun demikian,
persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah yaitu sebesar 55,4 persen (Riskesdas,
2010). Sementara itu, kunjungan ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan antenatal pada trimester pertama kehamilan (K1) mencapai 72,3
persen, lebih tinggi dari kunjungan keempat yaitu sebesar 61,4 persen (Riskesdas, 2010).
Fasilitas kesehatan yang mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED) dan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK) terus ditingkatkan. Pada tahun 2009, persentase puskesmas perawatan yang
melaksanakan PONED sebesar 60 persen sedangkan rumah sakit kabupaten/kota yang
telah melaksanakan PONEK mencapai 81,98 persen (Kemkes, 2010).
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan status kesehatan anak, upaya perbaikan
akses dan kualitas pelayanan imunisasi terus ditingkatkan. Persentase anak usia 12-23
bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap mencapai 53,8 persen dan yang mendapat
imunisasi campak mencapai 74,4 persen (Riskesdas, 2010). Selanjutnya, kunjungan ke
pelayanan kesehatan pada saat bayi berumur 6-48 jam (kunjungan neonatal
pertama/KN1) mencapai 71,4 persen (Riskesdas, 2010). Cakupan pelayanan kesehatan
bayi mencapai 84,01 persen dan cakupan pelayanan kesehatan balita mencapai 78,11
persen (Kemkes, 2010). Sementara itu, promosi kesehatan di tingkat keluarga untuk
penanganan balita sakit dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan makanan
pelengkap yang sesuai terus dilakukan.
Selanjutnya, upaya perbaikan gizi masyarakat terus dilakukan, antara lain melalui
pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI); pemberian ASI eksklusif;
pemberian kapsul vitamin A pada balita; dan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil.
Walaupun angka kekurangan gizi balita telah menurun, namun gangguan pertumbuhan
sejak usia dini (4 bulan) sampai dengan balita harus terus diperhatikan. Berdasarkan
Riskesdas 2010, prevalensi kekurangan gizi pada anak balita sebesar 17,9 persen yang
terdiri dari gizi kurang sebesar 13,0 persen dan gizi buruk sebesar 4,9 persen dengan
disparitas antarprovinsi dan antarkelompok sosial ekonomi yang cukup lebar.
Kekurangan gizi pada waktu yang lama juga menyebabkan kecenderungan tingginya
prevalensi anak balita yang pendek (stunting), yaitu sebesar 35,6 persen (Riskesdas,
2010). Untuk itu, pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk
II.2-4
RKP 2012
mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Peningkatan
peran serta masyarakat untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita menunjukkan
kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi penimbangan dari 45,4 persen
(2007) menjadi 49,4 (2010). Selain kekurangan energi dan protein, permasalahan gizi
yang lain adalah kurang vitamin A (KVA), kurang yodium (gangguan akibat kurang
yodium/GAKY), anemia gizi besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Disamping itu,
status gizi pada ibu hamil perlu ditingkatkan karena masih tingginya bayi yang lahir
dengan berat badan rendah (kurang dari 2.500 gram) yaitu sebesar 11,1 persen
(Riskesdas, 2010).
Upaya pengendalian penyakit masih menghadapi berbagai permasalahan terutama
masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit baik penyakit menular
maupun penyakit tidak menular. Upaya pengendalian penyakit menular, difokuskan pada
penyakit HIV dan AIDS, tuberkulosis (TB), malaria, DBD dan diare. Hingga tahun 2009,
pengendalian prevalensi HIV terus diupayakan mencapai kurang dari 0,2 persen. Berbagai
upaya telah dilakukan baik dalam aspek yang bersifat preventif dan promotif yakni
peningkatan pengetahuan dan pemahaman terkait HIV dan AIDS maupun aspek yang
bersifat kuratif dan rehabilitatif yakni pengobatan anti retroviral (ARV). Pada tahun 2010
jumlah orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV
sebanyak 300.577 orang. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan
penularan HIV sesuai pedoman mencapai 278 kab/kota (Kemkes, 2010). Jumlah kasus TB
yakni insidensi semua tipe TB masih tinggi yakni sebesar 244 per 100.000 penduduk
sedangkan persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang ditemukan dan yang
disembuhkan masing-masing sebesar 74,68 persen dan 86,41 persen (Kemkes, 2010).
Sementara itu, angka penemuan kasus malaria annual parasite index (API) sebesar 1,96
per 1.000 penduduk, jumlah kasus diare sebanyak 411 per 1.000 penduduk, serta angka
kesakitan penderita DBD (incidence rate) sebesar 55,6 per 100.000 penduduk (Kemkes,
2010). Selanjutnya, berdasarkan hasil Riskesdas 2007, kondisi penyakit tidak menular
cenderung mengalami peningkatan antara lain prevalensi hipertensi (berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah) sebesar 31,9 persen, jantung sebesar 7,2 persen, diabetes
melitus sebesar 1,1 persen, gangguan mental emosional sebesar 11,6 persen, prevalensi
kanker/tumor sebesar 4,3 per 1.000 penduduk, dan kasus kecelakaan sebesar 25,9
persen.
Selanjutnya, pada aspek kesehatan lingkungan, akses penduduk terhadap air minum
dan sanitasi yang layak masih rendah yaitu sebesar 47,71 persen dan 51,19 persen
(Susenas, 2009). Selain akses kepada air minum, kualitas air minum juga perlu
diperhatikan agar dapat memenuhi syarat kesehatan. Secara nasional, persentase kualitas
air minum yang termasuk dalam kategori baik (tidak keruh, tidak bewarna, tidak berasa,
tidak berbusa, dan tidak berbau) telah mencapai 86,46 persen pada tahun 2010.
Sementara itu, sebanyak 2.510 desa telah melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat/STBM (Kemkes, 2010).
Selanjutnya, ketersediaan tenaga kesehatan terus ditingkatkan melalui penempatan
tenaga kesehatan, program pegawai tidak tetap (PTT), dan penugasan khusus terutama di
daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan tahun 2010, tercatat sebanyak 25.333 orang dokter umum (dengan rasio
sebesar 10,66 dokter per 100.000 penduduk), 8.731 orang tenaga dokter gigi (dengan
rasio sebesar 3,68 dokter gigi per 100.000 penduduk) dan 96.551 orang bidan (dengan
RKP 2012
II.2-5
rasio terhadap penduduk sebesar 40,64 bidan per 100.000 penduduk). Tenaga kesehatan
ini tersebar di seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia, baik di fasilitasi pelayanan
dasar maupun rujukan. Sampai dengan tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan dengan
status PTT aktif yang bertugas di daerah dengan kriteria biasa, terpencil, dan sangat
terpencil sebanyak 32.978 tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dengan status PTT
tersebut terdiri dari dokter spesialis dan dokter spesialis gigi sejumlah 86 orang, dokter
umum sejumlah 3.020 orang, dokter gigi sejumlah 904 orang, dan bidan sejumlah 28.968
orang. Sementara itu, tenaga kesehatan yang telah direkrut dan ditempatkan di DTPK
sebanyak 699 dokter, 189 dokter gigi PTT, 142 bidan PTT, dan 293 tenaga kesehatan
penugasan khusus.
Dalam rangka meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap obat, berbagai
upaya telah dilakukan mencakup penyediaan jumlah dan jenis obat generik; evaluasi dan
penilaian terhadap harga obat, khususnya obat generik; labelisasi obat generik termasuk
pencantuman harga eceran tertinggi (HET); peningkatan akses kefarmasian; dan
penyuluhan dan penyebaran informasi, agar obat digunakan secara tepat dan rasional.
Ketersediaan obat dan vaksin di sarana pelayanan kesehatan mencapai 82 persen. Upaya
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan makanan terus
ditingkatkan. Pada tahun 2010, sebanyak 46,8 persen sarana produksi obat telah memiliki
sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) terkini, sebanyak 38.162 sarana produksi
dan distribusi obat dan makanan telah diperiksa, dan 104.159 sampel produk obat dan
makanan telah diperiksa (BPOM, 2010). Sementara itu, untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan baku obat dari luar negeri, berbagai penelitian terkait
tanaman obat asli Indonesia sudah mencapai 40 penelitian dan standar tanaman obat
yang disusun sudah mencapai 50 standar (BPOM, 2010).
Dalam rangka perlindungan terhadap resiko finansial akibat masalah kesehatan,
pelaksanaan Jamkesmas telah berhasil mendorong peningkatan cakupan jaminan
pembiayaan/asuransi kesehatan. Sampai dengan akhir Desember tahun 2010, cakupan
asuransi kesehatan telah mencapai sekitar 59,07 persen. Cakupan tersebut terdiri dari
asuransi kesehatan pegawai negeri sipil (PNS dan TNI/POLRI) sebesar 7,32 persen,
Jamsostek sebesar 2,08 persen, asuransi perusahan sebesar 2,72 persen, asuransi swasta
lainnya sebesar 1,21 persen, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) sebesar 32,37
persen, dan 13,37 persen tercakup dalam Jamkesda bagi penduduk miskin. Jamkesmas
telah mampu meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan di
puskesmas dan rumah sakit, terutama untuk daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan. Dalam rangka peningkatan kinerja puskesmas mulai tahun 2010 telah
disediakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi puskesmas dan jaringannya
terutama dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan preventif dan promotif, yang
mencakup kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana (KIA-KB), gizi, imunisasi,
kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan upaya
kesehatan berbasis masyarakat seperti posyandu, polindes, dan poskesdes.
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, puskesmas pembantu,
poskesdes, serta rumah sakit sebagai salah satu komponen untuk perbaikan upaya
kesehatan juga terus ditingkatkan. Jumlah puskesmas mencapai 8.737 yang mencakup
2.704 puskesmas perawatan dan 6.033 puskesmas nonperawatan, sedangkan jumlah
puskesmas pembantu (Pustu) pada tahun 2010 mencapai 22.273 unit. Rasio puskesmas
terhadap penduduk meningkat dari 3,6 per 100.000 penduduk pada tahun 2007 menjadi
II.2-6
RKP 2012
3,78 per 100.000 penduduk pada tahun 2009 (Profil Kesehatan, 2009). Pada tahun 2010,
jumlah rumah sakit pemerintah meningkat menjadi 755, sedangkan rumah sakit swasta
meningkat menjadi 768 rumah sakit (Kemkes, 2010). Pada tahun 2009, rasio tempat tidur
(TT) rumah sakit terhadap penduduk sebesar 70,74 TT per 100.000 penduduk (Profil
Kesehatan, 2009). Rasio ini masih lebih rendah jika dibandingkan target nasional tahun
2010 sebesar 80 TT per 100.000 penduduk. Selain itu, sistem rujukan belum optimal
walaupun utilisasi fasilitas kesehatan meningkat pesat. Akses masyarakat dalam
mencapai sarana pelayanan kesehatan dasar juga membaik, yaitu 94 persen masyarakat
dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 kilometer; dan 78,9 persen
rumah tangga berada kurang dari satu kilometer dari fasilitas UKBM (Riskesdas, 2007).
Selanjutnya, dalam upaya peningkatan mutu perencanaan dan evaluasi
pembangunan kesehatan yang berbasis evidence, telah dilaksanakan berbagai upaya
pengumpulan data yang bersifat community based dan facilities based, yang didukung
dengan pelaksanaan riset kesehatan dasar dan penguatan kelembagaan pengelolaan data
dan survailans. Di samping itu, dilakukan pula optimalisasi penataan hukum/peraturan di
bidang kesehatan, serta pemanfaatan hasil penelitian pengembangan kesehatan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat untuk
memelihara derajat kesehatannya secara mandiri, dilakukan penguatan promosi
kesehatan dan peningkatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM), seperti Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Pada tahun 2009,
jumlah UKBM yang berperan penting dalam sistem pelayanan kesehatan, seperti
posyandu mencapai 266.827 unit dan poskesdes mencapai 51.996 unit. Peran posyandu
dalam sistem pelayanan kesehatan cukup penting terutama dalam kegiatan imunisasi,
gizi, dan upaya kesehatan ibu dan anak (KIA), KB, penanggulangan diare, dan penyuluhan
kesehatan masyarakat. Integrasi kegiatan posyandu dengan kegiatan lain seperti Pos
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bina Keluarga Balita (BKB) dan Tempat Penitipan
Anak (TPA) perlu terus ditingkatkan dalam rangka pengembangan anak usia dini secara
holistik dan terintegrasi, selain untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Di samping
itu, pencapaian sasaran PHBS pada tingkat rumah tangga sampai saat ini masih rendah
yaitu 48,47 persen. Pencapaian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan target
pada tahun 2010 sebesar 50 persen akibat belum intensifnya kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan.
Korban bencana sepanjang tahun 2010 mengalami peningkatan terutama korban
akibat letusan gunung berapi, banjir bandang, gempa bumi, dan tsunami. Jumlah seluruh
korban bencana tahun 2010 mencapai 1.385 orang meninggal, 4.085 luka berat yang
memerlukan rawat inap, 98.235 luka ringan yang dirawat jalan, 247 korban hilang, dan
sebanyak 618.880 orang mengungsi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kesiagaan
penanggulangan bencana dilakukan peningkatan peran dan fungsi sembilan Pusat
Penanggulangan Krisis Regional, penguatan sistem informasi dan koordinasi
penanggulangan bencana, serta peningkatan kapasitas SDM di kabupaten/kota rawan
bencana.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembangunan kesehatan, penanggulangan
masalah kesehatan difokuskan pada daerah bermasalah kesehatan (DBK) yang berjumlah
130 kabupaten/kota. Penanggulangan DBK merupakan upaya terpadu secara program
dan pendanaan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan yang spesifik daerah
serta merupakan upaya untuk menstimulir kemandirian daerah dalam menyelesaikan
RKP 2012
II.2-7
masalah kesehatannya secara kreatif dan inovatif dengan optimalisasi program kesehatan
dan non kesehatan yang berdampak pada kesehatan yang telah ada sebelumnya.
Dukungan pendanaan yang diberikan hanya ditujukan untuk penguatan kapasitas
pendamping dalam implementasi penanggulangan DBK.
Pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pembangunan
pendidikan merupakan salah satu instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara,
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sampai tahun 2009/2010, upaya pembangunan pendidikan telah berhasil
meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan
meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 7,7 tahun,
menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,30 persen,
serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM)
pada semua jenjang pendidikan. APM SD/MI/sederajat mencapai 95,23 persen, dan APK
SMP/MTs/sederajat, APK SMA/SMK/MA/sederajat, dan APK PT masing-masing telah
mencapai 98,11 persen, 69,60 persen, dan 21,57 persen.
Berbagai upaya pemerintah dari tahun ke tahun juga telah berhasil menurunkan
kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok status ekonomi yang terlihat dari
tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti oleh penduduk berusia 13-15 tahun.
Pada tahun 2007, 94,2 persen penduduk di kuantil terkaya berhasil menamatkan jenjang
SD/MI dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 96,9 persen. Pada periode tahun yang
sama, angka melanjutkan ke jenjang SMP/MTs untuk kelompok ini juga meningkat dari
92,8 persen menjadi 95,1 persen. Hal yang sama terlihat pada penduduk di kuantil
termiskin, dimana angka tamat jenjang SD/MI-nya meningkat dari 79,5 persen pada tahun
2007 menjadi 83,1 persen pada tahun 2009. Sementara itu, angka melanjutkan ke jenjang
SMP/MTs meningkat dari 61,6 persen menjadi 69,4 persen pada periode yang sama.
Capaian tersebut menggambarkan telah terlaksananya perbaikan efisiensi internal
pendidikan, yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan meningkatnya
angka melanjutkan, dan mengecilnya kesenjangan angka partisipasi pendidikan
antarkelompok status ekonomi.
Mengecilnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok status ekonomi
tersebut merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat
miskin. Selain kegiatan peningkatan daya jangkau dan daya tampung sekolah seperti
pembangunan sekolah baru dan penambahan ruang kelas baru, penyediaan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah, madrasah, pesantren salafiyah, dan
sekolah keagamaan non-Islam yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun juga terbukti dapat meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyekolahkan
anaknya.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang ditujukan untuk
membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban
biaya bagi siswa yang lain pada tahun 2011 ditujukan untuk sekitar 43,1 juta siswa
jenjang pendidikan dasar.
II.2-8
RKP 2012
Sementara itu, untuk menjangkau peserta didik yang kurang mampu, diberikan
beasiswa siswa miskin dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, sampai dengan
perguruan tinggi. Penyediaan beasiswa siswa miskin ini sudah dimulai sejak tahun 2005
dan cakupannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, beasiswa
miskin disediakan untuk sekitar 6,8 juta siswa/mahasiswa.
Peningkatan taraf pendidikan juga diikuti dengan meningkatnya kualitas, relevansi,
dan daya saing pendidikan. Peningkatan kualitas ditandai, antara lain, dengan rata-rata
nilai ujian nasional (UN) dan pencapaian berbagai prestasi dalam berbagai kompetisi
nasional dan internasional. Dalam kurun waktu 2004-2009, nilai UN untuk jenjang
SMP/MTs dan SMA/MA/SMK mengalami peningkatan. Angka kelulusan siswa di jenjang
tersebut juga meningkat dalam periode yang sama. Selanjutnya dalam rangka mendukung
peningkatan kualitas pendidikan, kualifikasi guru dan dosen terus ditingkatkan. Upaya ini
telah berhasil meningkatkan persentase guru yang telah memenuhi kualifikasi akademik
D4/S1 menjadi sebesar 24,6 persen untuk SD/SDLB/MI, 73,4 persen untuk
SMP/SMPLB/MTs, 85,8 persen untuk SMA/MA, dan 91,2 persen untuk SMK/MAK (2009).
Untuk meningkatkan kualitas tata kelola pendidikan, dilakukan berbagai perbaikan
manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) serta
upaya penyelerasan pelembagaan otonomi PT. Sejak tahun 2009, telah dilakukan
pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Secara nasional, pada
tahun 2011 anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari RAPBN telah mencapai sebesar
Rp. 248,9 triliun yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 89,7
triliun, dana Transfer Daerah sebesar 158,2 triliun, dan dana pengembangan pendidikan
nasional sebesar Rp. 1,0 triliun. Seperti pada tahun 2011, maka pada tahun 2012 belanja
pemerintah pusat untuk fungsi pendidikan dilaksanakan oleh 19 kementerian/lembaga.
Sementara itu, perpustakaan merupakan sarana dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan nasional. Sebagai wahana belajar sepanjang hayat,
perpustakaan mampu mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu
ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan
perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau
karya rekam. Sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional,
perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa. Berbagai upaya
yang dilakukan, telah menunjukkan hasil yang semakin baik, antara lain meningkatnya
layanan perpustakaan dan budaya gemar membaca di masyarakat yang ditandai oleh: (1)
meningkatnya jumlah pemustaka yang memanfaatkan perpustakaan menjadi 4,4 juta
orang; (2) meningkatnya jumlah koleksi perpustakaan menjadi sebanyak 143.000 koleksi;
dan (3) meningkatnya jumlah perpustakaan yang dikelola sesuai standar.
Pencapaian tersebut didukung oleh meningkatnya berbagai kegiatan antara lain: (1)
terselenggaranya layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan
pengembangan perpustakaan elektronik (e-library) di perpustakaan provinsi dan
meningkatnya kualitas perpustakaan umum di 437 kabupaten/kota; (2) sosialisasi dan
kampanye perpustakaan dan gemar membaca melalui berbagai media; (3) pemberian
bantuan mobil perpustakaan keliling dan kapal perpustakaan keliling sebagai stimulan
untuk provinsi dan kabupaten/kota; (4) tersusunnya pedoman penyelenggaraan
RKP 2012
II.2-9
perpustakaan, jabatan fungsional pustakawan, serta pendidikan dan pelatihan bidang
perpustakaan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan; (5) penggalakan pengelolaan International Standard Book Number (ISBN),
dan International Standard Music Number (ISMN), penerbitan Bibliografi Nasional
Indonesia (BNI) dan Katalog Induk Nasional (KIN), dan penerbitan literatur sekunder lain;
(6) terhimpun dan terkelolanya 80.000 eksemplar terbitan nasional (karya cetak dan
karya rekam); dan (7) desiminasi bahan bacaan kepada perpustakaan umum provinsi dan
kabupaten/kota, desa, sekolah, rumah ibadah, dan pondok pesantren.
Pemuda dan Olahraga. Pembangunan pemuda dan olahraga mempunyai peran
strategis dalam mendukung peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas dan berdaya saing di tingkat regional dan internasional. Pemuda memiliki
peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala
aspek pembangunan nasional. Sementara itu, olahraga memiliki peran untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh, menanamkan nilai moral, akhlak
mulia, sportivitas, disiplin, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh
ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa di mata
dunia.
Pembangunan pemuda dan olahraga selama tahun 2010 telah menunjukkan hasil
yang semakin meningkat, yang ditunjukkan antara lain (1) meningkatnya partisipasi dan
peran pemuda di berbagai bidang pembangunan yang ditandai oleh; (a) jumlah pengelola
organisasi kepemudaan sebanyak 6.000 orang; (b) jumlah pemuda kader yang difasilitasi
dalam peningkatan wawasan serta kapasitas di bidang seni budaya, iptek, dan imtaq
sebanyak 3.180 orang; (c) jumlah kader kepemimpinan sebanyak 6.000 orang; (d) jumlah
pemuda kader kewirausahaan sebanyak 1.500 orang; (e) jumlah pembina pramuka,
penegak, dan pandega yang mendapat fasilitasi pelayanan kepemudaan sebanyak 4.500
orang; (2) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga ditandai oleh
(a) jumlah peserta perlombaan/festival/invitasi/ kompetisi olahraga rekreasi sebanyak
8.000 orang; (b) jumlah pelatih olahraga pendidikan yang memiliki kompetensi di satuansatuan pendidikan sebanyak 250 orang; (c) jumlah organisasi keolahragaan yang
memenuhi standar kelayakan sebanyak 100 organisasi; (d) jumlah tenaga keolahragaan
pada cabang olahraga unggulan yang memperoleh fasilitasi peningkatan kompetensi
sebanyak 400 orang; (e) jumlah fasilitasi kejuaraan cabang olahraga unggulan bertaraf
internasional sebanyak 135 cabang olahraga; (3) meningkatnya prestasi olahraga di
tingkat regional dan internasional ditandai oleh (a) naiknya peringkat Indonesia pada
kejuaraan SEA Games dari peringkat ke-4 pada tahun 2007 menjadi peringkat ke-3 pada
tahun 2009; (b) meningkatnya peringkat Indonesia pada kejuaraan Asian Games dari
peringkat ke-22 pada Asian Games XVI di Doha tahun 2006 menjadi peringkat ke-15 pada
Asian Games XVII tahun 2010 di Guangzhou China dengan perolehan 4 medali emas, 9
medali perak dan 13 medali perunggu.
Untuk meningkatkan partisipasi dan peran serta pemuda dalam berbagai bidang
pembangunan, pada tahun 2011 upaya pelayanan kepemudaan terus dilanjutkan dan
ditingkatkan melalui penyadaran, pemberdayaan, pengembangan kepemimpinan,
pengembangan kewirausahaan, dan pengembangan kepeloporan pemuda. Adapun untuk
meningkatkan budaya dan prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional, pada
tahun 2011 upaya pembinaan dan pengembangan olahraga dilakukan melalui olahraga
pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
II.2-10
RKP 2012
Agama. Kehidupan beragama dijamin dalam konstitusi. UUD 1945 Pasal 29
menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Kehidupan umat beragama di Indonesia dalam tahun 2010 hingga awal 2011 secara
umum adalah baik, terutama dalam bentuk kehidupan ritual-keagamaan, baik di
perkotaan maupun perdesaan. Dalam hal ini, peran pemerintah dan berbagai lembaga
sosial keagamaan memberikan dampak positif dalam upaya memfasilitasi terlaksananya
peribadatan secara mudah dan aman. Walaupun demikian di beberapa tempat, masih
terdapat sebagian kalangan umat beragama yang masih kesulitan untuk melaksanakan
ajaran agamanya, baik karena terbatasnya sarana peribadatan maupun gangguan dari
kelompok keagamaan lainnya. Demikian juga dalam urusan pelayanan ibadah haji,
walaupun sudah mendapat sertifikat sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, namun
belum sepenuhnya dinilai akuntabel dan memuaskan oleh sebagian jemaah. Lebih dari itu,
walaupun kehidupan ritual-keagamaan semarak, namun nilai-nilai keagamaan tersebut
masih bersifat simbolik, belum menjadi praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menjadi tantangan berat para agamawan dan pemerintah, untuk terus mendorong
tumbuhnya pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran keagamaan dalam kehidupan
sosial.
Pada umumnya umat beragama di Indonesia mampu berperan secara positif dalam
membangun kerukunan baik intern maupun antarumat beragama. Upaya-upaya tersebut
tidak hanya berlangsung di tingkat masyarakat, namun juga atas inisiasi para pemuka
agama dan pemerintah. Upaya yang telah dilakukan pemerintah antara lain fasilitasi
untuk kegiatan dialog dan kerja sama antarumat beragama melalui beberapa lembaga,
Pusat Kerukunan Umat Beragama dan forum-forum kerukunan umat beragama di tiap
provinsi dan hampir seluruh kabupaten/kota. Namun upaya mewujudkan harmoni sosial
masih menghadapi kendala, mengingat konflik horisontal dan tindakan kekerasan
mengatasnamakan agama masih terjadi terjadi di beberapa wilayah di tanah air. Oleh
karena itu, pada tahun 2012, kerukunan umat beragama tetap akan menjadi salah satu
agenda prioritas pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang
berakhlak mulia dan berdaya saing tinggi.
Reformasi birokrasi juga telah dilakukan Kementerian Agama, melalui upaya
mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik dan berwibawa, melalui
penyempurnaan struktur organisasi di tingkat pusat dengan penajaman fungsi unit-unit
utama. Sebagai instansi vertikal, Kementerian Agama memfokuskan pada penataan
organisasi pusat dan daerah, peningkatan kualitas SDM aparatur, peningkatan
pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara (BMN), peningkatan pengawasan dan
akuntabilitas kinerja, serta optimalisasi perencanaan program dan pengelolaan anggaran.
Kebudayaan. Budaya bangsa Indonesia yang beragam dan khas merupakan modal
dasar bagi pembangunan nasional. Pembangunan kebudayaan dilakukan untuk
memperkuat jati diri dan karakter bangsa, membentuk manusia yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memperkukuh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa, serta
melestarikan budaya nusantara. Berbagai upaya untuk meneguhkan jati diri dan karakter
bangsa telah menunjukkan hasil yang semakin baik, yang antara lain ditandai oleh: (1)
meningkatnya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) akan pentingnya pembangunan
karakter dan jati diri bangsa; (2) meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap
keragaman seni dan budaya; (3) meningkatnya kualitas pengelolaan, pelindungan,
RKP 2012
II.2-11
pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya, serta (4) meningkatnya kapasitas
sumber daya pembangunan kebudayaan.
Berbagai pencapaian tersebut didukung oleh berbagai upaya sebagai berikut: (1)
peningkatan pembangunan karakter dan pekerti bangsa; (2) pelestarian dan
pengembangan nilai-nilai tradisi; (3) pengembangan masyarakat adat; (4) pelestarian
sejarah dan nilai tradisional; (5) pelestarian dan pengembangan kesenian, antara lain
ditetapkannya Angklung Indonesia sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia (The
Intangible Cultural Heritage of Humanity) oleh UNESCO, pencatatan 1.108 warisan
budaya tak benda, pelindungan hak atas kekayaan intelektual (HKI) terhadap 400 karya
seni dan budaya, dan fasilitasi sarana pengembangan, pendalaman, dan pergelaran seni
dan budaya di 28 ibukota provinsi dan 482 kabupaten/kota; (6) pengembangan perfilman
nasional; (7) pengembangan galeri nasional; (8) peningkatan sensor film melalui kegiatan
peningkatan kualitas dan kuantitas layanan Lembaga Sensor Film sebanyak 42.000 Surat
Lulus Sensor (SLS); (9) fasilitasi pendukungan pengembangan seni budaya di 25 Taman
Budaya; (10) pengembangan nilai sejarah; (11) pengembangan geografi sejarah; (12)
pengembangan pengelolaan peninggalan bawah air; (13) pengembangan pengelolaan
peninggalan kepurbakalaan seperti ditetapkannya pengelolaan terpadu Kawasan Candi
Borobudur, Kawasan Kompleks Candi Prambanan, dan Kawasan Situs Manusia Purba
Sangiran; (14) pengembangan pengelolaan museum antara lain melalui revitalisasi 6
museum negeri, yaitu Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Museum Negeri Kalimantan
Barat, Museum Negeri Jambi, Museum Negeri Sumatera Utara, Museum Negeri Jawa
Timur, dan Museum Negeri Batak TB Silalahi di Balige Sumatera Utara; (15) pelestarian
peninggalan sejarah dan purbakala; (16) penelitian dan pengembangan bidang
kebudayaan; dan (17) penelitian dan pengembangan bidang arkeologi.
Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Permasalahan kemiskinan memerlukan
perhatian dalam penanganannya dan bersifat multisektoral. Hingga beberapa tahun ke
depan, kondisi sosial masyarakat diperkirakan masih diwarnai dengan beberapa
permasalahan sosial dan ekonomi akibat kemiskinan. Berbagai program dan kegiatan
perlindungan sosial, seperti bantuan sosial, pemberdayaan sosial, dan pelayanan dan
rehabilitasi sosial terhadap penduduk miskin, khususnya PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial) dalam pelaksanaannya masih belum memenuhi kebutuhan, baik
secara kualitas maupun jumlah dan cakupannya.
Dalam rencana tindak percepatan pencapaian sasaran program pro-rakyat sekaligus
pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, pelaksanaan dan pengembangan
PKH (Program Keluarga Harapan) sebagai salah satu program penanggulangan
kemiskinan berbasis keluarga merupakan hal yang penting. PKH juga terkait dengan
percepatan pencapaian MDGs (Millenium Development Goals), khususnya untuk
pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar untuk
semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan
angka kematian anak (bayi dan balita), dan peningkatan kesehatan ibu (menurunkan
angka kematian ibu melahirkan). Permasalahan dalam pelaksanaan PKH berkaitan
dengan target yang dapat dijangkau. Pada tahun 2010, PKH hanya menjangkau sejumlah
772.000 RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin) dari 816.000 RTSM yang direncanakan.
Permasalahan di bidang kesejahteraan sosial yang memerlukan perhatian
diantaranya besaran jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),
terbatasnya cakupan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak, lanjut usia dan
II.2-12
RKP 2012
penyandang cacat telantar, terutama berkaitan dengan kondisi kemiskinan dan
kerentanan penduduk. Beberapa permasalahan lainnya, seperti ketelantaran, kecacatan,
ketunaan sosial, keterpencilan, dan korban akibat bencana, terus ditangani secara
sungguh-sungguh dengan melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberdayaan
sosial dan jaminan kesejahteraan sosial. Seluruh upaya tersebut dimaksudkan agar tidak
timbul ekses permasalahan lain seperti tindak kejahatan, kerawanan sosial, ataupun
disintegrasi sosial. Jumlah PMKS dan cakupan pelayanan sosial yang telah dilaksanakan
dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL 2.2.
DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
Indikator
Kemiskinan
Anak Telantar
Situasi Terkini
13,33% (31,02 juta jiwa)
3.176.462 jiwa
Anak Jalanan
Penyandang Cacat Telantar
83.776 jiwa
1.541.942 jiwa
Lanjut Usia Telantar
Korban Bencana Alam
2.994.330 jiwa
1.935.833 jiwa
Korban Bencana Sosial
318.112 jiwa
Sumber: BPS 2010, Data Pusdatin Kesos 2010
TABEL 2.3.
CAKUPAN LAYANAN KEMENTERIAN SOSIAL
Program
PKH
Pelayanan Sosial Lansia (Jaminan Sosial Lanjut
Usia)
Pelayanan Sosial Penyandang Cacat Cacat
(Jaminan Sosial Penyandang Cacat Berat)
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Pemberdayaan Fakir Miskin
Penanganan Korban Bencana Alam
Cakupan 2010
772.000 RTSM
10.000 jiwa
17.000 jiwa
10.485 KK
129.430 KK
66.625 jiwa
Sumber: Data Pusdatin Kesos 2010
Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Peningkatan kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan
pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh
penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan. Berbagai kemajuan dalam
pembangunan yang responsif gender telah dicapai, baik di bidang kesehatan, pendidikan,
ekonomi, maupun dalam bidang politik dan jabatan publik. Selain indikator IPG yang
menunjukkan peningkatan dari 0,639 pada tahun 2004 menjadi 0,668 pada tahun 2009
(KNPP-BPS, 2010); kemajuan pembangunan gender juga ditunjukkan dengan indikator
RKP 2012
II.2-13
gender empowerment measurement (GEM) atau indeks pemberdayaan gender (IDG), yang
diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan
keputusan. IDG Indonesia menunjukkan peningkatan dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi
0,635 pada tahun 2009 (KNPP-BPS, 2010).
Di bidang ekonomi, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan
dengan penurunan angka pengangguran terbuka perempuan dari 13,7 persen pada tahun
2006, menjadi 8,23 persen pada tahun 2010 (Sakernas, 2006-2010). Sementara itu,
kemajuan yang dicapai di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan yang
mendukung peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, antara lain,
adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 105/PMK.02/2008 Tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan,
Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2009; Peraturan Menteri
Keuangan No. 119/PMK.02/2009 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana
Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA
Tahun Anggaran 2010; dan Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.02/2010 Tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L Tahun Anggaran
2011; Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 6 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak; Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Pelayanan Terpadu bagi Korban Perdagangan Orang; Peraturan Ketua Harian
Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO Nomor 8 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan Sub Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO; dan Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Pelayanan Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan. Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut sekaligus
menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan melalui upaya
pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan.
Selain itu, peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan
juga bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan
dalam pembangunan, serta peningkatan perlindungan perempuan terhadap berbagai
tindak kekerasan. Di bidang pendidikan, berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengintegrasikan perspektif gender ke dalam pendidikan agama, antara lain melalui
pemetaan isu gender di bidang agama (pendidikan Islam); ditetapkannya Nota
Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Kementerian Pendidikan Nasional Tentang
Pelaksanaan PUG dan PUHA di Bidang Pendidikan; dengan Kementerian Agama Tentang
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di Bidang Keagamaan;
dan Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pendidikan Nasional Tentang Percepatan Pemberantasan Buta
Aksara Perempuan. Di bidang kesehatan, kemajuan yang telah dicapai adalah
terlaksananya pemetaan isu gender di bidang kesehatan, khususnya untuk penanganan
HIV/AIDS; ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui; ditandatanganinya SKB antara MenPP&PA dengan Menakertrans
dan Menkes, tentang Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja;
dan ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama (MoU) antara Kementerian PP dan PA
II.2-14
RKP 2012
dengan Kementerian Kesehatan Tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang
Kesehatan; serta dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tentang
Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, dan infrastruktur, kemajuan yang dicapai
adalah terlaksananya pemetaan isu gender di bidang koperasi dan UKM, pertanian,
kelautan dan perikanan, serta pekerjaan umum, energi dan sumber daya mineral,
keuangan, dan permasalahan terkait dengan lembaga masyarakat; dan tersusunnya
Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) bidang
keuangan, perhubungan, energi dan sumber daya mineral, dan lembaga masyarakat. Di
samping itu, telah ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama (MoU) antara
Kementerian PP dan PA dengan beberapa kementerian/lembaga, antara lain: dengan
Kementerian Koperasi dan UKM Tentang Pemberdayaan Perempuan dalam Rangka
Mewujudkan Kesetaraan Gender melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah; dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Peningkatan
Efektivitas Pengarusutamaan Gender di Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian;
dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal tentang Peningkatan Efektivitas
PUG dan Perlindungan Anak dalam Pembangunan Daerah Tertinggal; dengan
Kementerian Perhubungan Tentang Pengintegrasian Pengarusutamaan Gender di Bidang
Perhubungan; dengan Perum Pegadaian tentang Akses Permodalan Bagi Perempuan
Pengusaha Mikro dan Kecil; serta dengan BPS tentang Penyediaan Data dan Informasi
Gender dan Anak.
Di samping itu, telah dilaksanakan pula advokasi, sosialisasi, fasilitasi PUG, dan
pelatihan analisis gender di 39 kementerian/lembaga, 33 provinsi, dan 390
kabupaten/kota. Beberapa capaian lainnya dalam rangka mendukung pelaksanaan PUG
antara lain adalah tersusunnya Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang (RUU)
Tentang Kesetaraan Gender, tersusunnya laporan Convention on the Elimination of
Discrimination Against Women (CEDAW) VI dan VII periode 2004-2009;
ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Badan Pemeriksa Keuangan dengan
KPP&PA Tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi Untuk Akses Data
pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Rangka
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; serta dengan Lembaga
Penyiaran Publik RRI tentang Penyelenggaraan Siaran dan Pemberitaan Pemberdayaan
Perempuan Melalui RRI. Di tingkat daerah, telah ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Korban
Kekerasan Berbasis Gender dan Anak, serta telah ditandatanganinya Nota Kesepakatan
Bersama (MoU) antara Kementerian PP dan PA dengan 32 Pemerintah Provinsi Tentang
Pencapaian Kinerja Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 20102014.
Perlindungan Anak. Keberhasilan pembangunan perlindungan anak dalam
memenuhi hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang telah
ditunjukkan dalam capaian pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan.
Sedangkan dalam melindungi anak atas berbagai bentuk perlakuan salah, ditunjukkan
antara lain oleh pencapaian di bidang ketenagakerjaan. Data Sakernas menunjukkan
penurunan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun dari 1.713,2 ribu pada tahun 2008
menjadi 1.679,1 ribu pada tahun 2009. Dalam upaya menurunkan jumlah pekerja anak,
RKP 2012
II.2-15
telah dilaksanakan penarikan pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk
anak (BPTA) dalam rangka Program Keluarga Harapan. Pekerja anak yang telah ditarik
tersebut diusahakan masuk dalam satuan pendidikan, baik pendidikan formal, kesetaraan,
maupun non-formal.
Sementara itu, dalam memenuhi hak anak untuk mendapatkan identitas dan
legalitas kependudukan, cakupan anak balita (0-4 tahun) yang telah memiliki akte
kelahiran sekitar 42,82 persen menurut Supas 2005 menjadi 52,5 persen menurut
Susenas 2009. Selain itu, sampai dengan tahun 2011 telah terbentuk kota layak anak
(KLA) di 76 kabupaten/kota, yang tersebar di 15 provinsi. Untuk meningkatkan
perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), pada tahun 2009, Surat
Keputusan Bersama Tentang Penanganan ABH telah ditandatangani antara Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Sosial, Kepala Kepolisian Negara RI, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung. Demikian
pula, Surat Kesepakatan Bersama Tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial ABH telah
ditandatangani antara Departemen Sosial, Departemen Hukum dan HAM, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Agama, dan Kepolisian RI.
Selanjutnya, pada tahun 2010 telah tersusun RUU Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan ditetapkan kebijakan terpadu tentang penanganan ABH berbasis restorative justice.
2.2.
Permasalahan dan Sasaran Tahun 2012
2.2.1. Permasalahan
Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sampai dengan tahun 2010 dan perkiraan
tahun 2011, permasalahan dan tantangan utama yang harus dipecahkan dan dihadapi
pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama pada tahun 2012 adalah
sebagai berikut:
Laju Pertumbuhan dan Jumlah Pertambahan Penduduk. Permasalahan yang
dihadapi pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah
(1) masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk dibandingkan
dengan kondisi yang akan dicapai sebesar 1,1 persen; (2) masih tingginya angka kelahiran
total/TFR dibandingkan dengan kondisi ideal sebesar 2,1 anak per perempuan usia
reproduksi dan disparitas antarprovinsi, antarwilayah desa-kota, serta antarkelompok
sosial ekonomi; (3) masih rendah dan tidak signifikannya kenaikan pemakaian
kontrasepsi (CPR), dan masih terdapat disparitas antarprovinsi, wilayah dan tingkat
kesejahteraan; (4) masih kurang efektif dalam pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang/MKJP seperti intrauterine device/IUD, implant, metode operasi wanita dan pria
(MOW dan MOP), dan lebih banyak menggunakan kontrasepsi untuk jangka pendek
seperti suntikan dan pil; (5) masih tingginya angka drop-out (termasuk kegagalan dan
komplikasi) dalam pemakaian alat kontrasepsi jangka pendek yang sebagian besar
akseptor menggunakannya; (6) masih rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB; (7) masih
tingginya kebutuhan ber-KB yang tidak/belum terpenuhi (unmet need), dengan disparitas
unmet need yang tinggi baik antarprovinsi, antarwilayah desa-kota, serta antarkelompok
sosial ekonomi; (8) masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan
usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi; (9) belum optimalnya pembinaan dan
II.2-16
RKP 2012
kemandirian peserta KB; (10) masih terbatasnya kapasitas tenaga dan kelembagaan
program KB; (11) masih belum sinergisnya kebijakan pengendalian penduduk; dan (12)
masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan.
Selanjutnya, berkenaan dengan administrasi kependudukan sebagai salah satu
sumber data dan informasi kependudukan, sampai saat ini data registrasi belum dapat
dimanfaatkan secara optimal karena masih terbatasnya cakupan daerah dalam penerapan
SIAK on-line untuk pelayanan publik, belum tersambungnya jaringan komunikasi data
secara on-line dari kab/kota, provinsi, dan pusat, terbatasnya SDM di tingkat pusat dan
daerah dalam pengelolaan SIAK, masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah dalam
penerapan SIAK, dan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan
perubahan atas peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk dan keluarganya.
Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan. Permasalahan yang harus dipecahkan
dan diatasi pada tahun 2012 dalam pembangunan kesehatan adalah: (1) masih rendahnya
status kesehatan ibu dan anak, yang ditandai dengan masih rendahnya persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, masih rendahnya cakupan pelayanan antenatal, masih
rendahnya cakupan imunisasi lengkap pada bayi, dan masih rendahnya cakupan
kunjungan neonatal; (2) belum optimalnya upaya perbaikan status gizi masyarakat, yang
ditandai dengan masih rendahnya pemantauan pertumbuhan bayi dan balita melalui
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan; (3) belum optimalnya upaya
pengendalian penyakit yang ditandai dengan tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit menular (terutama tuberkulosis, HIV dan AIDS, malaria, diare, dan DBD)
dan penyakit tidak menular serta masih rendahnya kualitas kesehatan lingkungan; (4)
sumber daya manusia kesehatan masih terbatas, yang ditandai dengan masih rendahnya
jumlah, distribusi dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah tertinggal,
perbatasan dan kepulauan; (5) masih terbatasnya ketersediaan obat serta pengawasan
obat dan makanan, yang ditandai dengan belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian yang berkualitas; belum optimalnya penyediaan dan pemerataan obat
esensial generik dan alat kesehatan dasar; dan belum optimalnya cakupan pengawasan
sarana produksi obat dan makanan; (6) pembiayaan kesehatan untuk memberikan
jaminan perlindungan kesehatan masyarakat masih terbatas yang ditandai dengan masih
rendahnya cakupan jaminan kesehatan bagi masyarakat terutama penduduk miskin dan
sektor informal; (7) belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dan promosi
kesehatan, yang ditandai oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat; (8) masih rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan yang berkualitas; (9) belum efektifnya manajemen pembangunan
kesehatan, termasuk dalam pengelolaan administrasi, hukum, dan penelitian
pengembangan kesehatan; dan (10) masih lebarnya kesenjangan status kesehatan dan
gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi.
Akses, Kualitas, dan Relevansi Pendidikan. Permasalahan dan tantangan utama
yang harus dipecahkan dan dihadapi pembangunan bidang pendidikan pada tahun 2012
adalah belum optimalnya akses, kualitas dan relevansi pendidikan. Upaya pembangunan
pendidikan masih menyisakan permasalahan, yaitu: (1) belum optimalnya pendidikan
karakter bangsa; (2) masih terbatasnya kesempatan memperoleh pendidikan; (3) masih
rendahnya kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan; (4) masih rendahnya
profesionalisme guru dan belum meratanya distribusi guru; (5) terbatasnya kualitas
RKP 2012
II.2-17
sarana dan prasarana pendidikan; (6) belum efektifnya manajemen dan tatakelola
pendidikan; dan (7) belum terwujudnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan.
Di samping itu, beberapa tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2012 dalam
menyelesaikan permasalahan akses dan kualitas pendidikan adalah: (1) meningkatkan
pemerataan akses terhadap semua jenjang pendidikan, termasuk akses terhadap
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan; (2) meningkatkan tingkat keberaksaraan;
(3) meningkatkan kesiapan anak bersekolah; (4) meningkatkan kemampuan kognitif,
karakter, dan soft-skill lulusan; (5) meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan
menengah; (6) meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi
termasuk kualitas penelitiannya; dan (6) meningkatkan kualitas pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan.
Selanjutnya, terkait masalah ketenagaan serta sarana dan prasarana, pembangunan
pendidikan masih menyisakan tantangan untuk: (1) meningkatkan pemerataan distribusi
guru; (2) meningkatkan kualifikasi akademik dan profesionalisme guru; (3) mempercepat
penuntasan rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas yang rusak; (4) meningkatkan
ketersediaan buku mata pelajaran; (5) meningkatkan ketersediaan dan kualitas
laboratorium dan perpustakaan; dan (6) meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi dalam pendidikan.
Adapun tantangan yang harus dijawab dalam mewujudkan manajemen, tatakelola,
serta pembiayaan pendidikan yang berkeadilan antara lain: (1) meningkatkan
manajemen, tatakelola, dan kapasitas lembaga penyelenggara pendidikan; (2) melakukan
penyelarasan dalam penerapan otonomi perguruan tinggi; (3) meningkatkan kemitraan
publik dan swasta; (4) memantapkan alokasi dan mekanisme penyaluran dana yang
efisien, efektif, dan akuntabel; dan (5) menyelenggarakan pendidikan dasar bermutu
yang terjangkau bagi semua.
Sementara itu, pembangunan perpustakaan masih dihadapkan pada permasalahan
dan tantangan antara lain: (1) budaya baca masyarakat masih tergolong rendah karena
masih dominannya budaya lisan di masyarakat; (2) jumlah dan jenis perpustakaan
terutama perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan
perpustakaan rumah ibadah masih terbatas; (3) rasio jumlah bahan bacaan masyarakat
dengan pertumbuhan jumlah pemustaka masih relatif rendah, kondisi ini ditunjukkan
oleh jumlah produksi buku nasional yang diterbitkan rata-rata per tahun; (4) pelestarian
fisik dan isi khasanah budaya nusantara belum optimal; dan (5) tenaga pengelola
perpustakaan masih terbatas, baik jumlah, persebaran maupun kompetensi.
Peningkatan partisipasi dan peran serta pemuda dalam berbagai bidang
pembangunan. Pada tahun 2011, pembangunan pemuda masih dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai
bidang pembangunan, yang ditandai antara lain: (1) masih terbatasnya peran serta
pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan; (2) terjadinya
masalah-masalah sosial seperti kriminalitas, premanisme, penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta penularan HIV dan AIDS; (3) angka partisipasi
sekolah penduduk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun belum sepenuhnya baik; (4) tingkat
pengangguran terbuka (TPT) usia 15 tahun ke atas masih relatif tinggi.
Budaya dan Prestasi Olahraga. Pembangunan olahraga dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya peningkatan budaya dan prestasi olahraga, yang
II.2-18
RKP 2012
ditandai antara lain: (1) tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga masih
rendah; (2) ruang terbuka olahraga masih terbatas; (3) jumlah dan kualitas SDM
keolahragaan masih terbatas; (4) upaya pembibitan atlet unggulan belum optimal; dan (5)
apresiasi dan penghargaan bagi olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi
masih terbatas.
Kualitas Kehidupan Beragama. Pembangunan bidang agama masih dihadapkan
pada berbagai permasalahan dan tantangan antara lain: pertama, keberagamaan
masyarakat dalam sikap dan perilaku sosial belum optimal karena kehidupan beragama
pada sebagian masyarakat baru mencapai tataran simbol-simbol keagamaan dan belum
sepenuhnya bersifat substansial. Hal ini tercermin antara lain pada gejala negatif seperti
perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan
rendahnya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tantangan ke depan adalah
proses inisiasi nilai-nilai agama pada keluarga dan masyarakat sehingga lebih membumi
dan mendorong ke arah peradaban bangsa yang tinggi.
Kedua, harmoni sosial dalam kehidupan umat beragama belum sepenuhnya
terwujud. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang masih terjadi di
kalangan umat beragama. Potret masyarakat Indonesia yang plural, majemuk, dan terdiri
dari berbagai suku bangsa, etnis, dan agama tetap menjadi fokus perhatian pemerintah.
Apabila tidak segera dikelola dengan arif dan bijaksana dikhawatirkan akan berakibat
terjadinya disharmoni di masyarakat. Beberapa contoh dari permasalahan tersebut
seperti adanya upaya penodaan agama, kekerasan atas nama agama dan adanya aliran
sektarian. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah bagaimana menjadikan agama
berperan terhadap upaya perdamaian dan mendorong tumbuhnya kerja sama yang positif
di kalangan intern dan antarumat beragama.
Ketiga, masih belum optimalnya manajemen penyelenggaraan haji. Walaupun
penyelenggaraan haji telah mendapatkan sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2008,
namun masih saja terjadi kekurangan dan kesalahan teknis di lapangan. Pelayanan ibadah
haji, terutama selama di Arab Saudi, masih belum memuaskan sebagian jemaah haji,
seperti masalah konsumsi, kondisi pemondokan, jarak pemondokan yang masih jauh dari
Masjidil Haram, serta pelayanan transportasi. Tantangan ke depan adalah penerapan
standar pelayanan minimal (SPM) dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Di samping itu, pembangunan bidang agamapun masih menghadapi permasalahan
lain, yaitu: (1) kualitas penyuluhan agama di tengah masyarakat saat ini masih belum
memadai; (2) belum optimalnya pendidikan agama dan keagamaan bagi peserta didik; (3)
sarana dan prasarana peribadatan belum merata; (4) belum optimalnya pengelolaan dana
sosial keagamaan; dan (5) peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
keagamaan belum optimal. Untuk itu, reformasi birokrasi dan pengembangan kapasitas
dan kualitas aparatur negara perlu dilaksanakan
Jati Diri Bangsa dan Pelestarian Budaya. Sejumlah perkembangan penting dalam
upaya memperkuat jati diri dan karakter bangsa, masih menghadapi beberapa
permasalahan dan tantangan, antara lain: pertama, terjadinya gejala menurunnya
penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, rasa cinta tanah air,
sikap toleransi dan tenggang rasa dalam masyarakat. Tantangan yang akan dihadapi ke
depan adalah derasnya arus kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, serta budaya
asing yang tidak sesuai dengan nilai dan etika budaya Indonesia serta memelihara dan
RKP 2012
II.2-19
melestarikan nilai-nilai tradisi luhur yang menjadi identitas budaya dan berfungsi sebagai
perekat persatuan bangsa dalam segenap aspek kehidupan masyarakat. Kedua,
menurunnya minat masyarakat dalam menonton kegiatan seni-budaya, terbatasnya
sarana prasarana kesenian, dan terjadinya pembajakan karya cipta seni dan budaya.
Sehingga tantangan ke depan adalah meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat
terhadap seni dan budaya, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HKI),
terutama karya cipta seni dan budaya baik yang bersifat individual maupun kolektif, serta
pemanfaatan produk budaya Indonesia. Ketiga, belum optimalnya pengelolaan warisan
budaya, sehingga tantangan kedepan adalah meningkatkan upaya pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan
pengembangan kebudayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, masih terbatasnya sumber daya kebudayaan, sehingga tantangan yang dihadapi
adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kebudayaan, hasil penelitian
sebagai bahan rumusan kebijakan pembangunan di bidang kebudayaan, sarana dan
prasarana yang memadai, pengelolaan data dan informasi, tata pemerintahan yang baik
(good governance), serta koordinasi antartingkat pemerintahan yang efektif.
Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Penyelenggaraan bantuan sosial masih dihadapkan pada sejumlah masalah dan
tantangan. Metode pemberian bantuan sosial masih belum sempurna, sehingga belum
efektif mengatasi permasalahan sosial. Koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
maupun lintas sektor belum berlangsung dengan baik. Tidak tersedianya peralatan
penanggulangan bencana yang memadai, pendataan jumlah korban yang tidak tepat, atau
keterlambatan dalam pelaporan merupakan beberapa kendala dalam penanganan dan
pemberian bantuan sosial bagi korban bencana alam atau sosial. Dalam aspek
pelaksanaan program, seperti pendataan dan penargetan sasaran, kemampuan dan
jumlah sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih dalam pelayanan kesejahteraan
sosial, serta pendampingan sosial masih perlu dikembangkan.
Kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Walaupun
berbagai kemajuan telah dicapai dalam peningkatan kesetaraan gender, tetapi kualitas
hidup dan peran perempuan belum optimal yang ditunjukkan dengan lambatnya
peningkatan nilai IDG setiap tahunnya, antara lain disebabkan oleh: (1) masih
terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam
pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik,
jabatan-jabatan publik, dan ekonomi, baik pada tataran antarprovinsi dan
antarkabupaten/kota; serta (2) rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi
dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial,
serta terjadinya penyakit. Sementara itu, perlindungan bagi perempuan terhadap
berbagai tindak kekerasan juga masih belum mencukupi, yang terlihat dari masih belum
memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan
karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang
harus dijangkau.
Permasalahan tersebut muncul karena belum efektifnya kelembagaan PUG dan
pemberdayaan perempuan yang, antara lain, terlihat dari: (1) belum optimalnya
penerapan peranti hukum, peranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan
gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum memadainya kapasitas kelembagaan
dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan
II.2-20
RKP 2012
penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan; dan (3)
masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam
pembangunan, terutama di kabupaten/kota.
Perlindungan Anak. Berbagai kemajuan yang dicapai di bidang perlindungan anak
sampai dengan tahun 2010 sebagaimana diuraikan di atas, tidak berarti bahwa
pelaksanaan perlindungan anak sudah sepenuhnya efektif. Hal tersebut ditunjukkan oleh
beberapa permasalahan yang masih akan dihadapi pada tahun 2012, antara lain sebagai
berikut.
Permasalahan pertama, masih kurangnya perlindungan terhadap anak dari segala
bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya.
Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa sekitar 4 juta anak mengalami kekerasan.
Sementara itu, Komnas Perempuan mencatat hanya sekitar 20.000 kasus anak dan
perempuan korban kekerasan yang mendapat dampingan hukum dan sosial yang layak,
baik sebagai korban maupun saksi dalam proses peradilan, sehingga masih banyak kasus
anak yang tidak terdampingi oleh bantuan medis, hukum, dan psikososial yang layak.
Dalam kajian paruh waktu terhadap Program Kerjasama Pemerintah RI dan UNICEF
tahun 2008, tercatat sedikitnya 80.000-100.000 perempuan dan anak-anak adalah korban
eksploitasi seksual atau telah diperdagangkan untuk keperluan itu setiap tahunnya; 30
persen dari perempuan yang dieksploitasi secara seksual sebagai PSK berusia di bawah
18 tahun atau berusia anak dan banyak dari mereka berusia baru 10 tahun; sekitar 12
persen perempuan dipaksa menikah pada usia atau sebelum usia 15 tahun; 80 persen
pelaku kekerasan terhadap anak dilakukan orang yang dekat atau kenal dengan anak; dan
80 persen guru menggunakan hukuman badan atau melakukan kekerasan verbal
terhadap anak.
Permasalahan kedua, masih rendahnya kapasitas kelembagaan perlindungan anak.
Hal ini antara lain ditunjukkan oleh belum efektifnya peraturan perundang-undangan
terkait perlindungan anak dalam mengatur dan mengupayakan kepentingan terbaik anak.
Kemajuan pesat di bidang regulasi dan kebijakan ternyata tidak selalu berhubungan
langsung dengan kecepatan perbaikan dalam struktur, kapasitas, dan bagaimana
kebijakan dan regulasi tersebut diterjemahkan dalam tataran praktek di tingkat lembaga,
masyarakat, keluarga dan individu. Selain itu, data dan informasi terkait perlindungan
anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi belum tersedia secara lengkap. Hal
ini menimbulkan kesulitan dalam menyusun prioritas intervensi serta memonitor dan
mengevaluasi dampak dari intervensi yang sudah dilakukan. Selanjutnya, koordinasi
antar kementerian dan lembaga terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, serta
monitoring dan evaluasi perlindungan anak belum optimal.
Permasalahan ketiga, berbagai laporan penelitian, hasil studi maupun kajian masih
menunjukkan rendahnya pemahaman keluarga dan masyarakat tentang hak-hak anak.
Selain itu, pengetahuan dan keterampilan keluarga tentang pengasuhan anak juga masih
rendah. Hal ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak anak dan segala bentuk
perlakuan salah sebagian besar dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan anak.
RKP 2012
II.2-21
2.2.2. Sasaran
Dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan seperti tersebut di atas,
sasaran pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama yang akan dicapai pada
tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran total (TFR),
yang ditandai dengan:
a.
tercapainya Contraceptive Prevelance Rate (CPR) sebesar 62,5 persen;
b.
terlayaninya peserta KB baru sebanyak 7,3 juta yang terdiri dari peserta KB baru
miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,89 juta, peserta KB baru
dengan MKJP sebesar 12,9 persen, dan peserta KB baru pria sebesar 4,3 persen;
c.
meningkatnya jumlah peserta KB aktif dari sasaran sebanyak 27,5 juta menjadi
sebanyak 28,2 juta yang terdiri dari peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan
rentan lainnya dari sebanyak 12,2 juta menjadi sebanyak 12,5 juta, dan peserta
KB aktif dengan MKJP dari sebesar 25,1 persen menjadi sebesar 25,9 persen;
d.
tersedianya sarana dan prasana pelayanan KB di klinik KB untuk mendukung
peningkatan kualitas pelayanan KB di 23.500 klinik KB pemerintah dan swasta;
e.
meningkatnya pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dan pasangan usia subur
tentang perencanaan kehidupan berkeluarga;
f.
meningkatnya kapasitas tenaga dan kelembagaan program KB, terutama dalam
memperkuat penggerak lapangan atau tenaga lini lapangan KB;
g.
meningkatnya keserasian kebijakan
pengendalian kuantitas penduduk;
h.
tersedia dan termanfaatkannya data dan informasi kependudukan;
i.
meningkatnya kuantitas
kependudukan; dan
j.
tertatanya peraturan pelaksana dan peraturan lainnya di bidang administrasi
kependudukan.
dan
pembangunan
kualitas
dengan
penyelenggaraan
kebijakan
administrasi
Meningkatnya status kesehatan ibu dan anak, yang ditandai dengan:
a.
meningkatnya persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih (cakupan PN) menjadi 88 persen;
b.
meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
(cakupan kunjungan kehamilan keempat/K4) menjadi 90 persen; dan
c.
meningkatnya cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) menjadi 88 persen.
Meningkatnya status gizi masyarakat, yang ditandai dengan:
a.
meningkatnya persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan menjadi
sebesar 100 persen; dan
b.
meningkatnya persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) menjadi
sebesar 75 persen.
II.2-22
RKP 2012
4.
Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular,
yang ditandai dengan:
Sasaran
a.
meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi
usia 0-11bulan
85 persen
b.
meningkatnya imunisasi campak pada bayi usia 0-11bulan
88 persen
c.
terkendalikannya prevalensi kasus HIV
d.
meningkatnya jumlah orang yang berumur 15 tahun atau
lebih yang menerima konseling dan testing HIV
e.
meningkatnya persentase orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA) yang mendapatkan anti retroviral treatment
(ART)
f.
70 persen
meningkatnya persentase kabupaten/kota yang
melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman
g.
menurunnya jumlah kasus TB per 100.000 penduduk
h.
meningkatnya persentase kasus baru TB Paru (BTA
positif) yang ditemukan
80 persen
i.
meningkatnya persentase kasus baru TB Paru (BTA
positif) yang disembuhkan
87 persen
j.
menurunnya angka penemuan kasus malaria per 1.000
penduduk
1,5
k.
menurunnya jumlah kasus diare per 1.000 penduduk
315
l.
menurunnya angka kesakitan penderita DBD per 100.000
penduduk
53
m. meningkatnya persentase provinsi yang melakukan
pembinaan, pencegahan, dan penanggulangan penyakit
tidak menular (surveilans epidemiologi, deteksi dini, KIE,
dan tata laksana)
5.
Target 2012
< 0,5 persen
500.000
orang
40 persen
228
80 persen
Meningkatnya kesehatan lingkungan, yang ditandai dengan:
a.
meningkatnya persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat menjadi 95
persen; dan
b.
meningkatnya jumlah desa yang melaksanakan sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM) menjadi 11.000 desa.
RKP 2012
II.2-23
6.
7.
8.
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, yang ditandai dengan:
a.
meningkatnya jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif
di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan di daerah
bermasalah kesehatan (DBK) sebanyak 3.820 orang; dan
b.
meningkatnya residen yang didayagunakan dan diberi insentif sebanyak 2.550
orang.
Meningkatnya ketersediaan obat dan pengawasan obat dan makanan, yang ditandai
dengan:
Sasaran
Target 2012
a.
meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin
90 persen
b.
meningkatnya persentase sarana produksi obat yang
memiliki sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP)
terkini
70 persen
c.
meningkatnya jumlah sarana produksi dan distribusi obat
dan makanan yang diperiksa
40.000
sarana
d.
meningkatnya jumlah produk obat dan makanan yang
disampel dan diuji
98.950
sampel
Meningkatnya cakupan pembiayaan kesehatan, yang ditandai dengan:
a.
meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang
memiliki jaminan kesehatan menjadi 67,5 persen;
b.
meningkatnya persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta
program Jamkesmas menjadi 85 persen;
c.
meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar
bagi penduduk miskin menjadi 9.236 puskesmas; dan
d.
meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang telah melayani program
jaminan persalinan (jampersal) menjadi 2.269 fasilitas pelayanan kesehatan.
9.
Meningkatnya persentase rumah tangga yang melaksanakan PHBS menjadi sebesar
60 persen;
10.
Meningkatnya akses dan kualitas sarana pelayanan kesehatan, yang ditandai dengan:
Sasaran
Target 2012
a.
meningkatnya persentase puskesmas yang mampu 80 persen
melaksanakan pelayanan obstetrik neonatal emergensi
dasar (PONED)
b.
meningkatnya persentase RS kabupaten/kota yang 90 persen
mampu melaksanakan pelayanan obstetrik neonatal
II.2-24
RKP 2012
Sasaran
Target 2012
emergensi komprehensif (PONEK)
11.
12.
c.
meningkatnya jumlah puskesmas yang mendapatkan
9.236
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
puskesmas
d.
meningkatnya jumlah kota di Indonesia yang memiliki RS
standar kelas dunia
e.
meningkatnya jumlah puskesmas yang menerapkan
496
pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan puskesmas
pedoman
3 kota
Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan:
Sasaran
Target 2012
a.
rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas
7,85 tahun
b.
angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas
4,8%
c.
APM SD/SDLB/MI/Paket A
95,7%
d.
APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B
75,4%
e.
APK SD/SDLB/MI/Paket A
118,2%
f.
APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B
103,9%
g.
APK SMA/SMK/MA/Paket C
79,0%
h.
APK PT usia 19-23 tahun
27,4%
i.
APS penduduk usia 7-12 tahun
98,7%
j.
APS penduduk usia 13-15 tahun
93,6%
k.
meningkatnya tingkat efisiensi internal yang ditandai dengan
meningkatnya angka melanjutkan dan menurunnya angka putus sekolah
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah;
l.
menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan
antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.
Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan yang ditandai dengan:
a.
RKP 2012
meningkatnya APK pendidikan anak usia dini (PAUD);
II.2-25
13.
b.
meningkatnya tingkat kebekerjaan lulusan pendidikan kejuruan;
c.
meningkatnya proporsi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta yang
terakreditasi baik (B) pada jenjang SD/SDLB/MI menjadi sebesar 12,0 persen;
SMP/SMPLB/MTs menjadi sebesar 24,0 persen; SMA/SMALB/MA menjadi
sebesar 32,0 persen; dan SMK menjadi sebesar 26,0 persen;
d.
meningkatnya proporsi program studi PT yang terakreditasi menjadi sebesar
81,8 persen dan makin banyaknya PT yang masuk dalam peringkat besar dunia
(THES) menjadi sebesar 6 PT; dan
e.
tercapainya Standar Pendidikan Nasional (SNP) bagi satuan pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan paling lambat pada tahun 2013.
Meningkatnya kualifikasi dan kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang
ditandai dengan:
Indikator
a.
b.
II.2-26
Target
2012
persentase guru yang memenuhi kualifikasi S1/D4
ï‚· SD/SDLB/MI
61,8
ï‚· SMP/SMPLB/MTs
87,2
ï‚· SMA/SMK/SMLB/MA
95,8
persentase guru yang tersertifikasi
ï‚· SD/SDLB/MI
54,9
ï‚· SMP/SMPLB/MTs
67,0
ï‚· SMA/SMK/SMLB/MA
70,0
c.
persentase dosen PTN program sarjana/diploma/profesi
berkualifikasi S2
85,0
d.
persentase dosen PTS program sarjana/diploma/profesi
berkualifikasi S2
65,0
e.
persentase dosen PTN program pascasarjana
berkualifikasi S3
78,0
f.
persentase dosen PTS program pascasarjana
berkualifikasi S3
65,0
g.
semakin membaiknya pemerataan distribusi guru antarsatuan
pendidikan dan antarwilayah termasuk terpenuhinya kebutuhan guru di
daerah terpencil, perbatasan, kepulauan sesuai dengan standar
pelayanan minimal
RKP 2012
Target
2012
Indikator
h.
14.
15.
16.
17.
semakin meningkatnya kapasitas tenaga kependidikan termasuk kepala
sekolah dan pengawas sekolah dalam pengelolaan dan penjaminan
mutu pendidikan
Meningkatnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan yang ditandai:
a.
terselenggaranya pendidikan dasar sembilan tahun bermutu yang terjangkau
bagi semua dalam kerangka pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan
dasar untuk mencapai standar nasional pendidikan; dan
b.
meningkatnya proporsi peserta didik yang mendapatkan beasiswa bagi keluarga
miskin untuk jenjang pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Meningkatnya minat dan budaya gemar membaca masyarakat dan layanan
perpustakaan yang ditandai oleh:
a.
meningkatnya jumlah pengunjung perpustakaan;
b.
meningkatnya jumlah koleksi perpustakaan; dan
c.
meningkatnya jumlah
standar/tipologi.
perpustakaan
yang
dikelola
sesuai
dengan
Meningkatnya partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang
pembangunan, yang ditandai antara lain:
a.
meningkatnya character building melalui konsolidasi dan revitalisasi gerakan
kepemudaan dan kepramukaan;
b.
meningkatnya penguasaan teknologi, jiwa kewirausahaan, dan kreativitas
pemuda;
c.
meningkatnya partisipasi pemuda dalam kegiatan organisasi kepemudaan,
organisasi
kepelajaran,
organisasi
kemahasiswaan,
kewirausahaan,
kepemimpinan, dan kepeloporan pemuda; dan
d.
terlaksananya pengembangan sarana dan prasarana kepemudaan seperti sentra
pemberdayaan pemuda/youth centre, gelanggang remaja/pemuda, serta pusat
pendidikan dan pelatihan pemuda.
Meningkatnya budaya dan prestasi olahraga, yang ditandai dengan:
a.
terlaksananya
rekreasi;
b.
meningkatnya prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional;
c.
terlaksananya penyelenggaran kejuaraan nasional (PON) XVIII di Provinsi Riau;
d.
terlaksananya kompetisi olahraga prestasi; dan
e.
meningkatnya kapasitas pelatih olahraga.
RKP 2012
berbagai
perlombaan/festival/invitasi/kompetisi
olahraga
II.2-27
18.
19.
Meningkatnya kualitas kehidupan beragama masyarakat Indonesia yang ditandai
dengan:
a.
meningkatnya kualitas dan kapasitas penyuluhan dan bimbingan tentang
pemahaman dan pengamalan ajaran agama pada keluarga dan masyarakat;
b.
terwujudnya harmoni sosial yang ditandai dengan meningkatnya pertemuan dan
kerja sama antarumat beragama;
c.
meningkatnya kualitas dan profesionalisme pelayanan ibadah haji yang ditandai
dengan pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar; dan
d.
meningkatnya tata kelola pembangunan bidang agama.
Mewujudkan jati diri dan karakter bangsa yang tangguh, berbudi luhur, toleran, dan
berakhlak mulia, yang ditandai oleh:
a.
meningkatnya pemahaman masyarakat akan identitas budaya dan karakter
bangsa;
b.
meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap keragaman seni dan budaya, serta
kreativitas seni dan budaya yang didukung oleh suasana yang kondusif dalam
penyaluran kreativitas berkesenian masyarakat;
c.
meningkatnya perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni
dan budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya
apresiasi terhadap kemajemukan budaya;
d.
meningkatnya penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan,
pendalaman dan pergelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten;
e.
meningkatnya kualitas pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan
budaya;
f.
meningkatnya kapasitas sumber daya pembangunan kebudayaan; dan
g.
meningkatnya kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan
inovasi dan memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas di
bidang kebudayaan.
20.
Meningkatnya cakupan sasaran penerima PKH menjadi 1,516 juta RTSM;
21.
Meningkatnya pelayanan, perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi anak yang
mencakup lebih dari 170 ribu anak, 38 ribu lanjut usia, dan sekitar 51 ribu
penyandang cacat;
22.
Meningkatnya kualitas pemberdayaan sosial bagi masyarakat rentan dan miskin;
23.
Meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang
responsif gender di tingkat nasional dan daerah, yang antara lain ditandai dengan:
a.
tersusunnya kebijakan pelaksanaan PUG bidang sosial politik dan pengambilan
keputusan, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan,
ketahanan pangan, dan agrobisnis, serta infrastruktur;
b.
tersusunnya kebijakan perlindungan perempuan dari masalah sosial perempuan;
dan
II.2-28
RKP 2012
c.
24.
2.3.
terlaksananya fasilitasi kebijakan pelaksanaan PUG, perlindungan perempuan
dari masalah sosial dan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan, serta
penerapan sistem data terpilah gender.
Meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak, baik di tingkat nasional
maupun daerah yang ditunjukkan antara lain oleh:
a.
tersedianya perundang-undangan dan kebijakan yang sinergis sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelaksanaan perlindungan anak;
b.
meningkatnya ketersediaan dan kualitas data/informasi perlindungan anak;
c.
meningkatnya koordinasi antar kementerian/lembaga dan antar pusat dan
daerah dalam perlindungan anak;
d.
meningkatnya upaya advokasi dan sosialisasi perlindungan anak; dan
e.
meningkatnya efektivitas pengawasan pelaksanaan perlindungan anak.
Arah Kebijakan
Dengan memperhatikan permasalahan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun
2012, maka arah kebijakan pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama
diprioritaskan pada upaya:
1.
Revitalisasi program KB, yang ditekankan pada penguatan akses dan kualitas
pelayanan KB melalui penguatan kapasitas tenaga dan kelembagaan KB di lini
lapangan dalam rangka pembinaan dan peningkatan peserta/akseptor KB serta
peningkatan kemandirian ber-KB; promosi dan penggerakan masyarakat yang
didukung dengan pengembangan dan sosialisasi kebijakan pengendalian penduduk;
peningkatan dukungan sarana dan prasarana pelayanan program KB; peningkatan
pemanfaatan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis teknologi informasi. Di
samping itu juga dilakukan pelatihan, penelitian, dan pengembangan program
kependudukan dan KB; serta peningkatan kualitas manajemen program dan kegiatan.
2.
Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk, yang ditekankan pada inventarisasi
dan identifikasi peraturan perundangan dan kebijakan sektor yang terkait dengan
program kependudukan dan KB; penyusunan peraturan perundangan pengendalian
penduduk; perumusan kebijakan kependudukan yang sinergis dan harmonis antara
aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas; serta penyediaan sasaran parameter
kependudukan yang disepakati semua sektor terkait.
3.
Peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan yang
memadai, akurat, dan tepat waktu ditekankan pada penyediaan data kependudukan
yang bersumber dari sensus penduduk dan survei kependudukan; penyediaan hasil
kajian kependudukan; dan peningkatan cakupan registrasi vital dengan mendorong
pemberian NIK kepada setiap penduduk dan menyelenggarakan koneksitas data
kependudukan, serta penyusunan dan penyelarasan peraturan pelaksana dan
peraturan daerah dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan.
RKP 2012
II.2-29
4.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita yang menjamin continuum of care, antara
lain melalui: (a) penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED
dan PONEK; (b) pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan strategis untuk
meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih; (c) peningkatan cakupan
kunjungan ibu hamil (K1 dan K4); (d) peningkatan cakupan pasien komplikasi
kebidanan yang ditangani; (e) peningkatan cakupan peserta KB aktif yang dilayani
sektor pemerintah; (f) peningkatan cakupan kunjungan neonatal pertama; (g)
peningkatan cakupan pelayanan kesehatan bayi; (h) peningkatan cakupan pelayanan
kesehatan anak balita; dan (i) peningkatan cakupan persalinan di sarana pelayanan
kesehatan dasar dan rumah sakit pemerintah.
5.
Perbaikan status gizi masyarakat, antara lain melalui: (a) pendidikan ibu tentang
penimbangan balita, ASI eksklusif, garam beryodium; (b) suplementasi gizi mikro
(vitamin A dan tablet Fe); (c) tatalaksana gizi buruk termasuk pencegahan dan
penanganan kasus anak yang pendek (stunting); dan (d) peningkatan intervensi
untuk menanggulangi kekurangan zat gizi mikro terutama melalui fortifikasi.
6.
Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan
lingkungan, antara lain melalui: (a) peningkatan kemampuan pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko; (b) penguatan penemuan penderita dan tata laksana
kasus; (c) peningkatan cakupan imunisasi dan sarana distribusi vaksin dalam jumlah
cukup di lapangan; (d) peningkatan KIE untuk mendorong gaya hidup sehat dan
peningkatan kemampuan deteksi dini penyakit tidak menular; dan (e) peningkatan
kesehatan lingkungan dengan menekankan pada peningkatan akses dan kualitas air
minum dan sanitasi yang layak serta perubahan perilaku hygiene dan sanitasi.
7.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan, antara lain melalui: (a) pemenuhan
kebutuhan tenaga kesehatan strategis, terutama dokter, bidan dan perawat di
daerah-daerah sesuai kebutuhan terutama di daerah bermasalah kesehatan (DBK)
dan daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK); (b) penyempurnaan sistem
insentif dan penempatan SDM kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan; dan (c) pemantapan standar kompetensi tenaga kesehatan, terutama
tenaga dokter, dokter gigi, perawat, bidan, kesehatan masyarakat, gizi, dan farmasi.
8.
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat
serta pengawasan obat dan makanan, melalui: (a) peningkatan ketersediaan, dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik; (b) perkuatan pengawasan pre
market obat dan makanan utamanya penerapan e-registration untuk meningkatkan
pelayanan publik; (c) peningkatan penelitian di bidang obat dan makanan; (d)
peningkatan kemandirian di bidang produksi obat, bahan baku obat, obat tradisional,
kosmetika dan alat kesehatan; (e) peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat
melalui revitalisasi pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan termasuk
pemenuhan kebutuhan infrastruktur dan penunjang laboratorium serta peningkatan
kompetensi SDM; (f) perkuatan pengawasan post market obat dan makanan; (g)
peningkatan efektivitas pengawasan produk obat dan makanan ilegal melalui
intensifikasi operasi satuan tugas (Satgas) pemberantasan produk obat dan makanan
ilegal; (h) peningkatan status gizi masyarakat terutama anak sekolah melalui gerakan
menuju pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang aman dan bermutu; (i) peningkatan
kapasitas SDM di bidang pengawasan obat dan makanan; (j) pengembangan dan
penerapan quality management system (QMS) untuk mendukung tata kelola
II.2-30
RKP 2012
kepemerintahan yang baik termasuk e-government; (k) pengembangan sistem elogistic; dan (l) peningkatan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
9.
Pengembangan sistem pembiayaan jaminan kesehatan, melalui: (a) peningkatan
cakupan jaminan kesehatan secara bertahap; (b) peningkatan pembiayaan pelayanan
kesehatan bagi penduduk miskin; (c) penyediaan pembiayaan jaminan persalinan
(Jampersal) yang mencakup pelayanan antenatal, persalinan, nifas, dan KB; dan (d)
perluasan cakupan jaminan kesehatan melalui jaminan kesehatan kelas III di rumah
sakit.
10.
Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan,
melalui: (a) peningkatan upaya perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat; (b) pelayanan kesehatan korban pada situasi bencana dan upaya
kesehatan pada situasi pemulihan darurat; (c) kemandirian masyarakat dalam
menanggulangi dampak kesehatan akibat bencana; dan (d) perluasan penerapan
sistem peringatan dini untuk penyebaran informasi terjadinya bencana dan wabah,
dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.
11.
Peningkatan upaya kesehatan yang menjamin terintegrasinya pelayanan kesehatan
primer, sekunder dan tersier, melalui: (a) peningkatan jumlah rumah sakit dan
puskesmas serta jaringannya, terutama pada daerah terpencil, perbatasan, dan
kepulauan serta daerah dengan aksesibilitas relatif rendah; (b) peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan sarana,
prasarana, dan ketenagaan; (c) peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan yang memenuhi standar bertaraf internasional; (d) peningkatan mutu
pelayanan keperawatan, kebidanan dan keteknisian medik kepada masyarakat di
tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier; (e) pemenuhan
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas, aman
dan terjangkau; dan (f) perluasan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi
pelayanan kesehatan primer di puskesmas.
12.
Peningkatan kualitas manajemen pembangunan kesehatan, sistem informasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) kesehatan, melalui: (a) peningkatan kualitas
perencanaan, penganggaran, serta monitoring dan evaluasi pembangunan kesehatan
untuk mendukung pencapaian target MDGs; (b) penguatan peraturan perundangan
pembangunan kesehatan; (c) peningkatan kualitas penyediaan data dan informasi
kesehatan berbasis elektronik (e-health); dan (d) peningkatan penguasaan dan
penerapan iptek kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang
bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat.
13.
Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata
melalui: (a) penyelenggaraan pendidikan dasar bermutu yang terjangkau bagi semua
dalam kerangka pelaksanaan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar
nasional pendidikan; (b) pemantapan/rasionalisasi implementasi Bantuan
Operasional Sekolah (BOS); (c) perbaikan gizi siswa Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal (TK/RA) dan SD/MI melalui pemberian makanan tambahan anak sekolah
(PMT-AS); (d) peningkatan daya tampung SMP/MTs/sederajat terutama di daerah
terpencil dan kepulauan; (e) penurunan angka putus sekolah dan angka mengulang,
peningkatan angka melanjutkan, serta penurunan rata-rata lama penyelesaian
pendidikan di berbagai jenjang untuk mendukung peningkatan efisiensi internal
RKP 2012
II.2-31
pendidikan; (f) penuntasan rehabilitasi ruang kelas SD/MI/sederajat dan
SMP/MTs/sederajat untuk memenuhi standar pelayanan minimal; (g) peningkatan
mutu proses pembelajaran; (h) peningkatan pendidikan inklusif untuk anak-anak
cerdas dan berkebutuhan khusus; (i) peningkatan kesempatan lulusan
SD/MI/sederajat yang berasal dari keluarga miskin untuk dapat melanjutkan ke
SMP/MTs/sederajat, dan (j) pengembangan pendidikan karakter bangsa; serta (k)
penguatan pelaksanaan proses belajar mengajar dengan iklim sekolah yang
mendukung tumbuhnya sikap saling menghargai, sportif, kerja sama, kepemimpinan,
kemandirian, partisipatif, kreatif, dan inovatif (soft skills), serta jiwa kewirausahaan.
14.
Peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah, melalui: (a)
peningkatan akses pendidikan menengah jalur formal dan non-formal untuk dapat
menampung meningkatnya lulusan SMP/MTs/sederajat sebagai dampak penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; (b) rehabilitasi gedung-gedung
SMA/SMK/MA/sederajat; (c) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan
menengah untuk memberikan landasan yang kuat bagi lulusan agar dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya atau memasuki dunia kerja; (d)
peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi
vokasi, dan pelatihan keterampilan sesuai dengan kebutuhan pembangunan
termasuk kebutuhan lokal untuk menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia
kerja dan memiliki etos kewirausahaan; (e) harmonisasi pendidikan menengah
kejuruan, pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan keterampilan untuk membangun
sinergi dalam rangka merespons kebutuhan pasar yang dinamis; (f) peningkatan
kemitraan antara pendidikan kejuruan, pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan
keterampilan dengan dunia industri dalam rangka memperkuat intermediasi dan
memperluas kesempatan pemagangan serta penyelarasan pendidikan/pelatihan
dengan dunia kerja; (g) peningkatan pendidikan kewirausahaan untuk jenjang
pendidikan menengah; dan (h) peningkatan ketersediaan guru SMK yang berkualitas
dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan termasuk kebutuhan lokal.
15.
Peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi, melalui: (a)
peningkatan akses dan pemerataan pendidikan tinggi dengan memperhatikan
keseimbangan antara jumlah program studi sejalan dengan tuntutan kebutuhan
pembangunan dan masyarakat serta daerah; (b) penguatan otonomi dan manajemen
pendidikan tinggi dalam rangka membangun universitas riset (research university)
menuju terwujudnya universitas kelas dunia (world class university); (c) penataan
program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan
pembangunan; (d) peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana
pendidikan tinggi, seperti perpustakaan dan laboratorium yang sesuai dengan
kebutuhan program studi; (e) pengembangan dan pelaksanaan roadmap penelitian
sesuai dengan kebutuhan pembangunan untuk mendukung terwujudnya perguruan
tinggi sebagai pengembangan dan penelitian iptek; (f) peningkatan kualifikasi dosen
melalui pendidikan S2/S3 baik di dalam maupun di luar negeri; (g) penguatan
kualitas dosen melalui peningkatan intensitas penelitian dan academic recharging;
(h) penguatan sistem insentif bagi dosen dan peneliti untuk mempublikasikan hasil
penelitian dalam jurnal internasional dan mendapatkan paten; (i) penguatan
kemitraan perguruan tinggi, lembaga litbang, dan industri, termasuk lembaga
pendidikan internasional, dalam penguatan kelembagaan perguruan tinggi sebagai
II.2-32
RKP 2012
pusat pengembangan dan penelitian iptek; (j) peningkatan pendidikan
kewirausahaan, termasuk technopreneur bagi dosen dan mahasiswa dengan menjalin
kerja sama antara institusi pendidikan dan dunia usaha; dan (k) pemberian beasiswa
perguruan tinggi untuk siswa SMA/SMK/MA yang berprestasi dan kurang mampu.
16.
Peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga
kependidikan, melalui: (a) peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi, evaluasi,
pelatihan, pendidikan, dan penyediaan berbagai tunjangan guru; (b) penguatan
kemampuan guru, termasuk kepala sekolah dan pengawas sekolah, dalam
menjalankan paradigma pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, entrepreneurial, dan
menyenangkan; (c) peningkatan kompetensi guru melalui pengembangan profesional
berkelanjutan (continuous professional development); (d) pemberdayaan peran kepala
sekolah sebagai manager sistem pendidikan yang unggul; (e) revitalisasi peran
pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance; (f) peningkatan kapasitas dan
kualitas lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) untuk mencetak guru yang
berkualitas secara masif, termasuk dalam menyelenggarakan pre-service training
yang bermutu; (g) peningkatan pengawasan pendirian LPTK dan pengendalian mutu
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan guru; (h) peningkatan efisiensi,
efektivitas, pengelolaan, dan pemerataan distribusi guru; dan (i) penyediaan tenaga
pendidik di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan sesuai dengan standar
pelayanan minimal.
17.
Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal dan pendidikan informal, melalui: (a) penguatan kapasitas lembaga
penyelenggara pendidikan non-formal; (b) peningkatan pendidikan kecakapan hidup
untuk warga negara usia sekolah yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah
dan bagi warga usia dewasa; (c) peningkatan pengetahuan dan kecakapan
keorangtuaan (parenting education) dan homeschooling serta pendidikan sepanjang
hayat; dan (d) peningkatan keberaksaraan penduduk yang diikuti dengan upaya
pelestarian kemampuan keberaksaraan dan peningkatan minat baca.
18.
Peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, melalui peningkatan jumlah
dan kapasitas guru, kapasitas penyelenggara, pemberian bantuan dan fasilitasi
penyelenggaraan pendidikan, serta pengembangan kurikulum dan metodologi
pembelajaran pendidikan agama dan keagamaan yang efektif sesuai dengan Standar
Pendidikan Nasional (SNP) paling lambat pada tahun 2013.
19.
Pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, dengan meningkatkan: (a)
percepatan penyusunan peraturan perundangan untuk mendukung pemantapan
pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (b) penataan pelaksanaan pendidikan yang
diselenggarakan oleh berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah secara
menyeluruh sesuai dengan peraturan perundangan; dan (c) pengembangan
kurikulum baik nasional maupun lokal yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni serta perkembangan global, regional,
nasional, dan lokal termasuk pendidikan agama, pengembangan kinestetika dan
integrasi pendidikan kecakapan hidup untuk meningkatkan etos kerja dan
kemampuan kewirausahaan peserta didik dalam rangka mendukung pendidikan
berwawasan pembangunan berkelanjutan.
RKP 2012
II.2-33
20.
Peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan melalui: (a)
pemantapan pelaksanaan desentralisasi pendidikan; (b) pengelolaan pendanaan di
tingkat pusat dan daerah yang transparan, efektif dan akuntabel serta didukung
sistem pendanaan yang andal; (c) peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, antara lain, dalam bentuk komite
sekolah; (d) peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat
pelaksanaan desentralisasi pendidikan termasuk di antaranya dalam bentuk dewan
pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (e) peningkatan kapasitas satuan pendidikan
untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi pendidikan, termasuk manajemen
berbasis sekolah (MBS); dan (f) konsolidasi sistem informasi dan hasil penelitian dan
pengembangan pendidikan untuk dimanfaatkan dalam proses pengambilan
keputusan, memperkuat monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan
program-program pembangunan pendidikan.
21.
Penguatan tata kelola pendidikan melalui: (a) penguatan sistem evaluasi, akreditasi
dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan dalam rangka
penilaian kualitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional; (b) penyusunan peraturan
perundang-undangan yang menjamin tercapainya pendidikan dasar sembilan tahun
yang bermutu dan terjangkau; (c) peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan
prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, dan didukung oleh
ketersediaan buku-buku mata pelajaran yang berkualitas dan murah, untuk
memenuhi standar pelayanan minimal termasuk di daerah pemekaran baru; (d)
peningkatan penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di
bidang pendidikan termasuk penyediaan internet ber-content pendidikan mulai
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
22.
Peningkatan pendidikan karakter melalui: (a) sosialisasi, edukasi dan internalisasi
pentingnya bangsa yang berkepribadian unggul dan berkarakter; (b) internalisasi
nilai-nilai budaya ke dalam proses pembelajaran pada pendidikan formal, nonformal,
informal dalam keluarga dan di tempat bekerja; (c) intervensi regulasi, pelatihan dan
pemberdayaan, serta pembiasaan (habituasi) bagi semua kepentingan; (d)
pembudayaan berperilaku dan berkarakter yang dikuatkan dengan penanaman nilainilai kehidupan agar menjadi budaya; (e) membangun kerja sama yang sinergis
antarpemangku kepentingan; dan (f) peningkatan mutu bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta bahasa perhubungan luas
antarbangsa.
23.
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan tersebut juga ditujukan untuk
mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, gender, dan antartingkat
sosial ekonomi dengan meningkatkan: (a) pemihakan pada siswa dan mahasiswa
yang berasal dari keluarga miskin melalui pemberian bantuan beasiswa bagi siswa
dan mahasiswa miskin; (b) pemihakan kebijakan bagi daerah dan satuan pendidikan
yang tertinggal (underserved); (c) pengalokasian sumberdaya yang lebih memihak
kepada daerah dan satuan pendidikan yang tertinggal; (d) pemihakan kebijakan
pendidikan yang responsif gender di seluruh jenjang pendidikan; (e) pengembangan
instrumen untuk memonitor kesenjangan antarwilayah, gender, dan antartingkat
sosial ekonomi; dan (f) peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah dan
satuan pendidikan yang tertinggal.
II.2-34
RKP 2012
24.
Peningkatan budaya gemar membaca dan layanan perpustakaan, melalui: (a)
penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran
sepanjang hayat bagi masyarakat; (b) revitalisasi perpustakaan; (c) peningkatan
ketersediaan layanan perpustakaan secara merata; (d) peningkatan kualitas dan
keberagaman koleksi perpustakaan; (e) peningkatan promosi gemar membaca dan
pemanfaatan perpustakaan; dan (f) pengembangan kompetensi dan profesionalitas
tenaga perpustakaan.
25.
Peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang
pembangunan, dilakukan antara lain melalui: (a) peningkatan character building,
konsolidasi dan revitalisasi gerakan kepemudaan dan kepramukaan; (b) peningkatan
koordinasi dan kemitraan kepemudaan, (c) penyadaran, pemberdayaan, dan
pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan/kreativitas
pemuda; (d) pengembangan prasarana dan sarana kepemudaan, serta pemberdayaan
organisasi kepemudaan; dan (e) pengembangan penghargaan kepemudaan.
26.
Peningkatan budaya dan prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional
dilakukan melalui: (a) penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan
olahraga prestasi; (b) penyelenggaraan kejuaraan keolahragaan; (c) peningkatan
kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana olahraga; (d) pengembangan iptek
keolahragaan; (e) peningkatan peran serta masyarakat; (f) pengembangan standar
nasional keolahragaan, termasuk akreditasi dan sertifikasi keolahragaan; dan (g)
pemberian penghargaan keolahragaan.
27.
Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan agama melalui: (a) peningkatan
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ajaran
agama; (b) peningkatan wawasan keagamaan masyarakat untuk mengurangi
berbagai aliran sektarian dan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama; (c)
peningkatan ketahanan umat beragama terhadap ekses negatif ideologi-ideologi yang
tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa; (d) peningkatan upaya mewujudkan
kesalehan sosial sejalan dengan kesalehan ritual; (e) pengembangan pusat kajian
keagamaaan dan sumber belajar masyarakat; (f) peningkatan pemanfaatan sumbersumber informasi keagamaan dan perpustakaan rumah ibadah; dan (g) penguatan
peran media massa dan teknologi informasi sebagai wahana internalisasi nilai-nilai
agama.
28.
Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama, melalui: (a) pembentukan dan
peningkatan efektivitas forum kerukunan umat beragama; (b) pengembangan sikap
dan perilaku keberagamaan yang inklusif dan toleran; (c) penguatan kapasitas
masyarakat dalam menyampaikan dan mengartikulasikan aspirasi-aspirasi
keagamaan melalui cara-cara damai; (d) peningkatan dialog dan kerja sama intern
dan antarumat beragama, dan pemerintah dalam pembinaan kerukunan umat
beragama; (e) peningkatan koordinasi antarinstansi/lembaga pemerintah dalam
upaya penanganan konflik terkait isu-isu keagamaan; (f) pengembangan wawasan
multikultur bagi guru-guru agama, penyuluh agama, siswa, mahasiswa dan para
pemuda calon pemimpin agama; (g) peningkatan peran Indonesia dalam dialog lintas
agama di dunia internasional; dan (h) penguatan peraturan perundang-undangan
terkait kehidupan keagamaan, seperti perlunya penyusunan undang-undang tentang
perlindungan dan kebebasan beragama.
RKP 2012
II.2-35
29.
Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, melalui: (a) peningkatan
pengelolaan dan fungsi rumah ibadat; (b) peningkatan mutu pelayanan dan
pengelolaan dana sosial keagamaan (zakat, wakaf, infak, sedekah, dana persembahan
kasih/dana kolekte, dana punia, dan dana paramita serta dana ibadah sosial lainnya);
(c) peningkatan kapasitas lembaga-lembaga sosial keagamaan; (d) peningkatan
jaringan dan sistem informasi lembaga sosial keagamaan; (e) pengembangan
berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang secara jelas
menjabarkan kewenangan dan kewajiban pemerintah dalam memberikan
perlindungan atas hak beragama masyarakat; (f) penerapan sistem pemantauan dan
evaluasi pembangunan bidang agama yang berkelanjutan dan efektif; (g) reformasi
birokrasi; (h) penyiapan laporan keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian;
dan (i) penguatan struktur organisasi instansi pusat dan instansi vertikal yang sesuai
dengan tuntutan perkembangan.
30.
Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar, melalui: (a) peningkatan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji sesuai standar pelayanan minimal; (b) pemantapan
penerapan dan pemanfaatan sistem informasi haji terpadu (Siskohat); (c) penyediaan
jaringan Siskohat di seluruh kabupaten/kota; (d) peningkatan efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji; (e) pemantapan landasan peraturan
perundang-undangan tentang profesionalisme penyelenggaraan ibadah haji; dan (f)
penyiapan draf undang-undang tentang pengelolaan dana haji.
31.
Peningkatan pembangunan bidang agama melalui: (a) peningkatan kualitas
manajemen dan tata kelola pembangunan bidang agama; (b) peningkatan sistem
informasi dan pelayanan publik; (c) peningkatan penelitian dan pengembangan
pembangunan bidang agama; (d) peningkatan pendidikan dan pelatihan; dan (e)
peningkatan koordinasi dan kerja sama lintas bidang, lintas sektor, lintas program,
lintas pelaku, dan lintas kementerian/lembaga (K/L).
32.
Peningkatan kesadaran akan identitas budaya dan karakter bangsa, melalui: (a)
pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan
lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (c)
pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka
memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan
masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman
misi kesenian, pameran, dan pertukaran budaya.
33.
Peningkatan apresiasi terhadap keragaman seni dan budaya, melalui: (a)
peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni
budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi
terhadap kemajemukan budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi
pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota
kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012; (c) pengembangan kesenian seperti
seni rupa, seni pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis
budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan
kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukungan dan penghargaan; dan
(e) pengembangan perfilman nasional yang adaptif dan interaktif terhadap nilai-nilai
baru yang positif.
II.2-36
RKP 2012
34.
Pengembangan dan pelindungan warisan budaya, melalui: (a) pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk peninggalan
bawah air; (b) pengembangan permuseuman nasional sebagai sarana edukasi,
rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan kebudayaan; dan (d) penelitian dan
pengembangan arkeologi nasional.
35.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia kebudayaan, penelitian, dan
pengelolaan data dan informasi, melalui: (a) pengembangan kapasitas nasional untuk
pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi yang memudahkan akses dan
penggunaan oleh masyarakat luas di bidang kebudayaan (b) peningkatan jumlah,
pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM kebudayaan; (c)
peningkatan pendukungan sarana dan prasarana untuk pengembangan seni dan
budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan; (e)
peningkatan kualitas informasi dan basisdata kebudayaan; dan (f) pengembangan
kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan
swasta.
36.
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial melalui: (a)
peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH); (b) peningkatan pelayanan dan
rehabilitasi sosial untuk anak telantar, lanjut usia telantar dan penyandang cacat
telantar dan/atau berat; (c) peningkatan bantuan sosial bagi korban bencana alam
dan bencana sosial; dan (d) peningkatan pemberdayaan sosial bagi fakir miskin dan
Komunitas Adat Terpencil (KAT). Arah kebijakan yang akan dilakukan melalui: (a)
penyempurnaan kriteria, proses penargetan, serta proses seleksi penerima bantuan
sosial; dan (b) pengembangan sistem informasi manajemen yang berkualitas.
37.
Peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan melalui
penerapan strategi PUG, termasuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam
siklus perencanaan dan penganggaran di seluruh kementerian dan lembaga,
peningkatan koordinasi dan kerjasama lintasbidang, lintassektor, lintasprogram,
lintaspelaku, dan lintaskementerian/lembaga (K/L), serta sistem manajemen data
dan informasi gender, dalam rangka mendukung peningkatan kualitas hidup dan
peran perempuan dalam pembangunan; serta peningkatan perlindungan perempuan
terhadap berbagai tindak kekerasan. Dalam rangka percepatan penerapan
pengarusutamaan gender, perencanaan dan penganggaran yang responsif gender
(PPRG) pada tahun 2012 akan diujicobakan pada beberapa provinsi pilot.
38.
Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, melalui: (1) peningkatan
sinergi perundang-undangan dan kebijakan terkait perlindungan anak; (2)
peningkatan ketersediaan dan kualitas data/informasi perlindungan anak; (3)
peningkatan koordinasi antar kementerian/lembaga dan antar pusat-daerah dalam
perlindungan anak; (4) peningkatan upaya advokasi dan sosialisasi tetang hak anak
dan pengasuhan anak; dan (5) peningkatan efektivitas pengawasan pelaksanaan
perlindungan anak.
RKP 2012
II.2-37
Download