BAB 1 MENGENAL PRILAKU KONSUMEN Pada Bab I ini menjelaskan mengenai Prilaku konsumen serta beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memahaminya. Sebagaimana halnya sebuah objek yang hendak dipelajari, secara filosofi seseorang harus tahu terlebih dahulu objek tersebut, sehingga akan memudahkan orang itu mempelajari objek tersebut. Bab I ini memberikan gambaran mengenai Prilaku Konsumen, Segmentasi, dan beberapa karakteristinya. Beberapa hal yang hendak dibahas dan diharapkan difahami oleh Siswa setelah membaca Bab I ini adalah: Sejarah Kemunculan Prilaku Konsumen Karakteristik Yang Dapat Mempengaruhi Prilaku Konsumen Mengklasifikasikan Segmentasi 1. SEJARAH PRILAKU KONSUMEN Sebelum membahas lebih jauh mengenai Prilaku konsumen, pendekatan sejarah dirasa sangatlah penting untuk memahami konteks terhadap topik yang dibicarakan. Sebab apa yang terjadi saat ini merupakan perkembangan yang berkelanjutan terhadap masa lalu. Prilaku konsumen merupakan studi untuk mengetahui bagaimana individu, kelompok, atau organisasi melakukan suatu tindakan pembelian dan penggunaan terhadap barang atau jasa. Secara histori, kemunculan prilaku konsumen sangatlah erat dengan sejarah pemikiran pemasaran. Menurut Sheth (1985) prilaku konsumen ini muncul pada tahun 1940an sampai 1950an yang merupakan ilmu sosial yang memadukan unsur-unsur dari psikologi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi. Prilaku konsumen juga dijelaskan sebagai suatu studi untuk memahami bagaimana emosional, sikap, dan kepribadian mempengaruhi prilaku pembelian (Tybout dan Artz, 1994). Karakter konsumen dalam hal ini tidaklah sama, terdapat beberapa faktor yang membedakan, yaitu demografi dan gaya hidup. Studi mengenai prilaku konsumen juga mengkaji pengaruh terhadap konsumen meliputi keluarga, teman, dan lingkungan pada umumnya. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa secara histori prilaku konsumen sangatlah erat kaitannya dengan bidang pemasaran. Sheth (1985) menyebutkan bahwa 1 kemunculan prilaku konsumen sebagai konsekuensi dalam pemikiran pemasaran. Hal ini dikarenakan bahwa pemasaran memiliki ketergantungan pada disiplin ilmu lain seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi. Tidak hanya itu pemasaran juga mengadopsi ilmu prilaku sehingga menghasilkan suatu kajian yang disebut prilaku pemasaran (Tadajewski, 2009). Namun seiring dengan berkembangnya pengetahuan, prilaku pemasaranpun beradaptasi memusatkan perhatiannya terhadap konsumen sehingga bidang kajiannyapun memunculkan suatu studi untuk memahami konsumen. Ketika bidang pemasaran bergeser dari pasar ke pelanggan, ilmu prilaku pun memberikan banyak kontribusi untuk memahami individu dari pada ilmu social. Hal inipun mengakibatkan disiplin ilmu prilaku lebih relevan dan bermanfaat sehingga menjadi bidang yang popular dalam pemasaran untuk menegaskan bahwa konsumen tidak hanya secara logis dalam melakukan pembelian tetapi didorong juga oleh faktor psikologis. Kardes dan Cronley ( 2011) menyatakan bahwa keberhasilan suatu bisnis sangatlah tergantung pada pemahaman dan meyakinkan konsumen untuk menggunakan produk dan layanan yang ditawarkan. Prilaku konsumen ini adalah kontribusi unik dari bidang pemasaran yang membedakan dari fungsi bisnis lainnya (keuangan, produksi, sdm, dan operasional). Oleh karena itu pemahaman mengenai prilaku konsumen sangatlah diperlukan dalam mengembangkan suatu produk atau layanan dan untuk mencapai keunggulan yang kompetitif. Adopsi dalam konsep inilah yang menjadi cikal bakal dalam perkembangan prilaku konsumen. Hal ini dikarenakan, bahwa untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen maka perusahaan harus melakukan riset yang mendalam mengenai apa dan bagaimana konsumen bertindak. Dalam melakukan riset ini, hal utama yang harus dilakukan adalah memahami definisi dan pendekatan apa saja dalam memahami prilaku konsumen, sebab konsumen merupakan individu yang sangatlah kompleks dan tunduk terhadap berbagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan untuk memenuhi keberlangsungan hidup. Dengan demikian, pengetahuan terhadap konsumen bagaimana ia mengkonsumsi terhadap produk atau jasa menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam konsep pemasaran dan strategi pemasaran. 1.1. 2 Prilaku Konsumen dan Marketing Aplikasi perilaku konsumen yang dijelaskan di atas akan mengarah pada pengembangan dalam strategi pemasaran. Agar perusahaan dapat bertahan dalam lingkungan yang kompetitif, perusahaan harus memberikan nilai lebih kepada pelanggan disbanding pesaingnya. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah manfaat yang diperoleh dari total produk dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat (Kotller, 2017). Misalnya, seseorang yang membeli mobil atau motor, ia dapat menerima sejumlah manfaat dari kendaraan tersebut. Namun, untuk mendapatkan manfaat ini, kita harus membayar tidak hanya untuk mobil dan motor saja tetapi juga untuk bensin, pemeliharaan, biaya parkir, serta risiko terhadap kecelakaan. Perbedaan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan merupakan nilai terhadap pelanggan. Pemahaman perilaku konsumen merupakan salah satu dasar untuk perumusan strategi pemasaran. Reaksi konsumen terhadap penentuan suatu produk atau jasa, merupakan hasil dari suatu pemahaman yang dipelajari oleh perusahaan. Example 1 Saat ini, kebutuhan terhadap kamer menjadi begitu tingi. Banyak dari kalangan remaja yang ingin mengekspose setiap kegiatan yang dilakukannya (olah raga, rekreasi, serta kegiatankegiatan lainnya). Mengingat hal ini, kamera GoPro kecilpu muncul dipasaran yang didesain dengan ukuran kecil dan fleksibel sehingga mudah untuk dibawa dan dapat dipasang pada apa pun mulai dari bumper depan mobil, kaca helm, hingga pada tas yang dibawa untuk dapat menangkap moment-moment yang diinginkan. Ketika moment itu ia dapatkan kemudian ia membagikannya pada media sosial agar mendapatkan respon dari teman-temannya. Bahkan, melalui kegiatan inipun seseorang dapat menghasilkan begitu banyak uang melalui unggahan yang ia unggah melalui sebanyak video yang dibuat GoPro di YouTube atau Facebook, atau bahkan di TV. Saat ini rata-rata pengguna GoPro telah mengunggah video-videonya ke YouTube setiap menit. Video-video tersebut pada gilirannya menginspirasi pelanggan GoPro baru, dan bahkan lebih banyak lagi berbagi video. Akibatnya, pengguna GoPropun tumbuh eksplosif. Pada tahun 2019 sampai tahun berikutnya diperkirakan pemakaian kamera akan terus berkembang sehigga banyak perusahaan yang meluncurkan berbagai macam kamera dengan kualita tinggi, hal ini diperkirakan akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. GoPro adalah kamera yang memiliki kualitas HD dengan ukuran kecil yang dapat dipasangkan diberbagai tempat. Tidak hanya itu, GoPropun didesain anti air hingga kedalaman 55 meter serta diklaim tahan jatuh dari ketinggian 500 meter. GoPro memahami bahwa perilaku konsumen didorong oleh lebih dari sekadar produk berkualitas tinggi dengan fitur inovatif. Mereknya adalah semua tentang apa yang kameranya membiarkan pelanggan lakukan. 3 Pendiri GoPro, Nick Woodman olahragawan ekstrem, mengatakan bahwa GoPro dapat membantu pelanggan melalui empat langkah penting dalam perjalanan mendongeng dan berbagi emosi mereka: menangkap, dan menciptakan moment. Penciptaan adalah proses pengeditan dan produksi yang mengubah rekaman mentah menjadi video yang menarik. Siaran melibatkan distribusi konten video ke audiens. Pengakuan adalah imbalan bagi pembuat konten. Pengakuan mungkin datang dalam bentuk tampilan YouTube atau Suka dan Bagikan di Facebook. GoPro menyebut dirinya sebagai “Kamera Paling Serbaguna di Dunia yang dapat dipakai atau dipasang di mana saja”. Pengguna dapat mengikat kamera kecil ke pergelangan tangan mereka atau memasangnya di helm, sehingga memungkinkan dapat membuat video yang fleksibel. GoPro menunjukkan bahwa faktor-faktor di banyak tingkatan memengaruhi perilaku pembelian konsumen. Namun untuk memahaminya adalah tugas penting dari manajemen pemasaran. Yaitu dengan menjelajahi dan memahami dinamika pasar konsumen serta perilaku pembeli konsumen. Perilaku konsumen mengacu pada perilaku pembelian individu dan rumah tangga konsumen akhir yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi atau untuk diperjual belikan kembali. 1.2. Pengertian Prilaku Konsumen Keputusan konsum dalam melakukan pembelian sangatlah kompleks. Sebagai contoh, seorang konsumen yang membeli secangkir kopi akan melalui proses pengambilan keputusan yang sangat berbeda dari seseorang yang membeli kendaraan. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan pembelian konsumen dengan sangat terperinci untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang konsumen beli, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak yang mereka beli, kapan mereka beli, dan menggunakan cara apa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari pembelian konsumen aktual untuk mengetahui apa yang mereka beli, di mana, dan berapa banyak. Tetapi memahami mengenai perilaku konsumen tidaklah mudah. Schiffman dan Wisenblit (2015) memberikan panduan bagi pemasar mengenai pertanyaan utama yaitu dengan memahami karakteristik (budaya, sosial, dan psikologis) yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, serta merancang upaya pemasaran untuk menjangkau konsumen. 4 Studi mengenai perilaku konsumen dimulai dan diakhiri dengan individu. Menurut Foxall (2016) bidang ini sering disebut sebagai perilaku pembeli dimana hal ini mencerminkan penekanan pada pertukaran barang dengan uang. Pemasar saat ini mengakui bahwa studi tentang perilaku konsumen adalah proses yang berkelanjutan yang dimulai jauh sebelum konsumen membeli suatu produk atau layanan. Prilaku konsumen adalah studi untuk memahami bagaimana dan mengapa orang mengkonsumsi produk dan layanan. Semua prilaku secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor sebagaimana yang disebutkan oleh Chaudhuri (2006:6) ketiga faktor ini adalah karakter individu, lingkungan yang mengelilingi, dan gen yang diwariskan. Definisi perilaku konsumen yang diperluas ini menunjukkan untuk membangun loyalitas dan hubungan antara konsumen dan produsen. Karakter individu ini terdiri dari sikap, kepribadian, kebutuhan dan motivasi. Lingkungan terdiri dari budaya, keluarga, teman dan institusi dimana ia bekerja. Sedangkan gen merupakan warisan biologis yang diwariskan pada setiap individu. Menurut Kardes dkk (2011) prilaku konsumen disebut juga sebagai prilaku pembeli, karena hal ini mencakuk semua aktivitas konsumen ketika memilih suatu produk atau jasa yang bernilai untuk dibeli dan digunakan dan respon emosional ketika menentukan pembelian. Akan tetapi, hendaknya prilaku konsumen janganlah diartikan secara sempit, namun diartikan secara luas. Pada dasarnya orang memiliki keinginan untuk membeli sesuatu guna memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan ini tidaklah muncul begitu saja, akan tetapi hal itu muncul dari kondisi dorongan yang ada pada dalam diri orang itu sendiri ataupun dorongan yang berasal dari lingkungan. Pandangan yang luas inilah yang menuntut kepada kita untuk mempelajari hal-hal apakah yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung konsumen dalam melakukan pembelian. Schiffman dan Wisenblit (2015:30) mendefinisikan bahwa prilaku konsumen adalah studi untuk memahami tindakan konsumen ketika mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi produk dan layanan yang dapat memuaskan kebutuhannya. Hal ini juga menjelaskan bagaimana individu dalam membuat keputusan pembelian dengan menggunakan sumber daya yang ada (uang, waktu, dan tenaga). Sedangkan konsumen merupakan individu yang sangat kompleks dan ia akan tunduk terhadap kebutuhan psikologis dan sosialnya. Kimmel (2015) memberikan penjelasan bahwa konsumen merupakan setiap orang pemakai produk atau jasa baik bagi 5 kepentingan sendiri, keluarga, atau untuk diperdagangkan kembali. Melihat pada definisi Kimmel, maka konsumen dibedakan menjadi dua, yaitu konsumen yang secara individu mengkonsumsi barang atau jasa untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhannya sendiri, dan konsumen yang membeli produk atau jasa untuk diperjual belikan kembali. Kardes dkk (2011) menyebut tipe konsumen yang kedua ini sebagai konsumen organisasi. Konsumen organisasi adalah: 1) Konsumen yang membeli produk atau jasa untuk menghasilkan produk atau jasa yang lain. 2) Menjualnya kembali kepada organisasi atau kepada perorangan. 3) Membelinya untuk mengoperasikan bisnis agar berjalan (seperti perusahaan kopi yang membeli kopi untuk menjalankan bisnisnya). Contoh lain dari konsumen organisasi adalah (perusahaan nirlaba, petani, lembaga keuangan, grosir, universitas, dan rumah sakit). Dalam hal ini, organisasi berbagai produk dan layanan dibeli dengan tujuan pemakaian akhir konsumen akhir. Meskipun kedua istilah konsumen ini penting (individu dan organisasi), namun buku ini memfokuskan hanya pada prilaku konsumen secara individu dengan mengadopsi pendekatan-pendekatan seperti (psikologi, antropologi,sosiologi, dan ekonomi). 1.3. Aktivitas konsumen Blackwell dan Miniard (2003) menyatakan bahwa konsumen secara aktivitasnya terbagi menjadi tiga aktivitas; (pembelian ,penggunaan, dan pengeluaran). Mengkategorikan ketiga jenis aktivitas ini sangatlah penting untuk membantu pemahaman terhadap konsumen. Kegeiatan pembelian mencakup segala sesuatu yang dilakukan sebelum pembelian, seperti mengumpulkan informasi, mengevaluasi, dan memilih tempat ataupun metode untuk melakukan pembelian. Demikian juga faktor situasi seperti suasana tempat pembelian, situs web, dan waktu yang digunakan untuk pembelian. Aktivitas penggunaan mencakup dimana, kapan, dan bagaimana konsumen mengkonsumsi. Misalnya, apakah konsumen akan langsung mengkonsumsi produk setelah melakukan pembelian? Atau apakah ia menunda setelah melakukan pembelian? Seperti seseorang yang membeli tiket pesawat atau kereta api. Mereka membeli tiket untuk keperluan suatu perjalanan. Dan aktivitas pengeluaran merupakan pembelian terhadap suatu produk sebelum dibuang, seperti pembelian terhadap baterai atau tiket 6 pertunjukan. Brian (2018) aktivitas pengeluaran ini dapat diartikan sebagai cara setelah konsumen mengkonsumsi barang atau jasa (misal daur ulang, menggunakan kembali atau menjualnya). Dengan melihat penjelasan ini, kita mengetahui bahwa tidak semua barang atau jasa dapat dikonsumsi secara langsung. Ketika hendak melakukan pembelian, konsumen didorong oleh respons emosional, mental, dan prilaku terhadap apa yang ia beli. Respon emosional ini juga disebut sebagai respon afektif dimana hal ini mencerminkan perasaan, emosi, dan suasana hati konsumen (Mothersbaugh dan Hawkins, 2016). Misalkan ketika seseorang membeli motor pertama kalinya, maka akan ada rasa kegembiraan ketimbang orang yang sudah mempunyai motor kemudian membeli untuk kedua kalinya. Adapun ketika seseorang membayangkan dirinya mengendarai mobil dengan warna yang diinginkan sehingga akhirnya melakukan tindakan pembelian, maka hal ini disebut sebagai respons mental atau respons kognitif. Respons mental ini merupakan respons yang merujuk pada satu merek tertentu atau atribut merek tertentu. Hingga pada akhirnya prilakupun mengarah kepada tindakan pembelian, dan setiap tindakan seperti ini mengarah kepada suatu prilaku. 2. KARAKTERISTIK YANG DAPAT MEMPENGARUHI KONSUMEN Konsumen adalah makhluk sosial yang hidup bersama orang lain dan tidak bisa hidup sendiri. Ia akan dikelilingi oleh satu dengan yang lainnya sehinga saling mempengaruhi sehingga membentuk suatu prilaku, sikap, kepercyaan, dan kebiasaan. Angela (2013) menyatakan bahwa pola prilaku konsumen tidaklah sama, hal ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Barak dkk (2003) menyatakan bahwa karakteristik psikologi mengacu kepada perasaan dan intrinsik dari konsumen. Konsep pemasaran memberikan dorongan dalam mempelajari prilaku konsumen dengan mengidentifikasi kebutuhan. Dalam melakukan hal ini, pemasaran menemukan bahwa konsumen adalah individu yang sangat kompleks, dan tunduk pada segala kebutuhan psikologi dan sosial. Dalam merancang suatu produk dan strategi pemasaran, pemasar mereka harus mempelajari konsumen dan perilaku konsumsi mereka secara mendalam. Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. 7 2.1. Budaya Dalam pandangan antropologi dikatakan bahawa setiap budaya memiliki pengaruh terhadap pola konsumen. Pendekatan antropologi merupakan pendekatan dimana nilainilai, kepercayaan, dan kebiasaan dapat mengarahkan seseorang pada penggunaan suatu barang dan jasa. Variabel kelompok dan budaya ini, memberikan basis lebih lanjut untuk segmentasi pasar. Sebagai contoh, pasar yang dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan tahap dalam siklus hidup keluarga, kelas sosial, nilai-nilai budaya inti, keanggotaan subkultur dan afiliasi lintas budaya. Faktor budaya memberikan pengaruh yang mendalam pada perilaku konsumen. Pemasar perlu memahami peran yang dimainkan oleh budaya, subkultur, dan kelas sosial. Bagi sebagian pemasar, budaya sangatlah berguna untuk membagi suatu pasar berdasarkan nilai, kepercayaan, dan adat istiadat. Budaya juga dapat menjadi penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang anak misalnya yang tumbuh dalam masyarakat, ia akan belajar mengenai nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dari keluarganya. Seorang anak di Indonesia belajar atau terpapar pada nilai-nilai seperti sopan santun, jujur, religius, disiplin, kerja keras dan kreatif. Sebaliknya, orang-orang diluar Indonesiapun memiliki nilai-nilai yang berbeda meskipun ada beberapa yang memiliki kesamaan. Terlepas dari perbedaan ini praktik pemasaran menegaskan hal ini sebagai jalan hidup. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian yang bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Pemasar selalu berusaha melihat perubahan budaya untuk menemukan produk baru . Segmentasi budaya sangat berhasil terutama dalam pemasaran internasional dengan cara memahami sepenuhnya keyakinan, nilai-nilai dan kebiasaan negara yang menjadi target (konteks lintas-budaya). Pengelompokan ini didasarkan pada karakteristik demografis tertentu (seperti ras, agama, etnis atau usia) atau karakteristik gaya hidup. Pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan karakteristik tertentu. Misalkan, bagi umat muslim ketika datang bulan Ramadhan, banyak sekali produk yang bermunculan yang menyesuaikan dengan moment tertentu. Begitu juga dengan Etnis, penelitian tentang perbedaan budaya yang dilakukan oleh Kumar dan Anish (2001), mengungkapkan bahwa konsumen lebih 8 responsif terhadap pesan promosi yang mereka anggap berhubungan dengan etnis mereka sendiri. Pada umumnya, sebelum konsumen melakukan tindakan pembelian biasanya ia mengalami perasaan yang mungkin tidak terkait dengan produk atau penyedia layanan, seperti misalnya ketika ia melihat iklan pada berbagai media. Namun tingkat konsumsi terhadap media dapat dikategorikan pada tingkatan rendah, sedang, dan tinggi. Penelitian Sandra (2001) menunjukkan bahwa remaja lebih sering mengakses media sosial dibandingkan dengan orang tua, akhirnya pemasaran melalui media sosialpun berkembang, dimana hal ini bertujuan untuk mempengaruhi remaja melalui iklan yang muncul pada platform. Maka Untuk alasan inilah, sebagian besar pemasar lebih suka menargetkan kampanye iklan mereka melalui media sosial, yang mana hal ini ditargetkan pada remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu ketika menggunakan media sosial sebagai sarana dalam pencarian informasi guna untuk memenuhi kebutuhannya melalui smartphone. 2.2. Kelas sosial dan jenis kelamin Hampir setiap masyarakat memiliki beberapa bentuk struktur kelas sosial yang berbeda. Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal, seperti pendapatan, melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kekayaan. Menurut Martin dan Morich (2011) Kelas sosial biasanya diidentikkan dengan status di masyarakat sehingga dapat digunakan sebagai basis untuk segmentasi pasar serta biasanya diukur dengan indeks variabel demografis, seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Konsep kelas sosial menyiratkan hierarki di mana individu memiliki tingkat status yang berbeda (lebih tinggi atau lebih rendah). Brian M. Young (2018) menyatakan bahwa konsumen di kelas sosial yang berbeda bervariasi dalam hal nilai, preferensi produk, dan kebiasaan membeli. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan menawarkan berbagai tingkat layanan yang berbeda kepada orang-orang dari kelas sosial yang berbeda (mis. Layanan keuangan). Beberapa perusahaan investasi menarik bagi pelanggan kelas atas dengan menawarkan opsi yang sesuai dengan status keuangan mereka. Dari segi produk misalnya (pakaian dan mobil) konsumen yang berkelas cenderung lebih meperhatikan terhadap merek merek yang memiliki reputasi tinggi. Perilaku konsumen juga 9 dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok konsumen, jaringan sosial, keluarga, dan peran sosial. Maka dari itu, pemasar mencoba mengidentifikasi kelompok ini untuk dapat menyesuaikan produk sesuai dengan kebutuhannya. Gender seringkali merupakan variabel segmentasi yang dapat membedakan. Misalnya wanita secara tradisional telah menjadi pengguna terhadap produk seperti pewarnaan rambut dan kosmetik, sedangkan pria misalkan identik terhadap alat pencukuran. Namun saat ini, peran jenis kelamin sangatlah sulit untuk dibedakan, hal ini mungkin terlihat oleh kita, dimana banyak ditemukan para pria yang lebih menyukai perawatan kulit dan rambut dibandingan dengan wanita. 2.3. Status, keluarga, dan usia Terlepas dari budaya dan kelas sosial, peran statuspun memberikan pengaruh terhadap pada suatu keputusan pembelian. Sebab setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Orang biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan status mereka sendiri. Seorang ibu dan istri dalam keluarganya, dia memainkan peran sebagai istri dan ibu ketika melakukan pembelian. Begitu juga seorang suporter pendukung sepak bola, ia mengenakan pakaian yang mendukung tim favoritnya. Begitupun status dalam keluarga, Secara tradisional, keluarga telah menjadi fokus dari sebagian besar upaya pemasaran, dan untuk banyak produk dan layanan rumah tangga terus menjadi unit konsumen yang relevan. Untuk mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, pemasar telah menemukan manfaat dari menargetkan pengelompokan status tertentu dalam suatu keluarga. Wawasan seperti inilah yang dapat sangat berguna terutama bagi manajer supermarket yang beroperasi di lingkungan rumah tangga ketika memutuskan campuran barang dagangan untuk toko. Pada siklus ini, keluarga didasarkan pada premis bahwa segmen ini membutuhkan produk dan layanan yang berbeda. Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku dalam pembelian. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, banyak diantara perusahaan bisnis yang tertarik pada peran dan pengaruh suami, istri, dan anak-anak pada pembelian berbagai produk dan layanan. Keterlibatan keluarga sangatlah bervariasi berdasarkan kategori produk dan tahap dalam proses pembelian. Siklus hidup keluarga merupakan 10 variabel komposit yang didasarkan secara eksplisit pada rumah tangga tetapi secara implisit mencerminkan usia, pendapatan, dan status pekerjaan. Masing-masing tahap dalam siklus hidup keluarga mewakili segmen target penting bagi berbagai pemasar. Hoyer, McInnis dan Pieters (2013) menyebutkan bahwa anak-anak memiliki peran yang berpengaruh terhadap pada keputusan keluarga baik itu meliputi pakaian, makanan, hiburan, dan mobil. Pemasar sering mendefinisikan target pasar mereka dalam hal tahap siklus hidup serta mengembangkan produk yang sesuai dengan rencana pemasarannya. Konsumen mengalami banyak perubahan tahap kehidupan selama masa hidup mereka. Ketika tahap kehidupan berubah (anak, remaja, pernikahan, serta orang tua) maka perilaku pembelianpun ikut untuk berubah. Begitupun dengan faktor usia, kebutuhan dan minat produk seringkali bervariasi sesuai dengan usia konsumen. Misalnya, shampoo bayi dan shampoo anak usia 10 tahun sangatlah berbeda. Perbedaan yang dimotivasi oleh usia seperti itu menuntut pemasar menemukan usia sebagai variabel demografis yang sangat berguna untuk segmentasi pasar. Banyak pemasar yang telah memusatkan perhatian pada segmen usia tertentu, dan penting bagi pemasar untuk menyadari perbedaan antara efek usia dan efek kelompok. 2.4. Pendekatan Psikologi Faktor psikologi merupakan bagian integral untuk memahami bagaimana konsumen berprilaku dalam pembelian. Faktor psikologi adalah faktor yang melekat pada setiap individu yang meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap (Schiffman, Kanuk dan Hansen, 2012). Tindakan seseorang dalam melakukan suatu pembelian tentu tidak akan lepas dari dorongan psikis yang terdapat dalam dirinya. Misalnya, seperti tampilan produk yang tertata dalam swalayan, diskon, dan iklan yang secara tidak langsung mempengaruhi pembelian (Atrhur dan Benjamin, 1999). Pendekatan dalam psikologi ini terbagi menjadi dua, yaitu; (1) pendekatan nilai guna utility dan (2) pendekatan nilai guna ordinal. Pendekatan nilai guna utility adalah penggunaan produk berdasarkan manfaat yang diperoleh konsumen yang dinyatakan secara kuantitatif. Pendekatan ini mengandung anggapan bahwa semakin berguna suatu produk maka akan semakin diminati. Pada pendekatan ini, terdapat beberapa faktor 11 yang dapat digunakan untuk memprediksi seorang konsumen dalam menunjukkan tingkat konsumsi, antara lain: 1. Umumnya, konsumen bersifat rasionalitas. 2. Kepuasan konsumen akan dirasakan jika apa yang diinginkan sesuai dengan pesanan. Biasanya hal ini diukur oleh kesesuaian pesanan dan ketepatan waktu pengiriman. 3. Pendapatan konsumen. Faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi konsumen menurut pendekatan nilai guna utiliy adalah memahami pendapatan konsumen. Sedangkan pendekatan nilai guna ordinal adalah kepuasan yang dapat diukur dengan kegunaan barang itu sendiri. Artinya, bahwa teori ini berasumsi consumen akan memaksimalkan kepuasannya jika apa yang ia peroleh memiliki nilai kepuasan. Maka dari itu, pemasar atau marketer harus dapat menghasilkan pruduk atau layanan yang dapat memuaskan konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang akan selalu terlibat dalam kegiatan konsumsi. Dalam pendekatan ini, prilaku konsumen ditekankan pada pengaruh situasional (misal; suasana, harga diskon, dan tempat) yang didasari pada tiga kontingensi pertanyaan; (1) respon apakah yang menentukan pembelian?, (2) apa saja yang dapat memperkuat konsumen untuk melakukan pembelian?, (3) pada situasi bagaimanakah konsumen melakukan pembelian? Ketiga pertanyaan ini menjadi landasan dalam menganalisis untuk dapat memperkaya penyelidikan terhadap prilaku konsumen.Untuk mengintegrasikan prilaku konsumen dengan prinsip psikologi, Gordon Foxall (2011) mengembangkan model yang disebut sebagai Behavioural Perspective Model (BPM) untuk memudahkan dalam memahami situasi dimana prilaku konsumen terjadi dengan memberikan perspektif lingkungan. Gambar 1.1. Behavioral Perspective Model Foxell (2011) Situasi Konsumen Prilaku Situasi Sumber: Foxell (2011) 12 Respon Pada model tersebut, prilaku konsumen akan sangat dipengaruhi oleh situasi yang dapat membangkitkan respons. Situasi yang dimaksud dalam hal ini mengacu kepada: 1. Produk atau jasa (Manfaat, merek, dan kualitas). 2. Kondisi sosial (orang-orang disekitar, status sosial). 3. Harga (diskon, metode pembayaran, serta waktu pembayaran) Branding, kegiatan promosi, pengembangan produk baru, dan pemilihan produk hanyalah beberapa opsi yang terbuka untuk sisi penawaran bagi konsumen. Usahausaha ini mungkin berhasil atau tidak tergantung variabel mana yang lebih kuat dalam mempengaruhi sikap dan emosional konsumen. Menurut perspektif pendekatan ini, salah satu tugas utama dalam pemasaran adalah mengidentifikasi peristiwa yang dapat mempengaruhi rangsangan sikap, emosi, dan prilaku. Foxall (2011) berpendapat bahwa untuk memahami hal ini, pendekatan psikografis akan dapat membantu untuk mengukur kepribadian dan sikap, bentuk riset ini biasanya disebut sebagai analisis gaya hidup. Pendekatan psikografis merupakan gabungan antara psikologi dan geografis yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas, minat, dan sikap konsumen. Dalam implementasinya, psikografis dirancang untuk mengidentifikasi mengenai aspek-aspek yang relevan dari kepribadian konsumen, motif pembelian, minat, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai. Profil psikografis dan demografi adalah pendekatan yang sangat komplementer yang bekerja paling baik bila digunakan bersama. Schiffman dan Wisenblit, (2015) menyatakan bahwa dengan menggabungkan pengetahuan yang diperoleh dari studi demografis dan psikografis, pemasar akan dapat memperoleh informasi yang kuat tentang target pasar mereka. 3. MENGKLASIFIKASIKAN SEGMENTASI Menurut pendekatan epistemologis, sebagian besar dalam proses pembelian produk harus dibedakan menurut pengetahuannya. Secara umum, pendekatanpendekatan dalam memahami prilaku konsumen adalah membagi segmentasi yang telah dijelaskan diatas, Secara sederhana, pembagian segmentasi dapat dilihat pada tabel dibawah, yang telah dirinci oleh Schiffman dan Wisenblit, (2015) 13 Tabel 1.1. Segmentasi dalam Prilaku Konsumen Segmentasi Dasar Variabel Segmentasi Segmen Geografi - Wilayah - Barat, Timur, Selatan, Tengah - Ukuran kota - Wilayah metropolitan utama, kota-kota kecil - Kepadatan Area - Perkotaan, pinggiran kota, exurban, dan pedesaan. - Iklim - Sedang, panas, lembab, hujan Segmen Demografi - Umur - Balita, remaja, orang tua - Sex - Laki-laki dan perempuan - Status pernikahan - Lajang, menikah, cerai, menjanda/menduda - Pendapatan - 1 juta sampai 5 juta - Pendidikan - SD, SMP, SMA, S1, S2, S3 - Pekerjaan - Wiraswasta, swasta, PNS Segmen Psikologi - Kebutuhan dan motivasi - Perlindungan, keamanan, perhatian, pelayanan - Kepribadian - Ekstrovert, pencari kebaruan, agrisivitas, dogmatik - Persepsi - Risiko rendah, risiko sedang, risiko tinggi. - Pembelajaran - Keterlibatan rendah, dan tinggi - Sikap - Sikap positif, sikap negatif - Berpikir ekonomis dan pencari status Segmen Psikografis - Penggabungan antara psikologi dan demografi Segmen sosial - Budaya - Budaya Negara (mis: Indonesia) - Agama - Islam, kristen, hindu, budha dll - Ras/etnis - Suku Negara (mis, Batak, melayu, sunda, jawa,dll) - Kelas sosial - Bawah, tengah, atas - Family life cycle - Orang tua, remaja, dan anak - Pengguna berat, sedang, ringan, atau tidak Segmen terkait penggunaan - Tingkat penggunaan menggunakan - Kesadaran - Kesadaran membeli, ketertarikan, antusias - Loyalitas - Kuat dan tidak kuat Segmentasi berdasarkan situasi 14 - Waktu - Pagi, siang, sore, malam - Tempat - Rumah, luar rumah, kantor, dan toko 3.1. Segmen Geografi Dalam segmentasi geografi, pasar dibagi berdasarkan lokasi. Teori ini berasumsi bahwa orang yang tinggal di daerah yang sama memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama dan bahwa kebutuhan dan keinginan ini berbeda dari orang-orang yang tinggal di daerah lain. Sebagai contoh, di Indonesia produk beras menjadi makanan yang lebih laku dan banyak dibutuhkan disbanding dengan gandum. Contoh lain adalah, misalkan produk mobil dengan setir disisi kanan pada suatu Negara, dan di sisi kiri di Negara lain. Hal ini tentu bukanlah hal yang disengaja, tetapi ini merupakan kesesuaian dengan kebutuhan pengemudi di daerah tertentu. Seorang Pemasar harus mampu untuk memahami pola pembelian konsumen yang berbeda antara daerah perkotaan, pinggiran kota dan pedesaan. Misalnya, orang perkotaan sering mengkonsumsi makanan cepat saji dikarenakan aktivitasnya yang begitu padat disbanding dengan orang pedesaan. Contoh lain yang mungkin dapat kita temukan adalah penggunaan jasa weding organizer, biasanya orang perkotaan menggunakan jasa WO dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini dikarenakan gaya hidup perkotaan sangatlah berbeda dengan banyak daerah pedesaan. 3.2. Segmen Demografi Karakteristik demografis, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendapatan, pekerjaan dan pendidikan, paling sering digunakan sebagai dasar untuk segmentasi pasar. Demografi mengacu pada statistik penting dan terukur dari suatu populasi. Segmen demografi juga membantu menemukan target. Informasi grafis seringkali merupakan cara yang paling mudah diakses dan hemat biaya untuk mengidentifikasi target pasar. 3.3. Penghasilan, Pendidikan, dan Pekerjaan Disampin variabel-variabel yang disebutkan diatas, penghasilan atau pendapatanpun menjadi salah satu segmentasi yang dapat dilakukan oleh pemasar. Berdasarkan pendapatan, pemasar akan dapat mengidentifikasi pola pembelian konsumen. Sedagkan pendidikan dan pekerjaan, merupakan dua variabel yang saling 15 mengikat, misalnya pekerjaan yang lebih tinggi menuntut kepada pendidikan yang tinggi pula. 4. RANGKUMAN Secara histori, kemunculan prilaku konsumen sangatlah erat kaitannya dengan pemikiran pemasaran. Studi ini diperkirakan muncul pada tahun 1940an sampai 1950an dimana studi ini diadopsi dari berbagai disiplin ilmu. Konsep pemasaran memberikan dorongan dalam mempelajari prilaku konsumen dengan mengidentifikasi kebutuhan. Dalam melakukan hal ini, pemasaran menemukan bahwa konsumen adalah individu yang sangat kompleks. Oleh karena itu untuk memahaminya dibutuhkan berbagai pendekatan-pendekatan yang meliputi sosial, budaya, ekonomi, dan psikologi. 5. LATIHAN 1. Jelaskan apa itu segmentasi pasar, serta bagaimana anda mendesain strategi pemasaran ketika anda menjadi pemilik bisnis? 2. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan pendekatanpendekatan budaya, sosial, dan psikologi sebagai dasar memahami prilaku konsumen 3. Apakah anda setuju atau tidak jika segmentasi sebagai dasar dalam memahami konsep prilaku konsumen? Jelaskan. 4. Segmen manakah yang anda pilih dalam memasarkan produk anda? Jelaskan mengapa anda memilih segmen tersebut. 5. Pada example 1, jelaskan menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan GoPro berhasil dalam memasarkan produknya? DAFTAR PUSTAKA 1. Arthur, W., Jr., & Benjamin, L.T. (1999). Psychology applied to business. In A.M. Stec & D.A. Bernstein (Eds.), Psychology: Fields of application. Boston: Houghton Mifflin Company. 2. Angela, S. and (2013) ‘Handbook of Culture and Consumer Behavior’, 53(9), pp. 1689–1699. 16 3. Barak et al., “Perceptions of Age-Identity,” Psychology & Marketing, October 2001, pp. 1003–29; C. A. Lin, “Cultural Values Reflected in Chinese and American Television Advertising,” Journal of Advertising, Winter 2001, pp. 83–94. 4. Brian M. Young (2018) Consumer Psychology:A Life Span Developmental Approach. Palgrave Macmillan. 5. Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (2003). Consumer behavior (9th ed.). New York: South-Western, p. 20. Dichter, E. (1964). Handbook of consumer motivations. New York: McGraw-Hill. 6. Chaudhuri, A. (2006) Emotion And Reason In Consumer Behavior. Pearson Press. 7. Foxall, G. R. (2016) Libro_Perspectives on Consumer Choice - From Behavior to Action, from Action to Agency. doi: 10.1057/978-1-137-50121-9. 8. Gordon Foxall, J. (2011) ‘Consumer behaviour analysis and the behavioural perspective model .’, Consumer Behavior Analysis, (January). 9. Kumar and Anish Nagpal, ‘Segmenting Global Markets: Look Before You Leap’, Marketing Research , Spring 2001, 8–13. 10. Kardes, F. R., Cline, T. W. and Cronley, M. L. (2011) Consumer behavior : science and practice. 11. Kimmel, A. J. (2015) People and products: Consumer behavior and product design, People and Products: Consumer Behavior and Product Design. 12. Martin and Kyle Morich, “Consumer Choice: Toward a New Model of Consumer Behavior,” Journal of Brand Management, 18 (March 2011): 483– 505. 13. Mothersbaugh, D. L. and Hawkins, D. I. (2016) Consumer Behavior Building Marketing Strategy (13th Edn) McGrawhill. 14. Sandra Yin, “Marketing Tools: The Power of Images,” American Demographics, November 2001, pp. 32–33. 15. Schiffman, L. G. and Wisenblit, J. L. (2015) Consumer Behavior, Eleventh Edition, Consumer Behavior. 16. Schiffman, L. G., Kanuk, L. L. and Hansen, H. (2012) Consumer Behaviour: A European Outlook, Pearson Education. 17 17. Sheth, B. J. (1985) ‘History Of Consumer Behavior , A Marketing Perspective Classical Marketing and Consumer Behavior Managerial Marketing and Consumer Behavior’, pp. 1–5. 18. Tybout, A. M. and Artz, N. (1994) Consumer Psychology, Annual Review of Psychology. 19. Tadajewski. M. (2009). A History of Marketing Thought," Ch 2 in Contemporary Issues in Marketing and Consumer Behaviour, Elizabeth Parsons and Pauline Maclaran (eds), Routled. 18