KLAUSULA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) BERDASARKAN THE UNITED NATIONS ON CONTRACTS FOR THE INTERNATIONAL SALES OF GOODS (CISG) 1980 Tania Gabriella Ciutarno Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Email: [email protected] Muhammad Ashri Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Email: [email protected] Iin Karita Sakharina Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Email: [email protected] ABSTRAK Klausula pilihan hukum (choice of law) menjadi salah satu isu utama dalam konflik hukum atau dalam hukum privat internasional. Di mana pilihan hukum (choice of law) menetapkan hukum yurisdiksi mana yang mengatur kontrak. Dalam Pasal 6 Konvensi CISG terdapat pilihan hukum bagi para pihak yaitu tunduk kepada CISG atau mengecualikan Konvensi CISG memilih hukum dari negara peserta di mana pilihan ini berlaku jika dibuat secara tertulis (Pasal 12 Konvensi CISG), pengecualian terhadap konvensi harus secara eksplisit atau tegas. Namun jika hukum yang dipilih adalah hukum negara yang mengaplikasikan Konvensi CISG sebagai hukum negaranya, maka kontrak para pihak tetap tunduk dan diatur dalam Konvensi CISG. Dalam kasus Hanwha Corporation v Cedar Petrochemicals, hakim pengadilan New York memutuskan untuk mengaplikasikan Konvensi CISG untuk kasus ini, padahal para pihak telah memilih untuk mengecualikan Konvensi CISG. Hal ini disebabkan karena Konvensi CISG merupakan self executing treaty bagi negara yang menandatangani, selain itu hakim memutuskan bahwa niat para pihak untuk mengecualikan Konvensi CISG tidak cukup jelas sehingga ketika para pihak tidak dapat menyepakati pilihan hukum untuk kontrak mereka, maka mereka tidak memiliki pilihan untuk mengecualikan Konvensi CISG dari kontrak mereka. Kata Kunci: Pilihan Hukum, Konvensi CISG 1980, Studi Kasus:Hanwha Corporation v. Cedar Petrochemicals. 1 ABSTRACT The choice of law clause is one of the main issues in conflict of law or in international private law. Where the choice of law establishes the law of which jurisdiction governs the contract. In Article 6 of the CISG Convention there is a legal choice for parties that is to submit to the CISG or exclude the CISG Convention from choosing the law of the participating country where this option applies if made in writing (Article 12 of the CISG Convention), exceptions to the convention must be explicit or explicit. But if the law chosen is the law of the country that applies the CISG Convention as the law of the country, then the contracts of the parties remain subject to and regulated in the CISG Convention. In the case of Hanwha Corporation v Cedar Petrochemicals, a New York court judge decided to apply the CISG Convention to this case, even though the parties had chosen to exclude the CISG Convention. This is because the CISG Convention is a self executing treaty for the countries that sign, besides the judge decides that the parties' intention to exclude the CISG Convention is not clear enough so that when the parties cannot agree on a legal choice for their contract, they have no choice to exclude CISG Convention from their contract. Keywords : Choice of Law, 1980 CISG Convention, Case Study: Hanwha Corporation v. Cedar Petrochemicals. 2 Pendahuluan Era globalisasi dewasa ini ditandai dengan semakin meningkatnya perkembangan kebutuhan dalam setiap sektor kehidupan masyarakat dunia. Hal ini terjadi terutama pada bidang teknologi, di mana semakin eratnya hubungan antara negara-negara yang ada. Semakin eratnya hubungan negara tersebut, maka muncul situasi di mana terjadi hubungan saling ketergantungan antara pihak yairu negara-negara yang merupakan subjek hukum internasional. Hubungan saling ketergantungan tersebut secara tidak langsung terbentuk sebagai akibat dari upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional di setiap negara melalui perdagangan internasional. Berkembangnya perdagangan internasional saat ini memberikan dampak positif yang luas di segala aspek kehidupan masyarakat dunia. Perkembangan tersebut antara lain terdapat dalam pembuatan kontrak internasional. Transaksi perdagangan internasional tertuang dalam kontrak internasional. Hal itu sesuai dengan perkembangan (hukum) kontrak internasional yang sedikit banyak bergantung kepada perkembangan transaksi perdagangan internasional berikut hukum yang mengaturnya. Jika ingin melakukan perdagangan internasional maka kontrak merupakan suatu bagian penting dalam transaksi internasional karena berkaitan dengan aturan hukum yang berlaku di masing-masing negara. Kontrak dalam perdagangan internasional merupakan suatu bagian penting dalam transaksi internasional. Keanekaragaman peraturan nasional tiap negara memberikan suatu kebutuhan tersendiri akan adanya suatu peraturan bersifat universal dan 3 internasional. Adanya perbedaan aturan di masing-masing negara akan menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional yang menghendaki kecepatan dan kepastian.1 Pembentukan suatu konvensi internasional pada dasarnya bertujuan agar terciptanya suatu harmonisasi hukum atau aturan-aturan dalam perdagangan internasional. Peranan kontrak menjadi suatu hal yang bersifat esensial ketika ada hal-hal yang tidak diharapkan terjadi atau salah satu melakukan wanprestasi (cidera janji) maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhan atas suatu prestasi.2 Di samping itu kontrak juga sebagai fungsi yuridis yaitu dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak serta fungsi ekonomi yang menggerakan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Dalam kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda, sering kali terdapat klausula tentang pilihan hukum yang berlaku (choice of law) untuk kontrak yang bersangkutan. Pilihan hukum dalam kontrak internasional mempunyai kedudukan yang penting, karena adanya perbedaan sistem hukum, menghindarkan “conflict of laws” dan kekosongan hukum, melaksanakan berbagai konvensi serta mengikuti kemajuan teknologi yang tidak mengenal batas negara.3 Choice of Law (Rechtskeuze) yang merupakan hal yang bersifat esensial sehingga klausula tersebut diatur dalam suatu konvensi yaitu United 1 Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung.2008, hlm. 29 Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 hlm. 17 3 Yansen Dermanto Latip, Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Kotrak Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 2 2 4 Nation Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 (selanjutnya disebut Konvensi CISG), dalam Pasal 6 Konvensi CISG ditentukan bahwa :4 “The parties may exclude the application of this Convention or, subject to article 12, derogate from or vary the effect of any of its provisions.” Pasal ini secara implisit menjelaskan mengenai adanya pilihan bagi para pihak terhadap hukum yang akan mengatur kontrak mereka, baik hukum nasional negara salah satu pihak atau Konvensi CISG sendiri. Namun pilihan hukum ini akan menjadi suatu hal yang sulit ketika tidak tercapai suatu kesepakatan mengenai pilihan hukum itu sendiri. Persoalan itu terjadi dalam kasus Hanwa Corporation melawan Cedar Petrokimia. Sejak bulan Januari 2003 sampai dengan April 2009 Hanwha Corporation (buyer) sebuah perusahaan yang berkedudukan di Korea, sedangkan Cedar Petrokimia, Inc. (seller) merupakan perusahaan yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat. Kedua pihak menjalin hubungan bisnis dan telah menghasilkan dua puluh kali kontrak penjualan yang semuanya berjalan lancar dan masing-masing pihak menjalankan kewajiban dan haknya sesuai dengan kontrak yang mereka sepakati. Prosedur untuk membuat kontrak-kontrak sebelumnya itu yakni Hanwha akan mengajukan tawaran untuk membeli produk petrokimia dari Cedar, dilanjutkan dengan negosiasi dan tawar menawar di antara para pihak sampai menghasilkan kontrak yang berisi para pihak, jenis produk, jumlah, harga, dan aturan 4 CISG Convention 1980, Art 6. 5 hukum yang akan diterapkan. Begitu proses secara umum yang mereka lakukan untuk dua puluh kontrak sebelumnya, namun berbeda halnya dengan kontrak yang ke dua puluh satu. Pada tanggal 27 Mei 2009 Hanwha mengajukan tawaran untuk membeli 1.000 metrik ton produk petrokimia yakni toluena5 dengan harga US $ 640 per metrik ton, harga ini sesuai dengan harga pasaran pada saat itu. Cedar menerima tawaran pembelian itu dengan mengirimkan Hanwha lembar kontrak melalui e-mail yang berisi syarat dan ketentuan umum, dan seperti biasanya pada kontrak-kontrak yang mereka lakukan sebelumnya Cedar mencantumkan hukum yang mengatur kontrak mereka yakni hukum New York, UCC (Uniform Comercial Code), dan Incoterms 2000. Hanwha tidak segera menanggapi dokumen kontrak tersebut, kemudian sekitar seminggu setelah Cedar mengirimkan Hanwha dokumen kontrak, Hanwha barulah merespon dengan menentukan hukum Singapura dan Incoterms 2000 yang berlaku kemudian meniadakan hukum New York dan UCC. Bersama dengan balasan itu juga, Hanwha mengatakan bahwa tidak akan ada kesepakatan kontrak jika perubahan yang dilakukannya ini tidak disetujui oleh Cedar. Selanjutnya Cedar juga melakukan hal yang sama, yakni menolak perubahan pemilihan hukum yang dilakukan oleh Hanwha dan mengirimkan kembali dokumen yang pertama dibuat oleh Cedar dengan pengaturan hukum New York, UCC, dan Incoterms 2000. Sementara Cedar menunggu respon terhadap dokumen balasan terakhir yang dikirimnya, Hanwha mengajukan pembukaan Letter of Credit (L/C) pada tanggal 8 5 Toluena dikenal juga sebagai metilbenzena ataupun fenilmetana, adalah cairan bening tak berwarna yang tak larut dalam air dengan aroma seperti pengencer cat dan berbau harum seperti benzena. 6 Juni 2009 untuk rencana pembayaran transaksi yang sedang dinegosiasikan aturan hukumnya. Pada tanggal 10 Juni 2009 surat penerimaan pembukaan Letter of Credit (L/C) diterima oleh Hanwha, namun keesokan harinya tanggal 11 Juni 2009 Cedar memberitahukan Hanwha bahwa karena tidak ditandatanganinya kontrak yang diajukan oleh Cedar, maka tidak ada kesepakatan kontrak antara para pihak, dan Cedar memiliki hak untuk menjual toluena tersebut kepada pihak lain. Selain itu juga, harga toluena pada tanggal tersebut di pasaran telah naik dari US $ 640 per metrik ton menjadi US $ 790,50 per metrik ton. Pihak Hanwha menganggap bahwa mereka telah terikat dalam kesepakatan awal terhadap transaksi toluena dengan harga US $ 640 meskipun ketentuan tentang hukum yang mengatur belum disepakati, namun pihak Cedar mengganggap tidak ada kesepakatan dan keterikatan di antara mereka. Selanjutnya Hanwha menggugat Cedar di U.S. District Court, Southern District of New York. Kasus ini kemudian memunculkan dilema baik mengenai bentuk penawaran dan penerimaan secara tradisional dan sarana alternatif dari bentuk kontrak. Terlebih lagi ketika tidak tercapainya kesepakatan mengenai pilihan hukum yang menambah kompleksitas. Sehingga para pihak tidak memilki pilihan untuk mengecualikan Konvensi CISG (opting out). Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan klausula pilihan hukum (choice of law) berdasarkan Konvensi CISG? 7 2. Sejauh mana para pihak dapat melakukan pilihan hukum berdasarkan Konvensi CISG ? METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum. Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai perspektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.6 Adapun jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan pada penulisan tesis ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat,yaitu Konvensi CISG 1980, UNIDROIT, UNCITRAL, Konvensi New York 1958, dan Konvensi Den Haag 2005. Sedangkan bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu buku-buku hukum mengenai hukum kontrak internasional, Konvensi CISG dan buku-buku lainnya yang terkait dengan penulisan ini, hasil-hasil penulisan yang relevan dengan penelitian ini termasuk jurnal hukum; dan pendapat para pakar hukum yang terkait. Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan pada penulisan ini dilakukan dengan studi kepustakaan (library research). Bahan hukum yang 6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 35 8 diperoleh baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh dari hasil kerja penelitian lalu dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan landasan teori kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan, dan menggambarkan mengenai klausula pilihan hukum (choice of law) dalam kasus para pihak yaitu Hanhwa Corporation v. Cedar Petrochemicals berdasarkan Konvensi CISG. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaturan Klausula Pilihan Hukum (Choice of Law) Berdasarkan Konvensi CISG 1980 1. Konsep Pilihan Hukum Dalam Konvensi CISG 1980 Konvensi CISG merupakan kode internasional yang dibuat berdasarkan perjanjian sehingga lebih unggul daripada hukum nasional negara penandatangan atau negara peserta, hal ini dimaksudkan untuk penerapan hukum secara seragam dan tidak dimodifikasi sesuai dengan hukum nasional. Konvensi ini sebagai standar kode yang mengatur hanya jika pihak-pihak dalam kontrak penjualan internasional belum mewujudkan kesepakatan mengenai isu atau masalah yang diatur oleh Konvensi CISG. Keberlakuan Konvensi CISG ditentukan oleh sifat dan substansi transaksi. Transaksi tersebut harus memenuhi setiap persyaratan yang diatur dalam Pasal 1 Konvensi CISG yaitu :7 1) Transaksi harus merupakan kontrak untuk penjualan barang dan bukan untuk tenaga kerja atau jasa; 7 CISG Convention 1980, Art 1. 9 2) Setidaknya dua dari pihak-pihak harus memiliki tempat usaha mereka di negara yang berbeda, atau peraturan hukum perdata internasional mengarah kepada pelaksanaan hukum dari Negara Penandatangan, dan; 3) Masing-masing negara tempat suatu pihak memiliki tempat usaha adalah Negara Pihak pada konvensi. Konvensi CISG tidak memuat definisi secara jelas mengenai barang (goods), namun istilah ini berarti barang-barang material yang dapat dipindahkan dan nyata.8 Setiap barang yang tidak dapat dipindahkan seperti real estate bukanlah transaksi tidak dapat diatur oleh CISG. Barang atau goods digital atau elektronik seperti perangkat lunak atau cakram yang ingin didistribusikan pembeli pada umumnya. Konvensi CISG mewujudkan prinsip kebebasan kontrak. Dalam Pasal 6 Konvensi CISG ini, para pihak dapat memilih untuk tidak diatur oleh Konvensi CISG atau mengecualikan konvensi ini baik secara keseluruhan atau sebagian. Selain itu, para pihak juga dapat memilih untuk mengubah atau memodifikasi ketentuan dari Konvensi CISG, suatu tindakan yang disebut sebagai derogasi dari Konvensi CISG sehingga otonomi para pihak yang berkontrak dijunjung dan dilindungi.9 Ketika para pihak memilih untuk memberlakukan Konvensi CISG maka yang harus menjadi pertimbangan adalah bahwa konvensi ini tidak mengatur semua masalah yang timbul dari kontrak penjualan internasional, salah satunya masalah mengenai dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kontrak terhadap hak milik atas barang yang dijual10, hal ini berada di luar ruang lingkup Konvensi CISG sehingga diserahkan kepada hukum yang berlaku berdasarkan peraturan hukum perdata internasional. Selain itu, terdapat pula hal-hal yang diatur oleh Konvensi tetapi yang tidak secara tegas dibahas di dalamnya harus diselesaikan sesuai dengan prinsip- 8 Bradley J. Richards, Contracts for the International Sale of Goods: Applicability of the United Nations Convention, Iowa, 1983, hlm. 209. 9 CISG Convention 1980, Art 6. 10 CISG Convention 1980, Art 4. 10 prinsip umum Konvensi CISG atau dengan mengacu pada hukum yang berlaku di bawah aturan hukum internasional swasta. 2. Persyaratan Dalam Melakukan Pilihan Hukum Berdasarkan Konvensi CISG 1980 Masalah utama dalam melakukan pilihan untuk tidak diatur oleh Konvensi CISG adalah bagaimana cara para pihak mewujudkan pilihan itu. Pasal 6 konvensi ini membuka kemungkinan bahwa para pihak dapat secara tersirat memilih bahwa pelaksanaan kontrak tersebut tidak diatur oleh Konvensi CISG. 11 Terdapat beberapa cara untuk mengecualikan kontrak dari Konvensi CISG. Para pihak dalam suatu kontrak harus selalu memperhatikan klausula pengecualian dan mengingat bahwa klausula pengecualian yang tidak sah menghasilkan penerapan secara otomatis dari Konvensi CISG. Klausa pengecualian harus eksplisit atau tegas, maksud tersirat dalam memilih hukum nasional negara tertentu tidak cukup untuk pengecualian dari penerapan Konvensi CISG. Klausula pengecualian harus dalam bentuk pernyataan tertulis yang jelas tanpa ada keraguan dari para pihak. Pada dasarnya pernyataan pihak-pihak dan perilaku lain sehubungan dengan klausula pengecualian dan lainnya harus ditafsirkan sesuai dengan ruang lingkup Pasal 8 Konvensi CISG yaitu :12 (1) For the purposes of this Convention statements made by and other conduct of a party are to be interpreted according to his intent where the other party knew or could not have been unaware what that intent was. (2) If the preceding paragraph is not applicable, statements made by and other conduct of a party are to be interpreted according to the understanding that a reasonable person of the same kind as the other party would have had in the same circumstances. 4 United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods 11 12 http://www.ngklaw.com/files/76073328.pdf diakses pada pukul 10.30 tanggal 22 Agustus 2018. CISG Convention 1980, Art 8. 11 (3) In determining the intent of a party or the understanding a reasonable person would have had, due consideration is to be given to all relevant circumstances of the case including the negotiations, any practices which the parties have established between themselves, usages and any subsequent conduct of the parties. Berdasarkan pasal ini dapat diartikan bahwa pernyataan yang dibuat mengenai klausula pengecualian, derogasi atau variasi terhadap Konvensi CISG harus sesuai dengan niat salah satu pihak di mana pihak lain tahu atau tidak bisa tidak menyadari maksud dari pihak itu, atau sesuai pemahaman antar pihak yang memiliki niat seperti yang dimiliki pihak lain dalam situasi yang sama. Sehingga dalam melakukan pengecualian terhadap konvensi, indikasi pengecualian harus jelas, seperti pilihan hukum dari negara bukan penandatanganan (non-Contracting State) atau bahwa ketentuan dalam kontrak tidak konsisten dengan ketentuan-ketentuan Konvensi baik seluruhnya atau sebagian. Contoh pernyataan untuk mengecualikan Konvensi CISG dapat termuat sebagai berikut: 13 “The parties hereby agree that the United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods will not apply to this contract." Klausula pengecualian seperti di atas dapat dimasukkan ke dalam kontrak para pihak, itu dapat menjadi bagian dari syarat dan ketentuan yang mengatur kontrak (kontrak harus memuat referensi yang jelas terhadap syarat dan ketentuan), atau dapat pula berupa kontrak terpisah antar para pihak. Klausula pengecualian terhadap Konvensi CISG dapat pula dilakukan dengan merujuk pada beberapa hukum nasional yang mengatur. Pilihan hukum yang berdasarkan pada kesepakatam para pihak dalam kontrak. Jika kontrak hanya berisi klausula pengecualian tanpa memuat klausula pilihan hukum, maka hukum yang 13 https://www.lexology.com/library/detail diakses pada pukul 10.40 tanggal 22 Agustus 2018. 12 mengatur akan ditentukan sesuai dengan aturan hukum perdata internasional yang berlaku.14 Pilihan hukum yang menunjuk hukum negara tertentu yang kebetulan merupakan Negara Pihak yang akan mengatur kontrak akan menyebabkan kontrak harus diatur oleh Konvensi CISG, ini disebabkan karena Konvensi CISG adalah hukum Negara Pihak pada kontrak tersebut. Salah satu Negara Pihak yang menetapkan Konvensi CISG sebagai hukum negara tersebut yaitu Amerika Serikat. Oleh sebab itu meski para pihak memilih untuk mengecualikan Konvensi CISG dan memilih hukum nasional Amerika Serikat yang mengatur, maka para pihak tetap tunduk pada Konvensi CISG karena konvensi ini merupakan undang-undang federal Amerika Serikat yang akan mendahului hukum negara dan pengadilan negara bagian mana pun di Amerika Serikat. Sehingga para pihak akan dianggap telah memilih Konvensi CISG untuk diterapkan dalam kontrak mereka. 3. Pembatasan Pilihan Hukum Berdasarkan Konvensi CISG 1980 Dalam Konvensi CISG memberikan kebebasan bagi para pihak untuk mengecualikan sebagian atau sepenuhnya dari peraturan dan memodifikasi efek dari ketentuan-ketentuan mereka. Terdapat tiga kategori prinsip yang menjadi pembatasan dalam melakukan pilihan hukum :15 1) Prinsip Itikad Baik dan Transaksi yang Adil (Good Faith and Fair Dealing) Para pihak dapat menentukan isi kontrak mereka, tetapi harus tetap tunduk pada persyaratan itikad baik dan kesepakatan yang adil. Meski dalam Pasal 6 Konvensi CISG tidak mengandung batasan serupa terhadap kebebasan kontrak, selama Konferensi Wina 1980, sebuah proposal untuk menambahkan kalimat kedua pada Pasal 6 dari Konvensi CISG yang menyatakan bahwa "kewajiban itikad baik, ketekunan dan perlindungan yang wajar yang ditentukan oleh Konvensi ini tidak 14 Clayton P. Gillette & Steve D. Walt, The CISG: History, Methodology, and Construction, Cambridge University Press, Amerika Serikat, 2016, hlm. 11 15 https://www.cisg.law.pace.edu/cisg/biblio/schroeter2.html diakses pada pukul 19.44 tanggal 20 Agustus 2018. 13 dapat dikecualikan dengan kesepakatan" namun proposal ini ditolak oleh mayoritas substansial.16 Prinsip-prinsip itikad baik dan transaksi yang adil dalam keadaan tertentu juga dapat mempengaruhi isi kontrak dalam Konvensi CISG. Di satu sisi, ini menjadi kasus di mana, sesuai dengan hukum nasional yang berlaku, validitas kontrak atau salah satu dari ketentuannya (Pasal 4 Konvensi CISG) tunduk pada prinsip-prinsip ini. Di sisi lain, beberapa ahli berpendapat bahwa dalam Pasal 7 ayat 2 Konvensi CISG juga mensyaratkan bahwa prinsip-prinsip itikad baik dan kesepakatan yang adil harus dipertimbangkan ketika menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak, meskipun tidak dinyatakan secara jelas namun prinsip-prinsip ini dapat diaplikasikan berdasarkan pasal tersebut.17 2) Aturan-Aturan Wajib yang Ditetapkan Dalam Konvensi CISG Pasal 6 Konvensi CISG menyebutkan Pasal 12 Konvensi CISG sebagai satu ketentuan dalam konvensi yang para pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuannya sehingga membuat Pasal 12 satu-satunya aturan wajib dalam CISG. 18 Isi dari pasal tersebut yaitu :19 “Any provision of article 11, article 29 or Part II of this Convention that allows a contract of sale or its modification or termination by agreement or any offer, acceptance or other indication of intention to be made in any form other than in writing does not apply where any party has his place of business in a Contracting State which has made a declaration under article 96 of this Convention. The parties may not derogate from or vary the effect of this.” (Setiap ketentuan dari Pasal 11, Pasal 29, atau Bagian II Konvensi CISG ini yang memperkenankan kontrak perdagangan atau perubahannya atau pengakhirannya melalui persetujuan, atau setiap penawaran, penerimaan atau indikasi maksud lainnya yang akan dibuat dalam setiap bentuk selain secara 16 U.N. Official Records, 1981, hlm. 86 John Felemegas, Remarks on Good Faith and Fair Dealing, 2001, hlm. 2 18 https://www.cisg.law.pace.edu/cisg/biblio/schroeter2.html diakses pada pukul 20.49 tanggal 20 Agustus 2018. 19 CISG Convention 1980, Art. 12. 17 14 tertulis tidak berlaku apabila setiap pihak memiliki tempat usahanya di Negara Penandatangan yang telah menyampaikan pernyataan berdasarkan pasal 96 Konvensi ini. Para pihak tidak dapat mengurangi atau merubah makna pasal ini.) 3) Peraturan Wajib Hukum Nasional, Supranasional, dan Internasional Dalam Konvensi CISG, hal-hal yang diatur oleh Konvensi baik berupa ketentuan yang jelas atau prinsip-prinsip umum yang diidentifikasi sesuai dengan Pasal 7 ayat 2, tidak ada aturan wajib hukum nasional, supranasional dan internasional dapat diterapkan.20 Namun tidak semua hal yang relevan dengan kontrak penjualan internasional diatur oleh Konvensi CISG, peraturan wajib hukum nasional, supranasional dan internasional harus diterapkan jika terjadi masalah di luar ruang lingkup Konvensi CISG. Dalam hal ini, terdapat pertanyaan-pertanyaan yang muncul terhadap Pasal 4(a)Konvensi CISG, yang menetapkan bahwa :21 "except as otherwise expressly provided in this Convention, it is not concerned with : (a) the validity of the contract or of any of its provisions or of any usage". Ketentuan ini menyatakan diperlukan penerapan aturan wajib yang berhubungan dengan keabsahan kontrak. Dengan demikian, tidak semua aturan hukum nasional, supranasional atau internasional yang menetapkan bahwa kontrak atau salah satu klausula dalam kontrak dinyatakan batal atau tidak berlaku dalam kontrak yang tunduk kepada Konvensi CISG berdasarkan Pasal 4(a) tersebut. Aturan wajib dalam hukum nasional yang berlaku di bawah Pasal 4(a) ini harus disesuaikan ketentuan dan prinsip-prinsip dasar Konvensi CISG ketika diterapkan pada kontrak Konvensi CISG. Jika misalnya hukum nasional suatu negara 20 21 Fritz Enderlein & Dietrich Maskow, International Sales Law, 1992, Art. 6 (3.1). CISG Convention 1980, Art 4(a). 15 menyatakan klausula bisnis yang diatur tidak kompatibel dengan asas-asas penting dari aturan-aturan bagi para pihak, maka asas-asas penting yang relevan digunakan adalah asas dari Konvensi CISG. 22 4. Penerapan Pilihan Hukum (Choice of Law) Berdasarkan Konvensi CISG 1980 Dalam penerapan Konvensi CISG terutama klausula pilihan hukum, pihakpihak pelaksana kontrak haruslah mencapai kesepakatan mengenai hukum apa yang akan mengatur kontrak mereka, terutama mengenai aturan konflik dari lex fori (asas di mana obyek gugatan adalah benda bergerak maka dalam hal mengajukan gugatan berdasarkan dimana benda bergerak tersebut berada). Berikut contoh penerapan klausula pilihan hukum berdasarkan Konvensi CISG : a) BSC Footwear Supplies v. Brumby St. BSC Footwear Supplies merupakan perusahaan yang memproduksi sepatu di Spanyol (seller) dan Brumby St. perusahaan penjual sepatu yang bertempat di Inggris (buyer) . Brumby St. menandatangani kontrak untuk membeli sepatu dari penjual Spanyol yaitu BSC Footwear Supplies. Dalam perselisihan mengenai kontrak, pengadilan Spanyol menerapkan hukum penjualan domestik Spanyol dan setuju dengan penjual. Tetapi pembeli mengimbau, menegaskan bahwa pengadilan seharusnya telah menerapkan CISG, karena hal yang berkaitan dengan penjualan barang internasional.23 Tetapi pengadilan banding menegaskan keputusan untuk memberlakukan hukum penjualan domestik Spanyol, dengan kesimpulan bahwa para pihak telah secara implisit mengesampingkan penerapan Konvensi CISG di bawah pasal 6. Dalam kontrak kedua pihak ini terdapat faktor-faktor yang relevan yang menjadi acuan bagi pengadilan untuk memberlakukan hukum penjualan Spanyol yaitu : 22 https://www.cisg.law.pace.edu/cisg/biblio/schroeter2.html diakses pada pukul 22.09 tanggal 20 Agustus 2018. 23 http://www.cisg.law.pace.edu/cisg/wais/db/cases2/001116s4.html#ctoc diakses pada pukul 13.36 tanggal 21Agustus 2018. 16 1) Istilah dalam kontrak pembelian standar yang secara eksplisit menyatakan bahwa kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan hukum Inggris (dalam pandangan Pengadilan, sama saja dengan mengecualikan hukum internasional); 2) Pihak-pihak mengajukan petisi, pernyataan pembelaan, dan tuntutan balik sesuai dengan hukum dalam negeri Spanyol, daripada CISG; dan 3) Pembeli tidak mengajukan masalah penerapan CISG sampai waktu banding. b) BP Oil International, Ltd v. Empresa Estatal Petroleos de Ecuador Empresa Estatal Petroleos de Ecuador (pembeli) melaksanakan kontrak jualbeli dengan BP Oil International, Ltd. (penjual) untuk pembelian dan transportasi bensin dari Texas ke Ekuador. Dalam Pasal 10 kontrak mereka, kedua pihak sepakat memilih hukum Negara Ekuador yang mengatur kontrak mereka. Kontrak tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa bensin memiliki kandungan getah kurang dari tiga miligram per seratus mililiter, yang akan ditentukan di pelabuhan keberangkatan. Pembeli menunjuk Saybolt, sebuah perusahaan yang khusus dalam pelayanan kontrol kualitas, untuk memastikan persyaratan ini terpenuhi.24 Untuk memenuhi kontrak, penjual membeli bensin dari Shell Oil Company dan setelah diuji oleh Saybolt, memuatnya di kapal The Tiber di Shell's Deer Park, Texas. The Tiber berlayar ke La Libertad, Ekuador, di mana bensin tersebut di uji kembali untuk kandungan getahnya. Saat mengetahui bahwa kandungan getah dari bensin melebihi batas kontraktual, pembeli menolak untuk menerima pengiriman bensin tersebut. Akhirnya, penjual menjual bensin tersebut kembali ke Shell Oil Company dengan kerugian sekitar dua juta dolar. Penjual kemudian menggugat pembeli atas pelanggaran terhadap kontrak. Penjual dan pembeli memperdebatkan hukum domestik Ekuador atau Konvensi CISG berlaku. Pengadilan Negeri kemudian menetapkan hukum Ekuador, yang melaksanakan pilihan hukum kontrak tersebut. Namun karena Ekuador telah 24 http://cisgw3.law.pace.edu/cases/030611u1.html#cabc diakses pada pukul 09.30 tanggal 22 Agustus 2018 17 meratifikasi Konvensi CISG dan Konvensi CISG merupakan hukum negara Ekuador, maka kontrak jual-beli kedua pihak ini tunduk pada Konvensi CISG.25 B. Pilihan Hukum (Choice of Law) Dalam Kasus Hanhwa Corporation v. Cedar Petrochemicals Berdasarkan Konvensi CISG 1980 1. Identifikasi Kasus Hanwha Corporation v. Cedar Petrochemicals Sejak Januari 2003 hingga April 2009, Cedar Petrochemicals, sebuah perusahaan bahan kimia di New York, dan Hanwha Corporation, sebuah perusahaan Korea, melakukan dua puluh transaksi secara terpisah untuk pembelian dan penjualan bahan petrokimia. Dalam masing-masing dari dua puluh transaksi, para pihak membentuk kontrak di bawah prosedur yang sama. Pertama, Hanwha Corporation akan mengajukan penawaran ke Cedar Petrochemicals untuk bahan petrokimia tertentu dengan jumlah tertentu dan dengan harga tertentu. Cedar Petrochemicals akan menerima tawaran Hanwha Corporation, membentuk apa yang digambarkan oleh para pihak sebagai "tawaran secara tegas" atau firm bid berupa kesepakatan mengenai produk, kuantitas, dan harga. Setelah membentuk penawaran, Cedar akan mengirimkan paket dokumen kontrak kepada Hanwha, yang dimaksudkan untuk menggabungkan dan menyelesaikan semua ketentuan kontrak. Paket dokumen berisi dua item: (i) lembar kontrak yang mewujudkan syarat-syarat penawaran perusahaan dan pilihan hukum untuk mengatur kontrak, dan (ii) seperangkat persyaratan dan ketentuan "standar" yang digabungkan dengan referensi dalam lembar kontrak. Cedar selalu menandatangani lembar kontrak ketika menyerahkan dokumen-dokumen ini kepada Hanwha.26 Lembaran kontrak yang disusun oleh Cedar untuk dua puluh kontrak memberikan informasi substantif yang sama, yang dapat digambarkan dalam tiga bagian. Pertama, di bagian atas, Cedar memberikan ketentuan yang menyatakan, "Kami dengan ini mengkonfirmasi transaksi berikut antara Hanwha Corporation dan 25 http://cisgw3.law.pace.edu/cases/030611u1.html#cabc diakses pada pukul 10.05 tanggal 22 Agustus 2018. 26 Gregory M. Duhl, International Sales of Goods 2011, Mitchell Hamline School of Law, United States, 2012, hlm. 6 18 Cedar Petrochemicals dengan menetapkan seluruh perjanjian para pihak.” Kedua, di dalam lembar kontrak, Cedar akan mengidentifikasi produk, kuantitas, dan harga yang diminta oleh perusahaan Hanwha. Ketiga, di bagian bawah kontrak, Cedar akan memberikan ketentuan yang menggabungkan syarat dan ketentuan standar dengan referensi. Ketentuan akhir ini juga mengidentifikasi hukum yang dipilih Cedar untuk mengatur kontrak, dan biasanya dengan ketentuan bahwa hukum New York, Uniform Commercial Code ("UCC"), dan Incoterms 2000 yang mengatur kontrak. Pilihan hukum ini diperkuat oleh ketentuan dalam syarat dan ketentuan standar Cedar, yang juga menetapkan bahwa hukum New York merupakan hukum yang mengatur kontrak. Setelah Cedar mengirim dokumen kontrak yang ditandatangani ini kepada Hanwha, Hanwha akan melakukan salah satu dari tiga hal: ia akan menandatangani dan mengembalikan lembar kontrak, menerima persyaratan Cedar; atau memodifikasi lembar kontrak, dan kemudian menandatangani dan mengembalikannya untuk menjadi pertimbangan Cedar; atau tidak menandatangani sama sekali. Dalam tiga pelaksaan kontrak, Hanwha memodifikasi lembar kontrak dengan memberikan pilihan hukumnya sendiri untuk mengatur kontrak. Kapanpun Hanwha memodifikasi lembar kontrak dan mengirimnya kembali ke Cedar, Cedar tidak keberatan dengan perubahan yang dilakukan, termasuk pilihan hukum oleh Hanwha. Dalam dua puluh kali transaksi yang dilakukan, setelah menyelesaikan proses tersebut, Cedar dan Hanwha keduanya melakukan kewajiban mereka sesuai kontrak mereka.27 Kemudian kasus timbul pada saat para pihak membentuk kontrak dua puluh satu. Pada tanggal 27 Mei 2009, Hanwha mengajukan tawaran untuk pembelian 1.000 metrik ton Toluene petrokimia pada $ 640 per metrik ton, tingkat pasar pada saat itu. Cedar menerima tawaran itu, sehingga membuat tawaran yang kuat untuk pembelian dan penjualan Toluene. Cedar menindaklanjuti penerimaannya dengan mengirimkan Hanwha, melalui e-mail lembar kontrak yang ditandatangani dan dokumen yang 27 https://dockets.justia.com/docket/new-york/nysdce/1:2009cv10559/356642 diakses pada pukul 11.19 tanggal 05 Agustus 2018. 19 menetapkan syarat dan ketentuan standar Cedar yang biasa. Dan seperti kontrakkontrak sebelumnya, Cedar memberikan dalam lembar kontrak bahwa hukum New York, UCC, dan Incoterms 2000 akan mengatur kontrak, dan juga disediakan dalam syarat dan ketentuan standar yang akan diatur oleh hukum New York. Hanwha tidak segera menanggapi dokumen kontrak, tetapi sepakat dengan pihak Cedar dalam mempersiapkan bill of lading dan mempersiapkan kapal untuk pengiriman melalui jalur laut.28 Seminggu setelah Cedar mengirim Hanwha dokumen kontrak untuk penjualan Toluene, Hanwha mengembalikannya dalam bentuk yang dimodifikasi. Pada lembar kontrak, Hanwha telah memodifikasi ketentuan yang mengatur hukum yang mengatur, mencoret hukum New York dan UCC, hanya menyisakan ketentuan bahwa Incoterms 2000 adalah untuk mengatur kontrak. Hanwha juga menyediakan syarat dan ketentuan "standar" yang baru; di mana Hanwha menetapkan bahwa hukum Singapura yang akan mengatur kontrak, bukan hukum New York. Hanwha menolak pilihan hukum Cedar atas hukum New York, UCC, dan Incoterms 2000 untuk mengatur kontrak, dan menggantikannya dengan hukum Singapura dan Incoterms 2000.29 Ketika Hanwha mengembalikan dokumen kontrak yang diubah tersebut, terdapat syarat tambahan yang termuat dalam badan email yang mengirimkan dokumen kontrak yang telah diubah atau dimodifikasi. Dalam email itu, Hanwha menyatakan bahwa tidak ada kontrak yang akan diberlakukan kecuali Cedar menandatangani dokumen kontrak versi Hanwha yang diusulkan. Cedar menolak untuk menerima ketentuan Hanwha, dan mengirimi Hanwha email yang menjelaskan bahwa kontrak akan diselesaikan hanya jika Hanwha menerima syarat dan ketentuan awal Cedar. Email tersebut meminta Hanwha untuk menandatangani dan mengembalikan versi dokumen kontrak yang tidak diubah. 28 Gerald R. Ferrera, The Legal and Ethical Environment of Bussiness, Wolter Kluwer, New York, hlm. 576 29 Ibid, hlm 577. 20 Sementara Cedar menunggu tanggapan atas permintaan terakhir ini, para pihak mengerjakan letter of credit (L/C) yang diperlukan untuk transaksi tersebut. Hanwha mengajukan letter of credit (L/C) yang tidak memuaskan kepada Cedar pada 8 Juni 2009, dan letter of credit (L/C) berupa penerimaan pada 10 Juni 2009. Namun, keesokan harinya, 11 Juni 2009, Cedar menyarankan Hanwha bahwa karena kegagalannya untuk menandatangani versi kontrak yang ditenderkan oleh Cedar, tidak ada kontrak antara para pihak, dan Cedar memiliki hak untuk menjual bahan toluene kepada pihak lain. Harga toluene pada tanggal tersebut, 11 Juni 2009, telah meningkat dari $ 640 per metrik ton menjadi $ 790,50. Pada bulan November 2009, Hanwha mengajukan dua gugatan di Mahkamah Agung, New York County yaitu: i. menuduh ada pelanggaran kontrak oleh Cedar karena gagal mengirimkan toluene dengan harga yang telah disepakati, dan ii. pelanggaran kontrak atas tanggapan Cedar berdasarkan pernyataan pada tanggal 11 Juni 2009 bahwa kesepakatan itu batal dan bebas menjual toluene kepada pembeli lain. Kasus ini dinyatakan harus diselesaikan di bawah Konvensi CISG sehingga keputusan pengadilan ialah gugatan Hanwha ditolak dengan menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan kontrak terjadi antara para pihak.30 2. Latar Belakang Putusan Dalam Kasus Hanhwa Corporation v. Cedar Petrochemicals Berdasarkan uraian mengenai kasus Hanwha Corporation v. Cedar Petrochemicals di atas, putusan hakim New York County menyatakan bahwa Konvensi CISG yang mengatur kontrak para pihak meski para pihak telah sepakat untuk mengecualikan (opting out) Konvensi CISG. Terhadap putusan itu, hakim yang menangani kasus ini yaitu Alvin K. Hellerstein memiliki pertimbangan sebagai berikut : 31 30 31 Gregory M. Duhl, op.cit, hlm. 7 – 9. CISG Case Presentation, Federal Distric Court , New York, 2011, No. 09 Civ. 10559. 21 1) Konvensi CISG merupakan self executing treaty yang mengikat negaranegara yang menandatangani, sehingga menghasilkan suatu hak pribadi atas tindakan di pengadilan federal di bawah undang-undang federal. 2) Konvensi CISG merupakan sebuah traktat. Sebagai traktat, Konvensi CISG merupakan sumber dari hukum federal. Hal ini termuat dalam U.S.C (United States Code) yang merupakan kompilasi dan kodifikasi resmi dari undang-undang federal umum dan permanen dari Amerika Serikat. Dalam 28 U.S.C Pasal 4 ayat 85 diatur bahwa :32 “The district courts shall have original jurisdiction of all civil actions arising under the Constitution, laws, or treaties of the United States.” 3) Karena mandat untuk menafsirkan CISG relatif jarang, maka pengadilan ini berwenang untuk menafsirkannya sesuai dengan prinsip-prinsip umum yaitu : “with a view towards the need to promote uniformity in its application and the observance of good faith in international trade." (dengan pandangan terhadap kebutuhan untuk mempromosikan keseragaman dalam penerapannya dan ketaatan melaksanakan itikad baik dalam perdagangan internasional.) 4) Hakim menganggap bahwa hanya dengan menolak untuk menerapkan Konvensi CISG tidak menunjukkan niat yang jelas dan kuat untuk mengecualikan Konvensi CISG, sehingga hakim memutuskan bahwa kontrak tersebut tidak memiliki pilihan hukum yang jelas. Maka diputuskan bahwa Konvensi CISG yang mengatur kontrak antara para pihak selama pihak-pihak tersebut merupakan negara penandatanganan. 3. Penerapan Pilihan Hukum Berdasarkan Konvensi CISG Terhadap Hanhwa Corporation v Cedar Petrochemicals Seperti yang telah di uraikan sebelumnya, untuk mengecualikan Konvensi CISG para pihak harus secara eksplisit atau tegas menyatakan bahwa para pihak ingin mengecualikan Konvensi CISG, selanjutnya para pihak harus juga memilih hukum 32 U.S. Code, Title 28, Part IV, Chapter 85. 22 negara mana yang mengatur pelaksanaan kontrak mereka. Semuanya itu dinyatakan secara tegas melalui kontrak tertulis. Dalam kasus ini, para pihak bersepakat untuk mengecualikan Konvensi CISG dan berdasarkan uraian kasus di atas, pada tanggal 10 Juni 2009 Hanwha Corporation menyatakan menerima pilihan hukum yang diajukan oleh Cedar Petrochemicals melalui letter of credit (L/C) yaitu hukum New York, UCC dan Incoterms 2000, maka seharusnya pilihan hukum ini yang berlaku. Namun dalam proses pengadilan di New York County, hakim memberikan putusan dengan dasar pertimbangan bahwa para pihak tidak memiliki niat yang jelas dan tegas dalam mengecualikan Konvensi CISG sehingga hakim memutuskan bahwa kedua pihak telah menandatangani Konvensi CISG maka konvensi tersebut yang mengatur kontrak mereka. Karena mandat untuk menafsirkan Konvensi CISG relatif jarang, pengadilan tersebut menafsirkannya sesuai dengan prinsip-prinsip umum yaitu :33 "with a view towards the need to promote uniformity in its application and the observance of good faith in international trade." Yang berarti bahwa pengadilan mengedepankan pandangan untuk mengedepankan keseragaman terhadap penerapan dan kepatuhan akan prinsip itikad baik dalam perdagangan internasional. Putusan yang diberikan hakim ini kurang tepat, karena prosedur atau cara untuk mengecualikan Konvensi CISG sudah tepat dan tegas . Namun menurut hakim para pihak tidak pernah menyetujui undang-undang substantif untuk menggantikan Konvensi CISG sehingga Konvensi CISG diterapkan untuk mengisi kekosongan dengan kekuatan eksekusi sendiri (self-executing treaty).34 KESIMPULAN 33 http://cisgw3.law.pace.edu/cases/110118u1.html#cabc diakses pada pukul 00.55 tanggal 21 Juli 2018 34 http://ucclaw.blogspot.com/2008/03/march-26-2008.html diakses pada pukul 14.27 tanggal 04 Agustus 2018. 23 Klausula pilihan hukum (choice of law) menjadi salah satu isu utama dalam konflik hukum atau dalam hukum privat internasional. Di mana pilihan hukum (choice of law) menetapkan hukum yurisdiksi mana yang mengatur kontrak. Dalam Pasal 6 Konvensi CISG terdapat pilihan hukum bagi para pihak yaitu tunduk kepada CISG atau mengecualikan Konvensi CISG memilih hukum dari negara peserta di mana pilihan ini berlaku jika dibuat secara tertulis (Pasal 12 Konvensi CISG), pengecualian terhadap konvensi harus secara eksplisit atau tegas. Namun jika hukum yang dipilih adalah hukum negara yang mengaplikasikan Konvensi CISG sebagai hukum negaranya, maka kontrak para pihak tetap tunduk dan diatur dalam Konvensi CISG. Dalam kasus Hanwha Corporation v Cedar Petrochemicals, hakim pengadilan New York memutuskan untuk mengaplikasikan Konvensi CISG untuk kasus ini, padahal para pihak telah memilih untuk mengecualikan Konvensi CISG. Hal ini disebabkan karena Konvensi CISG merupakan self executing treaty bagi negara yang menandatangani, selain itu hakim memutuskan bahwa niat para pihak untuk mengecualikan Konvensi CISG tidak cukup jelas sehingga ketika para pihak tidak dapat menyepakati pilihan hukum untuk kontrak mereka, maka mereka tidak memiliki pilihan untuk mengecualikan Konvensi CISG dari kontrak mereka DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Intepretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group. Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Bogor : Ghalia Indonesia. A.F.M. Maniruzzaman. 1999. Journal of International Arbitration : Choice of Law in International Contracts, Britain : Kluwer International Law. 24 Arfiana Novera dan Meria Utama. 2014. Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, Malang : Tunggal Mandiri. Bayu Seto Hardjowahono. 2006. Hukum Perdata Internasional, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Bradley J. Richards. 1983. Contracts for the International Sale of Goods: Applicability of the United Nations Convention, Iowa. Chia Jui Cheng. 1988. Clive M Schmitthoff’s Essays on International Trade Law, London : Martinus Nijhoff Publishers. Clayton P. Gillette. 2016. The UN Convention on Contracts for The International Sales of Goods : Theory and Practice, New York:Cambridge University Press. Clayton P. Gillette & Steve D. Walt. 2016. The CISG: History, Methodology, and Construction. New York: Cambridge University Press. Gerald R. Ferrera. 2014. The Legal and Ethical Environment of Bussiness, New York : Wolter Kluwer. Gregory M. Duhl. 2012. International Sales of Goods 2011, United States :Mitchell Hamline School of Law. Hans Smit. 1981. International Contracts, New York : Matthew Bender. Henry Campbell Black. 1979. Black’s Law Dictionary : Fifth Edition, U.S. : St. Paul Minn, West Publishing Company. Huala Adolf. 2003. Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta : Rajawali Pers. Huala Adolf. 2006. Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta : Rajawali Pers. Huala Adolf. 2008. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung : PT. Refika Aditama. Huala Adolf. 2011. Instrumen-Instrumen Hukum Tentang Kontrak Internasional, Bandung : CV. Keni Media. Ida Bagus Wyasa Putra. 2017. Hukum Kontrak Internasional. Bandung:Refika Aditama. 25 Larry A. DiMatteo. 2014. International Sales Law : A Global Challenge, New York : Cambridge University Press. Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana. R. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian, Bandung : Alumni. Salim H.S. 2004. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Jakarta : Sinar Grafika. Subekti. 2005. Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa. Sudargo Gautama. 1980. Hukum Perdata dan Dagang Internasional, Bandung : Binacipta. Sudargo Gautama. 1983. Kontrak Dagang Internasional, Bandung : Alumni. Sudargo Gautama. 1987. Hukum Perdata International Indonesia, Bandung : Alumni. Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Syahmin AK. 2006. Hukum Kontrak Internasional, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Taryana Soenandar. 2002. Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Jakarta : Sinar Grafika. Yansen Dermanto Latiep. 2002. Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Kotrak Internasional. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Zulfa Djoko Basuki,dkk. 2014. Hukum Perdata Internasional, Banten : Universitas Terbuka. KONVENSI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 1994. United Nation Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 (CISG). United Nations Commission International Trade Law (UNCITRAL). 26 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. PUTUSAN CISG Case Presentation. 2011. New York : Federal District Court. No. 09 Civ. 10559. JURNAL INTERNASIONAL Carlos Manuel Vazquez. 1995. The Four Doctrines of Self Executing Treaties. Amerika Serikat : Georgetown Public Law and Legal Theory Research Paper. Fritz Enderlein & Dietrich Maskow. 1992. International Sales Law. John Felemegas. 2001. Remarks on Good Faith and Fair Dealing. U.N. Official Records. 27