Uploaded by User63840

fdokumen.com fix-kasus-2-kelompok-4

advertisement
A. Kompetensi yang akan dicapai
 Mampu menjelaskan peran dan kompetensi ahli gizi bidang gizi klinik
 Mampu memahami kode etik profesi gizi
 Mampu memahami pekembangan profesi gizi
 Mampu melaksanakan pelayanan gizi sesuai prinsip etika
B. Skenario
Seorang ahli gizi yang bekerja di Rumah Sakit Swasta bertugas diruang perawatan
intensif (ICU) merawat seorang pasien kritis yang mendapat makanan lewat sonde (NGT)
sebanyak 6 kali pemberian dalam sehari. Setelah 3 hari dirawat pasien meninggal dunia,
kebetulan pada saat pasien meninggal ahli gizi sedang tidak bertugas. Dokter menyatakan
pasien meninggal karena “overfeeding”. Maka dilakukan penelitian secara mendalam dan
ternyata penyebabnya adalah karena makanan sonde diberikan lebih dari 7 kali, sehingga
terjadi keadaan yang fatal tersebut. Akibat dari kejadian ini maka ahli gizi RS Swasta tersebut
harus berulang kali diperiksa dan ini sangat mengganggu pekerjaan dan kehidupan
pribadinya. Hasil penyelidikan menyimpulkan kesalahan ahli gizi RS karena tidak melakukan
monitoring dan koordinasi dengan cermat.
C. Unclear Term
1. Ruang Perawatan Intensif (ICU)
ICU adalah unit pelayanan rawat inap dirumah sakit yang memberikan perawatan
khusus pada penderita yang memerlukan perawatan yang lebih intensif yang mengalami
gangguan kesadaran, gangguan pernafasan, dan mengalami serangan penyakit akut. ICU
menyediakan kemampuan, saran dan prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medis, perawat
dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaaan tersebut.
2. Makanan lewat sonde (NGT)
Memberikan makanan melalui sonde adalah memasukan formula cairan makanan
dalam perut dengan cara memasukan selang makanan lewat hidung atau mulut kedalam
perut, pola pasien yang tidak bisa menelan dan tidak sadar. Prosedur ini juga
diperbolehkan untuk menyediakan makanan pada pasien yang membutuhkan makanan
dengan syarat bernutrisi tinggi atau seseorang dengan luka bakar yang luas. Selain itu
juga bisa memberi makanan lewat lambung atau ketika pemberian makanan lewat
lambung menyebabkan aspirasi.
3. Overfeeding
Overfeeding merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan terlalu banyak
mendapat asupan makanan sehingga terjadi gangguan metabolisme dalam pencernaan
orang tersebut. Gangguan metabolisme ini akan merusak sistem pencernaan dan
mengakibatkan masalah kesehatan akibat sulitnya menyerap kelebihan asupan energi
dan zat gizi.
4. Fatal
Fatal adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh prilaku manusia yang memiliki
kontribusi terhadap kerusakan atau kesalahan dan mengakibatkan kondisi yang sulit
bahkan tidak dapat diperbaiki lagi.
5. Dimintai Kesaksian
Dimintai kesaksian adalah keadaan dimana dilakukannya crosscheck atas hal yang
sudah dilakukan seseorang oleh pengawas atau orang yang bersaksi karena adanya
kemungkinan sesuatu hal yang tidak seharusnya. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengklarifikasi suatu masalah.
6. Monitoring dan koordinasi
Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran
(awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi
dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan
pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan
informasi tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang
diselesaikan berulang dari waktu ke waktu, pemantauan umumnya dilakukan untuk
tujuan tertentu, untuk memeriksa terhadap proses berikut objek atau untuk
mengevaluasi kondisi atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas efek tindakan
dari beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen yang
sedang berjalan.
Koordinasi adalah proses untuk memadukan tujuan dan aktivitas dari unit-unit yang
ada, supaya tujuan secara keseluruhan dapat tercapai. Tanpa koordinasi, ada
kemungkinan masing-masing kerja keras, tetapi kurang mendukung organisasi bahkan
merugikan organisasi.
D. Cues: Tenaga gizi harus menjalankan tugas secara sungguh-sungguh dan profesional serta
mampu berkomunikasi dengan baik sesama ahli gizi maupun profesi lain (hubungan antar
manusia), mendahulukan kepentingan klien diatas kepentingan pribadinya dan mejunjung
tinggi korps gizi sebaik-baiknya sesuai dengan etika profesi gizi.
E. Problem Identification
1. Apakah yang dimaksud dengan profesional?
Jawab:
Profesional adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk
melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman
dan pengetahuannya tentang obyek pekerjaannya tersebut.
2. Apa perbedaan antara profesional dan profesionalisme?
Jawab:
Profesional adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk
melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman
dan pengetahuannya tentang obyek pekerjaannya tersebut. Sedangkan profesionalisme
adalah tingkah laku, kemahiran atau kualitas yang dapat menunjukan bahwa seseorang
itu mempunyai pengalaman dan standart yang tinggi yang diharapkan dalam profesinya.
Jadi profesional ditujukan kepada orang yang melakukan sebuah profesi, sedangkan
profesionalisme adalah sikap yang dimiliki seseorang yang profesional dalam profesinya.
3. Apa yang dimaksud dengan tenaga gizi bekerja secara profesional dalam memberikan
pelayanan gizi?
Jawab:
Secara profesioanl dalam mmberikan pelayanan gizi diperlukan keterlibatan dan
kerjasama yang erat antara berbagai profesi terkait yang tergabung dalam tim asuhan
gizi. Seorang ahli gizi memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat umum khususnya
tentang informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan,
termasuk makanan dan terapi diet.
Seorang tenaga gizi bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan gizi harus
memenuhi ke 3 watak profesionalisme, yaitu:
1) Beritikat untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi gizi, dan
oleh karenanya tidak mementingkan imbalan upah materil.
2) Dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses
penddidikan dan/atau pelatihan yang panjang, eksklusif dan berat.
3) Kerja diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral, harus menundukan diri pada
sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati
bersama didalam sebuah organisasi profesi.
4) Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi aktual, akurat, dan dapat
dipertanggung jawabkan.
5) Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah
masalah gizi di masyarakat.
6) Memberikan contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang
seimbang sesuai nilai praktek gizi individu yang baik.
4. Bagaimana dengan kode etik profesi gizi?
Jawab:
Kode etik ahli gizi menurut Ahmad Saifudin Ali:
1) Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan
kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
2) Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi deng menunjukan sikap, perilaku, dan budi
luhur serta tidak mementingkan diri sendiri.
3) Menjalankan profesinya menurut standart profesi yang telah ditetapkan.
4) Menjalankan profesinya dengan bersikap jujur, tulus dan adil.
5) Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan dan informasi terkini.
6) Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan
pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7) Melakukan profesinya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan
berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenarnya.
8) Bekerjasama dengan para profesional lain dibidang kesehatan maupun lainnya,
berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
9) Membantu
pemerintah dalam melaksanakan upaya-upaya perbaikan gizi
masyarakat.
10) Penyuluh kesehatan masyarakat.
5. Apa yang dimaksud dengan memberikan pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika
profesi?
Jawab:
pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika profesi adalah memberikan pelayanan di
bidang gizi yang sesuai dengan tuntutan dan etika profesionalisme, seperti:
1) Tidak merugikan dalam pelayanan gizi
Contohnya: pendapat ahli gizi dalam pelayanan gizi jika tidak dapat diterima oleh
pasien dan keluarganya tidak boleh memaksakan sehingga tidak merugikan pasien.
2) Membawa kebaikan dalam pelayanan gizi
Contohnya: ahli gizi memberikan syarat diet dengan mempertimbangkan secara
cermat agar tidak memberikan efek yang buruk.
3) Menjaga kerahasiaan pasien
Contohnya: ahli gizi harus menjaga identitas kesehatan pasien agar tidak diketahui
orang lain.
4) Otonomi pasien
Contohnya: pasien berhak menentukan tindakan-tindakan yang disarankan oleh ahli
gizi.
5) Berkata benar
Contohnya: ahli gizi harus menyampaikan semua yang berhubungan dengan
penyakit pasien dantidak ada yang ditutup-tutupi.
6) Berlaku adil
Contohnya: ahli gizi tidak boleh diskriminatif dalam pelayanan gizi.
7) Menghormati privasi
Contohnya: ahli gizi tidak boleh menyinggung hal pribadi pasien dan sebaliknya.
6. Bagaimana hak azazi klien yang harus dilindungi dan diperhatikan?
Jawab:
 Hak azazi pasien dilindungi dalam pasal 32 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit meliputi:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standart
profesi dan standart prosedur operasional.
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.
6. Mengajukan pengajuan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit.
Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk datadata medisnya.
Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternativ tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi dan prognosis terhadapa tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhada penyakit yang dideritanya.
Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit.
Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit atas dirinya.
Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standart baik secara
perdata atau pidana.
Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standart
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Agar hak azazi klien dapat terlindungi maka kita sebagai tenaga profesi gizi harus
melakukan:
1) Pengembangan pendidikan dan penerapan IPTEK yang mutakhir, memadai,
tepat guna, realistis sesuai situasi dan kondisi.
2) Memberikan pelayanan berdedikasi / semangat pengabdian / niat ibadah
yang tinggi.
3) Mengembangkan upaya kreatif, inovatif, dan dinamis terhadap perubahan /
kemajuan.
4) Mengembangkan sikap, pemikiran, perilaku terbuka, mau mendengarkan,
mau menerima kritik dan masukan, jujur dan supel.
5) Mendorong keberanian, percaya diri dan konsisten, dalam menyampaikan
ide-ide baru dan pelaksanaan berbagai tugas.
6) Mengembangkan budaya kerja keras, ulet, tahan banting, tidak cepat putus
asa, tidak cepat puas.
7) Mengembangkan kondisi/iklim berusaha yang baik, semangat kebersamaan,
mau bekerja sama, konsep bersama kita bisa.
8) Mengembangkan/mengadakan dan memantau terus-menerus berbagai
program/proyek pemberdayaan terpadu dan berkelanjutan (problem
solving cycle) dengan dukungan pihak-pihak terkait dan sarana/prasarana
yang cukup menunjang dalam upaya pengadaan pangan yang meliputi
produksi, pemgolahan, penyimpanan/stok/persediaan, distribusi/pemasaran
pangan yang aman, bermutu, tersedia setiap saat, mudah didapat dan harga
terjangkau.
7. Apa yang saudara ketahui tentang perkembangan profesi?
Jawab:
Ahli gizi Indonesia dalam mendarmabaktikan keahliannya tergabung dalam organisasi
profesi Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Ahli gizi di Indonesia mulai berkiprah
sejak tahun 1957 dengan dipelopori oleh dr. Poorwo Soedarmo yang melahirkan slogan
“4 sehat 5 sempurna”, seiring dengan kebutuhan program pembangunan kesehatan dan
perkembangan ilmu gizi, tenaga gizi dididik pada akademi gizi dan bergelar Bachelor of
Science. Pada saat itu lulusan akademi gizi disetarakan deengan B.S dari luar negeri
sehingga dapat melanjutkan pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi seperti
mengikuti pendidikan Master di luar negeri, namun pada tahun 1986 akademi gizi
diubah programnya menjadi diploma 3, akibatnya lulusan akademi gizi tidak
mendapatkan kesetaraan pendidikan lagi untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Untuk menghindari hal itu maka PERSAGI berusaha keras untuk dapat berdiri sejajar
dengan profesi gizi di luar negeri agar para ahli gizi yag tergabung dalam organisasi
profesi gizi dapat ikut berperan aktif dalam era globalisasi dunia.
COMMISSION ON DIETETIC REGISTERED, 2002
5. EVALUATE
LEARNING PLAN
OUTCOME
1.REFLECT
2. CONDUCT
LEARNING NEEDS
ASSESMENT
4. IMPLEMENT
LEARNING PLAN
3. DEVELOP
LEANING PLAN
F. Hipotesis
Penurunan Citra
Rumah Sakit
Kematian
OVERFEEDING
Tidak Profesional
Kurang
Komunikasi
Kurang
Koordinasi
Tidak
Komitmen
Tidak Sesuai
Kode Etik
Tidak
Bekerja
Tim
Tidak
Menjaga
Rahasia
Tidak
Melayani
dengan
Baik
Tidak
Mengembangkan
Pemngetahuan
Tidak Sesuai
dengan PAGT
Assesment
Diagnosa
Gizi
Intervensi
Monitoring
dan Evaluasi
PERATURAN
ALAT
PEMBAGIAN
TUGAS
TIDAK
SESUAI
G. Learning Issues
1. Ciri profesional dan peran tenaga gizi bidang gizi klinik
Jawab:
Ahli Gizi yang profesional seharusnya memiliki ciri yaitu bertanggung jawab.
Walaupun memiliki hari libur merupakan hak, namun ahli gizi tetap memiliki kewajiban
untuk memperbaiki status gizi klien. Bentuk tanggung jawab tersebut dapat berupa
koordinasi dengan petugas kesehatan lainnya untuk melakukan monitoring terhadap
klien. Sehingga hal yang tidak diinginkan seperti overfiding tidak terjadi. Dimana hal
tersebut merupakan salah satu peran ahli gizi bidang gizi klinik. Peran ahli gizi dalam
bidang gizi klinik diantaranya adalah :
a) Pengkajian gizi
Pengkajian gizi dilakukan baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.
Pengkajian dimulai dengan pemeriksaan antropometri untuk mengetahui status gizi
pasien dan disesuaikan dengan kondisi pasien melalui pengukuran tinggi badan,
berat badan, panjang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas, dan skin fold thickness.
Selain itu juga diperlukan data penunjang lain yang berasal dari hasil pemeriksaan
fisik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit dan
diagnosa gizi pasien. Selain itu juga diperlukan data riwayat gizi untuk menegakkan
masalah gizi pasien. Riwayat gizi pasien didapatkan secara kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif berfungsi untuk mendapatkan gambaran kebiasaan makan/pola
makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Sedangkan untuk
data kuantitatif didapatkan dengan cara recall 24 jam dan diukur dengan
menggunakan food model (Depkes, 2003).
b) Diagnosa masalah gizi
Diagnosa masalah gizi ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan saat pengkajian
gizi. Dalam prakteknya, masalah gizi pasien dapat dikelompokkan menjadi tiga
domain yaitu domain intake, klinik, dan behaviour (perilaku) (Susilo, 2011).
c)
Intervensi gizi (rencana dan implementasi)
Ahli gizi harus mampu membuat rencana intervensi gizi sesuai dengan masalah yang
ditemui pada pasien dan mengimplementasikan rencana tersebut. Intervensi gizi
disusun berdasarkan etiologi (penyebab) masalah gizi yang ada, baik dari domain
intake, klinik maupun perilaku (Susilo, 2011).
d) Monitoring dan evaluasi (monev)
Monev dilakukan oleh ahli gizi untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
setelah dilakukan terapi (intervensi) gizi. Apabila dalam monev pasien tidak
menunjukkan perkembangan, ahli gizi bekerja sama dengan tenaga medis lain
(dokter, perawat dan lainnya) melakukan perencanaan ulang. Monev dilakukan
berdasarkan sign/symptom (tanda dan gejala) dari diagnosa masalah gizi (Susilo,
2011).
2. Perbedaan anatara profesional dan profesionalisme
Jawab:
Profesional :
 Sebagai ahli gizi sudah menjadi kewajiban untuk dapat bertanggung jawab atas
profesinya, namun pada kasus ini ahli gizi tersebut tidak menjalani kewajiban
tersebut karena makanan sonde yang seharusnya diberikan sebanyak 6x dalam
sehari justru diberikan lebih dari pada itu sehingga menyebabkan sesuatu yang tidak
diinginkan bagi pasien maupun ahli gizi itu sendiri.
 Seorang ahli gizi harus mampu melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar
bertahan pada peran yang telah ditetapkan, pada kasus ini ahli gizi tersebut kurang
aktif untuk dapat berkoordinasi dengan ahligizi lain maupun tenaga kesehatan
lainnya.
 Seorang ahli gizi harus mampu mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan untuk
menyelesaikan tugasnya, namun ahli gizi tersebut tidak melakukan pekerjaan yang
seharusnya menjadi tugasnya yaitu tidak melakukan monitoring terhadap pasien
yang dirawatnya, padahal monitoring merupakan salah satu bagian dari PAGT.
Profesionalisme :
Kualitas yang dihasilkan dari ahli gizi tersebut kurang memuaskan, hal ini disebabkan
karena kurang terampilnya ahli gizi tersebut dalam menjalankan tugasnya yang ditandai
dengan ahli gizi tersebut menyebabkan pasien mengalami overfeeding karena
pemberian makan kepada pasien melebihi dari kebutuhannya, tidak melakukan
monitoring gizi dan tidak berkoordinasi dengan cermat, sehingga ahli gizi tersebut tidak
memenuhi standarsebagai ahli gizi yang kompeten.
3. Profesionalisme tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi
Jawab:
Dalam kasus tersebut seorang ahli gizi tidak memberikan pelayanan gizi kepada
masyarakat dengan baik. Seorang yang menjalankan pekerjaannya dengan baik dan
profesional kemungkinan kecil melakukan kesalahan yang berujung fatal sepeti
pasiennya meninggal dunia. Memonitoring dan koordinasi atau bekerja sama dengan
pihak Dokter, perawat bahkan keluarga pasien merupakan salah satu tindakan yang
harus dilakukan oleh seorang ahli gizi yang profesional. Pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh ahli gizi pada kasus 2 tersebut kurang profesional. Tidak terlihat bahwa
dia memberikan informasi yang aktual dan akurat dan kemudian mampu
dipertanggungjawabkan. Ahli gizi tersebut tidak melakukan pengawasan pangan dan gizi
yang akan mencegah terjadinya pasien yang meninggal dunia di karena pemberian
makanan melalui sonde
4. Kode etik profesi gizi
Jawab:
Jika kasus tersebut dikaitkan dengan kode etik profesi gizi, maka banyak sekali halhal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah pada kasus dinyatakan bahwa pasien
yang sedang ditangani oleh ahli gizi tersebut meninggal dunia setelah 3 hari dirawat,
padahal pada kode etik gizi dinyatakan bahwa seorang ahli gizi harus “Memberikan
pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat” dan “Memelihara dan meningkatkan status gizi
klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum”. Hal ini
menunjukkan bahwa ahli gizi tersebut tidak mematuhi kode etik yang terdapat pada
profesi yang dia geluti dan menyebabkan kesalahan fatal yang membuat pasien yang
sedang dia tangani meninggal dunia. Untuk mengatasi hal ini, disarankan agar ahli gizi
tersebut lebih memantau perkembangan pasien dengan cara memonitoring kondisi
pasien dan menjalin komunikasi serta kerjasama dengan profesi lain (misalnya: dokter,
suster, dan penjamah makanan), agar saat ahli gizi sedang tidak bertugas profesi lain
yang berhubungan dengan pasien dapat ikut memantau kondisi pasien dan tidak akan
terjadi kesalahan fatal yang menyebabkan kematian lagi.
Selain itu dalam kasus juga dikatakan bahwa pasien meninggal karena “overfeeding”
pada saat ahli gizi sedang tidak bertugas, dan ternyata penyebabnya adalah karena
makanan sonde diberikan lebih dari 7 kali, hasil penyelidikan juga menyimpulkan bahwa
kesalahan dilakukan oleh ahli gizi RS karena tidak melakukan monitoring dan koordinasi
dengan cermat. Hal itu menunjukkan bahwa seorang ahli gizi memang HARUS
melakukan komunikasi dan kerjasama dengan profesi lain, sehingga miss komunikasi
antar profesi tidak akan terjadi. Di dalam kode etik profesi ahli gizi juga dikatakan bahwa
seorang ahli gizi harus “Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat
bekerjasama dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan”. Seorang ahli gizi
harus menyadari bahwa tidak setiap waktu dia berada dekat dengan pasien yang sedang
dia tangani, ada kalanya dia memerlukan waktu untuk hal lain yang menyebabkan dia
tidak dapat memantau kondisi pasiennya. Jika hal itu terjadi, maka ahli gizi harus
melakukan pencegahan agar dia tidak kehilangan pantauan terhadap pasiennya, hal itu
dapat dilakukan dengan cara menjalin koordinasi dengan profesi lain (contohnya:
suster). Seperti yang kita ketahui yang melakukan pemberian makanan lewat sonde
adalah suster dan yang memantau pemberian tersebut adalah ahli gizi. Jika dalam suatu
waktu ahli gizi tidak dapat memantau suster melakukan pemberian makanan lewat
sonde tersebut, maka ahli gizi harus memberikan intruksi-intruksi yang jelas kepada
suster agar dia bisa menjalankan tugasnya dengan benar dan tidak terjadi kesalahan
yang fatal.
5. AD/ART PERSAGI
Jawab:
Ahli gizi pada kasus tersebut tidak sesuai dengan pasal 3 ayat 1 yang terdapat di
dalam AD/ART PERSAGI mengenai Kewajiban Anggota yang berbunyi : “Anggota
PERSAGI mempunyai kewajiban : Mematuhi “AD/ART dan kode etik ahli gizi serta
keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh PERSAGI”. Sebagai ahli gizi yang terdaftar
sebagai anggota PERSAGI, maka ahli gizi seharusnya melaksanakan kewajiban tersebut.
Namun pada kenyataannya, ahli gizi pada kasus tersebut melanggar peran dari
PERSAGI yang disebutkan pada AD PERSAGI Pasal 10 Ayat 2 yaitu “Peningkatan keadaan
gizi perorangan dan masyarakat” serta melanggar Kode Etik Ahli Gizi yang secara
otomatis juga melanggar ART PERSAGI Pasal 3 Ayat 1 yang telah disebutkan diatas.
Seharusnya, ahli gizi pada kasus tersebut dapat meningkatkan keadaan gizi kliennya di
Rumah Sakit, bukan menghilangkan nyawa kliennya tersebut.
Apabila ahli gizi pada kasus tersebut mematuhi, melaksanakan, serta berpedoman
teguh pada Kode Etik Ahli Gizi seperti contoh pada Bab II mengenai Kewajibab Terhadap
Klien ayat 1 yaitu “Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha
memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan
gizi atau di masyarakat umum” serta ayat 4 yaitu “Ahli Gizi berkewajiban senantiasa
memberikan pelayanan gizi prima, cepat dan akurat” dan ayat 6 yang berbunyi “Ahli Gizi
dalam melakukan tugasnya, apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan
berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang
mempunyai keahlian”, maka kecil kemungkinan untuk terjadinya keteledoran sehingga
dapat merugikan bahkan menghilangkan nyawa dari kliennya tersebut.
Selain itu, ahli gizi tersebut dapat diberhentikan dari keanggotaan PERSAGI seperti
yang disebutkan pada ART PERSAGI Pasal 5 mengenai Pemberhentian Anggota yang
berbunyi sebagai berikut :
Tata cara pemberhentian anggota :
1) Pemberhentian anggota atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan
pemberitahuan secara tertulis kepada Dewan Pimpinan Cabang.
2) Seseorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh Dewan
Pimpinan Cabang apabila melanggar ketentuan organisasi.
3) Paling lama 6 bulan sesudah pemberhentian sementara Dewan Pimpinan
Cabang dapat merehabilitasi atau mengusulkan pemberhentian kepada Dewan
Pimpinan Pusat untuk dikukuhkan melalui DPD.
4) Dalam hal-hal luar biasa, Dewan Pimpinan Pusat dapat melakukan
pemberhentian langsung, dan memberitahukannya kepada Dewan Pimpinan
Daerah.
6. Hak azazi klien
Jawab:
Berdasarkan kasus, hak azazi klien belum terpenuhi dikarenakan pelayanan yang
diberikan oleh ahli gizi belum memenuhi standart hak azazi menurut pasal 32 UU No 44
Tahun 2009. Hal ini terjadi karena ahli gizi tersebut tidak menjalankan profesinya secara
professional. Seharusnya klien memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standart profesi dan standart prosedur operasional. Namun pada kenyataannya
dalam kasus ini, klien yang seharusnya mendapat makanan NGT sebanyak 6 kali dalam
sehari malah diberikan lebih dari 7 kali dalam sehari, sehingga dalam 3 hari pasien
tersebut meninggal dunia karena overfeeding. Dan saat itu ahli gizi sedang tidak
bertugas seolah-olah lepas tanggungjawab.
Terkait hal diatas keluarga klien memiliki hak untuk menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standart baik secara perdata atau pidana. Gugatan tersebut dikarenakan klien
tidak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
7. Pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika profesi
Jawab:
Berdasarkan kasus, ahli gizi di RS swasta tersebut tidak mengikuti prinsip etika, yaitu
bertanggung jawab. Ahli gizi di RS swasta tidak melakukan monitoring dan koordinasi
dengan cermat sehingga merugikan pasien yang mengakibatkan pasien meninggal
karena makanan sonde diberikan lebih dari 7 kali (seharusnya 6 kali pemberian sehari).
Selanjutnya, berdasarkan prinsip-prinsip etika profesi, ahli gizi di RS swasta ini harus
bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan gizi yang diberikannya yang telah
menyebabkan pasien meninggal.
8. Perkembangan profesi gizi
Jawab:
Perkembangan profesi gizi di Indonesia berjalan baik seimbang dengan kemampuan
– kemampuan para Ahli gizi dalam memecahkan persoalan – persoalan gizi . Disamping
itu tantangan dan tuntutan profesi gizi di era globalisasi menjadi lebih luas dan berat.
Adanya persaingan bebas yang tidak dapat terbendung menuntut profesionalisme yang
kuat, handal, dan tangguh. Bisa dikatakan bahwa ahli gizi di RS tersebut tidak
profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Bisa saja dengan adanya persaingan
bebas ahli gizi RS tersebut dapat tersingkir dari dunia kerja yang selama ini dilakoninya.
Selain itu persatuan Ahli Gizi Indonesia bersama dengan universitas terkemuka
bekerjasama dalam menata pendidikan dan pengembangan kurikulum profesi gizi
dimana para sarjana gizi yang akan memulai praktek diharapkan menempuh program
pendidikan profesi gizi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi tenaga gizi dan mengantisipasi era globalisasi yang sudah dipelupuk mata
serta merupakan keadaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam hal ini ahli gizi RS
tersebut kurang berkompetensi dalam menjalankan tugasnya yang bisa dilihat karena
tidak melakukan monitoring dan koordinasi dengan cermat .Mungkin karena ahli gizi RS
tersebut belum bisa memahami dan mengembangkan pelajaran – pelajaran yang
didapat waktu menempuh pendidikan gizi.
Daftar Pustaka
http://ekaherawati200510.wordpress.com/2011/11/30/kode-etik-ahli-gizi-ahmad-saifudin-ali/
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl2431
http://rahman7syamsuddin.blogspoot.com/2011/02/etika-profesi-dan-kode-etikkesehatan.html?m=1
http://aulaulpaul.blogspot.com/2012/09/mengenal-perkembangan-profesi-gizi-di.html?m=1
http://nutrition-nowadays.blogspot.com/2012/06/normal-o-false-false-false-en-us-zh-cn.html?m=1
http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/prinsip-prinsip-etika-profesi.html
http://nutrition-nowadays.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false-en-us-zh-cn.html
http://ridwanamiruddin.com/2010/04/05/profesionalisme-sarjana-kesehatan-masyarakat-oleh-profdr-ridwan-amiruddin-s-km-m-kes-msc-ph/
Download