MODEL DYNAMIC MODIFIED SPANNING TREE (DMoST) DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PENGELOMPOKAN MESIN YANG MINIMUM UNTUK PERANCANGAN TATA LETAK SEL DINAMIS Dr. Ir. Yogi Yogaswara, M.T. 1), Ryry Rizki Asri2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Jalan Dr. Setiabudhi No.193 Bandung Email2): [email protected] ABSTRAK Perubahan yang terjadi pada bidang manufaktur disebabkan oleh perubahan pada siklus hidup produk yang lebih pendek, permintaan pasar akan variasi baru dan berubah-ubah serta perubahan pada sisi penggunaan teknologi terbaru di perusahaan. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan aliran proses yang juga akan mengubah tata letak pada bagian produksi sehingga memunculkan masalah dynamic layout problem. Permasalahan tata letak dinamis dapat diselesaikan dengan menggunakan metode pembentukan sel manufaktur yang memiliki tingkat fleksibilitas tinggi. Pada penelitian ini algoritma yang digunakan adalah direct clustering algorithm, rank order clustering, dan bond energy algorithm. Algoritma dynamic modified spanning tree juga digunakan untuk mengurutkan mesin ke dalam tata letak dengan struktur baris-tunggal dan menentukan panjang perencanaan time window pada masa yang akan datang. Pembentukan sel manufaktur yang dipilih adalah rank order clustering dengan grouping efficiency sebesar 76,1% dan grouping efficacy sebesar 59,5%. Selisih jarak pemindahan material antara layout awal dan usulan sebesar 155 meter dengan selisih total ongkos pemindahan material sebesar 169.983. Periode perencanaan selama 8 periode, yang masingmasing memiliki perubahan akibat adanya peningkatan volume produksi dan penambahan jenis produk baru dan hal ini telah diketahui sebelumnya oleh perusahaan. Kemudian pada masa yang akan datang dilakukan pengaturan ulang tata letak mesin sebanyak 2 kali pada periode 1 dan 5. Periode 1 menggunakan rancangan tata letak mesin periode 2 dengan urutan mesin 5-6-7-3-1-4-2 yang digunakan sepanjang periode 1 sampai dengan 4. Pada periode 5 menggunakan rancangan tata letak mesin periode 6 dengan urutan mesin 7-6-5-3-1-4-2 yang digunakan sepanjang periode 5 sampai dengan 8. Total biaya pengaturan ulang tata letak sebesar 100.000. Kata kunci: dynamic layout problem, rank order clustering, direct clustering algorithm, bond energy algorithm, minimum spanning tree, algoritma silver-meal, time window. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade sebelumnya banyak perusahaan di bidang manufaktur yang mengalami tantangan akibat adanya globalisasi serta persaingan yang tinggi di pasar. Masalah ini timbul disebabkan oleh perubahan pada siklus hidup produk yang lebih pendek, permintaan pasar akan variasi baru dan berbeda yang kini semakin meningkat, dan juga perubahan pada sisi penggunaan teknologi terbaru. Saat ini sebagian besar perusahaan manufaktur menaruh banyak perhatian untuk meningkatkan fleksibilitas dari tata letak mesin serta daya tanggap terhadap permintaan konsumen. Dengan mempertimbangkan tren saat ini yaitu siklus hidup produk yang lebih pendek, maka perusahaan dapat menyiasatinya dengan menambah variasi produk yang dihasilkan agar lebih luas dan tetap 1 berkompetisi dengan para pesaing. Semakin luas variasi produk yang dihasilkan maka akan semakin luas juga mesin, metode, dan material yang digunakan. Kondisi ini menunjukkan pola bisnis yang sangat dinamis. Pola inilah yang akan mengakibatkan perubahanperubahan pada tata letak mesin karena menyesuaikan dengan produk yang akan dihasilkan. Salah satu teknik utama yang dapat diterapkan untuk meningkatkan fleksibilitas perusahaan adalah dengan menggunakan Cellular Manufacturing System. Cellular Manufacturing System (CMS) merupakan sebuah penerapan langsung dari filosofi group technology dalam proses manufaktur. Group technology dapat menjadi solusi yang tepat untuk menjawab tantangan fleksibilitas serta efisiensi yang tinggi. Dari penerapan CMS hasil yang dapat diperoleh adalah pengurangan jarak perpindahan material, pengurangan pada product handling, work in process, level persediaan serta lead time. Tata letak pabrik yang lebih baik akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan (Susetyo, Simanjuntak, & Ramos, 2010) Oleh karena itu tata letak dinamis merupakan salah satu hal yang menarik untuk dilakukan penelitian dibandingkan dengan tata letak statis karena saat ini perusahaan cenderung melakukan perubahan-perubahan pada bagian produksi seperti peningkatan volume produksi, perubahan karakteristik pada produk dan penambahan jenis produk baru yang akan mengakibatkan perubahan pada tata letak bagian produksi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan melakukan trade-off antara peningkatan ongkos perpindahan material dengan ongkos pengaturan ulang tata letak mesin yang diharapkan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang menjadi pokok penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mendapatkan solusi terbaik dengan membandingkan tiga metode untuk mengelompokkan mesin/part ke dalam sel manufaktur. 2. Bagaimana merancang tata letak sel dinamis pada masa yang akan datang dengan mempertimbangkan peningkatan volume produksi dan penambahan jenis produk baru. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Memperoleh solusi terbaik dari perbandingan tiga metode pengelompokan mesin/part ke dalam sel manufaktur. 2. Memperoleh rancangan tata letak sel dinamis pada masa yang akan datang dengan mempertimbangkan peningkatan volume produksi dan penambahan jenis produk. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui karakteristik beberapa metode pengelompokan mesin/part ke dalam sel manufaktur dalam menyelesaikan permasalahan tata letak sel dinamis. Bagi industri rancangan tata letak sel dinamis yang dihasilkan diharapkan mampu mengurangi biaya produksi, penghematan dalam material handling, efisien dalam aliran material, yang pada akhirnya mampu bersaing secara global. 1.5 Asumsi Penelitian Asumsi penelitian dibutuhkan agar persoalan yang dibahas pada penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu meluas. Adapun asumsi pada penelitian ini adalah: 1. Usulan rancangan tata letak mesin berdasarkan tata letak mesin yang sudah ada 2. Bangunan tiap departemen berbentuk kubus atau persegi panjang 3. Fasilitas ditempatkan pada sepanjang garis lurus yang berarti pengurutan dan penempatan mesin dilakukan hanya untuk tata letak mesin dalam sebuah sel dengan struktur single-row. 2 4. Orientasi mesin diketahui dan diposisikan dengan sisi panjangnya secara paralel. 5. Tidak terdapat pembatas bentuk bangunan di mana mesin akan dialokasikan 6. Tidak terdapat perubahan jenis produk, volume dan proses produksi selama waktu perencanaan. 7. Perubahan yang terkait adalah mengenai perubahan jenis produk baru di luar waktu perencanaan. 8. Perubahan ini bersifat deterministik artinya perubahan-perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang telah diketahui selama selang waktu tertentu. Perubahannya meliputi peningkatan volume produk untuk setiap komponen dan penambahan jenis produk baru masing-masing 1 per periode selama panjang perencanaan yaitu 8 periode. 9. Biaya pengaturan ulang tata letak bernilai tetap untuk setiap periode dan sama untuk setiap mesin. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Group Technology Teknologi kelompok merupakan alat yang dapat membantu meningkatkan produktivitas serta memberi dampak penting dalam perkembangan system manufaktur selular. PF-1 PF-2 PF-4 PF-3 Part before grouping Grouping parts Gambar 1. Pengelompokan komponen ke dalam famili part Sumber : Kusiak, Andrew, 1990 Konsep teknologi kelompok dibuat oleh Mitrofanov dan pertama kali diperkenalkan oleh Miltrofanov pada tahun 1966 kemudian dikembangkan oleh Nurbidge tahun 1971. Konsep teknologi kelompok muncul pada penurunan setup, batch size. Teknologi kelompok mencoba untuk menahan fleksibilitas job shop dengan produktivitas tinggi pada flow shop, hal ini dibutuhkan pada mesin tunggal. 2.3 Direct Clustering Algorithm (DCA) Salah satu metode yang berbasis pengurutan adalah Direct Clustering Algorithm. Algoritma ini pertama kali dikembangkan oleh Chan dan Milner (1982, kemudian diperbaiki oleh Wemmerlov (1984) menyediakan koreksi pada original algoritma untuk mendapatkan revisi algoritma yang diinginkan. DCA ini merupakan algoritma pengelompokan dimana kondisi pada matriks awal ini masih berupa matriks partially. Dengan menggunakan DCA diharapkan dapat memperoleh hasil akhir dengan matriks mutually. 2.4 Algoritma Rank Order Clustering (ROC) Metode cluster berbasis pada pengurutan baris dan kolom dari matriks keterkaitan mesin-part telah dipelajari banyak orang, diantaranya algoritma Rank order cluster (ROC) yang merupakan matriks dimana cluster bisa diidentifikasi secara visual. Algoritma ROC menggambarkan binary value untuk setiap baris dan kolom, pengaturan ulang baris dan kolom dalam penurunan order dari binary value kemudian mengidentifikasi kelompok mesin/part. 2.5 Bond Energy Algorithm (BEA) Bond Energy Algorithm (BEA) merupakan heuristik yang dilakukan untuk memaksimalkan jumlah bond energy setiap elemen mesin pada bagian mesin processing indikator matriks. Bond energy dilakukan sehingga matriks dengan kelompok ataupun diagonal blok dari 1s dapat diperoleh bond energy yang besar dibandingakan dengan matriks yang sama dengan baris dan kolom yang diatur, sehingga 1s didistribusi uniform melalui matrik. Bond energy untuk elemen garis ij 3 melalui aij [ai.j + ai.j-1 + ai+1j + ai-1j]. BEA dilakukan untuk memaksimalkan jumlah bond energy keseluruhan baris dan kolom permutasi dari bagian processing indikator matriks aij (Kusiak, 1990). 2.2 Performance Measurement Untuk membandingkan kualitas solusi dari algoritma yang berbeda, maka digunakan 2 formula untuk mengidentifikasi part family dan machine cell (Singh & Rajamani, 1996). 1. Grouping Efficiency (h) Grouping efficiency adalah ukuran yang pertama kali digunakan untuk mengevaluasi hasil final yang diinginkan dengan algoritma yang berbeda. Kelebihan dari solusi ini adalah bergantung pada kegunaan mesin, baik di dalam sel maupun di luar sel. Formula dari grouping efficiency ini adalah sebagai berikut : h = q.h1 + (1 – q) h2 dimana : h1 = ! h2 = !" # !"%&' " # !" %&' ( !) *+ 𝑛 𝑖𝑛 = 𝑛1𝑖𝑛 0.2 # !" # !) *+ 0.2 # !" # !) *+ ( !" %&' = !) %&' !%&' Dengan notasi : m = jumlah mesin p = jumlah komponen q = faktor pembobotan (0,5) n1 = angka 1 di dalam incidence matrix n0 = angka 0 di dalam incidence matrix nin = jumlah elemen di dalam sel out n = jumlah elemen di luar sel n1in = angka 1 di dalam sel n1out = angka 1 di luar sel n0in = angka 0 di dalam sel noout = angka 0 di luar sel 2. Grouping Efficacy (t) Digunakan untuk meramalkan perbedaan terkecil dalam grouping efficacy antara struktur matriks yang baik dan buruk. Perubahan di dalam exceptional element mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada perubahan poin dalam blok diagonal. Akhirnya, poin dalam blok diagonal dapat berkurang secara signifikan. Formula dari grouping efficacy adalah sebagai berikut (Singh & Rajamani, 1996). τ= 3 # 34 3 ( 35 dimana: e = jumlah angka 1 pada incidence matrix ee = angka 1 di luar blok diagonal (exceptional element) ev = angka 0 di dalam blok diagonal (voids element) 2.3 Dynamic Modified Spanning Tree (DMoST) Algoritma ini pada dasarnya merupakan penggabungan dari algoritma Modified Spanning Tree untuk pengurutan mesin ke dalam tata letak dengan struktur single-row dengan algoritma Silver-Meal (S-M) untuk penentuan panjang perencanaan time window termasuk penentuan ongkos total untuk tata letak yang dihasilkan. Pada algoritma dynamic modified spanning tree (DMoST), tata letak berstruktur singlerow yang dihasilkan mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan terhadap routing produk pada periode mendatang. Agar dapat mengakomodasikan perubahanperubahan tersebut, maka pada algoritma MST dinamis ini ditambahkan metode penentuan panjang perencanaan time window untuk memberikan informasi mengenai data aliran produksi yang dinamis-deterministik sepanjang periode perencanaan. Perubahan-perubahan tersebut akan diimplementasikan ke dalam suatu rencana kejadian atau skenario hipotetis untuk mengetahui performansi algoritma DMST yang akan dirancang. Hubungan dengan atribut-atribut yang lain adalah sebagai berikut: semakin kecil panjang perencanaan time window, yang berarti semakin sering melakukan pengaturan ulang tata letak, akan menurunkan biaya pemindahan bahan, tetapi menambah biaya pengaturan ulang tata letak. Sebaliknya, semakin besar panjang perencanaan time window akan 4 mengurangi frekuensi pengaturan ulang tata letak, yang berarti mengurangi biaya pengaturan ulang tata letak, tetapi mengakibatkan meningkatnya biaya pemindahan bahan. Untuk itu perlu dicari panjang perencanaan time window yang tepat yang dapat meminimalkan biaya total pemindahan bahan. Untuk lebih menjelaskan hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Ongkos Material Handling Layout Awal Tabel 1 Data alat angkut dan tenaga kerja layout awal Alat angkut Harga hand truck/unit Rp 350.000 Nilai sisa (10%) Rp 35.000 Umur ekonomis 6 tahun Kapasitas angkut 150 kg Jumlah 7 unit Total jarak material handling Tenaga kerja Rp 30.000 Upah/hari 8 jam Jam kerja 24 hari Hari kerja/bulan 288 hari Hari kerja/tahun 2 orang Jumlah 1.341 m 1. Perhitungan depresiasi hand truck dengan metode garis lurus = (ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖 𝑎𝑙𝑎𝑡 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎) 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠 𝑥 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (350.000 − 35.000) 𝑥 7 6 𝑥 12 = 𝑅𝑝 30.625 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = Gambar 2. Hubungan antara atribut-atribut tata letak mesin dinamis Sumber: (Yogaswara, 2001) 3. USULAN PEMECAHAN MASALAH Dalam penelitian ini sebuah model pemecahan masalah sangat diperlukan untuk dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilakukan. Berikut adalah flowchart pemecahan masalah tata letak sel dinamis: 2. Perhitungan upah pengangkutan tenaga kerja = 𝑢𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑅𝑝 30.000 𝑥 2 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑥 24 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 𝑅𝑝 1.440.000 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 3. Perhitungan total biaya pemindahan material = 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 + 𝑢𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 = 𝑅𝑝 30.625 + 𝑅𝑝 1.440.000 = 𝑅𝑝 1.470.625 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 4. Perhitungan biaya pemindahan material/meter = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 ℎ𝑎𝑛𝑑𝑙𝑖𝑛𝑔 = 𝑅𝑝 1.470.625 1.341 𝑚 = 𝑅𝑝 1.097 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛 4.2 Incidence Matrix Hasil dari incidence matrix dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Gambar 3. Model pemecahan masalah 5 Tabel 2. Production flow analysis M/P 1 2 3 4 5 6 7 1 1 1 1 1 0 0 0 2 1 1 0 1 0 0 0 3 1 0 0 1 0 0 0 4 1 1 0 1 1 1 0 5 1 0 0 0 1 1 0 6 1 1 0 1 0 0 0 7 1 1 1 0 0 0 1 8 1 0 0 1 1 0 0 9 0 0 1 0 0 0 1 4.3 Pembentukan Sel Manufaktur Digunakan beberapa algoritma agar dapat dimunculkan beberapa alternatif usulan pembentukan sel manufakur yang kemudian dipilih alternatif terbaik dengan indikator yang telah ditetapkan. 4.2.1 Direct Clustering Algorithm (DCA) Hasil akhir pengelompokan mesin/part dengan DCA dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil akhir DCA M/P 4 1 7 2 5 6 8 3 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 4 1 1 0 1 0 1 1 1 0 2 1 1 1 1 0 1 0 0 0 3 0 1 1 0 0 0 0 0 1 5 1 0 0 0 1 0 1 0 0 6 1 0 0 0 1 0 0 0 0 7 0 0 1 0 0 0 0 0 1 Hasil akhir matrik DCA mengelompokkan mesin ke dalam 2 sel. Sel 1 terdiri atas mesin (1, 4, 2, 3, 5, dan 6) dan komponen (4, 1, 7, 2, 5, 6, 8, dan 3). Sel 2 terdiri atas mesin 7 dan komponen 9. 4.2.2 Algoritma Rank Order Clustering (ROC) Tabel 4. Hasil akhir ROC M/P 1 4 2 3 5 6 7 1 1 1 1 1 0 0 0 4 1 1 1 0 1 1 0 2 1 1 1 0 0 0 0 6 1 1 1 0 0 0 0 8 1 1 0 0 1 0 0 3 1 1 0 0 0 0 0 7 1 0 1 1 0 0 1 5 1 0 0 0 1 1 0 9 0 0 0 1 0 0 1 Hasil akhir matrik ROC membentuk 2 sel, sel 1 terdiri dari mesin (1, 4, 2) dengan komponen (1, 4, 2, 6, 8, 3). Sel 2 terdiri dari mesin (3, 5, 6, 7) dengan komponen (7, 5, 9). 4.2.3 Bond Energy Algorithm (BEA) Tabel 5. Hasil akhir BEA M/P 7 3 2 1 4 5 6 9 1 1 0 0 0 0 0 7 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 2 0 0 1 1 1 0 0 4 0 0 1 1 1 1 1 6 0 0 1 1 1 0 0 3 0 0 0 1 1 0 0 8 0 0 0 1 1 1 0 5 0 0 0 1 0 1 1 Hasil akhir matrik BEA membentuk 2 sel, sel 1 terdiri dari mesin (7, 3, 2) dengan komponen (9, 7, 1, 2, 4). Sel 2 terdiri dari mesin (1, 4, 5, 6) dengan komponen (4, 6, 3, 8, 5). 4.4 Performance Measurement 4.5 Grouping Efficiency (h) Contoh perhitungan DCA: h = 0,5𝑥0,551 + (1 − 0,5)𝑥0,857 = 0,704 h1 = WX#W WY#W(WW = WZ [X = 0,551 h2 = \]#WX#WW \]#WX#WW(W = ^W ^[ = 0,857 4.6 Grouping Efficacy (t) Contoh perhitungan DCA: τ = WX#W WX ( WW = 0,529 Perbandingan ini dilakukan agar terlihat dari ketiga metode tersebut manakah yang memiliki kualitas hasil yang paling baik. 6 = 𝑹𝒑 𝟏. 𝟑𝟎𝟏. 𝟎𝟒𝟐 𝒑𝒆𝒓 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏 Tabel 6. Perbandingan performance measurement DCA 1 0,704 0,529 ROC 1 0,761 0,595 BEA 1 0,731 0,564 Performance Measurement 56% BEA 1 73% 60% ROC 1 53% DCA 1 𝛕 76% 70% 𝛈 Gambar 4. Grafik Perbandingan performance measurement Berdasarkan tabel di atas metode yang dipilih untuk pembentukan sel manufaktur adalah metode ROC yang membentuk 2 sel, yaitu sel 1 terdiri dari mesin (1, 4, 2) dengan komponen (1, 4, 2, 6, 8, 3). Sel 2 terdiri dari mesin (3, 5, 6, 7) dengan komponen (7, 5, 9) seperti pada tabel di bawah. Tabel 7. Urutan sel mesin/komponen ROC Sel Mesin Komponen 1 1, 4, 2 1, 4, 2, 6, 8, 3 2 3, 5, 6, 7 7, 5, 9 4.7 Ongkos Material Handling Layout Usulan Untuk layout usulan dilakukan perhitungan yang hampir sama dengan perhitungan ongkos material handling layout awal. Berikut adalah biaya pemindahan material dari masing-masing usulan. 1. Biaya pemindahan material untuk layout usulan alternatif 1 adalah sebesar: = 𝑅𝑝 1097 𝑥 1209 𝑚 = 𝑹𝒑 𝟏. 𝟑𝟐𝟔. 𝟐𝟕𝟑 𝒑𝒆𝒓 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏 2. Biaya pemindahan material untuk layout usulan alternatif 2 adalah sebesar: = 𝑅𝑝 1097𝑥 1.186 𝑚 4.8 Perbandingan Ongkos Layout Awal dan Layout Usulan Layout awal dihitung berdasarkan tata letak yang telah ada (existing) kemudian diperoleh sejumlah ongkos total perpindahan material. Total jarak material handling per harinya adalah 1.341meter dengan biaya sebesar Rp 1.097 per meter gerakan sehingga jika dikalikan maka diperoleh OMH sebesar Rp 1.470.625. Perusahaan tentunya ingin ada perbaikan pada lantai produksi terutama untuk meminimalisir ongkos perpindahan material maka dihitunglah layout usulan. Layout usulan terdiri dari 2 alternatif, alternatif 1 memiliki total jarak perpindahan material sebesar 1.209meter dengan OMH sebesar Rp 1.325.865. Sedangkan untuk alternatif 2 memiliki total jarak perpindahan material sebesar 1.186meter dengan OMH Rp 1.300.642. Dengan demikian dapat dilihat rangkumannya pada gambar berikut. Perbandingan OMH Ongkos material handling PM/GT 𝛈 𝛕 Rp1.470.625 Rp1.325.865 1.341 (awal) 1.209 (alt. 1) Jarak material handling Rp1.300.642 1.186 (alt. 2) Gambar 5. Grafik perbandingan OMH awal dan usulan Berdasarkan grafik perbandingan di atas maka layout yang terpilih adalah layout usulan alternatif 2. 4.9 Algoritma Dynamic Modified Spanning Tree (DMoST) Dengan menggunakan layout usulan alternatif 2 dibuatlah skenario perubahan produk dengan panjang perencanaan 8 periode, ongkos pengaturan ulang tata letak sebesar 50.000. 7 4.4.1 Pengurutan Mesin dengan MST Dari hasil perhitungan matriks bobot kedekatan diperoleh urutan mesin dengan menggunakan algoritma MST. Urutan mesin didasarkan pada kedekatan antara mesin. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Ongkos per periode C(k,T) C(1,0) 50.000 C(1,1) 27.028 C(1,2) 22.172 C(1,3) 21.186 C(1,4) 22.444 C(2,0) 50.000 C(2,1) 28.167 C(2,2) 22.944 Ongkos per periode yang disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar berikut. Tabel 8. Urutan mesin dalam tata letak mesin baris-tunggal Periode Urutan Mesin Total OMH Tiap Konfigurasi 1 6-5-4-3-2-1-7 6476 2 5-6-7-3-1-4-2 4057 3 4 5 6 7 8 1-2-3-4-5-6-7 7-3-1-6-5-4-2 7-1-6-5-4-3-2 7-6-5-3-1-4-2 7-6-5-3-4-2-1 6-5-4-7-1-3-2 6230 6076 6869 4179 6334 6249 Gambar 6. Grafik ongkos per periode 4.4.2 Penentuan Time Window dengan Algoritma Silver-Meal Pada penentuan perencanaan time window diperlukan beberapa informasi yang sebelumnya telah dihitung atau ditentukan, yaitu total ongkos pemindahan material setiap konfigurasi per periode, ongkos pengaturan ulang tata letak atau rearrangement cost, hasil dari perencanaan time window serta ongkos per periode konfigurasi tata letak ini disajikan pada Tabel 10 sebagai berikut. Tabel 9. Penentuan panjang perencanaan time window Periode T OMH tiap konfigurasi Wk 1 1 6.476 2 3 4 5 5 6 7 8 2 3 4 5 1 2 3 4 4.057 6.230 6.076 6.869 6.869 4.179 6.334 6.249 M(T-1)Wk M[∑(T-1)Wk] TRC(T) TRC(T)/T - - 50.000 50.000 4.057 12.459 18.227 27.476 4.179 12.668 18.747 4.057 16.516 34.742 62.218 4.179 16.847 35.594 54.057 66.516 84.742 112.218 50.000 54.179 66.847 85.594 27.028 22.172 21.186 22.444 50.000 27.089 22.282 21.398 Berdasarkan Tabel 10 di atas diperoleh ongkos per periode C(k, T) yang dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. 4.4.3 Hasil Perancangan Tata Letak Mesin Dinamis pada Sel Manufaktur Dari hasil perhitungan panjang perencanaan time window, maka telah diperoleh suatu rancangan tata letak sel dinamis dengan mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan skenario. Berikut adalah hasil perhitungan algoritma Silver-Meal yang telah dirangkum pada Tabel 12. Tabel 11. Hasil perhitungan algortima SilverMeal 1. Ongkos pemindahan bahan: = (total OMH) x (biaya/meter gerakan) = (33.123) x (1.097) = 36.324.766 2. Total rearrangement cost: = (frekuensi pengaturan ulang) x (rearrangement cost) = (2) x (50.000) = 100.000 3. Total ongkos: = (ongkos pemindahan material) + (rearrangement cost) = (36.324.766) + (100.000) = 36.424.766 8 Gambar 7. Rancangan tata letak mesin dinamis baris-tunggal 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan beberapa poin berikut. 1. Algoritma yang dipilih berdasarkan nilai performance measurement terbesar untuk memperoleh solusi terbaik adalah rank order clustering alternatif 1 untuk membentuk mesin/part ke dalam sel manufaktur yaitu grouping efficiency (h) sebesar 76,1% dan grouping efficacy (t) sebesar 59,5%. Perbandingan antara layout awal dengan layout usulan rank order clustering alternatif 1 urutan sel mesin alternatif 2 (3-5-6-7-1-4-2) maka diperoleh selisih jarak pemindahan material sebesar 155meter dengan selisih total ongkos pemindahan material sebesar Rp 169.985. 2. Panjang time window yang dihasilkan yaitu untuk periode 1 dan 4 menggunakan rancangan tata letak mesin periode 2, dengan urutan mesin 5-6-7-3-1-4-2. Sedangkan untuk periode 5 dan 8 menggunakan rancangan tata letak mesin periode 6, dengan urutan mesin 7-6-5-3-1-4-2. Pengaturan ulang tata letak mesin dilakukan sebanyak 2 kali pada periode 1 dan 5. Ongkos pemindahan material sebesar 36.324.766, ongkos pengaturan ulang tata letak sebesar 100.000 sehingga diperoleh total ongkos sebesar 36.424.766. 5.2 Saran Untuk ke depannya dapat dilakukan penelitian lanjutan berdasarkan penelitian ini, dan saran yang dapat dijadikan rekomendasi adalah: 1. Pada penelitian ini perubahanperubahan yang terjadi adalah perubahan yang bersifat deterministik yang berarti perubahan yang akan terjadi telah diketahui sebelumnya. Pada penelitian ini perubahan yang dimaksud adalah terjadinya peningkatan volume produksi secara konstan untuk setiap periode, dan terdapat penambahan jenis produk baru sebanyak satu produk setiap periodenya. Untuk penelitian lanjutan akan lebih baik jika perubahanperubahan tersebut berdasarkan keadaan nyata pada suatu sistem, yang sebagian besar perubahan tersebut bersifat probabilistik terutama pada saat ini, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih cocok dengan permasalahan yang ada pada kasus nyatanya. 2. Aliran arah pada penelitian ini menerapkan aliran bahan dua arah dalam lintasan mesin sel manufaktur baris-tunggal, dapat dipertimbangkan pemikiran mengenai aliran bahan satu arah yang akan membuat permasalahan menjadi lebih kompleks. 3. Asumsi-asumsi penelitian dapat diminimalisir dan diubah berdasarkan data sebenarnya sehingga penelitian tidak akan bias dan sesuai dengan keadaan sistem nyatanya. 9 DAFTAR PUSTAKA Kusiak, A. (1990). Intelligent Manufacturing System. New Jersey: Prentice Hall. Singh, N., & Rajamani, D. (1996). Cellular Manufacturing System Design, Planning and Control (Vol. 1). London: Chapman & Hall. Susetyo, J., Simanjuntak, R., & Ramos, J. (2010). Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi dengan Pendekatan Group Technology dan Algoritma Blocplan untuk Meminimasi Ongkos Material Handling. Yogaswara, Y. (2001). Algoritma Tata Letak Mesin Dinamis Untuk Sel Manufaktur. Bandung: Universitas Pasundan. 10 LAMPIRAN Layout awal keseluruhan Layout awal produksi Layout usulan alternatif 1 Layout usulan alternatif 2 11