Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 ISSN 0216-7492 PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS Farel H. Napitupulu, Putra Mora Tua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU ABSTRAK Jurnal ini berisikan tentang rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama. Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan kakao sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 7,5 kg per siklus. Setelah dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Biji kakao yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan kakao dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah. Kata kunci: Cabinet Dryer, Pengeringan kakao, Uap Air 1. PENDAHULUAN Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia khususnya petani kakao dalam hal proses pengeringan. Biji cokelat yang masuk ke dalam pengeringan adalah biji cokelat yang sudah terfermentasi. Kadar air biji cokelat setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% [1] sehingga memberikan peluang yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Pengeringan biji cokelat terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas dan sinar ultraviolet. Pengeringan ini dilakukan secara 8 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 terbuka, membutuhkan hembusan angin yang besar dari udara sehingga pengeringan berlangsung lambat. Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan pada artificial drying tidak. Namun, pengeringan secara terbuka menyebabkan rawan kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan sekitar.Selain itu, pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca memungkinkan. Jika tidak, menggunakan artificial drying. Pengeringan buatan (artificial drying) menggunakan bahan bakar. Prinsip kerjanya adalah pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan pangan, berbentuk solid . Salah satunya adalah cabinet dryer. Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami. Secara konduksi, digunakan sejumlah tray (wadah penampung biji) secara bertingkat. Sistem pengering ini menggunakan udara pengering sebagai medium pemanas biji cokelar. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah (kerosin) dan kayu bakar. Komponen-komponen yang menyusun cabinet dryer tersebut, disesuaikan dengan kapasitas biji cokelat yang masuk dan juga diperhitungkan efisiensi dari sistem pengering tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengeringan 2.1.1. Pengeringan dengan Panas Udara Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem [2]. Untuk itu, dilakukan ISSN 0216-7492 perhitungan terhadap neraca energi untuk mencapai keseimbangan. Menurut [2], alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru. Menurut [1] tujuan pengeringan biji kakao adalah menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa cara pengeringan yaitu dengan sinar matahari, dengan alat pengering dan kombinasi keduanya. Pengeringan kombinasi yaitu pengeringan dengan panas sinar matahari dan panas buatan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari.Tetapi pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, waktu yang dibutuhkan juga sangat lama dan sangat bergantung dengan cuaca karena jika cuaca buruk misalnya cuaca sedang hujan atau tidak ada matahari maka pengeringan ini tidak dapat dilakukan. Untuk mengantisipasi cuaca yang tidak menentu tersebut maka pengeringan yang baik adalah pengeringan yang dilakukan dengan alat pengering yang dalam hal ini dipakai cabinet dryer. Prinsip pengeringan cabinet dryer menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 6% [2]. 9 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 Gambar 1. Skema sistem pengering udara panas 2.1.2. Pengeringan dengan Uap Air Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas [3]. Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering ISSN 0216-7492 udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah: a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik. b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi. c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap. d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil. e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan. Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali. Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi: a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara. c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap. d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang 10 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara). Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang. ISSN 0216-7492 karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi. Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam pengeringan. 2.3. Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000) No 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 2. Skema sistem pengeringan uap air 2.2. Cabinet Dryer Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer. Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa [4]. Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, Standar Mutu Kakao 8 Karakteristik Mutu I Mutu II Jumlah biji/ 100 gr Kadar air, %(b/b) maks Berjamur, %(b/b) maks Tak terfermentasi, %(b/b) maks Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks Biji pecah, %(b/b) maks Benda asing %(b/b) maks Kemasan kg, netto/karung ** 7,5 ** 7,5 Sub Standar ** > 7,5 3 4 >4 3 8 >8 3 6 >6 3 3 >3 0 0 0 62,5 62,5 62,5 (Sumber : www.kadin-indonesia.or.id) Keterangan: * Revisi September 1992 * Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr. • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120 • Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 Untuk jenis kakao mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa) 2.4. Analisa Kadar Air Kadar air kakao yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini. 11 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 - Menghitung kadar air kakao kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut ini. wf Wkk Wko x100% Wkk (1) (2) wi = kadar air awal kakao (%) Wkb= Berat kakao basah hasil panen (kg) wi Wkb (Wkk Wf ) x100% Wkb (3) - Berat kandungan air kakao akhir (Wf ), kg Wf 7,4% xWkk - Energi pemanasan air kakao (Qw), kkal Qw = Wi x cpair (Td-Ta) wf = Kadar air kakao yang diperkirakan (%) Wkk = Berat kakao kering (kg) Wko = Berat kakao dengan kadar air 0 % (kg) - Nilai total kadar air setelah kakao dikeringkan (wf) Berat air kakao awal (Wi), kg Wi = Wkb x wi ISSN 0216-7492 (4) cpair = Panas jenis air (kkal/kg oC) - Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg W r = W i – Wf a) Kebutuhan energi pengeringan kakao (Qd), kkal Qd = Qt + Qw + Ql untuk (5) dimana; Qd = energi pengeringan kakao, kkal Qt = energi pemanasan kakao, kkal Qw = energi pemanasan air kakao, kkal Ql = energi penguapan air kakao, kkal - Energi untuk pemanasan kakao (Qt ), kkal Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta) (6) cpkakao = Panas jenis kakao (kkal/kg oC) Ta = Temperatur awal kakao (oC) Td = Temperatur rata - rata udara pengering (oC) (8) - Energi penguapan air kakao (Ql), kkal Ql = Wr x hfg (9) hfg = Panas laten air (kkal/kg) b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal Qlt = (QlwN)+Qlv (10) dimana; Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam N = Lama pengeringan - Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) 1 (11) U x1 2.5. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan (7) k1 x 2 k2 (12) Qlw U A Tmenyeluruh Dimana : Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam) U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC) A = Luas penampang (m2) T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC) k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC) k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC) x1 = tebal plat (m) x2 = tebal lapisan isolasi (m) - Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv) V cpw(Td - Ta) Qlv N (13) 12 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 - Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan : Biaya tetap BEP (19) dimana; V = Debit udara ventilasi, m3/s cpw = Panas jenis udara basah (kkal/m3 oC) Wr V 1000 ar ISSN 0216-7492 Biaya penerimaan - Biaya variabel (14) - Massa jenis uap air ventilasi (ar), gr/m3 (15) ar sd RHd sa Rha ar = Massa jenis uap air ventilasi (gr/m3) sa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3) sd = Massa jenis moisture jenuh pada Td (gr/m3) c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT), kkal QT = Qd + N.Qlt (16) 2.6. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan Setelah diperoleh nilai BEP dalam jumlah pengeringan, maka dapat dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg). 3. METODOLOGI 3.1. Perancangan Alat Pengering Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini akan memiliki ruang pengeringan, tray atau rak bahan yang akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan dan ruang bahan bakar sehingga perancangan alat pengering ini dapat dilaksanakan. - Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao Kebutuhan bahan bakar QT NKB k (17) dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per siklus NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar - Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam) Kebutuhan bahan bakar/jam = Kebutuhan total bahan bakar N (18) dimana; N = Lama pengeringan 2.7. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi. Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan kakao sehingga produksi kakao kering tidak mengalami kerugian. Gambar 3. Alat pengering yang dirancang Keterangan (gambar 3), alat pengering yang dirancang: 1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 2. Tray Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah 13 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 Bahan = Kawat aluminium Kapasitas tray = @ 2,5 kg kakao 3. Ruang bahan pengeringan Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 4. Tempat air yang akan dipanaskan Panjang = 30 cm Lebar = 30 cm Tinggi = 10 cm Kapasitas = 9 liter Bahan = Pelat baja karbon St 37 5. Ruang bakar Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 Selain komponen utama dari alat pengering di atas, alat pengering ini juga dilengkapi pintu. Pintu ruang alat pengering dilengkapi kaca dengan maksud untuk mempermudah melakukan pemantauan terhadap kesediaan air dalan heater. Adapun ukuran kaca pada pintu alat pengering adalah sebagai berikut : Lebar = 25 cm Tebal = 5 mm Tinggi = 70 cm Selain itu, untuk meminimalisasi rugi kalor di sepanjang ruang pengering dipasang bahan isolasi berupa karet keras dengan ketebalan 10 mm dan koefisien perpindahan panas konduksi, k2 sebesar 0,013 W/m.oC. Gambar 4. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air ISSN 0216-7492 Prinsip kerja alat pengering ini adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat pada heater dipanaskan hingga menghasilkan uap. Karena pada alat pengering ini tidak digunakan fan sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung secara alami. Selain itu, karena heater menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan kakao. Uap air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari udara pada temperatur tinggi sehingga amat membantu proses pemanasan kakao. Dari dinding kakao, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering. Pada alat pengering ini, terdapat saluran air yang terhubung lansung ke heater dan dapat dibuka tutup menggunakan elbow . Tujuan dari pengadaan saluran air ini adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama proses pengeringan berlangsung. Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca. Jika temperatur di dalam ruang pengering telah cukup tinggi (± 100oC), maka saluran pembuangan yang terletak di dinding belakang alat pengering dapat dibuka dengan tujuan mengurangi tekanan dalam ruang pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan temperatur dalam ruang pengering tersebut. 3.2. Pengujian Alat Pengering 3.2.1. Tempat dan Waktu Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Mekanik, gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat 14 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 diaplikasikan sesuai fungsinya. Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009. 3.2.2. a) b) c) d) e) f) g) h) i) Peralatan yang Digunakan Alat Pengering Heater Thermocouple Thermometer Thermo Anemometer Relative Humidity Meter Thermometer Kompor Minyak Tanah Timbangan Kayu Bakar 3.2.3. Bahan Dalam pengujian ini, bahan atau produk pertanian yang akan dikeringkan adalah biji cokelat. Biji cokelat ini didapat dari perkebunan cokelat di daerah medan tuntungan yang baru dipanen oleh para petani cokelat. Biji cokelat yang akan dikeringkan adalah seberat 7,5 kg. 3.2.4. Setting awal Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dicari berat kakao dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat kakao dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat kakao dengan kadar air yang diinginkan diketahui, maka pengujian dapat dilakukan. Untuk mencari berat kakao yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut : Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg Berat kakao kering dengan kadar air 0 % = 2,5 (2,5 x60%) = 1 kg Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg. Jika pada saat pengujian berat kakao telah mencapai ≤ 1,09 kg, maka kadar air kakao telah sesuai Standar Nasional Indonesia dan pengeringan dapat dihentikan. ISSN 0216-7492 Data hasil pengujian ini akan dikembangkan atau dihitung untuk mendapatkan berapa besar kebutuhan energi selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu dari data tersebut akan diperoleh berapa kadar air kakao setelah dikeringkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. 3.2.5. Variabel yang Diamati Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak selama pengeringan berlangsung. 2. Temperatur awal kakao (ta). 3. Waktu atau lama pengeringan sampai bahan benar – benar kering. 4. Berat kakao setelah dikeringkan (Wkk). 5. Kadar air awal kakao (wi). 6. Kebutuhan bahan bakar tiap jam. 7. Kebutuhan air tiap jam. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan ditampilkan dalam grafik seperti terlihat pada gambar 5 sampai dengan gambar 10 berikut ini. Gambar 5. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar Dari gambar grafik di atas, bahwa suhu yang terjadi dari bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang terjadi dari pembakaran bahan bakar kerosin. Waktu pengeringan untuk mengeringkan biji kakao juga lebih cepat dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Hal ini dipengaruhi oleh proses pembakaran 15 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 yang lebih cepat dengan menggunakan kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Sehingga berat akhir kakao yang diinginkan lebih cepat didapat dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada kerosin. ISSN 0216-7492 Keterangan gambar : TR = Total Revenue/ total penerimaan TC = Total Cost Dari gambar grafik di atas, nilai BEP untuk pengeringan kakao dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar adalah 108 kali. Dalam bentuk biaya nilai BEP nya adalah Rp. 8.372.160,-. Dan dalam jumlah kakao tongkol nilai BEP nya adalah 810 kg. Gambar 6. Grafik kadar air kakao kering tiap tray kerosin vs kayu bakar Dari gambar grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kadar air kakao kering untuk bahan bakar kayu bakar dan kerosin tiap jam mengalami penurunan kadar air yang hampir sama pada masing – masing tray. Hanya saja untuk bahan bakar kayu bakar, penurunan kadar air tiap jam lebih cepat dari bahan bakar kerosin. Sehingga dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan kakao membutuhkan waktu selama 8 jam atau 2 jam lebih cepat dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Hal ini dikarenakan distribusi suhu jika menggunakan bahan bakar kayu bakar lebih tinggi dari tiap tray pada alat pengering selama proses pengeringan berlangsung. Gambar 7. Grafik Break Even Point pengeringan kakao bahan bakar kayu Gambar 8. Grafik perbandingan analisa biaya kerosin vs kayu bakar untuk saat ini Dari gambar grafik di atas, bahwa biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk satu siklus pengeringan kakao dengan menggunakan kayu bakar jauh lebih kecil dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Dengan kata lain, pengeringan menggunakan bahan bakar kayu lebih hemat dari pada menggunakan bahan bakar kerosin yaitu sekitar Rp. 45.680,-. Dan biaya variabel untuk bahan bakar kayu bakar juga lebih kecil dari pada bahan bakar kerosin. Sementara untuk biaya penerimaan, menggunakan kedua bahan memiliki pemasukkan yang sama yaitu Rp. 77.520,-. Gambar 9. Grafik Analisa Alat Pengering Kerosin vs Kayu Bakar 16 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 ISSN 0216-7492 7. Walaupun massa bahan bakar kayu lebih banyak dari massa bahan bakar kerosin, tetapi dari segi biaya masih lebih menguntungkan pemakaian bahan bakar kayu. Oleh karena itu, pemakaian bahan bakar kayu dengan massa yang lebih banyak daripada massa kerosin tetap dianjurkan untuk proses pengeringan karena dari segi waktu maupun dari segi biaya masih lebih menguntungkan apabila memakai bahan bakar kayu dengan massa yang lebih banyak. Gambar 10. Grafik Kebutuhan Energi Kerosin vs Kayu Bakar Dari gambar grafik dan juga keterangan tabel di atas, perbandingan alat pengering untuk mengeringkan kakao per siklus dengan menggunakan bahan bakar kerosin dan kayu untuk saat ini adalah : 1. Pengeringan menggunakan bahan bakar kerosin lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar kayu bakar. Hal ini dikarenakan nilai kalor bakar kerosin (11000 kkal/kg) lebih tinggi daripada nilai kalor bakar kayu (4000 kkal/kg). 2. Ketersediaan bahan bakar kayu pada saat ini lebih banyak daripada bahan bakar kerosin. 3. Saat ini, harga bahan bakar kayu juga lebih murah daripada harga bahan bakar kerosin. Untuk harga kerosin saat ini adalah Rp. 7000/liter, sedangkan untuk harga kayu bakar adalah Rp. 500/kg. 4. Bahan bakar kayu menghasilkan temperatur yang lebih tinggi daripada bahan bakar kerosin. 5. Bahan bakar kayu lebih hemat dari segi energi, karena energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan lebih kecil daripada kebutuhan energi menggunakan bahan bakar kerosin. 6. Nilai kalor bakar kayu lebih kecil daripada kerosin, tetapi waktu yang diperlukan untuk mengeringkan kakao lebih cepat dengan menggunakan bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan massa bahan bakar kayu yang dipakai selama proses pengeringan lebih banyak daripada massa kerosin. 5. KESIMPULAN 1. - - - - - 2. Dimensi alat pengering yang dirancang antara lain : Cabinet Dryer tipe Tray dryer Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 Tray Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah Bahan = Kawat aluminium Kapasitas tray = 2,5 kg kakao Ruang bahan pengeringan Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 Tempat air yang akan dipanaskan Panjang = 30 cm Lebar = 30 cm Tinggi = 10 cm Kapasitas = 9 liter Bahan = Pelat baja karbon St 37 Ruang bakar Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 Alat pengering yang dirancang mampu mengeringkan 7,5 kg biji kakao basah tiap sekali pengeringan. Alat pengering ini juga menghasilkan kadar air kakao yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Kadar 17 Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012 air kakao kering yang dihasilkan dari proses pengeringan menggunakan alat pengering ini adalah 6,450 % sampai 7,315 %. 3. Dari pengujian yang telah dilakukan, maka pengeringan biji kakao dengan alat pengering menggunakan bahan bakar kayu lebih baik dari pada menggunakan bahan bakar kerosin atau minyak tanah. Hal ini dapat dilihat dari kadar air kakao kering yang dihasilkan, kebutuhan air untuk menghasilkan uap air, kebutuhan energi, kebutuhan bahan bakar dan analisa biaya jelas lebih baik jika alat pengering menggunakan bahan bakar kayu dari pada menggunakan bahan bakar kerosin atau minyak tanah. ISSN 0216-7492 [11] [12] [13] [14] [15] DAFTAR PUSTAKA [16] Momentum Transfer. Prentice-hall, Inc. Englewood, New Jersey. Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York : Ellis Horwood. Severn, W. 1954. Steam, Air and Gas Powder. New York: John Willey and Sons, Inc. Setianto Wahyu, B. 1996. Analisa Kebutuhan Energi Pada Proses Pengeringan Biji Kakao. Majalah BPP Teknologi, No/LXIX/Mei/96. Hal. 111-115. Soehardjo, H. 1999. Vademecum Bidang Tanaman Kakao. PTPN IV Persero. Bah Jambi, Pematang Siantar. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jember. www.kadin-indonesia.or.id [1] Susanto, F.X. Ir. 1994. Tanaman Kakao. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta. [2] Banwatt, George. 1981. Basic Food Microbiology. Connecticut: The Avi Publishing Company, Inc. [3] Abdulillah, Kamaruddin. 2000. Pengeringan Industrial. Penerbit IPB Press. Edisi Terjemahan. Bogor. [4] Singh, Paul. 2001. Introduction to Food Enginering. New Jersey: Academic Press. [5] Amin Sarmedi. 1997. Penelitian Pengeringan Biji Kakao dan Penerapannya. Majalah BPP Teknologi, No. ;LXXX/Agustus ’97 hal 64-69. [6] Holman, Jp. 1998. Perpindahan Kalor. Penerbit Erlangga. Edisi Keenam. Jakarta. [7] Cengel, Yunus A., Boles, Michael A. 2002. Thermodynamics : An Engineering Approach. 4th Edition. McGraw Hill. New York. [8] Moran, Michael J., Shapiro, Howard N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 1. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta. [9] Moran, Michael J., Shapiro, Howard N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 2. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta. [10] Rohsenow, Warren M., Choi, Harry Y. 1961. Heat, Mass, And 18