Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan

advertisement
TEMU ILMIAH IPLBI 2015
Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan
Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama
Veronica A. Kumurur
Program Studi Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado
Abstrak
Kota Manado merupakan salah satu lokasi kegiatan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di
Indonesia Timur di mana wajah bangunan yang dibangun pada waktu itu sangat dipengaruhi oleh
gaya arsitektur kolonial Belanda. Ada 3 bangunan bersejarah di sana dan masih berfungsi, meskipun
tidak lagi berfungsi sebagai mana tujuan bangunan itu dibangun. Bangunan-bangunan bersejarah
tersebut, adalah: a) Bank Indonesia (sebelumnya Javasche Bank); b) ex Bioskop "Benteng"; dan c)
bangunan Minahasaraad. Penelitian ini menggunakan pendekatan tipologi, melalui tahapan
penelitian sebagai berikut: (a) pengamatan pada lokasi pengamatan; (b) mengidentifikasi setiap
bangunan berdasarkan gaya arsitektur dan kemudian menyesuaikan dengan teori yang berkaitan
dengan tipologi wajah bangunan; (c) diklasifikasikan gaya bangunan; dan (d) mengambil kesimpulan.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa ternyata gaya arsitektur transisi adalah gaya arsitektur kolonial
Belanda yang dominan memengaruhi 3 gaya bangunan bersejarah, melalui elemen yang berbeda,
yaitu: 67% elemen denah pada bangunan Bank bangunan Bank Indonesia (Javasche Bank) dan
bangunan ex Bioskop Benteng, dan 67% elemen tampak pada bangunan Minahasaraad.
Kata-kunci : arsitektur kolonial Belanda, bangunan bersejarah, Manado Kota lama
Perkotaan Manado merupakan salah satu
karesidenan di wilayah pesisir, yang dibangun
oleh pemerintah kolonial Belanda pada periode
pemerintahannya 1700-1900. Menurut Rutz
(1987), terdapat hampir 200 daerah perkotaan
didirikan setelah 1900 pada masuknya masa
kolonial (1700-1900), di mana Karesidenan
Manado salah satu kota yang dibangun pada
tahun 1824 (Parengkuan, et al 1986).
Bangunan bersejarah adalah bangunan yang
memiliki nilai yang signifikan bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan serta dengan
memperhatikan event nasional dan internasional.
Memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan
tidak up to date, sehingga untuk menjaga
warisan ancaman pembangunan fisik, baik di
perkotaan, pedesaan, atau yang berada di air,
perlindungan yang diperlukan, pengembangan
dan pemanfaatan .
Gambar 1 :Kawasan Kota Tua Manado
Dalam konvensi Granada, warisan arsitektur
dibagi menjadi 3 kelompok: monumen, bangunan, dan lingkungan regional yang memiliki
ornamen dalam hal sejarah (Pickard 2001; Lalu
Mulyadi & Gaguk Sukowiyono 2014).Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 167
Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama
pengaruh gaya arsitektur kolonial Belanda yang
dirumuskan oleh Handinoto pada bangunan
bersejarah di kawasan kota tua Manado (Gbr 1).
g. Rumah skala besar, biasanya terletak di
sebidang tanah dengan taman depan dan
sisi belakang.
Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia merupakan fenomena budaya yang unik, percampuran budaya antara penjajah dan budaya
Indonesia yang tidak ada di tempat lain,
termasuk negara-negara bekas jajahan lainnya
(Sumalyo, 1995). Keunikan bangunan ini dapat
dilihat pada bangunan-bangunan peninggalan
kolonial Belanda, yang menurut hasil identifikasi
dan analisis Handinoto (2010), gaya arsitektur
masa itu, dibagi menjadi tiga gaya arsitektur,
yaitu:1) Indische Empire Style;2) gaya
"Arsitektur Transisi; dan 3) gaya" Indo-Eropa ".
Gaya Arsitektur Transisi (1890-1915)
Gaya Arsitektur Indische Empire
Arsitektur Indische Empire adalah gaya yang
berkembang di abad ke-19 di Hindia Belanda.
Gaya arsitektur dipopulerkan oleh Gubernur
Jenderal HW Daendles (1808-1811). Ciri-ciri
gaya arsitektur Indische Empire, sebagai berikut
(Hadinoto, 2010: 149):
a. Lantai berbentuk rencana simetri
b. Di tengah ada ruang tengah, yang terdiri
dari kamar tidur utama dan kamar tidur lain.
c. Kamar Central secara langsung berkaitan
dengan teras depan dan belakang (Voor
Galerij dan Achter)
d. Teras biasanya sangat luas dan pada salah
satu ujung ada deretan Yunani atau kolom
gaya Romawi (Doric, Ionic, Corinthian).
e. Dapur, kamar mandi/WC, penyimpanan dan
area layanan lainnya adalah bagian yang
terpisah dari bangunan utama dan terletak di
bagian belakang.
f. Kadang-kadang di samping bangunan utama
ada paviliun, yang digunakan sebagai kamar
tidur tamu.
E 168 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Arsitektur transisi plagiarisme Romatik gaya
arsitektur Eropa (Handinoto,2010:125). Bangunan gaya arsitektur transisi sebagian besar
dirancang oleh inspektur bangunan yang
bekerja ganda pada departemen pengembangan
pemerintah Belanda (Handinoto 2010: 128).
Menurut Handinoto (2010: 1414) gaya arsitektur
transisi tidak hanya bangunan ala militer, tetapi
juga gaya bangunan umum atau pemerintah
lainnya yang dibangun pada abad ke-19 sampai
awal abad ke-20, seperti: bangunan kantor PTT
(Pos, Telegraaf en Telefoon) di Jogyakarta
(dirancang pada tahun 1910 dan dibangun pada
tahun 1912); Kantor pos Medan (1909), dan
markas "Nillmij" Jakarta (1909).
Gaya Arsitektur Indo-Eropah (1920-1930)
Arsitektur Indo-Eropah diarahkan pada bangunan yang memiliki bentuk campuran arsitektur
Nusantara dan arsitektur modern disesuaikan
iklim, bahan bangunan dan teknologi yang
berkembang pada saat itu (Handinoto 2010:86).
Gaya arsitektur Indo-Eropa yang didirikan oleh
arsitek Henri Maclaine Pont, Thomas Karsten,
dan Hendrik Petrus Berlage. Institut Teknologi
Bandung adalah bangunan menganut gaya
arsitektur Indo-Eropa.
Elemen gaya arsitektur
Unsur gaya arsitektur dapat dibagi menjadi 4
elemen utama, yaitu: denah bangunan, tampak
bangunan, material bangunan dan sistem
konstruksi (Handinoto 2010).
Tabel 1. Elemen Denah Bangunan
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
Simetri
Simetri
Tidak simetri
(bervariasi)
Veronica A. Kumurur
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Central room
Teras
mengelilingi
Teras
mengelilingi
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
Tidak ada
patio
ada penahan
sinar matahari
Tabel 2. Elemen Tampak Bangunan
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
Dominance of
Greek columns
style
To eliminate
the Greek
columns style
Unsymmetry
Gevel
Clean Design
Front porch
(voor Galerij)
Rear terrace
Tower at the
entrance
Symmetry
Tabel 3. Elemen Material Bangunan
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
Batu bata
Batu bata
Batu bata
menggunakan
kayu pada
kuda-kuda
atap pintu dan
jendela
penggunaan
dominan kayu
pada rangka
atap, pintu dan
jendela
penggunaan
kaca minim
terutama pada
kaca jendela
Tidak banyak
menggunakan
kaca
Menggunakan
kaca terbatas
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Scute roof
construction
with roof
cover.
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
There are
efforts to use
additional
construction as
the vents on
the roof
There are
parts of the
building using
concrete
construction,
using the flat
roof of the
concrete
material, which
has never
existed
Bangunan bersejarah di Kawasan Kota
Lama Manado
Pada kawasan kota tua Manado, terdapat 3
bangunan bersejarah bergaya arsitektur kolonial
Belanda kolonial, dan yang masih ada meskipun
pemanfaatannyabangunan tidak sesuai dengan
fungsi awal bangunan direncanakan (Kumurur,
et al 2013). Bangunan-bangunan tersebut
adalah: Minahasaraad, Bank Indonesia (ex
Javasche Bank), dan bangunan ex Bioskop
"Benteng". (Tabel 5).
Tabel 5. Tiga Bangunan Bersejarah di Kota Lama
Manado
No
Bangunan
Bersejarah
Tahun
didirikan
Umur
(tahun)
1
Bank
Indonesia
(Javasche Bank)
1910
105
2
Minahasa Raad
1930
85
3
Ex
“Benteng”
Bioskop
1953
62
Tabel 4. Sistem Konstruksi
Gaya Indische
Empire (Ages
18-19)
Gaya Arsitektur
Transisi
(1890-1915)
Gaya Arsitektur
Kolonial
Moderen
(1915-1940)
Dinding
pemikul, kolom
di depan dan
belakang
Wall gevelbearer with
conspicuous
front gevel
System
konstruksi
rangka
Using the
column and
beam
construction
system
Roofs: gable
and shield
shape by using
a roof cover
Roof: still
dominated by
a gable roof
cover material
or shingles
Bank Indonesia (ex Javasche Bank)
Gedung Bank Indonesia memiliki dua lantai, di
mana lantai pertama terdiri atas pintu masuk,
ruang tamu, kasir, ruang pembukuan, ruang
kotak penyimpanan, dan toilet (Gbr 2). Seluruh
ruang di lantai dua digunakan sebagai ruang
kantor.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 169
Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama
Gambar 2. Bank Javasche Manado in 1922 (Sumber:
Bank Indonesia Manado)
Denah lantai simetri, tidak ada teras, dan
menggunakan elemen penahan cahaya berbentuk atap datar yang terbuat dari beton. Dari
hasil analisis elemen denah bangunan, menunjukkan bahwa 67% dipengaruhi oleh gaya
arsitektur kolonial modern.
Tampak bangunan aslinya adalah simetri, tapi
sekarang bangunan ditutupi oleh sebuah
bangunan tambahan yang memiliki bentuk yang
tidak simetris. Di gedung terlihat asli, kolom
yang melekat pada dinding bangunan. Dari
analisis variabel tampak bangunan, diperoleh
bahwa bangunan dipengaruhi oleh 33% gaya
dipengaruhi oleh 33% gaya Indische Empire
Style dan 33% gaya Arsitektur Transisi.
Menggunakan struktur rangka (kolom dan
balok), dan dinding hanya berfungsi sebagai
penutup. Memiliki perisai dan konstruksi atap
pelana, dimana bangunan dua lantai yang
menggunakan konstruksi beton (Gbr 3). Hasil
analisis elemen konstruksi bangunan, diperoleh
bahwa bangunan dipengaruhi oleh 22% gaya
Indische Empire dan 22% gaya Arsitektur
Kolonial modern.
Bangunan ex Bioskop Benteng
Denah bangunan bioskop saat ini tidak simetris
tetapi lebih bervariasi (Gambar. 4). Namun, jika
dilihat dalam bentuk awal, titik keseimbangan
bangunan ex bioskop Benteng, terletak di sisi
kiri dan kanan gedung. Sejak sekitar tahun 1952
-1954, bangunan itu dibangun kembali dan
mengubah bentuk dengan meletakkan titik
keseimbangan di tengah bangunan. Bangunan
dua lantai tanpa teras yang mengelilingi bangunan dan menggunakan penahan sinar matahari
meskipun tidak pada semua jendela. Dari
analisis elemen denah lantai bangunan, membangun rencana menunjukkan bahwa ex
bioskop "Benteng" dipengaruhi 67% gaya
arsitektur kolonial modern.
Gambar 3. Penggunaan material kayu pada
jendelan dan pintu
arsitektur transisi.
Bata adalah material utama kolom dan dinding
bangunan. Penggunaan material kayu, terutama
pada rangka atap, pintu, dan kusen. Pada lantai
dua bangunan Javasche Bank sudah menggunakan material beton. Hasil analisis elemen material bangunan, diperoleh bahwa Mina-hasaraad
E 170 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Gambar 4: Bangunan Ex
Sumber: ANRI Jakarta
Bioskop “Benteng”
Menggunakan batu bata sebagai pengisi dinding
Material kayu hanya digunakan pada jendela
dan pintu. Tidak banyak penggunaan kaca pada
jendela-jendela. Hasil analisis elemen material
pada bangunan Bank Indonesia, diperoleh
Veronica A. Kumurur
bahwa bangunan dipengaruhi oleh 33% gaya
Indische Empriredan 33% gaya Arsitektur
kolonial modern. Sistem konstruksi pada bangunan ex bioskop "Benteng" menggunakan sistem
kontruksi kolom dan balok dengan atap beton
datar. Dari analisis elemen sistem konstruksi
menunjukkan bahwa 22% gaya arsitektur
transisi (1890-1915).
Bangunan Minahasaraad
Minahasaraad memiliki denah lantai simetris,
ada ruang tengah yang dikelilingi oleh ruang
utama. Menggunakan elemen penahan sinar di
teras belakang dan jendela tapi tidak pada
seluruh jendela. Beberapa jendela tidak menggunakan unsur penahan cahaya terutama pada
jendela dibagian barat bangunan (Gambar.5).
Dari analisis elemen denah lantai, menunjukkan
bahwa 50% dipengaruhi gaya arsitektur transisi
(1890-1915).
Tampak bangunan simetris dan tidak menggunakan kolom, bangunan sederhana tidak
banyak menggunakan ornamen rumit. Bangunan Minahasaraad dibangun pada tahun 1930
(masuk pada abad ke-19). Menurut Soekiman
(2014), abad ke-19 yang dikenal sebagai
periode eklektik, yaitu suatu periode, di mana
gaya hidup menerapkan perspektif praktis.
Ketika itu, orang lebih peduli dengan fungsi dan
bekerja tidak lagi menyajikan keindahan tapi
kegunaan karya. Demikian pula bangunan
Minahasaraad, banguna yang sangat sederhana
namun masih ada ornamen yang digunakan
yaitu fasad (gevel).
Terlihat keseluruhan bangunan Minahasaraad
adalah desain yang bersih, yang berarti tidak
banyak menggunakan banyak ornamen. Dari
analisis elemen tampak bangunan, menunjukkan
bahwa 67% dipengaruhi oleh gaya arsitektur
transisi (1890-1915).
Bata merupakan bahan penting dalam
membangun Minahasaraad, terutama dinding.
Sementara rangka atap, pintu kusen menggunakan dominan dari bahan kayu. Penggunaan kaca masih sangat terbatas, hanya
digunakan pada jendela-jendela.
Darianalisis elemen bahan bangunan pada,
diperoleh bahwa bangunan Minahasaraad dipengaruhi dua gaya arsitektur kolonial dengan
persentase yang sama, yaitu: 33% gaya
Indische Emprire dan 33% gaya arsitektur
transisi .
Sistem konstruksi pada sistem bangunan
Minahasaraad menggunakan struktur dinding
penyangga. Atap pelana didominasi oleh atap
sirap dan kombinasi dengan gevel jenis
Tuitgevel. Gevel/fasad terbuat dari batu, dan
terdiri atas lima model, yaitu: tuitgevel,
trapgevel, halsgevel, verhoogde halsgevel dan
klokgevel. Bangunan Minahasaraad menggunakan Tuitgevel, model gevel dari bentuk segitiga
dengan ujung kiri dan kanan fasad ada ornamen.
Dari analisis elemen sistem konstruksi,
menunjukkan bahwa 22% gaya arsitektur
transisi.
Kesimpulan
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa ternyata
gaya arsitektur transisi adalah gaya arsitektur
kolonial Belanda yang dominan memengaruhi 3
gaya bangunan bersejarah, melalui elemen yang
berbeda, yaitu: 67% elemen denah pada bangunan Bank bangunan Bank Indonesia
(Javasche Bank) dan bangunan ex Bioskop
Benteng, dan 67% elemen bentuk tampak pada
bangunan Minahasaraad.
Gambar 5. Bangunan Minahasaraad
(Sumber: ANRI)
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 171
Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama
Daftar Pustaka
Hadinoto (2010). Arsitektur dan Kota-kota di Jawa
pada Masa Kolonial. Graha Ilmu. Yogyakarta
Kumurur, V. et al (2013). Konservasi Bangunan dan
Kawasan Bersejarah Di Kota Lama Manado. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing. Tidak Dipublikasi.
Manado
Mulyadi, L & G. Sukowiyono. (2014). Kajian Bangunan
Bersejarah di Kota Malang sebagai Pusaka Kota
(Urban Heritage) Pendekatan Persepsi Masyarakat Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014. Bandung
Nas, Peter J.M (ed). 2009. Masa Lalu dalam masa Kini :
Arsitektur di Indonesia. PT Gramedia : Jakarta
Parengkuan, FEW, Manus, L.Th., Nihe, R & D. Suryo
(1986).
Sejarah Kota Manado 1945-1979.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direkorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Jakarta
Pickard R. (2001). Policy and Law in Heritage
Conservation. Span Press. London.
Soekiman, D (2014). Kebudayaan Indis–Dari Zaman
Kompeni sampai Revolusi. Komunitas Bambu . Beji.
Depok.
Sumalyo, Y. (1995) Arsitektur Kolonial Belanda di
Indonesia. Gajah Mada University Press. Jogyakarta.
E 172 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Download