PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PROPOSAL Oleh: THEO MARIUS 1601015112 ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2020 ii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................... ................................................................... ........i HALAMAN PENGESAHAN.... .......................................................................... .ii DAFTAR ISI............... .......................................................................................... iii DAFTAR TABEL........... ..................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR.............. ................................................................................v BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1. Latar Belakang................ .............................................................................1 1.2. Rumusan Masalah........... .............................................................................7 1.3. Tujuan Penelitian......... .................................................................................8 1.4. Manfaat Penelitian........ ................................................................................8 BAB II. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................9 2.1. Landasan Teori.......... ...................................................................................9 2.1.1.Konsep Kemiskinan. .........................................................................9 2.1.2.Ukuran Kemiskinan. .......................................................................10 2.1.3. Indikator Kemiskinan.....................................................................11 2.1.4. Penyebab Kemiskinan.... ................................................................12 2.1.5. Kependudukan..... ..........................................................................14 2.1.6. Pertumbuhan Penduduk.. ...............................................................19 2.1.7. Konsep Pengangguran... ................................................................21 2.2. Karakteristik Antara Variabel.... ................................................................25 2.2.1. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Kemiskinan..... .........25 2.2.2. Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan...... .......................25 2.3. Penelitian Terdahulu...................................................................................26 2.4. Definisi Konsepsional ................................................................................30 2.5. Kerangka Konseptual....... ..........................................................................30 2.6. Hipotesis .....................................................................................................31 BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................32 3.1. Definisi Operasional........ ...........................................................................32 3.2. Jenis dan Sumber Data ...............................................................................32 3.3. Teknik Pengumpulan data........... ...............................................................33 3.4. Alat Analisis................ ...............................................................................33 3.5. Pengujian Hipotesis.......... ..........................................................................34 3.6. Uji Asumsi Klasik ......................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................41 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Kemiskinan di Kalimantan Timur Tahun 20092018.............................. ...........................................................................3 Tabel 1.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kalimantan Timur tahun 2009-2018....................... ....................................................5 Tabel 1.3 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kalimantan Timur Tahun 2009-2018........ ..............................................5 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu................................................ ..............................28 Tabel 3.1 Interprestasi Koefisien Kolerasi................ .............................................36 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse....... ................................14 Gambar 2.2 Kerangka Konsep..... ..........................................................................30 v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan utama yang selalu ada pada negara-negara berkembang adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu karakteristik yang melekat bagi negara sedang berkembang, tanpa terkecuali Indonesia yang menjadi salah satu dari negara-negara berkembang dan memiliki penduduk miskin yang besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari pengeluarannya. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh negaranegara berkembang di dunia. Kemiskinan bahkan menjadi persoalan fenomenal dalam bidang ekonomi yang merupakan titik acuan keberhasilan negara dari waktu ke waktu, terlebih pada negara yang sedang berkembang, termaksud Indonesia yang merupakan salah satu negara yang masuk kategori berkembang menyadari bahwa pentingnya memperhatikan masalah kemiskinan dan melakukan segala upaya untuk meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia, terutama dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan di Indonesia salah satunya sebagaimana diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 1 2 yaitu “untuk mewujudkan kesejahteraan umum”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang berarti aman sentosa dan makmur dan dapat selamanya terlepas dari gangguan. Kesejahteraan umum di Indonesia dapat digambarkan salah satunya berdasarkan tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia. Terdapat hubungan negatif antara kesejahteraan umum dengan tingkat kemiskinan di indonesia, semakin tinggi tingkat kemiskinan di Indonesia mengambarkan semakin rendah tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia. Dalam mendukung kebijakan dalam mengurangi kemiskinan diperlukan kebijakan yang tepat dalam upaya meningkatkan kesejateraan dapat tercapai secara maksimal. Berbagai kegiatan pembangunan nasional dilakukan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Salah satunya yaitu dengan melaksanakan Program Keluarga Harapan, yaitu bantuan non tunai bersyarat bagi keluarga penerima manfaat (KPM). Kedua, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk anak usia sekolah. Ketiga, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk keluarga penerima manfaat (KPM). Keempat, dengan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk penduduk berpendapatan terendah. Kelima, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendukung UMKM dalam menambah modal usaha. Keenam, melalui program Pemodalan Nasional Madani (PNM) yang bertujuan membantu pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Dengan demikian, program pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumbar daya manusia serta menanggulangi tingkat kemiskinan di Indonesia. 3 Permasalahan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur disebabkan antara lain pertambahan penduduk yang semakin meningkat serta jumlah angkatan kerja yang tidak terpakai sehingga pembangunan kesejahteraan sosial sangat rendah. Oleh sebab itu, kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi pemerintah yang berperan sebagai pengambil kebijakan untuk mencari jalan keluar dalam upaya pengetasan kemiskinan. Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Kemiskinan di Kalimantan Timur Tahun 20092019. Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu) 2009 239,22 2010 243,00 2011 247,13 2012 246,11 2013 248,69 2014 252,68 2015 209,99 2016 211,24 2017 218,67 2018 222,39 2019 220,91 Sumber Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur 2019. Persentase Penduduk Miskin (%) 7.73 7.66 6.63 6.38 6.38 6.31 6.10 6.00 6.08 6.06 5.91 Berdasarkan tabel 1.1, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur mengalami fase naik turun sedangkan persentase terus menurun pada sebelas tahun terakhir dari tahun 2009 sebesar 239,220 ribu jiwa dengan persentase 7,73 persen, naik hingga pada tahun 2014 sebesar 252,68 ribu jiwa dengan persentase 6,31 persen, turun lagi pada tahun 2015 sebesar 209,99 ribu jiwa dengan persentase 6,10 persen, kemudian naik lagi hingga pada tahun 2018 sebesar 222,39 ribu jiwa dengan persentase 6,06 persen, hingga pada tahun 2019 turun sebesar 220,91 ribu jiwa dengan persentase 5,91 persen. Sedangkan menurut target yang di terapkan pemerintah adalah 6,12 persen pada tahun 2019 dan 6,00 persen pada tahun 2020. Menurunnya jumlah penduduk miskin pada sebelas tahun 4 terakhir merupakan keberhasilan pemerintah dalam melakukan kebijakan meningkatkan kesejahteraan sehingga berpengaruh menurunnya kemiskinan di Kalimantan Timur. Keberhasilan Kalimantan Timur dalam menurunkan kemiskinan belum sepenuhnya berhasil. Sebab bisa kita lihat sendiri dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang miskin di sekitar kita maupun di daerah lain serta dari tingkat kemiskinan yang juga relatif tinggi bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia maupun negara-negara lain. Ini menjadikan pekerjaan rumah bagi pemerintah dan semua pihak terkait dalam mensejahterakan rakyat. Pemerintah akan terus menargetkan angka kemiskinanan terus diturunkan untuk masa yang akan datang, salah satu program dalam menurunkan angka kemiskiana adalah dengan meningkatkan program Corporate Social Responcibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada perusahaanperusahaan di Kalimantan Timur demi meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik. Apabila semua perusahaan bisa bertanggung jawab dengan program CSR, maka tugas pemerintah dalam pengentasan kemiskinan akan sangat terbantu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Pertumbuhan Penduduk ialah suatu perubahan populasi sewaktu-waktu, dan bisa dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi memakai “per waktu unit” untuk pengukuran. Menurut Malthus dalam Mantara (2003) menyataka bahwa laju pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bahan 5 makanan. Kalau tidak ada usaha pembatasan pertumbuhan penduduk, pada suatu saat manusia akan kekurangan bahan makanan. Artinya pertumbuhan penduduk di suatu daerah akan terus meningkat seiring berjalannya waktu sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan. Menurut Putong (2013), masalah-masalah sosial yang dimaksud di sini adalah masalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di negara sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk ini akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya pembangunan yang dilakukan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan negara sedang berkembang dalam menciptakan lapangan kerja baru sangat terbatas. Sehingga pertumbuhan penduduk bila tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas ekonomi akan berpengaruh menurunkan kesejahteraan di suatu daera. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kalimantan Timur 2009 – 2019 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) 2009 3.164.800 2010 3.047.479 2011 3.123.369 2012 3.199.696 2013 3.275.844 2014 3.351.432 2015 3.426.638 2016 3.501.232 2017 3.575.449 2018 3.648.835 2019 3.721.389 Sumber Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur Tahun 2019 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 2.27 3.80 2.49 2.44 2.38 2.31 2.24 2.18 2.12 2.05 1.99 Pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur terjadi baik karena pertumbuhan alami seperti kelahiran dan kematian maupun disebabkan oleh arus migrasi yang cukup tinggi yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah 6 penduduk. Pada tabel 1.2 laju pertumbuhan penduduk di Kalimantan Timur cenderung menurun dan jumlah penduduk bertambah seiring berjalannya waktu pada sebelas tahun terakhir, hal ini terlihat pada tahun 2019 mencapai 1,99 persen dengan 3.721.398 jiwa. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah bahwa pertumbuhan penduduk Provinsi Kalimantan Timur diproyeksikan akan terus meningkat karena daerah ini mempunya daya tarik bagi para pendatang dari luar provinsi dan secara khusus dari pemerintah yang telah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Pengangguran terbuka di Provinsi Kalimantan Timur umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerap. Adanya pengangguran akan menyebabkan produktivitas dan pendapatan masyarakat akan bekurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tabel 1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kalimantan Timur Tahun 2009-2019 (persen) Tahun Persentase Tingkat pengangguran Terbuka 2009 10.83 2010 10.10 2011 9.84 2012 8.90 2013 8.04 2014 7.38 2015 7.50 2016 7.95 2017 6.91 2018 6.60 2019 6.09 Sumber Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur Berdasarkan tabel 1.3 tingkat pengangguuran di Kalimantana Timur hingga pada 2019 cenderung menurun sebesar 6,60 persen bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari perkembangan empat tahun 7 terakhir, terjadi penurunan pengangguran dalam persen, yakni dalam tahun 2016 sebanyak 136.653 orang atau 7,95 persen, tahun 2017 sebanyak 114.289 orang atau 6,91 persen, dan tahun 2018 sebanyak 114.313 orang atau 6,60 persen. berdasarkan data ini, tingkat pengangguran di Kalimantan Timur Tergolong tinggi bila dibandingkan dengan standar persentase tingkat pengangguran terbuka nasional sebesar 5,28 persen maupun provinsi lainnya, ini menjadikan Kalimantan Timur di urutan sepuluh besar sebagai tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian “Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Kalimantan Timur”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas dan bertitik tolak dari suatu permasalahan yang selanjutnya menjadi arahan dalam pembahasan dan analisis, maka pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur? 2. Apakah tingkat pengangguran terbuka berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur? 3. Variabel manakah yang berpengaruh dominan terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur? 8 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran terbuka terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Untuk mengetahui variabel yang dominan berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian diharapkan dapat menambah wawasan bagi berbagai pihak pembaca. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukkan atau informasi kepada pihak yang memerlukan dalam hal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Sebagai ilmu pengetahuan, untuk mengetahui kajian mengenai tingkat kemiskinan dangan mengungkap secara empiris terhadap pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Sebagai bahan referensi bagi para peneliti-peneliti lainnya dimasa yang akan datang. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Kemiskinan Menurut Kuncoro (2000), kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya hidup minimum. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang miskin dapat dilihat dari kemampuannya dalan memenuhi standar hidup dan kemampuan berdasarkan pendapatannya. Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan yang sering dihadapi oleh masyarakat dimana terdapat kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kehidupannya sehari hari baik itu pemenuhan pangan, sandang, maupun papan. Hal ini dikarenakan banyak nya yang terjadi dari masyarakat yang memiliki penghasilan yang sangat rendah dan juga rendahnya kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Dimana di negara berkembang memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan terjadi ketidakmerataan kesejahteraan masyarakat yang memicu ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut Dudi dan Fauzi (2016), Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global yang dihadapi setiap bangsa, tidak ada satupun Negara di dunia ini yang bebas dari kemiskinan. Kemiskinan merupakan problema kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan dan peradaban. Kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang, baik akibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup,maupun akibat ketidakmampuan Negara memberikan perlindungan sosial kepada warga. 9 atau masyarakat dalam 10 Menurut BPS dalam Mahsunah (2011), kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Artinya kemiskinan merupakan masalah kependudukan yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. 2.1.2. Ukuran kemiskinan Menurut Subandi (2011:79-80), kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah untuk mengukurnya. Namun demikian, secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yaitu: a. Kemiskinan absolut, dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin, atau sering disebut garis batas kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan kemiskinan absolut, hal ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup (Torado, 1997). Kesulitan dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi oleh tingkat kemajuan suatu negara, dan berbagai faktor ekonomi lainnya. b. Kemiskinan Relatif, adalah orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, namun masih jauh 11 lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih dianggap miskin. Menurut Miller dalam Arsyad (1999) hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, dari pada lingkungan orang yang bersangkutan. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan nila tingkat hidup masyarakat berubah. Konsep ini merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan absolut, dan karena konsep kemiskinan relatif bersifat dinamis, maka kemiskinan akan selalu ada. 2.1.3. Indikator kemiskinan Menurut Kuncoro (2013), indikator kemiskinan yang digunakan umumnya menggunakan kriteria garis kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Berikut akan diuraikan kriteria garis kemiskinan versi BPS (Badan Pusat Statistik) maupun versi lain yang digunakan di Indonesia: a. Garis Kemiskinan BPS Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. BPS menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 12 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan yang digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. b. Garis Kemiskinan Versi Word Bank Bank dunia menggunakan dua kriteria dalam, menentukan garis kemiskinan. Pertama menggunakan garis kemiskinan nasional yang didasari pada pola konsumsi 2.100 kalori per hari. Kedua garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP (purchasing power parity) US$1 dan US$@. Bank dunia menggunakan keduanya, masing-masing untuk tujuan analisis yang berbeda. 2.1.4 Penyebab kemiskinan Menurut Subandi (2011:77-78), kemiskinan dapat dilihat sebagai keadaan masyarakat dengan tingkat ekonominya masih lemah, dan ditambah dengan kebijakan pemerintah yang umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan tersebut belum berhasil memecahkan kelompok ekonomi rakyat bahwa. Di samping itu juga pengaruh keadaan luar negeri, antara lain dari segi pendapatan pembangunan. Dengan demikian kemiskinan merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Di samping itu pembangunan yang direncanakan oleh 13 pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga manfaat pembangunan tidak menjangkau mereka. Oleh karena itu, kemiskinan dapat disebabkan karena sifat alami/cultural, yaitu masalah yang muncul di masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktifitas dan tingkat pembangunan masyarakat itu sendiri. Di samping itu kemiskinan bisa disebabkan oleh masalah struktural, yaitu yang disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan nasional yang dilaksanakan. Sharp, et al dalam Kuncoro (2003:131) mengidentifikasi ada tiga penyebab kemiskinan dipandang dari sisi eokonomi, yaitu: a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemimpinan sumber daya sehingga menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang; b. Kemiskinan timbul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia; c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketika penyebab kemiskinan ini bermula pada teori lingkaran kemiskinan. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berakibat pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi mengakibatkan pada keterbelakangan, dan seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse pada tahun 1953 yang mengatakan bahwa: a poor country is poor because it is poor (negara miskin itu miskin karena miskin). 14 Ketidaksempurnaan Pasar, Keterbelakangan, Ketertinggalan Kekurangan Modal Investasi Rendah Produktifitas Rendah Tabungan Rendah Pendapatan Rendah Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse Sumber: Nuekse dalam Buku Subandi, 2011 2.1.5. Kependudukan 1. Konsep Kependudukan Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2013) menjabarkan “penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap”. Sedangkan menurut Said dalam (Mahsunah, 2011), yang dimaksud dengan penduduk adalah “jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Dapat disimpulkan bahwa kependudukan merupakan perkumpulan orang yang bertambah dan menetap di suatu wilayah geografis suatu negara atau di perkotaan dan di perdesaan. berkumpul dan menetapnya penduduk di suatu tempat seperti kota dan perdesaan dilakukan guna meningkatkan mobilitas sosial dan ekonomi di suatu daerah. 15 2. Teori Kependudukan Menurut Mantra (2003:49), tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian dunia ini telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini mengelisahkan beberapa ahli, dan masing-masing dari mereka berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Berikut teori kependudukan yang dikelompokan menjadi tiga aliran yaitu: a. Teori Malthus/Aliran Malthusian Aliran ini diperoleh oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannnya yang berjudul: “Essai on Principle of Population as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and Other Writers”, menyataka bahwa penduduk (seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Di samping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibanding dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. 16 Untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dio batasi. Menurut malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan positive checks. Preventive checks ialah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Positive check adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan. b. Aliran Neo-Malthusians Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusiansm. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restrain saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara “preventive check” misalnya dengan penggunakan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971, mengambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai 17 berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu nbanyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. c. Aliran Marxist Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahuin. Kedua-duanya lahir di jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan Engels tidak sepadan dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagaian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut. Selanjutnya Marx berkata, kamu kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalis yang menyebabkan kemelaratan tersebut, di mana 18 mereka menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosial. d. Teori John Stuart Mill Jhon Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan determinan fertilitas. Tidak benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindari (seperti dikatakan Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis. Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu: mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Di samping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah. 19 2.1.6. Pertumbuhan Penduduk Menurut Putong (2013:277), untuk masalah jangka panjang seperti tingkat pertumbuhan penduduk memang menjadi semacam dilema bila dibandingkan program pemerintah lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan kesehatan dan harapan hidup masyarakat serta program-program lainnya. Dahulu Malthus pernah meramalkan bahwa pada masyarakat suatu negara (dunia) akan menghadapi masalah yang sangat pelik yaitu bagaimana menghidupi dan mencukupi kebutuhan penduduk dengan jumlah pangan yang terbatas. Malthus beranggapan bahwa karena jumlah tanah tidak bertambah dan bahwa pertambahan jumlah penduduk mengikuti deret ukur sementara pertambahan pangan mengikuti deret hitung maka bencanalah yang akan di alami. Akan tetapi meskipun dalam kenyataannya ramalan Malthus itu hingga saat ini belum sepenuhnya terbukti karena perkembangan teknologi yang memungkinkan pangan dapat dihasilkan dengan jumlah berlipat ganda untuk memenuhi kebutuhan penduduk, akan tetapi tanda-tanda kekurangan pangan semakin nyata diberbagai belahan dunia (khususnya Afrika) karena jumlah penduduk yang banyak sementara jumlah pangan terbatas. Oleh kerena itu pembatasan pertumbuhan penduduk menjadi program dunia (jadi bukan masalah satu atau masing-masing negara saja). Menurut Mulyadi dalam Mahsunah (2011), pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu : 1. Fertilitas (kelahiran) Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil repoduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain 20 fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Natalitas mempinyai arti yang sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas menyangkut peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peran kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia. 2. Mortalitas (Kematian) Mortalitas atau kematian merupakan salah satu antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang kematian penting, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Mati adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Data kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan. 3. Migrasi, Migrasi merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara atau pun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. 21 2.1.7. Konsep Pengangguran Menurut Putong (2013:426), yang dimaksud dengan pengangguran atau orang yang menganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan. Kategori orang yang menganggur biasanya adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan pada usia kerja masanya kerja. Usia kerja biasanya adalah usia yang tidak dalam masa sekolah tapi di atas usia anak-anak (relatif di atas 6 – 18 tahun, yaitu mas pendidikan dari SD – tamat SMA). Sedangkan di atas usia 18 namun masih sekolah dapatlah dikategorikan sebagai pengangguran, meski untuk hal ini masih banyak yang memperdebatkannya. Dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah angkatan kerja yang secara aktif mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki, namun karena keterbatasan lapangan pekerjaan mereka belum mendapat pekerjaan sesuai dengan yang mereka inginkan. Pengangguran sejatinya terjadi karena adanya kesenjangan antara penyediaan lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan. Selain itu pengangguran bisa juga terjadi meskipun jumlah kesempatan kerja tinggi akan tetapi terbatasnya informasi, perbedaan dasar keahlian yang tersedia dari yang dibutuhkan atau bahkan dengan sengaja memilih untuk menganggur (pengangguran sukarela). Oleh karena selalu saja ada dalam suatu perekonomian, maka sebenarnya pengangguran itu bukanlah masalah yang berat dan membahayakan, karena sesuatu yang selalu ada dan bahkan harus selalu ada termasuk hal yang menguntungkan bila bisa dikelola dengan baik dalam kondisi yang juga baik (Putong, 2013:276). 22 Menurut Putong (2013:426-427), pengangguran terdiri atas tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu: a. Pengangguran Siklis, Yaitu pengangguran yang terjadi apabila permintaan lebih rendah dari output potensial perekonomian. Yaitu manakala kemampuan ekonomi suatu bangsa lebih rendah dari kemampuan yang sederhananya dicapai. Dengan kata lain GNP aktual lebih rendah dari GNP potensial (yang dimaksud denagn GNP potensial adalah GNP yang dapat dihasilkan dalam kondisi tingkat pekerjaan penuh/full employment). Jenis pengangguran ini dikatakan sebagai pengangguran terpaksa, karena banyak tenaga kerja yang ingin berkerja dengan tingkat upah yang berlaku namun pekerjaan itu tidak tersedia, karena pendapatan nasional lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. Pengangguran siklis dapat di ukur dari jumlah orang yang berkerja dikurangi jumlah orang yang seharusnya mempunyai pekerjaan pada tingkat pendapatan potensial. b. Pengangguran Friksional, Yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya perputaran dalam lingkup pekerjaan dan ketenagakerjaan. Artinya pengangguran itu ada karena adanya angkatan kerja baru yang siap memasuki lapangan kerja, sementara itu ada juga mereka yang telah berkerja keluar dari pekerjaannya karena tidak cocok, bosan atau karena alasan lainnya seperti misalnya ingin mencari pengalaman baru dengan perkerjaan baru. Dengan kata lain pengangguran friksi adalah orang yang menganggur sambil mencari 23 pekerjaan. Pengangguran jenis ini digolongkan sebagai pengangguran sukarela, alasannya mereka yang baru akan memasuki lapangan kerja telah meluangkan waktu mencari kerjanya untuk menempuh pendidikan dan menambah keterampilan, sementara itu orang yang telah berkerja keluar dari pekerjaannya untuk mencari pekerjaan baru, dan ada juga menganggur karena telah memiliki uang yang cukup (deposito) untuk membiayai hidupnya dan lain sebagainya. c. Pengangguran Struktural, Yaitu pengangguran yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara struktur angkatan kerja, berdasarkan pendidikan dan keterampilan, jenis kelamin, pekerjaan, industri, geografis, informasi, dan tentu saja struktur permintaan tenaga kerja. Penyebab pengangguran struktural ini dapat bersifat alami misalkan adanya trend kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi pendidikan dan keahlian tertentu, atau juga karena kebikjakan (pemerintah), misalnya adanya kebijakan pengisian lapangan kerja di daerah tertentu yang tidak semua orang yang mau meskipun sebenarnya memenuhi syarat, kebijakan upah dan proyek padat modal. Sadono Sukirno (2004:330-331) mengklasifikasi pengangguran berdasarkan cirinya, dibagi menjadi empat kelompok yaitu: a. Pengangguran Terbuka, Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertyambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak 24 memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di dalam suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. b. Pengangguran Tersembunyi, Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada banyak faktor. Antara lain faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: besar atau kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan (apakah intensip buru atau intensip modal) dan tingkat produksi yang dicapai. c. Pengangguran Bermusim, Penganguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan, pada musim hujan penyedap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau pula para persawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Di samping itu pada umumnya para pesawah tidak begitu aktif di antara waktu sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa di atas para penyadap karet, nelayan dan pesawah tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini digolongkan sebagai pengangguran bermusim. d. Setengah Menganggur, Di negara-negara berkembang atau penghijrahan atau migrasi dari desa ke kota adalah sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memproleh pekerjaan dengan mudah. Sebagiannya 25 terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu. Di samping itu ada pula yang tidak menganggur, tetapi tidak pula berkerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal. Mereka mungkin hanya berkerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai masa kerja seperti ini digolongkan sebagai setengah menganggur. 2.2. Keterkaitan Antara Variabel 2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Kemiskinan Menurut Sukirno dalam Agustina et al (2018) yang mengutip pendapat Nelson dan Leibstein mengemukakan bahwa terdapat pengaruh langsung antara pertambahan penduduk terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya Nelson dan Leibstein menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak mengalami perbaikan yang berarti dan dalam jangka panjang akan mengalami penurunan kesejahteraan serta meningkatkan jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk yang terlalu banyak atau kepadatan penduduk terlalu tinggi akan menjadi penghambat pembangunan ekonomi di negara berkembang. 2.2.2. Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan Menurut Sukirno dalam Agustina et al (2018) mengemukakan bahwa pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai dimana semakin turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan. Angkatan kerja yang tumbuh cepat akan menambah beban tersendiri bagi 26 perekonomian yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika lowongan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja maka bagian angkatan kerja itu akan memperpanjang barisan pengangguran yang sudah ada. 2.3. 1. Penelitian Terdahulu Eka Agustina, Mohd. Nur Syechalad, Abubakar Hamzah, 2018, dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan di Provinsi Aceh. Hasil penelitian in menunjukkan variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Aceh. Dikarenakan jumlah penduduk selalu bertambah, sementara kemiskinan cenderung menurun walaupun masih jauh di atas rata-rata kemiskinan nasional. Pengaruh tingkat pengangguran terhadap kemiskinan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, di mana kenaikan tingkat pengangguran 1 persen akan meningkatkan kemiskinan sebesar 0,557 persen dengan asumsi variabel lain konstan. Dari hasil pengujian hipotesis variabel pendidikan yang diproksi dengan angka melek hurup diperoleh hasil bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, dimana tingkat pendidikan belum mampu menurunkan kemiskinan di Provinsi Aceh. 2. Durrotul Mahsunah, 2013, dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah 27 penduduk tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, dikarenakan jumlah penduduk di Jawa Timur lebih didominasi oleh usia-usia produktif sehingga kesempatan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masih terbuka lebar. Pendidikan tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, dikarenakan ratarata penduduk di Jawa Timur yang buta huruf berusia relatif cukup tua yang pada masa mudanya tidak mengenyam pendidikan, dan kebanyakan terjadi di perdesaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengangguran brpengaruh terhadap kemiskinan. Artinya ketika pengangguran tinggi maka kemiskinan juga tinggi. 3. Saharuddin Didu, Ferri Fauzi, 2016, dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Lebak. Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Lebak dengan nilai koefesien sebesar – 4,955% artinya apabila terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 persen, maka akan menurunkan kemiskinan di Kabupaten Lebak 4,955 persen. dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini bahwa Pendidikan berpengaruh negatif dan berpengaruh secara signifikan dengan nilai koefesien sebesar – 4,95 artinya apabila terjadi kenaikan pendidikan sebeasr 1 persen, maka akan menurunkan kemiskinan di Kabupaten Lebak 4,95 persen. pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dengan nilai koefesien sebesar 1,577 artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 28 persen, maka akan akan menurunkan kemiskinan di kabupaten Lebak 1,577 persen. 4. Terezia V. Pattimahu, 2016, dalam penelitian Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Maluku. Hasil uji koefisioen determinasi (R2) pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Maluki tahun 20062013 menunjukkan bahwa besarnya nilai R2 cukup tinggi yaitu 0,783878. Dari hasil regresi pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku tahun 2006-2013 dapat disimpulkan bahwa pada taraf keyakinan 95 persen (α= 5 persen), variabel pengangguran secara signifikan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel jumlah penduduk berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten / kota di Provinsi Maluku Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Variabel 1 Eka Agustina, Mohd. Nur Syecalad, dan Abubakar Hamzah (2018) Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan di Provinsi Aceh Y= Kemiskinan X1= Jumlah Penduduk X2= Tingkat Pengangguran X3= Tingkat Pendidikan 2 Durrotul Mahsunah (2013) Analisis Pengaryh Jumlah Penduduk, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Y= Kemiskinan X1= Jumlah Penduduk X2= Pendidikan X3= Pengangguran Metode Penelitian / variabel Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data waktu (time-series data) untuk kurun waktu tahun 1996 sampai dengan tahun 2015. Data tersebut diperoleh melalui penelusuran dokumendokumen yang ada di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi teknik dokumentasi dan studi kepustakaan. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis deseskriptif kuantitatif 29 3 Saharuddin dan Ferri (2016) 4 Terezia V. Pattimahu (2016) Didu, Fauzi Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Lebak Y= Kemiskinan X1= Jumlah Penduduk X2= Pendidikan X3= Pertumbuhan Ekonomi Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Maluku Y= Tingkat Kemiskinan X1= Jumlah Penduduk X2= Jumlah Pengangguran dan analisis statistik. Untuk analisis statistik dapat dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain analisisasumsi klasik, analisis uji signifikansi, dan analisis regresi. Penelitian ini menggunakan data tingkat kemiskinan Kabupaten Lebak, dan data jumlah penduduk Kabupaten Lebak, data pendidikan Kabupaten Lebak, dan data Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lebak selama periode 20032012. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dokumentasi dan internet. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur yang berisikan informasi berhubungan dengan permasalahan yang tengah diteliti dan buku yang berhubungan dengan tema penelitian. Teknik dokumentasi dilakukan dengan menelusuri dan mendokumentasikan data-data dan informasi yang berkaitan dengan objek studi. Daerah penelitian adalah wilayah provinsi Maluku secara keseluruhan baik kabupaten dan kota. Data sekunder yang digunakan adalah data deret waktu (time-series data) untuk kurung waktuserta data kerat lintang (cross-section data) yang meliputi kabupaten/kota di Provinsi Maluku 30 2.4. Definisi Konsepsional Definisi konsepsional yang dimaksud antara lain yaitu: 1. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. (Todaro, 2004) 2. Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah atau ukuran (size) penduduk yang akan terjadi akibat berlangsungnya peristiwa kependudukan, yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi (Noveria et al, 2011). 3. Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. (Sukirno, 2000). 2.5. Kerangka Konseptual Adapun alur pikir dalam penelitian penulis dalam penelitian ini seperti terlihap pada gambar sebagai berikut ini: (X1) (Y) Pertumbuhan Penduduk Kemiskinan (X2) Tingkat Pengangguran Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel pertumbuhan penduduk (X1), dan tingkat pengangguran terbuka (X2) 31 terhadap kemiskinan (Y) di Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan data dengan rentan waktu dari tahun 2009 hingga 2019. 2.6. Hipotesis Berdasarkan uraian dari teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap kemiskin di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Tingkat pengangguran berpengaruh dominan terhadap kemiskin di Provinsi Kalimantan Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Oprasional Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur variabel.. Maka masing masing variabel diberikan definisi sebagai berikut: 1. Kemiskinan (Y) adalah banyaknya orang yang keadaannya kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidupnya di Provinsi Kalimantan Timur diukur dalam persen (%). 2. Pertumbuhan penduduk (X1) adalah banyaknya penduduk di Kalimantar Timur dalam suatu wilayah yang diukur dalam persen (%). 3. Tingkat pengangguran terbuka (X2) adalah perbandingan jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja di Kalimantan Timur dalam ukuran persen (%). 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian ini adalah deskriktif kuantitatif dengan memperoleh data sekunder. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan penelitian, yaitu: 1. Data pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur tahun 20092019. 2. Data tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2009-2019. 32 33 3. Data persentase penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2009-2019. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini penulis memperoleh beberapa informasi dari pengetahuan yang dapat dijadikan pegangan dalam penelitian ini yaitu dengan cara studi kepustakaan (Library Research) untuk mempelajari, meneliti, mengkaji, dan menelaah literatur-literatur berupa buku, jurnal, bulletin, hasil symposium yang berhubungan dengan penelitian untuk memperoleh bahan-bahan yang akan dijadikan landasan pemikiran. Data yang didapat dari instansi pemerintahan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur. Data-data ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran dalam melakukan penelitian. 3.4. Alat Analisis Untuk melakukan pengujian hipotesis dan memperoleh gamabaran tingka kemiskin di Kalimantan Timur, maka data yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa pengaruh variabel pertumbuhan penduduk (X1) dan tingkat pengangguran terbuka (X2) terhadap variabel terkait yaitu kemiskinan (Y). Model analisis yang digunakan adalah linier berganda dengan rumus: Y = a + b1 X1 + b2 X2 (Sugiyono, 2010 )..................................................3.1 Dimana: Y = Kemiskinan (%) 34 X1 = Pertumbuhan penduduk (%) X2 = Tingkat Pengangguran (%) a = Konstanta b1 b2 = Koefisien Regresi Terdapat penduduk miskin (Y), (koefisien yang menunjukkan perubahan Y setiap terjadi perubahan 1 unit X) Untuk mendapatkan nilai a, b1, b2, dapat diselesaikan dengan menggunakan aljabar matriks dengan bentuk (Sugiyono, 2010 : 278): ∑Y = an+ b1∑X1 + b2∑X2 ∑YX1 = a∑X1 + b1∑12 + b2 X1 X2 ∑YX2 = a∑X2 + b1∑X1X2 + b2∑X22........................................................3.2 3.5. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis penulis menggunkan uji F (uji serentak), uji t (uji parsial), uji R2 untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. 1. Uji F (Uji serentak) Uji F atau Goodnes of Fit Test adalah pengujian kelayakan model. Model yang layak adalah model yang dapat digunakan untuk mengestimasi populasi. Model regresi dikatakan layak jika nilai F sebuah model memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. (Gani dan Amalia, 2014:143). Untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel digunakan pengujian data dengan menggunakan uji-F sebagai berikut (Makridakis, 1995 : 242): F= R2 /(k1) ....................................................................................3.3 (1−R2 /(n−k−1) 35 Dimana : R2 = Koefisien Determinasi k = Jumlah Variabel n = Jumlah Sampel pengujian kelayakan model dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: Jika Fhit>Ftabel (a,k-1, n-k), maka H0 ditolak Jika Fhit<Ftabel (a,k-1, n-k), maka H0 diterima Dimana: H0 = Model tidak layak sehingga tidak dapat digunakan untuk mengestimasi populasi. H1 = Model layak sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi populasi. 2. Uji t (Uji Parsial) Pengujian hipotesis pada mode regresi digunakan untuk mengetagui pengaruh nyata (signifikan) variabel indevenden (X) terhadap variabel dependen (Y). Metode yang digunakan untuk menguji tingkat kenyataan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah dengan menggunakan alat uji t (t test). (Gani dan Amalia, 2014:143). Hipotesis tentang keberpengaruhan satu variabel independen terhadap dependen adalah: H0 ; βi = 0, Maka variabel Xi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel Y. Ha ; βi ∑0, Maka variabel Xi berpengaruh nyata terhadap variabel Y. 36 Sedangkan hipotesis tentang tingkat signifikan suatu variabel independen terhadap dependen adalah: Jika taraf nyata a> tingkat signifikansi, maka H0 ditolak (H1 diterima). Jika taraf nyata a< tingkat signifikansi, maka H0 diterima (H1 ditolak). Untuk mengetahui pengaruh setia variabel digunakan pengujian dengan formula sebagai berikut Makridakis (1995 : 243): 𝑡= 𝑏𝑗 −(𝛽𝑗 ) 𝑆𝑒(𝑏𝑗) ..................................................................................................3.4 dimana: bj = koefisien Regresi ke j 𝛽𝑗 = Parameter ke j yang di hipotesakan Se(bi) = Standar Deviasi ke i 3. Uji R Koefisien korelasi (R) digunakan untuk mengetahui kuatnya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Semakin besar nilai R maka semakin tepat model regresi dipakai, karena total variasi dapat menjelaskan variabel terikat. Dinyatakan dengan rumus (Sugiyono, 2010: 286): 𝑅= 𝑏1 ∑𝑥1 𝑦+𝑏2 ∑𝑥2 𝑦+𝑏3 ∑𝑥3 𝑦 ∑𝑦 2 .........................................................................3.5 Menurut sugiyono (2007) untuk melihat kuatnya pengaruh antara variabel X dan Y, menggunakan tabel interprestasi koefisien korelasi sebagai berikut. Tabel 3.1 Interprestasi Koefisien Kolerasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 0,999 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono 2007, Metode Penelitian Organisasi 37 4. Uji R2 (Koefisien Determinan) Koefisien determinan digunakan untuk mengetahui besarnya persentase variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi linier berganda. Semakin besar nilai R2, maka semakin tepat model regresi yang dipakai sebagai peramalan, karena total variasi dapat menjelaskan variabel tidak bebas. Untuk mengtahui koefisien determinan dapat didefinisikan sebagai berikut (Makaridakis, 1995 : 201): ∑(Ŷ −Ῡ) 2 R2 = ∑(Y i− Ῡ)2 ...........................................................................................3.6 i 3.6. 1. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Beberapa metode yang digunakan untuk menguji normalitas yaitu metode uji liliefors dan uji kolomogorov-Smirnov. Menurut Sudjana dalam Nuryadi et al (2017:81), uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Lilifores (Lo) dilakukan dengan langkahlangkah berikut. Diawali dengan penentuan taraf signifikan, yaitu pada taraf signifikan 5% (0,05) dengan hipotesis yang diajurkan adalah sebagai berikut: H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal Dengan kriteria penguji: Jika Lhitung< Ltabel terima H0, dan 38 Jika Lhitung< Ltabel tolak H0 Menurut Nuryadi et al (2017:83), tes satu sampel Kolomogorov-Smirnov adalah tes goodness-of-fit. Artinya, yang diperhatikan adalah tingkat kesesuaian antara distribusi teoritis tertentu. Tes ini menetapkan apakah sor-skor dalam sampel dapat secara masuk akal dianggap berasal dari suatu populasi dengan distributive tertentu itu. Misalkan suatu F0(X) = suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah H0. Artinya untuk harga N yang sembarang besarnya, Harga F0(X) adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang sama atau kurang daripada X. 2. Uji Multikolinieritas Penggunaan uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya satu atau lebih variabel bebas mempunyai hubungan dengan variabel bebas lainnya. Ada rules of thumb bahwa suatu model mengandung masalah multikolenieritas apabila model tersebut memiliki R2 tinggi (misalnya diatas 0,8), tetapi tingkat signifikan variabel-variabel penjelasannya berdasarkan uji t statistik sangat sedikit (Gujarati, 2003: 359-360). Cara yang paling mudah untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah menghilangkan/men-drop salah satu atau beberapa variabel yang memiliki korelasi tinggi dalam model regresi. Cara lain bisa dengan menambah data penelitian, cara ini bermanfaat jika masalah multikolinieritas akibat kesalahan sampel. Selanjutnya cara ketiga untuk menghilangkan masalah multikolinieritas 39 adalah nilai variabel yang digunakan mundur satu tahun (Purwanto dan sulistyastuti, 2017:198). Misal: Y = a + β1 X1 + β2 X2 + e......................................................................3.7 Menjadi: Y = a + β1 X1 (t−1) + β2 X2 (t−2) + e........................................................3.8 3. Uji Heteroskedastisitas Suatu model regresi mengandung masalah heteroskedastisitas artinya variabel-variabel dalam model tersebut tidak konstan. Masalahnya heteroskedastisitas sering muncul dalam data croos section. Data silang tempat (cross section) sering memunculkan masalah heteroskedastisitas karena variasi unit individunya. Akibat adanya masalah masalah heteroskedastisitas ini adalah varian penaksirannya tidak minimum sehingga penaksiran/estimator dalam mode regresi menjadi tidak efisien. Untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas di dalam regresi dengan data cross section maka digunakan metode Generalized Least Square (GLS). Penggunaan metode regresi panel dengan Generalized Least Square (GLS) adalah upaya untuk menindakan masalah heteroskedastisitas (Purwanto dan Sulistatuti, 2017:199). Gujarati (2003:396) menjelaskan bahwa metode generalized least square mentransformasi variabel pengganggu (disturbance variabel) menjadi homoskedastisitas. Pengolahan data dalam penelitian ini juga dalam metode GLS maka hasil regresi sudah bisa dikatakan bebas masalah heteroskedastisitas. Jadi penggunaan metode GLS mampu melakukan estimasi dengan efisien. 40 Diagnosa adanya masalah heteroskedastisitas adalah dengan uji kolerasi ranking Spearman. Pengujian ini menggunakan distribusi “t” dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Jika nilai thitung lebih besar dari ttabel maka menolak Ho dan menerima Ha, artinya model regresi mengandung masalah heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas adalah mentransformasi nilai variabel menjadi bentuk logaritma (Purwanto dan Sulistatuti, 2017:199). Misal: 𝑌 = a + β1 X1 + β2 X2 + e...........................................................................3.9 Menjadi: In Y = In a + β1 InX1 + β2 InX 2 + e.........................................................3.10 4. Uji Otokorelasi Uji otokorelasi bertujuan untuk mendeteksi apakah variabel pengganggu pada suatu periode berkolerasi atau tidak berkolerasi dengan variabel pengganggu lainnya. Suatu model dikatakan tidak mengganggu masalah otokolerasi apabila waktu pengamatan yang terjadi dalamu suatu periode waktu pengamatan tidak terpengaruh oleh periode lainnya. Sebaliknya masalah otokolerasi muncul ketika terdapat saling ketergantungan antara faktor penganggu yang berhubungan dengan periode pengamatan. Masalah otokolerasi menyebabkan parameter yang diestimasiakan bias dan variannya tidak minimal. Uji terhadap ada tidaknya masalah otokorelasi yang paling populer adalah Durbin Watson (DW test). Keunggulan utama uji otokorelasi dengan uji DW adalah uji ini didasarkan pada 41 residual yang ditaksir dan berbagai paket sofware komputer telah menampilkan nilai DW statistik (Insukindro, et al, 2001: 88-89). Keputusan ada tidaknya masalah otokorelasi apabila: 1) Nilai DW lebih dari batas atas (Upper Bound) maka model tersebut mengandung otokorelasi negatif: 0 < DW statistik < dL. 2) Nilai DW lebih rendah dari batas bawah (Lower Bound) maka model tersebut mengandung otokorelasi positif: 4 – dl < DW statistik < 4 3) Apabila nilai DW statistik berada diantara batas bawah (Lower Bound) dan batas atas (Upper Bound) maka model tersebut berada dalam daerah raguragu: dL d” DW statistik d” dU dan 4 –dU d” DW statistik d” 4 – dL. 4) Suatu model dikatakan bebas masalah otokorelasi positif maupun negatif jika DW statistik terletak diantara : dU < DW statistik < 4-dL. DAFTAR PUSTAKA Agustina, E., Syechalad, M. N., & Hamzah, A. (2019). Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Aceh. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 4(2), 265–283. https://doi.org/10.24815/jped.v4i2.13022 Didu, S., & Fauzi, F. (2016). Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten Lebak. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(1), 102–117. https://doi.org/10.35448/jequ.v6i1.4199 Gani, Irwan., & Amalia, Siti. (2004). Alat analisis Data Aplikasi Statistik untuk Penelitian Bidang Ekonomi & Sosial. CV. ANDI OFFSET. Yogyakarta. Gujarati, Damodar N. (2003), Basic Econometrics (Fourth Edition), Mc GrawHill Companies, Inc. New York. Kuncoro, Mudrajad. (2000). Ekonomi Pembangunan, Teori Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Kuncoro, M. (2013). Indikator Ekonomi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Mahsunah, D. (2013). Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 1(3), 1–17. Makridakis, S., Wheelwright, S. C., E. McGee, V., Andiryanto, U. S., & Basith, A. (1995). Metode dan Aplikasi Peramalan. Erlangga. Jakarta. Mantra, I. B. (2003). Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Noveria, M., Handayani, T., Aswatini, Latifa, A., Romdiati, H., Setiawan, B., Malamassa, M. A., Ketut, G. A. S., Ningrum, V., Harfina, D., & Djohan, eniarti. (2011). Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan (A. Setiawan & Ariadni (ed.)). LIPI Press. Jakarta. Nuryadi., Astuti,T. D., Utami, E.S., Budiantara, M. (2017). Dasar-dasar Statistik Penelitian.SIBUKU MEDIA. Yogyakarta. Pattimahu, T. V. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Maluku. ISSN, 3612, 40-48. Purwanto, E. A., & Sulistyastuti, D. R. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Gava Media. Yogyakarta. Putong, I. (2013). Economics Pengantar Makro dan Mikro. Mitra Wancana Media. Jakarta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. ALFABETA. Bandung. Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian. ALFABETA. Bandung. Sukirno, S. (2008). Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Perseda. Jakarta. Sukirno, S. (2000). Makro Ekonomi Moderen, Perkembangan, Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. PT. Raja Grafindo Perseda. Jakarta. Todaro, MP, (2004), Pembangunan Ekonomi Dunia Ke tiga, penerbit Erlangga Jakarta.