BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN SPIP SUB UNSUR PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA (3.9) NOMOR : PER-1326/K/LB/2009 TANGGAL : 7 DESEMBER 2009 KATA PENGANTAR Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini, merupakan salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab menteri/ pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota sebagai penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masingmasing. Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan tanggung jawab BPKP tersebut meliputi: 1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; 2. sosialisasi SPIP; 3. pendidikan dan pelatihan SPIP; 4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan 5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah. Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan unsur-unsur SPIP, yaitu: 1. lingkungan pengendalian; 2. penilaian risiko; 3. kegiatan pengendalian; 4. informasi dan komunikasi; dan 5. pemantauan pengendalian intern. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya i Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP, BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apa saja yang perlu dibangun dan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan acuan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam penyelenggaraan sub unsur SPIP. “Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya” pada unsur Kegiatan Pengendalian merupakan acuan yang memberikan arah bagi instansi pemerintah pusat dan daerah menyelenggarakan sub unsur tersebut, dan dapat dalam disesuaikan dengan karakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut. Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaan. Jakarta, Desember 2009 Plt. Kepala, Kuswono Soeseno NIP 19500910 197511 1 001 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................... iii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................ 1 B. Sistematika Pedoman ............................................. 5 GAMBARAN UMUM KEGIATAN PENGENDALIAN PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA A. Pengertian ............................................................... 7 B. Tujuan dan Manfaat ................................................. 17 C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 18 D. Parameter Penerapan ............................................. 19 BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA A. Tahap Persiapan ...................................................... 25 B. Tahap Pelaksanaan.................................................. 31 C. Tahap Pelaporan....................................................... 39 BAB IV PENUTUP 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya iii 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sudah ditetapkan bahwa menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. SPIP mencakup lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern. Pimpinan instansi pemerintah di lingkungan kementerian/ lembaga dan di lingkungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota berkewajiban untuk menerapkan kelima unsur SPIP tersebut, yang dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan instansi pemerintah. Dalam rangka pencapaian tujuan instansi pemerintah, melalui penilaian risiko-risiko, pimpinan mengidentifikasi dan menganalisis risiko, serta melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan, untuk mengatasi risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan instansi pemerintah. Tindakan untuk mengatasi risiko tersebut, memberikan arah bagi kegiatan pengendalian yang akan ditetapkan/dibuat, untuk meyakinkan bahwa kegiatan instansi pemerintah dilakukan secara benar dan tepat waktu. Kegiatan pengendalian tersebut, terjadi di seluruh tingkatan dan fungsi organisasi, antara lain berupa persetujuan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, reviu kinerja, dan pemisahan fungsi. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 1 Dalam mengembangkan kegiatan pengendalian, berdasarkan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, ditetapkan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan, termasuk dalam hal pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Sumber daya merupakan sesuatu yang bernilai dan berguna untuk pencapaian tujuan instansi pemerintah. Tujuan instansi pemerintah hanya akan tercapai dengan baik apabila terdapat penyediaan dan pengelolaan sumber daya yang memadai. Seluruh instansi pemerintah pada berbagai tingkatan manajerial, akan memerlukan dan menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Mengingat sumber daya sifatnya bernilai, berguna, dan memiliki sifat kelangkaan (artinya, diperlukan pengorbanan untuk memperolehnya), maka diperlukan pengendalian yang memadai atas sumber daya tersebut. Pengendalian dilakukan antara lain dengan membatasi akses terhadap sumber daya dan pencatatannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak yang dapat menyalahgunakan, memperoleh, memanfaatkan, atau menggunakan sumber daya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak tertentu, secara tidak sah, atau melawan hukum. Instansi pemerintah perlu mengelola sumber daya dan pencatatannya dengan baik agar dapat mencapai tujuan pengendalian, khususnya dalam hal pengamanan sumber daya. Pengamanan sumber daya secara 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya keseluruhan dapat 2 mendukung pencapaian kegiatan/operasi secara efisien dan efektif, meningkatkan keandalan pelaporan, serta ketaatan kepada ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pimpinan instansi pemerintah perlu menerapkan kegiatan pengendalian intern yang relevan dengan sumber daya dan pencatatannya, antara lain berupa pembatasan akses atas sumber daya tersebut. Sumber daya dan pencatatan yang dimiliki oleh instansi pemerintah merupakan sarana penting untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya dan pencatatan harus dimanfaatkan sepenuhnya hanya untuk tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan pribadi para pegawai atau pejabat yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan peluang dalam menggunakan sumber daya dan pencatatan, hanya untuk kepentingan organisasi saja. Sumber daya dalam konteks Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, adalah seluruh sumber daya yang digunakan dalam rangka pencapaian tujuan instansi pemerintah, mencakup 5 M (man, money, machine, material, method), baik yang berwujud fisik (tangible asset), seperti sumber daya manusia, dana, surat berharga, sarana prasarana, seperti peralatan, gedung, tanah, mesin, bahan, persediaan, alat tulis, dan sumber daya alam, maupun yang tidak berwujud (intangible asset), seperti hak cipta, hasil penelitian, metode dan tata kerja, sistem aplikasi, informasi, dan sebagainya. Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas seluruh sumber daya dan pencatatannya yang berada dalam kewenangan dan tanggung jawabnya. Terhadap seluruh sumber daya tersebut perlu dikelola dengan baik, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 3 Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan pengendalian yang memadai atas sumber daya antara lain berupa: persetujuan atas penggunaan/pemindahan/penghapusan, verifikasi atas pertanggungjawaban, rekonsiliasi atas pencatatan, pemisahan fungsi dalam pengelolaan, pengendalian fisik atas aset, serta pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Akses kepada sumber daya dan pencatatannya harus terbatas kepada orang-orang yang diberi otorisasi, dan harus dibebankan akuntabilitas atas pengelolaan dan penggunaannya. Pembandingan secara berkala atas sumber daya yang dimiliki dengan akuntabiltas membantu yang mengurangi dicatat risiko harus dilakukan kesalahan, untuk kecurangan, penggunaan yang tidak benar, atau perubahan yang dilakukan tanpa melalui otorisasi. Tanpa adanya pembatasan akses yang memadai atas sumber daya, akan sangat memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber daya oleh pihak tertentu secara tidak sah untuk mengambil, atau memanfaatkan sumber daya instansi, sehingga berpotensi pada hilangnya sumber daya yang dimiliki instansi pemerintah, yang pada akhirnya akan menghambat pencapaian tujuan instansi tersebut. Pimpinan instansi perlu membuat kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur untuk memastikan bahwa seluruh rencana, perintah, dan arahan pimpinan telah dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 4 Selanjutnya, dalam pasal 47 Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2008 ditetapkan bahwa untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern, dilakukan pembinaan penyelenggaraan SPIP, disamping dilakukan pengawasan intern. Salah satu bentuk pembinaan tersebut adalah melalui penyusunan pedoman teknis. Sehubungan dengan upaya penyelenggaraan kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya tersebut, maka diperlukan Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya, yang diharapkan dapat diimplementasikan secara nyata oleh instansi pemerintah. Pedoman Teknis Sub Unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya ini merupakan penjabaran dari Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP. Ruang lingkup penggunaan pedoman ini meliputi instansi pemerintah pusat (kementerian/lembaga) maupun pemerintah daerah (provinsi/ kabupaten/ kota). B. Sistematika Pedoman Sistematika Pedoman Teknis Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya ini disajikan dengan urutan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman teknis sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya, yang diawali dari keharusan menerapkan SPIP, kebutuhan akan perlunya aktivitas pengendalian, perlunya pedoman teknis sub unsur, maksud dibuatnya pedoman, serta sistematika pedoman. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 5 Bab II Gambaran Umum Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya Bab ini menguraikan pengertian, tujuan dan manfaat, keterkaitannya dengan peraturan yang berlaku, serta parameter penerapan. Bab III Langkah-Langkah Penyelenggaraan Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya Bab ini menguraikan dilaksanakan dalam langkah-langkah menyelenggarakan yang perlu sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya yang terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Bab IV Penutup Bab ini merupakan penutup yang berisi hal-hal penting yang perlu diperhatikan kembali dan penjelasan atas penggunaan pedoman ini. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 6 BAB II GAMBARAN UMUM KEGIATAN PENGENDALIAN PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA A. Pengertian Dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dinyatakan bahwa kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko, serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur, untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Dengan menyelenggarakan kegiatan pengendalian diharapkan akan memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan instansi pemerintah. Dalam pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dinyatakan bahwa kegiatan pengendalian terdiri atas: 1. reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan; 2. pembinaan sumber daya manusia; 3. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; 4. pengendalian fisik atas aset; 5. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6. pemisahan fungsi; 7. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; 8. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 7 9. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; 10. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan 11. dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting. Dalam pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 juga ditetapkan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian tersebut diantaranya dilaksanakan melalui pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, yang merupakan sub unsur kegiatan pengendalian yang ke-9. Kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, melekat (built in) dalam rangkaian atau siklus yang menyatu dengan kegiatan/operasional pengelolaan sumber daya di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah. Penetapan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, bertujuan untuk menghindari/mengurangi penggunaan sumber daya yang ada oleh pihak yang tidak berwenang. Kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, juga berkaitan dengan sub unsur akuntabilitas atas sumber daya dan pencatatannya. Pembatasan akses dilakukan atas sumber daya yang menjadi tanggung jawab instansi pemerintah, yaitu sejak suatu sumber daya tersedia di lingkungan instansi pemerintah, dalam arti sejak sumber daya tersebut diserahterimakan pengelolaannya dari pihak tertentu di luar instansi pemerintah, 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 8 atau dari panitia pengadaan, kepada instansi pemerintah yang bersangkutan, sampai sumber daya tersebut habis pemanfaatannya,untuk kegiatan instansi atau dipindahtangankan (diserahkan, dihapuskan, atau ditukarkan) kepada pihak lain di luar instansinya. Kegiatan mengatasi pengendalian risiko-risiko difungsikan yang mungkin dalam akan rangka menghambat pencapaian tujuan instansi pemerintah. Untuk itu, sumber daya dan pencatatan yang menjadi fokus perhatian kegiatan pengendalian sub unsur ini adalah sumber daya dan pencatatan yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan instansi pemerintah. Penyelenggaraan akses atas sumber kegiatan daya pengendalian dan pembatasan pencatatannya, sekurang- kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah; 2. harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko; 3. disesuaikan dengan sifat khusus instansi pemerintah; 4. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis; 5. prosedur harus dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan secara tertulis; 6. dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Untuk mengetahui ruang lingkup “pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya”, berikut diberikan pengertian mengenai akses dan sumber daya. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 9 Akses adalah (a) means of approaching something or somebody or entering a place, (b) opportunity or right to use something or approach somebody. Definisi lain dari akses termasuk means or right of using, reaching or obtaining. Akses diartikan sebagai cara atau peluang untuk mendekati sesuatu atau memasuki tempat tertentu. Akses juga dapat dimaknai sebagai hak untuk menggunakan sesuatu. Singkatnya, akses dapat dikatakan sebagai peluang atau hak menggunakan/ memperoleh sesuatu, atau memasuki sesuatu tempat. Dari terminologi di atas, pembatasan akses adalah membatasi agar hanya pihak tertentu yang dapat menggunakan/ memperoleh sesuatu, atau memasuki sesuatu tempat. Pembatasan akses dimaksudkan untuk melindungi, mencegah akses, dan penggunaan sesuatu dari pihak yang tidak berwenang. Jika pembatasan akses didisain dengan baik, dapat mengurangi risiko-risiko pemborosan, seperti penyalahgunaan, kesalahan, kecurian atau kecurangan, perubahan/ perpindahan tangan yang tidak sah. Selanjutnya, sumber daya memiliki konsep yang luas, yaitu sesuatu yang berguna (useful) dan bernilai (valuable), mengandung konsep kelangkaan. Sesuatu yang tak diketahui kegunaannya, atau sesuatu yang diketahui kegunaannya, tetapi tersedia dalam jumlah banyak dibandingkan permintaannya, adalah bukan termasuk dalam pengertian sumber daya. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembatasan akses atas sumber daya adalah pembatasan atas kesempatan, hak untuk menggunakan, atau memperoleh sesuatu yang berguna, atau bernilai. Pembatasan akses tidak hanya dilakukan atas sumber daya saja, tetapi pembatasan akses juga dilakukan atas pencatatan sumber daya. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 10 Di lingkungan instansi pemerintah, pada umumnya sumber daya merupakan segala sarana pendukung yang diberikan kepada pegawai atau unit kerja organisasi, dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Sumber daya di lingkungan instansi pemerintah, biasanya mencakup 5 M (man, money, machine, material, method), baik yang berwujud fisik (tangible asset), sumber daya manusia, dana, surat berharga, seperti dokumen kepemilikan aset, sarana prasarana (seperti peralatan, gedung, tanah, mesin), sumber daya alam, bahan, persediaan, alat tulis, maupun yang tidak berwujud (intangible asset), seperti hak cipta, hasil penelitian, metode dan tata kerja, sistem aplikasi, informasi, dan sebagainya. Sumber daya dalam konteks bernegara, memiliki cakupan yang luas, dapat berupa SDM aparatur pemerintah, sumber daya alam, peralatan, uang, persediaan, bahan, serta kekuasaan hukum dan politik. Dari pengertian di atas, maka pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya dapat diartikan sebagai bentuk pengendalian, dengan cara membatasi peluang atau hak menggunakan atau memasuki sesuatu tempat, yang dimaksudkan untuk melindungi dan mencegah perolehan, penggunaan atas peralatan, persediaan, surat-surat berharga, uang, sumber daya manusia, sumber daya alam, metode kerja, informasi, dokumen kepemilikan aset, pencatatan, dan harta lainnya, dari pihak yang tidak berwenang. Dalam konteks SPIP ini, pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya dilakukan 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya dalam ruang lingkup 11 pengelolaan kegiatan untuk mencapai tujuan instansi pemerintah. Pembatasan akses secara tepat, diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan instansi pemerintah melalui aset, pelaporan keuangan yang pengamanan handal, kegiatan/operasional yang efisien dan efektif, mendukung dan kepatuhan terhadap peraturan. Berkaitan dengan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dinyatakan bahwa: 1. Pimpinan instansi pemerintah wajib membatasi akses atas sumber daya dan pencatatannya. 2. Pimpinan instansi pemerintah wajib memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. Akses atas sumber daya dan pencatatan, dibatasi kepada orang yang diberi kewenangan untuk bertanggung jawab atas pengamanan dan penggunaan sumber daya. Pembatasan akses dibuktikan dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan hanya kepada pejabat/pegawai/petugas tertentu, yang dilengkapi dengan penggunaan alat pengamanan fisik (seperti kunci, pagar keliling bangunan, tanda pengenal tertentu, penjagaan pintu masuk gedung/ruangan oleh petugas keamanan), password, PIN (Personal Identification Number), pengisian formulir/catatan pemakaian, serta penunjukan hanya kepada petugas tertentu untuk melakukan penyimpanan, pencatatan, dan pemindahan sumber daya. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 12 Pelaksanaan pembatasan akses atas sumber daya diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan tanpa otorisasi, atau kehilangan aset negara, dalam rangka melaksanakan arahan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi. Tingkat pembatasan yang akan diterapkan, bergantung pada kerawanan sumber daya, risiko kehilangan, serta penggunaan yang tidak sesuai, dan seyogyanya dilakukan penilaian secara periodik. Infrastruktur kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, dibangun dalam dua tingkatan, yaitu tingkat entitas, yang bersifat kebijakan untuk suatu instansi/unit kerja, dan tingkat aktivitas yang bersifat prosedural. Kebijakan dimaksudkan untuk mengarahkan apa yang seharusnya dikerjakan, berfungsi sebagai dasar dalam penetapan berbagai prosedur-prosedur sebagai rincian dari suatu kebijakan. Langkah umum kegiatan pengendalian pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, setidaknya mencakup: 1. Identifikasi sumber daya dan pencatatannya yang diperlukan/digunakan oleh instansi pemerintah, berdasarkan nilai aset, kemudahan dipindahkan, dan kemudahan ditukarkan; 2. Identifikasi tingkat pembatasan akses yang diperlukan untuk setiap jenis sumber daya dan pencatatannya; 3. Penentuan tingkat pembatasan secara tepat dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan, kemudahan ditukarkan, dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya tersebut; 4. Penetapan pembatasan akses penggunaan sumber daya dan pencatatannya; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 13 5. Penetapan pembatasan akses penyimpanan sumber daya dan pencatatannya; serta 6. Evaluasi periodik atas profil dari pegawai yang memiliki akses untuk menggunakan maupun menyimpan sumber daya dan pencatatannya, atau pihak lain yang aksesnya dibatasi, maupun evaluasi atas risiko akibat penerapan pembatasan akses tersebut bagi kelancaran operasional organisasi. Untuk itu, diperlukan kebijakan dan prosedur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya yang ditetapkan sesuai dengan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah mempertimbangkan efektivitas yang bersangkutan, kegiatan serta pengendalian. Hal tersebut dimaksudkan agar pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya longgar, atau yang dibangun tersebut, tidak terlalu terlalu ketat, yang justru akan menghambat kelancaran kegiatan instansi pemerintah. Dalam membangun kegiatan pengendalian sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, pimpinan hendaknya telah mempertimbangkan aspek berikut: 1. Preventif, yaitu untuk mencegah terjadinya akses yang tidak sah atas sumber daya dan pencatatannya. Misalnya: a. memberikan akses hanya kepada bendahara untuk menggunakan/mengubah/mengganti kode/menyimpan kunci brankas, dan untuk menyimpan, atau mengeluarkan kas. b. memberikan akses hanya kepada pegawai gudang untuk membuka dan untuk mengeluarkan barang dari gudang persediaan, 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 14 c. memberikan tanggung jawab kepada pimpinan petugas keamanan (security) untuk menjaga keamanan kantor, dan memberikan kewenangan kepada petugas keamanan untuk mewajibkan tamu/orang untuk memberikan/ meninggalkan tanda identitasnya, dan memakai tanda pengenal yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah, sebelum memasuki areal ruangan kantor. Selanjutnya, memberikan kewenangan kepada petugas keamanan untuk melarang tamu/orang memasuki areal ruangan kantor tanpa tanda pengenal kantor tersebut. d. menetapkan hanya kepada pegawai tertentu untuk mengelola pencatatan, dan kepada pejabat tertentu untuk dapat mengakses pencatatan sesuai dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya. e. memberikan akses hanya kepada pejabat struktural secara bertingkat untuk mengelola/menggunakan SDM yang berada di bawah kewenangan dan tanggung jawabnya. f. memberikan akses hanya kepada petugas/pegawai/bagian umum untuk mengelola kendaraan dinas kantor, termasuk penyimpanan fisik kendaraan dan kuncinya. 2. Detektif, yaitu untuk melacak dan menemukan terjadinya/penyalahgunaan akses yang tidak sah atas sumber daya dan pencatatannya, Misalnya: a. melakukan reviu periodik/evaluasi berkala. b. melakukan identifikasi terhadap profil pegawai yang diberikan akses untuk menggunakan, atau menyimpan sumber daya, untuk menilai ketepatan pemberian akses tersebut, dengan melihat/menilai tanggung jawab petugas 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 15 tersebut, dan dampaknya terhadap operasional organisasi secara keseluruhan. c. melakukan cek fisik, dengan membandingkan fisik sumber daya dengan catatan dasar secara mendadak, diadakan rekonsiliasi antara data sumber daya di bagian akuntansi dengan pencatatan dasarnya. 3. Korektif, yaitu untuk melakukan perbaikan atas kelemahan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Untuk itu, terhadap pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatan, harus dievaluasi secara periodik terhadap profil dari pengguna yang memiliki akses atau yang aksesnya dibatasi, untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan pengendalian sub unsur pembatasan terhadap akses sumber daya tersebut. Pada akhirnya, penyelenggaraan kegiatan pengendalian sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya merupakan kewajiban dari pimpinan instansi pemerintah sebagai bagian dari upaya menerapkan kegiatan pengendalian atas hasil penilaian risiko terhadap terjadinya akses atas sumber daya dan pencatatannya yang tidak sah. Sumber daya dan pencatatan yang dimiliki instansi pemerintah merupakan aset yang berharga untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Pimpinan instansi pemerintah harus mengembangkan memastikan bahwa kebijakan sumber daya dan prosedur, untuk dan pencatatan telah digunakan dengan baik. Risiko atas penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan, dikendalikan dengan pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya, hanya untuk pegawai yang mempunyai wewenang, telah dilakukan dengan tepat. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 16 Pembatasan akses tersebut, dapat dilihat antara lain dalam sistem akuntansi barang milik instansi (satuan kerja) di lingkungan pemerintah pusat, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan dilakukannya pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah: 1. mengurangi risiko penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan aset negara; dan 2. mengurangi peluang bagi petugas terkait untuk memanipulasi transaksi; Dengan dilaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, instansi pemerintah akan memeroleh manfaat berupa kepastian adanya penggunaan sumber daya dan pencatatan yang baik, yang pada akhirnya akan membantu pencapaian sasaran, sesuai dengan arahan pimpinan. Tujuan akhir pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah tercapainya pengamanan aset dan keandalan pelaporan sumber daya, yang dapat mendorong operasi yang efektif dan efisien, serta kepatuhan terhadap peraturan. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, ditetapkan sebagai berikut: 1. risiko atas penggunaan secara tidak sah/tanpa otorisasi atau kehilangan, dikendalikan dengan pembatasan akses ke sumber daya dan catatan, dan hanya untuk pegawai yang mempunyai wewenang; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 17 2. penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu, dipelihara dan diperbarui. Sumber daya sering dibandingkan dengan catatannya, dan dilakukan evaluasi sejauh mana tingkat-tingkat pembatasan akses mengurangi kerawanan kesalahan, kecurangan, sumber daya pemborosan, berfungsi terhadap risiko penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan yang tidak sah; 3. pimpinan instansi pemerintah telah mempertimbangkan faktorfaktor, seperti nilai aset, kemudahan untuk dibawa/ dipindahkan, dan kemudahan untuk dipertukarkan, ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat. Sebagai bagian dari penugasan dan pembaruan pembatasan akses atas sumber daya, dan pembatasan akses atas pencatatan sumber daya tersebut, pimpinan mengomunikasikan tanggung jawab setiap pegawai agar mereka sadar akan tugasnya, sehingga pegawai dapat menyimpan dan menggunakan sumber daya dengan baik. C. Peraturan Perundang-undangan Terkait Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, biasanya tidak mengatur khusus atas kegiatan pengendalian sub unsur ini, namun mengatur suatu siklus kegiatan pengelolaan yang di dalamnya sudah termasuk menempatkan kegiatan pengendalian yang relevan, seperti otorisasi, pemisahan fungsi, pengendalian fisik atas aset, reviu atas kinerja, pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, serta kegiatan pengendalian lain yang relevan. Peraturan tersebut antara lain: 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 18 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kearsipan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 4. Peraturan tentang Menteri Sistem Keuangan Akuntansi Nomor dan 171/PMK.05/2007 Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 7. Peraturan Kepala Arsip Nasional Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Perlindungan, Pengamanan, dan Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital Negara. 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik/Kekayaan Negara. 9. Peraturan lain yang relevan dengan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. D. Parameter Penerapan Dalam menerapkan sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya, pimpinan Instansi Pemerintah memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 19 1. Risiko penggunaan secara tidak sah atau kehilangan dikendalikan dengan membatasi akses ke sumber daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang. 2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu dan dipelihara. 3. Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan faktorfaktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan, kemudahan ditukarkan ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat. Indikator keberhasilan kegiatan pengendalian ini adalah bagaimana akses atas sumber daya dan pencatatan sumber daya, dibatasi, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis yang telah ditetapkan. Indikator hasil dari sub unsur ini berupa tercapainya pengamanan sumber daya dan keandalan pelaporan sumber daya, karena tidak terjadi penggunaan secara tidak sah atau kehilangan sumber daya, disertai dengan pencatatan sumber daya yang dapat diandalkan di lingkungan instansi pemerintah. Indikator keberhasilan penyelenggaraan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah sebagai berikut: 1. Risiko atas penggunaan secara tidak sah/tanpa otorisasi, atau kehilangan, dapat dikendalikan dengan pembatasan akses ke sumber daya dan catatan hanya untuk pegawai yang mempunyai wewenang, diindikasikan dengan: a. Adanya kebijakan tertulis pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 20 b. Adanya prosedur tertulis pembatasan akses atas jenis-jenis sumber daya tertentu dan pencatatannya; c. Pegawai yang berwenang dan atasannya telah memahami kebijakan, prosedur, serta tujuan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; serta d. Terlaksananya kebijakan dan prosedur akses atas sumber daya dan pencatatannya, hanya oleh pegawai yang berwenang, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan secara tertulis. 2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu, dipelihara, dan diperbarui, indikatornya adalah: a. Telah terselenggaranya evaluasi/reviu secara periodik, untuk memastikan bahwa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan; b. Sumber daya sering dibandingkan dengan catatannya, dan dilakukan penilaian sejauh mana tingkat pembatasan akses telah berfungsi untuk mengurangi kerawanan sumber daya terhadap risiko kesalahan, kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan yang tidak sah; c. Atas penyimpangan dalam penggunaan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya telah diambil tindakan yang tepat. 3. Pimpinan instansi pemerintah telah mempertimbangkan faktorfaktor, seperti nilai aset, kemudahan untuk dibawa/ dipindahkan, dan kemudahan untuk dipertukarkan, ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat, dengan memerhatikan peraturan yang berlaku. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 21 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 22 BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA Menurut penjelasan umum atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, penyelenggaraan SPIP pada suatu instansi pemerintah harus memperhatikan serta rasa keadilan dan kepatutan, mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah tersebut. Pengembangan unsur sistem pengendalian intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi, serta dilakukan secara komprehensif. Sistem pengendalian intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Seperti dinyatakan dalam bab sebelumnya, pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya dilakukan dalam ruang lingkup pengelolaan kegiatan untuk mencapai tujuan instansi pemerintah. Pembatasan akses dimaksudkan untuk mengatasi risiko penggunaan sumber daya dari pihak yang tidak berwenang, sehingga kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya ditempatkan dalam rangka untuk mengatasi, mengurangi, menghentikan 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya risiko kesalahan, 23 kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan/perpindahan tangan akibat akses yang tidak sah atas sumber daya, yang dapat menghambat pencapaian tujuan instansi pemerintah. Diharapkan, tujuan instansi pemerintah dapat tercapai melalui pengamanan aset, dan pelaporan keuangan yang handal, yang mendukung kegiatan/operasional yang efisien dan efektif, serta kepatuhan terhadap peraturan. Jika pembatasan akses didisain dengan baik, maka akan dapat melindungi, mencegah akses yang tidak sah, menghentikan/mengatasi kesalahan, kecurangan, serta pemborosan, penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan/perpindahan tangan yang tidak sah (pengalihan, tukar guling, penghapusan, dan sebagainya). Penyelenggaraan SPIP pada suatu instansi pemerintah ditempuh melalui tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang ditujukan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan. 2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas hasil pemetaan, yang meliputi pembangunan infrastruktur dan internalisasi, serta upaya pengembangan berkelanjutan 3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap pelaporan kegiatan. Dalam pelaksanaannya, tahapan berikut langkah-langkahnya dapat dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan penyelenggaraan unsur/ sub unsur lainnya. Berikut ini merupakan langkah-langkah nyata yang perlu dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya di setiap tahapan. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 24 A. Tahap Persiapan 1. Penyiapan Peraturan, Sumber Daya Manusia, dan Rencana Penyelenggaraan Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP tersebut, selanjutnya instansi pemerintah membuat rencana penyelenggaraan, yang antara lain memuat: a. Jadwal pelaksanaan kegiatan; b. Waktu yang dibutuhkan; c. Dana yang dibutuhkan; dan d. Pihak-pihak yang terlibat. Berdasarkan peraturan tersebut, perlu ditetapkan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penyelenggaraan SPIP, yang diberi tugas mengawal pelaksanaan penyelenggaraan SPIP, termasuk penerapan kebijakan dan praktik pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Satgas tersebut terlebih dahulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub unsur terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, serta unsur kegiatan pengendalian SPIP lainnya. 2. Pemahaman (Knowing) Tahapan pemahaman dan penyamaan persepsi meliputi langkah-langkah minimal sebagai berikut: a. membangun kesadaran mengenai manfaat dan arti pentingnya pengendalian intern berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya dalam pencapaian tujuan instansi pemerintah yang telah ditetapkan. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 25 b. memberikan pemahaman kepada pegawai sebagai pengguna sumber daya, khususnya kepada pegawai tertentu yang diberi kewenangan dan tanggung jawab atas akses sumber daya, mengenai: 1) pengertian dan maksud pembatasan akses atas sumber daya; 2) tujuan pembatasan akses, baik dalam penggunaan maupun penyimpanan sumber daya, serta pencatatannya; 3) peran dan tanggung jawab pegawai dalam proses pengendalian, terkait pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. c. Pimpinan mengomunikasikan tanggung jawab kepada semua pegawai agar mereka sadar akan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyimpan dan menggunakan sumber daya dengan baik. Dalam tahap ini, diharapkan, setiap pegawai memiliki pemahaman agar mereka hanya menggunakan sumber daya, sesuai dengan kewenangan yang diberikan/dimiliki, turut menjaga dan memelihara sumber daya, serta menggunakannya hanya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam suatu kegiatan di instansi pemerintah. Setiap pegawai memiliki pemahaman agar mereka tidak memberikan kemudahan akses atas sumber daya yang menjadi kewenangan dan tanggung jawabnya kepada pihak lain yang tidak berhak. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 26 Kemudian, pegawai tertentu yang diberikan akses terhadap sumber daya dan pencatatannya, harus menyadari tugas dan tanggung jawabnya, terkait dengan tujuan pengendalian untuk mengamankan aset/sumber daya instansi pemerintah. Kepada jajaran pimpinan juga diberikan pemahaman berkaitan dengan kewajiban jajajaran pimpinan untuk melakukan reviu secara periodik terhadap pelaksanaan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kerawanan sumber daya di lingkungan instansi pemerintah terhadap risiko penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan, kesalahan, kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan, kecurian atau perubahan yang tidak sah. Tujuan akhir pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah agar sumber daya dapat dikelola secara maksimal, sehingga tercapai pengamanan aset, keandalan pelaporan sumber daya, yang dapat mendorong operasi yang efektif dan efisien, serta kepatuhan terhadap peraturan. Pemberian pemahaman dan penyamaan persepsi kepada pegawai tentang pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, dapat dilakukan melalui: a. Sosialisasi seperti pelatihan di kantor sendiri (PKS), pemasangan banner, dan sebagainya; b. Diskusi; c. Multimedia seperti Local Area Network, maupun jaringan intern (Intranet). 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 27 Pemberian langkah yang pemahaman akan juga mencakup dilaksanakan Tim langkah- Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP yang diberi tugas mengembangkan sistem pengendalian terkait pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya, terutama kepada para pegawai yang akan bersinggungan dengan tugas tim tersebut. Berikut contoh-contoh kejadian yang menunjukkan tidak adanya pembatasan akses yang memadai atas sumber daya dan pencatatan, serta beberapa akibatnya: a. tidak adanya petugas yang diberikan tanggung jawab secara khusus atas keamanan di lingkungan kantor, terlihat dari bebasnya orang keluar masuk ruangan kantor, tanpa tanda pengenal yang jelas; b. pada ruang penyimpanan utama tempat peralatan pemrosesan yang penting data dan tidak ada petunjuk/tulisan yang menyatakan “selain petugas dilarang masuk”; c. gudang dan tempat penyimpanan persediaan tidak dijaga dan tidak terkunci; d. semua orang dapat mengakses data base melalui penggunaan jaringan komputer di kantor tanpa penetapan password/PIN yang dikelola dengan baik; e. semua pegawai tanpa otorisasi dapat mengambil berbagai bahan, persediaan, alat tulis di kantor ke bagian gudang, atau lokasi penyimpanan; f. terjadi peminjaman/penggunaan antar bidang/antar unit sumber daya manusia kerja/antar instansi, tanpa prosedur yang baku, atau tanpa otorisasi dari pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas SDM tersebut, sesuai tingkatan manajerial dalam organisasi; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 28 g. bebasnya orang membuka, mengganti, menghapus, mengubah pencatatan atas pengelolaan sumber daya, dan tidak ada orang yang secara khusus diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan pencatatan sumber daya; h. tidak ada pembatasan akses penggunaan penyimpanan atas kendaraan dinas/operasional dan kantor, ditandai dengan tidak adanya petugas yang ditunjuk atas pengelolaan dan penyimpanan, dan kriteria penggunaan yang diperbolehkan, sehingga kendaraan rusak, tidak terawat, atau tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dinas. Kejadian penggunaan sumber daya tanpa pembatasan akses tersebut, berpotensi menyebabkan pemborosan dan hilangnya sumber daya yang dimiliki instansi pemerintah, misalnya hilangnya komputer/laptop di lingkungan kantor, hilangnya peralatan, perlengkapan, dan persediaan kantor, surat berharga negara, perpindahan/tukar guling aset instansi pemerintah secara tidak bertanggung jawab sehingga merugikan negara, penghapusan aset negara/barang milik negara/daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan, beredarnya informasi intelijen/rahasia, metode kerja, hasil penelitian, perangkat lunak lunak (software), yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga secara tidak sah. 3. Pemetaan (Mapping) Setelah terbentuk pemahaman yang utuh, instansi pemerintah perlu melakukan pemetaan sistem pengendalian intern terkait penerapan pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya yang telah ada. Dengan pemetaan ini, akan 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 29 diketahui hal-hal yang memerlukan perbaikan (area of improvement), agar SPIP yang diharapkan dapat terbangun secara utuh. Pemetaan atas penyelenggaraan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, dilakukan untuk memastikan hal-hal sebagai berikut: a. Instansi pemerintah telah memiliki peraturan/kebijakan yang melandasi pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, b. Peraturan/kebijakan yang ada tersebut telah sesuai dengan ketentuan di atasnya, c. Instansi pemerintah telah memiliki SOP atau pedoman untuk menyelenggarakan peraturan tersebut, d. SOP atau pedoman pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, telah sesuai dengan peraturan yang ada dan atau yang akan dibangun, e. Instansi pemerintah telah melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, sesuai dengan SOP atau pedoman dimaksud, f. Telah disusun pendokumentasian kegiatan penyelenggaraan sub unsur dimaksud, g. Telah dilakukan pemantauan dan evaluasi atas penyelenggaraan kegiatan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya dimaksud. Dengan pemetaan tersebut dapat diketahui sejauh mana area yang memerlukan perbaikan sehingga dapat dirumuskan rencana tindak yang jelas. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 30 Pemetaan dapat diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui kuesioner, interviu, observasi, dan focus group discussion. Data yang diperoleh tersebut perlu dilakukan uji silang (cross check) untuk memastikan validitasnya. Keterlibatan pegawai sangat diperlukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi yang ada baik pada tingkat entitas maupun pada tingkat kegiatan. Dalam mengembangkan rencana tindak untuk penyelenggaraan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya secara tepat, instansi pemerintah perlu mengacu pada daftar uji pengendalian intern dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dengan mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut: a. Jenis-jenis sumber daya dan pencatatan yang diperlukan/ digunakan dalam pencapaian tujuan instansi pemerintah, b. Unit kerja yang mengelola/menggunakan sumber daya tersebut, c. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya (5M) di lingkungan instansi pemerintah, d. Tingkat pembatasan akses yang diperlukan untuk setiap jenis sumber daya dan pencatatannya, e. Pengelompokan sumber daya berdasarkan nilainya, kemudahan dipindah, dan kemudahan ditukarkan. B. Tahap Pelaksanaan Setelah tahap persiapan dilaksanakan, tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini, termasuk didalamnya tahap membangun fondasi/infrastruktur (norming), tahap internalisasi (forming), dan tahap pengembangan berkelanjutan (performing). 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 31 Dalam tahap ini, apabila langkah pelaksanaan pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya sudah ada/ sudah berjalan efektif, maka langkah pelaksanaan tersebut tinggal dilanjutkan. Apabila suatu langkah pelaksanaan pengendalian belum ada atau belum efektif, maka langkah-langkah tersebut di atas perlu ditetapkan dan dilaksanakan. Langkah pelaksanaan minimal yang harus ada antara lain sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Pembangunan Infrastruktur (Norming) Tahap pembangunan infrastruktur dilakukan setelah tahap pemetaan dilaksanakan. Pembangunan infrastruktur ini, meliputi pembangunan kebijakan, prosedur dan mekanisme yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pengendalian sub unsur pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya. Dalam membangun infrastruktur instansi pemerintah, harus memperhatikan teori, peraturan yang berlaku, serta terkait melihat indikator yang ingin dicapai, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemetaan. Infrastruktur yang perlu ada atau dibangun, untuk ditetapkan sebagai perangkat bagi pelaksanaan SPIP sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, minimal terdiri dari: a. Kebijakan umum tertulis atas pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya, hanya diberikan kepada pegawai yang berwenang, setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut : 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 32 1) Penetapan pegawai yang diberikan otorisasi penggunaan sumber daya instansi pemerintah dan pencatatannya. 2) Penetapan pegawai yang diberikan tanggung jawab penyimpanan atas sumber daya instansi dan pencatatannya. 3) Penetapan pihak-pihak yang dapat melakukan akses atas sumber daya instansi dan pencatatannya dengan memerhatikan tingkat risiko penyalahgunaan akses. 4) Menguraikan persyaratan jabatan bagi pegawai yang akan diberikan otorisasi terkait pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5) Mewajibkan dilaksanakannya reviu secara periodik atas pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya, termasuk: - keharusan adanya pembatasan akses investigasi sumber atas daya catatan dan pencatatannya, yang tidak sesuai dengan prosedur. - melakukan konfirmasi atas pihak-pihak yang melakukan akses sumber daya dan pencatatannya, yang tidak sesuai dengan ketentuan. 6) Kebijakan telah mempertimbangkan faktor-faktor seperti: nilai aset, kemudahan dipindahkan seperti besar-kecil, berat-ringan, kemudahan ditukarkan, serta telah memperhatikan peraturan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya tersebut, ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 33 Contoh pertimbangan yang digunakan ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat: a) peralatan yang semakin kecil dan berharga semakin mahal, maka harus lebih dibatasi/dipersempit pemberian aksesnya. Pegawai harus memahami maksud pembatasan akses, kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. b) peralatan yang semakin mudah dipindahkan, semakin mudah dijual/ditukarkan, dengan harga yang semakin tinggi, harus lebih dibatasi pemberian aksesnya hanya kepada pegawai yang diberi kewenangan. Disamping itu, pimpinan secara berkala melakukan reviu, pengecekan fisik/opname atas keberadaan peralatan tersebut. c) aset yang penting/vital dalam kegiatan operasi, mudah rusak, atau mudah meledak atau membahayakan keselamatan lingkungan kantor, dan bernilai sangat tinggi harus lebih sering dilakukan reviu/evaluasi atas pelaksanaan prosedur akses pengelolaan sumber dayanya. d) aset yang semakin besar, semakin sulit dipindahkan, semakin rendah nilainya, dan semakin sulit ditukarkan, maka pembatasan aksesnya dapat lebih dilonggarkan. e) Pertimbangan kompetensi pegawai yang diberikan kewenangan akses pencatatannya juga atas sumber daya dan perlu dipertimbangkan, agar tujuan pengendalian dapat tercapai dengan efektif. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 34 b. Prosedur tertulis tentang pembatasan akses untuk setiap jenis atau karateristik sumber daya tertentu/spesifik dan pencatatannya, termasuk prosedur penunjukan pegawai yang melakukan otorisasi penggunaan, penunjukan pegawai yang bertanggung jawab atas penyimpanan, maupun penetapan pihak-pihak yang dapat menggunakan sumber daya. Pada dasarnya, prosedur menjabarkan langkah–langkah yang lebih rinci dari kebijakan yang telah ditetapkan, mengacu ke sumber daya dan pencatatan yang lebih spesifik, termasuk mengatur prosedur reviunya, serta prosedur evaluasi dan reviu atas profil dari pengguna yang memiliki akses atau pihak lain yang aksesnya dibatasi. Dalam penetapan kebijakan dan prosedur akses atas sumber daya dan pencatatannya tersebut, harus senantiasa dikaitkan dengan penilaian risiko, seperti kemudahan aset atau sumber daya tersebut untuk dipindahkan/ditukar. kecil, mudah memerlukan Aset dengan wujud yang semakin dipindahkan, pembatasan mudah akses diperjualbelikan yang lebih ketat dibandingkan dengan aset yang besar, berat, dan sulit dipindahkan. 2. Internalisasi (Forming) Setelah pemahaman dan perangkat pengendalian intern terbangun, tahap selanjutnya adalah tahap internalisasi. Internalisasi adalah mewujudkan kebijakan dan prosedur penyelenggaraan SPIP, khususnya pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya dalam kegiatan operasi sehari-hari. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 35 Langkah pelaksanaan, sebagai wujud internalisasi SPIP, yang harus ada antara lain sebagaimana diuraikan di bawah ini. a. Pimpinan instansi pemerintah mengomunikasikan kepada pegawai mengenai kebijakan umum tertulis dan prosedur pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya yang telah ditetapkan. Hal tersebut dimaksudkan agar pegawai memahami arahan pimpinan dalam pengelolaan dan pengendalian untuk pengamanan sumber daya secara umum, termasuk memahami kebijakan dan prosedur yang mengatur pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya, hanya diberikan kepada pegawai yang diberi kewenangan. Selain itu, pegawai yang berwenang penjabaran dan kebijakan atasannya dalam telah suatu memahami prosedur, dan memahami tujuan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. Langkah pelaksanaan yang dapat dilakukan, antara lain: 1) Melalui media komunikasi yang ada, pimpinan instansi pemerintah menyampaikan prasyarat pegawai yang dapat instansi mengakses sumber daya dan pencatatannya. Saluran komunikasi dapat berupa: - Surat menyurat, Surat Edaran (SE), Nota Dinas (ND); - Rapat; - Pengumuman yang ditempel di dekat tempat penyimpanan sumber daya; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 36 2) Prasyarat akses atas sumber daya dan pencatatannya dapat dinyatakan dalam suatu buku petunjuk umum pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya. b. Seluruh pihak, sesuai dengan kewenangannya telah melaksanakan kebijakan dan prosedur pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya. 1) Akses ke sumber daya dan pencatatannya dilakukan hanya oleh pegawai yang berwenang, sesuai dengan prosedur tertulis yang telah ditetapkan. 2) Setiap pihak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, telah melaksanakan otorisasi penggunaan, akses penggunaan maupun penyimpanan atas sumber daya dan pencatatannya, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing) Penyelenggaraan pengendalian intern perlu selalu dipantau dan dievaluasi secara terus menerus untuk dapat mengetahui apakah pengendalian intern tersebut telah terselenggara dengan baik, sesuai dengan harapan atau masih memerlukan perbaikan. Pemantauan dibutuhkan karena lingkungan intern maupun ekstern organisasi selalu berubah sehingga pengendalian intern pun perlu selalu disesuaikan dengan perubahan. Dengan demikian, sistem pengendalian intern akan memerlukan pengembangan yang berkelanjutan. Pada tahap awal penyelenggaraan SPIP, pemantauan penyelenggaraan SPIP dilaksanakan oleh Tim Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP. Pada 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya periode di saat 37 penyelenggaraan SPIP telah berjalan dengan baik, pemantauan menjadi bagian yang integral dari sistem pengendalian intern. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengembangan berkelanjutan atas penyelenggaraan SPIP sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah sebagai berikut: a. Terlaksananya pemantauan secara periodik terhadap pembatasan atas akses sumber daya dan pencatatannya 1) Perhatian khusus diberikan terhadap sumber daya yang memiliki nilai materialitas tinggi, dan kemudahan dipindahkan, dan ditukarkan. Langkah pelaksanaan antara lain: a) pimpinan secara periodik melakukan inventarisasi fisik atas keberadaan sumber daya; b) pimpinan secara periodik mereviu catatan atas penggunaan sumber daya yang dibatasi aksesnya; c) pimpinan secara periodik melakukan rekonsiliasi antara catatan sumber daya yang dikuasai oleh unit/satuan kerja terkait dengan buku besar pencatatan sumber daya yang ada. 2) Investigasi dilakukan atas akses terhadap sumber daya dan pencatatan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan. Langkah pelaksanaan minimal antara lain: a) pimpinan instansi melakukan identifikasi atas jenis sumber daya yang berpotensi untuk diakses tidak sesuai ketentuan; 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 38 b) pimpinan instansi menindaklanjuti pengaduan oleh pegawai/pihak-pihak lain yang mengetahui adanya akses terhadap sumber daya yang tidak sesuai dengan ketentuan. 3) Dilakukan pendokumentasian pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya untuk memudahkan penelusuran kembali. b. Secara periodik, dilakukan evaluasi terpisah terhadap efektivitas penyelenggaraan sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, menyatu dengan seluruh unsur/sub unsur sistem pengendalian intern lainnya, termasuk evaluasi atas profil dari pengguna yang memiliki akses, dan evaluasi atas pihak lain yang aksesnya dibatasi. c. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi, dapat diidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan, dan dijadikan umpan balik bagi pengembangan dan peningkatan sistem pengendalian intern lebih lanjut. C. Tahap Pelaporan Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan penyelenggaraan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, perlu didokumentasikan. Pendokumentasian ini merupakan satu kesatuan (bagian yang tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan berkala dan tahunan penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi: 1. Pelaksanaan kegiatan terdiri dari: a. Kegiatan pemahaman, antara lain seperti kegiatan sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup) mengenai pentingnya kegiatan pengendalian pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 39 b. Kegiatan pemetaan keberadaan dan penerapan infrastruktur, yang antara lain berisi: 1) pemetaan penerapan pembatasan akses atas tepat untuk sumberdaya dan pencatatannya; 2) masukan atas rencana tindak yang menyempurnakan kebijakan dan prosedur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain berisi: 1) kebijakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; serta 2) prosedur penerapan pembatasan akses untuk setiap jenis sumber daya. d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi: 1) kegiatan sosialisasi pembatasan akses kebijakan atas dan sumber prosedur daya dan pencatatannya; serta 2) kegiatan yang memastikan seluruh pegawai telah menerima informasi, memahami dan melaksanakan kebijakan dan prosedur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain berisi: 1) kegiatan pemantauan penerapan kebijakan dan prosedur pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, 2) masukan bagi pimpinan instansi pemerintah untuk menyatakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya telah dikelola dengan baik. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 40 7) Hambatan kegiatan Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan kegiatan tersebut, agar penyebabnya dijelaskan. 8) Saran Saran diberikan berkaitan dengan adanya hambatan pelaksanaan kegiatan dan dicarikan saran pemecahan masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan guna peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan. 9) Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode sebelumnya. Dokumentasi penyusunan ini laporan merupakan berkala bahan dan dukungan tahunan bagi (penjelasan penyusunan laporan dapat dilihat pada Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai bentuk akuntabilitas, melalui Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP di instansi pemerintah terkait. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 41 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 42 BAB IV PENUTUP Penyelenggaraan Pembatasan Akses kegiatan pengendalian sub unsur atas Sumber Daya dan Pencatatannya merupakan bagian dari penyelenggaraan SPIP yang dibangun oleh manajemen instansi pemerintah sebagai penyelenggaraan kegiatan pengendalian. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya, diawali dengan pemahaman melalui sosialisasi dengan media yang ada, selanjutnya dilakukan pemetaan. Pembangunan infrastruktur serta pelaksanaan dan penyelenggaraannya menjadi komitmen bersama instansi pemerintah dan dilaksanakan dengan konsisten. Sementara pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar secara kontinu penyelenggaraan kegiatan pengendalian sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya dapat termonitor, sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana tindak yang tepat. Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi pimpinan instansi pemerintah, dalam menciptakan dan melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur penyelenggaraan kegiatan pengendalian sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya di lingkungan instansi yang dipimpinnya. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 43 Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan mendasar yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi pemerintah. Tingkat atau derajat kedalaman penyelenggaraannya disesuaikan dengan risiko atas pencapaian tujuan instansi pemerintah. Pedoman ini tidak mengatur secara spesifik bagi instansi pemerintah tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akhirnya, sesuai dengan perkembangan teori dan praktikpraktik sistem pengendalian intern, pedoman ini perlu disempurnakan secara terus menerus. 3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya 44