Uploaded by User61543

3-150327155722-conversion-gate01

advertisement
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN SPIP
SUB UNSUR
PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER
DAYA DAN PENCATATANNYA
(3.9)
NOMOR : PER-1326/K/LB/2009
TANGGAL : 7 DESEMBER 2009
KATA PENGANTAR
Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP),
sesuai
dengan
pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini, merupakan
salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas
sistem pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab menteri/
pimpinan
lembaga,
gubernur,
dan
bupati/walikota
sebagai
penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masingmasing.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan
tanggung jawab BPKP tersebut meliputi:
1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern
pemerintah.
Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan
unsur-unsur SPIP, yaitu:
1. lingkungan pengendalian;
2. penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. informasi dan komunikasi; dan
5. pemantauan pengendalian intern.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
i
Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,
BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan
SPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apa
saja yang perlu dibangun dan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan
ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub
unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan
acuan
langkah-langkah
yang
perlu
dilaksanakan
dalam
penyelenggaraan sub unsur SPIP.
“Pedoman
Teknis
Penyelenggaraan
SPIP
Sub
Unsur
Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya” pada
unsur Kegiatan Pengendalian merupakan acuan yang memberikan
arah
bagi
instansi
pemerintah
pusat
dan
daerah
menyelenggarakan sub unsur tersebut, dan dapat
dalam
disesuaikan
dengan karakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi,
sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut.
Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat
diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.
Jakarta, Desember 2009
Plt. Kepala,
Kuswono Soeseno
NIP 19500910 197511 1 001
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................
iii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................
1
B. Sistematika Pedoman .............................................
5
GAMBARAN UMUM KEGIATAN PENGENDALIAN
PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN
PENCATATANNYA
A. Pengertian ...............................................................
7
B. Tujuan dan Manfaat ................................................. 17
C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 18
D. Parameter Penerapan ............................................. 19
BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN
PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA DAN
PENCATATANNYA
A. Tahap Persiapan ...................................................... 25
B. Tahap Pelaksanaan.................................................. 31
C. Tahap Pelaporan....................................................... 39
BAB IV PENUTUP
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
iii
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
sudah ditetapkan bahwa menteri/pimpinan lembaga, gubernur,
dan
bupati/walikota
bertanggung
jawab
atas
efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan
masing-masing.
SPIP mencakup lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian
risiko,
kegiatan
pengendalian,
informasi
dan
komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern.
Pimpinan instansi pemerintah di lingkungan kementerian/
lembaga dan di lingkungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota
berkewajiban untuk menerapkan kelima unsur SPIP tersebut,
yang
dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari
kegiatan instansi pemerintah.
Dalam rangka pencapaian tujuan instansi pemerintah,
melalui penilaian risiko-risiko, pimpinan mengidentifikasi dan
menganalisis risiko, serta melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan, untuk mengatasi risiko yang dapat menghambat
pencapaian tujuan instansi pemerintah. Tindakan untuk mengatasi
risiko tersebut, memberikan arah bagi kegiatan pengendalian yang
akan ditetapkan/dibuat, untuk meyakinkan bahwa kegiatan
instansi pemerintah dilakukan secara benar dan tepat waktu.
Kegiatan pengendalian tersebut, terjadi di seluruh tingkatan dan
fungsi organisasi, antara lain berupa persetujuan, otorisasi,
verifikasi, rekonsiliasi, reviu kinerja, dan pemisahan fungsi.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
1
Dalam
mengembangkan
kegiatan
pengendalian,
berdasarkan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008,
ditetapkan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib
menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian
sesuai
dengan
ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan fungsi instansi
pemerintah yang bersangkutan, termasuk dalam hal pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya.
Sumber daya merupakan sesuatu yang bernilai dan
berguna untuk pencapaian tujuan instansi pemerintah. Tujuan
instansi pemerintah hanya akan tercapai dengan baik apabila
terdapat penyediaan dan pengelolaan sumber daya yang
memadai. Seluruh instansi pemerintah pada berbagai tingkatan
manajerial, akan memerlukan dan menggunakan sumber daya
untuk melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi.
Mengingat sumber daya sifatnya bernilai, berguna, dan
memiliki sifat kelangkaan (artinya, diperlukan pengorbanan untuk
memperolehnya), maka diperlukan pengendalian yang memadai
atas sumber daya tersebut. Pengendalian dilakukan antara lain
dengan
membatasi
akses
terhadap
sumber
daya
dan
pencatatannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak yang
dapat menyalahgunakan, memperoleh, memanfaatkan, atau
menggunakan
sumber
daya
untuk
kepentingan
pribadi,
golongan, atau pihak tertentu, secara tidak sah, atau melawan
hukum.
Instansi pemerintah perlu mengelola sumber daya dan
pencatatannya dengan baik agar dapat mencapai tujuan
pengendalian, khususnya dalam hal pengamanan sumber daya.
Pengamanan
sumber
daya
secara
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
keseluruhan
dapat
2
mendukung pencapaian
kegiatan/operasi
secara efisien dan
efektif, meningkatkan keandalan pelaporan, serta ketaatan
kepada ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pimpinan instansi
pemerintah perlu menerapkan kegiatan pengendalian intern yang
relevan dengan sumber daya dan pencatatannya, antara lain
berupa pembatasan akses atas sumber daya tersebut.
Sumber daya dan pencatatan yang dimiliki oleh instansi
pemerintah
merupakan
sarana
penting
untuk
membantu
pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya dan pencatatan harus
dimanfaatkan sepenuhnya hanya untuk tujuan organisasi, bukan
untuk kepentingan pribadi para pegawai atau pejabat yang ada.
Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan peluang dalam
menggunakan sumber daya dan pencatatan, hanya untuk
kepentingan organisasi saja.
Sumber daya dalam konteks Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, adalah seluruh sumber daya yang digunakan dalam
rangka pencapaian tujuan instansi pemerintah, mencakup
5 M
(man, money, machine, material, method), baik yang berwujud fisik
(tangible asset),
seperti sumber daya manusia, dana, surat
berharga, sarana prasarana, seperti peralatan, gedung, tanah,
mesin, bahan, persediaan, alat tulis, dan sumber daya alam,
maupun yang tidak berwujud (intangible asset), seperti hak cipta,
hasil penelitian, metode dan tata kerja, sistem aplikasi, informasi,
dan sebagainya.
Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian
atas
seluruh
sumber
daya
dan
pencatatannya yang berada dalam kewenangan dan tanggung
jawabnya. Terhadap seluruh sumber daya tersebut perlu dikelola
dengan baik, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
3
Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan pengendalian yang memadai
atas sumber daya antara lain berupa: persetujuan atas
penggunaan/pemindahan/penghapusan,
verifikasi
atas
pertanggungjawaban, rekonsiliasi atas pencatatan, pemisahan
fungsi dalam pengelolaan, pengendalian fisik atas aset, serta
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.
Akses kepada sumber daya dan pencatatannya harus
terbatas kepada orang-orang yang diberi otorisasi, dan harus
dibebankan akuntabilitas atas pengelolaan dan penggunaannya.
Pembandingan secara berkala atas sumber daya yang dimiliki
dengan
akuntabiltas
membantu
yang
mengurangi
dicatat
risiko
harus
dilakukan
kesalahan,
untuk
kecurangan,
penggunaan yang tidak benar, atau perubahan yang dilakukan
tanpa melalui otorisasi.
Tanpa adanya pembatasan akses yang memadai atas
sumber
daya,
akan
sangat
memungkinkan
terjadinya
pemanfaatan sumber daya oleh pihak tertentu secara tidak sah
untuk mengambil, atau memanfaatkan sumber daya instansi,
sehingga berpotensi pada hilangnya sumber daya yang dimiliki
instansi pemerintah, yang pada akhirnya akan menghambat
pencapaian tujuan instansi tersebut. Pimpinan instansi
perlu
membuat kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur untuk
memastikan bahwa seluruh rencana, perintah, dan arahan
pimpinan telah dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk
mencapai tujuan organisasi.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
4
Selanjutnya, dalam pasal 47 Peraturan Pemerintah 60
Tahun
2008
ditetapkan
bahwa
untuk
memperkuat
dan
menunjang efektivitas sistem pengendalian intern, dilakukan
pembinaan
penyelenggaraan
SPIP,
disamping
dilakukan
pengawasan intern. Salah satu bentuk pembinaan tersebut
adalah melalui penyusunan pedoman teknis.
Sehubungan dengan upaya penyelenggaraan kegiatan
pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya tersebut, maka diperlukan Pedoman Teknis
Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Pembatasan Akses atas
Sumber
Daya
dan
Pencatatannya,
yang
diharapkan
dapat
diimplementasikan secara nyata oleh instansi pemerintah.
Pedoman Teknis Sub Unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya
dan Pencatatannya ini merupakan penjabaran dari Pedoman
Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP.
Ruang lingkup penggunaan pedoman ini meliputi instansi
pemerintah pusat (kementerian/lembaga) maupun pemerintah
daerah (provinsi/ kabupaten/ kota).
B. Sistematika Pedoman
Sistematika Pedoman Teknis Pembatasan Akses atas
Sumber Daya dan Pencatatannya ini disajikan dengan urutan
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman
teknis sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan
Pencatatannya, yang diawali dari keharusan menerapkan
SPIP, kebutuhan akan perlunya aktivitas pengendalian,
perlunya pedoman teknis sub unsur, maksud dibuatnya
pedoman, serta sistematika pedoman.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
5
Bab II Gambaran Umum Pembatasan Akses atas Sumber
Daya dan Pencatatannya
Bab ini menguraikan pengertian, tujuan dan manfaat,
keterkaitannya dengan peraturan yang berlaku, serta
parameter penerapan.
Bab III Langkah-Langkah
Penyelenggaraan
Pembatasan
Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
Bab
ini
menguraikan
dilaksanakan
dalam
langkah-langkah
menyelenggarakan
yang
perlu
sub
unsur
Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
yang terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporan.
Bab IV Penutup
Bab ini merupakan penutup yang berisi hal-hal penting
yang perlu diperhatikan kembali dan penjelasan atas
penggunaan pedoman ini.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
6
BAB II
GAMBARAN UMUM KEGIATAN PENGENDALIAN
PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA
DAN PENCATATANNYA
A. Pengertian
Dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dinyatakan bahwa kegiatan
pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
risiko, serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur,
untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah
dilaksanakan secara efektif.
Dengan
menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian
diharapkan akan memberikan keyakinan yang memadai dalam
pencapaian tujuan instansi pemerintah.
Dalam pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008, dinyatakan bahwa kegiatan pengendalian terdiri
atas:
1. reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan;
2. pembinaan sumber daya manusia;
3. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4. pengendalian fisik atas aset;
5. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6. pemisahan fungsi;
7. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan
kejadian;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
7
9. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
11. dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta
transaksi dan kejadian penting.
Dalam pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 juga ditetapkan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib
menyelenggarakan
kegiatan
pengendalian
sesuai
dengan
ukuran, kompleksitas, sifat dari tugas dan fungsi instansi
pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian tersebut
diantaranya dilaksanakan melalui pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya, yang merupakan sub unsur
kegiatan pengendalian yang ke-9.
Kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya, melekat (built in) dalam
rangkaian atau siklus yang menyatu dengan kegiatan/operasional
pengelolaan sumber daya di lingkungan instansi pemerintah
pusat dan daerah.
Penetapan pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya,
bertujuan
untuk
menghindari/mengurangi
penggunaan sumber daya yang ada oleh pihak
yang tidak
berwenang. Kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya, juga berkaitan dengan sub
unsur akuntabilitas atas sumber daya dan pencatatannya.
Pembatasan akses dilakukan atas sumber daya yang
menjadi tanggung jawab instansi pemerintah, yaitu sejak suatu
sumber daya tersedia di lingkungan instansi pemerintah, dalam
arti
sejak
sumber
daya
tersebut
diserahterimakan
pengelolaannya dari pihak tertentu di luar instansi pemerintah,
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
8
atau dari panitia pengadaan, kepada instansi pemerintah yang
bersangkutan,
sampai
sumber
daya
tersebut
habis
pemanfaatannya,untuk kegiatan instansi atau dipindahtangankan
(diserahkan, dihapuskan, atau ditukarkan) kepada pihak lain
di luar instansinya.
Kegiatan
mengatasi
pengendalian
risiko-risiko
difungsikan
yang
mungkin
dalam
akan
rangka
menghambat
pencapaian tujuan instansi pemerintah.
Untuk itu, sumber daya dan pencatatan yang menjadi fokus
perhatian kegiatan pengendalian sub unsur ini adalah sumber
daya dan pencatatan yang digunakan dalam rangka mencapai
tujuan instansi pemerintah.
Penyelenggaraan
akses
atas
sumber
kegiatan
daya
pengendalian
dan
pembatasan
pencatatannya,
sekurang-
kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah;
2. harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
3. disesuaikan dengan sifat khusus instansi pemerintah;
4. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
5. prosedur harus dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan
secara tertulis;
6. dievaluasi
secara
teratur
untuk
memastikan
bahwa
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya
tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Untuk mengetahui ruang lingkup “pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya”, berikut diberikan pengertian
mengenai akses dan sumber daya.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
9
Akses adalah (a) means of approaching something or
somebody or entering a place, (b) opportunity or right to use
something or approach somebody. Definisi lain dari akses
termasuk means or right of using, reaching or obtaining.
Akses diartikan sebagai cara atau peluang untuk mendekati
sesuatu atau memasuki tempat tertentu. Akses juga dapat
dimaknai sebagai hak untuk menggunakan sesuatu. Singkatnya,
akses dapat dikatakan sebagai peluang atau hak menggunakan/
memperoleh sesuatu, atau memasuki sesuatu tempat.
Dari terminologi di atas, pembatasan akses adalah
membatasi agar hanya pihak tertentu yang dapat menggunakan/
memperoleh sesuatu, atau memasuki sesuatu tempat.
Pembatasan akses dimaksudkan
untuk melindungi,
mencegah akses, dan penggunaan sesuatu dari pihak yang tidak
berwenang. Jika pembatasan akses didisain dengan baik, dapat
mengurangi
risiko-risiko
pemborosan,
seperti
penyalahgunaan,
kesalahan,
kecurian
atau
kecurangan,
perubahan/
perpindahan tangan yang tidak sah.
Selanjutnya, sumber daya memiliki konsep yang luas, yaitu
sesuatu
yang
berguna
(useful)
dan
bernilai
(valuable),
mengandung konsep kelangkaan. Sesuatu yang tak diketahui
kegunaannya, atau sesuatu yang diketahui kegunaannya, tetapi
tersedia dalam jumlah banyak dibandingkan permintaannya,
adalah bukan
termasuk dalam pengertian sumber daya. Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembatasan akses atas
sumber daya adalah pembatasan atas kesempatan, hak untuk
menggunakan, atau memperoleh sesuatu yang berguna, atau
bernilai. Pembatasan akses tidak hanya dilakukan atas sumber
daya saja,
tetapi pembatasan akses juga dilakukan atas
pencatatan sumber daya.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
10
Di lingkungan instansi pemerintah, pada umumnya sumber
daya merupakan segala sarana pendukung yang diberikan
kepada pegawai atau unit kerja organisasi, dalam rangka
memperlancar
pelaksanaan
tugas
yang
telah
dibebankan
kepadanya. Sumber daya di lingkungan instansi pemerintah,
biasanya mencakup
5 M (man, money, machine, material,
method), baik yang berwujud fisik (tangible asset),
sumber
daya
manusia,
dana,
surat
berharga,
seperti
dokumen
kepemilikan aset, sarana prasarana (seperti peralatan, gedung,
tanah, mesin), sumber daya alam, bahan, persediaan, alat tulis,
maupun yang
tidak berwujud
(intangible asset), seperti hak
cipta, hasil penelitian, metode dan tata kerja, sistem aplikasi,
informasi, dan sebagainya.
Sumber daya dalam konteks bernegara, memiliki cakupan
yang luas, dapat berupa SDM aparatur pemerintah, sumber daya
alam, peralatan, uang, persediaan, bahan, serta
kekuasaan
hukum dan politik.
Dari pengertian di atas, maka
pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya dapat diartikan sebagai bentuk
pengendalian, dengan cara membatasi peluang atau hak
menggunakan
atau
memasuki
sesuatu
tempat,
yang
dimaksudkan untuk melindungi dan mencegah perolehan,
penggunaan atas peralatan, persediaan, surat-surat berharga,
uang, sumber daya manusia, sumber daya alam, metode kerja,
informasi, dokumen kepemilikan aset, pencatatan, dan harta
lainnya, dari pihak yang tidak berwenang.
Dalam konteks SPIP ini, pembatasan akses atas sumber
daya
dan
pencatatannya
dilakukan
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
dalam ruang lingkup
11
pengelolaan kegiatan untuk mencapai tujuan instansi pemerintah.
Pembatasan akses secara tepat, diharapkan dapat mendukung
pencapaian tujuan instansi pemerintah melalui
aset,
pelaporan
keuangan
yang
pengamanan
handal,
kegiatan/operasional yang efisien dan efektif,
mendukung
dan kepatuhan
terhadap peraturan.
Berkaitan dengan pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatannya, dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008, dinyatakan bahwa:
1. Pimpinan instansi pemerintah wajib membatasi akses atas
sumber daya dan pencatatannya.
2. Pimpinan instansi pemerintah wajib memberikan akses hanya
kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas
pembatasan tersebut secara berkala.
Akses atas sumber daya dan pencatatan, dibatasi kepada
orang yang diberi kewenangan untuk bertanggung jawab atas
pengamanan dan penggunaan sumber daya. Pembatasan akses
dibuktikan dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab
yang diberikan hanya kepada pejabat/pegawai/petugas tertentu,
yang dilengkapi dengan penggunaan
alat pengamanan fisik
(seperti kunci, pagar keliling bangunan, tanda pengenal tertentu,
penjagaan
pintu
masuk
gedung/ruangan
oleh
petugas
keamanan), password, PIN (Personal Identification Number),
pengisian formulir/catatan pemakaian, serta penunjukan hanya
kepada
petugas tertentu
untuk melakukan penyimpanan,
pencatatan, dan pemindahan sumber daya.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
12
Pelaksanaan
pembatasan
akses
atas
sumber
daya
diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan tanpa otorisasi,
atau kehilangan aset negara, dalam rangka melaksanakan
arahan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi. Tingkat
pembatasan yang akan diterapkan, bergantung pada kerawanan
sumber daya, risiko kehilangan, serta penggunaan yang tidak
sesuai, dan seyogyanya dilakukan penilaian secara periodik.
Infrastruktur kegiatan pengendalian
berupa pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya, dibangun dalam
dua tingkatan, yaitu tingkat entitas, yang bersifat kebijakan untuk
suatu instansi/unit kerja, dan tingkat aktivitas yang bersifat
prosedural. Kebijakan dimaksudkan untuk mengarahkan apa
yang seharusnya dikerjakan, berfungsi sebagai dasar dalam
penetapan berbagai prosedur-prosedur sebagai rincian dari suatu
kebijakan.
Langkah umum kegiatan pengendalian pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya, setidaknya mencakup:
1. Identifikasi
sumber
daya
dan
pencatatannya
yang
diperlukan/digunakan oleh instansi pemerintah, berdasarkan
nilai
aset,
kemudahan
dipindahkan,
dan
kemudahan
ditukarkan;
2. Identifikasi tingkat pembatasan akses yang diperlukan untuk
setiap jenis sumber daya dan pencatatannya;
3. Penentuan
tingkat
pembatasan
secara
tepat
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai aset, kemudahan
dipindahkan, kemudahan ditukarkan, dan peraturan yang
terkait dengan pengelolaan sumber daya tersebut;
4. Penetapan pembatasan akses penggunaan sumber daya dan
pencatatannya;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
13
5. Penetapan pembatasan akses penyimpanan sumber daya dan
pencatatannya; serta
6. Evaluasi periodik atas profil dari pegawai yang memiliki akses
untuk menggunakan maupun menyimpan sumber daya dan
pencatatannya, atau pihak lain yang aksesnya dibatasi,
maupun evaluasi atas risiko akibat penerapan pembatasan
akses tersebut bagi kelancaran operasional organisasi.
Untuk itu, diperlukan kebijakan dan prosedur pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya yang ditetapkan
sesuai dengan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan
fungsi
instansi
pemerintah
mempertimbangkan
efektivitas
yang
bersangkutan,
kegiatan
serta
pengendalian.
Hal
tersebut dimaksudkan agar pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatannya
longgar, atau
yang dibangun tersebut,
tidak terlalu
terlalu ketat, yang justru akan menghambat
kelancaran kegiatan instansi pemerintah.
Dalam membangun kegiatan pengendalian sub unsur
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya,
pimpinan hendaknya telah mempertimbangkan aspek berikut:
1. Preventif, yaitu untuk mencegah terjadinya akses yang tidak
sah atas sumber daya dan pencatatannya.
Misalnya:
a. memberikan akses hanya kepada bendahara untuk
menggunakan/mengubah/mengganti kode/menyimpan kunci
brankas, dan untuk menyimpan, atau mengeluarkan kas.
b. memberikan akses hanya kepada pegawai gudang untuk
membuka dan untuk mengeluarkan barang dari gudang
persediaan,
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
14
c. memberikan tanggung jawab kepada pimpinan petugas
keamanan (security) untuk menjaga keamanan kantor,
dan memberikan kewenangan kepada petugas keamanan
untuk
mewajibkan
tamu/orang
untuk
memberikan/
meninggalkan tanda identitasnya, dan memakai tanda
pengenal yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah,
sebelum memasuki areal
ruangan kantor. Selanjutnya,
memberikan kewenangan
kepada petugas keamanan
untuk melarang tamu/orang memasuki areal
ruangan
kantor tanpa tanda pengenal kantor tersebut.
d. menetapkan hanya
kepada pegawai
tertentu untuk
mengelola pencatatan, dan kepada pejabat tertentu untuk
dapat mengakses pencatatan sesuai dengan tugas,
kewenangan dan tanggung jawabnya.
e. memberikan akses hanya kepada pejabat struktural
secara bertingkat untuk mengelola/menggunakan SDM
yang berada
di bawah kewenangan dan tanggung
jawabnya.
f.
memberikan akses hanya kepada petugas/pegawai/bagian
umum untuk mengelola kendaraan dinas kantor, termasuk
penyimpanan fisik kendaraan dan kuncinya.
2. Detektif,
yaitu
untuk
melacak
dan
menemukan
terjadinya/penyalahgunaan akses yang tidak sah atas sumber
daya dan pencatatannya,
Misalnya:
a. melakukan reviu periodik/evaluasi berkala.
b. melakukan identifikasi terhadap profil pegawai yang
diberikan akses untuk menggunakan, atau menyimpan
sumber daya, untuk menilai ketepatan pemberian akses
tersebut, dengan melihat/menilai tanggung jawab petugas
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
15
tersebut,
dan
dampaknya
terhadap
operasional
organisasi secara keseluruhan.
c. melakukan cek fisik, dengan membandingkan fisik sumber
daya dengan catatan dasar secara mendadak, diadakan
rekonsiliasi antara data sumber daya di bagian akuntansi
dengan pencatatan dasarnya.
3. Korektif, yaitu untuk melakukan perbaikan atas kelemahan
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.
Untuk itu, terhadap pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatan, harus dievaluasi secara periodik terhadap profil
dari pengguna yang memiliki akses atau yang aksesnya dibatasi,
untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan
pengendalian sub unsur pembatasan terhadap akses sumber
daya tersebut.
Pada akhirnya, penyelenggaraan kegiatan pengendalian
sub
unsur
pembatasan
akses
atas
sumber
daya
dan
pencatatannya merupakan kewajiban dari pimpinan instansi
pemerintah sebagai bagian dari upaya
menerapkan kegiatan
pengendalian atas hasil penilaian risiko terhadap terjadinya
akses atas sumber daya dan pencatatannya yang tidak sah.
Sumber daya dan pencatatan yang dimiliki instansi
pemerintah merupakan aset yang berharga untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya. Pimpinan instansi pemerintah
harus
mengembangkan
memastikan
bahwa
kebijakan
sumber
daya
dan
prosedur,
untuk
dan
pencatatan
telah
digunakan dengan baik. Risiko atas penggunaan tanpa otorisasi
atau kehilangan,
dikendalikan dengan
pembatasan akses
ke sumber daya dan pencatatannya, hanya untuk pegawai yang
mempunyai wewenang, telah dilakukan dengan tepat.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
16
Pembatasan akses tersebut, dapat
dilihat antara lain
dalam sistem akuntansi barang milik instansi (satuan kerja)
di lingkungan pemerintah pusat, sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukannya pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatannya adalah:
1. mengurangi
risiko
penggunaan
tanpa
otorisasi
atau
kehilangan aset negara; dan
2. mengurangi peluang bagi petugas terkait untuk memanipulasi
transaksi;
Dengan dilaksanakan pembatasan akses atas sumber daya
dan
pencatatannya,
instansi
pemerintah akan
memeroleh
manfaat berupa kepastian adanya penggunaan sumber daya dan
pencatatan yang baik, yang pada akhirnya akan membantu
pencapaian sasaran, sesuai dengan arahan pimpinan.
Tujuan akhir pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya adalah tercapainya pengamanan aset dan
keandalan pelaporan sumber daya, yang dapat mendorong
operasi yang efektif dan efisien, serta kepatuhan terhadap
peraturan.
Pembatasan
akses
atas
sumber
daya
dan
pencatatannya, ditetapkan sebagai berikut:
1. risiko atas penggunaan secara tidak sah/tanpa otorisasi atau
kehilangan,
dikendalikan
dengan
pembatasan
akses
ke sumber daya dan catatan, dan hanya untuk pegawai yang
mempunyai wewenang;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
17
2. penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara
periodik direviu, dipelihara dan diperbarui. Sumber daya sering
dibandingkan dengan catatannya, dan dilakukan evaluasi
sejauh mana tingkat-tingkat pembatasan akses
mengurangi
kerawanan
kesalahan,
kecurangan,
sumber
daya
pemborosan,
berfungsi
terhadap
risiko
penyalahgunaan,
kecurian, atau perubahan yang tidak sah;
3. pimpinan instansi pemerintah telah mempertimbangkan faktorfaktor,
seperti nilai aset, kemudahan untuk dibawa/
dipindahkan, dan kemudahan untuk dipertukarkan, ketika
menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat.
Sebagai
bagian
dari
penugasan
dan
pembaruan
pembatasan akses atas sumber daya, dan pembatasan akses
atas
pencatatan
sumber
daya
tersebut,
pimpinan
mengomunikasikan tanggung jawab setiap pegawai agar mereka
sadar akan tugasnya, sehingga pegawai dapat menyimpan dan
menggunakan sumber daya dengan baik.
C. Peraturan Perundang-undangan Terkait
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sub
unsur
pembatasan
akses
atas
sumber
daya
dan
pencatatannya, biasanya tidak mengatur khusus atas kegiatan
pengendalian sub unsur ini, namun mengatur
suatu siklus
kegiatan pengelolaan yang di dalamnya sudah termasuk
menempatkan kegiatan pengendalian yang relevan, seperti
otorisasi, pemisahan fungsi, pengendalian fisik atas aset, reviu
atas kinerja, pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya, serta kegiatan pengendalian lain yang relevan.
Peraturan tersebut antara lain:
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
18
1. Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
2004
tentang
Perbendaharaan Negara.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kearsipan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
4. Peraturan
tentang
Menteri
Sistem
Keuangan
Akuntansi
Nomor
dan
171/PMK.05/2007
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah Pusat.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
7. Peraturan Kepala Arsip Nasional Nomor 6 Tahun 2005
tentang
Pedoman
Perlindungan,
Pengamanan,
dan
Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital Negara.
8. Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
470/KMK.01/1994
tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang
Milik/Kekayaan Negara.
9. Peraturan lain yang relevan dengan pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya.
D. Parameter Penerapan
Dalam menerapkan sub unsur Pembatasan Akses atas Sumber
Daya
dan
Pencatatannya,
pimpinan
Instansi
Pemerintah
memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan
melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala.
Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut:
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
19
1. Risiko penggunaan secara tidak sah atau kehilangan
dikendalikan dengan membatasi akses ke sumber daya dan
pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang.
2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara
periodik direviu dan dipelihara.
3. Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan faktorfaktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan, kemudahan
ditukarkan ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang
tepat.
Indikator keberhasilan kegiatan pengendalian ini adalah
bagaimana akses atas sumber daya dan pencatatan sumber
daya, dibatasi, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis
yang telah ditetapkan. Indikator hasil dari sub unsur ini berupa
tercapainya pengamanan sumber daya dan keandalan pelaporan
sumber daya, karena tidak terjadi penggunaan secara tidak sah
atau kehilangan sumber daya, disertai dengan pencatatan
sumber daya yang dapat diandalkan
di lingkungan
instansi
pemerintah.
Indikator
keberhasilan
penyelenggaraan
sub
unsur
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah
sebagai berikut:
1. Risiko atas penggunaan secara tidak sah/tanpa otorisasi, atau
kehilangan, dapat dikendalikan dengan pembatasan akses
ke sumber daya dan catatan hanya untuk pegawai yang
mempunyai wewenang, diindikasikan dengan:
a. Adanya kebijakan tertulis pembatasan akses ke sumber
daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang
berwenang;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
20
b. Adanya prosedur tertulis pembatasan akses atas jenis-jenis
sumber daya tertentu dan pencatatannya;
c. Pegawai yang berwenang dan atasannya telah memahami
kebijakan, prosedur, serta tujuan pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya; serta
d. Terlaksananya kebijakan dan prosedur akses atas sumber
daya dan pencatatannya, hanya oleh pegawai yang
berwenang, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan secara tertulis.
2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara
periodik direviu, dipelihara, dan diperbarui, indikatornya
adalah:
a. Telah terselenggaranya evaluasi/reviu secara periodik,
untuk memastikan bahwa pembatasan akses atas sumber
daya dan pencatatannya tersebut masih sesuai dan
berfungsi seperti yang diharapkan;
b. Sumber daya sering dibandingkan dengan catatannya, dan
dilakukan penilaian sejauh mana tingkat pembatasan akses
telah berfungsi untuk mengurangi kerawanan sumber daya
terhadap
risiko kesalahan,
kecurangan,
pemborosan,
penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan yang tidak sah;
c. Atas penyimpangan dalam penggunaan pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya telah diambil
tindakan yang tepat.
3. Pimpinan instansi pemerintah telah mempertimbangkan faktorfaktor,
seperti
nilai
aset,
kemudahan
untuk
dibawa/
dipindahkan, dan kemudahan untuk dipertukarkan, ketika
menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat, dengan
memerhatikan peraturan yang berlaku.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
21
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
22
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN
PEMBATASAN AKSES ATAS
SUMBER DAYA DAN PENCATATANNYA
Menurut penjelasan umum atas Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
penyelenggaraan SPIP pada suatu instansi pemerintah
harus
memperhatikan
serta
rasa
keadilan
dan
kepatutan,
mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas dan
fungsi instansi pemerintah tersebut. Pengembangan unsur sistem
pengendalian intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat
(cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria
pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi,
serta dilakukan secara komprehensif. Sistem pengendalian intern
melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya
manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan
keyakinan mutlak.
Seperti dinyatakan dalam bab sebelumnya, pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya dilakukan dalam ruang
lingkup pengelolaan
kegiatan untuk mencapai tujuan instansi
pemerintah.
Pembatasan akses dimaksudkan
untuk mengatasi risiko
penggunaan sumber daya dari pihak yang tidak berwenang,
sehingga kegiatan pengendalian berupa pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya ditempatkan dalam rangka untuk
mengatasi,
mengurangi,
menghentikan
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
risiko
kesalahan,
23
kecurangan,
pemborosan,
penyalahgunaan,
kecurian,
atau
perubahan/perpindahan tangan akibat akses yang tidak sah atas
sumber daya, yang dapat menghambat pencapaian tujuan instansi
pemerintah. Diharapkan, tujuan instansi pemerintah dapat tercapai
melalui pengamanan aset, dan pelaporan keuangan yang handal,
yang mendukung kegiatan/operasional yang efisien dan efektif,
serta kepatuhan terhadap peraturan.
Jika pembatasan akses didisain dengan baik, maka akan
dapat melindungi, mencegah akses yang tidak sah,
menghentikan/mengatasi
kesalahan,
kecurangan,
serta
pemborosan,
penyalahgunaan, kecurian, atau perubahan/perpindahan tangan
yang tidak sah (pengalihan, tukar guling, penghapusan, dan
sebagainya).
Penyelenggaraan SPIP pada suatu instansi pemerintah
ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang
ditujukan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang
lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan.
2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas hasil
pemetaan,
yang
meliputi
pembangunan
infrastruktur
dan
internalisasi, serta upaya pengembangan berkelanjutan
3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap pelaporan kegiatan.
Dalam pelaksanaannya, tahapan berikut langkah-langkahnya
dapat
dilakukan
secara
bersamaan
dengan
pelaksanaan
penyelenggaraan unsur/ sub unsur lainnya.
Berikut ini merupakan langkah-langkah nyata yang perlu
dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya di setiap tahapan.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
24
A. Tahap Persiapan
1. Penyiapan
Peraturan, Sumber Daya Manusia, dan
Rencana Penyelenggaraan
Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian,
lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan SPIP tersebut, selanjutnya
instansi pemerintah membuat rencana penyelenggaraan,
yang antara lain memuat:
a. Jadwal pelaksanaan kegiatan;
b. Waktu yang dibutuhkan;
c. Dana yang dibutuhkan; dan
d. Pihak-pihak yang terlibat.
Berdasarkan peraturan tersebut, perlu ditetapkan Tim Satuan
Tugas (Satgas) Penyelenggaraan SPIP, yang diberi tugas
mengawal pelaksanaan penyelenggaraan SPIP, termasuk
penerapan kebijakan dan praktik pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya. Satgas tersebut terlebih
dahulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub unsur
terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya,
serta unsur
kegiatan pengendalian SPIP lainnya.
2. Pemahaman (Knowing)
Tahapan
pemahaman
dan
penyamaan
persepsi
meliputi langkah-langkah minimal sebagai berikut:
a. membangun kesadaran mengenai manfaat dan arti
pentingnya pengendalian intern berupa pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya dalam
pencapaian
tujuan
instansi
pemerintah
yang
telah
ditetapkan.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
25
b. memberikan
pemahaman
kepada
pegawai
sebagai
pengguna sumber daya, khususnya kepada pegawai
tertentu yang diberi kewenangan dan tanggung jawab
atas akses sumber daya, mengenai:
1) pengertian dan maksud pembatasan akses atas
sumber daya;
2) tujuan pembatasan akses, baik dalam penggunaan
maupun
penyimpanan
sumber
daya,
serta
pencatatannya;
3) peran dan tanggung jawab pegawai dalam proses
pengendalian, terkait pembatasan akses atas sumber
daya dan pencatatannya.
c. Pimpinan mengomunikasikan tanggung jawab kepada
semua pegawai agar mereka sadar akan tugas dan
tanggung jawabnya dalam menyimpan dan menggunakan
sumber daya dengan baik.
Dalam tahap ini, diharapkan, setiap pegawai memiliki
pemahaman agar mereka hanya menggunakan sumber
daya, sesuai dengan kewenangan yang diberikan/dimiliki,
turut menjaga dan
memelihara sumber daya, serta
menggunakannya hanya untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dalam
suatu kegiatan di instansi
pemerintah.
Setiap pegawai memiliki pemahaman agar mereka
tidak memberikan kemudahan akses atas sumber daya yang
menjadi kewenangan dan tanggung jawabnya kepada pihak
lain yang tidak berhak.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
26
Kemudian, pegawai tertentu yang diberikan akses
terhadap sumber daya dan pencatatannya, harus menyadari
tugas dan tanggung jawabnya, terkait dengan tujuan
pengendalian
untuk
mengamankan
aset/sumber
daya
instansi pemerintah. Kepada jajaran pimpinan juga diberikan
pemahaman berkaitan dengan kewajiban jajajaran pimpinan
untuk melakukan reviu secara periodik terhadap pelaksanaan
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.
Hal
tersebut
dimaksudkan
untuk
mengurangi
kerawanan sumber daya di lingkungan instansi pemerintah
terhadap risiko penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan,
kesalahan,
kecurangan,
pemborosan,
penyalahgunaan,
kecurian atau perubahan yang tidak sah. Tujuan akhir
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya
adalah agar sumber daya dapat dikelola secara maksimal,
sehingga tercapai pengamanan aset, keandalan pelaporan
sumber daya, yang dapat mendorong operasi yang efektif
dan efisien, serta kepatuhan terhadap peraturan.
Pemberian pemahaman dan penyamaan persepsi
kepada pegawai tentang pembatasan akses atas sumber
daya dan pencatatannya, dapat dilakukan melalui:
a. Sosialisasi seperti pelatihan di kantor sendiri (PKS),
pemasangan banner, dan sebagainya;
b. Diskusi;
c. Multimedia seperti Local Area Network, maupun jaringan
intern (Intranet).
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
27
Pemberian
langkah
yang
pemahaman
akan
juga
mencakup
dilaksanakan Tim
langkah-
Satuan
Tugas
Penyelenggaraan SPIP yang diberi tugas mengembangkan
sistem pengendalian terkait pembatasan akses sumber daya
dan pencatatannya, terutama kepada para pegawai yang
akan bersinggungan dengan tugas tim tersebut.
Berikut contoh-contoh kejadian yang menunjukkan tidak
adanya pembatasan akses yang memadai atas sumber daya
dan pencatatan, serta beberapa akibatnya:
a. tidak adanya petugas yang diberikan tanggung jawab
secara khusus atas keamanan di lingkungan kantor,
terlihat dari
bebasnya orang keluar masuk ruangan
kantor, tanpa tanda pengenal yang jelas;
b. pada
ruang
penyimpanan
utama
tempat
peralatan
pemrosesan
yang
penting
data
dan
tidak
ada
petunjuk/tulisan yang menyatakan “selain petugas dilarang
masuk”;
c. gudang dan tempat penyimpanan persediaan tidak dijaga
dan tidak terkunci;
d. semua orang dapat mengakses data base melalui
penggunaan jaringan komputer di kantor tanpa penetapan
password/PIN yang dikelola dengan baik;
e. semua pegawai tanpa otorisasi dapat mengambil berbagai
bahan, persediaan, alat tulis di kantor ke bagian gudang,
atau lokasi penyimpanan;
f. terjadi peminjaman/penggunaan
antar bidang/antar unit
sumber daya manusia
kerja/antar instansi,
tanpa
prosedur yang baku, atau tanpa otorisasi dari pejabat
yang berwenang
dan bertanggung jawab atas SDM
tersebut, sesuai tingkatan manajerial dalam organisasi;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
28
g. bebasnya
orang
membuka,
mengganti,
menghapus,
mengubah pencatatan atas pengelolaan sumber daya,
dan tidak ada orang yang secara khusus diberikan
kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan
pencatatan sumber daya;
h. tidak
ada
pembatasan
akses
penggunaan
penyimpanan atas kendaraan dinas/operasional
dan
kantor,
ditandai dengan tidak adanya petugas yang ditunjuk atas
pengelolaan dan penyimpanan, dan kriteria penggunaan
yang diperbolehkan, sehingga kendaraan rusak, tidak
terawat, atau tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
dinas.
Kejadian penggunaan sumber daya tanpa pembatasan
akses tersebut, berpotensi menyebabkan pemborosan dan
hilangnya sumber daya yang dimiliki instansi pemerintah,
misalnya hilangnya komputer/laptop di lingkungan kantor,
hilangnya peralatan, perlengkapan, dan persediaan kantor,
surat berharga negara, perpindahan/tukar guling aset instansi
pemerintah secara tidak bertanggung
jawab sehingga
merugikan negara, penghapusan aset negara/barang milik
negara/daerah
yang
tidak
sesuai
dengan
ketentuan,
beredarnya informasi intelijen/rahasia, metode kerja, hasil
penelitian,
perangkat
lunak
lunak
(software),
yang
dimanfaatkan oleh pihak ketiga secara tidak sah.
3. Pemetaan (Mapping)
Setelah terbentuk pemahaman yang utuh, instansi
pemerintah perlu melakukan pemetaan sistem pengendalian
intern terkait penerapan pembatasan akses sumber daya dan
pencatatannya yang telah ada. Dengan pemetaan ini, akan
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
29
diketahui hal-hal yang memerlukan perbaikan (area of
improvement), agar SPIP yang diharapkan dapat terbangun
secara utuh.
Pemetaan
atas
penyelenggaraan
sub
unsur
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya,
dilakukan untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:
a. Instansi pemerintah telah memiliki peraturan/kebijakan
yang melandasi pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya,
b. Peraturan/kebijakan yang ada tersebut
telah sesuai
dengan ketentuan di atasnya,
c. Instansi pemerintah telah memiliki SOP atau pedoman
untuk menyelenggarakan peraturan tersebut,
d. SOP atau pedoman pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatannya, telah sesuai dengan peraturan yang
ada dan atau yang akan dibangun,
e. Instansi pemerintah telah melaksanakan pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya, sesuai
dengan SOP atau pedoman dimaksud,
f. Telah
disusun
pendokumentasian
kegiatan
penyelenggaraan sub unsur dimaksud,
g. Telah
dilakukan
pemantauan
dan
evaluasi
atas
penyelenggaraan kegiatan sub unsur pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya dimaksud.
Dengan pemetaan tersebut dapat diketahui sejauh mana
area
yang
memerlukan
perbaikan
sehingga
dapat
dirumuskan rencana tindak yang jelas.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
30
Pemetaan dapat diperoleh melalui beberapa cara,
antara lain melalui kuesioner, interviu, observasi, dan focus
group discussion. Data yang diperoleh tersebut perlu
dilakukan uji silang (cross check)
untuk
memastikan
validitasnya. Keterlibatan pegawai sangat diperlukan untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi
yang ada baik pada tingkat entitas maupun pada tingkat
kegiatan.
Dalam
mengembangkan
rencana
tindak
untuk
penyelenggaraan pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya secara tepat, instansi pemerintah perlu
mengacu pada daftar uji pengendalian intern dalam lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dengan
mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut:
a. Jenis-jenis sumber daya dan pencatatan yang diperlukan/
digunakan dalam pencapaian tujuan instansi pemerintah,
b. Unit kerja yang mengelola/menggunakan sumber daya
tersebut,
c. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya (5M) di lingkungan instansi pemerintah,
d. Tingkat pembatasan akses yang diperlukan untuk setiap
jenis sumber daya dan pencatatannya,
e. Pengelompokan sumber daya berdasarkan
nilainya,
kemudahan dipindah, dan kemudahan ditukarkan.
B. Tahap Pelaksanaan
Setelah tahap persiapan dilaksanakan, tahap berikutnya
adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini,
termasuk didalamnya tahap membangun fondasi/infrastruktur
(norming),
tahap
internalisasi
(forming),
dan
tahap
pengembangan berkelanjutan (performing).
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
31
Dalam
tahap
ini,
apabila
langkah
pelaksanaan
pengendalian berupa pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya sudah ada/ sudah berjalan efektif, maka langkah
pelaksanaan tersebut tinggal dilanjutkan. Apabila suatu langkah
pelaksanaan pengendalian belum ada atau belum efektif, maka
langkah-langkah
tersebut
di
atas
perlu
ditetapkan
dan
dilaksanakan. Langkah pelaksanaan minimal yang harus ada
antara lain sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Pembangunan Infrastruktur (Norming)
Tahap pembangunan infrastruktur dilakukan setelah
tahap pemetaan dilaksanakan. Pembangunan infrastruktur
ini,
meliputi
pembangunan
kebijakan,
prosedur
dan
mekanisme yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
pengendalian sub unsur pembatasan akses sumber daya
dan pencatatannya. Dalam membangun infrastruktur instansi
pemerintah, harus memperhatikan teori, peraturan
yang berlaku,
serta
terkait
melihat indikator yang ingin dicapai,
yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil
pemetaan.
Infrastruktur yang perlu ada atau dibangun, untuk
ditetapkan sebagai perangkat bagi pelaksanaan SPIP sub
unsur
pembatasan
akses
atas
sumber
daya
dan
pencatatannya, minimal terdiri dari:
a. Kebijakan
umum
tertulis
atas
pembatasan
akses
ke sumber daya dan pencatatannya, hanya diberikan
kepada pegawai yang berwenang, setidaknya mencakup
hal-hal sebagai berikut :
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
32
1) Penetapan
pegawai
yang
diberikan
otorisasi
penggunaan sumber daya instansi pemerintah dan
pencatatannya.
2) Penetapan pegawai yang diberikan tanggung jawab
penyimpanan
atas
sumber
daya
instansi
dan
pencatatannya.
3) Penetapan pihak-pihak yang dapat melakukan akses
atas sumber daya instansi dan pencatatannya dengan
memerhatikan tingkat risiko penyalahgunaan akses.
4) Menguraikan persyaratan jabatan bagi pegawai yang
akan diberikan otorisasi terkait pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5) Mewajibkan dilaksanakannya reviu secara periodik atas
pembatasan akses sumber daya dan pencatatannya,
termasuk:
- keharusan
adanya
pembatasan
akses
investigasi
sumber
atas
daya
catatan
dan
pencatatannya, yang tidak sesuai dengan prosedur.
- melakukan
konfirmasi
atas
pihak-pihak
yang
melakukan akses sumber daya dan pencatatannya,
yang tidak sesuai dengan ketentuan.
6) Kebijakan
telah
mempertimbangkan
faktor-faktor
seperti: nilai aset, kemudahan dipindahkan seperti
besar-kecil, berat-ringan, kemudahan ditukarkan, serta
telah
memperhatikan peraturan yang terkait dengan
pengelolaan sumber daya tersebut, ketika menentukan
tingkat pembatasan akses yang tepat.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
33
Contoh
pertimbangan
yang
digunakan
ketika
menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat:
a) peralatan yang semakin kecil dan berharga semakin
mahal,
maka
harus
lebih
dibatasi/dipersempit
pemberian aksesnya. Pegawai harus memahami
maksud
pembatasan
akses,
kewenangan
dan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
b) peralatan
yang
semakin
mudah
dipindahkan,
semakin mudah dijual/ditukarkan, dengan harga
yang semakin tinggi, harus lebih dibatasi pemberian
aksesnya hanya kepada pegawai yang diberi
kewenangan.
Disamping
itu,
pimpinan
secara
berkala melakukan reviu, pengecekan fisik/opname
atas keberadaan peralatan tersebut.
c) aset yang penting/vital dalam kegiatan operasi,
mudah
rusak,
atau
mudah
meledak
atau
membahayakan keselamatan lingkungan kantor, dan
bernilai sangat tinggi harus lebih sering dilakukan
reviu/evaluasi atas pelaksanaan prosedur akses
pengelolaan sumber dayanya.
d) aset yang semakin besar, semakin sulit dipindahkan,
semakin
rendah
nilainya,
dan
semakin
sulit
ditukarkan, maka pembatasan aksesnya dapat lebih
dilonggarkan.
e) Pertimbangan kompetensi pegawai yang diberikan
kewenangan
akses
pencatatannya juga
atas
sumber
daya
dan
perlu dipertimbangkan, agar
tujuan pengendalian dapat tercapai dengan efektif.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
34
b. Prosedur tertulis tentang pembatasan akses untuk setiap
jenis atau karateristik sumber daya tertentu/spesifik dan
pencatatannya, termasuk prosedur penunjukan pegawai
yang
melakukan
otorisasi
penggunaan,
penunjukan
pegawai yang bertanggung jawab atas penyimpanan,
maupun penetapan pihak-pihak yang dapat menggunakan
sumber daya.
Pada dasarnya, prosedur menjabarkan langkah–langkah
yang lebih rinci dari kebijakan yang telah ditetapkan,
mengacu ke sumber daya dan pencatatan yang lebih
spesifik, termasuk mengatur prosedur reviunya, serta
prosedur evaluasi dan reviu atas profil dari pengguna yang
memiliki akses atau pihak lain yang aksesnya dibatasi.
Dalam penetapan kebijakan dan prosedur akses atas
sumber
daya
dan
pencatatannya
tersebut,
harus
senantiasa dikaitkan dengan penilaian risiko, seperti
kemudahan aset atau sumber daya tersebut untuk
dipindahkan/ditukar.
kecil,
mudah
memerlukan
Aset dengan wujud yang semakin
dipindahkan,
pembatasan
mudah
akses
diperjualbelikan
yang
lebih
ketat
dibandingkan dengan aset yang besar, berat, dan sulit
dipindahkan.
2. Internalisasi (Forming)
Setelah pemahaman dan perangkat pengendalian
intern
terbangun,
tahap
selanjutnya
adalah
tahap
internalisasi. Internalisasi adalah mewujudkan kebijakan dan
prosedur penyelenggaraan SPIP, khususnya
pembatasan
akses ke sumber daya dan pencatatannya dalam kegiatan
operasi sehari-hari.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
35
Langkah pelaksanaan, sebagai wujud internalisasi
SPIP, yang harus ada antara lain sebagaimana diuraikan
di bawah ini.
a. Pimpinan instansi pemerintah mengomunikasikan kepada
pegawai mengenai kebijakan umum tertulis dan prosedur
pembatasan akses ke sumber daya dan pencatatannya
yang telah ditetapkan. Hal tersebut dimaksudkan agar
pegawai memahami arahan pimpinan dalam pengelolaan
dan pengendalian untuk pengamanan sumber daya
secara umum,
termasuk memahami
kebijakan dan
prosedur yang mengatur pembatasan akses ke sumber
daya dan pencatatannya, hanya diberikan kepada
pegawai yang diberi kewenangan. Selain itu, pegawai
yang
berwenang
penjabaran
dan
kebijakan
atasannya
dalam
telah
suatu
memahami
prosedur,
dan
memahami tujuan pembatasan akses atas sumber daya
dan pencatatannya.
Langkah pelaksanaan yang dapat
dilakukan, antara lain:
1) Melalui media komunikasi yang ada, pimpinan instansi
pemerintah menyampaikan prasyarat
pegawai yang
dapat
instansi
mengakses
sumber
daya
dan
pencatatannya. Saluran komunikasi dapat berupa:
- Surat menyurat, Surat Edaran (SE), Nota Dinas
(ND);
- Rapat;
- Pengumuman yang ditempel di dekat tempat
penyimpanan sumber daya;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
36
2) Prasyarat akses atas sumber daya dan pencatatannya
dapat dinyatakan dalam suatu buku petunjuk umum
pembatasan
akses
ke
sumber
daya
dan
pencatatannya.
b. Seluruh pihak, sesuai dengan kewenangannya telah
melaksanakan kebijakan dan prosedur
pembatasan
akses sumber daya dan pencatatannya.
1) Akses ke sumber daya dan pencatatannya dilakukan
hanya oleh pegawai yang berwenang, sesuai dengan
prosedur tertulis yang telah ditetapkan.
2) Setiap pihak sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya, telah melaksanakan otorisasi penggunaan,
akses
penggunaan
maupun
penyimpanan
atas
sumber daya dan pencatatannya, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
Penyelenggaraan pengendalian intern perlu selalu
dipantau dan dievaluasi secara terus menerus untuk dapat
mengetahui apakah pengendalian intern tersebut telah
terselenggara dengan baik, sesuai
dengan harapan atau
masih memerlukan perbaikan. Pemantauan dibutuhkan
karena lingkungan intern maupun ekstern organisasi selalu
berubah sehingga pengendalian intern pun perlu selalu
disesuaikan dengan perubahan. Dengan demikian, sistem
pengendalian intern akan memerlukan pengembangan yang
berkelanjutan.
Pada tahap awal penyelenggaraan SPIP, pemantauan
penyelenggaraan SPIP dilaksanakan oleh Tim Satuan Tugas
Penyelenggaraan
SPIP.
Pada
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
periode
di
saat
37
penyelenggaraan
SPIP
telah
berjalan
dengan
baik,
pemantauan menjadi bagian yang integral dari sistem
pengendalian intern.
Langkah-langkah
yang
diperlukan
dalam
pengembangan berkelanjutan atas penyelenggaraan SPIP
sub unsur pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya adalah sebagai berikut:
a. Terlaksananya pemantauan secara periodik terhadap
pembatasan atas akses sumber daya dan pencatatannya
1) Perhatian khusus diberikan terhadap sumber daya yang
memiliki nilai materialitas tinggi, dan kemudahan
dipindahkan, dan ditukarkan. Langkah pelaksanaan
antara lain:
a) pimpinan secara periodik melakukan inventarisasi
fisik atas keberadaan sumber daya;
b) pimpinan secara periodik mereviu catatan atas
penggunaan sumber daya yang dibatasi aksesnya;
c) pimpinan secara periodik melakukan rekonsiliasi
antara catatan sumber daya yang dikuasai oleh
unit/satuan
kerja
terkait
dengan
buku
besar
pencatatan sumber daya yang ada.
2) Investigasi dilakukan atas akses terhadap sumber daya
dan pencatatan yang dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan. Langkah pelaksanaan minimal antara lain:
a) pimpinan instansi melakukan identifikasi atas jenis
sumber daya yang berpotensi untuk diakses tidak
sesuai ketentuan;
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
38
b) pimpinan instansi menindaklanjuti pengaduan oleh
pegawai/pihak-pihak lain yang mengetahui adanya
akses terhadap sumber daya yang tidak sesuai
dengan ketentuan.
3) Dilakukan pendokumentasian pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya untuk memudahkan
penelusuran kembali.
b. Secara periodik, dilakukan evaluasi terpisah terhadap
efektivitas penyelenggaraan sub unsur pembatasan akses
atas sumber daya dan pencatatannya, menyatu dengan
seluruh unsur/sub unsur sistem pengendalian intern
lainnya, termasuk evaluasi atas profil dari pengguna yang
memiliki akses, dan evaluasi atas pihak lain yang
aksesnya dibatasi.
c. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi, dapat
diidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan, dan
dijadikan
umpan
balik
bagi
pengembangan
dan
peningkatan sistem pengendalian intern lebih lanjut.
C. Tahap Pelaporan
Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan
penyelenggaraan pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya, perlu didokumentasikan. Pendokumentasian ini
merupakan satu kesatuan (bagian yang tidak terpisahkan) dari
kegiatan pelaporan berkala dan tahunan penyelenggaraan
SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi:
1. Pelaksanaan kegiatan terdiri dari:
a. Kegiatan
pemahaman,
antara
lain
seperti
kegiatan
sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan
fokus grup) mengenai pentingnya kegiatan pengendalian
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
39
b. Kegiatan
pemetaan
keberadaan
dan
penerapan
infrastruktur, yang antara lain berisi:
1) pemetaan
penerapan
pembatasan
akses
atas
tepat
untuk
sumberdaya dan pencatatannya;
2) masukan
atas
rencana
tindak
yang
menyempurnakan kebijakan dan prosedur pembatasan
akses atas sumber daya dan pencatatannya;
c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain
berisi:
1) kebijakan
pembatasan
akses atas sumber daya dan
pencatatannya; serta
2) prosedur penerapan pembatasan akses untuk setiap
jenis sumber daya.
d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi:
1) kegiatan
sosialisasi
pembatasan
akses
kebijakan
atas
dan
sumber
prosedur
daya
dan
pencatatannya; serta
2) kegiatan yang memastikan seluruh pegawai telah
menerima informasi, memahami
dan melaksanakan
kebijakan dan prosedur pembatasan akses atas
sumber daya dan pencatatannya.
e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain
berisi:
1) kegiatan
pemantauan
penerapan
kebijakan
dan
prosedur pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya,
2) masukan bagi pimpinan instansi
pemerintah untuk
menyatakan pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya telah dikelola dengan baik.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
40
7) Hambatan kegiatan
Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan
kegiatan tersebut, agar penyebabnya dijelaskan.
8) Saran
Saran
diberikan
berkaitan
dengan
adanya
hambatan
pelaksanaan kegiatan dan dicarikan saran pemecahan
masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan guna
peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar
realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan.
9) Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya
Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan
atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode
sebelumnya.
Dokumentasi
penyusunan
ini
laporan
merupakan
berkala
bahan
dan
dukungan
tahunan
bagi
(penjelasan
penyusunan laporan dapat dilihat pada Pedoman Teknis Umum
Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi
tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya disampaikan
kepada
pimpinan
instansi
pemerintah
sebagai
bentuk
akuntabilitas, melalui Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP
di instansi pemerintah terkait.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
41
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
42
BAB IV
PENUTUP
Penyelenggaraan
Pembatasan Akses
kegiatan
pengendalian
sub
unsur
atas Sumber Daya dan Pencatatannya
merupakan bagian dari penyelenggaraan SPIP yang dibangun oleh
manajemen instansi pemerintah sebagai penyelenggaraan kegiatan
pengendalian.
Penyelenggaraan
kegiatan
pengendalian
sub
unsur
Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya, diawali
dengan pemahaman melalui sosialisasi dengan media yang ada,
selanjutnya dilakukan pemetaan. Pembangunan infrastruktur serta
pelaksanaan dan penyelenggaraannya menjadi komitmen bersama
instansi pemerintah dan dilaksanakan dengan konsisten. Sementara
pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar secara
kontinu
penyelenggaraan
kegiatan
pengendalian
sub
unsur
Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya dapat
termonitor, sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana
tindak yang tepat.
Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi
pimpinan
instansi
pemerintah,
dalam
menciptakan
dan
melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur
penyelenggaraan kegiatan pengendalian sub unsur Pembatasan
Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya di lingkungan instansi
yang dipimpinnya.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
43
Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan
mendasar yang berlaku
secara umum bagi seluruh instansi
pemerintah. Tingkat atau derajat kedalaman penyelenggaraannya
disesuaikan
dengan
risiko
atas
pencapaian
tujuan
instansi
pemerintah. Pedoman ini tidak mengatur secara spesifik bagi
instansi pemerintah tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat
mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil
sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Akhirnya, sesuai dengan perkembangan teori dan praktikpraktik
sistem
pengendalian
intern,
pedoman
ini
perlu
disempurnakan secara terus menerus.
3.9 Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya
44
Download