distribusi aliran airtanah dan model aquifer di kab. gunungkidul

advertisement
DISTRIBUSI ALIRAN AIRTANAH DAN MODEL AQUIFER DI
KAB. GUNUNGKIDUL UTARA, YOGYAKARTA
GROUNDWATER CURRENT DISTRIBUTION AND AQUIFER MODEL IN
NORTH OF GUNUNGKIDUL REGENCY, YOGYAKARTA
Rizqi Muhammad M1, Paramitha Tedja T1, dan Joko Sungkono1
Teknik Geologi STTNAS, Jl. Babarsari No. 1, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta
ABSTRAK
Daerah penelitian berada di utara dari Kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul, tepatnya di Desa Mertelu
dan Desa Sambirejo. Secara geologis tersusun atas batupasir Formasi Kebobutak, Batupasir tufan Formasi
Semilir, Breksi Formasi Nglanggran, Batupasor Tufan Formasi Sambipitu, Batupasir Formasi Oyo dan
batugamping Formasi Wonosari. Secara tektonik, daerah ini diduga mengalami deformai kuat berdasarkan
Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro skala 1:100.000 (Surono, dkk, 1992). Struktur geologi yang
berkembang sesar normal mengiri berarah timurlaut-baratdaya dan berarah baratlaut-tenggara. Struktur
geologi yang berasosiasi dengan rekahan diduga sebagai jalur airtanah mengalir. Secara hidrogeologi
regional daerah penelitian merupakan daerah zona airtanah langka, namun secara data bor masih memiliki
lapisan akuifer yang cukup tebal berkisar 3 meter hingga 6 meter dari masing-masing lokasi. Setelah
dilakukan pumping test, dua lokasi sumur uji ini baik dalam ukuran debit 1,2-1,8. Beberapa lapisan
batupasir Formasi Kebobutak dan batupasir Semilir menjadi akuifer. Kemudian lapisan batugamping
pasiran (packstone) juga sebagai akuifer. Selain melihat jenis litologi, juga melihat faktor penyebab lain
mengenai distribusi airtanah oleh struktur geologi. Metode yang digunakan adalah observasi lapangan, 2
data bor, analisis kelurusan dari DEM, dan 2 sumur uji pompa. Perbedaan litologi diantara 2 data sumur
bor menjelaskan stratigrafi di daerah penelitian. Pola kelurusan dari analisis citra menghasilkan pola
baratlaut - tenggara dan timurlaut-baratdaya. Dua pola ini reaktivasi sesar mendatar menjadi sesar normal
mengiri (Sudarno, 2009). Pola aliran airtanah mengarah ke zona sesar. Faktor yang mempengaruhi
distribusi airtanah, selain litologi adalah sesar dan lipatan yang berasosiasi dengan rekahan. Rekahanrekahan ini kemudian terhubung sehingga terbentuk porositas sekunder dan permeabilitas. Tipe akuifer di
daerah penelitian adalah akuifer terekahkan.
Kata kunci: airtanah, akuifer terekahkan, hidrogeologi, Gunungkidul, kelurusan.
ABSTRACT
The research area is in the north of the Wonosari City, Gunung Kidul Regency, precisely in the Mertelu
Village and Sambirejo Village. Geologically composed of formations such as Kebobutak sandstones,
Semilir tuffaceous sandstone, Nglanggran Breccia, tuffaceous sandstone Sambipitu, Oyo conglomerate
limestone, and limestones Wonosari. Tectonically, this area is thought to have strong deformation based on
Geological Map of Surakarta-Giritontro Sheet scale of 1: 100,000 (Surono, et al, 1992). The geological
structure which develops the sinistral normal-slip faults trending northeast-southwest and northwestsoutheast. The geological structure associated with fractures as groundwater flow. In regional of
hydrogeological study area is an area of rare groundwater zone, but in the drill data still has a thick layer
aquifer ranges from 3 meters to 6 meters from each location. After pumping test, two test well location is
excellent in discharge sizes from 1.2 to 1.8. Several layers of sandstone Kebobutak and sandstone Semilir
into the aquifer. Then a layer of sandy limestones (packstone) Wonosari as well as the aquifer. In addition
to seeing the type of lithology, also look at other factors on the distribution of groundwater by geological
structure. The method is used the field observation, with 2 wellbore, lineament analysis of the DEM, and 2
pumping test of the well. Lithological differences between the 2 data wellbore explain stratigraphy in the
study area. Pattern lineaments of image analysis generates patterns of the northwest - southeast and
northeast-southwest. These two patterns of fault reactivation strike-slip into sinistral normal faults
(Sudarno, 2009). Groundwater flow pattern leads to the fault zone. Factors affecting the distribution of
groundwater, in addition to lithology are faults and folds associated with fractures. Many fractures is
connected to form secondary porosity and permeability. Type of aquifers in the research area is fractured
Aquifer.
Keywords: groundwater, fractured aquifers, hydrogeology, Gunung Kidul, lineament.
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan utama dari sebuah
kuat, adanya lipatan sinklin dan antiklin berarah
daerah. Manusia bergantung pada keberadaan air
barat – timur, sesar normal sinistral berarah
atau sumber air untuk kelangsungan hidup. Di
timurlaut-baratdaya, dan sesar normal baratlaut-
setiap daerah memiliki perbedaan kebutuhan,
tenggara. Sehingga perlu kajian khusus untuk
sehingga perlu adanya pengetahuan mengenai
penelitian ini. Pentingnya penelitian untuk
sumber air di suatu wilayah dengan kondisi
mengerti faktor yang mempengaruhi distribusi
geologis yang berbeda. Di wilayah Gunungkidul
airtanah di kedua daerah itu, sehingga perlu juga
utara, air menjadi sangat penting bagi kegiatan
mengetahui karakteristik akuifernya. Penelitian
rumah tangga dan pertanian. Di musim kemarau,
juga
warga
sehingga masyarakat dan pemerintah dapat
sekitar
sedangkan
di
menggunakan
kemudian
kesulitan
musim
air
hujan
dimanfaatkan
mendapatkan
penghujan
air,
warga
yang
ditampung
sesuai
kebutuhan
masing-masing. Selain mendapatkan air untuk
pertanian dari air hujan, juga perlu air untuk
kebutuhan sehari-hari di rumah dari sumberdaya
air di sekitar itu. Keterdapatan airtanah dapat
ditinjau
dengan
pengetahuan
hidrogeologi
setempat. Airtanah dapat masuk ke dalam poripori antar butir mineral, pelapukan batuan, dan
rekahan
di
dalam
batuan.
Di
wilayah
Gunungkidul utara, Kecamatan Gedangsari dan
Ngawen menurut pemerintah Gunungkidul,
daerah tersebut termasuk daerah yang krisis
airtanah atau langka airtanah. Secara geologis
menurut
Peta
Geologi
Regional
Lembar
Surakarta-Giritontro (Surono, 1992), daerah
penelitian di Kecamatan Gedangsari tersusun atas
batupasir Formasi Kebobutak dan batupasir tufan
Formasi Semilir, sedangkan di Kecamatan
Ngawen tersusun atas napal tufan Formasi Oyo
dan batugamping Formasi Wonosari. Kedua
daerah ini terdeformasi struktur geologi cukup
bertujuan
untuk
memetakan
akuifer
menemukan sumber airtanah.
LOKASI PENELITIAN
Secara administrasi daerah penelitian terletak di
Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari dan Desa
Sambeng
Kecamatan
Ngawen,
Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi Yogayakarta. Berbatasan
di utara dengan Klaten, di timur dengan
Wonogiri, di selatan dengan Kota Wonosari, di
barat dengan Bantul. Secara geografis, daerah
penelitian berada di koordinat 110 o 31’ 53.69” –
110 o 45’ 4.2” Bujur Timur dan 7o 46’ 44.2” - 7o
53’ 42.4” Lintang Selatan. Kondisi alam daerah
ini terdiri dari perbukitan dengan elevasi
ketinggian 50 hingga 750 meter dpl dan dataran
rendah di sekelilingnya lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
METODE PENELITIAN
mencerminkan geologi bawah permukaan, dan
Data yang diperoleh dalam menentukan faktor
dapat menunjukkan adanya sesar atau rekahan
distribusi airtanah diantaranya data primer dan
utama. Misalnya, Bradbury dan Muldoon (1992),
data
data
dalam Cook (2003) menggambarkan rekahan-
pengamatan lapangan dan data kelurusan struktur
rekahan yang terlihat di lapangan menggunakan
(studio), sedangkan data sekunder yaitu data
foto udara, dan menggunakan foto-foto ini untuk
sumur bor. Pengamatan lapangan dilakukan
menentukan orientasi rekahan dan densitas.
untuk deskripsi batuan, mendata rekahan/kekar,
Analisis statistik dari data kelurusan dapat
mendata elevasi ketinggian akuifer.
menjelaskan informasi skala regional pada
sekunder.
Data
primer
yaitu
Kelurusan adalah bentuk garis lurus alami yang
dapat dipetakan dari foto udara atau citra
penginderaan jauh. Bentuk ini mungkin termasuk
cahaya atau garis-garis gelap di dalam tanah,
keselarasan vegetasi, selaras kesenjangan dalam
punggung atau sungai. Bentuk tersebut seringkali
densitas rekahan dan orientasi. Singhal dan Gupta
(1999), dalam Cook (2003) menggambarkan
beberapa metode untuk menentukan densitas
kelurusan yaitu: (1). Jumlah kelurusan per satuan
area; (2) Jumlah panjang kelurusan per satuan
area; dan (3) jumlah perpotongan kelurusan per
satuan area. Untuk mengukur perpotongan
kelurusan, perpotongan dua atau lebih diplot
Data sumur bor antara lain: pengujian air sumur,
sebagai titik, dan jumlah titik yang berada di
deskripsi lapisan batuan, dan menentukan nilai
wilayah tertentu adalah terhitung. Data kontur
resistivitas (Palacky, 1988) tiap lapisan batuan di
ada di sebuah peta densitas perpotongan, yang
sumur bor. Pengujian sumur dengan teknik
menunjukkan densitas rekahan skala regional.
pemompaan dilakukan untuk mengetahui potensi
Analisis arah kelurusan di-plot sebagai diagram
airtanah dan kestabilan airtanah saat sumur
mawar. Diagram mawar menggambarkan arah
dipakai sewaktu-waktu. Pengambilan sampel
dominan dari kelurusan. Penentuan kelurusan
airtanah di dalam sumur untuk kelayakan air
dengan menggunakan data gambar DEM yang
sebagai sarana dan prasarana kebutuhan rumah
dibuat dengan beberapa perubahan azimuth
tangga. Sampel air diuji ke laboratorium untuk
o
penyinaran mulai dari 0 -315 dengan kelipatan
menguji kualitas air sebagai air bersih dan ramah
sudut 45o. Data kelurusan ini digunakan untuk
lingkungan. Kemudian deskripsi batuan dan nilai
memperkuat kajian struktur di daerah penelitian,
resistivitas batuan untuk mengetahui air yang
namun tidak dilakukan pemetaan struktur secara
tersimpan di lapisan-lapisan batuan yang terekam
detail di lapangan.
di log resistivitas saat pengeboran dilakukan.
o
Gambar 2. Nilai resistivitas pada material bumi (Palacky, 1988)
GEOLOGI REGIONAL
Formasi Semilir; Formasi Sambipitu terendapkan
Fisiografi Jawa timur dibagi atas 4 zona, menurut
di atas Formasi Ngranggran umumnya dijumpai
van Bemmelen (1949) yaitu :
batupasir gampingan dan batulempung; Formasi
1. Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern
Oyo
terendapkan
selaras
Sambipitu.
atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik, dan
batugamping dan napal; Kemudian terdapat
batuan karbonat.
Formasi Wonosari yang terendapkan selaras
3. Zona Kendeng (Kendeng Zone): batuan
pembentuknya terdiri atas Sekuen dari
volkanogenik dan sedimen pelagik.
pembentuknya terdiri atas endapan laut
klastik,
dan
oleh
dengan Formasi batuan di bawahnya dan tersusun
batugamping terumbu di bagian atas.
Sudarno (2009) menyebutkan terdapat empat set
sesar di Pegunungan Selatan (gambar 2.2), yaitu:
4. Zona Rembang (Rembang Zone): batuan
sedimen
tersusun
oleh batugamping berlapis di bagian bawah dan
Volcanoes): merupakan gunung aktif.
dangkal,
Oyo
Formasi
Mountains): batuan pembentuknya terdiri
2. Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary
Formasi
dengan
batuan
karbonat. Pada zona ini juga terdapat patahan
yang dinamakan Rembang High dan banyak
lipatan yang berarah timur-barat.
(1). Arah timur laut – barat daya, terbentuk akhir
Eosen
dan
akhir Miosen Tengah, akibat
reaktivasi sesar tua pada batuan dasar yang
berumur Kapur; (2). Arah utara - selatan,
terbentuk pada awal Pliosen setelah selesai
pengendapan Formasi Kepek; (3). Arah barat laut
Secara stratigrafi regional, urutan satuan batuan
- tenggara, terbentuk pada awal Pliosen setelah
dari tua ke muda di daerah penelitian menurut
selesai pengendapan Formasi Kepek; (4). Arah
penamaan litostratigrafi dari Peta Geologi
barat - timur, terbentuk pada Plistosen Tengah.
Regional Lembar Surakarta-Giritontro skala
1:100.000 oleh Surono, dkk (1992) (Gambar 3)
adalah : Formasi Kebobutak secara umum terdiri
dari perselingan batupasir, batulempung, lapisan
tuf asam, setempat dijumpai breksi andesit di
bagian atas; Formasi Semilir tersusun oleh
batupasir tufan, serpih, breksi fragmen batuapung
bersifat asam; Formasi Nglanggran tersusun oleh
breksi, aglomerat, lava andesit-basalt ditafsirkan
Prasetyadi dkk (2011) memberikan kesimpulan
dalam penelitiannya bahwa sebagian besar sesar
berarah timur laut barat daya dan utara - selatan
merupakan sesar mengiri yang sebagiannya
teraktifkan menjadi sesar turun. Sesar kelompok
barat laut - tenggara umumnya merupakan sesar
naik dan kelompok sesar berarah barat - timur
merupakan sesar geser (umumnya dekstral) dan
sebagian berupa sesar turun.
sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang
berasal dari gunungapi lingkungan laut. Formasi
Hidrogeologi Regional, berdasarkan data yang
Nglanggran tidak selaras terendapkan di atas
dimiliki oleh pemerintah pusat Gunungkidul
mengenai lokasi penelitian termasuk daerah
krisis airtanah seperti pada Peta Kondisi
zona hidrogeologi antara lain: akuifer celah dan
Hidrogeologi (Gambar 4). Kondisi Hidrogeologi
ruas antar butir tinggi, akuifer celah tinggi, dan
Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi tiga
akuifer rendah atau langka.
110° 31' 53.69" BT
-7° 46' 44.2" LS
-7° 53' 42.4" LS
Keterangan :
110° 45' 4.2" BT
ormasi Wonosari
Tmwl F
Batugam ping, batugam ping napalan-tufan, batugam ping konglom erat, batupasir tufan, batulanau
Oyo
Tmo Formasi
Napal tufan, tuf andesitan, batugam ping konglom eratan
Sambipitu
Tmss Formasi
Batupasir dan batulem pung
Nglanggran
Tmng Formasi
Breksi gunungapi, aglom erat, lava andesit-basal dan tuf
Semilir
Tms Formasi
Tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan, dan serpih
Tomk
Formasi Kebobutak
Bagian atas: perselingan batupasir, batulem pung, dan lapisan tipis tuf asam .
Bagian bawah: batupasir, batulanau, serpih, tuf. Setem pat di bagian atas dari
form asi ini dijum pai breksi andesit.
Gambar 3. Peta Geologi Regional Lembar Surakarta-Giritontro Skala 1:100.000 dan
Penampang geologi Daerah Penelitian (modifikasi dari Surono, dkk, 1992)
Gambar 4. Kolom Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Surono, dkk, 1992)
Lokasi
Penelitian
Gambar 5. Peta Hidrogeologi Kabupaten Gunungkidul (Pemerintah Gunungkidul)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hubungan kelurusan dengan data geologi
regional
struktur. Kelurusan struktur dengan kelurusan
Pengolahan data DEM berdasarkan azimuth
dilihat pada Gambar 6. Kelurusan kemudian
penyinaran dengan software Global Mapper
diolah untuk mengetahui arah dominan sesar
didapatkan beberapa kelurusan yang tumpeng
dengan diagram mawar dan pemetaan intensitas
tindih antara tarikan garis kelurusan di peta
kelurusan. Arah dominan kelurusan struktur yaitu
azimuth 0o, 45o, 90o, 135o, 180o, 225o, 270o, dan
N20oE. Pemetaan kelurusan menunjukkan bahwa
315o. Kelurusan didominasi oleh kelurusan
daerah yang tinggi intensitsnya per satuan area
o
punggungan dibedakan dengan warna garis dapat
punggungan yang berarah N70 E ini diduga
(2km x 2km) atau terdapat banyak garis
mencerminkan arah perlapisan batuan dan yang
kelurusan di area itu adalah daerah yang
memotong perlapisan batuan adalah kelurusan
terdeformasi kuat (Gambar 7).
Gambar 6. Peta Kelurusan dari data
Keterangan :
Kelurusan
Struktur
Kelurusan
Punggungan
foto
udara (DEM)
Gambar 7. Intensitas kelurusan punggungan dan struktur dari DEM.
2. Hubungan Litologi dengan Jenis Akuifer
Di Desa Mertelu, pada umumnya perlapisan
didominasi oleh batupasir dengan deskripis
berwarna hitam, berukuran pasir kasar-sedang,
pemilahan sedang. Berdasarkan data pemboran
dan log resistivitas menunjukkan bahwa sebagian
batupasir sebagai lapisan pembawa air atau
disebut akuifer. Jenis akuifer ini merupakan
porositas
primer
yang
terbentuk
dari
pengendapan. Porositas berupa intergranular atau
celah antar butir. Berdasarkan nilai log
resistivitas, air di dalam akuifer batupasir bernilai
5-20 ohm m (Gambar 8). Kemudian Di Desa
Sambirejo ditempati batugamping Formasi
Wonosari dengan deskripsi batugamping pasiran,
abu-abu kecoklatan, ukuran pasir halus-kasar.
Dari data pemboran dan log resistivitas
menunjukkan bahwa lokasi terpengaruhi oleh
struktur geologi yang diduga sebagai media
airtanah menerobos keluar (Gambar 9).
Batugamping memiliki mineral kalsium karbonat
yang sangat mudah terlarutkan oleh air, sehingga
batuan yang terdeformasi oleh sesar menurut
tarikan kelurusan yang dibuat, lokasi dipotong
oleh garis kelurusan struktur yang diduga sebagai
sesar normal. Karena batugamping brittle
deformation, diduga sesar berasosiasi dengan
rekahan yang terbentuk. Selain itu di lokasi
menurut Surono, dkk, 1992, bahwa terdapat
struktur lipatan di bagian barat dan timurnya yang
kemudian di potong sesar normal berarah
baratlaut-tenggara. Diduga asosiasi struktur
geologi menjadi perkembangan rekahan sehingga
air mudah masuk meresap ke dalam.
Batugamping secara umum bervariasi densitas,
porositas dan permeabilitasnya berdasarkan
perkembangan zona yang mudah terlarutkan atau
tembus air setelah pengendapan. Porositas di
batugamping dapat berukuran mikroskopis
hingga berukuran goa yang membentuk sungai di
bawah tanah.
Secara topografi, Desa Mertelu ke arah selatan
berubah kemiringan lereng semakin landai.
Perbedaan litologi berangsur-angsur berubah ke
arah selatan. Ditemukan Batupasir tufan yang
juga sebagai perwakilan Formasi Semilir.
Deskripsi batuannya adalah batupasir tufan, abuabu, berukuran pasir halus – sangat halus, non
karbonatan, berstruktur parallel laminasi, cross
laminasi, pemilahan baik, terdapat butiran glass.
Kemiringan bidang perlapisan ke arah selatan,
sehingga Formasi Kebobutak tidak terlihat di
selatan dari lokasi penelitian ditutupi oleh
Formasi Semilir. Sedangkan di Desa Sambirejo
elevasi ketinggian secara gradual dari barat ke
timur semakin landai. Diduga aliran mengalir
dari barat dan timur, selain pengaruh topografi
juga dipengaruhi sistem rekahan di batugamping
yang khas.
Di lokasi Mertelu ditemukan struktur rekahan
terbuka, ini diduga sebagai zona hancuran yang
diakibatkan perkembangan struktur sesar normal
berarah N20oE. Rekahan dominan berarah N
225oE/85o dan N 110oE/58o diduga rekahanrekahan ini berasosiasi dengan struktur sesar
yang berkembang di lokasi. Sedangkan di
Sambirejo menurut Surono, dkk, 1992, adanya
struktur lipatan sinklin berarah barat-timur yang
terpotong oleh struktur sesar normal tepatnya di
dekat lokasi.
Secara hidrogeologi, di Desa Mertelu
keterdapatan airtanah berupa akuifer dengan
aliran melalui ruang antar butir atau porositas
intergranular. Di sumur dalam ditemukan akuifer
kedalaman 36 m (Tabel 1 dan Gambar 10) namun
di bagian sebelah barat lokasi sumur bor dalam,
terdapat akuifer dangkal di kedalaman 17 m dan
MAT 7 meter, sehingga aliran airtanah mengarah
ke barat. Akuifer dalam di lokasi ini berupa
batupasir berwarna hitam, ukuran butir pasir
sedang – pasir sangat kasar. Akuifer ditemukan di
beberapa kedalaman dan mempunyai ketebalan 3
– 6 meter dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar
10. Akuifer juga diukur debit air sebesar Q=1.2.
Sedangkan di Sambirejo, lokasi keterdapatan
airtanah dengan aliran melalui ruang antar celah
rekahan yang dipengaruhi perkembangan sesar di
batugamping. Akuifer dalam ditemukan di
kedalaman 32 m, sedangkan lokasi lain di sebelah
baratnya ditemukan sumur warga dengan
kedalaman akuifer 27 m dan MAT 7 m. Diduga
juga dipengaruhi oleh rekahan di batugamping.
Diukur debit sumur dalam di lokasi ini sebesar
Q=1,8. Arah aliran dari peta akuifer dari barat ke
timur mengikuti elevasi ketinggian. (Gambar 10).
3. Uji Pemompaan dan Sifat fisik-Kimia
Airtanah
Pengolahan
airtanah
dengan
menguji
pemompaan antara uji discharge dan uji
recovery. Di Desa Mertelu, waktu yang
dibutuhkan 1440 menit untuk menurunkan muka
air saat dipompa, kemudian hanya 720 menit
mengembalikan muka air ke semula. Hasil yang
didapatkan bahwa penurunan muka air saat
dilakukan discharge lebih lambat dari kenaikan
muka air saat pemulihan sumur (Gambar 11).
Debit yang dihasilkan di Desa Mertelu sebesar
1,2. Kondisi air dalam sumur pH 7.81 dan suhu
air 27.02. Kemudian sumur di Desa Sambirejo
membutuhkan waktu 300 menit saat pemompaan
dan pemulihan muka air, sehingga kebutuhan air
di sumur normal. Air dengan kondisi pH 7.2 dan
suhu air 30.5. Seperti penjelasan warga sekitar
bahwa kondisi sumur hingga saat ini normal
dapat dimanfaatkan untuk 70 kepala keluarga.
Kedua sumur dalam pengujian sifat fisik dan
kimia normal, sehingga air dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan minum, namun dimasak terlebih
dahulu.
Gambar 8. Log Sumur Bor dalam Desa Mertelu (Sungkono, 2015)
Gambar 9. Log Sumur Bor dalam Desa Sambirejo (Sungkono, 2012)
9136000
9135000
9134000
110 33’ 40.99” BT
-7 48’ 37.6” LS
-7 52’ 58.1” LS
110 44’ 24.6” BT
Gambar 10. Peta Aliran Airtanah overlay peta geologi.
60
DISCHARGE TEST
RECOVERY TEST
DISCHARGE TEST
RECOVERY TEST
WATER LEVEL (METER)
WATER LEVEL (METER)
60
Desa Mertelu
40
40
20
20
Desa Sambirejo
0
0
1
10
100
WAKTU (MENIT)
1000
1
10
100
WAKTU (MENIT)
1000
Gambar 11. Grafik Pumping Test.
4. Hubungan Kelurusan Struktur dengan
Konseptual Model Akuifer Rekahan
Berdasarkan pengamatan struktur dengan
penarikan kelurusan dari DEM dan litologi
akuifer di lokasi penelitian bahwa struktur
geologi ini sangat berhubungan dengan
keberadaan airtanah. Pada dasarnya rekahan,
breksi sesar, dapat menjadi media yang
melolosakan air. Di wilayah Gunungkidul utara
adanya sesar-sesar yang berasosiasi dengan
lipatan dan rekahan yang menjadikan daerah ini
diduga airtanah tejebak di dalam rekahan
tersebut. Rekahan-rekahan ini saling koneksi
sehingga air mengalir di daerah ini walau musim
kemarau, tidak ada hujan. Adapun konseptual
model yang dibuat untuk pendekatan identifikasi
awal dalam menemukan airtanah di daerah ini
(Gambar 12).
batugamping), breksi sesar, rekahan terbuka dan
terhubung). Tipe akuifer di Gunungkidul bagian
utara berasosiasi dengan struktur sesar yaitu
akuifer terekahkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
KESIMPULAN
Zona persebaran potensi airtanah mengikuti
daerah yang intensitas kelurusan tinggi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi distribusi airtanah di
Gunungkidul bagian utara yaitu : Jenis litologi,
porositas primer dan sekunder, permeabilitas,
struktur geologi (sesar normal, lipatan (untuk
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
STTNAS Yogyakarta, Pak Joko Sungkono,
Paramitha Tedja, dan dosen lainnya atas bantuan
pendanaan, dukungan semangat, serta diskusi
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini.
Gambar 12. Konseptual Model Akuifer Terekahkan
DAFTAR PUSTAKA
Cook, P.G., 2003, A Guide To Regional
Groundwater Flow In Fractured Rock
Aquifers. CSIRO Land and Water, Glen
Osmond, SA, Australia.
Elhag A. B., dkk, 2013, Structures controls on
groundwater occurrence and flow in
crystalline bedrocks: a case study of the
El Obeid area, Western Sudan.
Palacky, G. J., 1988. Resistivity Characteristics
of Geologic Targets. Society of
Exploration Geophysicist. Oklahoma,
USA.
Prasetyadi, C., Sutarto., Pratiknyo, P., 2009,
”Geologi Daerah Subduksi Zaman Kapur
Tepi Tenggara Paparan Sunda”,
Universitas Pembangunan Nasional
Yogyakarta.
Surono, dkk., 1992, Geologi lembar SurakartaGiritontro, Jawa, skala 1:100.000,
lembar 1408-3 dan 1407-6, terbitan
Pusat penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Surono, 2009. “Litostratigrafi Pegunungan
Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah”. Pusat
Survei Geologi, Bandung.
Sungkono, Joko, 2012. Laporan Akhir Eksplorasi
dan Pelayanan Air Bersih di dusun
Sambeng II, Desa Sambirejo, Kec.
Ngawen, Gunungkidul, DIY. ESDM.
Sungkono, Joko, 2015. Laporan Akhir Eksplorasi
dan Pelayanan Air Bersih di dusun
Mertelu Kulon, Desa Mertelu, Kec.
Gedangsari, Gunungkidul, DIY. ESDM.
van Bemmelen, R. W., 1949, “The Geology of
Indonesia”, vol IA, 2nd ed, The Haque
Martinus Nijhoff, Netherlands.
Download