A. Prinsip-prinsip ekonomi islam 1. Prinsip Tauhid Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam dan sumber daya serta manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya manusia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis. 2. ‘Adl Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hokum Allah di bumi dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adail dan baik. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya. Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di bidang usaha untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta jangan hanya saja beredar pada orang kaya, tetapi juga pada mereka yang membutuhkan. 3. Nubuwwah Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah ( tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh (komunikasi keterbukaan dan pemasaran). 4. Khilafah Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka mencapai tujuantujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia. Status khalifah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia, tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam hal kesempatan, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu diciptakan oleh Allah dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintahh untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memaafkan keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Islam memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjaannya dalam kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya saja pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan pada saat lain menjadi pekerja. Pada saat lain situasinya bisa berbalik, mantan majikan bisa menjadi pekerja dan sebagainya dan hal serupa juga bisa diterapkan terhadap budak dan majikan. 5. Ma’ad Walaupun seringkali diterjemahkan sebagai kebangkitan tetapi secara harfiah ma’ad berarti kembali. Dan kita semua akan kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam akhirat. Pandangan yang khas dari seorang Muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: Dunia adalah ladang akhirat”. Artinya dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal shaleh), namun demikian akhirat lebih baik daripada dunia. Karena itu Allah melarang manusia hanya untuk terikat pada dunia, sebaba jika dibandingkan dengan kesenangan akhira, kesenangan dunia tidaklah seberapa. Setiap individu memiliki kesamaan dalam hal harga diri sebagai manusia. Pembedaan tidak bisa diterapkan berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban- kewajiban eknomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial. Berdasarkan hal inilah beberapa perbedaan muncul antara orang-orang dewasa, di satu pihak, dan orang jompo atau remaja di pihak lain atau antara laki-laki dan perempuan.6 Kapan saja ada perbedaan-perbedaan seperti ini, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka harus diatur sedemikian rupa, sehingga tercipta keseimbangan. Selain pemaparan di atas, prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi Islam mencakup antara lain yaitu : 1. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang khusunya dalam dunia perekonomian adalah Iman, menegakkan akal pada landasan Iman, bukan iman yang harus didasarkan pada akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan Iman. Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak kepada kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu bersumber dari syari’ah Allah dan bertujuan akhir untuk Allah. 2. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying antar sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum lemah. 3. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena bekerja adalah sebagai ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera dan makmur di bumi ini. 4. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga merupakan asas tatanan ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam bukanlah hak milik nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam bentuk zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya. 5. Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat Muslim dengan landasan tegaknya keadilan. B. Sistem perekonomian pada masa Rasulullah SAW Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan sistem ekonomi yang berdasarkan syariat islam dan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Sejumlah aturan yang tertanam pada landasan perekonomian tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya tidak melakukan sesuatu. Tentu aturan-aturan yang tersebut dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik agama diri, akal, harta benda maupun nasab keturunan. Rasulullah memulai implementasi perekonomian islam sejak diutusnya beliau sebagai utusan Allah SWT pada usia 40 tahun. Sistem perekonomian islam tampak cerah bukan pada masa Makkah, namun mulai pada masa Madinah atau hijrahnya Rasulullah ke kota Yastrib (Madinah). Ketika itu, kehidupan umat muslim bersama Rasulullah merupakan contoh teladan yang paling pantas untuk implementasi dari syariat islam. Madinah merupakan suatu negara yang baru terbentuk dan tidak memiliki harta warisan sedikitpun. Hal ini diperparah adanya ancaman demi ancaman dari pihak luar yang terus menggeruguti kaum mulimin selepas hijrah dari Makkah ke Madinah. Banyak guncangan dan cobaan serta rintangan yang muncul baik dari dalam maupun pihak luar membuat Hijrahnya kaum muslimin dari Makkah bukan hanya diartikan sebagai melepaskan diri dari cobaan pihak Quraisy di Makkah, melainkan juga sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman. Oleh karena itu, setiap muslim pada saat itu harus mampu, wajib ikut andil dalam mendirikan negara baru ini (Madinah), harus mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga dan menegakkannya. Tidak dapat disangsikan bahwa Rasulullah adalah pemimpin, komandan dan pemberi petunjuk dalam menegakkan masyarakat ini. Semua krisis dikembalikan kepada beliau tanpa ada yang menentangnya. Pemerintahan awal Rasulullah di Madinah tergolong sederhana, tetapi telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dikarenakan landasan perekonomian yang merupakan Al-Quran, karakter perekonomian saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya terhadap keadilan dan pemerataan kerakyatan. Setiap kegiatan harus mencakup konsep maslahat yang bermuara pada ukhuwah islamiyah. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah islam. Sumber daya ekonomipun tidak boleh menumpuk pada seseorang saja melainkan harus terbagi-bagi antar masyarakat. Hal ini dilakukan agar masalah gap antara si miskin dan si kaya teratasi pada perekonomian islam di zaman Rasulullah. Banyak hal-hal strategis yang di lakukan oleh Rasulullah dalam masyarakat baru di Madinah, khususnya tentang perekonomiannya, yaitu : 1. Membangun Masjid Sebelum masuk ke Madinah, yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah bersama dengan umat mulim lainnya adalah mendirikan Masjid Quba. Masjid ini bukan hanya untuk beribadah, tetapi juga sebagai sentral kegiatan kaum muslimin. Saat masuk kota Madinah beliau membentuk lembaga persatuan di antara kaum Muhajirin dan Anshar yang diikuti dengan pembangunan Masjid Nabawi yang kemudian menjadi sentral pemerintahan di Madinah. Dengan pembangunan masjid ini, kaum muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga ikatan persaudaraan dan mahabah semakin terjalin kuat. 2. Mempersaudarakan di antara Sesama Orang-orang muslimin Tugas Rasulullah berikutnya adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (Penduduk Makkah yang hijrah ke Madinah). Sekitar 150 keluarga kaum Muhajirin berada dalam kondisi yang memperhatinkan karena hanya membawa perbekalan ala kadarnya ke Madinah. Mereka hanya bergantung pada mata pencaharian bidang pertanian dan pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada mereka. 3. Membangun Konstitusi Negara Tugas berkutnya yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara Madinah yang Muslim maupun bukan Muslim, serta membahas tentang pertahanan dan keamanan negara. 4. Meletakkan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara Selanjutnya, Rasulullah SAW meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara bergasarkan ketentuan-ketentuan Al-Quran. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan Al-Quran di hapus dan digantikan dengan paradigma yang berbasis nilai-nilai Qurani yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Sistem Ekonomi di Madinah Dikarenakan Madinah yang merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi, peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang dilakukan Rasulullah merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam waktu yang relatif singkat. Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum muslimin secara bergotong royong dan sukarela berlandaskan ukhuwah. Setelah perputaran aktivitas ekonomi yang cukup signifikan dari hasil persaudaraan tadi, maka Madinah mulailah mendapatkan Pendapatannya sendiri dan Pengeluarannya sendiri. Pendapatan Madinah bersumber pada pendapatan primer dan sekunder. Pendapatan Primer pada saat itu adalah pendapatan yang utama oleh negara seperti Zakat dan Ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan dengan pajak. Zakat dan Ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk dalam salah satu pilar islam. Zakat pada zaman Rasulullah dikenakan pada : Benda logam yang terbuat dari emas, ditentukan berdasar beratnya. Benda logam yang terbuat dari perak, ditentukan berdasar beratnya. Berbagai jenis barang dagangan yang sesuai dengan syariat islam, ditentukan berdasar jumlahnya. Hasil pertanian dan perkebunan, ditentukan berdasarkan nilai jual dan kuantitasnya. Barang inilah yang disebut dengan Ushr. Luqta (Harta benda yang ditinggalkan musuh) Barang temuan Sementara itu, pajak (dharibah) sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Allah SWT kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Allah SWT menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-objek tertentu. Kemudian, pendapatan sekunder madinah yang memberikan hasil di dapat dari : Uang tebusan para tawanan perang Harta karun temuan Harta benda kaum muslimin tanpa ahli waris (Amwal Fadillah) Wakaf Nawaib,yaitu pajak khusus yang dibebankan pada kaum muslimin ayng kaya raya Zakat Fitrah Bentuk lainnya seperti Hewan Qurban dan Kifarat (Denda) Adapun sumber-sumber pengeluaran negara pada saat itu adalah Biaya Pertahana, Penyaluran Zakat dan Ushr, Pembayaran Gaji dan upah, Pembayaran Utang Negara, Bantuan untuk Musafir, hingga persediaan darurat dan sebagainya. Untuk mengatur jalannya arus kas pemasukan dan pengeluaran negara maka dibentuklah Baitul Mal. Baitul Mal adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di Madinah pada masa awal hijriah. Pertamakalinya berdirinyya Baitul Mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badar seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. ALANFAL : 1). Pada masa Rasulullah SAW Baitul Mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka. Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis. Dengan demikian terlaksana sudah prinsip-prinsip yang disampaikan dalam Al-Quran mengenai sistem perekonomian yang diaplikasikan pada zaman Rasulullah SAW di Madinah. Kebijakan demi kebijakan yang dimulai Rasulullah SAW inipun menjadi bahan pembelajaran dan untuk melanjutkan tongkat estafet perekonomian islam di zaman khulafaurrasyidin hingga sampai ke titik perekonomian modern seperti sekarang ini. C. Bentuk-bentuk ekonomi dalam islam 1. Syirkah salah satu Macam Macam Muamalah yaitu syirkah. Syirkah dalam arti bahasa adalah kerjasama, kongsi, atau bersyarikat. Syirkah pada prakteknya dalam kegiatan ekonomi merupakan suatu usaha untuk menggabungkan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama, sumberdaya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian, bahan baku, jaringan kerja, dan dilakukan oleh dua orang atau lebih Dalam ekonomi konvensional akad ini biasa disebut joint venture. Tidak ada perbedaan secara signifikan pada akad ini kecuali bahwa dalam ekonomi islam kegiatan usaha tidak boleh melanggar aturan syariat dan negara seperti perkongsian untuk kartel narkoba, minuman keras, atau jual beli komoditas yang diharamkan agama. 2. Mudharabah Adalah akad untuk mengikat kerjasama antara dua pihak yaitu pemodal (shahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad mudharabah juga disebut bagi hasil bagi sebagian orang. Caranya dengan menentukan berapa persen bagian keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak. Mudharib wajib mengembalikan modal yang dipinjamkan dan membayarkan bagian keuntungan yang telah ditentukan dengan tenggat waktu atau masa kontrak yang disetujui atau tanpa masa kontrak. Mudharib wajib mengikuti aturan yang telah di sepakati kedua belah pihak, semisal apabila pemodal menghendaki mudharib untuk tidak menjual komoditas tertentu misalnya, akan tetapi tetap menjualnya maka mudharib menanggung resiko penuh atas modal yang dipinjamnya. Beberapa akad yang ada dalam transaksi jual beli (Bai’ Al Murabahah): Bissamanil Ajil, yaitu transaksi jual beli barang dengan harga yang berbeda antara kontan dan angsuran. Hal ini dapat kita temukan pada pembelian kredit barang semisal kendaraan bermotor, handphone, dan sebagainya. Yang tidak diperbolehkan pada transaksi ini adalah penambahan bunga yang naik turun sehingga membuat harga jual naik turun selama proses angsuran. Akan tetapi boleh untuk memberikan margin keuntungan tertentu dari harga kontan yang disepakati di awal. Salam, yaitu jual beli barang secara tunai dengan penyerahan barang ditunda sesuai kesepakatan. Semisal seorang eksportir meubel Jepara yang akan mengekspor meubel ke luar negeri dengan jumlah barang yang besar. Hal ini tentu akan memberatkan pengrajin meubel yang memiliki kapasitas produksi dan modal yang kecil, sehingga eksportir membayar didepan sebagai modal awal. Istisna, yaitu jual beli barang dengan pemesanan dan pembayarannya pada waktu pengambilan barang. Hal ini lazim kita temui dengan istilah cash on delivery untuk jual beli online. Hal ini memiliki keuntungan untuk meminimalisir kerugian bagi pembeli akibat perbedaan spesifikasi barang yang disebutkan oleh penjual. Isti’jar, yaitu jual beli antara pembeli dengan penyuplai barang. Ijarah, yaitu jual beli jasa dari benda (sewa) atau tenaga/keahlian (upah). Hal ini kita temui ketika kita membayar upah buruh atau pegawai atau selepas kita menyewa barang atau properti tertentu. Sarf, yaitu jual beli pertukaran mata uang antar negara. Hal ini karena adanya perbedaan mata uang yang berlaku lintas negara. Akan tetapi jenis transaksi yang diperbolehkan hanya transaksi today spot yang transaksi dilaksanakan hari itu juga tanpa diberi hedging atau lindung nilai akibat dari penangguhan penyerahan 3. Transaksi dengan Pemberian Kepercayaan Transaksi Pemberian Kepercayaan adalah akad atau perjanjian mengenai penjaminan hutang atau penyelesaian dengan pemberian kepercayaan. Akad transaksi pemberian kepercayaan adalah sebagai berikut : Jaminan (Kafalah / Damanah), yaitu mengalihkan tanggung jawab seseorang (yang dijamin) kepada orang lain (penjamin). Hal ini juga lazim terjadi pada ekonomi konvensional dimana pemberi jaminan meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman kepada debitur. Gadai (Rahn),yaitu menjadikan barang berharga yang nilainya setara atau lebih dari nilai pinjaman sebagai jaminan yang mengikat dengan hutang dan dapat dijadikan sebagai bayaran hutang jika kreditur yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya. Akan tetapi akad rahn tidak bisa dijadikan satu dengan akad wadi’ah, semisal menggadaikan perhiasan dan pada proses gadai dikenai biaya tambahan atas simpanan, karena hal ini termasuk riba. Pemindahan Hutang (Hiwalah),yaitu pemindahan kewajiban atas pembayaran hutang kepada orang lain yang memiliki sangkutan hutang. 4. Titipan (Wadi’ah) Adalah akad dimana seseorang menitipkan barang berharganya kepada seseorang yang ia percaya dan memberikan biaya atas jasa simpanan yang ia lakukan, pada akad ini kita dapati juga pada ekonomi konvensional semisal deposit box. 5. Transaksi Pemberian/ Perwakilan dalam Transaksi (Wakalah) Transaksi ini berupa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan transaksi tertentu, semisal penyerahan rumah atau transaksi jual beli surat berharga yang dilakukan oleh manajer investasi yang dilakukan pada bank kustodian. Landasan hukum : Ayat Al Quran Terkait dengan Transaksi berlandas kepercayaan : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Quran : Al Baqarah : 283) Hikmah dalam transaksi Syarikat : Menjalin persaudaraan secara universal untuk seluruh pemeluk agama apapun Mewujudkan kesuksesan dunia dan akhirat Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan Memberdayakan angkatan kerja Mendorong kemajuan pada beragam bidang. Menyelesaikan pekerjaan besar bersama untuk kepentingan umat. Mengoptimalkan sumber daya alam dengan penggunaan yang bijak Menjamin pemerataan kesejahteraan Menjauhkan masyarakat dari praktik riba dan belenggu lintah darat