LIMBAH ATAUKAH SAMPAH? APA BEDANYA??? KEDUANYA YANG JELAS MULAI MENGHANTUI PERKOTAAN, SEPERTI DI KOTA TEGAL Oleh: Budi Santoso Populasi penduduk, pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat industrialisasi, dan meningkatnya standar kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia akan berdampak pada meningkatnya produksi limbah [1]. Undang-Undang RI No 32 Tahun 2009 tentang “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” mendefinisikan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mempengaruhi lingkungan hidup. Lingkungan dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal, terutama oleh limbah. Limbah dihasilkan oleh aktivitas manusia maupun hewan yang dapat berbentuk padat, lumpur (sludge), cair, dan gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan lagi [2]. Limbah dibagi menjadi tiga. Pertama berdasarkan sumbernya (limbah perkotaan, limbah industri, limbah pertambangan, limbah pertanian dan perkebunan). Kedua berdasarkan bentuknya (limbah padat, cair, gas, dan lumpur). Ketiga berdasarkan sifat bahayanya (limbah B3/bahan berbahaya dan beracun, dan limbah domestik/rumah tangga). Limbah domestik umumnya dalam bentuk cair dan padat. Limbah domestik yang padat disebut sebagai SAMPAH domestik. Jadi, penyebutan kata sampah lebih tepat ditujukan untuk sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat [3]. Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi [4]. Sampah organik (dapat terurai) contohnya: daun-daunan, kayu, kertas, tulang, sisa-sisa makanan, sayur, buah. Sampah anorganik (tidak dapat terurai) contohnya: kaleng, plastik, besi, logam, gelas, mika, kaca. Sampah Organik, [5] Sampah Anorganik [6] (www.urbannaturale.com) (www.netralnews.com) Sampah perkotaan merupakan sampah yang timbul diwilayah kota. Banyaknya sampah perkotaan mengakibatkan perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan sehingga dapat mencemari tanah, air maupun udara. Penanganan sampah diperkotaan relatif lebih sulit dibandingkan di desa. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah perkotaan adalah masalah biaya operasional yang tinggi, masalah organisasi pengelolaannya, dan semakin sulitnya ruang/tempat yang tepat untuk pembuangan [7]. Sebagian besar komposisi sampah perkotaan adalah sampah plastik dan sampah organik biodegradable (dapat hancur/terurai secara sempurna oleh organisme hidup), contohnya: sampah dapur, sisa makanan ternak, sayuran, daun-daun kering. Masalah sampah perkotaan, khususnya di Kota Tegal menjadi permasalahan serius. Tempat pembuangan akhir (TPA) yang berlokasi di Kelurahan Muarareja, sewa lahannya sudah berakhir sejak November 2015. Saat ini Kota Tegal tidak memiliki TPA yang terstandarisasi nasional. Sejumlah tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang dibangun disejumlah kelurahan belum berfungsi optimal. Sementara itu, komposisi sampah terbanyak di Kota Tegal tahun 2016 adalah: plastik (40,4%), sampah organik (40,25%), dan kertas (6,25%) [8]. Pemkot Tegal berencana membangun TPA baru yaitu TPA “Bokong Semar” di Kelurahan Kaligangsa untuk mengatasi masalah persampahan. Penentuan lokasi TPA tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah (PERDA) No 4 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tegal tahun 2011-2031. Kawasan yang direncanakan dibangun TPA merupakan kawasan bekas tambak yang peruntukannya adalah untuk kawasan budidaya perikanan. TPA tidak mungkin dibangun di atas tanah bekas tambak karena permukaan air sudah tinggi sehingga rawan terjadi pencemaran air [9]. Kondisi TPST di Kota Tegal Sumber: Dokumentasi Penulis Kebutuhan lahan untuk lokasi TPA yang baru di Kota Tegal menjadi kendala karena keterbatasan ruang. Perencanaan TPA Regional menjadi suatu pilihan diberbagai daerah. TPA Regional adalah wujud kerjasama terpadu dan terintegrasi antar pemerintah daerah untuk mengatasi masalah persampahan. Perda Provinsi Jawa Tengah No 6 tahun 2010 tentang RTRW wilayah Provinsi, menyebutkan bahwa TPA Regional di Jawa Tengah salah satunya direncanakan berada di wilayah “BREGASMALANG” (Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Pemalang). Menindaklanjuti RTRW Provinsi Jawa Tengah tersebut, maka pemerintah daerah Kabupaten Tegal telah menentukan lokasi TPA Regional “Bregasmalang” berada di Desa Kertasari, Kecamatan Surodadi, Kabupaten Tegal [10]. Penetapan lokasi TPA Regional di Kecamatan Surodadi tidak diiringi dengan kesesuaian tata guna lahan karena di daerah tersebut sebagian besar wilayahnya berupa sawah produktif dan terdapat jalur SUTET dengan tegangan 500 kilovolt (KV). Keberadaan sawah menunjukkan bahwa muka air tanah di daerah tersebut dangkal sehingga tidak dapat digali terlalu dalam untuk dijadikan TPA [11]. Proses menentukan lokasi baru untuk TPA memang sulit dan memakan waktu yang lama. Prosedur yang sistematis harus ditaati dan dilakukan dengan hati-hati [12]. Jika melihat peta RTRW Kota Tegal, rasanya terlalu memaksakan untuk membangun TPA baru di kota ini. Keterbatasan lahan menjadi kendala utamanya. Kota Tegal tidak memiliki lahan yang cocok untuk mendirikan TPA baru, terutama TPA dengan model sanitary landfill yang membutuhkan lahan cukup luas dengan sistem pengelolaan yang sangat ketat. Solusi mendesak tentang permasalahan sampah di Kota Tegal yang semakin hari semakin menumpuk adalah dengan ikut berpartisipasi dalam rencana pembangunan TPA Regional “Bregasmalang”. DAFTAR PUSTAKA Z. Minghua et al., “Municipal Solid Waste Management in Pudong New Area, China,” Waste Manag., vol. 29, no. 3, pp. 1227–1233, 2009. [2] E. Damanhuri and T. Padmi, Pengelolaan Sampah, 1st ed. Bandung: ITB, 2010. [3] UU No 18 Tahun 2008, Pengelolaan Sampah. Indonesia. [4] Badan Standardisasi Nasional, SNI 19-2454-2002, Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Indonesia: BSN, 2002. [5] Deborah, “11 Simple Ways to Recycle Kitchen Organic Waste,” Healthy Green Natural, 2016. [Online]. Available: https://www.urbannaturale.com/11-simpleways-to-recycle-kitchen-organic-waste/. [6] S. Handayani, “Peduli Lingkungan, Eco Bali Recyling Siap Olah Sampah Anorganik,” Netralnews, 2018. [Online]. Available: http://www.netralnews.com/news/nasional/read/129624/peduli.lingkungan..eco.b ali.recyling.sia. [7] S. J. Burnley, “A Review of Municipal Solid Waste Composition in the United Kingdom,” Waste Manag., vol. 27, no. 10, pp. 1274–1285, 2007. [8] Kementerian PUPR, “Baseline Informasi Persampahan,” 2016. [Online]. Available: http://ciptakarya.pu.go.id/plp/simpersampahan/. [Accessed: 01-Jan2017]. [9] W. Hudiyanto, “Rencana Pembangunan TPA Bokong Semar Sebaiknya Ditinjau Ulang,” Suaramerdeka.com, 2017. [Online]. Available: http://berita.suaramerdeka.com/rencana-pembangunan-tpa-bokong-semarsebaiknya-ditinjau-ulang/. [Accessed: 01-Jan-2017]. [10] BAPPEDA, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012-2032. Kabupaten Tegal: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tegal, 2012. [11] M. R. Apritama, “Studi Pemilihan Lokasi TPA Regional Bregasmalang (Brebes, Tegal, Slawi, Pemalang),” J. Tek. Lingkung. UNDIP, vol. 5, no. 2, pp. 1–8, 2016. [12] A. Babalola and I. Busu, “Selection of Landfill Sites for Solid Waste Treatment in Damaturu Town-Using GIS Techniques,” J. Environ. Prot. (Irvine,. Calif)., vol. 2, no. March, pp. 1–10, 2011. [1]