Uploaded by habimusin

GAMBARAN KECEMASAN MASYARAKAT DI KELURAHAN KESSILAMPE MENGENAI PROYEK PEMBANGUNAN JALAN KENDARI - KONAWE TAHUN 2019

advertisement
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSJ DR. SOEPARTO HARJOHUSODO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
PENGGANTI REFERAT
DESEMBER 2019
GAMBARAN KECEMASAN MASYARAKAT NELAYAN DI
KELURAHAN KESSILAMPE KECAMATAN KENDARI MENGENAI
PROYEK PEMBANGUNAN JALAN KENDARI - KONAWE TAHUN 2019
PENYUSUN:
Nurul Aulia Humairah Halim, S.Ked
K1A1 14 087
PEMBIMBING:
dr. Junuda RAF, M.Kes, Sp.KJ
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEPARTO HARJOHUSODO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa yang dimaksud dengan Kesehatan Jiwa adalah
kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya.1
Kesehata jiwa yang dimaksud salah satunya adalah Skizofrenia/psikosis
dimana menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018
menunjukkan proporsi rumah tangga dengan anggota yang memiliki gejala
skizofrenia/psikosis di Indonesia mengalami peningkatan dari 1.7% pada
tahun 2013 menjadi 7% pada tahun 2018.2
Provinsi Sulawesi Tenggara Skizofrenia/psikosissendiri masih di bawah
angka proporsi nasional, yaitu 1% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi
6% pada tahun 2018. Skizofrenia/psikosis di Indonesia dilihat dari tempat
tinggal di tahun 2013 rumah tangga yang memiliki ART gangguan jiwa
skizofrenia/psikosis yang pernah dipasung di pedesaan lebih tinggi sebesar
18,2% menjadi 17,7 % di tahun 2018, selanjutnya di perkotaan jumlah
presentasi tahun 2013dan 2018 sama sebesar 10,7%. Selanjutnya dilihat dari
pengobatan gangguan jiwa ada 84,9% yang berobat dan 15,1% tidak berobat,
dan ada 51,1% pasien tidak rutin minum obat, 48,9 rutin dalam minum obat.2
Selain Skizofrenia/psikosis gangguan jiwa lain adalah kecemasan, yang
mana kecemasan ini merupakan reaksi yang wajar yang dapat dialami oleh
siapapun, sebagai respon terhadap situasi yang dianggap mengancam atau
membahayakan. Namun jika kecemasan berlebihan dan serta tidak sesuai
dengan proporsi ancamannya, maka dapat mengarah ke gangguan yang akan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.3
2
Kecemasan dapat dialami oleh setiap manusia yang dihadapkan oleh
berbagai situasi yang dianggap mengancam atau membahayakan misalnya
pembangunan jalan di pesisir pantai yang dapat berdampak pada mereka yang
bermata pencaharian sebagai nelayan sehingga hal ini dapat memicu
kekhawatiran/kecemasan akan dampak yang terjadi. Pembangunan jalan
wisata Kendari-Konawe resmi dilakukan sejak tanggal 3 september 2019,
pembangunan ini berlokasi di bibir pantai yang melewati sebagian perumahan
warga dan akses untuk melaut bagi para nelayan di beberapa kelurahan di
Kecamatan Kendari. Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Sulawesi
Tenggara memiliki potensi perikanan di 3 wilayah administrasi Kota Kendari,
Kabupaten Konawe, dan Konawe Selatan masih cukup besar. Hal ini
disebabkan karena kawasan ini menempati kawasan perairan seluas 21.14,40
ha yang terdiri dari kawasan perairan pesisir Kabupaten Konawe Selatan
yaitu 20.114,40 ha, Kabupaten Konawe seluas 1.295,67 ha, dan Kota Kendari
seluas 376,07 ha, luas keseluruhan dengan panjang pantai yang cukup
panjang dan terdapat banyak pulau-pulau kecil dan berhadapan langsung
dengan Laut Banda yang terkenal akan berbagai jenis ikan berekonomis
tinggi seperti tuna, cakalang, tongkol, laying, tenggiri, dan kembung serta
berbagai jenis ikan karang seperti ikan kerapu dan kakap.4
Berdasarkan hasil survei awal dan wawancara pada beberapa nelayan di
Kelurahan Kasilampe Kecamatan Kendari menyatakan bahwa pembangunan
jalan memiliki dampak negatif dan positif, dampak negatifnya antara lain
perasaan cemas tidak mendapatkan lahan pengganti di sekitar pesisir. Oleh
karena itu peneliti bermaksud menilai tingkat kecemasan masyarakat yang
bermatapencaharian sebagai nelayan di Kelurahan Kasilampe akibat
pembangunan jalan Kendari-Konawe.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kecemasan masyarakat nelayan di Kelurahan
Kasilampe Kecamatan Kendari mengenai proyek pembangunan jalan
Kendari–Konawe Tahun 2019?
3
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran kecemasan masyarakat nelayan di
Kelurahan Kasilampe Kecamatan Kendari mengenai proyek pembangunan
jalan Kendari–Konawe Tahun 2019.
D. Manfaat Penelitian
Mengetahui tingkat kecemasan masyarakat nelayan di Kelurahan
Kasilampe Kecamatan Kendari mengenai proyek pembangunan jalan
Kendari–Konawe Tahun 2019.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Jiwa
Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2018 yang dimaksud dengan
“Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain".1
Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Merasa senang terhadap dirinya serta
a)
Mampu menghadapi situasi
b)
Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
c)
Puas dengan kehidupannya sehari-hari
d)
Mempunyai harga diri yang wajar
e)
Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
a)
Mampu mencintai orang lain
b)
Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
c)
Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
d)
Merasa bagian dari suatu kelompok
e)
Tidak "mengakali" orang lain
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
a)
Menetapkan tujuan hidup yang realistis
b)
Mampu mengambil keputusan
c)
Mampu menerima tanggungjawab
d)
Mampu merancang masa depan
e)
Dapat menerima ide dan pengalaman baru
f)
Puas dengan pekerjaannya
5
Diketahui dari Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Ascobat Gani kerugian ekonomi minimal akibat masalah kesehatan
mental adalah sebesar Rp 20 triliun. Jumlah pasien Jamkesmas rawat inap
terbanyak di rumah sakit (RS) Kelas A pada 2010 lalu adalah Hebephrenic
Schizophrenia (1.924 orang), Paranoid Schizophrenia (1.612 orang),
Undifferentiated Schizophrenia (443 orang), Schizophrenia Unspecified (400
orang) dan Other Schizophrenia (399 orang). Jumlah itu belum termasuk
pasien rawat jalan. Dari total populasi risiko 1,093,150 hanya 3.5 persen atau
38,260 yang baru terlayani di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, atau pusat
kesehatan masyarakat dengan fasilitas memadai.5
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius
di dunia. WHO (World Health Organization) menegaskan jumlah klien
gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak ada 1 dari 4
orang di dunia mengalami masalah gangguan jiwa. Di Indonesia jumlah klien
gangguan jiwa mencapai 1,7 juta yang artinya 1 sampai 2 orang dari 1.000
penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa dan di Jawa Barat sendiri
klien gangguan jiwa mencapai 465.975 orang serta tiap tahunnya akan terus
meningkat. Banyaknya kasus tentang gangguan jiwa ini bisa menghabiskan
biaya pelayanan kesehatan yang besar bagi pemerintah.6
Prevalensi ganggunan mental emosional yang menunjukan gejala depresi
dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis skizofrenia tahun
2013 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar
pertama antara lain adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27%), kemudian
urutan kedua Aceh (0,27%), urutan ketiga sulawesi selatan (0,26%), Bali
menempati posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah menempati urutan
kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia.7
6
B. Gangguan Cemas
Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari
Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti
mencekik. Kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak
nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar
disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang
disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas.8
Menurut Spil berger kecemasan terbagi dalam dua bentuk, yaitu.
1. Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi
diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan
ini disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi
cemas dibandingkan dengan individu yang lainnya.
2. State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada
diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan
secara sadar serta bersifat subjektif.
Sedangkan menurut Freud membedakan kecemasan dalam tiga jenis, yaitu.
1. Kecemasan neurosis. Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya
yang tidak diketahui. Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul dari
dorongan dalam diri. Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap
insting-insting itu sendiri, namun ketakutan terhadap hukuman yang mungkin
terjadi jika suatu insting dipuaskan.
2. Kecemasan moral. Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan
superego. Kecemasan ini dapat muncul karena kegagalan bersikap konsisten
dengan apa yang mereka yakini benar secara moral. Kecemasan moral
merupakan rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan moral juga memiliki
dasar dalam realitas, di masa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman
karena melanggar norma moral dan dapat dihukum kembali.
3. Kecemasan realistik Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu
sendiri. Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya
nyata yang berasal dari dunia luar.8
7
C. Pembangunan Jalan
Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial untuk menjadi lebih
baik yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berpartisipasi dan berkontribusi untuk mendapatkan kemajuan baik
secara sosial maupun material masyarakat itu sendiri.9
Pembangunan daerah (kabupaten atau provinsi) juga membutuhkan
peran pemerintah pusat pada era desentralisasi sekarang ini. Wujud peran
pemerintah pusat dalam meningkatkan perekonomian daerah dilakukan
dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Pemberian insentif untuk menstimulasi investasi pada suatu wilayah;
2. Menetapkan kebijakan yang mampu menahan investasi publik untuk
pengembangan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi
wilayah;
3. Menggerakkan mekanisme administrasi dan legislatif yang berguna untuk
perkembangan bisnis ke arah yang lebih baik.10
Infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas publik yang disiapkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah sebagai pelayan publik untuk menunjang
dan mendorong aktivitas ekonomi maupun sosial suatu masyarakat.
Infrastruktur disesuaikan dengan kebutuhan setiap wilayah dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan, seperti: jalan, jembatan, kendaraan, terminal,
pelabuhan, Bandar udara, perumahan, pasar, bank, sarana pendidikan dan
kesehatan, penerangan, dan sanitasi.11
Pembangunan jalan merupakan pemicu utama tumbuhnya lapangan kerja
baru di luar sektor pertanian (nonfarm) dan ini berdampak pada sumber
penerimaan masyarakat bervariasi. Selain itu juga pembangunan jalan
mempunyai dampak yang sangat positif dan signifikan terhadap perubahan
pendapatan usaha ekonomi masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan
sebelum pembangunan jalan dan berdampak lanjut pada pemanfaatan lembaga
bank oleh masyarakat untuk menabung.12
8
Wilayah pesisir dan laut belum menjadi prioritas utama bagi
pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kondisi demikian akan mendorong
timbulnya disparitas antar wilayah yang semakin melebar karena Indonesia
yang merupakan negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan
laut yang cukup berlimpah. Pada wilayah pesisir, sektor perikanan mejadi
sektor utama yang menjadi gantungan hidup masyarakatnya. Kebijakan
pengembangan ekonomi lokal dalam kaitannya dengan era perdagangan bebas
ini dinyatakan secara jelas dalam GBHN TAP MPR No. IV / MPR / 1999,
yang menjelaskan bahwa salah satu arah kebijakan di bidang ekonomi adalah
untuk mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif dan produk
unggulan di setiap daerah, termasuk perikanan dan kelautan. Melihat kajian
strategis yang termuat dalam kebijakan pengembangan ekonomi lokal
tersebut, sudah selayaknya apabila kebijakan ini mendapat prioritas sebagai
satu dasar kebijakan pembangunan nasional.13
Pelaksanaan otonomi daerah pada awal tahun 2001 merupakan
momentum bagi dimulainya proses implementasi kebijakan pengembangan
ekonomi lokal. Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi
daerah
(Kabupaten/Kota)
untuk
mengeluarkan
dan
mengembangkan
kemampuannya dalam memobilisasi serta mengelola produksi, alokasi dan
distribusi berbagai sumberdaya yang dimilikinya menjadi produk unggulan
yang memiliki keunggulan daya saing komparatif maupun kompetitif, baik
untuk pasaran lokal, regional, nasional bahkan internasional.13
D. Karakteristik Nelayan
Nelayan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan (Permen-KP 2019). Penangkapan Ikan adalah kegiatan
untuk memperoleh Ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
dengan alat dan cara yang mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan,
mendinginkan,
menangani,
mengawetkannya.14
9
mengolah,
dan/atau
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi.
Secara geografis terletak di bagian Selatan garis khatulistiwa, memanjang dari
Utara ke Selatan di antara 02°45’ - 06°15’ lintang selatan dan membentang
dari Barat ke Timur di antara 120°45’- 124°45’ bujur timur, Provinsi Sulawesi
Tenggara di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan
Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Nusa
Tenggara Timur di laut flores, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi
Maluku di Laut Banda dan Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi
Sulawesi Selatan di Teluk Bone. Sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara
(74,25 persen atau 110.000 km²) merupakan perairan laut. Sedangkan wilayah
daratan, mencakup jazirah tenggara pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil,
adalah seluas 38.140 km² (25,75 persen). Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki 14 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Buton, Kabupaten Muna,
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan,
Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Kolaka Utara,
Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Kolaka Timur,
Kabupaten Konawe Kepulauan, Kota Kendari dan Kota Baubau.15
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki perairan (laut) yang sangat luas.
Luas perairan Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai 110.000 km².
Perairan tersebut, sangat potensial untuk pengembangan usaha perikanan dan
pengembangan wisata bahari, karena selain memiliki bermacam-macam jenis
ikan dan berbagai varietas biota, juga memiliki panorama laut yang sangat
indah. Berbagai spesies ikan yang banyak ditangkap nelayan dari perairan laut
Sulawesi Tenggara adalah: Cakalang, Teri, Layang, Kembung, Udang dan
masih banyak lagi jenis ikan yang lain. Di samping ikan, juga terdapat hasil
laut lainnya seperti: teripang, agar-agar, japing-japing (kerang mutiara),
kerang lola (Trochus niloticus), mutiara dan sebagainya.15
Berdasarkan
lapangan
pekerjaan,
sektor
pertanian
menjadi
matapencaharian utama bagi penduduk Sulawesi Tenggara sebesar 40,3 %
dari total penduduk. Di dalam sektor pertanian terdapat subsektor perikanan
yang juga menjadi salah satu mata pencaharian utama di beberapa wilayah
10
kabupaten. Perikanan yang dimaksud terdiri atas dapat subsektor perikanan
yang juga menjadi salah satu mata pencaharian di beberapa wilayah
kabupaten. Perikanan yang dimaksud terdiri atas dan perikanan tangkap baik
di laut maupun perairan umum. Kini jumlah ini sebanyak 125.321 orang
dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Buton (DKP Sultra, 2014) atau
sebesar 18 % dari jumlah total nelayan perikanan budidaya dan perikanan
tangkap baik di laut maupun perairan umum. Kini jumlah nelayan di provinsi
ini sebanyak 125.321 orang dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Buton
sebanyak 22.990 nelayan (DKP Sultra, 2014) atau sebesar 18 % dari jumlah
total nelayan yang ada.15
Gambar 1. Prevalensi nelayan di Sulawesi Tenggara
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif
analitik yang berfungsi untuk mendeskripsikan data atau sampel yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 di Kelurahan
Kasilampe, Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
C. Prosedur Pengumpulan Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner yang menggunakan
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) untuk menilai kecemasan dan
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) untuk menilai
psikopatologi masyarakat nelayan di Kelurahan Kessilampe, Kecamatan
Kendari. MMPI dilakukan pada nelayan tamatan SMA. Data sekunder di
ambil dari data yang ada di perangkat desa. Pengambilan sampel
menggunakan simple random sampling yaitu berjumlah 13 orang nelayan.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kecamatan Kendari 16
1. Kondisi Geografis
Secara astronomis, Kecamatan Kendari terletak di 3o56’27” - 3o58’44”
Lintang Selatan, serta 122o34’27” - 122o37’37” Bujur Timur. Berdasarkan
posisi geografisnya, Kecamatan Kendari memiliki batas-batas yaitu:
a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe
b.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Kendari
d.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat
Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Kendari 16
Luas wilayah Kecamatan Soropia 14,48 km2. Kelurahan terbesar
yaitu Kelurahan Mangga Dua yaitu 4,41 km2 dan paling kecil yaitu
Kerlurahan Kampung Salo yaitu 0,25 km2.
13
Tabel 1. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut
Kelurahan Tahun 2018
Jumlah
Kelurahan
Luas
Jumlah
(km2/sq.km)
RW
Jumlah RT
1
Kandai
0,34
6
16
2
Gunung Jati
3,51
6
14
3
Kendari Caddi
0,59
6
16
4
Kessilampe
0,62
6
15
5
Kampung Salo
0,25
4
12
6
Mangga dua
4,41
4
12
7
Mata
2,66
4
8
8
Purirano
1,84
2
7
9
Jati Mekar
0,26
6
12
Jumlah
14,48
44
112
Sumber: BPS Kota Kendari, 2018.
2.
Kondisi Demografis
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah
dilaksanakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka yaitu tahun
1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010. Selain Sensus Penduduk,
untuk menjembatani ketersediaan data kependudukan diantara dua
periode sensus, BPS melakukan Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS). SUPAS telah dilakukan sebanyak empat kali, tahun 1976,
1985, 1995 dan terakhir 2005. Data kependudukan selain Sensus dan
SUPAS adalah proyeksi penduduk. Di dalam sensus penduduk,
pencacahan dilakukan terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di
wilayah teritorial Republik Indonesia (RI) termasuk Warga Negara
Asing kecuali anggota Korps Diplomatik beserta keluarganya. Berbeda
dengan pelaksanaan sensus penduduk sebelumnya, Sensus Penduduk
2010 melaksanakan metode pencacahan lengkap termasuk pula anggota
rumah tangga Korp Diplomatik RI.
14
Sensus Penduduk 2010 dilakukan serentak di seluruh tanah air
mulai tanggal 1-31 Mei 2010. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden. Cara
pencacahan yang dipakai dalam sensus penduduk adalah kombinasi
antara de jure dan de facto. Bagi penduduk yang bertempat tinggal tetap
dipakai cara de jure, dicacah di mana mereka biasa tinggal, sedangkan
untuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah dengan cara
de facto, yaitu dicacah di tempat di mana mereka ditemukan petugas
sensus biasanya pada malam ‘Hari Sensus’. Termasuk penduduk yang
tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna wisma, awak kapal berbendera
Indonesia, penghuni perahu/rumah apung, masyarakat terpencil/
terasing dan pengungsi.Bagi mereka yang mempunyai tempat tinggal
tetap, tetapi sedang bertugas ke luar wilayah lebih dari enam bulan,
tidak dicacah di tempat tinggalnya. Sebaliknya, seseorang atau keluarga
menempati suatu bangunan belum mencapai enam bulan tetapi
bermaksud menetap di sana dicacah di tempat tersebut.
Tabel 2. Banyaknya Penduduk Kecamatan Kendari Menurut Jenis
Kelamin tiap Kelurahan Tahun 2018
Jenis Kelamin
Kelurahan
Laki-laki
Perempuan
Total
1
Kandai
1.876
1.800
3.676
2
Gunung Jati
2.930
2.881
5.811
3
Kendari Caddi
2.898
2.980
5.878
4
Kessilampe
2.493
2.479
4.972
5
Kampung Salo
1.509
1.556
3.065
6
Mangga dua
1.326
1.239
2.565
7
Mata
1.047
1.039
2.086
8
Purirano
707
698
1.405
9
Jati Mekar
2.126
2.052
4.178
Jumlah
16.912
16.724
33.636
Sumber : Data luas wilayah dan penduduk Kecamatan Kendari 2019
15
Tabel 3. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya menurut jenis
budidaya, 2016, 2017, 2018
Jumlah Rumah Tangga
Jenis Budaya
2016
2017
2018
1
Budidaya Laut
-
-
-
2
Tambak
-
-
-
3
Kolam
-
-
-
4
Keramba
8
8
53
5
Jaing Apung
-
-
-
6
Lainnya
-
-
-
Jumlah
8
8
53
Sumber : Data Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya 2016-2018
B. Kelurahan Kessilampe 16
1. Kondisi Geografis Kelurahan Kessilampe
Luas wilayah Kelurahan Kessilampe 0,62 km2. Batas Wilayah Kelurahan
Kessilampe disebelah utara Kelurahan Mangga Dua, selatan oleh Teluk
Kendari, timur oleh Kelurahan Mata, barat oleh Kelurahan Kendari Caddi.
Gambar 2. Peta Kelurahan Kessilampe
16
2. Demografis dan Kependudukan 17
Secara kependudukan, Kelurahan Kessilampe memilki 3.751 penduduk
yang terdiri dari 1.921 laki-laki dan 1.830 perempuan. Jumlah Kepala
Keluarga (KK) di Kelurahan Kessilampe sebanyak 833 Kepala Keluarga.
Secara umum, suku yang ada di Kelurahan Kessilampe terdiri atas suku
Bugis, Makassar, Mandar, Ambon, Minahasa, Jawa, Batak, Flores, Sunda.
Rata-rata masyarakat yang tinggal di Kelurahan Kessilampe dominan suku
Bugis - Bajo.
3. Mata Pencaharian
Untuk rincian mata pencaharian dan jumlahnya dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 4. Data Mata pencaharian Masyarakat di Kelurahan Kessilampe
No
Jumlah
Mata Pencaharian
Laki-laki
Perempuan
1
Buruh tani
205
0
2
Pegawai Negeri Sipil
100
75
3
Pengrajin industri rumah tangga
16
17
4
Pedagang keliling
55
11
5
Peternak
1
0
6
Nelayan
500
30
7
Montir
2
1
8
Bidan swasta
0
6
9
Pegawai rumah tangga
0
10
10
Dokter swasta
1
1
11
TNI
1
0
12
POLRI
7
0
13
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
20
10
14
Pengusaha kecil dan menengah
3
2
15
Dukun kampung terlatih
2
0
16
Dosen swasta
2
0
17
Pengusaha besar
1
0
18
Karyawan perusahan swasta
87
55
19
Karyawan perusahaan pemerintah
30
28
Sumber : Profil Kelurahan Kessilampe 2019
17
C. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecemasan masyarakat
Kelurahan Kessilampe Kecamatan Kendari mengenai pembangunan proyek
Jalan Kendari-Konawe. Kelurahan Kessilampe memiliki total penduduk 3.751
jiwa yang terdiri dari 833 KK, terdiri dari laki-laki sebanyak 1.921 orang dan
perempuan 1.830 orang. Sampel penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang
berprofesi sebagai nelayan yaitu sebanyak 530 orang, Terdiri 500 orang lakilaki dan 30 orang perempuan.
Tabel 5. Karakteristik Responden berdasarkan Umur
Umur
Jumlah
Presentase (%)
26-35
2
15,38
36-45
4
30,76
46-55
6
46,15
>55
1
7,69
Total
13
100
Sumber : Data Primer, 2019
Pada penelitian ini jumlah sampel dari segi umur untuk kategori umur 26-35
tahun ada 2 responden (15,38%), 36-45 tahun ada 4 responden (30,76%),
46-55 tahun ada 6 responden (46,15%), dan >55 tahun ada 1 responden
(7,69%).
Tabel 6. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Presentase (%)
Tidak sekolah
1
7,69
SD
4
30,76
SMP
8
61,53
SMA
0
0
Total
13
100
Sumber : Data Primer, 2019
Pada penelitian ini jumlah sampel dari segi tingkat pendidikan untuk
kategori tidak sekolah yaitu sebanyak 1 responden (7,69%), SD sebanyak 4
responden (30,76%), SMP sebanyak 8 responden (61,53%).
18
Tabel 7. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Kecemasan
Tingkat Kecemasan
Jumlah
Presentase (%)
Tidak cemas
11
78,57
Cemas Ringan
2
15,38
Cemas Sedang
0
0
Cemas Berat
0
0
Cemas Sangat Berat
0
0
Total
13
100
Sumber : Data primer, 2019
Berdasarkan tabel diatas dari 13 responden didapatkan responden yang tidak
cemas sebanyak 11 responden (78,57%) dan mengalami cemas ringan
sebanyak 2 responden (15,38%).
Tabel 8. Hubungan Umur dan Tingkat Kecemasan pada Nelayan di
Kelurahan Kessilampe
Tingkat Kecemasan
Karakteristik
Cemas
Total
Cemas ringan
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
26-35
2 (100)
0
0
0
0
2(100)
36-45
4 (100)
0
0
0
0
4(100)
46-55
4 (66,66)
2 (33,33)
0
0
0
6 (100)
> 55
1 (100)
0
0
0
0
1 (100)
Total
11 (84,61)
2 (15,38)
sedang
Cemas berat
Cemas
Tidak cemas
Responden
Sangat Berat
Umur (tahun)
13 (100)
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 8, hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 13
responden, terdapat 11 responden (84,61%) yang tidak mengalami
kecemasan, diantara 11 responden tersebut, terdapat 2 orang (100%) dari
kelompok usia 26-35 tahun, 4 orang (100%) dari kelompok usia 36-45
tahun, dan 4 orang (66,66%) dari kelompok usia 46-55 tahun, dan pada usia
>55 tahun terdapat 1 orang (100%) yang tidak mengalami cemas. Kelompok
usia 46-55 tahun sebanyak 2 orang (33,33%) mengalami cemas ringan.
19
Tabel 9. Distribusi Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Kecemasan pada
Nelayan di Kelurahan Kessilampe
Tingkat Kecemasan
Karakteristik
Tidak cemas
Cemas ringan
Cemas
Responden
Cemas berat
sedang
Total
Cemas
Sangat Berat
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
n (%)
Tidak sekolah
1 (100)
0
0
0
0
1 (100)
SD
3 (75)
1 (25)
0
0
0
4 (100)
SMP
7 (87,5)
1 (12,5)
0
0
0
8 (100)
SMA
0
0
0
0
0
0
Total
11 (84,6)
2 (15,3)
0
0
0
13 (100)
Tingkat Pendidikan
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 9, hasil analisis data menunjukkan bahwa, responden
dengan tingkat pendidikan yang tidak sekolah yaitu sebanyak 1 orang
(100%) tidak mengalami kecemasan, untuk responden dengan tingkat
pendidikan SD didapatkan 3 orang (75%) tidak mengalami kecemasan, dan
1 orang (25%) mengalami cemas ringan. Untuk responden dengan tingkat
pendidikan SMP didapatkan 7 orang (87,5%) tidak mengalami kecemasan
dan 1 orang (12,5%) mengalami kecemasan.
120
100
80
60
tidak cemas
40
Cemas ringan
33,33
20
25
0
0
0
0
12,5
0
26-35
tahun
36-45
tahun
46-55
tahun
> 55
tahun
tidak
sekolah
SD
SMP
Gambar 3. Distribusi frekuensi cemas berdasarkan umur dan tingkat pendidikan
20
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara kepala Kelurahan Kessilampe menyatakan
bahwa nelayan di kelurahan Kessilampe sebagian besar menangkap ikan
menggunakan kapal pancing, dan mereka biasanya melaut di Sulawesi tengah,
Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya. Tidak hanya itu, nelayan di Kessilampe
juga menggunakan perahu pancing, pukat dan jaring untuk menangkap ikan.
Penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan, mayoritas bukanlah
nelayan murni, mereka juga melakukan pekerjaan sampingan seperti,
mengojek, berdagang, berkebun dan menjadi pembantu rumah tangga bagi
perempuan. Pekerjaan sampingannya dilakukan apabila tangkapan ikan mereka
berkurang atau sedang terang bulan sehingga sulit mendapatkan ikan, di pagisiang hari mereka melakukan pekerjaan sampingan dan di sore-malam hari
mereka melaut untuk menangkap ikan.
Pada penelitian ini dari begitu banyak jumlah nelayan yang terdapat di
Kelurahan Kessilampe, peneliti hanya menemukan 13 nelayan, hal ini
dikarenakan pada saat turun lapangan, rata-rata nelayan disana sedang melaut
ke Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah. Penduduk di
Kelurahan Kessilampe yang bekerja sebagai nelayan, terdiri dari berbagai
tingkat pendidikan, mulai dari yang tidak bersekolah, SD, SMP dan SMA,
namun untuk responden yang berpendidikan terakhir SMA tidak ditemukan
saat peneliti turun ke lapangan. Usia para nelayan juga bervariasi, mulai dari
usia muda hingga usia tua. Dalam penelitian ini suku 7 dari 13 responden
merupakan variasi antara bugis dan bajo, sebagian yang lain adalah suku muna
dan jawa. Para responden rata-rata sudah bekerja sebagai nelayan selama 13
tahun, dalam penelitian ini, nelayan yang sudah bekerja paling lama 20 tahun
dan paling cepat 8 tahun. Selain itu, para nelayan di Kelurahan Kessilampe
masih menggunakan alat-alat tradisional dalam melaut, dan masih banyak dari
mereka yang tidak menggunakan handphone (HP), hanya ada beberapa nelayan
yang
menggunakan
HP
komunikator
sehingga
mereka
belum
bisa
menggunakan aplikasi untuk melaut seperti Global Positioning System (GPS)
maupun aplikasi-aplikasi lain untuk para nelayan.
21
Pada penelitian ada 2 instrumen penelitian yang digunakan, HARS dan
MMPI, tes MMPI dilakukan pada nelayan yang berpendidikan terakhir SMA,
namun hal ini tidak dilakukan dikarenakan pada saat turun lapangan, nelayan
yang berpendidikan terakhir SMA tidak berada di tempat. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan pada 13 nelayan di Kelurahan Kessilampe,
didapatkan bahwa tingkat kecemasan menggunakan Hamilton Rating Scale
For Anxiety (HARS) didapatkan tingkat kecemasan ringan yaitu 2 responden
dan 11 responden tidak mengalami kecemasan. Kecemasan ringan ini dialami
oleh 1 orang nelayan yang terkena penggusuran dan 1 orang lainnya adalah
nelayan yang tidak terkena penggusuran. Adapun kecemasan yang dialami
nelayan yang terkena penggusuran ini adalah cemas karena takut kehilangan
pekerjaannya sebagai nelayan, nelayan ini takut jikalau nanti saat
penggantian lahan, ia tidak mendapatkan lahan yang berada di sekitar pesisir,
dan harus beralih ke pekerjaan yang lain. Adapun 1 orang nelayan yang
berasal dari kelompok yang tidak terkena penggusuran merasa cemas karena
khawatir rumahnya ikut tergusur dikarenakan belum ada kepastian dari
pemerintah setempat mengenai penggusuran.
Jumlah rumah yang terkena penggusuran yaitu sebnayak 100 rumah. Dan
untuk jumlah rumah nelayan yang terkena gususr tidak diketahui. Dapat
dikatakan bahwa masyarakat yang bekerja sebagai nelayan di Kelurahan
Kessilampe dengan adanya proyek pembangunan jalan Kendari-Konawe
tidak mengalami kecemasan dan tidak khawatir akan hal tersebut, hal ini
didukung dengan hasil wawancara dan observasi lapangan terhadap
responden nelayan di Kelurahan Kessilampe yang menyatakan bahwa,
proyek pengerjaan jalan Kendari-Konawe tidak membuat mereka cemas,
justru mereka senang dengan adanya pembangunan jalan ini, karena hal
tersebut membawa keuntungan bagi mereka, masyarakat disana dapat
berdagang di pinggir jalan Kendari-Konawe untuk menambah penghasilan,
selain itu masyarakat yang terkena penggusuran khawatir akan adanya
pembangunan jalan ini, mereka berharap kepada pemerintah agar diberikan
lahan di sekitar tempat tinggal lama mereka atau diberikan ganti yang
22
sepadan agar mereka tidak kehilangan pekerjaan dan masih bisa tinggal di
pesisir pantai agar dapat tetap bekerja sebagai nelayan.
Isu-isu yang ada saat ini adalah penggantian dana oleh pemerintah akan
diberikan kurang lebih 90 juta bagi masyarakat yang terkena gusur, hal ini
juga belum pasti adanya, karena hal inilah nelayan yang terkena gusur
bertambah cemas dan khawatir tidak bisa memiliki rumah seperti
sebelumnya. Ia khawatir jika nanti uangnya tidak mencukupi untuk kembali
membangun rumah, karena saat digusur tidak serta merta mereka langsung
tinggal di rumah yang baru, akan tetapi harus mulai membangun dan diwaktu
itu mereka tentunya akan menyewa tempat tinggal sementara. Mereka
khawatir uang penggantiannya akan habis untuk keperluan menyewa rumah,
makan dan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden yang mengalami
cemas ringan dialami oleh nelayan dengan pendidikan SD dan SMP, hal ini
sejalan dengan penelitian Riskiyani (2018) yang menyatakan terdapat
hubungan negatif yang signifikan, dengan tingkat pendidikan yang tinggi
maka akan semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin rendah tingkat
kecemasan dan semakin rendah pendidikan maka akan semakin rendah
pengetahuan sehingga akan membuat kebingungan pada orang tua juga akan
semakin tinggi tingkat kecemasan orang tua selain itu hal ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jeniu, et al., (2017) bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi
sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki maka semakin
rendah tingkat kecemasan orang tua.18,19
23
BAB IV
SIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara tingkat kecemasan menggunakan Hamilton
Rating Scale For Anxiety (HARS) didapatkan tingkat kecemasan ringan yaitu
15,39%, dan 84,61% tidak mengalami kecemasan. Kecemasan ringan ini di
alami oleh 1 orang nelayan yang terkena penggusuran dan 1 nelayan yang
tidak terkena penggusuran. Nelayan yang terkena penggusuran ini merasa
cemas karena takut kehilangan pekerjaannya sebagai nelayan, nelayan ini
takut jikalau nanti saat penggantian lahan, ia tidak mendapatkan lahan yang
berada di sekitar pesisir, dan harus beralih ke pekerjaan yang lain. Adapun 1
orang nelayan yang berasal dari kelompok yang tidak terkena penggusuran
merasa cemas karena khawatir rumahnya ikut tergusur dikarenakan belum
ada kepastian dari pemerintah setempat mengenai rumah-rumah yang pasti
tergusur.
B. Saran
Perlu dilakukan evaluasi data kesehatan jiwa pada masyarakat di
Kelurahan Kessilampe terkait kecemasan terhadap proyek pembangunan jalan
Kendari-Konawe sampai pengerjaan proyek tersebut selesai serta perlu
dipantau kembali terkait janji pemerintah dalam hal ganti untung pada
masyarakat yang terkena penggusuran.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 185. Jakarta.
2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar Tahun
2018. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
3.
Saleh, U. Anxiety Disorder. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas hasanuddin.
4.
Tim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. 2016.
Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan di KKPD Sulawesi Tenggara
Menggunakan Indikator EAFM. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo. Kendari
5.
Putri, A.W., Wibhawa, B., Gutama, A.S. 2015.
Kesehatan Mental
Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap
Gangguan Kesehatan Mental). Prosiding Ks: Riset & PKM. 2(2):147-300.
6.
Purnama, G., Yani, D.I., Sutini, T. 2016. Gambaran Stigma Masyarakat
Terhadap Klien Gangguan Jiwa Di RW 09 Desa Cileles Sumedang. Jurnal
Pendidikan Keperawatan Indonesia 2(1): 29-37.
7.
Hartanti, F.P. 2018. Stresor Predisposisi Yang Mendukung Terjadinya
Gangguan Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
8.
Annisa, D.F dan Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiery) Pasa Lanjut Usia
(Lansia). KONSELOR 5(2):93-99.
9.
Anggraini,Y., Domai,T., Said, A. Implementasi Program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh (PDPT) Dalam Upaya Pembangunan Wilayah Pesisir
(Studi di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang). JurnalAdministrasiPublik (JAP) 3(11):1862-1867.
10. Eko safitri ,K.H., Rustiadi,E., Yulianda,F. 2017. Pengembangan Wilayah
Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi
25
Kasus Kabupaten Jepara. Journal of Regional and Rural Development
Planning 1(2):145-157.
11. Prapti,L., Suryawardana,E., Triyani,D. 2015. Analisis Dampak Pembangunan
InfrastrukturJalanTerhadapPertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat di Kota
Semarang. J.DinamikaSosbud 17(2):82-103.
12. Iek,M. 2013. Analisis Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Pertumbuhan
Usaha Ekonomi Rakyat di Pedalaman May Brat Provinsi Papusa Barat (Studi
Kasus di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat). Jurnal Ekonomi Kuantitatif
Terapan 6(1): 30-40.
13. Wiranto,T. 2004. Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Laut Dalam Kerangka
Pembangunan Perekonomian Daerah. Deputi Menteri Negara PPN /Kepala
Bappenas Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Bappenas
Disampaikan Pada Sosialisasi Nasional Program MFCDP pada tanggal 22
September 2004.
14. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia. 2019.
Partisipasi
Masyarakat
Dalam
Penyelenggaraan
Pelindungan
Dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam.
15. Deswati, R.H. Muhadjir. 2015. Dukungan Aspek Produksi dalam Sistem
Logistik Ikan Nasional (Slin) Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara Support
Of Production Aspect In National Fish Logistics System (Slin) In The Kendari
City, Southeast Sulawesi. Jurnal sosek kp 10(2) : 192-201.
16. Badan Pusat Statistik Kota Kendari. 2019. Kecamatan Kendari dalam Angka
2019.
17. Data Primer Kelurahan Kessilampe. 2018. Profil Kelurahan Kessilampe
Kecamatan Kendari
18. Riskiyan.F.,M.2018.Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Status Sosial
Ekonomi Terhadap Tingkat Kecemasan Orang Tua Yang Mempunyai Anak
Autistik Di Slb Negeri 1 Surakarta. Skripsi.Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
26
19. Jeniu, E., Widodo, D. & widiani, E., 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang
Autistik dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Memiliki Anak Autistik
di Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Malang. Nursing News, 2(2), pp.32-4
27
Lampiran 1. Dokumentasi
Gambar 4. Wawancara pada nelayan di Kelurahan Kessilampe
Gambar 5.Wawancara pada kepala Kelurahan Kessilampe
28
Download