BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulika. Analisis hidrologi dalam pengembangan sumber daya air, dalam prosesnya dibutuhkan data hidrologi yang terdiri dari data curah hujan, data debit, dan data iklim. Hidrologi juga mempelajari perilaku hujan terutama meliputi periode ulang curah hujan, karena berkaitan dengan perhitungan banjir serta rencana untuk setiap bangunan teknik sipil antara lain bendung, bendungan, dan jembatan. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya jumlah pos hujan yang ideal serta penempatan lokasi pos yang dapat mewakili sebagian representasi karakteristik suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran dan peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti air hujan pada bidang seluas 1 mm2 berisi 1 liter. Di wilayah yang telah berkembang dengan tingkat kepadatan yang tinggi, jumlah pos hujan yang diperlukan juga seharusnya lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tingkat perkembangan pembangunan yang berlangsung di tempat tersebut menuntut informasi tentang curah hujan yang lebih akurat dibandingkan dengan wilayah kurang atau belum berkembang dengan tingkat kepadatan penduduk rendah. Ketelitian pengukuran data hujan dipengaruhi oleh jumlah pos hujan dan pola penyebarannya di dalam DAS. Penempatan pos hujan yang ideal, jumlah pos hujan, pola penyebarannya akan dapat diperoleh data yang akurat mengenai kedalaman, penyebaran dan intensitas hujannya. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 2 Kesalahan dalam pemantauan data dasar hidrologi suatu daerah aliran sungai akan menghasilkan data yang kurang optimal. Kesalahan tersebut biasanya disebabkan oleh jumlah pos hujan dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kurang memadai dan pola penyebaran pos hujan yang tidak merata. Demikian juga, pos hujan yang tersedia yang ada saat ini dalam suatu DAS sudah memadai atau tidak serta jumlah dan lokasinya dapat memantau karakteristik hidrologi di daerah tersebut atau belum. Kemudian dalam kondisi dimana posisi stasiun hujan yang belum tepat misalnya di bagian hilir DAS yang daerah datar terdapat banyak stasiun hujan sedangkan di bagian hulu DAS yang kondisi lereng/gunung dimana variasi hujan (secara spasial) tinggi seharusnya membutuhkan banyak stasiun tetapi 2 masih sedikit. Maka salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah melakukan suatu studi rasionalisasi jaringan pos hujan yang ada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk menganalisa pos hujan yang efektif dan efisien, sehingga dapat diketahui pos- pos mana yang sangat dominan dan atau dapat direlokasi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : a. Bagaimana mengetahui distribusi curah hujan dengan menggunakan metode Isohyet dan Aljabar? b. Bagaimana menganalisis frekuensi dan mengetahui curah hujan dalam kala ulang pada tahun tertentu ? c. Bagaimana mengetahui intensitas curah hujan dengan menggunakan metode mononobe, sherman, talbot, dan ishiguro ? d. Bagaimana menentukan debit hujan dalam kala ulang pada tahun tertentu dengan menggunakan metode rasional ? MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 3 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui luasan dari data hujan di suatu daerah dengan menggunakan peta Isohyet. b. Mengetahui nilai intensitas curah hujan dengan menggunakan metode mononobe, sherman, talbot, dan ishiguro. c. Mengetahui debit curah hujan pada kala ulang pada tahun tertentu dengan menggunakan metode rasional. 1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data hidrologi DAS Kabupaten Lampung Selatan yang dikaji hanyalah data curah hujan. b. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan dari 7 stasiun yang tercatat dari tahun 1996-2015 dengan Pos Hujan (PH) yang digunakan, yaitu PH-019 Way Ketibung Sd.Mulyo, PH-030 Klaten, PH- 031 Purwodadi, PH032 Bumi Sari, PH-033 Negara Ratu, PH-034 Karang Anyar, dan R233 Palas Jaya. c. Metode pengerjaan lahan atau luasan. d. Metode intensitas e. Metode debit. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 4 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan pada penulisan adalah sebagai berikut : 1. BAB I Pendahuluan Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, serta ruang lingkup penelitian yang dilakukan pada DAS di Kabupaten Lampung Selatan. 2. BAB II Landasan Teori Berisi teori-teori pendukung yang digunakan dalam pengerjaan laporan seperti rumus-rumus yang digunakan untuk penelitian. 3. BAB III Metodologi Berisi data-data dari curah hujan setiap stasiun yang digunakan untuk melakukan penelitian. 4. BAB IV Analisis dan Perhitungan Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang ada seperti metode thiessen dan aljabar dalam menyelesaikan penelitian. 5. BAB V Penutup Berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang dapat membantu untuk penelitian selanjutnya. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari masalah air, sifat-sifat air dan perilaku air di atmosfir, dan di permukaan bumi. Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai pergerakan, persebaran, dan juga masalah kuantitas air yang terdapat di bumi. Hidrologi juga mempelajari perilaku hujan terutama meliputi periode ulang curah hujan, karena berkaitan dengan perhitungan banjir serta rencana untuk setiap bangunan air. Hidrologi adalah ilmu tentang seluk beluk air di bumi, kejadiannya, peredarannya dan distribusinya, sifat alam dan kimianya, serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungan dengan kehidupan" (Federal Council for Science and Technology, USA, 1959 dalam Varshney, Varshney, 1977). 2.2. Curah Hujan Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter. Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas (m2) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/m 2 (Aldrian, E. dkk, 2011). Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan ke dalam tanah. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 6 Curah hujan yang diperlukan untuk pembuatan rancangan dan rencana (perhitungan potongan melintang dan lain-lain) adalah curah hujan jangka waktu yang pendek dan bukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan tahunan atau bulanan. Curah hujan tersebut berdasarkan volume debit (yang disebabkan oleh curah hujan) dari daerah pengaliran yang kecil seperti perhitungan debit banjir, rencana peluap suatu bendungan, gorong- gorong melintasi jalan dan saluran, selokan-selokan samping. 2.3. Hujan Rerata Pada analisis hidrologi sering diperlukan penentuan hujan rerata pada daerah pos hujan yang di tinjau. Terdapat tiga metode dalam menentukan hujan rerata yaitu, metode aritmatika, thiessen dan isohyet. 2.3.1. Metode rata-rata aritmatik (aljabar) Metode aljabar ini adalah metode mencari rerata suatu stasiun hujan seperti pada gambar 2.1 dibawah ini : Gambar 2.1. Stasiun hujan di suatu DAS Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan Metode rata-rata aljabar memberikan hasil yang baik apabila : 1. Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS. 2. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 7 Hujan rerata pada seluruh DAS diberikan oleh persamaan : P= P1 P2 P3 Pn n Keterangan : P = Hujan rerata kawasan P1,P2,P3,...,Pn = Hujan di stasiun 1,2,3,...,n n = Jumlah stasiun 2.3.2. Metode Thiessen Gambar 2.2. Gambar Polygon Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 8 Perhitungan poligon Thiessen seperti pada persamaan dibawah ini : P= A1 P1 A2 P2 A3 P3 An P n A1 A1 +...An Keterangan : P = Hujan rerata kawasan P1,P2,...,Pn = Hujan pada stasiun A1,A2,...,An = Luasan daerah stasiun 1,2,...,n 2.3.3. Metode Isohyet Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua metode lainnya. Dalam perhitungan tugas besar ini stasiun hujan di daerah yang ditinjau merata dan jumlah stasiun hujan yang dipakai sebanyak empat buah stasiun hujan, sehingga metode yang digunakan adalah metode Isohyet. Caranya: 1. Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai urah hujannya. 2. Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet). 3. Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua isohyet berikut luas sub daerah tersebut diatas. Rumus : I +I I +I I +I I +I A1 1 2 +A 2 3 +A 3 4 +...+A n n 2 P = 2 2 3 2 n 2 A1 +A2 +..+An MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 9 Keterangan : P = Tinggi hujan rata-rata I1, I2, I3, In = Tinggi hujan antara garis isohyet A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet A total = Luas wilayah total pos hujan Gambar 2.3. Gambar Metode Isohyet 2.4. Analisis Frekuensi Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Banjir mempengaruhi bangunan-bangunan air seperti bendung, tanggul, jembatan, dsb. Bangunan-bangunan tersebut harus direncanakan untuk dapat melewatkan debit banjir maksimum yang mungkin terjadi (Triadmodjo, 2009). Untuk mengetahui hubungan antara besaran kejadian ekstrem dan frekuensi kemungkinan terjadinya kejadian tersebut, maka diperlukan suatu analisis frekuensi. Hujan rencana atau analisis frekuensi merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Dalam analisis frekuensi terdapat empat jenis agihan, diantaranya yaitu: MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 10 1. Distribusi Normal Perhitungan dengan distribusi normal secara praktis dapat didekati dengan persamaan sebagai berikut : ππ‘ = π₯Μ + π§. π Keterangan : Xt = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan 2. π₯Μ = Nilai rata-rata hitung varian S = Deviasi standar nilai varian Z = Faktor frekuensi dari distribusi normal Distribusi Log Normal Jika Y = log X, maka perhitungan dengan distribusi normal secara praktis dapat didekati dengan persamaan sebagai berikut : ππ‘ = πΜ + π§. π Yt = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan 3. πΜ = Nilai rata-rata hitung varian S = Deviasi standar nilai varian Z = Faktor frekuensi dari distribusi normal Distribusi Log Person III Jika Y = log X, maka perhitungan dengan distribusi normal secara praktis dapat didekati dengan persamaan sebagai berikut : ππ‘ = πΜ + πΎπ‘. π Keterangan : Yt = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan πΜ = Nilai rata-rata hitung varian S = Deviasi standar nilai varian Kt = Faktor frekuensi MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 11 4. Distribusi Gumbel Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Gumbel, mempunyai perumusan sebagai berikut: ππ‘ = π₯Μ + π . πΎ Keterangan : Xt = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan 5. π₯Μ = Nilai rata-rata hitung varian S = Deviasi standar nilai varian Z = Faktor frekuensi dari distribusi normal Faktor probabilitas K untuk harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : K= Ytr-Yn Sn Keterangan : Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah Ytr = Reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Ytr = -In(-In Tr-1 TR ) Keterangan : Tr = Kala ulang Sementara itu, untuk menentukan metode distribusi frekuensi empiris mana yang sesuai dengan sampel data yang ada, diperlukan pengujian secara statistik. Terdapat dua cara pengujian, yaitu uji Chi-Kuadrat dan SmirnovKolmogorov. a. Uji Keselarasan Chi-Square Uji keselarasan chi-square menggunakan rumus : X = ∑N i=1 2 (Oi-Ei)2 Ei Keterangan : X2 = Harga chi-square terhitung. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 12 Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1. Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1. N = Jumlah data. (Suripin, 2004). Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < dari X2 kritis. Nilai X2 kritis. Dari hasil pengamatan yang didapat dicaripenyimpangannya dengan chi-kuadrat kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini secara umumdihitung dengan rumus sebagai berikut : DK = K − (α +1) K = 1+ 3.322 log n Ei n = k Keterangan : DK = Derajat kebebasan K = Jumlah kelas A = Banyaknya parameter untuk uji chi-kuadrat adalah 2 n = Jumlah data Ei = Nilai yang diharapkan (Triatmodjo, 2008). b. Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov Kolmogorov–Smirnov test merupakan pengujian statistik nonparametrik yang paling mendasar dan paling banyak digunakan, pertama kali diperkenalkan dalam makalahnya Andrey Nikolaevich Kolmogorov pada tahun 1933 dan kemudian ditabulasikan oleh Nikolai Vasilyevich Smirnov pada tahun 1948. (Pmax | Pe –Pt | ) < ΔCr, α Umumnya taraf signifiksi atau derajat nyata (α) diambil sebesar 5% dengan asumsi bahwa 5 dari 100 kesimpulan kita akan menolak hipotesa yang seharusnya kita terima atau kira-kira 95% konfiden bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar. Pengujian ini dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap varian, menurut MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 13 distribusi empiris dan teoritis yaitu disimbolkan dengan Δ. Harga Δ maksimum harus lebih kecil dari Δ kritis. Rumus-rumus yang dipakai untuk menghitung D (selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis) adalah sebagai berikut : P(x) = m/(n + 1) P(x<) = 1 - P(x) P'(x) = m/(n-1) P'(x<)= 1 - P'(x) D = maksimum | Pe –Pt | (Soewarno, 1995). 2.5. Intensitas Curah Hujan Intensitas hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data curah hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas biasanya memiliki intensitas curah hujan yang rendah, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Terdapat beberapa metode untuk menentukan nilai intensitas curah hujan, diantaranya metode Mononobe, Talbot, Sherman, Ishiguro, Van Breen, dari beberapa metode yang telah dipaparkan akan ditinjau dua metode yaitu metode Mononobe dan metode Sherman. 1. Metode Mononobe Untuk menghitung hujan rencana dengan rumus mononobe harus tersedia data hujan harian. Bentuk umum dari rumus mononobe adalah sebagai berikut: I = R24 24 2/3 24 ( t ) Keterangan : I = Intensitas curah hujan R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 14 t 2. = Lamanya hujan (24 jam) Metode Sherman Persamaan ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam. I= a tn Keterangan : 3. I = Intensitas curah hujan (mm/jam) s = Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam) n = Konstanta Metode Ishiguro Rumus Ishiguro ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Adapun rumus tersebut : I= a √π‘+b Keterangan : 4. I = Intensitas Hujan (mm) t = Lamanya hujan (jam) n = Banyaknya data Metode Talbot Rumus Talbot dikemukakan oleh professor Talbot pada tahun 1881. Rumus ini banyak digunakan di Jepang karena mudah diterapkan. Tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga terukur. Adapun rumus tersebut : I= a t+b Keterangan : I = Intensitas Hujan (mm) T = Lamanya hujan (jam) MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 15 2.6. Debit Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al., 1986, dalam Suripin, 2004). Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc). Persamaan matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut : π = 0,00278. πΆ. πΌ. π΄ Keterangan : Q = Debit (m3/detik) C = Koefisien aliran I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah aliran (Ha) MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 BAB III METODOLOGI 3.1. Soal Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu wilayah di Provinsi Lampung yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi, Dalam merencanakan suatu bangunan air di wilayah tersebut diperlukan perencanaan yang tepat, diketahui datadata yang tersedia antara lain: A. Data curah hujan 7 stasiun hujan dari Tahun 1996-2015 selama 25 tahun, dengan Pos Hujan (PH) yang digunakan, yaitu PH-019 Way Ketibung Sd.Mulyo, PH-030 Klaten, PH-031 Purwodadi, PH-032 Bumi Sari, PH-033 Negara Ratu, PH-034 Karang Anyar, dan R233 Palas Jaya. B. Data DAS A, B, C C. Daerah Sub-Urban 1. Hitung: β’ Peta Poligon Aljabar+Thiessen (untuk NIM ganjil) dan Aljabar+Isohyet (untuk NIM genap) β’ 2. Distribusi Curah Hujan Hitung Analisis Frekuensi dan tentukan R2, R5, R10, R25, R50, dan R100 3. Hitung Intensitas Curah Hujan dengan menggunakan data curah hujan dengan Metode Mononobe, Ishiguro, Talbot dan Sherman. 4. Tentukan Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100 menggunakan metode rasional untuk 4 metode tersebut di atas. 5. Buat Kurva IDF dari 4 metode tersebut NB: pada data curah hujan ditambahkan 2 digit NIM terakhir (missal data hujan 100 mm nim mahasiswa 99 maka data hujan menjadi 109,9), namun pada data hujan yang bernilai nol tetap. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 17 3.2. Data dan Metode Pengerjaan 3.2.1. Peta DAS Kelas C Gambar 2.4. Peta DAS C 3.1.2. Metode Pengerjaan Langkah-langkah pengerjaan tugas besar rekayasa hidrologi antara lain sebagai berikut: 1. Menghitung data curah hujan dengan menambahkan dua digit NIM terakhir (0,xy) pada 5 stasiun hujan dari tahun 1986-2005. 2. Menentukan luasan DAS dengan metode isohyet dan curah hujan maksimum tiap tahun dari 5 stasiun pada tahun 1986-2005. 3. Melakukan analisis frekuensi dengan menggunakan distribusi normal, log normal, gumbel, dan log person III. 4. Melakukan uji Smirnov Kolmogorov dan Chi Square pada distribusi yang memenuhi (gumbel dan log person 3) dengan syarat yang ada pada perhitungan dan lampiran. 5. Menghitung intensitas curah hujan dengan metode Mononobe, Sherman, Ishiguro, dan Talbot. 6. Menentukan Debit Rencana (Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100) menggunakan metode Rasional. MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176 18 3.3. Flow Chart Data Maksimum Curah Hujan Harian Stasiun dan penentuan Xi, Xr Mulai Tidak Mmenuhi Tidak Memenuhi Dilakukan Uji Dispersi Dispersi Log Memenuhi Distribusi Normal Syarat Gumbel Chi Square Log Person 3 Pengujian keselarasam Log Normal S. Kolmogorof Memenuhi Intensitas Metode Mononobe Sherman Ishiguro Talbot Didaparkan Intensitas (I) Debit Rencana Selesai MICHAEL FEDERIK BUTAR-BUTAR 118210176