KARYA TULIS ILMIAH STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2018 Studi Kasus Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Oleh : MUSPIDAYENTI Nim : 1714401135 PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN STIKES PERINTIS PADANG 2018 PERNYATAAN PERSETUJUAN Studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018, ini telah diperiksa, disetujui dan telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Studi Program Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang tahun 2018. Padang, 30 Juli 2018 Pembimbing Ns. Yuli Permata Sari, M.Kep NIK. 1440122078614104 Ketua Ns. Endra Amalia, M. Kep NIK. 142012310699301 PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI Studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018, ini telah diperiksa, disetujui dan telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Studi Kasus Program Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang tahun 2018. Padang, 30 Juli 2018 Penguji Ns. Aldo Yuliano, M.M NIK. 1420120078509053 ABSTRAK Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan. Berdasarkan presentasi gejala yang terbesar di alami pasien yakni Halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun panca indera seseorang yag terjadi pada keadaan sadar. Dari pembagian Halusinasi hal terbanyak yang di alami oleh pasien gannguan Skizofrenia yakni halusinasi pendengaran dimana hampir 70% kasus halusinasi yang terjadi adalah halusinasi pendengaran. Biasanya halusinasi pendengaran yang dialami adalah berupa bisikan-bisikan yang membuat depresinya seorang pasien sehingga ada yang suka menganiaya, bunuh diri, dan lain sebagainya. Metode dalam penelitian ini menggunakan studi kasus pada asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemicu halusinasi pendengaran yang di derita pasien disebabkan oleh kecelakaan dimasa lampau dan penolakan cinta yang pada akhirnya membuat pemikiran pasien terganngu dan mendengar bisikan-bisikan buruk tentang mengapa dia ditolak dimasa lalu. Maka dengan asuhan perawat dilapangan dihasilkan pasien mampu menghardik bisikan yang muncul dan mulai bergaul dengan keramaian seperti keluarga. Pasien mampu mengevaluasi kerja harian, sehingga dapat membantu pasien mengendalikan halusinasi pendengaran yang sering muncul. Kata Kunci : Skizofrenia, Halusinasi Pendengaran, Asuhan Keperawatan ABSTRACT Schizophrenia is a serious mental disoder characterized by losing contack with reality. Basep on the presentation of the greatest symptoms experienced by patients, hallucinations. Hallucinations are parceptions without any stimulation of the five senses that occur in the conscious state. From the distribution of hallucinations the most things experinced by patients with schizophrenia are auditory hallucinations where nearly 70% of the hallucinations that occut are audotory hallucinations. Usually the auditory hallucinations experienced are in the form of whispers that depress a patient so that someone likes to abuse, commit suicide, and so on. The method in this study uses case studies on nursing care in Mr. D with auditory hallucinations in the work area of the Tarusan. Health Center in Sounth Pesisir Regency. The results of the study found that the trigger of auditory hallucinations suffered by the patient think and hear bad whispers about why he was rejected in the past. So with the care of nurses in the field the patient is able to rebuke the whisper that appears and start hanging out with the crowd like family. Patients are able to evaluate daily work, so that it can help patients control auditory hallucinations that often occur. Keywords: Schizophrenia, Hearing Hallucinations, Nursing Care KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Studi Kasus yang Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. Penyusunan Studi kasus ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan pendidikan diploma bagi mahasiswa Program Studi D III Keperawatan, STIKes Perintis Padang. Selama penyusunan Studi Kasus ini dari awal sampai akhir tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini Peneliti mengucapkan terima kasih kepada. 1. Ibuk Ns. Endra Amalia, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang. 2. Ibuk Ns. Yuli Permata Sai, M.Kep selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing penrliti demi kesempurnaan studi kasus ini. 3. Bapak Ns. Falerisiska Yunere, M. Kep selaku penguji dalam studi kasus keperawatan. 4. Bapak dan Ibuk Dosen, Staf Program Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang. 5. Terutama buat suami dan anak ku tercinta yang telah memberikan banyak masukan, dorongan dan bantuan baik moril maupun materil, i serta motifasi sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Studi Kasus Penelitian ini. 6. Rekan-rekan senasib dan perjuangan mahasiswa 2017/2018 Program Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang, yang telah banyak membantu Peneliti dalam Menyelesaikan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Studi Kasus ini masih jauh dari kata sempurna, dan diharapkan ada kritikan yang membangun, penulis berharap kiranya Studi Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa Senantiasa melimpahkan rahmatnya dan karuniaNYA bagi kita semua Padang, 30 Juli 2018 Penulis ( Muspidayenti ) ii DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ABSTRAK KATA PENGANTAR ....................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan Masalah ............................................................................ 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7 BAB 2 KAJIAN TEORI A. Konsep Skizofrenia ...................................................................... 9 1. Pengertian Skizofrenia ........................................................... 9 2. Etiologi .................................................................................. 9 3. Tanda dan Gejala ................................................................... 11 4. Macam-macam Skizofrenia ................................................... 13 5. Klasifikasi .............................................................................. 14 6. Pengobatan ............................................................................ 17 7. Strategi Perawat Komunikasi ................................................ 17 B. Konsep Teori Halusinasi ............................................................. 19 iii C. konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan halusinasi ..... 31 BAB 3 TINJAUAN KASUS A. Pengkajian ................................................................................... 38 B. Analisis Data ............................................................................... 44 C. Rencana Keperawatan ................................................................ 45 D. Implementasi .............................................................................. 47 BAB 4 PEMBAHASAN A. Pengkajian .................................................................................. 52 B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 54 C. Rencana Keperawatan ............................................................... 55 D. Tindakan Keperawatan .............................................................. 56 E. Evaluasi ..................................................................................... 59 BAB 5 PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 66 B. Saran .........................................................................................68 DAFTAR PUSTAKA iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas (2013), menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Skizofrenia adalah gangguan mental jangka panjang dan berat, yang ditandai dengan persepsi psikosis-terdistorsi dari dunia nyata. Orang yang didiagnosis menderita skizofrenia mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, kurangnya emosi, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan kesulitan yang signifikan dalam menyelesaikan sekolah, memegang pekerjaan, atau hidup secara mandiri. Gangguan ini paling mungkin muncul 1 2 selama masa remaja atau dewasa awal. Skizofrenia masih belum sepenuhnya dipahami oleh para profesional kesehatan mental atau peneliti medis (Frey, 2009). Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di daerah khusus Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang buruk bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien dengan halusinasi akan kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya, pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari halusinasi dapat meliputi pemberian terapi-terapi modalitas (Direja, 2011). Gangguan kejiwaan merupakan masalah klinis dan sosial yang harus diatasi karena sangat meresahkan masyarakat baik dalam bentuk dampak penyimpangan prilaku maupun semakin tinginya jumlah penderitahan gangguan jiwa. Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya. Semakin tinggi nya persaingan dan tuntutan dalam memenuhi kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress merasa tertekan. Kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress maka ia akan 3 cenderung mengalami atau menujukan gejala gangguan kejiwaan sehingga ia menjadi maladaptif terhadap lingkungan. Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir maupun ganguan senori persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun panca indera seseorang yag terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi satu gejala skizofrenia. Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (Erlinafsiah, 2010). Peran perawat dalam menangani halusinasi di Rumah Sakit salah satunya melakukan penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi, serta minum obat dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010). Menurut Suliswati, dkk 2005 dalam Abdul, dkk 2013, keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional di dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang mal adaptif yang disebabkan oleh gangguan biopsiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien. Keperawatan jiwa adalah proses 4 interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia. Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik (Dalami, 2010). Perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan keperawatan memenuhi standar pelayanan. Langkah-langkah kegiatan tersebut berupa Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan umum SOP adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan dalam mencapai tujuan yang lebih efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku (Depkes RI, 2010). Hasil penelitian Elita,dkk di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekan Baru tahun 2010, mencatat bahwa ada sebanyak 1.310 pasien dengan alasan dirawat di rumah sakit jiwa adalah dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi sebesar 49,77%, gangguan proses pikir: waham sebesar 4,66%, perilaku kekerasan sebesar 20,92%, isolasi sosial sebesar 8,70%, gangguan konsep diri: harga diri rendah sebesar 7,02%, defisit perawatan diri sebesar 3,66%, dan risiko bunuh diri sebesar 5,27%. Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa persentase gangguan jiwa yang memiliki persentase tertinggi adalah halusinasi. 5 Data dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang pada tahun 2016, pasien dengan gangguan jiwa sebanyak 10.365 jiwa dengan pasien rawat inap baru sebanyak 1.106 jiwa dan pasien lama sebanyak 1.174 jiwa, sedangkan pasien rawat jalan baru sebanyak 4.478 jiwa dan pasien lama sebanyak 3.607 jiwa dengan skizofrenia sebanyak 2.478 jiwa. Penderita gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri sebanyak 2.956 jiwa (28,5 %) dan terbanyak pada tahun 2016 adalah di ruang Gelatik sebanyak 534 jiwa. Sedangkan Maret 2017 didapatkan data pasien dengan gangguan jiwa di 6 Ruangan diantaranya Ruang Melati sebanyak 41 orang, Ruang Cendrawasih 12 orang, Ruang Merpati 27 orang, Ruang Flamboyan 16 orang, Ruang Nuri 32 orang dan di Ruang Dahlia didapatkan 44 orang pasien dengan 21 orang dengan gangguan defisit perawatan diri. Dari data Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang menyatakan bahwa pasien gangguan jiwa yang terbanyak adalah skizofrenia. Gejala yang ada paling sering terjadi pada klien dengan skizofrenia adalah halusinasi, dimana sekitar 70 % klien dengan skizofrenia mengalami gejala halusinasi. Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan (Mamnu’ah, 2010). Maka skizofrenia yang paling banyak dialami oleh pasien sakit jiwa adalah halusinasi pendengaran. Jika asuhan keperawatan di Rumah sakit jiwa dapat ditangani oleh para medis keperawatan lalu bagaimana dengan pasien skizofrenia yang dirawat jalan. 6 Berdasarkan data frekwensi data yang terjadi pada gangguan jiwa di Puskesmas Tarusan maka peneliti tertarik untuk mengangkat kasus tentang asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. B. Rumusan Masalah “Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan ? “ C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Tujuan Khusus a. Mengkaji asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. b. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. c. Merencanakan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. 7 d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. D. Manfaat Penelitian Terkait dengan tujuan maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Akademis Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan keperawatan Terhadap halusinasi pendengaran pada Tn. D penderita skizofrenia. 2. Praktis a. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Hasil karya tulis ilmiah ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan Terhadap halusinasi pendengaran. b. Bagi Penulis Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya, yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran. 8 c. Bagi Profesi Kesehatan Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikanpemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien halusinasi pendengaran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tentang konsep teori sebagai landasan dalam karya tulis ilmiah yang meliputi : 1) konsep dasar skizofrenia, 2) konsep dasar halusinasi 3) konsep dasar asuhan keperawatan halusinasi. A. Konsep Skizofrenia 1. Pengertian Menurut faisal (2008), penyakit Skizofrenia atau Schizophrenia artinya kepribadian yang terpecah; antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran, dan perilaku. Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai dengan disorganisasi pola pikir yang signifikan dan dimanifestasikan dengan masalah komunikasi dan kognisi; gangguan persepsi terhadap realitas yang dimanifestasikan dengan halusinasi dan waham; dan terkadang penurunan fungsi yang signifikan. ( Marni, 2015). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan banyak terdapat di masyarakat. Gangguan jiwa ini dapat dialami manusia sejak usia muda dan dapat berlanjut menjadi kronis. ( Ayub Sani Ibrahim, 2011). 2. Etiologi SKIZOFRENIA a. Kelompok teori SOMATOGENIK, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah. 9 10 b. Kelompok teori PSIKOGENIK,dimana skizofrenia dianggap suatu gangguan fungsional dan sebagai penyebab utamanya adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan. Termasuk kelompok SOMATOGENIK 1) Keturunan 2) Endokrin 3) Metabolisme 4) Susunan saraf pusat Termasuk dalam kelompok penyebab PSIKOGENIK 1) Gangguan fungsional;tidak ada dasar organik 2) Konflik 3) Stres psikogenik 4) Hubungan antar manusia yang mengecewakan Terdapat dua teori yaitu dari : a. Teori ADOLF MEYER Teori mengatakan bahwa skizofrenia merupakan reaksi yang salah atau suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul satu disorganisasi kepribadian sehingga lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan(autisme). b. Teori SIGMUND FREUD Menurut Freud, konsep struktur kepribadian manusia terdiri dari Id, Ego, dan superego. Khusus mengenai skizofrenia, Freud berpendapat bahwa: 11 1) Kelemahan ego yang disebabkan oleh faktor-faktor psikogenik ataupun somatic dapat menimbulkan skizofrenia. 2) Super ego dikesampingkan sehingga Id yang berkuasa serta terjadi regresi ke fase narsisme( pleasure principal meningkat dan reality principle menurun) dimana dorongan ingin dipuaskan dengan segera tanpa memperlihatkan realitas yang ada. Kelompok sosiogenik mengatakan bahwa timbulnya skizofrenia dipengaruhi oleh faktor kemiskinan dan beban psikososial yang berat. 3. Tanda dan Gejala skizofrenia a. Gejala positif pada skizofrenia 1) Halusinasi Halusinasi yang timbul pada penderita skizofrenia tanpa adanya penuruna kesadaran dan keadaan yang sedemikian merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan atau penyakit lain. Halusinasi yang paling sering terdapat adalah halusinasi auditorik(pendengaran) dapat dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. 2) Waham Waham yang sering tidak logis dan aneh (bizzar). a) Gangguan pikiran formal positif Yang paling sering ditemukan adalah pelanggaran asosiasi yaitu ideide berpindah dari subjek lainnya dan sama sekali tidak ada hubungannya 12 atau hubungannya sama sekali tidak tepat dan hal ini tidak disadari oleh yang bersangkutan. b) Perilaku aneh Perilaku aneh yang dikelompokkan pada skizofrenia antara lain mannerism, ekhopraxia, perilaku stereotipik, negativism, kepatuhan yang otomotik, katalepsi kaku atau lunak dan sikap tubuh yang aneh. b. Gejala negatif skizofrenia 1) Ekspresi wajah tidak berubah Gejala-gejala seperti mutisme (Hambatan abnormal/kesukaran bersuara), kepatuhan secara otomatis dan fleksibilitas seperti lilin. 2) Penurunan spontanitas gerak. Banyak penderita skizofrenia menarik diri dari kehidupan sosial dan bersikap egosentris dengan berkurangnya pembicaraan spontan atau gerakan dan tidak adanya tingkah laku yang bertujuan, termasuk gerakan-gerakan yang kurang luwes atau kaku, merupakan spontanitas gerak. 3) Hilangnya gerakan ekspresif Pendataran afektif menimbulkan gambaran yang khas pada penderita skizofrenia, dalam bentuk tampak seolah-olah kekakuan(kurang morbiditas). 4) Kontak mata yang minim Pada penderita skizofrenia terutama pada tipe hebefrenik seringai seringai wajah sangat khas disertai kontak mata yang minim. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh. 13 5) Non Responsivitas Afektif Penderita skizofrenia dengan pendataran afektif tampak kaku dalam penggambaran respon wajahnya, yang terlihat dalam bentuk kurangnya respon gerakan. 6) Afek yang tidak sesuai Bahwa yang dipikirkan dan dilakukan tidak sesuai dengan suara hati yang sedang disandangnya. 7) Tidak ada lagu suara. Pada saat pembicaraan, intonasi tampak monoton, lagu suara dikatakan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya dan hati yang sedang disandangnya. 4. Macam –Macam skizofrenia Pembagian skizofrenia yang dikutip dari maramis(2005) antara lain: a) Skizofrenia simplex Sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan, gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. b) Skizofrenia bebefrenik Permulaannya perlahan-lahan/sub akut dan sering timbul pada masa remaja/antara 15-25 tahun gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya bebefrenik, waham dan halusinasi banyak sekali. c) Skizofrenia katatonik 14 Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun san biasanya akut serta sering di dahului oleh stress emosional, mungkin terjadi gaduh gelisah katatanik/stupor katatonik. Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya, emosinya juga sangat dangkal. Sedangkan pada gaduh gelisah katatonik terdapat hiperaktivitas motorik tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan oleh rangsangan dari luar. d) Skizofrenia paranoid Merupakan gejala yang agak berlainan dengan jenis –jenis yang lain dalam jalannya penyakit dan berjalan constant. Gejala lainnya yang mencolok yaitu waham primer ,disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. e) Skizofrenia Residual Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia denga riwayat sedikitnya suatu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial. 5. Kriteria dan klasifikasi skizofrenia Sementara itu menurut bleuler yang dikutip dari Maramis (2005), gejalagejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Gejala primer 1) Gangguan proses pikiran(bentuk,langkah dan isi pikiran) 15 Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran yang terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu idea belum selesai diutarakan, sudah timbul idea lain. Seseorang dengan skizofrenia juga mempunyai kecenderungan untuk menyamanakan hal-hal, kadang –kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan “Blocking “ biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. 2) Gangguan efek dan emosi Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa : a) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting). b) Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. c) Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi menangis. Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari mulutnya tertawa. d) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat seperti sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia ialah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, seumpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis dan 16 tertawa tentang suatu hal yang sama ini dinamakan ambivalensi pada efek. 3) Gangguan kemauan Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. 4) Gejala psikomotor Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan kelompok gejala ini oleh Bleuker dimasukkan kedalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapat juga pada penyakit lain. b. Gejala sekunder 1) Waham Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar Mayer–gross membagi waham dalam 2 kelompok: Waham primer timbul secara tidak logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. 2) Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi cita rasa (gustatorik) atau 17 halusinasi singgungan (Taktik). Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik. 6. Pengobatan Menurut Luana (2007) pengobatan skizofrenia terdiri dari dua macam, yaitu: a. Psikofarmaka Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama dan apsikotik generasi kedua. APG 1 bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal, peningkatan berat badan memperberat gejala negatif maupun kognitif. APG 1 dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluhenazine, haloperidol dan pimozide. obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. 7. Strategi Komunikasi Perawat Menurut Linda Carman (2007) perawat perlu memiliki strategi komunikasi dalam menghadapi pasien dengan skizofrenia,antara lain: 18 a. Jangan menghakimi, membantah , atau menggunakan logika untuk menunjukkan kekeliruan. b. Bersikap netral ketika klien menolak kontak. c. Pada awalnya, gunakan metode non verbal, seperti mempertahankan kontak mata, senyum, atau menggunakan ekspresi positif. Setelah hubungan terbina, perawat diperbolehkan menyentuh klien dengan syarat klien siap dengan kehadiran perawat. d. Bicara singkat, dengan kalimat sederhana selama interaksi yang singkat dan sering. e. Beri pertanyaan terbuka ketika memandu klien melalui suatu pengalaman. Beri pertnyaan langsung jika menginginkan informasi. f. Catat dan beri komentar kepada klien tentang perubahan yang halus dalam ekspresi perasaan. g. Berfokus pada apa yang sedang terjadi disini saat ini, dan bicarakan tentang aktivitas yang didasarkan pada kenyataan. h. Minta klarifikasi jika klien berbicara secara umum tentang : mereka: i. Jika perlu, identifikasi apa yang tidak dipahami perawat tanpa menyangkal klien. j. Jika perlu, sampaikan penerimaan pada klien meskipun beberapa pikiran dan persepsi klien yang tidak dipahami oleh orang 19 B. Konsep Teori 1. Pengertian Gangguan orientasi realiti adalah ketidakmampuan klien menilai dan merespon pada realitis.klien tidak bisa membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. ( Marni, 2015). Salah satu bentuk perilaku yang berhubungan dengan gangguan orientasi adalah halusinasi. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang tanpa stimulus (rangsangan) dari luar. ( Marni, 2015). Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (Kaplan dan saddaock,1997) dalam Damaiyanti (2015). Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh /baik (Depkes, 2000). Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang neuro biologi (Stuart dan laraia,2005). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien mengetripestasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus/rangsangan dari luar (Stuart, 2007). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanga eksternal 20 (dunia luar). klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang bebicara (Dalami, 2010). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat (2010), adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran. 2. jenis-jenis halusinasi Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis.penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut: a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. b. Halusinasi penglihatan (visual, Optik) 21 Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. c. Halusinasi penciuman (Olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral. d. Halusinasi pengecapan (gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gusatorik. e. Halusinasi perabaan (faktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau sepertiada ulat yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia. e. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba. Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ. f. Halusinasi kinistetik. Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “Phantom phenomenom “ atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). 22 Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu. g. Halusinasi visceral Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya. 2. Penyebab Halusinasi 1. Faktor predisposisi Menurut Yosep (2009), faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah: a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunganya. c. Faktor Biokimia Mempuyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya steres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neutrotransmitter otak. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang 23 berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjikan oleh penelitian yang berikut: 1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perembangan skizofrenia.lesi pada daerah frontal. Temporal dan limbik berhubungan dengan prilaku psikotik. 2) Beerapa zat kimia di otak seperti dopamin neutroransmitter yang belebihan dan masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitakan dengan terjadinya skizoprenia. 3) Pemasaraan vertikal pada dan penurunan masa kortotikal menunjukkan terjadi atropi yang signifikan pada otak manusia pada anotomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral atropi koeteks bagian depan dan atropi atak kecil (cerebellum) temukan kelain anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem) d. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menjunjukan 24 bahwa fakor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatakan ketidakmampuan untu secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan b. Stress lingkungan Ambang tolenrasi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadi gangguan perilku. c. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. 3. Tanda dan Gejala Menurut Damaiyanti dan Iskandar ( 2012), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: a. Bicara sendiri. b. Senyum sendiri. c. Ketawa sendiri. 25 d. Menggerakkan bibir tanpa suara. e. Pergerakan mata yang cepat. f. Respon verbal yang lambat. g. Menarik diri dari orang lain. h. Berusaha untuk menghindari orang lain. i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik. l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori. m. Sulit berhubungan dengan orang lain. n. Ekspresi muka tegang. o. Mudah tersinggung, Jengkel dan marah. p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. q. Tampak tremor dan berkeringat. r. Perilaku panik. s. Agitasi dan kataton. t. Curiga dan bermusuhan. u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan. v. Ketakutan. w. Tidak dapat mengurus diri. x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. 26 4. Rentan Respon Neurobiologis Menurut Stuart Sudeen (1989) dalam Muhith (2015) rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladatif sebagai berikut : a. Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif : 1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. 2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan. 3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. 4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. 5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon psikososial 1. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan. 2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera. 3. Emosi berlebihan atau berkurang. 27 4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. 5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. c. Repon maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi : 1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. 2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak reality atau tidak ada. 3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati. 4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. 5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam. 28 5. Tahapan Halusinasi Menurut yosep (2010) tahapan halusinasi ada empat fase,yaitu : Tahap Karakteristik Tahap 1 Perilaku Klien a. Mengalami ansietas, Memberi rasa nyaman kesepian, rasa tingkat bersalah dan ansietas sedang ketakutan secara umum a. Tersenyum, tertawa sendir b. Menggerakkan bibir tanpa suara b. Mencoba berfokus halusinasi pada pikiran yang merupakan sesuai dapat kesenangan menghilangkan c. Pergerakan mata yang cepat d. Respon verbal yang lambat ansietas e. Diam c. Pikiran dan dan berkonsentrasi pengalaman sensori masih kontrol ada dalam kesadaran non psikotik Tahap II 1. Menyalahkan 2. Tingkat kecemasan a. Pengalaman sensori menakutkan a. Terjadi peningkatan b. Merasa dilecehkan denyut jantung, oleh pengalaman pernapasan dan 29 berat secara umum sensori tersebut c. Mulai halusinasin tekanan darah merasa b. Perhatikan kehilangan kontrol dengan menyebabkan d. Menarik diri orang lingkungan rasa aktivitas lain non psikotik berkurang c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori d. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas Tahap III a. Klien menyerah dan 1. Mengontrol menerima 2. Kecemasan pengalaman sensori berat halusinasi ditaati (halusinasi) tidak dapat ditolak lagi b. Sulit berhubungan pengalaman halusinasi a. Perintah dengan b. Isi halusinasi menjadi aktraktif c. Kesepian bila lain c. Perhatian terhadap orang 30 pengalaman sensori lingkungan berakhir psikotik berkurang, hanya beberapa detik d. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat Tahap IV 1. Klien a. Perilaku panik sudah dikuasai oleh halusinasi 2. Klien panik b. Resiko tinggi menciderai c. Agitasi atau kataton Tidak mampu berespon terhadap lingkungan 31 6. Penatalaksanaan a. Farmakoterapi Obat –obatan untuk terapi halusinasi berupa anti psikotik, haloperidol, dan lain-lain. b. Terapi psikososial Karakteristik utama dari halusinasi adalah rusaknya kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sesama manusia, maka intervensi utama difokuskan untuk membantu klien memasuki dan mempertahankan sosialisasi yang penuh arti dalam kemampuan klien. Alternatif : 1) Terapi modalitas Semua sumber daya di rumah sakit disarankan untuk menggunakan komunikasi yang terapeutik, termasuk semua (staf administrasi, pembantu kesehatan, mahasiswa dan petugas intalasi). 2) Terapi kelompok Terapi kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada klien bersamasama dengan jalan aukusi yang diarahkan oleh seseorang yang tertatih. 3) Terapi keluarga Tujuan dari terapi keluarga : a) Menurunkan konflik kecemasan. b) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing keluarga. c) Meningkatkan pertanyaan kritis. 32 d) Menggambarkan hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh kembang. Perawat membekali keluarga dengan pendidikan tentang kondisi klien dan kepedulian pada situasi keluarga. C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi 1. Pengkajian a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, nomor rekam medis. b. Alasan masuk Alasan klien datang di rsj, biasanya klien sering berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting peralatan rumah, menarik diri. c. Faktor predisposisi 1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam pengobatan. 2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga. 3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat heriditer. 4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu. d. Fisik Tidak mengalami keluhan fisik. e. Psikososial 1) Genogram 33 Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh. 2) Konsep diri a. Gambaran diri : klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai. b. Identitas diri: klien biasanya mampu menilai identitasnya. c. Peran diri: klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu. d. Ideal diri : tidak menilai diri. e. Harga diri : klien memiliki harga diri yang rendah sehubungan dengan sakitnya. 3) Hubungan sosial : klien kurang di hargai dilingkungan dan keluarga. 4) Spiritual a. Nilai dan keyakinan Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya. b. Kegiatan ibadah Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan. c. Mental 34 1. Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan berubah dari biasanya. 2. Pembicaraan. Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak logis, berbelit-belit. 3. Aktifitas motorik. Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang abnormal. 4. Alam perasaan. Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis. d. Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen. e. Interaksi selama wawancara. Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan. f. Persepsi 1) Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. 2) Data yang terkait tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung. g. Proses pikir. Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis dan koheren. Tidak berhubungan, 35 berbelit. ketidakmampuan klien sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien. h. Isi pikir : keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan waham. i. Tingkat kesadaran : biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu. j. Memori : terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek. Mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal. k. Tingkat konsentrasi dan berhitung: kemampuan mengorganisasi dan konsentrasi terhadap realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan perhatian. i. Kemampuan penilaian : klien mengalami ketidakmampuan dalam mngambil keputusan, menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus. j. Daya tilik diri : klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, 36 penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien. k. Kebutuhan persiapan pulang : 1. Makan keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki minat dan kepedulian. 2. BAK dan BAB : observasi kemampuan klien untuk BAK dan BAB serta kemampuan klien untuk membersihkan diri. 3. Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali. 4. Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti. 5. Istirahat : observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam, biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang. 6. Pemeliharaan kesehatan : pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem pendukung sangat menentukan. 7. Aktifitas dalam rumah : klien tidak mampu melakukan aktivitas didalam rumah seperti menyapu. p. Aspek medis 37 Obat yang diberikan pada klien halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ) Triflnuperazin (TFZ) dan anti Parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine. Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut : a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder. Format/data fokus pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi (Keliat & Akemat, 2009). 2. Rencana keperawatan Langkah selanjutnya dari proses keperawatan adalah perencanan dimana perawat akan menyusun rencana yang akan dilakukan pada klien untuk mengatasi masalahnya, perencanaan di susun berdasarkan diagnosa keperawatan (Yosep, 2009). a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi pendengaran yaitu : 1) Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut: 38 a) Klien mengenali halusinasi yang di alaminya b) Klien dapat mengontrol halusinasinya c) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal 2) Tindakan keperawatan a) Membantu klien mengenali halusinasi Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, kita dapat melakukan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar dan dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul. b) Melatih pasien mengontrol halusiinasi Untuk membantu pasien agar mampu mengontor halusinasi kita dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut adalah : a. Menghardik halusinasi b. Bercakap-cakap dengan orang lain c. Melakukan aktifitas terjadwal d. Menggunakan obat secara terarut b. Tindakan keperawata pada pasien Isolasi sosial adalah : 1) Tujuan tindakan untuk pasien a) Membina hubungan saling percaya b) Menyadari penyebab Isolasi sosial c) Mengetahui keuntugan dan kerugian berinteraksi dengan orang 39 lain c) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap 2) Tindakan keperawatan a) Membina hubungan saling percaya 1. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien 2. Berkenalan dengan klien. Perkenalan nama panggilan yang saudara sukai, tanyakan nama dan nama panggilan klien 3. Menyakan perasaan dan keluhan klien saat ini 4. Buat kontrak asuhan keperawatan, mencakup hal-hal apa yang saudara akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan dan dimana tempatnya 5. Jelaskan bahwa saudara akan merahasikan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi 6. Tunjukan sikap empati terhadap klien setiaap saat 7. Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan b) Menyadari penyebab isolasi sosial 1) Tanyakan siapa saja orang yang satu rumah dengan klien 2) Tanyakan siapa orang yang dekat dengan klien dan apa Sebabnya. 3) Tanyakan setiap orang yang tidak dekat dengan klien dan apa sebabnya 4) Mengetahui keuntungan dan kerugiaan berinteraksi dengan orang lain 40 5) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain 6) Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain 7) Diskusikan pada klien keuntungan bila klien memilki banyak teman dan tidak bergaul akrab dengan mereka 8) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien. 3. Analisa Data Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehata klien, kemapuan klien unuk menegelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatanya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005). Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menetukan masalah-masalah, serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperwatan untuk mengatasi masalah-masalah klien. pengumpulan data dimulai sejak pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data (Prasetyo, 2010). 41 Tujuan pengumpulan data studi kasus dalam Penulisan Tulisan Ilmiah ini antara lain sebagai berikut : a. Memperoleh informasi tentang kesehatan klien b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkahlangkah berikutnya Data yang perlu dikaji ada dua tipe sebagai berikut : 1. Data Subjektif Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya : tentang nyeri, perasaan lemah ketakuta, kecemasan, frustasi, mual, peasaan malu (Potter & Perry, 2005). 2. Data Objektif Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan pasca indera (lihat, dengar, cium dan raba) selama pemeriksaa fisik. Misalnya : Frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan tingkat kesadaraan (Potter & Perry, 2005). Sedangkan data yang diperoleh pada pengkajian yang dilakukan Tn. A sebagai berikut : 42 a. Data subjektif : klien sering mendengar : “kamu gak bisa membeli narkoba, kamu miskin dan gara-gara kamu hancur” dan klien sering berbicara dan tertawa sendiri klien sering mengurung di kamar. b. Data objektif : bicara atau tertawa sendiri, klien kurang bergairah, geliseh, lesu sering menyendiri dikamar dan sering melamun dikamar pandangan mata tidak terarah. 8. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien gangguan persepsi sensori : Halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan : 1. Bina hubungan saling percaya (BHSP). 2. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi. 3. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. 4. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap. 5. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan terjadwal. 6. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat. 9. Evaluasi Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan 43 evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan. BAB III TINJAUAN KASUS Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai tanggal 12 juli 2018 sampai 15 juli 2018. A. Pengkajian 1. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. D Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 40 tahun Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaaan : Wiraswasta Alamat : Pulau Karam Tanggal Pengkajian : 12 Juli 2018 Diagnosa Medis : Halusinasi Pendengaran 2. Keluhan Utama Keluarga pasien mengatakan Tn. D sering bicara sendiri dan mengatakan karena aku miskin, bodoh tidak ada yang suka kepada ku. Dia pergi meninggalkan ku bersama orang kaya yang memiliki jabatan tinggi. 44 45 3. Faktor Predisposisi a. Riwayat gangguan jiwa di masa lalu Pasien tidak mengalami gangguan jiwa dimasa lalu b. Trauma masa lalu pasien pernah ditolak oleh perempuan yang di cintainya. c. Pernah mengalami benturan fisik Pasien 15 tahun silam pernah mengalami kecelakaan, dalam kecelakaan tersebut kepala korban terbentur. 4. Pemeriksaan Fisik a. Tanda Vital : TD : 130/80 N: 80 x/menit S: 36,5 oC b. Ukur : TB : 165 cm BB : 68 kg c. Keluhan Fisik : Tidak ada keluhan fisik 5. Psikososial a. Genogram : pasien anak ke 4 dari 6 bersaudara. Dari garis keturunan keluarga tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit jiwa. b. Persepsi pasien tentang dirinya : pasien tidak menyadari bahwa dia sakit jiwa. c. Konsep Diri 1) Gambaran diri : saat ditanya bagian tubuh mana yang disukai, pasien mengatakan tidak menyukai bagian manapun karena saya jelek. 2) Identitas : pasien mengatakan seorang laki-laki berusia 40 tahun dan belum menikah, pasien sebagai anak. 46 3) Peran : pasien mengatakan pasien adalah anak keempat dari enam bersaudara. 4) Ideal diri : pasien sering mengatakan ingin kaya dan jadi pejabat serta ganteng. Agar banyak perempuan banyak suka padanya. 5) Harga diri : pasien mengatakan malu karena tidak bisa menamatkan sekolah dan mendapatkan pekerjaan bagus. d. Hubungan Sosial 1) Orang yang berarti : pasien mengatakan orang yang berarti adalah kedua orang tua. 2) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : saat pengkajian pasien dapat berinteraksi dengan baik dan berespon baik. e. Spiritual 1) Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang agama islam. 2) Kegiatan ibadah : pasien mengatakan selama dirawat pasien tidak pernah beribadah. 6. Status Mental a. Penampilan Pasien mengatakan “selalu mandi 2 kali dalam sehari, sikat gigi 2 kali dalam sehari dan memakai sabun”. b. Pembicaraan 47 Pasien berbicara dengan nada lambat dan lama menjawab pertanyaan dari perawat. Pasien tidak mampu memulai pembicaraan tanpa diberi rangsang stimulus. c. Aktivitas Motorik Pasien terlihat lesu saat duduk ketika berbicara dengan orang lain, pasien terlihat saat ngobrol ingin segera pergi. d. Alam Perasaan Pasien merasa ketakutan saat suara itu muncul dan khawatir saat mendengar suara perempuan yang mengatakan sesuatu. e. Afek Ketika sedang dilakukan wawancara pertama kali pada tanggal 12 juli 2018 afek atau ekspresi pasien terlihat sesuai dengan stimulus dan keadaan. f. Interaksi selama wawancara Ketika melakukan wawancara dengan pasien, pasien sering menunduk kontak mata kurang, saat ditanya pasien kooperatif dan jawaban singkat. g. Persepsi halusinasi Pasien mengatakan mendengar suara yang mengatakan pasien itu miskin, bodoh jelek mana mungkin ada perempuan yang menyukai, suara itu muncul saat pasien sendiri. h. Proses Pikir 48 Saat melakukan wawancara pasien tidak mengalami gangguan proses pikir. i. Isi Pikir Ketika melakukan wawancara pasien tidak mengalami gangguan proses pikir dan tidak mengalami waham. j. Tingkat Kesadaran Pada saat wawancara pasien tidak dapat menjawab dimana dia berada, hari dan tanggal berapa sekarang. k. Tingkat Konsentrasi dan berhitung Pasien mampu membaca dan berhitung dengan baik. 7. Pola Kebiasaan Sehari-hari 1. Pola makan dan minum a. Frekuensi makan /hari : 3 kali sehari b. Nafsu / selera makan : klien tidak nafsu makan c. Tampak makan memisahkan diri : klien tidak ada memisahkan diri saat makan , klien makan dengan keluarga nya d. Waktu pemberian makan : pagi, siang, dan malam e. Jumlah dan jenis makan : 1 porsi, jeni nasi + lauk pauk dan sayur dan klien apa yang dimasak keluarganya dimakan f. Masalah makan dan minum : klien tidak mengalami kesulitan makan dan menelan 2. Perawatan diri / personal hygiene a. Kebersihan tubuh : terlihat bersih 49 b. Kebersihan gigi dan mulut : terlihat bersih c. Kebersihan kuku dan kaki : bersih dan pendek 3. Pola kegiatan / aktivitas a. Kegiatan aktivitas klien : mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan mandiri b. Kegiatan ibadah klien : klien terkadang sholat, dan sering orang tua klien membaca kan Alqura pada klien 8. Pola Eliminasi 1. BAB a. Pola BAB : 2x/ sehari b. Karakter feses : lembek c. Riwayat pendarahan : klien tidak memiliki riwayat pendarahan d. BAB Terakhir : malam hari e. Diare : klien tidak mengalami diare f. Penggunaan laksatif : klien tidak menggunakan laksatif 2. BAK a. Pola BAK : 5-6 x/sehari b. Kateter urine : klien tidak menggunakan kateter urine c. Nyeri / kesulitan BAK : tidak ada rasa nyeri atau kesulitan BAK 9. Pengetahuan Kurang Tentang Pasien mengatakan tidak tau apa yang dialami pada sakitnya dan pasien juga tidak tau jenis obat yang diberikan. 50 10. Data Lain – Lain Tidak ditemukan data penunjang lainnya. 11. Aspek Medik Diagnosa Medik : Skizofrenia Terapi Medik : Noprenia 2 mg (1-0-1) Hexymer 2 mg ( 1-0-1) Merlopam 2 mg (0-0-1/2) B. Analisis Data No. 1. DS : Data Masalah Halusinasi Pendengaran Klien sering mendengar suara, kamu miskin, bodoh, jelek, dan klien sering mengatakan gara-gara miskin, bodoh, jelek dia meninggalkan ku dan marahmarah setelah itu tersenyum sendiri. DO : 2. bicara dan tertawa sendiri klien tampak tidak semangat klien gelisah klien kurang konsentrasi DS : Isolasi Sosial Klien mengatakan tidak suka 51 bergabung dengan keluarganya Klien mengatakan lebih suka di kamar menyendiri dari pada gabung dengan keluarganya DO : Klien terlihat tidak peduli dengan keluarganya Klien menyendiri di kamarnya 3. Kontak mata klien tidak terarah DS : Harga Klien mengatakan malu karena tidak menyambung sekolah. Klien mengatakan malu kepada keluarga karena tidak bisa menjadi yang dibanggakan. DS : Klien suka menyendiri. Klien terlihat bingung saat disuruh memilih altenatif tindakan. (HDR ) Diri Rendah 52 Kontak mata tampak kurang. C. Perencanaan Keperawatan Hari/Tanggal 12 juli 2018 No. Dx Perencanaan Keperawatan Halusinasi Tujuan dan Kriteria Hasil Pendengaran Halusinasi : Tujuan : klien dapat mengontrol atau mengendalikan halusinasi yang dialami Kriteria Hasil : Pasien Kooperatif Pasien koopertif bercerita dengan perawat tentang halusinasinya Menunjukan rasa percaya dirinya kepada orang tua nya dan perawat yang datang ke rumah klien Rencana Tindakan Rasional 1. Strategi Pertemuan 1 Tingkah laku klien terkait halusinasinya Mengindentifikasi jenis halusinasi menunjukan isi, waktu frekuensi serta Mengidentifikasi isi halusinasi situasi dan kondisi yang menimbulkan Mengidentifikasi waktu halusinasi halusinasi 53 54 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan isi halusinasi Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi Mengajarkan pasien menghardik halusinasinya Dalam jadwal kegiatan harian pasien 2. Starategi Pertemuan 2 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Memberikan kemajuan serta efektivitas pilihan yang dipilih pendidikan dan dilatih bersama kesehatan pada pasien dengan klien. tentang penting nya penggunaan obat Memantau Memudahkan klien dalam Menganjurkan pasien memasukan dalam menyukseskan program jadwal kegiatan harian pasien pengobatan yang optimal bagi klien Menganjurkan keluarga untuk 55 berobat ke puskesmas terdekat Membantu klien dalam membangun hubungan sosial. 3. Strategi pertemuan 3 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih pasien mengendelikan dengan Melatih pasien mengendalikan halusinasi klien dalam melakukan kegiatan harian bercakap-cakap pada dengan orang lain Membantu Memantau kmajuan efektivitas klien. dengan melakukan kegiatan yang telah Membantu klien dalam membangun hubungan sosial. diajarkan perawat Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien 4. Strategi pertemuan 4 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu klien melakukan kegiatan harian dalam 56 pasien Melatih pasien mengendalikan halusinasi Memantau kmajuan efektivitas klien dengan melakukan kegiatan yang telah diajarkan perawat. Menganjurkan pasien dalam jadwal kegiatan harian pasien D. Implementasi dan Evaluasi Hari/Tanggal Diagnosa Kamis, 12 Juli Halusinasi 2018 Pendengaran Implementasi Evaluasi S : Klien mengatakan merasa senang dan Strategi Pertemuan 1 1. Membina hubungan saling percaya lega bisa menceritakan halusinasinya. pada pasien 2. Mengidentifikasi Klien mengatakan dirinya mendengar jenis halusinasi suara-suara kamu miskin, bodoh, jelek. (kalau boleh tahu suara apa yang uda dengar ?) O : Klien tampak gelisah , tidak 3. Mengidentifikasi isi halusinasi (apa isi semangat/ bergairah suara yang uda dengar ?) 4. Mengidentifikasi waktu Klien kurang konsentrasi halusinasi (waktu pada saat apa suara itu muncul A : Klien masih mengalami halusinasi 57 uda ?) pendengaran + 5. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi (berapa kali sehari uda alami bisikan P : Lanjutkan intervensi suara itu?) 6. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan isi halusinasi (pada saat bagaimana suara-suara itu muncul uda?) 7. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi (apa yang uda rasakan pada saat mendengar suara itu ? apa yang bisa uda lakukan?) 8. Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasinya halusinasi : (cara saat menghardik suara-suara itu muncul, uda langsung tutup telingga dengan kedua tangan dan uda bila 58 pergi sana jauh, saya tidak mau dengar, suara-suara itu palsu, itu tidak mau, begitu lakukan ya uda sampai suara-suara itu hilang atau tidak muncul 9. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien Jum’at, 13 Juli 2018 S : Pasien mengatakan halusinasi nya Strategi Pertemuan 2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian masih jarang muncul, ketika halusinasi pasien. (apakah uda sudah pakai cara nya muncul klien langsung menghardik yang telah kita latih menghardik halusinasinya halusinasinya ? Bagus, sesuai janji O : Klien tampak tenang, gelisah semalam kita hari ini akan membahas berkurang konsentrasi sedikit lebih baik. pentingnya penggunaan halusinasi 2. Memberikan obat Klien dapat mempraktekan kembali atau mengulannggi cara mengontrol halusinasi pendidikan kesehatan yang 1 dan 2 dengan benar 59 tentang penggunaan obat secara A : pasien masih mengalami halusinasi + teratur (Nah uda obat halusinasi itu P : intervensi dilanjutkan ada 3 macam yaitu (ZPC warna orange, THP warna putih, HP merah jambu) Ketiga macam obat ini dapat uda gunakan untuk mengendalikan halusinasi yang uda rasakan. Jika uang orang tua uda gak ada uda bisa kok berobat ke puskesmas ya uda) 3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien. Bagaimana perasaan uda setelah latihan hari ini ? jadi sudah dua cara yang uda pelajari untuk mencegah suara-suara tu ? Baik, coba lah kedua cara ini jika suara-suara itu muncul kembali. Bagaiman kalau kita masukkan kejadwal kegiatan harian 60 uda. Sabtu, 14 Juli 2018 S : klien sudah mampu menyebut kan 2 Strategi Pertemuan 3 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian cara mengontrol halusinasi pasien (apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? bagaimana hasil O : klien tampak tenang, nya? Bagus sesuai janji hari ini kita bersemangat akan membahas cara mengontrol halusinasi dengan mengendalikan A : masalah teratasi sebagian halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Cara ketiga untuk mencegah halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, jadi kalau uda mendengar suara-suara, langsung ajak diajak orang tua nya ngobrol misalnya : tolong, saya mulai mendengar suara-suara, ayok ngobrol dan 61 dengan saya 2. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien. (Bagaimana perasaan uda ? Coba uda sebutkan 3 cara untuk mencegah halusinasi yang telah kita latih, wah bagus ya uda. nah mari kita masukan dalam ke jadwal kegiatan harian uda. Besok kita akan membahas cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan rumah seperti menyapu rumah ya da) Minggu, Juli 2018 15 Strategi Pertemuan 4 S : klien mengatakan bawa dirinya sudah 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian dapat mengontrol halusinasinya pasien (apakah suara-suaranya masih sering muncul ? apakah sudah dipakai O : klien tampak tenang 3 cara yang telah kita latih ? 62 bagaimana hasilnya ? coba saya lihat A : masalah teratasi sebagian jadwal kegiatan harian uda. Bagus ya uda. sesuai janji kita, hari ini akan P: intervensi di hentikan karna orang tua mendiskusikan tentang mengendalikan klien menghentikan halusinasi dengan melakukan kegiatan kerumah klien rumah seperti menyapu uda) 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang dirumah. (Apa saja yang bisa uda lakukan di rumah ? wah bagus ya da banyak yang bisa uda lakukan di rumah ini. Nah sekarang kita akan melakukan menyapu rumah ya uda ? kami datang BAB IV PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. A. Pengkajian Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena penulis telah megadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sehingga pasien terbuka dan mengerti serta kooperatif. Menurut data yang didapat pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin lima tahun yang lalu. Namun karena penyakit skizofrenia pasien tidak terlalu parah akhirnya keluarga memilih untuk merawat pasien dirumah saja. Dalam rentang penyakitnya Tn. D tidak pernah melukai siapapun dia hanya sekedar bicara dan senyum-senyum sendiri saat dalam kesendirian. Itulah alasan keluarga berani merewat pasien dirumah saja tetapi dalam meminum obat pasien kurang telaten. Dalam tinjauan pustaka disebutkan jika pasien dengan perilaku kekerasan mengakibatkan Halusinasi Pendengaran. Dimana Halusinasi timbul karena pasien 63 64 jika mempunyai masalah hanya diam dan dipendam sendiri, kemudian pasien sering menyendiri dan melamun, disitulah dapat menyebabkan pasien Halusinasi Pendengaran. Pada tanda dan gejala dalam tinjauan pustaka masalah yang dituliskan menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti (2012) perilaku pasien yang terkait dengan Halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Bicara sendiri 2. Senyum sendiri 3. Ketawa sendiri 4. Menggerakkan bibir tanpa suara 5. Pergerakan mata yang cepat 6. Respon verbal yang lambat 7. Menarik diri dari orang lain 8. Berusaha untuk menghindari orang lain 9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata 10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah 11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik 12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori 13. Sulit berhubungan dengan orang lain 14. Ekspresi muka tegang 15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah 16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat 65 Dari beberapa kesenjangan tinjauan pustaka maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa perilaku pasien yang muncul pada tinjauan kasus, hal ini sesuai dengan teori menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti (2012), bahwa tanda dan gejala pasien Halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Menarik diri dari orang lain Pasien suka terlihat menyendiri didalam rumah karena malas berinteraksi dengan orang lain. 2. Senyum sendiri, suka menyendiri Pasien sering menyendiri, senyum – senyum sendiri merasa didatangi seorang perempuan dan mendengar bisikan mengejek pasien. Dari beberapa kesenjangan antara tinjauan kasus dan teori, maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua yang terdapat dalam tinjauan teori ada beberapa yang muncul pada tinjauan kasus dengan sedikit dinamika yang lebih komplek. B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian pada tinjauan kasus, didapatkan data fokus pasien sering mendengar bisikan seorang perempuan yang mengejeknya. Bisikan itu muncul pada saat pasien sendiri. Pada saat muncul bisikan tersebut pasien akan tampak marah lalu berkomat-kamit sendiri setelah itu tersenyum. Dalam komatkamit tersebut perkataan pasien seperti carut marut yang tidak terarah karena sering berubah tetapi selalu menggunakan perkataan “Bisuak kalo den kayo nyo nio jo den, caliak lah” yang artinya “ kalau besok saya kaya dia pasti mau sama saya”. 66 Berdasarkan masalah didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut : 1. Hambatan komunikasi verbal: Pasien berbicara dengan nada lambat dan lama menjawab pertanyaan dari perawat. Pasien tidak mampu memulai pembicaraan tanpa diberi rangsang stimulus. 2. Penurunan aktivitas motorik: Pasien terlihat lesu saat duduk ketika berbicara dengan orang lain, pasien terlihat saat ngobrol ingin segera pergi. 3. Ansietas: Pasien merasa marah saat suara itu muncul dan khawatir saat mendengar suara perempuan yang mengatakan sesuatu. 4. Hambatan interaksi sosial: Ketika melakukan wawancara dengan pasien, pasien sering menunduk kontak mata kurang, saat ditanya pasien kooperatif dan jawaban singkat. 5. Gangguan proses pikir: Pada saat wawancara pasien tidak dapat menjawab dimana dia berada, hari dan tanggal berapa sekarang. 6. Ketidakpatuhan: Pasien mampu dalam mengantisipasi kebutuhan diri sendiri namun belum mampu untuk mengatur penggunaan obat. Pasien mengatakan “saat dirumah jarang minum obat, hanya ingat saja”. 7. Defisit pengetahuan koping: Pasien mengatakan tidak tau apa yang dialami pada sakitnya dan pasien juga tidak tau jenis obat yang diberikan. Terdapat 7 masalah keperawatan dalam tinjauan kasus tetapi didalam tinjauanpustaka pendengaaran. terdapat satu masalah yang muncul yaitu halusinasi 67 C. Perencanaan Pasien Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi diharapkan dapat menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat, ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa saling senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, menjawab salam, mau mengungkapkan masalah yang dihadapi, hal ini sesuai teori menurut Keliat (2006). Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi diharapkan pasien menyebutkan isi, waktu frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, respon pasien saat halusinasi muncul (marah, takut,sedih, senang, cemas, jengkel), setelah berinteraksi pasien menyebutkan tindakan yang bisa dilakukannya untuk mengontrol halusinasinya, setelah berinteraksi pasien menyebutkan cara mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasinya, hal ini sesuai dengan teori Keliat (2006).pasien yang Halusinasi Pendengaaran dapat mendemostrasikan bercakap – cakap dengan orang lain, hal ini sesuai dengan teori menurut Keiliat (2006). Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi diharapkan pasien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian minum obat, nama, warna, dosis dan efek samping. D. Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan pada situasi nyata implementasi sering kali jauh lebih berbeda dengan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan, yang biasa dilakukan perawat setelah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa yang difikirkan, dirasakan itu yang dilaksanakan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan 68 perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih dibutuhkan dan sesuai dengan keadaan pasien saat ini. Sesuai dengan teori, pada saat akan melaksanakan tindakan perawatan membuat kontrak/ janji terlebih dahulu dengan pasien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta yang diharapkan pasien. Kemudian dokumentasi semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon pasien, namun direncana tindakan menggunakan tujuan umum dan tujuan khusus, di implementasi menggunakan strategi pelaksanaan sesuai dengan kriteria keperawatan. Pada tanggal 12 Juli 2018 dilakukan SP 1 yang isinya mencakup: perawat membina hubungan saling percaya dengan pasien, mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, respon, dan mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian. Dalam pertemuan pertama pasien mau menyebutkan nama dan asalnya lalu pasien juga mendengar suara bisikan seseorang yang mengaatakan ia miskin, bodoh, dan jelek, bisikan itu muncul ketika pasien tidak sedang beraktifitas atau tidak sedang sendirian saat mendengar suara bisikan itu pasien marah-marah setelah itu tersenyum. Pada pelaksanaan SP 1 pasien tidak ada hambatan yang terjadi saat hasil wawancara respon pasien secara verbal dari mulai perkenalan pasien mengatakan “ pagi uni, nama saya Tn. D biasa dipanggil D”, kemudian oleh penulis ditanyakan tentang halusinasi pasien, pasien menjawab “ mendengar suara yang mengatakan kamu miskin, bodoh, jelek. Pasien menjawab” pergipergi! kamu tidak nyata, saya tidak mau dengar dan kamu tidak nyata. Untuk asumsi penulis pasien mampu mengontrol 69 halusinasi dengan cara menghardik dan pasien kooperatif, selanjutnya menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan. Pada tanggal 13 Juli 2018 dilakukan SP 2 yang isinya mencakup : pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, dan menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dan di dalam pelaksanaan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan teman sekamar saat halusinasi itu muncul “saya mendengar suara-suara ayo kita berbincang-bincang “. Secara obyektif pasien bisa menyebutkan cara pertama mengontrol halusinasi, pasien mampu mempraktekkannya. Untuk asumsi penulis, pasien mampu mempraktekkan dari mulai cara menghardik sampai dengan cara bercakap-cakap dengan orang tuanya. Pada tanggal 14 Juli 2018 dilakukan SP 3 yang isinya mencakup : mengevaluasi latihan bercakap-cakap dengan temannya, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan(kegiatan yang biasa dilakukan pasien setiap hari), menganjurkan pasien memasukkan kegiatan menghardik dan bercakap-cakap. Pasien mengatakan kepada perawat kegiatannya saat bangun tidur merapikan tempat tidur, mandi dan mencuci baju. Saat suara itu muncul saya akan menerapkan kegiatan yang diajarkan oleh perawat agar suara itu cepat hilang dan pergi. Secara obyektif pasien tampak antusias dalam menceritakan kegiatan dan pasien tampak tenang. Untuk asumsi penulis, pasien mampu mempraktekkan cara memasukkan kegiatan yang terjadwal sesuai yang perawat ajarkan. 70 E. Evaluasi Belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus semu. Sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung. Pada waktu dilaksanakan evaluasi SP 1 pasien dapat mengerti jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang dapat menimbulkan halusinasi pasien, respon pasien terhadap halusinasi, pasien mampu menghardik halusinasi, pasien mampu memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian. Pasien cukup kooperatif dan mampu berlatih apa yang di ajarkan oleh perawat. Untuk SP 2 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Pasien cukup kooperatif dan mampu berlatih apa yang diajarkan oleh perawat. SP 3 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Pasien kooperatif dan mampu berlatih apa yang diajarkan oleh perawat. Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat dicapai karena adanya kerjasama yang baik antara pasien dan perawat. Hasil evaluasi pada Tn. D sudah selesai dengan harapan masalah teratasi. Pada tinjauan teori evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. 71 Evaluasi dapat dilakukan menggunakan pendekatan SOAP. Pada tinjauan kasus, evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien dan masalah secara langsung, dilakukan setiap hari. 72 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengakajian yang dilakukan kepada asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, maka dapat penulis simpulkan : 1. Pada pengkajian pasien didapatkan adanya Halusinasi pendengaran yang membisikan hal-hal jelek kepada pasien. 2. Masalah keperawatan yang muncul adalah Halusinasi pendengaran. 3. Dengan melakukan tindakan perencanaan dengaan SPTK ( Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) dari SP 1 hingga SP 3 pasien yaitu: a. SP 1 pasien : pasien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi pasien, isi halusinasi, waktu halusinasi pasien, frekuensi halusinasi pasien, situasi yang dapat menimbulkan halusinasi pasien, respon pasien terhadap halusinasi pasien, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian. Pada pelaksanaan hari Kamis 12 Juli 2018 SP 1 pasien mampu melakukan apa yang diperintahkan oleh perawat seperti cara menghardik halusinasinya dengan cara “menutup telinga dan mengatakan kamu tidak nyata pergi saja “. Pasien cukup kooperatif selama satu kali pertemuan. 72 73 b. SP 2 pasien : pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Pada pelaksanaan hari Jum’at, 13 Juli 2018 sp 2 pasien mampu melakukan apa yang diperintahkan oleh perawat seperti cara melaksanakan membuat jadwal kegiatan pasien dari bangun sampai tidur lagi, bercakap-cakap dengan orang lain dengan cara “membersihkan rumah. Pasien cukup kooperatif selama 1x pertemuan. c. Sp 3 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. B. Saran Diharapkan harus melakukan pendek atan yang kooperatif kepada klien dengan dan mengenal asuhan keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi pendengaran . 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Diharapkan harus melakukan pendekatan yang kooperatif kepada klien dengan dan mengenal asuhan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran dan evalusi perkembangan klien. 74 2. Bagi Kepala Desa Diharapkan harus melakukan data kesehatan untuk mengetahui warga ada yang mengalami gangguan kesehatan jiwa dan mengatasi masalah kesehatan jiwa warga dan segera membawa ke puskemas terdekat. 75 Daftar Pustaka Afnuazi, Ns Ridhyalla, (S.Kep). 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.Yogyakarta. Gosyen Publishing Akemat, (S.Kp, M.Kes). 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta. Buku Kedokteran: ECG Ballard, Karen A. 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. Jakarta. Buku Kedokteran: ECG Damaiyanti, Mukhripah, (S.Kep., Ns.). 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama Ibrahim, Ayub, Sani, (Prof, Dr, H, Sp, Kj, (K)). 2011. Skizofrenia Spliting Personality. Tangerang: Jelajah Nusa Keliat, B. A, dkk. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC Keliat, Budi, Anna, (DR, S.Kp, M.App.Sc). 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi 2. Jakarta. Buku Kedokteran EGC Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika Yosep,1.(2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.Refika Aditama Direja, Ahs.(2011). Buku Ajar Asuahn keperawatan Jiwa. Yogyakarta : salemba Medika 76 LAMPIRAN - Lembaran Dinas Pengamatan Kasus. - Lembaran Konsultasi Bimbingan. - Daftar Riwayat Hidup. 77 78 LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN Nama : Muspidayenti Nim : 1714401135 Pembimbing : Ns. Yuli Permata Sari, M.Kep Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. D dengan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. NO 1. HARI/TANGGAL Kamis, 25 juli 2018 MATERI Perbaikan judul, huruf kapital, bentuk tabel dan kesimpulan. 2. 3. 4. 5. PARAF 79 Daftar Riwayat Hidup Nama : Muspidayenti Tempat / tgl lahir : Tanjung Balai Karimun, 18 Agustus 1967 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Sawah Liat Kampung Tangah Nagari : Kapuh Utara Kecamatan : Koto XI Tarusan Kabupaten : Pesisir Selatan Agama : Islam Status Perkawinan : Kawin Kewargaan : WNI Pendidikan SD : SD N 19 Sungai Talang SMP : SMP N 2 Bayang SPK : DEP- Kes Padang TP. 1987 Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil PNS : 1 Maret 1989 Pang/Gol : Penata III/d Jabatan : Perawat Penyelia