Uploaded by User59226

sistem produksi

advertisement
RCCP (perencanaan kapasitas kasar) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas
jangka panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk
melaksanakan MPS (Master Production Schedule).
Apa saja teknik yang ada di dalam RCCP?
CPOF (Capacity Planning Overall Factor/Pendekatan total faktor)
CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS. Waktu total yang diperlukan untuk
memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF mengalikan
waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total waktu yang
diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu
penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan total waktu terhadap proporsi
penggunaan sumber.
BOLA
(Bill
Of
Labour
Approach
/
Pendekatan daftar tenaga kerja)
Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalikan waktu tiap
komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari MPS.
RPA (Resource Profile Approach / Pendekatan profil sumber)
Merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci
perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning).
Rough Cut Capasity Planning (RCCP) yaitu
urutan kedua dari hirarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam
mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati
urutan kedua hirarki perencanaan prioritas produksi. Guna menempatkan sumbersumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan
potensial (potential bottlenecks) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan
demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan
memberikan informasi tentang tingkat produksi dimasa mendatang yang akan
memenuhi permintaan total itu.
Rough Cut Capacity Planning (Rccp)
RCCP dapat didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS
ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis,
seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok
material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP ditampilkan dalam suatu
diagram yang dikenal sebagi Load Profile untuk menggambarkan kapasitas yang
dibutuhkan versus kapasitas yang tersedia.Load Profile didefinisikan sebagai tampilan
dari kebutuhan kapasitas di waktu mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang
direncaanakan dan dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. RCCP (rough
cut capacity planning) dapat juga diartikan perencanaan kapasitas “kasar” untuk
menguji kelayakan MPS (master production schedule), dikaitkan dengan kapasitas
yang tersedia.
Contoh Load Profile :
Validasi pada RCCP dikatakan layak apabila kapasitas yang dibutuhkan semuanya
dapat dipenuhi oleh kapasitas tersedia.
Capacity Requirement Planning (Crp)
CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai hasil MRP.
Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas yang dapat digunakan.
Modifikasi dilakukan dengan menambahovertime, merubah routing (urutan proses), dan
sub kontrak. Ketika kapasitas yang dapat digunakan tidak dapat mencukupi, meski
telah dilakukan modifikasi, maka perlu dilakukan perubahan MPS. Masalahnya, revisi
MPS akan merevisi MRP dan output kebutuhan kapasitas juga berubah.
Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian membandingkan
kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan material (MRP) oleh pemesanan
sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir
penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS)(Fogarty dkk, 1991). Tujuan
utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan
pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat
kerja selama periode waktu tertentu(Garpezs, 1998).
Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998):
a. Input dari CRP:
1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu output dari MRP.
CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1) Scheduled receipts yang
berisi data order due date, order quantity, operations completed, operations
remaining,dan (2) planned order releases yang berisi dataplanned order releases date,
planned order receipt date, planned order quantity.Sumber-sumber lain seperti: product
rework, quality recalls, engineering prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus
diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP itu
2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semuaopen orders yang ada
dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang terlibat dan perkiraan
waktu.
3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factorymelalui proses produksi
dengan perkiraan waktu operasi. Setiappart, assembly, dan produk yang dibuat
memiliki suatu routingyangunik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang
diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation, planned work center,
possible alternate work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling
needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada proses
CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP.
4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production work center, termasuk
sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasidan efisiensi, serta kapasitas. Elemenelemem data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau
stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per
hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktorutilisasi &efisiensi.
b. Output dari CRP:
1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini menunjukkan
hubungan
antara
kapasitas
dan
beban.
Apabila
dalam
laporan
ini
tampak
ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan
mungkin perlu diulang. Work center load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik
batang yang sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang
diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi
kelebihan atau kekurangan kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load
profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara
beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam format kolom.
2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikanjadwal ini menggambar
bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory
orders berdasarkan
perhitungan
keterbatasan
kapasitas.
Perbaikan schedule
of
planned factory order releases merupakan output tidak langsung (indirect output) dari
proses CRP sebab mereka adalah hasil darihuman judgements yang berdasarakan
pada analisis dari output laporan beban pusat kerja (Work cente load reports). Salah
satu pilihan penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah
mengubah planned start datesyang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai
pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk mencapai
keseimbangan yang lebih baik.
I.DESKRIPSI
Sistem adalah kumpulan dari unsur – unsur maupun komponen –
komponen yang saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya sehingga
tecapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan produksi
ialah kegiatan menghasilkan sesuatu dengan cara mengubah suatu masukan
menjadi sebuah keluaran yang memiliki nilai lebih dari sebelumnya.
Dari uraian di atas, maka sistem produksi dapat diartikan sebagai
kumpulan dari subsistem – subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan
mentransformasi input produksi menjadi output produksi.
Subsistem – subsistem dari suatu sistem produksi terdiri dari beberapa
hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan produksi
2. Pengendalian kualitas hasil produksi
3. Penentuan standar – standar operasi
4. Penentuan fasilitas produksi
5. Penentuan harga pokok produksi
Pengertian Operasi
Istilah operasi sering dipergunakan dalam suatu organisasi yang
menghasilkan keluaran atau output, baik berupa barang atau jasa. Jadi dalam
pengertian operasi tercakup setiap proses yang merubah masukan-masukan
(input) dengan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan
keluaran-keluaran (output) berupa barang atau jasa. Dengan dasar pengertian
itu, didalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa dapat diukur kemampuan
menghasilkan atau tranformasinya.
Dari pengertian yang luas inilah, sekarang berkembang istilah yang
sering digunakan yaitu industri, seperti industri pengolahan hasil-hasil
pertambangan, industri pariwisata, industri jasa keuangan, industri jasa
perdagangan dan industri pengangkutan.
Karena adanya keterbatasan pengertian produksi dalam arti sempit, maka
dipergunakan istilah produksi dan operasi sehingga dapat mencakup
pembahasan dalam arti luas unutk kegiatan masukan (input) menjadi keluaran
(output) berupa barang atau jasa.
Pengertian operasi dalam ekonomi adalah merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan
suatu barang atau jasa. Seperti yang diketahui kegunaan atau utilitas karena
bentuk dan tempat, sehingga membutuhkan faktor-faktor produksi.
Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan
perkembangan teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan
timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Kebutuhan
produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan
kualitas dan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi
kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan
dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti
yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain
seperti keuangan, personalia, dan lain-lain. (Santoso, 2005: Jurnal Teknik
Informatika).
Sistem produksi adalah suatu rangkaian dari beberapa elemen yang
saling berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan yang lain untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian yang dimaksud dengan
sistem produksi adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau
elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan
proses produksi dalam suatu perusahaan tertentu. Beberapa elemen tersebut
antara lain adalah produk perusahaan, lokasi pabrik, letak dari fasilitas
produksi, lingkungan kerja dari para karyawan serta standar produksi yang
dipergunakan dalamperusahaan tersebut. Dalam sistem produksi modern
terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi
output yang dapat dijual dengan harga kompetitif dipasar. (Ahyani, 1996: 8).
Didalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang
saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, diantaranya terdapat tiga
fungsi pokok yang selalu dijumpai yaitu :
1.
Pemasaran (marketing) yang merupakan ujung tombak dari unit usaha,
sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen. Keterkaitan ini
dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan jumlahnya) maupun
pelayanan dan pengantaran produk ketangan konsumen.
2.
Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna
pembiayaan aktivitas unit usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis
sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan.
3. Produksi (operasi) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang
akan dipasarkan kepada konsumen.
Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling
berinteraksi dengan tujuan menstranformasi input produksi menjadi output
produksi yang memiliki nilai lebih/jual. Input produksi ini dapat berupa
bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi. Sedangkan output
produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil sampingannya,
seperti limbah, informasi, dan sebagainya. Sistem pendukung kegiatan
produksi antara lain :
a. perencanaan dan pengendalian produksi
b. pengendalian kualitas
c. penentuan standar operasi
d. penentuan fasilitas produksi
e. perawatan fasilitas produksi
f. penentuan harga pokok produksi.
Sistem pendukung kegiatan produksi ini akan membentuk konfigurasi
sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan
tergantung dari produk yang dihasilkan serta bagaimana cara
menghasilkannya.
II.Rencana Induk Jangka Panjang
Perencanaan Strategis & Taktis
Perencanaan strategis (Strategic Planning) :
“Proses menyusun sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan perusahaan disertai
rencana-rencana untuk mencapainya”
Contoh : keputusan organisasi untuk diversifikasi
Perencanaan Taktis (Tactical Planning) :
“Proses penyeleksian metoda-metoda pencapaian tujuan-tujuan organisasi”
Contoh: keputusan memasuki pasar spesifik
Misi Organisasi
Perencanaan strategis dimulai dengan mendefinisikan misi organisasi
Acuan pendefinisian misi organisasi:
-
Kealamiahan lingkungan saat ini dan mendatang
Filosofi dan nilai-nilai dasar organisasi
-
Bisnis organisasi sekarang dan semestinya 5-10 tahun mendatang
Fungsi output perusahaan (kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi oleh
produk/jasa perusahaan)
- Karakteristik pelanggan organisasi
Kekuatan bersaing perusahaan
- Kelemahan perusahaan
-
Perubahan yang dibutuhkan dan batu loncatan dari posisi sekarang ke posisi
mendatang
Pertumbuhan Organisasi
1. Pertumbuhan tidak terarah
Menambah beban organisasi atau merusak fungsi-fungsi vital organisasi
secara bertahap
2. Pertumbuhan terarah
Meningkatkan efisiensi aktivitas-aktivitas fungsional dengan menambah
lintas produk pelengkap yang membuat peggunaan yang lebih baik saat ini
dan menurunkan biaya tetap perunit output
3. Peramalan Bisnis
Merefleksikan total lingkungan bisnis yang diprediksikan yang mencakup
faktor politik, social, ekonomi, teknologi & kompetisi
Pemecahan masalah :
Analisis sensitifitas dan contingency plans
Output ramalan bisnis :
-
Permintaan tahunan agregat antisipasi melalui kelompok-kelompok
produk
Membedakan antara area pasar baru dan pasar yang telah ada
Kekuatan Bersaing
Quality
Price
Product variations & options
Quick delivery
Service after the sale
Perencanaan Jangka Panjang
Mengacu pada rencana strategis organisasi
Perencanaan jangka panjang mencakup:
Perencanaan produk & penjualan
Perencanaan manufaktur
Perencanaan keuangan
1. Perencanaan Produk dan Penjualan
Mencakup keputusan-keputusan level makro mengenai lini-lini produk
yang diproduksi, pasar-pasar yang dilayani dan level permintaan antisipasi
untuk berbagai lini produk”
Perencanaan produk & penjualan juga akan menjawab tentang:
- Bagaimana siklus hidup produk dan dimana mereka saat ini ?
- Apa strategi masuk & keluar pasar ?
Siklus dan Strategi Kehidupan Produk
Siklus hidup berbeda antar produk
a. Faktor yang menentukan adalah:
- penerimaan publik
- kondisi sosial & ekonomi
- tingkat perkembangan persaingan inovasi teknik & gaya
2. Perencanaan Manufaktur
a. Keputusan value-added
b. Keputusan tingkat fokus, lokasi & ukuran fasilitas
c. Keputusan filosofi manajemen manufaktur :
- kebijakan manajemen sumber daya manusia
- sistem pengendalian produksi & persediaan
- Pendekatan manajemen seperti JIT, TQM, dll
d. Keputusan process flow & facility layout
3. Perencanaan Keuangan
Rencana produk, rencana penjualan & rencana produksi memerlukan
sumberdaya tambahan seperti fasilitas & peralatan, yang memerlukan
“financing
Integrasi Rencana
Perencanaan produk, penjualan & produksi harus diarahkan secara interaktif
dengan perencanaan sumberdaya
Ketersediaan fasilitas, proses, peralatan dan personel tergantung pada lead
time untuk mendapatkan fasilitas & peralatan, kekuatan keuangan organisasi,
kesulitan tugas secara teknologi, dan ketersediaan personel
Fasilitas merupakan fixed asset (aset tetap) biasanya aktiva tetap tidak
bergerak seperti struktur gedung, mesin dan sumber daya tak nyata yang
mendukung suatu aktivitas produksi. Fasilitas bersama dengan manusia,
uang, material, dan energi menghasilkan sesuatu pada suatu aktivitas
produksi serta untuk meningkatkan kinerja produksinya.
Sistem produksi berhubungan dengan teori ekonomi makro, hukum
permintaan dan penawaran, peramalan permintaan, perencanaan agregat,
perencanaan dan pengendalian persediaan baik yang tradisional maupun semi
modern, serta penjadwalan produksi.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hubungan teori ekonomi dengan
sistem produksi, sistem produksi, dan juga tentang peramalan.
III.VALIDASI MPS DAN RCCP
JADWAL INDUK PRODUKSI (MPS)
Jadwal induk produksi adalah suatu perencanaan yanng
mengidentifikasi kuantitas dari item tertentu yang didapatkan dan akan dibuat
oleh suatu perusahaan manufaktur (dalam satuan waktu). Pada dasarnya JIP
merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti
suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan
memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Apabila
rencana produksi merupakan hasil proses perencanaan produksi dinyatakan
dalam bentuk agregat, maka JIP yang merupakan hasil dari proses
penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan
nomor-nomor item yang ada dalam item master dan BOM (Bills Of
Materials).[1]
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas
melakukan empat fungsi utama berikut[1] : Menyediakan atau memberikan
input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas
(Material and Capacity Requirements Planning), Menjadwalkan pesanan-
pesanan produksi dan pembelian (Production and Purchase Orders) untuk
item-item MPS, Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber
daya dan kapasitas, Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang
penyerahan produk (Delivery Promises) kepada pelanggan.
Sebelum memasuki lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan
material. Berikut ini adalah Istilah-istilah yang digunakan dalam dalam
jadwal induk produksi[2]: Gross requirements (GR, kebutuhan kasar) adalah
keseluruhan jumlah item (komponen yang diperlukan pada suatu perode,
Schedule receips (SR, permintaan yang dijadwalnkan) adalah jumlah item
yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang
telah dibuat, On-hand inventory (OI, persediaan di tangan) merupakan
proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir suatu periode dengan
memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item
yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang
dipakai/dikeluarkan dari persediaan pada periode itu, Net requirements (NR,
kebutuhan bersih) adalah jumlah kebutuhan bersih dati suatu item yang
diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang
akan dating, Current inverntory adalah jumlah material secara fisik tersedia
dalam gudang pada awal periode, Allowcated adalah jumlah persediaan yang
telah direncakan untuk dialokasikan pada suatu penggunaan tertentu, Lead
time adalah awaktu tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat)
suatu barang sejak saat pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu
diterima (telah dibuat).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam penyusunan
jadwal induk produksi. Metode-metode yang dapat digunakan antara lain
metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah, metode subkontrak,
dan metode transportasi[3].
Alternatif ini jumlah tenaga kerja tetap ditetapkan dan digunakan terus
tidak berubah jumlahnya. Saat permintaan meningkat, maka dilakukan
lembur. Langkah–langkah penyelesaian untuk alternatif ini adalah sebagai
berikut :
1. Tentukan Rencana Produksi untuk periode waktu tertentu
2. Rencana produksi = ramalan Demand – inv. Awal
3. Tentukan Kebutuhan Jam orang untuk periode waktu tertentu
4. Keb.Jam Orang = Rencana produksi x Waktu baku
5. Tentukan Kebutuhan Tenaga Kerja untuk periode waktu tertentu
6. Lakukan Perencanaan untuk periode waktu tertentu (lakukan perhitungan
secara rinci untuk tiap periode / bulan), Hitung jumlah unit yang dapat
diproduksi pada Regular Time
7. Hitung jumlah unit yang terjadi diproduksi Over Time (jika diperlukan),
Nilai UPOT ada jika melebihi besarnya kapasitas (tabel kapasitas), maka
yang dimasukkan besarnya nilai kapasitas dan untuk sisanya dimasukkan ke
sub-kontrak. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Sub- kontrak
(jika diperlukan), Sub-kontrak ada jika nilai UPOT melebihi nilai kapasitas
(yang ada dalam tabel kapasitas), maka sisanya dapat dimasukkan ke subkontrak. Hitung Inventory Akhir pada tiap periode
Inv. Akhir = UPRT – Demmand + Inv. Awal
Hitung semua Ongkos yang terjadi (Total Cost)
Metode Transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat
yang berfungsi untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya
minimal. Masalah transportasi membahas pendistribusian suatu komoditas
dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan tujuan
untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide
dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi.
Ciri dari masalah transportasi antara lain: Terdapat sejumlah sumber dan
sejumlah tujuan, Kuantitas komoditas sumber tujuan besarnya tertentu,
Jumlah pengiriman komoditas sesuai kapasitas sumber atau tujuan, Biaya
yang terjadi besarnya tertentu.
Metode penyelesaian awal adalah metode yang paling awal atau
metode terdahulu dalam pengerjaan atau penyelesaianan persoalan
transportasi. Adapun metode dalam penyelesaian awal persoalan transportasi
adalah sebagai berikut[4]:
1. Metode North west Corner digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
transportasi dengan cara pengalokasian yang dimulai dari kotak paling kiri
atas yaitu pengalokasian sebanyak mungkin selama tidak melanggar batasan
yang ada, yaitu sejumlah Supply dan demand-nya. Pengalokasian dilakukan
menurun kebawah setelah itu ke kolom berikutnya sampai terpenuhi seluruh
Supply dan demand-nya,
2. Metode Least Cost adalah metode yang pengalokasiannya dimulai pada
kotak dengan biaya terendah dan dilanjutkan dengan kotak biaya terendah
selanjutnya yang belum terpenuhi nilai demand dan supply-nya,
3. Metode Aproximasi Vogel (VAM) adalah metode yang pengalokasiannya
dimulai dengan menentukan nilai selisih antara kotak dengan biaya terendah
dan kotak dengan biaya terendah berikutnya untuk setiap baris dan kolom
(selajutnya kita sebut nilai selisih atau nilai Penalty). Selajutnya dipilih baris
atau kolom dengan nilai selisih terbesar, dan dilakukan pengalokasian pada
kotak dengan biaya terendah pada baris atau kolom yang terpilih,
4. Metode Aproksimasi Russel adalah suatu metode yang pengalokasiannya
dimulai dengan menetukan nilai u1 untuk setiap baris yang masih mungkin
dilakukan pengalokasian dan nilai Vj untuk setiap kolom yang masih
mungkin dilakukan pengalokasian.
Rough-Cut Capacity Planning (RCCP)
Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan
sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP
menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil
produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resources, atau
bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang
dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode
waktu untuk setiap pusat kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari
RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan
dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP mengindikasikan
bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna
menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang
dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti
industri kimia, apabila RCCP mengindikasikan terdapat masalah dengan
MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah satu penjadwalan ulang
pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui pemberitahuan ke
bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada. RCCP
didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS
ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya
kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang,
kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan.
Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan
untuk membuat MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu
sampai tiga tahun. Time buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi
secara khas dilakukan mingguan atau bulanan. Kapasitas digambarkan dalam
kaitan antara manusia dan/atau jam mesin dengan work center.
Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir,
RCCP dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix.
Bagaimanapun, RCCP tidak mempertimbangkan inventories dari komponen
yang siap untuk diproduksi dan dalam penyimpanan atau pekerjaan dalam
proses, gambaran singkatnya adalah kapasitas diperlukan mungkin salah.
Sumber lainnya dari kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak secara
akurat merefleksikan pengaruh dari ukuran lot.
RCCP digunakan untuk membuat keputusan pada penyesuaian
kapasitas pada rentang waktu medium. Keputusan mungkin melibatkan
penyesuaian dari standar mesin, pengaturan sub kontrak, atau relokasi
kekuatan kerja. Teknik yang digunakan dalam RCCp terdiri dari bill of
capacity dan time-phased bills of capacity.
Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua
dari hierarki perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam
mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga
menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna
menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan
akan menjadi hambatan potensial (potential bottleneck), adalah cukup untuk
melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses
konversi dari rencana produksi dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas
yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin
dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan
sumber daya keuangan. RCCP serupa dengan Perencanaan Kebutuhan
Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP), kecuali bahwa RCCP
adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti: RCCP
didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP
didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan
RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
RCCP, yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2.
Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead
times).
3.
4.
Menentukan bill of resources.
Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan
RCCP.
IV.Perencanaan kebutuhan bahan
PENDAHULUAN
Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus
(continous inmprovement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ideide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses
produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya, berdasarkan
informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk
(pelanggan) itu kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan
produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada
saat ini.
Industri manufaktur di Indonesia masih banyak mempraktekkan sistem
manajemen tradisional yang banyak diterapkan adalah sistem Manufacturing
Resurces Planning (MPR II) dan Just in Time (JIT).
Sistem manajemen industri tradisional memperlakukan departemen
pemasaran sebagai departemen yang bertugas sekedar menjual produk dan
mengelola administrasi penjualan. Kondisi ini diperparah lagi dengan
departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang
berfungsi sekedar untuk menyetujui dan mengeluarkan pesanan produksi,
tanpa berpesan penting dalam peningkatan efisiensi, kualitas, daya saing dan
lain-lainya, sehingga tampak adanya kesenjangan komunikasi yang
bertanggung jawab memberikan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan
pelanggan. Oleh karena itu dalam tuntutan era globalisasi saat ini sangat
diperlukan profesionalisme dalam manajemen industri manufaktur diatas,
dimana pada tulisan ini difokuskan pada sistem MRP II secara khususnya
pada sistem perencanaan bahan baku (Material requirement planning)
terutama terhadap bahan baku langsung dari suatu produk.
PEMBAHASAN
A. Sistem Manifacturing Modern
1. Konsep Deming tentang sistem industri manufacturing modern
Dr. William Edwards Deming, seorang guru manajemen kualitas dr.
Amerika Serikat menggambarkan suatu konsep sistem industri yang populer
dengan nama Roda Deming (Deming’s Wheel) yaitu :
Dari Roda Deming tampak bahwa berdasarkan informasi tentang
keinginan konsumen (pasar) yang diperoleh dari riset pasar yang
komprehensif, selanjutnya didesain produk sesuai dengan keinginan pasar
tersebut. Desain produk menerapkan model dan spesifikasi yang harus diikuti
bagian produksi, dimana bagian produksi harus meningkatkan efisiensi dari
proses dan kualitas produk, agar di peroleh produk-produk berkualitas sesuai
dengan desain yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pasar itu, dengan
biaya yang serendah mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menghilangkan
pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses produksi tersebut, melalui
perencanaan dan pengendalian proses produksi. Selanjutnya hasil produksi
tersebut didistribusikan ke konsumen melalui bagian pemasaran, dengan
harga yang kompetitif. Setiap bagian dalam organsiasi industri modern harus
mendukung bagian desain, produksi dan pemasaran dalam meningkatkan
kualitas kepada konsumen.
2. Konsep Dasar Sistem Produksi
Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan
perkembangan teknologi (Continous improvemnet) dimana produksi
memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik yang sangat erat dengan
tekhnologi.
Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai
tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga
kompetitif di pasar.
Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem
produksi modern, selalu melibatkan komponen struktur dan fungsional.
Komponen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan
(material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah,
dan lain-lain. Sedangkan komponen/elemen fungsional terdiri dari : supervisi,
perencanaan, pengendalian, kordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya
berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu
berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti
perkembangan tekhnologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah
akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi itu. Secara skematis
sederhana, sistem produksi dapat digambarkan sebagai berikut :
Di dalam sistem produksi terdapat 2 jenis aliran yang perlu
dipertimbangkan yaitu aliran material dan aliran informasi.
3. Strategi Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manufacturing.
Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufacturing saat ini ada
enam strategi dimana manajemen industri dapat memilih satu atau lebih atau
mengkombinasikan pilihannya.
1. Project Management
Langkah-langkah umum yang dipergunakan dalam sistem perencanaan
dan pengendalian manajemen proyek adalah :
• Penyusunan dan pendefenisian proyek
• Perencanaan proyek
• Pelaksanaan proyek
• Penyelesaian dan evaluasi proyek
Suatu manajemen proyek berkaitan dengan parameter proyek yang penting
antara lain yang berkaitan dengan kualitas, biaya, dan jadwal waktu.
2. Perencanaan Produksi Dan Kebutuhan Sumber Daya
Perencanaan Produksi (Production Planning) dan perencanaan
kebutuhan sumber daya (resources requiments planning, RRP) termasuk
dalam tingkat perencanaan strategik yang dilakukan oleh managemen
puncak. (Gambar II.4) Perencanaan produksi dan kebutuhan sumberdaya
berada pada level yang sama, dan menerapkan level pertama pada hirarki
perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas. Perencanaan prioritas
menentukan produk-produk dari operasi manufacturing untuk memenuhi
permintaan pasar, seperti : produk-produk apa yang dibutuhkan, berapa
banyak dan bilamana dibutuhkan, termasuk spesifikasi kualitas dan lain-lain.
Sedangkan perencanaan kapasitas menentukan sumber-sumber daya (input)
atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi manufacturing untuk
memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan, membandingkan
kebutuhan produksi dengan kapasitas produksi yang tersedia, dan
menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi perencanaan kapasitas
mencakup kebutuhan sumber-sumber daya manufacturing seperti : jam
mesin, jema tenaga kerja, fasilitator peralatan, ruang untuk tempat
penyimpanan, rekayasa, energi, dan sumber-sumber daya keuangan. Dalam
sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena
perencanaan
material
ditangani
oleh
fungsi.
Perencanaan
melalui
penjadwalan produksi induk (master production scheduling, MPS) dan
perencanaan kebutuhan material (material requirement planning, MRP).
a. Perencanaan produksi
Pada dasarnya proses perencanaan produksi dilakukan melalui 4 langkah
utama, sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi. Beberapa
informasi yang dibutuhkan adalah : Sales forecast yang bersifat tidak pasti
dan pesanan-pesanan (order) yang bersifat pasti selama periode waktu
tertentu. Selanjutnya perlu diperhatikan backlog (pesanan) yang telah
diterima pada waktu lalu namun belum dikirim, kuantitas produksi di waktu
lalu yang masih kurang dan harus diproduksi, dan lain-lain.
2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur
(Gambar II.5).
No
0 1
Deskripsi Periode Waktu (bulan)
2
3
4
5
9
1
10
11
Ramalan penjualan
2
3
Pesanan (orders)
Permintaan Total = (1) + (2)
4
5
Rencana produksi
Inventori
6
7
8
12
Keterangan periode 0 adalah periode lalu, informasi yang berkaitan
dengan inventori awal yang ada di tempatkan pada periode 0. Total
permintaan merupakan kuantitas yang dibutuhkan pada periode waktu
tertentu, dan rencana produksi harus mengacu pada informasi ini.
3. Menentukan kapasitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya
yang ada.
4. Melakukan partnership meeting, yang membicarakan isu-isu penting
/khusus, performansi perusahaan berkaitan dengan pelayanan pelanggan, isu
bisnis dan keuangan, laporan dari masing-masing departemen, diskusi
tentang produk baru, masalah dalam proses produksi, kualitas, biaya
produksi, penetapan harga, pembelian bahan baku, performansi pemasok
material dan lain-lain.
Rencana produksi harus mengacu pada permintaan total, sehingga
formula umum untuk rencana produksi adalah :
Rencana Produksi + (Total Permintaan – Inventory Awal) + Inventori Akhir
Pada dasarnya dalam sistem MRP II terdapat tiga alternatif strategi
perencanaan, produksi, yaitu : level method, chase strategy, dan compromise
strategy.
Level methode yaitu metode perencanaan produksi yang mempunyai
distribusi merata dalam produksi, yang mempertahankan tingkat kestabilan
produksi dan menggunakan inventori yang bervariasi untuk mengakumulasi
output apabila terjadi kelebihan permintaan total.
Chase strategy, yaitu metode perencanaan
mempertahankan tingkat kestabilan
bervariasi mengikuti permintaan total.
inmvestori,
produksi
sementara
yang
produksi
Compromise Strategy, merupakan kompromi antara kedua metode
perencanaan produksi diatur. Metode ini yang selalu dipilih dalam sistem
MRP II.
b. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya
Perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan melalui 5
langkah berikut :
1. Memperoleh rencana produksi
2. Menentukan struktur produk
3. Menemukan bill of resourcess, melalui formula sebagai berikut :
4. Rata-rata waktu assembly = Proporsi Product Mix x jam standart Assembly
per unit
Bill of resourcess tergantung pada struktur produk yang telah
ditetapkan dan juga tergantung pada tingkat penyusunan dari sumber-sumber
daya kritis (misalnya tenaga kerja).
Menghitung kebutuhan sumber daya total. Dalam langkah ini, perlu di
identifikasi kekurangan sumber daya.
Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan dalam langkah ini, setiap
rencana dievaluasi performansinya, berkaitan dengan biaya dan tingkat
efisiensi, karena setiap rencana membutuhkan tingkat inventori maupun
penggunaan tenaga kerja yang berbeda. Berdasarkan evaluasi diketahui
bahwa setiap rencana mempunyai keunggulan dan kekurangan. Dalam situasi
ini dapat mempertimbangkan beberapa alternatif lain. misalnya penggunaan
outsourcing (sumber-sumber daya dari pemasok), melakukan overtime
(lembur) atau meningkatkan produksi pada periode dimana terdapat
kebutuhan kapasitas.
Apabila perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber
daya pada level tertinggi, dalam hirarki perencanaan prioritas dan
perencanaan kapasitas ini telah dapat diselesaikan, maka langkah selanjutnya
yaitu penjadwalan produksi induk.
c. Penjadwalan Production Induk (Master Product Scheduling – MPS)
Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan
tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang
merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode
waktu. MPS
produksi.
mendisagregasikan
dan
mengimplementasikan
rencana
Penjadwalan produksi induk, pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas
melakukan fungsi utama, berikut:
a. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan
kebutuhan material dan kapasitas, merupakan aktivitas perencanaan lebel 3
dalam meraraki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem
MRP II.
b. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk item.
c. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
d. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk,
kepada pelanggan.
Sebagai suatu aktivitas process, penjadwalan produksi induks (MPS)
membutuhkan lima input utama (gambar II.6) yaitu sebagai berikut :
a. Data permintaan total, yang berkaitan dengan ramalan penjualan (sales
forecaste) dan pesanan-pesanan (order).
b. Status inventori, berkaitan dengan informasi tentang on hand investory,
stock yang dialokasikan untuk pengunaan tertentu, pesanan produksi dan
pembelian yang dikeluarkan.
c. Perencanaan produksi menentukan tingkat produksi, inventori dan sumber
daya lainnya.
d. Data perencanaan, berkaiatan dengan aturan-aturan tentang lot sizing,
safety stock dan waktu tunggu (lead time), dari masing-masing item
shrinkage factor.
METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN
A. METODA EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)
B. METODA SISTEM PEMERIKSAAN TERUS
(CONTINUOUS REVIEW SYSTEM)
MENERUS
C. METODA SISTEM PEMERIKSAAN PERIODIK (PERIODIC REVIEW
SYSTEM)
D. METODA HYBRID
E. METODA ABC
METODA EOQ
ASUMSI:
1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.
2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead time) harus
tetap.
3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.
4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan dating pada waktu yang
bersamaan dan tetap dalam bentuk paket.
5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian
dalam jumlah volume yang besar.
6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah
persediaan.
7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan
tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk
lain.
Ukuran
Lot = Q
Rata-rata Persedia-Persediaan = Q/2
diaan
Waktu
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ:
D: Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun.
S: Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan
C: Biaya per unit dalam rupiah per unit
i: Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase terhadap nilai
persediaan per tahun.
Q: Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit
TC: Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun.
Biaya pemesanan per tahun (Ordering cost):
OC = S (D/Q)
Biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying cost)
CC = ic (Q/2)
Maka, total biaya persediaan:
TC = S (D/Q) + ic (Q/2)
Biaya TC=biaya total
Tahunan Biaya
Pengelolaan
Biaya iCQ/2
Minimum
Biaya pemesanan
SxD/Q
EOQ
Terjadi keseimbangan antara carrying cost dan ordering cost, maka Q
dihitung dari:
Q = (2SD)/ic
CONTOH KASUS 1:
Sebuah pabrik minuman memerlukan bahan baku “essen” penyedap sebesar
120 ton per tahun. Biaya pemesanan Rp. 1.500,- dan biaya penyimpanan Rp.
1.000,- per ton.
Pertanyaan:
1. Berapa biaya pemesanan yang paling ekonomis?
2. Berapa biaya total persediaan?
CONTOH KASUS 2:
Suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi susu kaleng kental manis
memerlukan kebutuhan bahan baku sebanyak 100 thon. Biaya penyimpanan
per ton per tahun US $ 1.50. Biaya pemesanan per order US $ 375.
Pertanyaan:
1. Berapa nilai EOQ?
2. Berapa biaya total persediaan?
MANAJEMEN PERSEDIAAN
Persediaan mjadi sangat penting karena persedian berhubungan dengan
pembentukan keunggulan kompetitif jangka panjang.
Hal-hal yang sangat dipengaruhi oleh tingkat persediaan :
1. Kualitas 5. Kapasitas berlebih
2. Rekayasa Produk 6. Kemampuan merespon pelanggan
3. Harga 7. Tenggang waktu
4. Lembur 8. Profitabilitas keseluruhan
Artinya : Perusahaan dengan tingkat persediaan lebih tinggi dari perusahaan
lain  memiliki kecendrungan untuk berada dalam kompetitif yang lebih
rendah (persediaan tinggi  biaya persediaan tinggi  biaya tinggi 
mempengaruhi laba)
Apa Itu Biaya Persediaan ???
Ada 2 (dua) kemungkinan :
1. Dunia Penuh Kepastian  dimana permintaan akan suatu produksi / bahan
baku diketahui dengan pasti untuk periode tertentu, sehingga dikenal 2 biaya
utama :
1.a. Jika bahan baku dibeli dari luar  biaya pemesanan* dan biaya
penyimpanan
1.b. Jika bahan baku diproduksi  biaya persiapan* dan penyimpanan
*) mewakili biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh persediaan
2. Dunia Tidak Pasti  dimana permintaan tidak diketahui secara pasti 
muncul katagori biaya ke-3 dari biaya persediaan yaitu : biaya habisnya
persediaan
Biaya Pemesanan / Ordering Cost : biaya untuk menempatkan dan
menerima pesanan. Contoh : Biaya pemrosesan pesanan , biaya asuransi
untuk pengiriman, biaya pembongkaran
Biaya Persiapan atau penyetelan / Setup Cost : biaya untuk menyiapkan
peralatan dan fasilitas sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk
atau komponen tertentu. Contoh : biaya uji coba produksi
Biaya Penyimpanan / Carrying Cost : biaya untuk menyimpan
persediaan. Contoh : Biaya asuransi, pajak persediaan, keusangan dan biaya
ruang penyimpanan.
Biaya Habisnya Persediaan / Stockout Cost : Biaya yang terjadi karena
tidak dapat menyediakan produk ketika diminta pelanggan. Contoh :
penjualan yang hilang (baik saat ini maupun dimasa yad)
Alasan Tradisional Punya Persediaan :
1. Laba Maximal  Turut meminimalkan biaya yang berkaitan dengan
persediaan
Minimalkan biaya penyimpanan  mendukung produksi dikit aja
Minimalkan biaya pemesanan  mendukurng pemesanan dalam jumlah besar
Artinya  menyeimbangkan biaya pemesanan / persiapan dengan biaya
penyimpanan
2. Memenuhi permintaan pelanggan (dalam memenuhi tanggal pengiriman)
3. Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat :
a. Kerusakan Mesin
b. Kerusakan Komponen
c. Tidak tersedianya komponen
d. Pengiriman komponen yang terlambat
4. Mendapatkan potongan harga jika beli dalam jumlah banyak
5. Proses produksi yang tidak dapat diandalkan  selalu hasilkan produk
rusak
6. Hindari resiko kenaikan harga dimasa yad
Economic Order Quantity : Model Persediaan Tradisional
EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push
inventory system)  perolehan persediaan diawali dengan antisipasi
permintaan di masa mendatang – bukan reaksi terhadap permintaan saat ini.
1. Biaya Persediaan = Biaya pemesanan / Persiapan + Biaya penyimpanan
TC = PD/Q + CQ/2 ………..(1)
dimana :
P : Biaya penempatan dan penerimaan pesanan/biaya persiapan pelaksanaan
produksi
D : Jumlah permintaan tahunan yang diketahui
Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan
C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun
Missal : Sebuah usaha reparasi lemari es (dimana komponen dibeli dari
pemasok eksternal)
D = 10.000 unit P = $25 perpesanan
Q = 1.000 unit C = $2 perunt
Biaya persediaan = (10 kali pesanan X $25/pesanan) + ($2 x (1000 unit /2)
= $1.250
Artinya : Kuantitas pesanan sebanyak 1.000 dengan total biaya $1.250
apakah sudah merupakan pilihan terbaik (biaya terkecil)  Itu sebabnya perlu
EOQ !!!
EOQ / Q = √ 2PD/C
= √ (2 x $25 X 10.000) : $2
= √ 250.000
= 500 unit Pemesanan 500 unit tiap kali pesanan  20 x pesanan merupakan
hitungan yang menghasilkan biaya persediaan terkecil  masukan ke
pesamaan (1)  Biayanya menjadi $1.000 (Bandingkan dengan Q = 1.000
unit  biaya $1.250)
Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point / ROP)
 Titik dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai)
 Fungsi dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir
habis
Tenggang waktu / Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima
kuantitas pesanan ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan
dimulai
ROP = Tingkat Penggunaan x Tenggang Waktu
Misal : Contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen / hari dengan
tenggang waktu 4 hari  ROP = 50 x 4 = 200 unit  Saat persediaan 200 unit
sudah harus pesan lagi.
Ketidakpastian Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali
Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti,
maka ada kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika
komponen lemari es digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan
50, maka sesuai perhitungan ROP diatas sebesar 200 komponen akan habis
dalam waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang membutuhkan komponin
ini akan menganggur 2/3 hari.
Guna menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan
pengaman (safety stock)  persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan
atas fluktuasi permintaan.
Contoh : Jika penggunaan maksimal komponen lemari es 60 unit perhari dan
rata-rata penggunaan adalah 50 unit perhari, dan tenggang waktu 4 hari, maka
persediaan pengaman dihitung sb:
Safety Stock = Penggunaan maksimal 60
Rata-rata penggunaan 50
Selisih 10
Tenggang waktu x 4 hari
Safety stock 40 unit
ROP = ROP semula + Safety Stock
= 200 + 40 = 240 unit
EOQ, ROP dan SAFETY STOCK pada Perusahaan Manufaktur
Benson Company, manufaktur besar pembuat alat-alat pertanian yang
memiliki beberapa pabrik. Manajer di baprik Barat Tengah ini mencoba
menentukan ukuran produksi untuk bagian pembuatan mata pisau. Ia yakin
bahwa ukuran lota yang ada sekarang terlalu besar dan ingin mengidentifikasi
jumlah yang harus diproduksi agar dapat meminimalkan biaya penyimpanan
dan biaya persiapan. Ia juga ingin menghindari kehabisan persediaan karena
setiap kehabisan persediaan itu akan menutup Departemen Perakitan.
Guna membantu manajer tersebut membuat keputusan, kontroler perusahaan
telah menyedian informasi beriktut :
Permintaan rata-rata mata pisau 320 perhari
Permintaan maksimal mata pisau 340 perhari
Permintaan tahunan mata pisau 80.000
Biaya penyimpanan perunit $5
Biaya persiapan $12.500
Tenggang waktu 20 hari
EOQ = √ 2PD/C  √ 2 x 12.500 x 80.000 : 5  √400.000.000  20.000 belati
Safety Stock : Penggunaan maksimal 340
Penggunaan rata-rata 320
Selisih 20
Tenggang waktu x 20
Safety Stock 400
ROP = (Penggunaan rata-rata x tenggang waktu) + Safety stock
= (320 x 20) + 400  6.800 unit
Kebaikan EOQ :
• Persediaan tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat
yang penting untuk mengatasi serangan jantung
• Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yang
memaksimumkan laba atau meminimumkan biaya
• Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah besar
• Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian.
MANAJEMEN PERSEDIAAN JIT
Ada tiga garis besar yang dibahas dalam buku ini untuk menciptakan
berlangsungnya sebuah proyek, yaitu :
1. Perencanaan
Untuk mencapai tujuan, sebuah proyek perlu suatu perencanaan yang
matang. Yaitu dengan meletakkan dasar tujuan dan sasaran dari suatu proyek
sekaligus menyiapkan segala program teknis dan administrasi agar dapat
diimplementasikan.Tujuannya agar memenuhi persyaratan spesifikasi yang
ditentukan dalam batasan waktu, mutu, biaya dan keselamatan kerja.
Perencanaan proyek dilakukan dengan cara studi kelayakan, rekayasa nilai,
perencanaan area manajemen proyek (biaya, mutu, waktu, kesehatan dan
keselamatan kerja, sumberdaya, lingkungan, resiko dan sistem informasi.).
2. Penjadwalan
Merupakan implementasi dari perencanaan yang dapat memberikan
informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek yang meliputi sumber
daya (biaya, tenaga kerja, peralatan, material), durasi dan progres waktu
untuk menyelesaikan proyek. Penjadwalan proyek mengikuti perkembangan
proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring dan updating
selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang realistis agar sesuai
dengan tujuan proyek. Ada beberapa metode untuk mengelola penjadwalan
proyek, yaitu Kurva S (hanumm Curve), Barchart, Penjadwalan Linear
(diagram Vektor), Network Planning dan waktu dan durasi kegiatan. Bila
terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan evaluasi dan
tindakan koreksi agar proyek tetap berada dijalur yang diinginkan.
3. Pengendalian Proyek
Pengendalian mempengaruhi hasil akhir suatu proyek. Tujuan utama
dari utamanya yaitu meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi
selama berlangsungnya proyek. Tujuan dari pengendalian proyek yaitu
optimasi kinerja biaya, waktu , mutu dan keselamatan kerja harus memiliki
kriteria sebagai tolak ukur. Kegiatan yang dilakukan dalam proses
pengendalian yaitu berupa pengawasan, pemeriksaan, koreksi yang dilakukan
selama proses implementasi.
Advertisements
V.Validasi MRP Dan CRP
Material Requirement Planning (MRP)
Perencanaan kebutuhan material (Material Requirements Planning,
MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders
dan manufactured planned orders. Planned manufacturing orders kemudian
diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan
keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity
Requirements Planning, CRP). Metode MRP merupakan metode perencanaan
dan pengendalian pesanan dan inventory untuk item-item dependent demand,
yaitu ketika permintaan cenderung discontinous and lumpy. Item-item yang
termasuk dalam dependent demand adalah: bahan baku (raw material), parts,
subassemblies, dan assemblies, yang kesemuanya disebut manufacturing
inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan dalam
lingkungan job shop manufacturing, meskipun MRP dapat pula diadopsi
dalam lingkungan repetitive manufacturing.
Dalam struktur hierarki perencanaan prioritas (priority planning) dalam
sistem MRP II, perencanaan kebutuhan material (MRP) termasuk dalam
tingkat perencanaan operasional (level 3), yang berada langsung di bawah
MPS (tingkat perencanaan taktikal, level 2) dan di bawah Perencanaan
Produksi (tingkat perencanaan strategik, level 1). Tingkat pelaksanaan dan
pengendalian dalam sistem manufaktur berada di bawah kendali
Pengendalian Aktivitas Produksi (production activity control = PAC), yang
merupakan level 4 dalam hierarki perencanaan prioritas. Berdasarkan MPS
yang diturunkan dari Rencana Produksi, suatu sistem MRP mengidentifikasi
item yang harus dipesan, jumlah kuantitas item yang harus dipesan, dan
waktu memesan item tersebut.
Manajemen pengendalian bahan pada dasarnya adalah merupakan
suatu
komunikasi
masalah
yang
industri. Kerumitan yang
penting
dalam
sering timbul dalam proses
pengendalian bahan ini berbanding langsung dengan jumlah barang dalam
persediaan dan dengan jumlah transaksi yang harus dicatat untuk mengikuti
gerakan bahan (tetap menjaga derajat pengendalian yang dibutuhkan untuk
memenuhi sasaran). Sistem persediaan dalam suatu operasi atau lingkungan
manufaktur memiliki
mempengaruhi
beberapa
karakteristik
tertentu
yang
sangat
terhadap
kebijaksanaan dalam perencanaan material. Pertanyaan mendasar yang
sering timbul dalam situasi kebijaksanaan persediaan tersebut adalah berapa
jumlah dan kapan dilaukan pemesanan, untuk memenuhi produksi yang
diinginkan sesuai dengan perencanaan dalam MPS. Jawaban pertanyaan
tersebut tergantung dari sifat demand dari persediaan. Suatu demand
dikatakan independent apabila sesuai dengan pengalaman, dimana demand
terhadap permintaan barang tersebut tidak bergantungan dengan barangbarang lain. Demikian sebaliknya suatu demand dikatakan demand dikatakan
dependent apabila barang tersebut merupakan bagian yang terpadu dari
barang yang lain (ada hubungan fisik).
Sistem MRP diproses untuk memenuhi akan kebutuhan yang
sifatnya dependent. Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa MRP
dapat
lebih
banyak
digunakan dilingkungan manufaktur yang melibatkan suatu proses assem
bling,
dimana kebanyakan permintaan terhadap barang bersifat bergantungan, s
ehingga tidak diperlukan peramalan pada tingkat barang (komponen) ini.
Pertanyaan yang pertama dari hal diatas dapat terpenuhi jika kita mengetahui
saat kebutuhan hari terpenuhi sesuai dengan MPS dan LeadTime. Sedangkan
pertanyaan kedua dipenuhi dengan teknik lot yang sesuai dengan kondisi
yang diproses dalam perhitungan MRP. Secara global hasil informasi yang
diperoleh dalam proses MRP sangat menunjang dalam perencanaan CRP
(Capacity Requirement Planning) untuk tercapainya
pengendalian aktifitas produksi yang lebih baik.
suatu
sistem
Tujuan utama dari sistem material requirement planning adalah
pengendalian tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi dari setiap
komponen dan merencanakan kapasitas untuk menentukan sistem produksi.
Tema pokok MRP adalah “menempatkan material yang benar ditempat yang
sesuai pada waktu yang tepat”. Tujuan lain dari pembuatan MRP ini adalah
untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk
mendukung aksi yang tepat, baik berupa pembatalan pesanan, pemesanan
ulang, atau penjadwalan ulang sehingga diperoleh pegangan untuk
melakukan
pembelian
atau
produksi.
Selain
itu MRP juga berfungsi sebagai timbangan yang bertugas menyeim
bangkan kebutuhan dengan kemampuan penyediaan dari setiap item.
Input yang dibutuhkan dalam membuat MRP adalah:
1. Master Production Schedule (MPS)
MPS adalah suatu set perencanaan yang menggambarkan berapa
jumlah produk yang akan dibuat untuk setiap end item dalam suatu periode
tertentu (minggu, bulan, atau tahun).
2. Bill of Material (BOM)
BOM merupakan daftar (list) dari bahan, material atau komponen yang
dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir. BOM
menjelaskan tentang proses pembuatan produk dari bahan baku sampai
produk akhir.
3. Inventory Status
Inventory Status adalah catatan mengenai persediaan untuk semua item,
memberikan informasi mengenai semua jumlah persediaan yang ada atas
suatu material tertentu seperti klasifikasi atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi, dan produk akhir.
Pada dasarnya penerapan MRP merupakan suatu kombinasi dari empat
proses logik yang sangat sederhana, yaitu :
a)
Netting, proses ini adalah perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan
(yang telah tersedia dan yang akan diterima). Data yang diperlukan dalam
netting ini adalah jumlah kebutuhan kotor (produk akhir) yang akan
diproduksi pada suatu jangka waktu atau periode tertentu, rencana
penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut dan tingkat
ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
b)
Lotting, proses ini adalah menentukan besarnya pesanan setiap item
berdasarkan hasil dari netting terdapat berbagai alternatif untuk menghitung
jumlah pesanannya (ukuran lot). Ukuran lot menentukan besarnya jumlah
komponen yang diterima setiap kali pesan. Penentuan ukuran lot ini sangat
tergantung pada besarnya biaya-biaya persediaan, seperti biaya pengadaan
barang, biaya simpan, biaya modal, dan harga barang itu sendiri.
Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran lot ini antara lain
:
1.
Lot For Lot (LFL) adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah
sebesar kebutuhan bersih pada periode tersebut. Metode ini pada umumnya
mengurangi biaya simpan karena ukuran pemesanan dipakai habis untuk
periode tersebut.
2.
Economic Order Quantity (EOQ) adalah ukuran pemesanan dihitung
dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila
kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode.
3.
Period Order Quantity (POQ) adalah Sistem period order quantity ini
merupakan perbaikan dari sistem economic order quantity (EOQ), teknik
POQ berprinsip pada penentuan frekuensi pemesanan pertahun yang
diperoleh dengan cara membagi jumlah periode dengan frekuensi pemesanan.
4.
Least Unit Cost (LUC) adalah teknik ini menghitung total biaya pesan
dan simpan rata-rata perunit dari beberapa kemungkinan periode pemesanan
dan diambil periode pemesanan dengan total biaya terendah.
5.
Least Total Cost adalah teknik least total cost berdasarkan pada
pemikiran bahwa ongkos total untuk semua lot pada periode
perencanaan akan minimal jika besarnya biaya simpan dan biaya pesan
mendekati sama. Hal ini berarti kuantitas yang dipesan dapat dilakukan hanya
jika
biaya
simpannya
tidak
berbeda
jauh
dengan
biaya
pemesanannya sebagai alat ukurnya adalah EPP (economic part period) yang
mempunyai pengertian yang sama dengan rata-rata penumpang per komputer
, ukuran lot ditentukan berdasarkan pada kenyataan part periodnya mendekati
sama dengan EPP.
6.
Part Period Balancing (PPB) adalah Pendekatan menggunakan konsep
ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos
pesannya
7. Silver Meal (SM) adalah Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus
dapat meminimumkan ongkos total per-periode. Dimana ukuran lot
didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang
berturut-turut sebagai ukuran
penjumlahan dilakukan terus
lot yang tentatif (Bersifat sementara),
sampai ongkos totalnya dibagi dengan
banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif
tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran
lot tentatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.
c)
Offsetting, proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk
melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih
yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut.
Pemesanan harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material
tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi
menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan.
d)
dengan
lead
time
Explosion, Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang
lebih rendah, berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada
proses offsetting data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur
produk dan bill of material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan
rencana pemesanan, akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen
penyusun produk akhir sesuai dengan dengan bill of material (BOM) dan
struktur
produknya. Dari proses explosion ini juga akan diketahui rencana
pemesanan untuk komponen-komponen penyusun produk tersebut.
Keluaran
dari sistem MRP
adalah
suatu
informasi
yang
digunakan
untuk
melakukan pengendalian produksi :
a.
Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari
setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal
kebutuhan bahan pada tingkat lebih rendah dapat diketahui.
b.
Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan
pemilihan metode lot yang paling efisien.
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam
MRP yaitu :
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat
menyebabkan terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode
yang berulang- ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai
kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut.
Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana
penentuan
Lot
Size
pada
tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit
(multi level lot sizing tecnique)
2. Lot Sizing.
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik
lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu
fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan.
Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan
situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan
dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknikteknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi
menjadi 4 bagian besar, yaitu :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran,
yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal
ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya
untuk kasus multi level
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang
diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan
pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah
networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal,
atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang
penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap
level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta
networknya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya adalah
mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan,
baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri.
Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan
kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan
jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo
pemesanan yang ada.
Capacity Requirement Planning (CRP)
Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas
yang dibutuhkan terhadap projected available capaity untuk open
manufacturing orders dan planned manufacturing orders yang dihasilkan oleh
sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk
menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan
mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan
yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan
tindakan-tindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi
atau menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga
kerja, mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan, atau melakukan
alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan
yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan
adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang
direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC)
untuk dilaksanakan.
Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan
untuk membuat rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon
perencanaan adalah tahun, time buckets adalah minggu, dan revisi dibuat
mingguan atau bulanan. Proyeksi dari kapasitas adalah antara pekerja
dan/atau jam mesin dengan work center.
MRP, pada saat digunakan pada CRP sebagai input dasar,
mempertimbangkan on hand inventories dari komponen dalam menentukan
kebutuhan untuk order yang direncanakan. Selain itu, informasi mengenai
order produksi terbuka dari order file terbuka yang digunakan. Jadi, CRP
adalah perencanaan bersih. Maka dari itu, tidak seperti perencanaan sumber
daya dan RCCP, CRP mempertimbangkan ketersediaan inventory dari
komponen. Selain itu, sebagai data pada perencanaan dan ketersediaan order
yang digunakan, pengaruh spesifik dari lot sizing ada pada jumlah setup dan
periode di mana kapasitas yang ada harus dipertimbangkan. (Smith B.
Spencer, Computer Based Production and Inventory Control, Hal. 286).
MRP mengasumsikan bahwa apa yang dijadwalkan dapat diterapkan,
tanpa memperhatikan keterbatasan kapasitas. Kadang-kadang asumsi ini
valid, tetapi kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan
kapasitas (Capacity Requirements Planning, CRP) menguji asumsi tersebut
dan mengidentifikasi area yang melebihi kapasitas (overload) dan yang
berada di bawah kapasitas (underload), sehingga perencana dapat mengambil
tindakan yang tepat. CRP membandingkan beban (load) yang ditetapkan pada
setiap pusat kerja (work center) melalui open and planned orders yang
diciptakan oleh MRP, dengan kapasitas yang tersedia pada setiap pusat kerja
dalam setiap periode waktu dari horizon perencanaan. Tidak seperti sistem
MRP yang menciptakan new planned orders untuk menghindari kekurangan
material atau item di masa mendatang, sistem CRP tidak menciptakan,
menjadwalkan ulang, atau menghapus pesanan apapun. (Oden W. Howard,
et.al, Handbook of Material and Capacity Requirements Planning, Hal. 178).
CRP adalah merupakan fungsi untuk menentukan, mengukur, dan
menyesuaikan tingkat kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga
kerja dan sumber daya mesin yang diperlukan untuk melaksanakan produksi.
CRP merupakan teknik perhitungan kapasitas rinci yang dibutuhkan oleh
MRP. CRP memverifikasi ketersediaan kecukupan kapasitas selama rentang
perencanaan. Berikut ini data-data yang diperlukan untuk melakukan
perhitungan CRP:
-
BOM
Data induk produk setiap komponen
-
MPS untuk setiap komponen
Routing setiap komponen
-
Work Center Master File
Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban
yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan
kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Melalui
identifikasi overloads atau underloads, jika ada, tindakan perencanaan
kembali (replanning) dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi itu guna
mencapai suatu keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load).
Jika arus kedatangan pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat,
yang ditandai oleh inventory yang berada dalam antrian kerja yang tidak
diproses di depan pusat kerja. Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih
sedikit daripada kapasitas yang ada, beban (pesanan yang menunggu untuk
diproses) akan berkurang.
Tujuan dari perencanaan kapasitas pada level ketiga dari hierarki
perencanaan kapasitas adalah berusaha mengatur secara bersama-sama
pesanan kerja yang datang dan/atau kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai
suatu aliran yang mantap atau seimbang. Apabila beban bertambah, yang
ditandai oleh banyaknya antrian, maka waktu tunggu pusat kerja (work center
lead time) akan lebih panjang. Penanganan hubungan antara kapasitas dan
beban didasarkan pada kemampuan sistem perencanaan dan pelaksanaan
untuk menyesuaikan tingkat kedatangan pesanan dan kapasitas. Unit
pengukuran dari beban dan kapasitas terbanyak menggunakan jam kerja
selam interval waktu tertentu.
Sebagai suatu sistem perencanaan kapasitas dalam sistem MRP II yang lebih
besar, CRP memiliki input, proses, output, dan umpan balik. Elemen-elemen
dari sistem CRP adalah sebagai berikut:
1. Input CRP:
a. ü Schedule of planned factory order releases; jadwal ini merupakan salah
satu output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu:
(1) scheduled receipts (synonym: open orders) yang berisi data order due
date, order quantity, operation completed, operations remaining, dan (2)
planned order releases yang berisi data planned order release date, planned
order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain seperti:
product rework, quality recalls, engineering prototypes, excees scrap, dan
lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang
digunakan oleh CRP tersebut.
b. ü Work order status; informasi status ini diberikan untuk semua open orders
yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang
terlibat, dan perkiraan waktu.
c. ü Routing data; memberikan jalur yang direncanakan untuk factory orders
melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part,
assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik, terdiri
dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah:
operation number, operation, planned work center, possible alternate work
center, standard setup time, standard run time per unit, tooling needed at each
work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada proses CRP
sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP.
d. ü Work center data; data ini berkaitan dengan setiap production work center,
termasuk sumber-sumber daya, standar-standar utilisasi dan efisiensi, serta
kapasitas. Elemen-elemen data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi,
banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode,
banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per
shift, faktor utilisasi, faktor efisiensi, rata-rata waktu antrian, rata-rata waktu
menunggu dan bergerak.
2. Proses CRP:
a. ü Menghitung kapasitas pusat kerja (work center). Kapasitas pusat kerja
ditentukan berdasarkan sumber-sumber daya mesin dan manusia, faktorfaktor jam operasi, efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja biasanya
ditentukan secara manual. Termasuk dalam penentuan kapasitas pusat kerja
adalah: identifikasi dan definisi pusat kerja, serta perhitungan kapasitas pusat
kerja.
b. ü Menentukan beban (load). Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam
setiap periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward scheduling,
menggunakan infinite loading, menggandakan load untuk setiap item melalui
kuantitas dari item yang dijadwalkan dalam suatu periode waktu. Dengan
demikian load ditetapkan pada setiap pusat kerja untuk periode waktu
mendatang yang diakumulasikan berdasarkan pada open orders (scheduled
receipts) dan planned factory orders released. Proses ini biasanya
menggunakan komputer.
c. ü
Menyeimbangkan
kapasitas
dan
beban.
Apabila
tampak
ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, salah satu dari kapasitas atau
beban harus disesuaikan kembali untuk memperoleh jadwal yang seimbang.
Apabila penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai, penjadwalan
ulang dari output MRP atau MPS perlu dilakukan. Hal ini biasanya
merupakan suatu human judgement dan dilakukan secara iteratif
(berulang/berkali-kali) bersama dengan output laporan beban pusat kerja
(work center load report) dari CRP. Dengan kata lain proses akan diulang
sampai memperoleh beban yang dapat diterima (acceptable load).
3. Output CRP:
a. ü Laporan beban pusat kerja (work center load report); Laporan ini
menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam laporan
ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara
keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile sering
ditampilkan dalam bentuk grafik batang (bar chart) yang sangat bermanfaat
untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan (projected load)
dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi
overloads atau underloads. CRP biasanya menghasilkan work center load
profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik.
Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam
format kolom.
b. ü Perbaikan schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini
menggambarkan bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap spesific
release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan
kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan
output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka adalah
hasil dari human judgements yang berdasarkan pada analisis dari output
laporan beban pusat kerja (work center load reports). Salah satu pilihan
penyesuaian yang mungkin, disamping perubahan kapasitas, adalah
mengubah plannned start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini
mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu
untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.
CRP memungkinkan untuk menyeimbangkan beban (load) terhadap
kapasitas (capacity). Berikut ini adalah lima tindakan dasar menurut Gaspersz
yang mungkin diambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan) antara
kapasitas yang ada dengan beban yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan ini
dapat dilakukan secara sendiri atau dalam berbagai bentuk kombinasi yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual dari perusahaan industri
manufaktur tersebut.
1. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity)
a. ü Menambah extra shifts.
b. ü Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work
wekeends).
c. ü Menambah peralatan dan/atau personel.
d. ü Subkontrak satu atau lebih shop orders.
2. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity)
a. ü Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts.
b. ü Reassign personnel temporarily (JIT menyarankan penggunaan waktu
ini untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan perawatan
terhadap peralatan dan fasilitas).
3. Meningkatkan Beban (Increasing Load)
a. ü
Mengeluarkan pesanan lebih awal (release orders early) dari
yang dijadwalkan.
b. ü Meningkatkan ukuran lot (lot size).
c. ü Meningkatkan MPS.
d. ü Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau
disubkontrakkan.
4. Mengurangi Beban (Reducing Load)
a. ü Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item yang
dalam keadaan normal item itu dibuat).
b. ü Mengurangi ukuran lot (lot size).
c. ü Mengurangi MPS.
d. ü Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan
pesanan lebih lambat).
e. ü Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times).
5. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load)
a. ü Menggunakan alternate work centers.
b. ü Menggunakan alternate routings.
c. ü Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang
(lebih awal atau lebih lambat).
d. ü Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk
memperlambat pengeluaran pesanan manufaktur.
e. ü Memperbaiki MPS.
Terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari CRP menurut
Gaspersz, yaitu:
Keuntungan dari CRP:
1) Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan kapasitas dan
beban.
2) Mengkonfirmasi bahwa kapasitas cukup, ada pada basis kumulatif sepanjang
horizon perencanaan.
3) Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings.
4) Menggunakan perkiraan lead time yang lebih cepat daripada MRP.
5) Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data untuk
memuluskan beban sepanjang pusat-pusat kerja.
Kelemahan atau Keterbatasan dari CRP:
1) Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop manufacturing.
2) Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus
menggunakan komputer.
3) Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward scheduling
sehingga tidak menunjukkan letak slack times mungkin dapat digunakan
untuk keseimbangan yang lebih baik.
4) Membutuhkan data input yang banyak.
5) Sering menghasilkan perhitungan terperinci yang menyesatkan (misleading),
khususnya planned queue times.
6) Tidak mampu memberikan informasi terperinci yang tepat dalam periode
harian (day-to-day) sehingga keputusan jangka pendek menjadi sulit diambil
secara tepat.
7) Tidak menunjukkan secara jelas pengaruh dari perbaikan MPS terhadap
keseimbangan yang dicapai, sehingga mungkin membuat situasi tetap jelek.
Bagaimanapun, apabila tidak dilakukan analisis terhadap CRP,
konsekuensi-konsekuensi berikut dapat timbul: muncul hambatan
(bottlenecks), work in process inventory menjadi tinggi, waktu tunggu
menjadi lebih panjang, keterlambatan penyerahan dan kekurangan produk,
penggunaan sumber-sumber daya tidak efisien, produktivitas turun dan lainlain.
Analisis CRP membutuhkan perhitungan yang terpisah berkaitan
dengan kebutuhan setup time dan run time. Analisis CRP lebih terperinci
dibandingkan RCCP, yaitu ketika dalam analisis CRP dibutuhkan informasi
tentang standard setup time dan standard run time per unit item yang akan
dibuat. Perhitungan operation time per unit dalam analisis CRP
menggunakan formula berikut:
Operation Time Per Unit = Run Time/Unit + Setup Time/Unit
= Run Time/Unit + {(Setup Time/Lot) / Average Lot Size}
Pada
dasarnya
terdapat
beberapa
langkah
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan analisis CRP, yaitu:
1.
Memperoleh informasi tentang pesanan produksi yang dikeluarkan
(planned order release) dari MRP.
2.
Memperoleh informasi tentang standard run time per unit dan standard
setup time per lot size.
3. Menghitung kapasitas yng dibutuhkan dari masing-masing pusat kerja.
4.
Membuat laporan CRP.
VI.Pengendalian Aktivitas Produksi
Pengertian Pengendalian Produksi
a. Pengertian
Pengendalian produksi adalah berbagai kegiatan dan metode yang
dignakan oleh majemen perusahaan untuk mengelolah, mengatur,
mengkoordinir, dan mengarahkan proses produksi (peralatan, bahan baku,
mesin, tenaga kerja) kedalam suatu arus aliran yang memberikan hasil
dengan jumlah biaya yang seminimal mungkin dan waktu yang secepat
mungkin.
Pengendalian produksi yang dilaksanakan pada perusahaan yang satu dengan
yang perusahaan yang lain akan berbeda-beda terghantung pada sistem
kebijaksanaan perusahaan yang digunakan. Pengendalian produksi dapat
dilakukan:
- Order Control: Perusahaaanyang beroperasi berdasarkan pesanan dari
konsumen sehingga kegiatan operasionalnya juga tergantunmg pada pesanan
tsb.
- Follow Control: Perusahaan yang beroperasi untuk menghasilkan produk
standar sehingga sebagian produk merupakan produk untuk persediaan dalam
jumlah besar.
Pengendalian keduanya bertujuan sama bagaimana jangka waktu
arus material
apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan
demikian juga bagaimana
transportasi dari pabrik proses
produksi) ke gudang dan dari gudang ke tempat
penyimpanan.
b. Tahap dalam pengendalian produksi (fungsinya)
1. Production forecasting
Production porecasting adalah peramalan produksi untuk mengetahui
jumlah dan manfaat produksi yang akan dibuat di masa yang akan
datang,sehingga kalau terjadi penyimpangan akan cepat diadakan
penyesuaian produksi dimas ayang akan datang.
Dengan melaksanakan peramalan produksi, perusahaan dapat menyusun
anggaran operasionalnya untuk pedoman kerja, penggunaan kapasitas
produksi seoptimal mungkin, menstabilkan kesempatan kerja karena
erdapanya kestabilan dan kepastian jumlah produksi dimasa yang akan
datang.
2. Routing
Routing adalah kegiatan untuk menetukan urutan-urutan proses dan
penggunaan alat produksinya dari bahan mentah smapi menjadi produk akhir,
sehingga sebelum produksi dimulai maslah sudah tercantum pada rout sheet.
3. Schedulling.
Schedulling adalah kegiatan untuk membuat jadwal proses produksi
sebagai satu kesatuan dari awal proses samapai selesai proses produksi .
Scehedulling ini dlaksanakan untuk mengetahui berapa waktu yang
dibutuhkan setiap tahap pemrosesan sesuai dengan urutan- urutan routenya.
Oleh kaena itu untuk membantu keberhasilan tahap ini lebih baik melakukan
“time and mention study” sehingga dapat ditentukan stanndar hasil kerjanya.
4. Dipatching
Dipatching adalah suatu proses untuk pemberian perin tah untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan routing dan schedulling yang dibuat.
5. Follow up
Follow
up
adalah
kegiatan
terjadinya penundaan atau
mendorong terkoordinasinya pelaksaan kerja.
untuk
menghilangkan
keterlambatan
kerja
dan
Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi:
* Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efisien dan
efektif.
* Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal
mungkin.
* Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas.
* Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan.
* Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk
sebagai fungsi dari waktu.
* Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan
permintaan sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika
terjadi penyimpangan.
* Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku
yang akan dibeli.
* Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis.
* Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu.
* Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana
persediaan, dan melakukan revisi rencana produksi pada saat yang
ditentukan.
* Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga
kerja yang terperinci.
Tingkat perencanaan & pengendalian produksi :
1. Perencanaan jangka panjang
Kegiatan peramalan usaha, perencanaan jumlah produk dan
penjualan, perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan bahan, dan
perencanaan finansial.
2. Perencanaan jangka menengah
Perencanaan kebutuhan kapasitas, perencanaan kebutuhan
material, jadwal induk produksi, dan perencanaan kebutuhan distribusi.
3. Perencanaan jangka pendek
Kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir, perencanaan dan
pengendalian input-output, pengendalian kegiatan produksi, perencanaan dan
pengendalian purchase, dan manajemen proyek .
Perencanaan & pengendalian produksi yang dilakukan adalah
mencakup beberapa
aktivitas sebagai berikut :



Peramalan kuantitas permintaan
Perencanaan persediaan: jenis, jumlah, dan waktu
Perencanaan kapasitas (Menyusun Rencana Agregat) tenaga kerja, mesin,
fasilitas untuk penyesuaian permintaan dengan kapasitas. Rencana agregat
bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga
kerja (reguler, lembur, subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk
dan sumber daya secra terpadu (tidak per produk).
 Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci
mengenenai “apa & berapa unit” yang harus diproduksi pada suatu periode
tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya)
memecah (disagregat) rencana agregat ke dalam rencana produksi (apa,
kapan, berapa) yang akan direalisasikan.


Perencanaan pembelian/pengadaan: jenis, jumlah, dan waktu
Penjadwalan pada mesin & fasilitas produksi. Penjadwalan ini meliputi
unrutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu
penyelesaian, prioritas pengerjaan, dsb.


Monitoring aktivitas produksi
Pelaporan dan pendataan
Ada dunia perindustrian, perancangan sistem produksi sangat
dibutuhkan baik untuk perusahaan yang menghasilkan produk maupun jasa,
sangat dibutuhkannya perancangan ini karena akan menghasilkan penentuanpenentuan tindakan atau aktivitas pada periode-periode mendatang.
Dengan adanya perancangan sistem produksi ini, diharapkan agar proses
produksi dapat berjalan dengan lancar, tepat, akurat serta kondisi dan situasi
yang ada di lapangan. Kelancaran proses produksi dapat menghemat biaya
dan mengoptimalkan keuntungan yang diperoleh.
Selain itu, perancangan sistem produksi ini diharapkan agar target
produksi dapat tercapai tanpa ada hambatan-hambatan yang dapat
mengganggu produksi tersebut. Oleh karena itu perencanaan produksi
merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam operasi perusahaan
yang secara terus menerus akan digunakan dalam membantu perencanaan
produksi perusahaan.
Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Vincent Gaspersz (1998, p3) produksi merupakan fungsi
pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktifitas yang bertanggung
jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari
setiap organisasi industri itu.
Secara umum perencanaan & pengendalian produksi dapat diartikan sebagai
aktivita merencanakan dan mengendalikan material masuk, mengalir, dan
keluar dari sistem produksi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi dengan
jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat dan biaya produksi yang
minimum.
Sedangakan jika kita definisikan secara terpisah akan mencakup dua
aktivitas yakni :
a) Perencanaan produksi : aktivitas untuk menetapkan produk yang
diproduksi, jumlah yang dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan
sumber-sumber yang dibutuhkan.
b) Pengendalian produksi : aktivitas yang menetapkan kemampuan sumbersumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi
berjalan sesuai rencana, melakukan perbaikan rencana.
Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi:
a. Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efisien dan efektif.
b. Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal
mungkin.
c. Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas.
d. Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan.
e. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk
sebagai fungsi dari waktu.
f. Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan
permintaan sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika
terjadi penyimpangan.
g. Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku yang
akan dibeli.
h. Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis.
i. Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu.
j. Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana
persediaan, dan melakukan revisi rencana produksi pada saat yang
ditentukan.
k. Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga
kerja yang terperinci.
Tingkat perencanaan & pengendalian produksi :
1) Perencanaan jangka panjang, Kegiatan peramalan usaha, perencanaan
jumlah produk dan penjualan, perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan
bahan, dan perencanaan finansial.
2) Perencanaan
jangka
menengah,
Perencanaan
kebutuhan
kapasitas,
perencanaan kebutuhan material, jadwal induk produksi, dan perencanaan
kebutuhan distribusi.
3) Perencanaan jangka pendek, Kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir,
perencanaan dan pengendalian input-output, pengendalian kegiatan produksi,
perencanaan dan pengendalian purchase, dan manajemen proyek .
Perencanaan & pengendalian produksi yang dilakukan adalah
mencakup beberapa aktivitas sebagai berikut :
1. Peramalan kuantitas permintaan
2. Perencanaan persediaan: jenis, jumlah, dan waktu
3. Perencanaan kapasitas (Menyusun Rencana Agregat) tenaga kerja, mesin,
fasilitas untuk penyesuaian permintaan dengan kapasitas. Rencana agregat
bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga
kerja (reguler, lembur, subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk
dan sumber daya secra terpadu (tidak per produk).
4. Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci
mengenenai “apa & berapa unit” yang harus diproduksi pada suatu periode
tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya)
memecah (disagregat) rencana agregat ke dalam rencana produksi (apa,
kapan, berapa) yang akan direalisasikan.
5. Perencanaan pembelian/pengadaan: jenis, jumlah, dan waktu
6. Penjadwalan pada mesin & fasilitas produksi. Penjadwalan ini meliputi
unrutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu
penyelesaian, prioritas pengerjaan, dsb.
VII.SIstem produksi JIT(JUST IN TIME)
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau
sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaanperusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis
barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh
konsumen.
Istilah “Just In Time” Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa
Indonesia adalah Tepat Waktu, Jadi Sistem Produksi Just In Time atau JIT ini
dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Sistem Produksi Tepat Waktu.
Tepat Waktu disini berarti semua persediaan bahan baku yang akan diolah
menjadi barang jadi harus tiba tepat waktunya dengan jumlah yang tepat
juga. Semua barang jadi juga harus siap diproduksi sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula. Dengan
demikian Stock Level atau tingkat persedian bahan baku, bahan pendukung,
komponen, bahan semi jadi (WIP atau Work In Progress) dan juga barang
jadi akan dijaga pada tingkat atau jumlah yang paling minimum. Hal ini dapat
membantu perusahaan dalam mengoptimalkan Cash Flow dan menghindari
biaya-biaya yang akan terjadi akibat kelebihan bahan baku dan barang jadi.
Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time atau sistem produksi
JIT ini, diperlukan ketelitian dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi
mulai jadwal pembelian bahan produksi, jadwal penerimaan bahan produksi,
jadwal jalannya produksi, jadwal kesiapan produk hingga ke jadwal
pengiriman barang jadi. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan
manufakturing modern saat ini menggunakan berbagai perangkat lunak
(Software) yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi yang
didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order)
dan pengendalian jumlah persedian (Inventory). Software Produksi tersebut
juga dapat melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok (vendor)
hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data Interchange (EDI)
untuk memastikan kebenaran sampai ke data-data yang paling rinci (detail).
Kebenaran dan ketepatan waktu pengiriman bahan-bahan produksi
sangat diperlukan dalam Sistem Produksi Just In Time ini. Contoh pada
sebuah perusahaan manufaktur Handphone, perusahaan tersebut harus dapat
menerima jumlah dan model LCD display yang benar dan dibutuhkan untuk
satu hari produksi, pemasok LCD Display tersebut diharapkan untuk dapat
mengirimkannya dan tiba di gudang produksi dalam batas waktu yang sangat
singkat. Sistem permintaan bahan-bahan Produksi demikian biasanya disebut
dengan “Pull System” atau “Sistem Tarik”.
Kelebihan Sistem Produksi Just In Time (JIT)
Banyak kelebihan yang dapat dinikmati dalam menerapkan sistem
produksi Just In Time, diantaranya sebagai berikut :
1) Tingkat Persediaan atau Stock Level yang rendah sehingga menghemat
tempat penyimpanan dan biaya-biaya terkait seperti biaya sewa tempat dan
biaya asuransi.
2) Bahan-bahan produksi hanya diperoleh saat diperlukan saja sehingga hanya
memerlukan modal kerja yang rendah.
3) Dengan Tingkat persedian yang
rendah,
kemungkinan
terjadinya
pemborosan akibat produk yang ketinggalan zaman, lewat kadaluarsa dan
rusak atau usang akan menjadi semakin rendah.
4) Menghindari penumpukan produk jadi yang tidak terjual akibat perubahan
mendadak dalam permintaan.
5) Memerlukan penekanan pada kualitas bahan-bahan produksi yang dipasok
oleh Supplier (Pemasok) sehingga dapat mengurangi waktu pemeriksaan dan
pengerjaan ulang.
6) Kelemahan sistem produksi Just In Time (JIT)
Meskipun banyak kelebihan yang bisa didapat, Sistem Produksi Just In
Time ini masih memiliki kelemahan, yaitu :
1) Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan
atau “Zero Tolerance for mistakes” sehingga akan sangat sulit untuk
melakukan perbaikan/pengerjaan ulang pada bahan-bahan produksi ataupun
produk jadi yang mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan tingkat
persediaan bahan-bahan produksi dan produk jadi yang sangat minimum.
2) Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Pemasok baik dalam kualitas
maupun ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar lingkup
perusahaan manufakturing yang bersangkutan. Keterlambatan pengiriman
oleh satu pemasok akan mengakibatkan terhambatnya semua jadwal produksi
yang telah direncanakan.
3) Biaya Transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi Transaksi yang tinggi.
4) Perusahaan Manufaktring yang bersangkutan akan sulit untuk memenuhi
permintaan yang mendadak tinggi karena pada kenyataannya tidak ada
produk jadi yang lebih.
5) Banyak Perusahaan Manufakturing yang menerapkan sistem produksi Just
In Time ini menikmati keuntungan yang signifikan seperti Toyota dan
beberapa perusahaan manufaktur Jepang yang telah menerapkannya sejak
tahun 1950an . Namun keberhasilan Sistem Produksi Just In Time sangat
tergantung pada komitmen seluruh karyawan perusahaan mulai dari lebel
yang terendah hingga pada level yang tertinggi.
Ide dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu
menghasilkan sejumlah barang yang diperlukan pada saat diminta dengan
menghilangkan segala macam bentuk pemborosan waktu yang tidak
diperlukan sehingga diperoleh biaya produksi yang rendah dan melakukan
proses yang berkesinambungan. JIT mulai digunakan pada sistem produksi
Toyota sebagai dampak dari krisis minyak di tahun 1973, kemudian banyak
dipakai oleh perusahaan Jepang untuk mengantisipasi semakin variatifnya
permintaan konsumen dan semakin kritisnya konsumen dalam menentukan
produk yang diinginkan
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time-JIT) bukanlah ilmu yang
memerlukan analisis kuantitatif maupun kualitatif yang tidak begitu rumit,
secara lebih tepatnya Jus In Time (JIT) bisa dikatakan sebagai metode
pendekatan, filosofi kerja, konsep ataupun strategi manajemen yang
dimaksud dan tujuannya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam
proses manufacturing. Jus In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk
menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses
pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan
pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan
minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang
mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian
diperoleh rumusan yang lebih sederhana pengertian pemborosan: Kalau
sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan.
7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:
1. Over produksi
2. Waktu menunggu
3. Transportasi
4. Pemrosesan
5. Tingkat persediaan barang
6. Gerak
7. Cacat produksi
Konsep Dasar Just In Time
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan
perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat
menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi
dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu
pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses
manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan
jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya
memasok suku cadang pada proses berikutnya. Metode ini menyulitkan
penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh
gangguan yang timbul pada beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi
permintaan. Untuk mengatasi berbagai gangguan dan perubahan permintaan
ini, perusahaan harus mengubah jadwal produksi tiap proses secara serempak
yang cukup menyulitkan. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan
di antara semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan
ini. Sistem ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang
mengakibatkan pemborosan.
Sebaliknya, sistem produksi Toyota bersifat revolusioner, dalam arti proses
berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya, metode ini
dikenal sebagai sistem tarik. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui
dengan tepat penetapan waktu yang diperlukan dan jumlah suku cadang yang
diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan
suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang
diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang
diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang
mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses
sebelumnya, begitu seterusnya.
Dengan demikian apabila ada perubahan permintaan tidak perlu
dilakukan perubahan jadwal produksi secara serempak untuk semua proses.
Hanya lini rakit akhir yang perlu diinformasikan mengenai perubahan jadwal
produksi ketika merakit produk satu per satu. Untuk menginformasikan
mengenai penetapan waktu yang diminta dan jumlah suku cadang yang
diperlukan, digunakan KANBAN. Sistem kanban hanya bisa berfungsi secara
efektif melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila
semua elemen JIT sudah dipadukan maka keunggulan sistem produksi JIT
baru akan menjadi nyata.
Terdapat empat konsep
pokok
yang
harus
dipenuhi
dalam
melaksanakan Just In Time (JIT):
1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan
hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang
tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja
sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode
sebagai berikut :
1. Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
2. Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
permintaan.
3. Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
4. Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang
fleksibel.
Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk
meningkatkan moril tenaga kerja.
Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke
seluruh bagian perusahaan.
Elemen-elemen Just In Time
Elemen-elemen dalam JIT meliputi:
Pengurangan waktu set up
Aliran produksi lancar (layout)
Produksi tanpa kerusakan mesin
Produksi tanpa cacat
Peranan operator
Hubungan yang harmonis dengan pemasok
Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
Sistem Kanban
VIII. SISTEM MANAJEMEN PRODUKSI
(OPTIMIZED PRODUCTION TECHNOLOGY-OPT)
(THEORY OF CONSTRAINTS-TOC)
A. Pendahuluan
Optimized Production Technology (OPT) diperkenalkan secara luas
oleh E. Goldratt melalui bukunya The Goal: A Process of Ongoing
Improvement yang ditulis pada tahun 1986. Konsep OPT menekankan pada
optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda ini juga dikenal
dengan nama Theory of Constraints (TOC). Metoda yang dikembangkan ini
masif bersifat umum dan logika berpikir dari metoda ini dapat diterapkan
untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai sistem, selain sistem
produksi. Metoda ini menekankan untuk memaksimalkan throughput dengan
persediaan dan biaya operasional yang minimum. Troughput didefinisikan
sebagai aliran uang yang masuk ke perusahaan, sehingga tujuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan uang dapat tercapai. Goldratt menentang
suatu organisasi yang memiliki tujuan menyerap tenaga kerja, menaikkan
penjualan, meningkatkan pangsa pasar, mengembangkan teknologi, dan
menghasilkan produk yang berkualitas, karena tujuan-tujuan tersebut tidak
menjamin kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dan hanya
merupakan alat untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
Optimized Production Technology (OPT) yang dikembangkan oleh
Goldratt bertujuan untuk mengejar keuntungan yang diterima perusahaan
dengan meningkatkanthroughtput (ukuran kecepatan menghasilkan uang
melalui penjualan produk jadi), sementara persediaan (inventory) dan
pengeluaran operasional (operasional expenses) dikurangi semaksimal
mungkin. Ide utamanya adalah mengatur pembatas (constraint) sehingga
kemudian dikenal dengan sebutan Theory of Constraints (TOC). Beberapa
istilah yang merupakan sinonim dari OPT yaitu Optimized Production Time
Table danSyncronized Manufacturing.
Beberapa kalangan akademik maupun praktisi, masing-masing
memiliki pandangan tentang OPT, seperti:
1. Vollman (1986) memandang OPT sebagai perbaikan dari MRP II.
2. Lundrigan (1986) menyatakan OPT sebagai JIT versi barat.
3. Swann (1988) menyarankan OPT digunakan sebagai alat yang dipakai
bersama MRP.
Walaupun ada berbagai pandangan tentang OPT, tetapi pada dasarnya
ada kesamaan pendapat dalam logika pendekatan Goldratt, yaitu OPT
memfokuskan pada kendala-kendala (constraints) yang ada dalam
perusahaan.
Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen
constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Dasar pemikiran TOC adalah
perusahaan memiliki constraint dan harus dimanajemani sesuai constraint
tersebut. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang
menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi
relatif terhadap tujuannya.
B. Jenis Constraints
Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari:
1. Internal constraint, berada di dalam sistem, seperti kapasitas mesin,
lingkungan kerja, dan lain-lain.
2. Eksternal constraint, berada di luar sistem, seperti peluang pasar, pemasok,
dan lain-lain.
3. Constraint fisik, bisa dilihat secara jelas, seperti kapasitas mesin, layout,
kecepatan produksi, dan lain-lain.
4. Constraint non fisik, tidak bisa dilihat secara jelas, seperti peraturan
pemerintah, kebijakan perusahaan, cara berfikir manajer, permintaan pasar,
dan lain-lain.
Kemampuan sumber daya constraint menghasilkan output akan membatasi
jumlah produksi perusahaan (throughput), sehingga untuk memaksimalkan
Return Of Investment (ROI), perusahaan harus mengoptimalkan penggunaan
sumber constraint dan mengkoordinasikan aktivitas lainnya sesuai dengan
keperluan constraint tersebut.
Dalam TOC berlaku asumsi, optimum lokal tidak selalu menghasilkan
optimum global. TOC memandang keberhasilan keseluruhan usaha jauh lebih
penting dibandingkan dengan minimasi biaya-biaya. TOC menganut prinsip
suboptimasi yaitu optimasi pada tingkatan lokal yang berdasarkan kriteria
lokal, dapat bertentangan dengan optimasi keseluruhan organisasi.
C. Dasar-dasar TOC
Sebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan
perbaikan, ada baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh
TOC dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum dasar
pemikiran TOC adalah sebagai berikut:
1. Sistem adalah suatu rantai
Dengan menganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang
paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat.
2. Optimasi lokal vs optimasi sistem keseluruhan
Karena adanya variasi dan interdependensi, performansi yang optimal dan
suatu sistem bukanlah merupakan penjumlahan dari seluruh optimasi lokal.
3. Sebab akibat
Seluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat
yang lain terjadi. Fenomena sebab akibat ini akan menjadi sangat kompleks
pada sistem yang rumit.
4. Efek-efek yang tidak diinginkan dan masalah utama
Sebenarnya, semua hal yang tidak baik yang terjadi dalam sistem, bukanlah
merupakan suatu masalah, tetapi merupakan indikator adanya sebuah
masalah yang merupakan penyebab utama semua gejala tersebut. Dengan
menghilangkan penyebab masalah utama, bukan hanya akan menghilangkan
efek-efek yang tidak diinginkan, tetapi juga akan mencegah kembali.
5. Solusi yang akan memperburuk keadaan
Inersia adalah musuh utama dalam proses perbaikan. Jangan sampai solusi
yang telah ditetapkan justru tambah memperburuk masalah. Jadi solusi yang
telah dibuat harus tetap dievaluasi.
6. Constraint fisik vs constraint kebijakan
Constraint fisik merupakan constraint yang paling mudah ditanggulangi,
tetapi efeknya biasanya hanya sedikit. Tetapi dengan menanggulangi
constraint kebijakan, efeknya akan sangat luas.
7. Ide bukan sebuah solusi
Ide terbaik yang pernah ada di dunia tidak akan disadari potensialnya
sebelum ide tersebut diimplementasikan. Dan kebanyakan ide yang bagus
gagal pada tahap implementasinya.
D. 5 (Lima) Langkah dalam TOC
Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu
permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan
supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem.
Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint)
Bagaimana dari sistem yang memiliki hubungan terlemah? Masalah fisik atau
kebijakan?
2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint)
Tentukan bagaimana menghilangkan konstrain yang telah ditemukan dengan
mempertimbangkan perubahan dan biaya terendah.
3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources)
Setelah konstrain ditemukan lalu diputuskan apa yang akan dilakukan
terhadap konstrain tersebut. Setelah itu harus dievaluasi apakah konstrain
tersebut masih menjadi konstrain pada performansi sistem atau tidak. Jika
tidak, maka langsung menuju ke langkah ke-5, tetapi jika sistem masih
memiliki konstrain, teruskan dengan langkah ke-4.
4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint)
Jika langkah ini dilakukan, maka langkah ke-2 dan ke-3 tidak berhasil
menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti
reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi sistem.
5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process)
Jika langkah ke-3 atau ke-4 telah dipecahkan, maka kembali lagi ke langkah
ke-1 untuk mengulangi siklus. Tetapi waspada terhadap inersia, yaitu suatu
solusi yang dapat menyebabkan konstrain lain muncul. Siklus ini tidak akan
pernah berhenti.
Langkah-langkah perbaikan sistem yang dilakukan dalam TOC
menunjukkan penekanan atau konsentrasi pendekatan TOC pada stasiun
konstrain, dan stasiun non konstrain mengikuti hasil yang diperoleh dari
stasiun konstrain. Penekanan ini mempermudah proses penjadwalan yang
dilakukan, karena cukup hanya mencari jadwal yang sesuai untuk stasiun
konstrain dan tidak mencari jadwal yang sesuai untuk semua elemen yang
terlibat.
Meskipun TOC mempunyai fokus pada stasiun konstrain, stasiunstasiun lainnya yang non-konstrain pasti akan mempengaruhi penjadwalan
yang dilakukan di stasiun konstrain. Penjadwalan di stasiun konstrain
memerlukan tingkat penyimpangan antara rencana dan aktual yang sangat
kecil, selain itu umumnya stasiun konstrain dipasang untuk beroperasi 100 %
kapasitas. Akibatnya dibutuhkan suatu penyangga yang dapat meredam setiap
fluktuasi yang mungkin terjadi di stasiun non-konstrain sehingga jadwal di
stasiun konstrain tidak terganggu. Oleh karena itu, TOC mengusulkan
penggunaanbuffer untuk
istilahconstraint buffer.
stasiun
konstrain
yang
dikenal
dengan
E. 10 (Sepuluh) Aturan Dasar TOC
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan pendekatan
TOC ini tidak hanya pengendalian Buffer di stasiun konstrain. Keberhasilan
penerapan TOC akan ditentukan oleh keberhasilan penerapan 10 prinsip
dasar TOC, yaitu (Srikanth, 1996):
Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan
perusahaan memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan
pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian
tujuan (goal) perusahaan.
Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun
kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya.
Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan
dengan utilitas 100 %.
Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck
dapat mengakibatkan bertumpuknya work in process(buffer) dalam jumlah
yang berlebihan.
Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem
keseluruhan.
Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan
semua kendala (constraint) yang ada secara simultan.
Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total).
Pengukuran performansi dilihat sebagai satu
pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi.
kesatuan
berdasarkan
F. Drum Buffer Rope (DBR)
Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun
konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem
penjadwalan drum-buffer-rope (DBR). Sistem penjadwalan DBR juga
digunakan dalam synchronous manufacturing yang diperkenalkan oleh
Umble dan Srikanth, (1996). Drum buffer rope merupakan metode yang
digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi. Langkah awal dalam
mengatur aliran produksi adalah membuat rencana produksi. Dalam membuat
rencana produksi perlu diperhatikan bahwa jumlah produksi tidak melebihi
permintaan pasar, terdapat cukup material untuk memenuhi rencana produksi,
dan cukup kapasitas sumber daya untuk mengolahnya. Setelah hal-hal
tersebut dipenuhi selanjutnya adalah menentukan jadwal sumber daya
konstrain kapasitas (Capacity Constraint Resource: CCR). Jadwal CCR
digunakan untuk membuat rencana produksi akhir. Rencana produksi
modifikasi tersebut disebut MPS (Master Production Schedule). Proses
membuat MPS ini disebut sebagai drum.
Gangguan dan variansi selalu ada dalam proses manufaktur. Untuk
memenuhi janji kepada konsumen digunakanbuffer (penyangga). Sedangkan
rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan suatu bahan baku
dilepaskan ke lantai pabrik. Pendekatan DBR dapat dianalogikan sebagai
deretan anggota pramuka yang sedang berbaris, seperti pada gambar di
bawah ini.
Dalam analogi ini setiap anggota pramuka memiliki kecepatan berbeda
dan seringkali terjadi gangguan. Anggota pramuka dengan kecepatan paling
lambat bertanggung jawab menabuh drum. Anggota yang paling lambat
inilah yang menentukan kecepatan baris kelompok pramuka ini. Supaya
anggota yang paling lambat dapat berjalan terus tanpa halangan bila anggota
yang persis di depannya mengalami gangguan, maka di depan anggota yang
paling lambat ini harus disediakan penyangga (buffer) sejauh beberapa
langkah. Bila gangguan yang dialami oleh anggota depan dapat diatasi, maka
dengan mudah anggota tersebut dapat menyesuaikan kecepatan langkahnya
untuk kembali ke posisi semula, karena mereka memiliki kecepatan ekstra.
Anggota dengan yang memiliki kecepatan ekstra ini perlu dibatasi gerak
langkahnya, jika tidak maka jarak antara anggota depan dengan anggota yang
paling lambat akan semakin jauh. Caranya adalah dengan mengikatkan
anggota terdepan dengan seuntai rope. Dengan demikian anggota terdepan ini
dapat melangkah dengan kecepatan yang sebanding dengan kecepatan
anggota yang paling lambat. Kesenjangan yang terjadi di antara anggotaanggota terdepan dapat dengan mudah diperkecil. Akhirnya barisan pramuka
ini akan mampu tiba ditujuan sebagai suatu kelompok karena mereka berjalan
secara sinkron atau serempak.
Analogi DBR memberikan gagasan mengenai hubungan antara
kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi
waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR
dalam sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan
produk sebanyak-banyaknya dengan lead time yang rendah dan persediaan di
setiap stasiun juga rendah. Drum adalah laju produksi keseluruhan dari lini
produksi. Barisan pramuka menggambarkan urutan proses produksi. Setiap
sumber produksi mengalami fluktuasi statistik dan gangguan pada saat
mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas
yang berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber
pembatas (bottleneck). Sumber ini tidak memiliki kapasitas yang cukup
dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi
statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk
mencegah menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi
pada sumber sebelumnya, maka buffer ditempatkan di depan sumber
pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi
tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh
karena itu buffer ini dikenal juga sebagaibuffer pelindung (protective buffer).
Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Time buffer, yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk
melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang selalu
terjadi dalam sistem produksi.
2. Stock buffer, yaitu produk akhir maupun produk antara yang dijadikan
penyangga dengan tujuan untuk memperbaiki kemampuan menanggapi
sistem produksi terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk
menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian normalnya.
Berdasarkan kedua definisi buffer di atas, maka tipe bufferyang paling
sesuai untuk menjadi buffer di stasiun konstrain adalah time buffer, karena
tujuan dari time buffer adalah hubungan melindungi throughput dari berbagai
gangguan internal yang muncul. Inventory yang terjadi pada stasiun konstrain
tampak seperti seperti stock buffer untuk melindungi stasiun konstrain, tetapi
sesungguhnya inventori tersebut muncul karena setiap order diberikan time
buffer di stasiun konstrain sehinggaorder tibe sebelum jadwalnya.
Buffer dapat ditempatkan di semua bagian dalam sistem produksi,
tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak perlu diberikanbuffer, karena
stasiun-stasiun ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess capacity) yang
akan berfungsi seperti bufferbagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah
yang menjadi pelindung terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi pada
stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas berlebih ini juga disebut
sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang
dimiliki oleh stasiun kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk
meningkatkan laju produksi saat dibutuhkan.
Rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan bahan baku
dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah
persediaan yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat
tertentu yang sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai
dengan kebutuhan stasiun konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku
hanya bisa dilepaskan sesuai dengan laju produksi sumber pembatas. Dengan
cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan
sumber pembatas dan dapat dipastikan bahwa material akan selalu tersedia
pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga laju produksi tidak
terputus.
G. Ukuran Performansi Perusahaan
Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi
digunakan, yaitu:
1. Kriteria operasional
Kriteria operasional
digunakan
untuk
tingkat
menengah
(middle
management) dan tingkat bawah (line staff), antara lain adalah:
a. Throughput (T)
Throughput adalah uang yang dihasilkan melalui penjualan bukan melalui
produksi,
T = sales – totally variabel cost
Dalam literatur tentang TOC, T didefinisikan sebagai penjualan dikurangi
biaya variabel material langsung. Dalam prakteknya kedua definisi tersebut
dipakai. Beberapa perusahaan hanya mengurangkan material langsung,
sementara beberapa perusahaan lain mengurangi juga biaya-biaya variabel
lainnya seperti biaya variabel penjualan, dan biaya variabel pengiriman.
b. Inventory (I)
Inventory adalah sejumlah uang yang terkait dalam material-material yang
akan diolah untuk kemudian dijual perusahaan.
I = purchased material value of raw material, in process and finished goods
inventory
c. Operating Expenses (OE)
Operating expenses adalah uang yang dihabiskan untuk mengubah inventory
menjadi throughput. Biaya tenaga kerja langsung merupakan bagian dari
operating expenses(OE) dan dianggap merupakan biaya tetap.
OE = actual spending to turn (I) into (T)
Dalam analogi ini setiap anggota pramuka memiliki kecepatan berbeda
dan seringkali terjadi gangguan. Anggota pramuka dengan kecepatan paling
lambat bertanggung jawab menabuh drum. Anggota yang paling lambat
inilah yang menentukan kecepatan baris kelompok pramuka ini. Supaya
anggota yang paling lambat dapat berjalan terus tanpa halangan bila anggota
yang persis di depannya mengalami gangguan, maka di depan anggota yang
paling lambat ini harus disediakan penyangga (buffer) sejauh beberapa
langkah. Bila gangguan yang dialami oleh anggota depan dapat diatasi, maka
dengan mudah anggota tersebut dapat menyesuaikan kecepatan langkahnya
untuk kembali ke posisi semula, karena mereka memiliki kecepatan ekstra.
Anggota dengan yang memiliki kecepatan ekstra ini perlu dibatasi gerak
langkahnya, jika tidak maka jarak antara anggota depan dengan anggota yang
paling lambat akan semakin jauh. Caranya adalah dengan mengikatkan
anggota terdepan dengan seuntai rope. Dengan demikian anggota terdepan ini
dapat melangkah dengan kecepatan yang sebanding dengan kecepatan
anggota yang paling lambat. Kesenjangan yang terjadi di antara anggotaanggota terdepan dapat dengan mudah diperkecil. Akhirnya barisan pramuka
ini akan mampu tiba ditujuan sebagai suatu kelompok karena mereka berjalan
secara sinkron atau serempak.
Analogi DBR memberikan gagasan mengenai hubungan antara
kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi
waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR
dalam sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan
produk sebanyak-banyaknya dengan lead time yang rendah dan persediaan di
setiap stasiun juga rendah. Drum adalah laju produksi keseluruhan dari lini
produksi. Barisan pramuka menggambarkan urutan proses produksi. Setiap
sumber produksi mengalami fluktuasi statistik dan gangguan pada saat
mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas
yang berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber
pembatas (bottleneck). Sumber ini tidak memiliki kapasitas yang cukup
dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi
statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk
mencegah menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi
pada sumber sebelumnya, maka buffer ditempatkan di depan sumber
pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi
tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh
karena itu buffer ini dikenal juga sebagaibuffer pelindung (protective buffer).
Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Time buffer, yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk
melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang selalu
terjadi dalam sistem produksi.
2. Stock buffer, yaitu produk akhir maupun produk antara yang dijadikan
penyangga dengan tujuan untuk memperbaiki kemampuan menanggapi
sistem produksi terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk
menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian normalnya.
Berdasarkan kedua definisi buffer di atas, maka tipe bufferyang paling
sesuai untuk menjadi buffer di stasiun konstrain adalah time buffer, karena
tujuan dari time buffer adalah hubungan melindungi throughput dari berbagai
gangguan internal yang muncul. Inventory yang terjadi pada stasiun konstrain
tampak seperti seperti stock buffer untuk melindungi stasiun konstrain, tetapi
sesungguhnya inventori tersebut muncul karena setiap order diberikan time
buffer di stasiun konstrain sehinggaorder tibe sebelum jadwalnya.
Buffer dapat ditempatkan di semua bagian dalam sistem produksi,
tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak perlu diberikanbuffer, karena
stasiun-stasiun ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess capacity) yang
akan berfungsi seperti bufferbagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah
yang menjadi pelindung terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi pada
stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas berlebih ini juga disebut
sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang
dimiliki oleh stasiun kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk
meningkatkan laju produksi saat dibutuhkan.
Rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan bahan baku
dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah
persediaan yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat
tertentu yang sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai
dengan kebutuhan stasiun konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku
hanya bisa dilepaskan sesuai dengan laju produksi sumber pembatas. Dengan
cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan
sumber pembatas dan dapat dipastikan bahwa material akan selalu tersedia
pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga laju produksi tidak
terputus.
2. Kriteria finansial
Kriteria finansial digunakan
untuk
mengetahui
apakah
perusahaan
menghasilkan uang. Kriteria ini biasanya digunakan untuk managemen di
tingkat atas (corporate). Kriterianya antara lain:
a. Net Profit (NP): selisih hasil penjualan dengan biaya produksi
b. Return Of Investment (ROI): keuntungan relatif terhadap modal investasi
c. Cash Flow (CF): aliran input output keuangan tiap interval waktu tertentu
3. Hubungan antara kriteria operasional dan finansial
Peningkatan performansi ukuran-ukuran operasional ini akan meningkatkan
performansi finansial; bertambahnya throughtakan meningkatkan laba berih,
menurunnya inventory akan meningkatkan nilai ROI (Return On Investment),
dan menurunnya biaya operasi meningkatkan aliran kas.
H. Prinsip Kerja dan Metode Kontrol OPT
Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas
lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lainbottleneck adalah suatu
proses yang membatasi throughput.Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga
kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya.
1. Prinsip Kerja OPT
Prinsip kerja OPT yaitu non bottleneck bekerja pada utilitas tertentu untuk
mendukung kelancaran bottleneck, pada saat yang bersamaan mencegah
terjadinya kenaikan persediaan (work in process) dan bottleneck bekerja pada
utilitas 100 %.
I. Kerangka Pengaturan OPT
1. Bottleneck
Dua cara untuk mengetahui adanya bottleneck yaitu dengan
mengidentifikasi work in process di setiap stasiun kerja dan CRP atau beban
kerja (load) setiap stasiun kerja.
2. Penyangga (buffer)
Penyangga dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian (fluktuasi
dan ketergantungan) suatu sistem. Dalam OPT, penyangga yang besar bukan
merupakan suatu kerugian jika penyangga tersebut digunakan untuk
mengamankan sumberbottleneck. Sebaliknya, untuk sumber non bottleneck,
penyangga ditekan seminimal mungkin bahkan jika perlu tanpa penyangga.
3. Ukuran batch
Batch dibagi menjadi batch transfer dan batch proses, sedangkan teknik
penjadwalannya meliputi penjadwalan urut (sequence), overlapping, dan
splitting.
J. Software OPT
Pada tahun 1983 Goldratt mengembangkan software OPT untuk
menjadwalkan proses produksi perusahaan dengan mempertimbangkan
konstrain-konstrain yang ada. Konstrain tersebut dapat berupa mesin, tenaga
kerja, peralatan, material, atau konstrain lain yang dapat mempengaruhi
kemampuan perusahaan mencapai target produksi. Setelah kurang lebih 100
perusahaan menggunakan software OPT, Goldratt mulai mempromosikan
logika program OPT. Logika OPT ini dikenal dengan ’Theory Of
Constraints’.
OPT dapat dinyatakan dalam dua sudut pandang, yaitu:
1. OPT sebagai suatu konsep (filosofi yang terdiri dari 10 aturan dasar)
2. OPT sebagai perangkat lunak (OPT/SERVE)
K. Rangkuman
1) Optimized Production Technology merupakan konsep OPT yang
menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda
ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints. Metoda ini menekankan
untuk memaksimalkanthroughput dengan persediaan dan biaya operasional
yang minimum.
2) Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen
constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Suatu constraint dapat
diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem
untuk mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya.
3) Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari: Internal constraint,Eksternal
constraint, Constraint fisik, dan Constraint non fisik.
4) Lima langkah TOC dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari
suatu permasalahan adalah: identifikasi konstrain sistem, eksploitasi
konstrain, subordinasi sumber lainnya, evaluasi konstrain, dan mengulangi
proses keseluruhan.
5) Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstrain dan
menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalan drumbuffer-rope (DBR). Drum buffer ropemerupakan metode yang digunakan
TOC dalam mengatur aliran produksi.
6) Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi digunakan,
yaitu: kriteria operasional dan kriteria finansial.
7) Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih
kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lainbottleneck adalah suatu proses
yang membatasi throughput.Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja
terampil, peralatan khusus dan sebagainya.
IX.Project Based Production System
(Sistem Produksi Berbasis Proyek)
1. Perkenalan
Globalisasi menantang hampir setiap aspek lingkungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi. Organisasi,
apakah publik atau swasta, harus menyesuaikan strategi dan operasi mereka untuk tetap kompetitif dan
efisien. Secara historis, organisasi mengadopsi operasi berbasis proyek sebagai modus untuk tetap
kompetitif, meskipun aplikasi cenderung menjadi tipe satu-off dari operasi seperti proyek-proyek
konstruksi dan pengembangan sistem (Edum-Fotwe & McCaffer, 2000). Ketika dunia berubah dari
industri dibawa ke sebuah ekonomi pengetahuan didorong lebih dan laju perubahan terus-menerus
menjadi lebih intens, organisasi mengadopsi modus berbasis proyek operasi pada skala yang lebih luas.
Ekonomi pengetahuan mengarah pada penciptaan banyak industri berorientasi layanan. Organisasi
mulai menghadapi portofolio proyek di mana sifat proyek ini berbeda dalam kompleksitas teknologi,
urgensi, nilai pelanggan dan dampak sosial (Gutjahr & Froeschl, 2013,). Berdasarkan pengalaman
mereka dengan proyek-proyek yang lebih teknis berorientasi, organisasi memusatkan perhatian mereka
lebih intens pada metode manajemen proyek baru, alat dan proses dan belum tentu pada manusia dan
interface organisasi. paradigma ini berubah bagaimanapun, terutama sejak 1980-an dan semakin banyak
organisasi mengadopsi bentuk organisasi sementara (Bakker, 2010) dalam rangka meningkatkan daya
saing mereka. Kontribusi dalam edisi khusus ini dari Journal Afrika Selatan
Ilmu Ekonomi dan Manajemen memiliki fokus-umum tentang pentingnya
antarmuka manusia dan organisasi operasi berbasis proyek pada keberhasilan
proyek. Tujuan artikel penutup ini adalah untuk menganalisis temuan dan
rekomendasi dalam makalah ini dan untuk mendeteksi tren dan peluang
penelitian masa depan di bidang operasi berbasis proyek.
2. Analisis kontribusi
2.1 perspektif Makro
Packendorff dan Lindgren mengambil perspektif makro pada proses
projectification. Berdasarkan literatur sebelumnya, mereka menyebut
projectification sebagai 'pengembangan terhadap penggunaan proyek untuk
menangani tugas-tugas kompleks dan pembaharuan kreatif dalam organisasi
kontemporer', tetapi pada saat yang sama menggambarkan ini 'definisi'
sebagai 'pandangan sempit projectification' dimana penelitian terutama
difokuskan pada isi dan konsekuensi dari inisiatif restrukturisasi organisasi.
Berdasarkan tinjauan menyeluruh dari literatur yang relevan, Packendorff dan
Lindgren sampai pada kesimpulan bahwa kelemahan dasar pandangan sempit
di projectification adalah bahwa peneliti mengecualikan pandangan pada
projectification sebagai pengembangan ditandai dengan misalnya dibatasi
rasionalitas, kekuasaan dan politik, budaya norma dan konstruksi. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa daerah penelitian harus diperluas dari
keprihatinan saat ini dengan peningkatan keutamaan proyek dalam struktur
organisasi kontemporer, untuk menjadi perhatian bagi proses budaya dan
diskursif dalam masyarakat. Implikasi penting untuk penelitian adalah bahwa
satu set baru asumsi penelitian dasar yang diperlukan, yang menyiratkan
bahwa tidak hanya peneliti proyek, tetapi juga ulama tertarik misalnya teori
organisasi, harus berkontribusi dan melengkapi penelitian di masa depan
projectification. pendekatan multi-disiplin tersebut tentu akan menghasilkan
pertanyaan penelitian baru yang terkait dengan individu dan organisasi dalam
lingkungan operasi berbasis proyek.
2.2 perspektif Meso
Dalam kontribusi pada pemerintahan proyek, Bekker berpendapat
bahwa sastra penelitian terkini tentang tata kelola proyek kurang lebih luas,
multifirm dan multi-proyek perspektif dengan pemahaman umum dari
definisi, kerangka dan konteks. Perspektif governance single-perusahaan
menyangkut diri dengan proyek intra-ORGANISASI-nasional dan karena itu
cenderung untuk mempraktekkan prinsip-prinsip tata kelola semata-mata
pada tingkat teknis. Multi-perusahaan pendekatan tata kelola proyek
bagaimanapun, adalah lebih peduli dengan tingkat kontrak kerjasama,
sementara perspektif tata kelola proyek modal besar dengan organisasi
sementara yang mendekati, cenderung untuk membangun prinsip-prinsip tata
kelola di tingkat kelembagaan. Mengingat perspektif tata kelola yang
berbeda, oleh karena itu perlu bahwa peneliti fokus pada keselarasan dari
prinsip-prinsip tata kelola proyek antara tiga kategori organisasi. Tantangan
penelitian di sini adalah untuk memperluas perspektif dari tingkat teknis
kontrol di sekolah single-perusahaan, untuk menyelaraskan dengan tingkat
kontrak kontrol di sekolah multi-perusahaan. Dengan sekolah proyek modal
besar, kontrol menjadi kegiatan yang kompleks dalam komposisi
kosmopolitan berbagai budaya dan nilai-nilai, struktur organisasi dan masih
banyak lagi. Sejalan dengan rekomendasi dari Packendorff dan Lindgren,
Bekker juga memandang keterlibatan peneliti dari latar belakang multidisiplin penelitian di bidang penelitian tata kelola proyek sebagai syarat
penting untuk penelitian masa depan, terutama mengenai sekolah proyek
modal besar dalam yang sangat kompleks dan multi lingkungan organisasi
dimensi. Pendekatan penelitian sebagai diselidiki dari tampilan penelitian
projectification luas diusulkan oleh Packendorff dan Lindgren, di mana
prinsip-prinsip tata kelola proyek diselaraskan antara sekolah yang berbeda
pemikiran, juga bisa membawa perspektif baru tentang bagaimana masa
depan- organisasi sementara harus berurusan dengan pemerintahan proyek.
kertas Jerbrant berfokus pada perubahan dan pematangan dalam
manajemen dan organisasi organisasi berbasis proyek dalam lingkungan
multi-proyek. Tujuan dari artikel nya untuk memperdalam pemahaman kita
tentang bagaimana pengelolaan organisasi berbasis proyek bisa berkembang
dalam aliran antara administrasi penataan dan pengelolaan ketidakpastian
potensial. Titik keberangkatan adalah bagaimana proses manajemen standar
berkembang menjadi perspektif yang lebih strategis di seluruh portofolio
proyek dan link utama untuk tujuan bisnis secara keseluruhan. manajemen
ketidakpastian ditekankan dengan kompleksitas yang dihasilkan dan
berdampak pada kegiatan restrukturisasi. Oleh karena itu, model pematangan
yang memvisualisasikan organisasi berbasis proyek, berosilasi antara
restrukturisasi dan manajemen ketidakpastian diusulkan. Hasil dari penelitian
ini adalah penting karena ini membutuhkan perspektif yang lebih luas
daripada hanya pandangan manajemen proyek dan akhirnya menghubungkan
kegiatan restrukturisasi untuk tujuan bisnis organisasi. Jerbrant sehingga
mengusulkan penelitian masa depan untuk fokus setidaknya pada (i)
koordinasi di bagian projectified dari bisnis di mana integrasi dari beberapa
area fungsional yang dibutuhkan, dan (ii) koordinasi untuk menyelaraskan
portofolio proyek dengan strategi bisnis secara keseluruhan. Studi tentang
pengembangan lebih lanjut dari model pematangan serta pengelolaan
ketidakpastian dalam berbagai jenis organisasi berbasis proyek juga harus
menjadi agenda penelitian mendatang.
2.3 perspektif Micro
Van Kessel et al. difokuskan penelitian mereka pada kasus tertentu di
lingkungan mikro, yaitu sebuah lembaga akademis di mana kreatif keluaran
kertas penelitian adalah tujuan strategis yang penting dari organisasi.
Penelitian mereka meneliti hubungan antara persepsi budaya organisasi,
embeddedness sosial penulis makalah 'dan output proyek kertas. Temuan
bahwa hubungan sosial dengan rekan-rekan baik di dalam dan di luar
departemen mereka, tapi di lembaga akademis yang sama, penting untuk
hasil merupakan langkah kausal yang menghubungkan nilai-nilai dan normanorma organisasi untuk output kreatif, dan sangat penting untuk masyarakat
produksi berbasis proyek yang lebih luas.
Menghubungkan temuan penelitian ini untuk orang-orang dari (i) Chan,
dan (ii) Chang dan Yeh, membawa perspektif baru yang menarik yang dapat
membantu kita untuk mengembangkan wawasan lebih dalam kebutuhan
operasi berbasis proyek.
Chan mempelajari dampak dari keanggotaan tim proyek beberapa
kinerja proyek yang inovatif dan menemukan bahwa hubungan u berbentuk
terbalik ada antara keanggotaan tim ganda dan kinerja kreatif individu.
Temuan ini dijelaskan oleh sumber yang lebih beragam ide bahwa pertemuan
individu, meskipun terlalu banyak ide yang beragam memiliki efek negatif
pada kinerja kreatif individu. Temuan ini dari Chan sesuai dengan
kesimpulan dari Van Kessel et al. bahwa 'tidak ada proyek adalah sebuah
pulau'. Chan juga menemukan bahwa pada awalnya beberapa anggota tim
memiliki hubungan linear positif dengan kinerja tim (dan pada tingkat yang
lebih tinggi efek negatif). Ini menemukan lagi sesuai dengan kesimpulan dari
Van Kessel et al. bahwa 'tidak ada proyek adalah sebuah pulau', dengan
asumsi bahwa proyek dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari
anggota. Secara keseluruhan, kedua makalah menekankan bahwa lingkungan
proyek penting untuk kinerja.
Chang dan Yeh kontribusi untuk penelitian pada produksi berbasis
proyek dengan memeriksa hubungan antara tim proyek intra
ketidaksepakatan, komunikasi konflik dan kinerja tim di lintas fungsional tim
proyek produk baru dan konsekuensinya pada kelengkapan pengambilan
keputusan. Temuan penelitian ini relevan dalam hal ini memberikan wawasan
lebih lanjut ke sifat karakteristik proses sosial tertentu antara anggota tim
proyek dan efek mereka. Pertama, mereka menemukan hubungan cekung
antara intra-tim tugas perselisihan dan pengambilan keputusan kelengkapan
dan menjelaskan temuan mereka dengan mengatakan bahwa terlalu sedikit
konflik dalam tim proyek enggan kombinasi sudut pandang yang berbeda dan
sumber informasi yang beragam untuk menciptakan basis pengetahuan baru
di proses pengambilan keputusan. Terlalu banyak intra-tim task
ketidaksepakatan juga menurun kelengkapan pengambilan keputusan. Kedua,
mereka menemukan bahwa pengambilan keputusan kelengkapan tidak
muncul untuk menjadi sumber yang paling bermanfaat dari ide-ide kreatif
untuk inovasi. Ketiga, mereka menemukan bahwa komunikasi kolaboratif
memiliki efek yang signifikan dan negatif pada inovasi dan menyarankan
penelitian lebih lanjut untuk meneliti temuan tertentu. Dari temuan Chang
dan Yeh dapat disimpulkan bahwa proses sosial antara anggota tim proyek
individu dan antara tim proyek memang penting tetapi bahwa ikatan sosial
harus mengambil tujuan proyek menjadi pertimbangan, jika tidak hasilnya
akan memiliki efek negatif pada proyek gol.
3 Penelitian di masa depan
Packendorff dan Lindgren mengusulkan bahwa penelitian di masa
depan projectification harus secara aktif menggunakan pandangan proyek dan
pengorganisasian berbasis proyek sebagai fenomena budaya dan diskursif.
Mereka mendorong para sarjana teori organisasi untuk menemukan studi
projectification paling berguna dalam mengembangkan gagasan teoritis baru,
misalnya organisasi pasca-burocratic, organisasi virtual dan proses
kewirausahaan. Pada tingkat meso, Bekker mengusulkan penelitian lebih
lanjut pada pengembangan kerangka kerja tata kelola proyek untuk proyekproyek yang mencakup lintas batas negara dan menggabungkan sistem yang
berbeda nilai, sistem hukum, pedoman tata kelola perusahaan, agama dan
praktek bisnis. Juga pada tingkat meso Jerbrant mengusulkan beberapa topik
untuk penelitian masa depan, yaitu (i) koordinasi untuk mengintegrasikan
beberapa bidang fungsional yang berbeda di bagian dari bisnis yang
projectified, (ii) koordinasi untuk menyelaraskan portofolio proyek dengan
strategi bisnis secara keseluruhan, ( iii) hubungan strategis antara
pengembangan bisnis dan kedua tingkat penataan dan ketidakpastian
manajemen, (iv) pengembangan lebih lanjut dari model pematangan ia
mengusulkan dan (v) isi manajemen ketidakpastian dalam berbagai jenis
organisasi berbasis proyek. Di mikro tingkat Van Kessel et al. mengusulkan
tiga topik untuk penelitian masa depan, yaitu (i) memeriksa apakah budaya
organisasi mempengaruhi jumlah ikatan sosial, atau sebaliknya, (ii) sejauh
mana kekuatan ikatan memediasi hubungan antara budaya organisasi dan
output kreatif dan (iii) peran mediasi dari embeddedness sosial dalam
hubungan antara budaya organisasi dan output kreatif. Berdasarkan karyanya
tentang keanggotaan tim proyek ganda dan kinerja Chan mengusulkan empat
topik untuk penelitian masa depan.
Pertama, proposisi lainnya yang diusulkan oleh O'Leary et al. (2011),
misalnya 'berbagai' (yaitu keragaman dalam tugas, teknologi, lokasi, dan
sebagainya) dapat diuji secara empiris sehingga dampak dari keanggotaan tim
beberapa dapat diperiksa sepenuhnya. Kedua, dalam rangka untuk
mengurangi kinerja individu masalah bias diri-dinilai, prosedur pengukuran
multisource dapat digunakan. Ketiga, jenis lain dari proyek dari tim proyek
hanya terkait rekayasa dengan tugas yang berbeda dapat diselidiki untuk
menentukan dampak dari keanggotaan tim beberapa kinerja. Akhirnya,
dampak dari keanggotaan tim beberapa kinerja pada tingkat organisasi dapat
dieksplorasi karena tekanan pada tim, anggota tim dan para pemimpin
mereka mungkin akan lebih parah. Untuk penelitian masa depan, Chang dan
Yeh mengusulkan bahwa desain penelitian longitudinal yang digunakan
untuk lebih memvalidasi urutan kausal yang diajukan dalam penelitian
mereka. Mereka juga menyarankan untuk penelitian masa depan, variabel
kriteria yang dinilai menggunakan ukuran komprehensif yang berisi beberapa
langkah subjektif seperti ino-vativeness dan kepatuhan kendala, serta ukuran
kinerja keuangan yang obyektif.
Sebuah benang merah dalam topik yang diusulkan untuk penelitian masa
depan adalah bahwa pendekatan manajemen proyek tradisional dan alat-alat
harus dilengkapi dengan wawasan dari ilmu-ilmu sosial, dengan kata lain,
penelitian multi-disiplin di mana perspektif rekayasa dikombinasikan dengan
perspektif ilmu sosial.
Daftar Pustaka
https://www.google.com/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=i+Rencana+Produksi+dan+atau+MPS&*
http://teorisingkat.blogspot.co.id/2015/11/proses-disagregasi-rccp-mrp-dancrp.html
https://www.academia.edu/11759560/Laporan_Modul_Perencanaan_Produks
i_dan_Kebutuhan_Material
https://ilmuteknikindustri.wordpress.com/2011/02/04/perencanaan-teknikindustri/
https://www.researchgate.net/publication/39735229_Perencanaan_kebutuhan
_bahan_baku_dan_pengendalian_produksi_dalam_usaha_menghemat_biaya_
produksi_di_PT_Surabaya_Utama_Cycle_Industri
http://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-sistem-produksi-just-in-timejit/
http://yayan-industri.blogspot.co.id/2009/11/sistem-produksi-tepat-waktujust-in.html
https://de.wikipedia.org/wiki/Optimized-Production-Technology
http://www.scielo.org.za/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S222234362014000100009
BERBAGI
BERBAGI
Komentar
Postingan populer dari blog ini
HUB/Switch
Desember 02, 2016
BERBAGI
POSTING KOMENTAR
BACA SELENGKAPNYA
P
Download