RCCP (perencanaan kapasitas kasar) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas jangka panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan MPS (Master Production Schedule). Apa saja teknik yang ada di dalam RCCP? CPOF (Capacity Planning Overall Factor/Pendekatan total faktor) CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS. Waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF mengalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber. BOLA (Bill Of Labour Approach / Pendekatan daftar tenaga kerja) Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalikan waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari MPS. RPA (Resource Profile Approach / Pendekatan profil sumber) Merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning). Rough Cut Capasity Planning (RCCP) yaitu urutan kedua dari hirarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua hirarki perencanaan prioritas produksi. Guna menempatkan sumbersumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi dimasa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu. Rough Cut Capacity Planning (Rccp) RCCP dapat didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagi Load Profile untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan versus kapasitas yang tersedia.Load Profile didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang direncaanakan dan dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. RCCP (rough cut capacity planning) dapat juga diartikan perencanaan kapasitas “kasar” untuk menguji kelayakan MPS (master production schedule), dikaitkan dengan kapasitas yang tersedia. Contoh Load Profile : Validasi pada RCCP dikatakan layak apabila kapasitas yang dibutuhkan semuanya dapat dipenuhi oleh kapasitas tersedia. Capacity Requirement Planning (Crp) CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai hasil MRP. Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas yang dapat digunakan. Modifikasi dilakukan dengan menambahovertime, merubah routing (urutan proses), dan sub kontrak. Ketika kapasitas yang dapat digunakan tidak dapat mencukupi, meski telah dilakukan modifikasi, maka perlu dilakukan perubahan MPS. Masalahnya, revisi MPS akan merevisi MRP dan output kebutuhan kapasitas juga berubah. Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian membandingkan kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan material (MRP) oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS)(Fogarty dkk, 1991). Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu(Garpezs, 1998). Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998): a. Input dari CRP: 1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1) Scheduled receipts yang berisi data order due date, order quantity, operations completed, operations remaining,dan (2) planned order releases yang berisi dataplanned order releases date, planned order receipt date, planned order quantity.Sumber-sumber lain seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP itu 2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semuaopen orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang terlibat dan perkiraan waktu. 3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factorymelalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiappart, assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routingyangunik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation, planned work center, possible alternate work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP. 4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production work center, termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasidan efisiensi, serta kapasitas. Elemenelemem data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktorutilisasi &efisiensi. b. Output dari CRP: 1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam format kolom. 2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikanjadwal ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka adalah hasil darihuman judgements yang berdasarakan pada analisis dari output laporan beban pusat kerja (Work cente load reports). Salah satu pilihan penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah mengubah planned start datesyang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik. I.DESKRIPSI Sistem adalah kumpulan dari unsur – unsur maupun komponen – komponen yang saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya sehingga tecapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan produksi ialah kegiatan menghasilkan sesuatu dengan cara mengubah suatu masukan menjadi sebuah keluaran yang memiliki nilai lebih dari sebelumnya. Dari uraian di atas, maka sistem produksi dapat diartikan sebagai kumpulan dari subsistem – subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Subsistem – subsistem dari suatu sistem produksi terdiri dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan produksi 2. Pengendalian kualitas hasil produksi 3. Penentuan standar – standar operasi 4. Penentuan fasilitas produksi 5. Penentuan harga pokok produksi Pengertian Operasi Istilah operasi sering dipergunakan dalam suatu organisasi yang menghasilkan keluaran atau output, baik berupa barang atau jasa. Jadi dalam pengertian operasi tercakup setiap proses yang merubah masukan-masukan (input) dengan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan keluaran-keluaran (output) berupa barang atau jasa. Dengan dasar pengertian itu, didalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa dapat diukur kemampuan menghasilkan atau tranformasinya. Dari pengertian yang luas inilah, sekarang berkembang istilah yang sering digunakan yaitu industri, seperti industri pengolahan hasil-hasil pertambangan, industri pariwisata, industri jasa keuangan, industri jasa perdagangan dan industri pengangkutan. Karena adanya keterbatasan pengertian produksi dalam arti sempit, maka dipergunakan istilah produksi dan operasi sehingga dapat mencakup pembahasan dalam arti luas unutk kegiatan masukan (input) menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa. Pengertian operasi dalam ekonomi adalah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Seperti yang diketahui kegunaan atau utilitas karena bentuk dan tempat, sehingga membutuhkan faktor-faktor produksi. Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti keuangan, personalia, dan lain-lain. (Santoso, 2005: Jurnal Teknik Informatika). Sistem produksi adalah suatu rangkaian dari beberapa elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem produksi adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan tertentu. Beberapa elemen tersebut antara lain adalah produk perusahaan, lokasi pabrik, letak dari fasilitas produksi, lingkungan kerja dari para karyawan serta standar produksi yang dipergunakan dalamperusahaan tersebut. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif dipasar. (Ahyani, 1996: 8). Didalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, diantaranya terdapat tiga fungsi pokok yang selalu dijumpai yaitu : 1. Pemasaran (marketing) yang merupakan ujung tombak dari unit usaha, sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen. Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan jumlahnya) maupun pelayanan dan pengantaran produk ketangan konsumen. 2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna pembiayaan aktivitas unit usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan. 3. Produksi (operasi) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan menstranformasi input produksi menjadi output produksi yang memiliki nilai lebih/jual. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. Sistem pendukung kegiatan produksi antara lain : a. perencanaan dan pengendalian produksi b. pengendalian kualitas c. penentuan standar operasi d. penentuan fasilitas produksi e. perawatan fasilitas produksi f. penentuan harga pokok produksi. Sistem pendukung kegiatan produksi ini akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan tergantung dari produk yang dihasilkan serta bagaimana cara menghasilkannya. II.Rencana Induk Jangka Panjang Perencanaan Strategis & Taktis Perencanaan strategis (Strategic Planning) : “Proses menyusun sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan perusahaan disertai rencana-rencana untuk mencapainya” Contoh : keputusan organisasi untuk diversifikasi Perencanaan Taktis (Tactical Planning) : “Proses penyeleksian metoda-metoda pencapaian tujuan-tujuan organisasi” Contoh: keputusan memasuki pasar spesifik Misi Organisasi Perencanaan strategis dimulai dengan mendefinisikan misi organisasi Acuan pendefinisian misi organisasi: - Kealamiahan lingkungan saat ini dan mendatang Filosofi dan nilai-nilai dasar organisasi - Bisnis organisasi sekarang dan semestinya 5-10 tahun mendatang Fungsi output perusahaan (kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi oleh produk/jasa perusahaan) - Karakteristik pelanggan organisasi Kekuatan bersaing perusahaan - Kelemahan perusahaan - Perubahan yang dibutuhkan dan batu loncatan dari posisi sekarang ke posisi mendatang Pertumbuhan Organisasi 1. Pertumbuhan tidak terarah Menambah beban organisasi atau merusak fungsi-fungsi vital organisasi secara bertahap 2. Pertumbuhan terarah Meningkatkan efisiensi aktivitas-aktivitas fungsional dengan menambah lintas produk pelengkap yang membuat peggunaan yang lebih baik saat ini dan menurunkan biaya tetap perunit output 3. Peramalan Bisnis Merefleksikan total lingkungan bisnis yang diprediksikan yang mencakup faktor politik, social, ekonomi, teknologi & kompetisi Pemecahan masalah : Analisis sensitifitas dan contingency plans Output ramalan bisnis : - Permintaan tahunan agregat antisipasi melalui kelompok-kelompok produk Membedakan antara area pasar baru dan pasar yang telah ada Kekuatan Bersaing Quality Price Product variations & options Quick delivery Service after the sale Perencanaan Jangka Panjang Mengacu pada rencana strategis organisasi Perencanaan jangka panjang mencakup: Perencanaan produk & penjualan Perencanaan manufaktur Perencanaan keuangan 1. Perencanaan Produk dan Penjualan Mencakup keputusan-keputusan level makro mengenai lini-lini produk yang diproduksi, pasar-pasar yang dilayani dan level permintaan antisipasi untuk berbagai lini produk” Perencanaan produk & penjualan juga akan menjawab tentang: - Bagaimana siklus hidup produk dan dimana mereka saat ini ? - Apa strategi masuk & keluar pasar ? Siklus dan Strategi Kehidupan Produk Siklus hidup berbeda antar produk a. Faktor yang menentukan adalah: - penerimaan publik - kondisi sosial & ekonomi - tingkat perkembangan persaingan inovasi teknik & gaya 2. Perencanaan Manufaktur a. Keputusan value-added b. Keputusan tingkat fokus, lokasi & ukuran fasilitas c. Keputusan filosofi manajemen manufaktur : - kebijakan manajemen sumber daya manusia - sistem pengendalian produksi & persediaan - Pendekatan manajemen seperti JIT, TQM, dll d. Keputusan process flow & facility layout 3. Perencanaan Keuangan Rencana produk, rencana penjualan & rencana produksi memerlukan sumberdaya tambahan seperti fasilitas & peralatan, yang memerlukan “financing Integrasi Rencana Perencanaan produk, penjualan & produksi harus diarahkan secara interaktif dengan perencanaan sumberdaya Ketersediaan fasilitas, proses, peralatan dan personel tergantung pada lead time untuk mendapatkan fasilitas & peralatan, kekuatan keuangan organisasi, kesulitan tugas secara teknologi, dan ketersediaan personel Fasilitas merupakan fixed asset (aset tetap) biasanya aktiva tetap tidak bergerak seperti struktur gedung, mesin dan sumber daya tak nyata yang mendukung suatu aktivitas produksi. Fasilitas bersama dengan manusia, uang, material, dan energi menghasilkan sesuatu pada suatu aktivitas produksi serta untuk meningkatkan kinerja produksinya. Sistem produksi berhubungan dengan teori ekonomi makro, hukum permintaan dan penawaran, peramalan permintaan, perencanaan agregat, perencanaan dan pengendalian persediaan baik yang tradisional maupun semi modern, serta penjadwalan produksi. Pada makalah ini akan dibahas tentang hubungan teori ekonomi dengan sistem produksi, sistem produksi, dan juga tentang peramalan. III.VALIDASI MPS DAN RCCP JADWAL INDUK PRODUKSI (MPS) Jadwal induk produksi adalah suatu perencanaan yanng mengidentifikasi kuantitas dari item tertentu yang didapatkan dan akan dibuat oleh suatu perusahaan manufaktur (dalam satuan waktu). Pada dasarnya JIP merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Apabila rencana produksi merupakan hasil proses perencanaan produksi dinyatakan dalam bentuk agregat, maka JIP yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam item master dan BOM (Bills Of Materials).[1] Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut[1] : Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (Material and Capacity Requirements Planning), Menjadwalkan pesanan- pesanan produksi dan pembelian (Production and Purchase Orders) untuk item-item MPS, Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas, Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (Delivery Promises) kepada pelanggan. Sebelum memasuki lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan material. Berikut ini adalah Istilah-istilah yang digunakan dalam dalam jadwal induk produksi[2]: Gross requirements (GR, kebutuhan kasar) adalah keseluruhan jumlah item (komponen yang diperlukan pada suatu perode, Schedule receips (SR, permintaan yang dijadwalnkan) adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat, On-hand inventory (OI, persediaan di tangan) merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang dipakai/dikeluarkan dari persediaan pada periode itu, Net requirements (NR, kebutuhan bersih) adalah jumlah kebutuhan bersih dati suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang akan dating, Current inverntory adalah jumlah material secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode, Allowcated adalah jumlah persediaan yang telah direncakan untuk dialokasikan pada suatu penggunaan tertentu, Lead time adalah awaktu tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat) suatu barang sejak saat pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu diterima (telah dibuat). Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam penyusunan jadwal induk produksi. Metode-metode yang dapat digunakan antara lain metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah, metode subkontrak, dan metode transportasi[3]. Alternatif ini jumlah tenaga kerja tetap ditetapkan dan digunakan terus tidak berubah jumlahnya. Saat permintaan meningkat, maka dilakukan lembur. Langkah–langkah penyelesaian untuk alternatif ini adalah sebagai berikut : 1. Tentukan Rencana Produksi untuk periode waktu tertentu 2. Rencana produksi = ramalan Demand – inv. Awal 3. Tentukan Kebutuhan Jam orang untuk periode waktu tertentu 4. Keb.Jam Orang = Rencana produksi x Waktu baku 5. Tentukan Kebutuhan Tenaga Kerja untuk periode waktu tertentu 6. Lakukan Perencanaan untuk periode waktu tertentu (lakukan perhitungan secara rinci untuk tiap periode / bulan), Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Regular Time 7. Hitung jumlah unit yang terjadi diproduksi Over Time (jika diperlukan), Nilai UPOT ada jika melebihi besarnya kapasitas (tabel kapasitas), maka yang dimasukkan besarnya nilai kapasitas dan untuk sisanya dimasukkan ke sub-kontrak. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Sub- kontrak (jika diperlukan), Sub-kontrak ada jika nilai UPOT melebihi nilai kapasitas (yang ada dalam tabel kapasitas), maka sisanya dapat dimasukkan ke subkontrak. Hitung Inventory Akhir pada tiap periode Inv. Akhir = UPRT – Demmand + Inv. Awal Hitung semua Ongkos yang terjadi (Total Cost) Metode Transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Masalah transportasi membahas pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi. Ciri dari masalah transportasi antara lain: Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan, Kuantitas komoditas sumber tujuan besarnya tertentu, Jumlah pengiriman komoditas sesuai kapasitas sumber atau tujuan, Biaya yang terjadi besarnya tertentu. Metode penyelesaian awal adalah metode yang paling awal atau metode terdahulu dalam pengerjaan atau penyelesaianan persoalan transportasi. Adapun metode dalam penyelesaian awal persoalan transportasi adalah sebagai berikut[4]: 1. Metode North west Corner digunakan untuk menyelesaikan permasalahan transportasi dengan cara pengalokasian yang dimulai dari kotak paling kiri atas yaitu pengalokasian sebanyak mungkin selama tidak melanggar batasan yang ada, yaitu sejumlah Supply dan demand-nya. Pengalokasian dilakukan menurun kebawah setelah itu ke kolom berikutnya sampai terpenuhi seluruh Supply dan demand-nya, 2. Metode Least Cost adalah metode yang pengalokasiannya dimulai pada kotak dengan biaya terendah dan dilanjutkan dengan kotak biaya terendah selanjutnya yang belum terpenuhi nilai demand dan supply-nya, 3. Metode Aproximasi Vogel (VAM) adalah metode yang pengalokasiannya dimulai dengan menentukan nilai selisih antara kotak dengan biaya terendah dan kotak dengan biaya terendah berikutnya untuk setiap baris dan kolom (selajutnya kita sebut nilai selisih atau nilai Penalty). Selajutnya dipilih baris atau kolom dengan nilai selisih terbesar, dan dilakukan pengalokasian pada kotak dengan biaya terendah pada baris atau kolom yang terpilih, 4. Metode Aproksimasi Russel adalah suatu metode yang pengalokasiannya dimulai dengan menetukan nilai u1 untuk setiap baris yang masih mungkin dilakukan pengalokasian dan nilai Vj untuk setiap kolom yang masih mungkin dilakukan pengalokasian. Rough-Cut Capacity Planning (RCCP) Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada. RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai tiga tahun. Time buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas dilakukan mingguan atau bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara manusia dan/atau jam mesin dengan work center. Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir, RCCP dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun, RCCP tidak mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk diproduksi dan dalam penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran singkatnya adalah kapasitas diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak secara akurat merefleksikan pengaruh dari ukuran lot. RCCP digunakan untuk membuat keputusan pada penyesuaian kapasitas pada rentang waktu medium. Keputusan mungkin melibatkan penyesuaian dari standar mesin, pengaturan sub kontrak, atau relokasi kekuatan kerja. Teknik yang digunakan dalam RCCp terdiri dari bill of capacity dan time-phased bills of capacity. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottleneck), adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa dengan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP), kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti: RCCP didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times). 3. 4. Menentukan bill of resources. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP. IV.Perencanaan kebutuhan bahan PENDAHULUAN Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continous inmprovement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ideide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk (pelanggan) itu kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini. Industri manufaktur di Indonesia masih banyak mempraktekkan sistem manajemen tradisional yang banyak diterapkan adalah sistem Manufacturing Resurces Planning (MPR II) dan Just in Time (JIT). Sistem manajemen industri tradisional memperlakukan departemen pemasaran sebagai departemen yang bertugas sekedar menjual produk dan mengelola administrasi penjualan. Kondisi ini diperparah lagi dengan departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang berfungsi sekedar untuk menyetujui dan mengeluarkan pesanan produksi, tanpa berpesan penting dalam peningkatan efisiensi, kualitas, daya saing dan lain-lainya, sehingga tampak adanya kesenjangan komunikasi yang bertanggung jawab memberikan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu dalam tuntutan era globalisasi saat ini sangat diperlukan profesionalisme dalam manajemen industri manufaktur diatas, dimana pada tulisan ini difokuskan pada sistem MRP II secara khususnya pada sistem perencanaan bahan baku (Material requirement planning) terutama terhadap bahan baku langsung dari suatu produk. PEMBAHASAN A. Sistem Manifacturing Modern 1. Konsep Deming tentang sistem industri manufacturing modern Dr. William Edwards Deming, seorang guru manajemen kualitas dr. Amerika Serikat menggambarkan suatu konsep sistem industri yang populer dengan nama Roda Deming (Deming’s Wheel) yaitu : Dari Roda Deming tampak bahwa berdasarkan informasi tentang keinginan konsumen (pasar) yang diperoleh dari riset pasar yang komprehensif, selanjutnya didesain produk sesuai dengan keinginan pasar tersebut. Desain produk menerapkan model dan spesifikasi yang harus diikuti bagian produksi, dimana bagian produksi harus meningkatkan efisiensi dari proses dan kualitas produk, agar di peroleh produk-produk berkualitas sesuai dengan desain yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pasar itu, dengan biaya yang serendah mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses produksi tersebut, melalui perencanaan dan pengendalian proses produksi. Selanjutnya hasil produksi tersebut didistribusikan ke konsumen melalui bagian pemasaran, dengan harga yang kompetitif. Setiap bagian dalam organsiasi industri modern harus mendukung bagian desain, produksi dan pemasaran dalam meningkatkan kualitas kepada konsumen. 2. Konsep Dasar Sistem Produksi Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi (Continous improvemnet) dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik yang sangat erat dengan tekhnologi. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem produksi modern, selalu melibatkan komponen struktur dan fungsional. Komponen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan lain-lain. Sedangkan komponen/elemen fungsional terdiri dari : supervisi, perencanaan, pengendalian, kordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan tekhnologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi itu. Secara skematis sederhana, sistem produksi dapat digambarkan sebagai berikut : Di dalam sistem produksi terdapat 2 jenis aliran yang perlu dipertimbangkan yaitu aliran material dan aliran informasi. 3. Strategi Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manufacturing. Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufacturing saat ini ada enam strategi dimana manajemen industri dapat memilih satu atau lebih atau mengkombinasikan pilihannya. 1. Project Management Langkah-langkah umum yang dipergunakan dalam sistem perencanaan dan pengendalian manajemen proyek adalah : • Penyusunan dan pendefenisian proyek • Perencanaan proyek • Pelaksanaan proyek • Penyelesaian dan evaluasi proyek Suatu manajemen proyek berkaitan dengan parameter proyek yang penting antara lain yang berkaitan dengan kualitas, biaya, dan jadwal waktu. 2. Perencanaan Produksi Dan Kebutuhan Sumber Daya Perencanaan Produksi (Production Planning) dan perencanaan kebutuhan sumber daya (resources requiments planning, RRP) termasuk dalam tingkat perencanaan strategik yang dilakukan oleh managemen puncak. (Gambar II.4) Perencanaan produksi dan kebutuhan sumberdaya berada pada level yang sama, dan menerapkan level pertama pada hirarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas. Perencanaan prioritas menentukan produk-produk dari operasi manufacturing untuk memenuhi permintaan pasar, seperti : produk-produk apa yang dibutuhkan, berapa banyak dan bilamana dibutuhkan, termasuk spesifikasi kualitas dan lain-lain. Sedangkan perencanaan kapasitas menentukan sumber-sumber daya (input) atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi manufacturing untuk memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan, membandingkan kebutuhan produksi dengan kapasitas produksi yang tersedia, dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi perencanaan kapasitas mencakup kebutuhan sumber-sumber daya manufacturing seperti : jam mesin, jema tenaga kerja, fasilitator peralatan, ruang untuk tempat penyimpanan, rekayasa, energi, dan sumber-sumber daya keuangan. Dalam sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena perencanaan material ditangani oleh fungsi. Perencanaan melalui penjadwalan produksi induk (master production scheduling, MPS) dan perencanaan kebutuhan material (material requirement planning, MRP). a. Perencanaan produksi Pada dasarnya proses perencanaan produksi dilakukan melalui 4 langkah utama, sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi. Beberapa informasi yang dibutuhkan adalah : Sales forecast yang bersifat tidak pasti dan pesanan-pesanan (order) yang bersifat pasti selama periode waktu tertentu. Selanjutnya perlu diperhatikan backlog (pesanan) yang telah diterima pada waktu lalu namun belum dikirim, kuantitas produksi di waktu lalu yang masih kurang dan harus diproduksi, dan lain-lain. 2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur (Gambar II.5). No 0 1 Deskripsi Periode Waktu (bulan) 2 3 4 5 9 1 10 11 Ramalan penjualan 2 3 Pesanan (orders) Permintaan Total = (1) + (2) 4 5 Rencana produksi Inventori 6 7 8 12 Keterangan periode 0 adalah periode lalu, informasi yang berkaitan dengan inventori awal yang ada di tempatkan pada periode 0. Total permintaan merupakan kuantitas yang dibutuhkan pada periode waktu tertentu, dan rencana produksi harus mengacu pada informasi ini. 3. Menentukan kapasitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya yang ada. 4. Melakukan partnership meeting, yang membicarakan isu-isu penting /khusus, performansi perusahaan berkaitan dengan pelayanan pelanggan, isu bisnis dan keuangan, laporan dari masing-masing departemen, diskusi tentang produk baru, masalah dalam proses produksi, kualitas, biaya produksi, penetapan harga, pembelian bahan baku, performansi pemasok material dan lain-lain. Rencana produksi harus mengacu pada permintaan total, sehingga formula umum untuk rencana produksi adalah : Rencana Produksi + (Total Permintaan – Inventory Awal) + Inventori Akhir Pada dasarnya dalam sistem MRP II terdapat tiga alternatif strategi perencanaan, produksi, yaitu : level method, chase strategy, dan compromise strategy. Level methode yaitu metode perencanaan produksi yang mempunyai distribusi merata dalam produksi, yang mempertahankan tingkat kestabilan produksi dan menggunakan inventori yang bervariasi untuk mengakumulasi output apabila terjadi kelebihan permintaan total. Chase strategy, yaitu metode perencanaan mempertahankan tingkat kestabilan bervariasi mengikuti permintaan total. inmvestori, produksi sementara yang produksi Compromise Strategy, merupakan kompromi antara kedua metode perencanaan produksi diatur. Metode ini yang selalu dipilih dalam sistem MRP II. b. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan melalui 5 langkah berikut : 1. Memperoleh rencana produksi 2. Menentukan struktur produk 3. Menemukan bill of resourcess, melalui formula sebagai berikut : 4. Rata-rata waktu assembly = Proporsi Product Mix x jam standart Assembly per unit Bill of resourcess tergantung pada struktur produk yang telah ditetapkan dan juga tergantung pada tingkat penyusunan dari sumber-sumber daya kritis (misalnya tenaga kerja). Menghitung kebutuhan sumber daya total. Dalam langkah ini, perlu di identifikasi kekurangan sumber daya. Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan dalam langkah ini, setiap rencana dievaluasi performansinya, berkaitan dengan biaya dan tingkat efisiensi, karena setiap rencana membutuhkan tingkat inventori maupun penggunaan tenaga kerja yang berbeda. Berdasarkan evaluasi diketahui bahwa setiap rencana mempunyai keunggulan dan kekurangan. Dalam situasi ini dapat mempertimbangkan beberapa alternatif lain. misalnya penggunaan outsourcing (sumber-sumber daya dari pemasok), melakukan overtime (lembur) atau meningkatkan produksi pada periode dimana terdapat kebutuhan kapasitas. Apabila perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber daya pada level tertinggi, dalam hirarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas ini telah dapat diselesaikan, maka langkah selanjutnya yaitu penjadwalan produksi induk. c. Penjadwalan Production Induk (Master Product Scheduling – MPS) Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS produksi. mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana Penjadwalan produksi induk, pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan fungsi utama, berikut: a. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas, merupakan aktivitas perencanaan lebel 3 dalam meraraki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II. b. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk item. c. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas. d. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk, kepada pelanggan. Sebagai suatu aktivitas process, penjadwalan produksi induks (MPS) membutuhkan lima input utama (gambar II.6) yaitu sebagai berikut : a. Data permintaan total, yang berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecaste) dan pesanan-pesanan (order). b. Status inventori, berkaitan dengan informasi tentang on hand investory, stock yang dialokasikan untuk pengunaan tertentu, pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan. c. Perencanaan produksi menentukan tingkat produksi, inventori dan sumber daya lainnya. d. Data perencanaan, berkaiatan dengan aturan-aturan tentang lot sizing, safety stock dan waktu tunggu (lead time), dari masing-masing item shrinkage factor. METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN A. METODA EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY) B. METODA SISTEM PEMERIKSAAN TERUS (CONTINUOUS REVIEW SYSTEM) MENERUS C. METODA SISTEM PEMERIKSAAN PERIODIK (PERIODIC REVIEW SYSTEM) D. METODA HYBRID E. METODA ABC METODA EOQ ASUMSI: 1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus. 2. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan dating (lead time) harus tetap. 3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out. 4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan dating pada waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket. 5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam jumlah volume yang besar. 6. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah persediaan. 7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot. 8. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk lain. Ukuran Lot = Q Rata-rata Persedia-Persediaan = Q/2 diaan Waktu Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menghitung EOQ: D: Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun. S: Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan C: Biaya per unit dalam rupiah per unit i: Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase terhadap nilai persediaan per tahun. Q: Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit TC: Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun. Biaya pemesanan per tahun (Ordering cost): OC = S (D/Q) Biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying cost) CC = ic (Q/2) Maka, total biaya persediaan: TC = S (D/Q) + ic (Q/2) Biaya TC=biaya total Tahunan Biaya Pengelolaan Biaya iCQ/2 Minimum Biaya pemesanan SxD/Q EOQ Terjadi keseimbangan antara carrying cost dan ordering cost, maka Q dihitung dari: Q = (2SD)/ic CONTOH KASUS 1: Sebuah pabrik minuman memerlukan bahan baku “essen” penyedap sebesar 120 ton per tahun. Biaya pemesanan Rp. 1.500,- dan biaya penyimpanan Rp. 1.000,- per ton. Pertanyaan: 1. Berapa biaya pemesanan yang paling ekonomis? 2. Berapa biaya total persediaan? CONTOH KASUS 2: Suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi susu kaleng kental manis memerlukan kebutuhan bahan baku sebanyak 100 thon. Biaya penyimpanan per ton per tahun US $ 1.50. Biaya pemesanan per order US $ 375. Pertanyaan: 1. Berapa nilai EOQ? 2. Berapa biaya total persediaan? MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan mjadi sangat penting karena persedian berhubungan dengan pembentukan keunggulan kompetitif jangka panjang. Hal-hal yang sangat dipengaruhi oleh tingkat persediaan : 1. Kualitas 5. Kapasitas berlebih 2. Rekayasa Produk 6. Kemampuan merespon pelanggan 3. Harga 7. Tenggang waktu 4. Lembur 8. Profitabilitas keseluruhan Artinya : Perusahaan dengan tingkat persediaan lebih tinggi dari perusahaan lain memiliki kecendrungan untuk berada dalam kompetitif yang lebih rendah (persediaan tinggi biaya persediaan tinggi biaya tinggi mempengaruhi laba) Apa Itu Biaya Persediaan ??? Ada 2 (dua) kemungkinan : 1. Dunia Penuh Kepastian dimana permintaan akan suatu produksi / bahan baku diketahui dengan pasti untuk periode tertentu, sehingga dikenal 2 biaya utama : 1.a. Jika bahan baku dibeli dari luar biaya pemesanan* dan biaya penyimpanan 1.b. Jika bahan baku diproduksi biaya persiapan* dan penyimpanan *) mewakili biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh persediaan 2. Dunia Tidak Pasti dimana permintaan tidak diketahui secara pasti muncul katagori biaya ke-3 dari biaya persediaan yaitu : biaya habisnya persediaan Biaya Pemesanan / Ordering Cost : biaya untuk menempatkan dan menerima pesanan. Contoh : Biaya pemrosesan pesanan , biaya asuransi untuk pengiriman, biaya pembongkaran Biaya Persiapan atau penyetelan / Setup Cost : biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk atau komponen tertentu. Contoh : biaya uji coba produksi Biaya Penyimpanan / Carrying Cost : biaya untuk menyimpan persediaan. Contoh : Biaya asuransi, pajak persediaan, keusangan dan biaya ruang penyimpanan. Biaya Habisnya Persediaan / Stockout Cost : Biaya yang terjadi karena tidak dapat menyediakan produk ketika diminta pelanggan. Contoh : penjualan yang hilang (baik saat ini maupun dimasa yad) Alasan Tradisional Punya Persediaan : 1. Laba Maximal Turut meminimalkan biaya yang berkaitan dengan persediaan Minimalkan biaya penyimpanan mendukung produksi dikit aja Minimalkan biaya pemesanan mendukurng pemesanan dalam jumlah besar Artinya menyeimbangkan biaya pemesanan / persiapan dengan biaya penyimpanan 2. Memenuhi permintaan pelanggan (dalam memenuhi tanggal pengiriman) 3. Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat : a. Kerusakan Mesin b. Kerusakan Komponen c. Tidak tersedianya komponen d. Pengiriman komponen yang terlambat 4. Mendapatkan potongan harga jika beli dalam jumlah banyak 5. Proses produksi yang tidak dapat diandalkan selalu hasilkan produk rusak 6. Hindari resiko kenaikan harga dimasa yad Economic Order Quantity : Model Persediaan Tradisional EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push inventory system) perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang – bukan reaksi terhadap permintaan saat ini. 1. Biaya Persediaan = Biaya pemesanan / Persiapan + Biaya penyimpanan TC = PD/Q + CQ/2 ………..(1) dimana : P : Biaya penempatan dan penerimaan pesanan/biaya persiapan pelaksanaan produksi D : Jumlah permintaan tahunan yang diketahui Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun Missal : Sebuah usaha reparasi lemari es (dimana komponen dibeli dari pemasok eksternal) D = 10.000 unit P = $25 perpesanan Q = 1.000 unit C = $2 perunt Biaya persediaan = (10 kali pesanan X $25/pesanan) + ($2 x (1000 unit /2) = $1.250 Artinya : Kuantitas pesanan sebanyak 1.000 dengan total biaya $1.250 apakah sudah merupakan pilihan terbaik (biaya terkecil) Itu sebabnya perlu EOQ !!! EOQ / Q = √ 2PD/C = √ (2 x $25 X 10.000) : $2 = √ 250.000 = 500 unit Pemesanan 500 unit tiap kali pesanan 20 x pesanan merupakan hitungan yang menghasilkan biaya persediaan terkecil masukan ke pesamaan (1) Biayanya menjadi $1.000 (Bandingkan dengan Q = 1.000 unit biaya $1.250) Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point / ROP) Titik dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai) Fungsi dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir habis Tenggang waktu / Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima kuantitas pesanan ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan dimulai ROP = Tingkat Penggunaan x Tenggang Waktu Misal : Contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen / hari dengan tenggang waktu 4 hari ROP = 50 x 4 = 200 unit Saat persediaan 200 unit sudah harus pesan lagi. Ketidakpastian Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti, maka ada kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika komponen lemari es digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan 50, maka sesuai perhitungan ROP diatas sebesar 200 komponen akan habis dalam waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang membutuhkan komponin ini akan menganggur 2/3 hari. Guna menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan pengaman (safety stock) persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan. Contoh : Jika penggunaan maksimal komponen lemari es 60 unit perhari dan rata-rata penggunaan adalah 50 unit perhari, dan tenggang waktu 4 hari, maka persediaan pengaman dihitung sb: Safety Stock = Penggunaan maksimal 60 Rata-rata penggunaan 50 Selisih 10 Tenggang waktu x 4 hari Safety stock 40 unit ROP = ROP semula + Safety Stock = 200 + 40 = 240 unit EOQ, ROP dan SAFETY STOCK pada Perusahaan Manufaktur Benson Company, manufaktur besar pembuat alat-alat pertanian yang memiliki beberapa pabrik. Manajer di baprik Barat Tengah ini mencoba menentukan ukuran produksi untuk bagian pembuatan mata pisau. Ia yakin bahwa ukuran lota yang ada sekarang terlalu besar dan ingin mengidentifikasi jumlah yang harus diproduksi agar dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya persiapan. Ia juga ingin menghindari kehabisan persediaan karena setiap kehabisan persediaan itu akan menutup Departemen Perakitan. Guna membantu manajer tersebut membuat keputusan, kontroler perusahaan telah menyedian informasi beriktut : Permintaan rata-rata mata pisau 320 perhari Permintaan maksimal mata pisau 340 perhari Permintaan tahunan mata pisau 80.000 Biaya penyimpanan perunit $5 Biaya persiapan $12.500 Tenggang waktu 20 hari EOQ = √ 2PD/C √ 2 x 12.500 x 80.000 : 5 √400.000.000 20.000 belati Safety Stock : Penggunaan maksimal 340 Penggunaan rata-rata 320 Selisih 20 Tenggang waktu x 20 Safety Stock 400 ROP = (Penggunaan rata-rata x tenggang waktu) + Safety stock = (320 x 20) + 400 6.800 unit Kebaikan EOQ : • Persediaan tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat yang penting untuk mengatasi serangan jantung • Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yang memaksimumkan laba atau meminimumkan biaya • Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah besar • Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian. MANAJEMEN PERSEDIAAN JIT Ada tiga garis besar yang dibahas dalam buku ini untuk menciptakan berlangsungnya sebuah proyek, yaitu : 1. Perencanaan Untuk mencapai tujuan, sebuah proyek perlu suatu perencanaan yang matang. Yaitu dengan meletakkan dasar tujuan dan sasaran dari suatu proyek sekaligus menyiapkan segala program teknis dan administrasi agar dapat diimplementasikan.Tujuannya agar memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dalam batasan waktu, mutu, biaya dan keselamatan kerja. Perencanaan proyek dilakukan dengan cara studi kelayakan, rekayasa nilai, perencanaan area manajemen proyek (biaya, mutu, waktu, kesehatan dan keselamatan kerja, sumberdaya, lingkungan, resiko dan sistem informasi.). 2. Penjadwalan Merupakan implementasi dari perencanaan yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek yang meliputi sumber daya (biaya, tenaga kerja, peralatan, material), durasi dan progres waktu untuk menyelesaikan proyek. Penjadwalan proyek mengikuti perkembangan proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring dan updating selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang realistis agar sesuai dengan tujuan proyek. Ada beberapa metode untuk mengelola penjadwalan proyek, yaitu Kurva S (hanumm Curve), Barchart, Penjadwalan Linear (diagram Vektor), Network Planning dan waktu dan durasi kegiatan. Bila terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan evaluasi dan tindakan koreksi agar proyek tetap berada dijalur yang diinginkan. 3. Pengendalian Proyek Pengendalian mempengaruhi hasil akhir suatu proyek. Tujuan utama dari utamanya yaitu meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi selama berlangsungnya proyek. Tujuan dari pengendalian proyek yaitu optimasi kinerja biaya, waktu , mutu dan keselamatan kerja harus memiliki kriteria sebagai tolak ukur. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengendalian yaitu berupa pengawasan, pemeriksaan, koreksi yang dilakukan selama proses implementasi. Advertisements V.Validasi MRP Dan CRP Material Requirement Planning (MRP) Perencanaan kebutuhan material (Material Requirements Planning, MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders. Planned manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirements Planning, CRP). Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventory untuk item-item dependent demand, yaitu ketika permintaan cenderung discontinous and lumpy. Item-item yang termasuk dalam dependent demand adalah: bahan baku (raw material), parts, subassemblies, dan assemblies, yang kesemuanya disebut manufacturing inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan dalam lingkungan job shop manufacturing, meskipun MRP dapat pula diadopsi dalam lingkungan repetitive manufacturing. Dalam struktur hierarki perencanaan prioritas (priority planning) dalam sistem MRP II, perencanaan kebutuhan material (MRP) termasuk dalam tingkat perencanaan operasional (level 3), yang berada langsung di bawah MPS (tingkat perencanaan taktikal, level 2) dan di bawah Perencanaan Produksi (tingkat perencanaan strategik, level 1). Tingkat pelaksanaan dan pengendalian dalam sistem manufaktur berada di bawah kendali Pengendalian Aktivitas Produksi (production activity control = PAC), yang merupakan level 4 dalam hierarki perencanaan prioritas. Berdasarkan MPS yang diturunkan dari Rencana Produksi, suatu sistem MRP mengidentifikasi item yang harus dipesan, jumlah kuantitas item yang harus dipesan, dan waktu memesan item tersebut. Manajemen pengendalian bahan pada dasarnya adalah merupakan suatu komunikasi masalah yang industri. Kerumitan yang penting dalam sering timbul dalam proses pengendalian bahan ini berbanding langsung dengan jumlah barang dalam persediaan dan dengan jumlah transaksi yang harus dicatat untuk mengikuti gerakan bahan (tetap menjaga derajat pengendalian yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran). Sistem persediaan dalam suatu operasi atau lingkungan manufaktur memiliki mempengaruhi beberapa karakteristik tertentu yang sangat terhadap kebijaksanaan dalam perencanaan material. Pertanyaan mendasar yang sering timbul dalam situasi kebijaksanaan persediaan tersebut adalah berapa jumlah dan kapan dilaukan pemesanan, untuk memenuhi produksi yang diinginkan sesuai dengan perencanaan dalam MPS. Jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari sifat demand dari persediaan. Suatu demand dikatakan independent apabila sesuai dengan pengalaman, dimana demand terhadap permintaan barang tersebut tidak bergantungan dengan barangbarang lain. Demikian sebaliknya suatu demand dikatakan demand dikatakan dependent apabila barang tersebut merupakan bagian yang terpadu dari barang yang lain (ada hubungan fisik). Sistem MRP diproses untuk memenuhi akan kebutuhan yang sifatnya dependent. Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa MRP dapat lebih banyak digunakan dilingkungan manufaktur yang melibatkan suatu proses assem bling, dimana kebanyakan permintaan terhadap barang bersifat bergantungan, s ehingga tidak diperlukan peramalan pada tingkat barang (komponen) ini. Pertanyaan yang pertama dari hal diatas dapat terpenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan hari terpenuhi sesuai dengan MPS dan LeadTime. Sedangkan pertanyaan kedua dipenuhi dengan teknik lot yang sesuai dengan kondisi yang diproses dalam perhitungan MRP. Secara global hasil informasi yang diperoleh dalam proses MRP sangat menunjang dalam perencanaan CRP (Capacity Requirement Planning) untuk tercapainya pengendalian aktifitas produksi yang lebih baik. suatu sistem Tujuan utama dari sistem material requirement planning adalah pengendalian tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi dari setiap komponen dan merencanakan kapasitas untuk menentukan sistem produksi. Tema pokok MRP adalah “menempatkan material yang benar ditempat yang sesuai pada waktu yang tepat”. Tujuan lain dari pembuatan MRP ini adalah untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat, baik berupa pembatalan pesanan, pemesanan ulang, atau penjadwalan ulang sehingga diperoleh pegangan untuk melakukan pembelian atau produksi. Selain itu MRP juga berfungsi sebagai timbangan yang bertugas menyeim bangkan kebutuhan dengan kemampuan penyediaan dari setiap item. Input yang dibutuhkan dalam membuat MRP adalah: 1. Master Production Schedule (MPS) MPS adalah suatu set perencanaan yang menggambarkan berapa jumlah produk yang akan dibuat untuk setiap end item dalam suatu periode tertentu (minggu, bulan, atau tahun). 2. Bill of Material (BOM) BOM merupakan daftar (list) dari bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir. BOM menjelaskan tentang proses pembuatan produk dari bahan baku sampai produk akhir. 3. Inventory Status Inventory Status adalah catatan mengenai persediaan untuk semua item, memberikan informasi mengenai semua jumlah persediaan yang ada atas suatu material tertentu seperti klasifikasi atas bahan, bagian komponen, perakitan setengah jadi, dan produk akhir. Pada dasarnya penerapan MRP merupakan suatu kombinasi dari empat proses logik yang sangat sederhana, yaitu : a) Netting, proses ini adalah perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan (yang telah tersedia dan yang akan diterima). Data yang diperlukan dalam netting ini adalah jumlah kebutuhan kotor (produk akhir) yang akan diproduksi pada suatu jangka waktu atau periode tertentu, rencana penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut dan tingkat ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan. b) Lotting, proses ini adalah menentukan besarnya pesanan setiap item berdasarkan hasil dari netting terdapat berbagai alternatif untuk menghitung jumlah pesanannya (ukuran lot). Ukuran lot menentukan besarnya jumlah komponen yang diterima setiap kali pesan. Penentuan ukuran lot ini sangat tergantung pada besarnya biaya-biaya persediaan, seperti biaya pengadaan barang, biaya simpan, biaya modal, dan harga barang itu sendiri. Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran lot ini antara lain : 1. Lot For Lot (LFL) adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah sebesar kebutuhan bersih pada periode tersebut. Metode ini pada umumnya mengurangi biaya simpan karena ukuran pemesanan dipakai habis untuk periode tersebut. 2. Economic Order Quantity (EOQ) adalah ukuran pemesanan dihitung dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode. 3. Period Order Quantity (POQ) adalah Sistem period order quantity ini merupakan perbaikan dari sistem economic order quantity (EOQ), teknik POQ berprinsip pada penentuan frekuensi pemesanan pertahun yang diperoleh dengan cara membagi jumlah periode dengan frekuensi pemesanan. 4. Least Unit Cost (LUC) adalah teknik ini menghitung total biaya pesan dan simpan rata-rata perunit dari beberapa kemungkinan periode pemesanan dan diambil periode pemesanan dengan total biaya terendah. 5. Least Total Cost adalah teknik least total cost berdasarkan pada pemikiran bahwa ongkos total untuk semua lot pada periode perencanaan akan minimal jika besarnya biaya simpan dan biaya pesan mendekati sama. Hal ini berarti kuantitas yang dipesan dapat dilakukan hanya jika biaya simpannya tidak berbeda jauh dengan biaya pemesanannya sebagai alat ukurnya adalah EPP (economic part period) yang mempunyai pengertian yang sama dengan rata-rata penumpang per komputer , ukuran lot ditentukan berdasarkan pada kenyataan part periodnya mendekati sama dengan EPP. 6. Part Period Balancing (PPB) adalah Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya 7. Silver Meal (SM) adalah Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-periode. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran penjumlahan dilakukan terus lot yang tentatif (Bersifat sementara), sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun. c) Offsetting, proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan. d) dengan lead time Explosion, Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah, berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses offsetting data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan bill of material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana pemesanan, akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun produk akhir sesuai dengan dengan bill of material (BOM) dan struktur produknya. Dari proses explosion ini juga akan diketahui rencana pemesanan untuk komponen-komponen penyusun produk tersebut. Keluaran dari sistem MRP adalah suatu informasi yang digunakan untuk melakukan pengendalian produksi : a. Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal kebutuhan bahan pada tingkat lebih rendah dapat diketahui. b. Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan pemilihan metode lot yang paling efisien. Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP yaitu : 1. Struktur Produk Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang- ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level lot sizing tecnique) 2. Lot Sizing. Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknikteknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu : 1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas. 2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas. 3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas. 4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas. Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya untuk kasus multi level 3. Lead Time Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada. 4. Kebutuhan yang Berubah Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya adalah mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan, baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada. Capacity Requirement Planning (CRP) Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected available capaity untuk open manufacturing orders dan planned manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakan-tindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja, mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan, atau melakukan alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk dilaksanakan. Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan untuk membuat rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon perencanaan adalah tahun, time buckets adalah minggu, dan revisi dibuat mingguan atau bulanan. Proyeksi dari kapasitas adalah antara pekerja dan/atau jam mesin dengan work center. MRP, pada saat digunakan pada CRP sebagai input dasar, mempertimbangkan on hand inventories dari komponen dalam menentukan kebutuhan untuk order yang direncanakan. Selain itu, informasi mengenai order produksi terbuka dari order file terbuka yang digunakan. Jadi, CRP adalah perencanaan bersih. Maka dari itu, tidak seperti perencanaan sumber daya dan RCCP, CRP mempertimbangkan ketersediaan inventory dari komponen. Selain itu, sebagai data pada perencanaan dan ketersediaan order yang digunakan, pengaruh spesifik dari lot sizing ada pada jumlah setup dan periode di mana kapasitas yang ada harus dipertimbangkan. (Smith B. Spencer, Computer Based Production and Inventory Control, Hal. 286). MRP mengasumsikan bahwa apa yang dijadwalkan dapat diterapkan, tanpa memperhatikan keterbatasan kapasitas. Kadang-kadang asumsi ini valid, tetapi kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirements Planning, CRP) menguji asumsi tersebut dan mengidentifikasi area yang melebihi kapasitas (overload) dan yang berada di bawah kapasitas (underload), sehingga perencana dapat mengambil tindakan yang tepat. CRP membandingkan beban (load) yang ditetapkan pada setiap pusat kerja (work center) melalui open and planned orders yang diciptakan oleh MRP, dengan kapasitas yang tersedia pada setiap pusat kerja dalam setiap periode waktu dari horizon perencanaan. Tidak seperti sistem MRP yang menciptakan new planned orders untuk menghindari kekurangan material atau item di masa mendatang, sistem CRP tidak menciptakan, menjadwalkan ulang, atau menghapus pesanan apapun. (Oden W. Howard, et.al, Handbook of Material and Capacity Requirements Planning, Hal. 178). CRP adalah merupakan fungsi untuk menentukan, mengukur, dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan sumber daya mesin yang diperlukan untuk melaksanakan produksi. CRP merupakan teknik perhitungan kapasitas rinci yang dibutuhkan oleh MRP. CRP memverifikasi ketersediaan kecukupan kapasitas selama rentang perencanaan. Berikut ini data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan CRP: - BOM Data induk produk setiap komponen - MPS untuk setiap komponen Routing setiap komponen - Work Center Master File Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi overloads atau underloads, jika ada, tindakan perencanaan kembali (replanning) dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi itu guna mencapai suatu keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus kedatangan pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai oleh inventory yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja. Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang ada, beban (pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang. Tujuan dari perencanaan kapasitas pada level ketiga dari hierarki perencanaan kapasitas adalah berusaha mengatur secara bersama-sama pesanan kerja yang datang dan/atau kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai suatu aliran yang mantap atau seimbang. Apabila beban bertambah, yang ditandai oleh banyaknya antrian, maka waktu tunggu pusat kerja (work center lead time) akan lebih panjang. Penanganan hubungan antara kapasitas dan beban didasarkan pada kemampuan sistem perencanaan dan pelaksanaan untuk menyesuaikan tingkat kedatangan pesanan dan kapasitas. Unit pengukuran dari beban dan kapasitas terbanyak menggunakan jam kerja selam interval waktu tertentu. Sebagai suatu sistem perencanaan kapasitas dalam sistem MRP II yang lebih besar, CRP memiliki input, proses, output, dan umpan balik. Elemen-elemen dari sistem CRP adalah sebagai berikut: 1. Input CRP: a. ü Schedule of planned factory order releases; jadwal ini merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1) scheduled receipts (synonym: open orders) yang berisi data order due date, order quantity, operation completed, operations remaining, dan (2) planned order releases yang berisi data planned order release date, planned order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes, excees scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP tersebut. b. ü Work order status; informasi status ini diberikan untuk semua open orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang terlibat, dan perkiraan waktu. c. ü Routing data; memberikan jalur yang direncanakan untuk factory orders melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part, assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah: operation number, operation, planned work center, possible alternate work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP. d. ü Work center data; data ini berkaitan dengan setiap production work center, termasuk sumber-sumber daya, standar-standar utilisasi dan efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemen data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktor utilisasi, faktor efisiensi, rata-rata waktu antrian, rata-rata waktu menunggu dan bergerak. 2. Proses CRP: a. ü Menghitung kapasitas pusat kerja (work center). Kapasitas pusat kerja ditentukan berdasarkan sumber-sumber daya mesin dan manusia, faktorfaktor jam operasi, efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja biasanya ditentukan secara manual. Termasuk dalam penentuan kapasitas pusat kerja adalah: identifikasi dan definisi pusat kerja, serta perhitungan kapasitas pusat kerja. b. ü Menentukan beban (load). Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam setiap periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward scheduling, menggunakan infinite loading, menggandakan load untuk setiap item melalui kuantitas dari item yang dijadwalkan dalam suatu periode waktu. Dengan demikian load ditetapkan pada setiap pusat kerja untuk periode waktu mendatang yang diakumulasikan berdasarkan pada open orders (scheduled receipts) dan planned factory orders released. Proses ini biasanya menggunakan komputer. c. ü Menyeimbangkan kapasitas dan beban. Apabila tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, salah satu dari kapasitas atau beban harus disesuaikan kembali untuk memperoleh jadwal yang seimbang. Apabila penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai, penjadwalan ulang dari output MRP atau MPS perlu dilakukan. Hal ini biasanya merupakan suatu human judgement dan dilakukan secara iteratif (berulang/berkali-kali) bersama dengan output laporan beban pusat kerja (work center load report) dari CRP. Dengan kata lain proses akan diulang sampai memperoleh beban yang dapat diterima (acceptable load). 3. Output CRP: a. ü Laporan beban pusat kerja (work center load report); Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang (bar chart) yang sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan (projected load) dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi overloads atau underloads. CRP biasanya menghasilkan work center load profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam format kolom. b. ü Perbaikan schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini menggambarkan bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap spesific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka adalah hasil dari human judgements yang berdasarkan pada analisis dari output laporan beban pusat kerja (work center load reports). Salah satu pilihan penyesuaian yang mungkin, disamping perubahan kapasitas, adalah mengubah plannned start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik. CRP memungkinkan untuk menyeimbangkan beban (load) terhadap kapasitas (capacity). Berikut ini adalah lima tindakan dasar menurut Gaspersz yang mungkin diambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan) antara kapasitas yang ada dengan beban yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan secara sendiri atau dalam berbagai bentuk kombinasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual dari perusahaan industri manufaktur tersebut. 1. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity) a. ü Menambah extra shifts. b. ü Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work wekeends). c. ü Menambah peralatan dan/atau personel. d. ü Subkontrak satu atau lebih shop orders. 2. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity) a. ü Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts. b. ü Reassign personnel temporarily (JIT menyarankan penggunaan waktu ini untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan perawatan terhadap peralatan dan fasilitas). 3. Meningkatkan Beban (Increasing Load) a. ü Mengeluarkan pesanan lebih awal (release orders early) dari yang dijadwalkan. b. ü Meningkatkan ukuran lot (lot size). c. ü Meningkatkan MPS. d. ü Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau disubkontrakkan. 4. Mengurangi Beban (Reducing Load) a. ü Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item yang dalam keadaan normal item itu dibuat). b. ü Mengurangi ukuran lot (lot size). c. ü Mengurangi MPS. d. ü Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan pesanan lebih lambat). e. ü Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times). 5. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load) a. ü Menggunakan alternate work centers. b. ü Menggunakan alternate routings. c. ü Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang (lebih awal atau lebih lambat). d. ü Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk memperlambat pengeluaran pesanan manufaktur. e. ü Memperbaiki MPS. Terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari CRP menurut Gaspersz, yaitu: Keuntungan dari CRP: 1) Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan kapasitas dan beban. 2) Mengkonfirmasi bahwa kapasitas cukup, ada pada basis kumulatif sepanjang horizon perencanaan. 3) Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings. 4) Menggunakan perkiraan lead time yang lebih cepat daripada MRP. 5) Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data untuk memuluskan beban sepanjang pusat-pusat kerja. Kelemahan atau Keterbatasan dari CRP: 1) Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop manufacturing. 2) Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus menggunakan komputer. 3) Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward scheduling sehingga tidak menunjukkan letak slack times mungkin dapat digunakan untuk keseimbangan yang lebih baik. 4) Membutuhkan data input yang banyak. 5) Sering menghasilkan perhitungan terperinci yang menyesatkan (misleading), khususnya planned queue times. 6) Tidak mampu memberikan informasi terperinci yang tepat dalam periode harian (day-to-day) sehingga keputusan jangka pendek menjadi sulit diambil secara tepat. 7) Tidak menunjukkan secara jelas pengaruh dari perbaikan MPS terhadap keseimbangan yang dicapai, sehingga mungkin membuat situasi tetap jelek. Bagaimanapun, apabila tidak dilakukan analisis terhadap CRP, konsekuensi-konsekuensi berikut dapat timbul: muncul hambatan (bottlenecks), work in process inventory menjadi tinggi, waktu tunggu menjadi lebih panjang, keterlambatan penyerahan dan kekurangan produk, penggunaan sumber-sumber daya tidak efisien, produktivitas turun dan lainlain. Analisis CRP membutuhkan perhitungan yang terpisah berkaitan dengan kebutuhan setup time dan run time. Analisis CRP lebih terperinci dibandingkan RCCP, yaitu ketika dalam analisis CRP dibutuhkan informasi tentang standard setup time dan standard run time per unit item yang akan dibuat. Perhitungan operation time per unit dalam analisis CRP menggunakan formula berikut: Operation Time Per Unit = Run Time/Unit + Setup Time/Unit = Run Time/Unit + {(Setup Time/Lot) / Average Lot Size} Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk melaksanakan analisis CRP, yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang pesanan produksi yang dikeluarkan (planned order release) dari MRP. 2. Memperoleh informasi tentang standard run time per unit dan standard setup time per lot size. 3. Menghitung kapasitas yng dibutuhkan dari masing-masing pusat kerja. 4. Membuat laporan CRP. VI.Pengendalian Aktivitas Produksi Pengertian Pengendalian Produksi a. Pengertian Pengendalian produksi adalah berbagai kegiatan dan metode yang dignakan oleh majemen perusahaan untuk mengelolah, mengatur, mengkoordinir, dan mengarahkan proses produksi (peralatan, bahan baku, mesin, tenaga kerja) kedalam suatu arus aliran yang memberikan hasil dengan jumlah biaya yang seminimal mungkin dan waktu yang secepat mungkin. Pengendalian produksi yang dilaksanakan pada perusahaan yang satu dengan yang perusahaan yang lain akan berbeda-beda terghantung pada sistem kebijaksanaan perusahaan yang digunakan. Pengendalian produksi dapat dilakukan: - Order Control: Perusahaaanyang beroperasi berdasarkan pesanan dari konsumen sehingga kegiatan operasionalnya juga tergantunmg pada pesanan tsb. - Follow Control: Perusahaan yang beroperasi untuk menghasilkan produk standar sehingga sebagian produk merupakan produk untuk persediaan dalam jumlah besar. Pengendalian keduanya bertujuan sama bagaimana jangka waktu arus material apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan demikian juga bagaimana transportasi dari pabrik proses produksi) ke gudang dan dari gudang ke tempat penyimpanan. b. Tahap dalam pengendalian produksi (fungsinya) 1. Production forecasting Production porecasting adalah peramalan produksi untuk mengetahui jumlah dan manfaat produksi yang akan dibuat di masa yang akan datang,sehingga kalau terjadi penyimpangan akan cepat diadakan penyesuaian produksi dimas ayang akan datang. Dengan melaksanakan peramalan produksi, perusahaan dapat menyusun anggaran operasionalnya untuk pedoman kerja, penggunaan kapasitas produksi seoptimal mungkin, menstabilkan kesempatan kerja karena erdapanya kestabilan dan kepastian jumlah produksi dimasa yang akan datang. 2. Routing Routing adalah kegiatan untuk menetukan urutan-urutan proses dan penggunaan alat produksinya dari bahan mentah smapi menjadi produk akhir, sehingga sebelum produksi dimulai maslah sudah tercantum pada rout sheet. 3. Schedulling. Schedulling adalah kegiatan untuk membuat jadwal proses produksi sebagai satu kesatuan dari awal proses samapai selesai proses produksi . Scehedulling ini dlaksanakan untuk mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan setiap tahap pemrosesan sesuai dengan urutan- urutan routenya. Oleh kaena itu untuk membantu keberhasilan tahap ini lebih baik melakukan “time and mention study” sehingga dapat ditentukan stanndar hasil kerjanya. 4. Dipatching Dipatching adalah suatu proses untuk pemberian perin tah untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan routing dan schedulling yang dibuat. 5. Follow up Follow up adalah kegiatan terjadinya penundaan atau mendorong terkoordinasinya pelaksaan kerja. untuk menghilangkan keterlambatan kerja dan Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi: * Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efisien dan efektif. * Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal mungkin. * Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas. * Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan. * Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. * Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan permintaan sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika terjadi penyimpangan. * Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku yang akan dibeli. * Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis. * Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu. * Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi rencana produksi pada saat yang ditentukan. * Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci. Tingkat perencanaan & pengendalian produksi : 1. Perencanaan jangka panjang Kegiatan peramalan usaha, perencanaan jumlah produk dan penjualan, perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan bahan, dan perencanaan finansial. 2. Perencanaan jangka menengah Perencanaan kebutuhan kapasitas, perencanaan kebutuhan material, jadwal induk produksi, dan perencanaan kebutuhan distribusi. 3. Perencanaan jangka pendek Kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir, perencanaan dan pengendalian input-output, pengendalian kegiatan produksi, perencanaan dan pengendalian purchase, dan manajemen proyek . Perencanaan & pengendalian produksi yang dilakukan adalah mencakup beberapa aktivitas sebagai berikut : Peramalan kuantitas permintaan Perencanaan persediaan: jenis, jumlah, dan waktu Perencanaan kapasitas (Menyusun Rencana Agregat) tenaga kerja, mesin, fasilitas untuk penyesuaian permintaan dengan kapasitas. Rencana agregat bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga kerja (reguler, lembur, subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk dan sumber daya secra terpadu (tidak per produk). Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci mengenenai “apa & berapa unit” yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya) memecah (disagregat) rencana agregat ke dalam rencana produksi (apa, kapan, berapa) yang akan direalisasikan. Perencanaan pembelian/pengadaan: jenis, jumlah, dan waktu Penjadwalan pada mesin & fasilitas produksi. Penjadwalan ini meliputi unrutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu penyelesaian, prioritas pengerjaan, dsb. Monitoring aktivitas produksi Pelaporan dan pendataan Ada dunia perindustrian, perancangan sistem produksi sangat dibutuhkan baik untuk perusahaan yang menghasilkan produk maupun jasa, sangat dibutuhkannya perancangan ini karena akan menghasilkan penentuanpenentuan tindakan atau aktivitas pada periode-periode mendatang. Dengan adanya perancangan sistem produksi ini, diharapkan agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar, tepat, akurat serta kondisi dan situasi yang ada di lapangan. Kelancaran proses produksi dapat menghemat biaya dan mengoptimalkan keuntungan yang diperoleh. Selain itu, perancangan sistem produksi ini diharapkan agar target produksi dapat tercapai tanpa ada hambatan-hambatan yang dapat mengganggu produksi tersebut. Oleh karena itu perencanaan produksi merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam operasi perusahaan yang secara terus menerus akan digunakan dalam membantu perencanaan produksi perusahaan. Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Menurut Vincent Gaspersz (1998, p3) produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktifitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Secara umum perencanaan & pengendalian produksi dapat diartikan sebagai aktivita merencanakan dan mengendalikan material masuk, mengalir, dan keluar dari sistem produksi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat dan biaya produksi yang minimum. Sedangakan jika kita definisikan secara terpisah akan mencakup dua aktivitas yakni : a) Perencanaan produksi : aktivitas untuk menetapkan produk yang diproduksi, jumlah yang dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang dibutuhkan. b) Pengendalian produksi : aktivitas yang menetapkan kemampuan sumbersumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi berjalan sesuai rencana, melakukan perbaikan rencana. Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi: a. Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efisien dan efektif. b. Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal mungkin. c. Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas. d. Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan. e. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. f. Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan permintaan sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika terjadi penyimpangan. g. Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku yang akan dibeli. h. Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis. i. Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu. j. Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi rencana produksi pada saat yang ditentukan. k. Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci. Tingkat perencanaan & pengendalian produksi : 1) Perencanaan jangka panjang, Kegiatan peramalan usaha, perencanaan jumlah produk dan penjualan, perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan bahan, dan perencanaan finansial. 2) Perencanaan jangka menengah, Perencanaan kebutuhan kapasitas, perencanaan kebutuhan material, jadwal induk produksi, dan perencanaan kebutuhan distribusi. 3) Perencanaan jangka pendek, Kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir, perencanaan dan pengendalian input-output, pengendalian kegiatan produksi, perencanaan dan pengendalian purchase, dan manajemen proyek . Perencanaan & pengendalian produksi yang dilakukan adalah mencakup beberapa aktivitas sebagai berikut : 1. Peramalan kuantitas permintaan 2. Perencanaan persediaan: jenis, jumlah, dan waktu 3. Perencanaan kapasitas (Menyusun Rencana Agregat) tenaga kerja, mesin, fasilitas untuk penyesuaian permintaan dengan kapasitas. Rencana agregat bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga kerja (reguler, lembur, subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk dan sumber daya secra terpadu (tidak per produk). 4. Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci mengenenai “apa & berapa unit” yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya) memecah (disagregat) rencana agregat ke dalam rencana produksi (apa, kapan, berapa) yang akan direalisasikan. 5. Perencanaan pembelian/pengadaan: jenis, jumlah, dan waktu 6. Penjadwalan pada mesin & fasilitas produksi. Penjadwalan ini meliputi unrutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu penyelesaian, prioritas pengerjaan, dsb. VII.SIstem produksi JIT(JUST IN TIME) Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaanperusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Istilah “Just In Time” Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia adalah Tepat Waktu, Jadi Sistem Produksi Just In Time atau JIT ini dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Sistem Produksi Tepat Waktu. Tepat Waktu disini berarti semua persediaan bahan baku yang akan diolah menjadi barang jadi harus tiba tepat waktunya dengan jumlah yang tepat juga. Semua barang jadi juga harus siap diproduksi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula. Dengan demikian Stock Level atau tingkat persedian bahan baku, bahan pendukung, komponen, bahan semi jadi (WIP atau Work In Progress) dan juga barang jadi akan dijaga pada tingkat atau jumlah yang paling minimum. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan Cash Flow dan menghindari biaya-biaya yang akan terjadi akibat kelebihan bahan baku dan barang jadi. Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time atau sistem produksi JIT ini, diperlukan ketelitian dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi mulai jadwal pembelian bahan produksi, jadwal penerimaan bahan produksi, jadwal jalannya produksi, jadwal kesiapan produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan manufakturing modern saat ini menggunakan berbagai perangkat lunak (Software) yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi yang didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order) dan pengendalian jumlah persedian (Inventory). Software Produksi tersebut juga dapat melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok (vendor) hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data Interchange (EDI) untuk memastikan kebenaran sampai ke data-data yang paling rinci (detail). Kebenaran dan ketepatan waktu pengiriman bahan-bahan produksi sangat diperlukan dalam Sistem Produksi Just In Time ini. Contoh pada sebuah perusahaan manufaktur Handphone, perusahaan tersebut harus dapat menerima jumlah dan model LCD display yang benar dan dibutuhkan untuk satu hari produksi, pemasok LCD Display tersebut diharapkan untuk dapat mengirimkannya dan tiba di gudang produksi dalam batas waktu yang sangat singkat. Sistem permintaan bahan-bahan Produksi demikian biasanya disebut dengan “Pull System” atau “Sistem Tarik”. Kelebihan Sistem Produksi Just In Time (JIT) Banyak kelebihan yang dapat dinikmati dalam menerapkan sistem produksi Just In Time, diantaranya sebagai berikut : 1) Tingkat Persediaan atau Stock Level yang rendah sehingga menghemat tempat penyimpanan dan biaya-biaya terkait seperti biaya sewa tempat dan biaya asuransi. 2) Bahan-bahan produksi hanya diperoleh saat diperlukan saja sehingga hanya memerlukan modal kerja yang rendah. 3) Dengan Tingkat persedian yang rendah, kemungkinan terjadinya pemborosan akibat produk yang ketinggalan zaman, lewat kadaluarsa dan rusak atau usang akan menjadi semakin rendah. 4) Menghindari penumpukan produk jadi yang tidak terjual akibat perubahan mendadak dalam permintaan. 5) Memerlukan penekanan pada kualitas bahan-bahan produksi yang dipasok oleh Supplier (Pemasok) sehingga dapat mengurangi waktu pemeriksaan dan pengerjaan ulang. 6) Kelemahan sistem produksi Just In Time (JIT) Meskipun banyak kelebihan yang bisa didapat, Sistem Produksi Just In Time ini masih memiliki kelemahan, yaitu : 1) Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan atau “Zero Tolerance for mistakes” sehingga akan sangat sulit untuk melakukan perbaikan/pengerjaan ulang pada bahan-bahan produksi ataupun produk jadi yang mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan tingkat persediaan bahan-bahan produksi dan produk jadi yang sangat minimum. 2) Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Pemasok baik dalam kualitas maupun ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar lingkup perusahaan manufakturing yang bersangkutan. Keterlambatan pengiriman oleh satu pemasok akan mengakibatkan terhambatnya semua jadwal produksi yang telah direncanakan. 3) Biaya Transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi Transaksi yang tinggi. 4) Perusahaan Manufaktring yang bersangkutan akan sulit untuk memenuhi permintaan yang mendadak tinggi karena pada kenyataannya tidak ada produk jadi yang lebih. 5) Banyak Perusahaan Manufakturing yang menerapkan sistem produksi Just In Time ini menikmati keuntungan yang signifikan seperti Toyota dan beberapa perusahaan manufaktur Jepang yang telah menerapkannya sejak tahun 1950an . Namun keberhasilan Sistem Produksi Just In Time sangat tergantung pada komitmen seluruh karyawan perusahaan mulai dari lebel yang terendah hingga pada level yang tertinggi. Ide dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu menghasilkan sejumlah barang yang diperlukan pada saat diminta dengan menghilangkan segala macam bentuk pemborosan waktu yang tidak diperlukan sehingga diperoleh biaya produksi yang rendah dan melakukan proses yang berkesinambungan. JIT mulai digunakan pada sistem produksi Toyota sebagai dampak dari krisis minyak di tahun 1973, kemudian banyak dipakai oleh perusahaan Jepang untuk mengantisipasi semakin variatifnya permintaan konsumen dan semakin kritisnya konsumen dalam menentukan produk yang diinginkan Sistem produksi tepat waktu (Just In Time-JIT) bukanlah ilmu yang memerlukan analisis kuantitatif maupun kualitatif yang tidak begitu rumit, secara lebih tepatnya Jus In Time (JIT) bisa dikatakan sebagai metode pendekatan, filosofi kerja, konsep ataupun strategi manajemen yang dimaksud dan tujuannya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses manufacturing. Jus In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana pengertian pemborosan: Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. 7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena: 1. Over produksi 2. Waktu menunggu 3. Transportasi 4. Pemrosesan 5. Tingkat persediaan barang 6. Gerak 7. Cacat produksi Konsep Dasar Just In Time Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya. Metode ini menyulitkan penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan yang timbul pada beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan. Untuk mengatasi berbagai gangguan dan perubahan permintaan ini, perusahaan harus mengubah jadwal produksi tiap proses secara serempak yang cukup menyulitkan. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan di antara semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan pemborosan. Sebaliknya, sistem produksi Toyota bersifat revolusioner, dalam arti proses berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya, metode ini dikenal sebagai sistem tarik. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui dengan tepat penetapan waktu yang diperlukan dan jumlah suku cadang yang diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya, begitu seterusnya. Dengan demikian apabila ada perubahan permintaan tidak perlu dilakukan perubahan jadwal produksi secara serempak untuk semua proses. Hanya lini rakit akhir yang perlu diinformasikan mengenai perubahan jadwal produksi ketika merakit produk satu per satu. Untuk menginformasikan mengenai penetapan waktu yang diminta dan jumlah suku cadang yang diperlukan, digunakan KANBAN. Sistem kanban hanya bisa berfungsi secara efektif melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila semua elemen JIT sudah dipadukan maka keunggulan sistem produksi JIT baru akan menjadi nyata. Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT): 1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan. 2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya. 3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan. 4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode sebagai berikut : 1. Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT). 2. Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan. 3. Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi. 4. Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang fleksibel. Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja. Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan. Elemen-elemen Just In Time Elemen-elemen dalam JIT meliputi: Pengurangan waktu set up Aliran produksi lancar (layout) Produksi tanpa kerusakan mesin Produksi tanpa cacat Peranan operator Hubungan yang harmonis dengan pemasok Penjadwalan produksi stabil dan terkendali Sistem Kanban VIII. SISTEM MANAJEMEN PRODUKSI (OPTIMIZED PRODUCTION TECHNOLOGY-OPT) (THEORY OF CONSTRAINTS-TOC) A. Pendahuluan Optimized Production Technology (OPT) diperkenalkan secara luas oleh E. Goldratt melalui bukunya The Goal: A Process of Ongoing Improvement yang ditulis pada tahun 1986. Konsep OPT menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints (TOC). Metoda yang dikembangkan ini masif bersifat umum dan logika berpikir dari metoda ini dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai sistem, selain sistem produksi. Metoda ini menekankan untuk memaksimalkan throughput dengan persediaan dan biaya operasional yang minimum. Troughput didefinisikan sebagai aliran uang yang masuk ke perusahaan, sehingga tujuan suatu perusahaan untuk menghasilkan uang dapat tercapai. Goldratt menentang suatu organisasi yang memiliki tujuan menyerap tenaga kerja, menaikkan penjualan, meningkatkan pangsa pasar, mengembangkan teknologi, dan menghasilkan produk yang berkualitas, karena tujuan-tujuan tersebut tidak menjamin kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dan hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang sebenarnya. Optimized Production Technology (OPT) yang dikembangkan oleh Goldratt bertujuan untuk mengejar keuntungan yang diterima perusahaan dengan meningkatkanthroughtput (ukuran kecepatan menghasilkan uang melalui penjualan produk jadi), sementara persediaan (inventory) dan pengeluaran operasional (operasional expenses) dikurangi semaksimal mungkin. Ide utamanya adalah mengatur pembatas (constraint) sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Theory of Constraints (TOC). Beberapa istilah yang merupakan sinonim dari OPT yaitu Optimized Production Time Table danSyncronized Manufacturing. Beberapa kalangan akademik maupun praktisi, masing-masing memiliki pandangan tentang OPT, seperti: 1. Vollman (1986) memandang OPT sebagai perbaikan dari MRP II. 2. Lundrigan (1986) menyatakan OPT sebagai JIT versi barat. 3. Swann (1988) menyarankan OPT digunakan sebagai alat yang dipakai bersama MRP. Walaupun ada berbagai pandangan tentang OPT, tetapi pada dasarnya ada kesamaan pendapat dalam logika pendekatan Goldratt, yaitu OPT memfokuskan pada kendala-kendala (constraints) yang ada dalam perusahaan. Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Dasar pemikiran TOC adalah perusahaan memiliki constraint dan harus dimanajemani sesuai constraint tersebut. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya. B. Jenis Constraints Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari: 1. Internal constraint, berada di dalam sistem, seperti kapasitas mesin, lingkungan kerja, dan lain-lain. 2. Eksternal constraint, berada di luar sistem, seperti peluang pasar, pemasok, dan lain-lain. 3. Constraint fisik, bisa dilihat secara jelas, seperti kapasitas mesin, layout, kecepatan produksi, dan lain-lain. 4. Constraint non fisik, tidak bisa dilihat secara jelas, seperti peraturan pemerintah, kebijakan perusahaan, cara berfikir manajer, permintaan pasar, dan lain-lain. Kemampuan sumber daya constraint menghasilkan output akan membatasi jumlah produksi perusahaan (throughput), sehingga untuk memaksimalkan Return Of Investment (ROI), perusahaan harus mengoptimalkan penggunaan sumber constraint dan mengkoordinasikan aktivitas lainnya sesuai dengan keperluan constraint tersebut. Dalam TOC berlaku asumsi, optimum lokal tidak selalu menghasilkan optimum global. TOC memandang keberhasilan keseluruhan usaha jauh lebih penting dibandingkan dengan minimasi biaya-biaya. TOC menganut prinsip suboptimasi yaitu optimasi pada tingkatan lokal yang berdasarkan kriteria lokal, dapat bertentangan dengan optimasi keseluruhan organisasi. C. Dasar-dasar TOC Sebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan perbaikan, ada baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh TOC dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum dasar pemikiran TOC adalah sebagai berikut: 1. Sistem adalah suatu rantai Dengan menganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat. 2. Optimasi lokal vs optimasi sistem keseluruhan Karena adanya variasi dan interdependensi, performansi yang optimal dan suatu sistem bukanlah merupakan penjumlahan dari seluruh optimasi lokal. 3. Sebab akibat Seluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat yang lain terjadi. Fenomena sebab akibat ini akan menjadi sangat kompleks pada sistem yang rumit. 4. Efek-efek yang tidak diinginkan dan masalah utama Sebenarnya, semua hal yang tidak baik yang terjadi dalam sistem, bukanlah merupakan suatu masalah, tetapi merupakan indikator adanya sebuah masalah yang merupakan penyebab utama semua gejala tersebut. Dengan menghilangkan penyebab masalah utama, bukan hanya akan menghilangkan efek-efek yang tidak diinginkan, tetapi juga akan mencegah kembali. 5. Solusi yang akan memperburuk keadaan Inersia adalah musuh utama dalam proses perbaikan. Jangan sampai solusi yang telah ditetapkan justru tambah memperburuk masalah. Jadi solusi yang telah dibuat harus tetap dievaluasi. 6. Constraint fisik vs constraint kebijakan Constraint fisik merupakan constraint yang paling mudah ditanggulangi, tetapi efeknya biasanya hanya sedikit. Tetapi dengan menanggulangi constraint kebijakan, efeknya akan sangat luas. 7. Ide bukan sebuah solusi Ide terbaik yang pernah ada di dunia tidak akan disadari potensialnya sebelum ide tersebut diimplementasikan. Dan kebanyakan ide yang bagus gagal pada tahap implementasinya. D. 5 (Lima) Langkah dalam TOC Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint) Bagaimana dari sistem yang memiliki hubungan terlemah? Masalah fisik atau kebijakan? 2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint) Tentukan bagaimana menghilangkan konstrain yang telah ditemukan dengan mempertimbangkan perubahan dan biaya terendah. 3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources) Setelah konstrain ditemukan lalu diputuskan apa yang akan dilakukan terhadap konstrain tersebut. Setelah itu harus dievaluasi apakah konstrain tersebut masih menjadi konstrain pada performansi sistem atau tidak. Jika tidak, maka langsung menuju ke langkah ke-5, tetapi jika sistem masih memiliki konstrain, teruskan dengan langkah ke-4. 4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint) Jika langkah ini dilakukan, maka langkah ke-2 dan ke-3 tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi sistem. 5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process) Jika langkah ke-3 atau ke-4 telah dipecahkan, maka kembali lagi ke langkah ke-1 untuk mengulangi siklus. Tetapi waspada terhadap inersia, yaitu suatu solusi yang dapat menyebabkan konstrain lain muncul. Siklus ini tidak akan pernah berhenti. Langkah-langkah perbaikan sistem yang dilakukan dalam TOC menunjukkan penekanan atau konsentrasi pendekatan TOC pada stasiun konstrain, dan stasiun non konstrain mengikuti hasil yang diperoleh dari stasiun konstrain. Penekanan ini mempermudah proses penjadwalan yang dilakukan, karena cukup hanya mencari jadwal yang sesuai untuk stasiun konstrain dan tidak mencari jadwal yang sesuai untuk semua elemen yang terlibat. Meskipun TOC mempunyai fokus pada stasiun konstrain, stasiunstasiun lainnya yang non-konstrain pasti akan mempengaruhi penjadwalan yang dilakukan di stasiun konstrain. Penjadwalan di stasiun konstrain memerlukan tingkat penyimpangan antara rencana dan aktual yang sangat kecil, selain itu umumnya stasiun konstrain dipasang untuk beroperasi 100 % kapasitas. Akibatnya dibutuhkan suatu penyangga yang dapat meredam setiap fluktuasi yang mungkin terjadi di stasiun non-konstrain sehingga jadwal di stasiun konstrain tidak terganggu. Oleh karena itu, TOC mengusulkan penggunaanbuffer untuk istilahconstraint buffer. stasiun konstrain yang dikenal dengan E. 10 (Sepuluh) Aturan Dasar TOC Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan pendekatan TOC ini tidak hanya pengendalian Buffer di stasiun konstrain. Keberhasilan penerapan TOC akan ditentukan oleh keberhasilan penerapan 10 prinsip dasar TOC, yaitu (Srikanth, 1996): Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan bertumpuknya work in process(buffer) dalam jumlah yang berlebihan. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel). Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala (constraint) yang ada secara simultan. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran performansi dilihat sebagai satu pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi. kesatuan berdasarkan F. Drum Buffer Rope (DBR) Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalan drum-buffer-rope (DBR). Sistem penjadwalan DBR juga digunakan dalam synchronous manufacturing yang diperkenalkan oleh Umble dan Srikanth, (1996). Drum buffer rope merupakan metode yang digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi. Langkah awal dalam mengatur aliran produksi adalah membuat rencana produksi. Dalam membuat rencana produksi perlu diperhatikan bahwa jumlah produksi tidak melebihi permintaan pasar, terdapat cukup material untuk memenuhi rencana produksi, dan cukup kapasitas sumber daya untuk mengolahnya. Setelah hal-hal tersebut dipenuhi selanjutnya adalah menentukan jadwal sumber daya konstrain kapasitas (Capacity Constraint Resource: CCR). Jadwal CCR digunakan untuk membuat rencana produksi akhir. Rencana produksi modifikasi tersebut disebut MPS (Master Production Schedule). Proses membuat MPS ini disebut sebagai drum. Gangguan dan variansi selalu ada dalam proses manufaktur. Untuk memenuhi janji kepada konsumen digunakanbuffer (penyangga). Sedangkan rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan suatu bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Pendekatan DBR dapat dianalogikan sebagai deretan anggota pramuka yang sedang berbaris, seperti pada gambar di bawah ini. Dalam analogi ini setiap anggota pramuka memiliki kecepatan berbeda dan seringkali terjadi gangguan. Anggota pramuka dengan kecepatan paling lambat bertanggung jawab menabuh drum. Anggota yang paling lambat inilah yang menentukan kecepatan baris kelompok pramuka ini. Supaya anggota yang paling lambat dapat berjalan terus tanpa halangan bila anggota yang persis di depannya mengalami gangguan, maka di depan anggota yang paling lambat ini harus disediakan penyangga (buffer) sejauh beberapa langkah. Bila gangguan yang dialami oleh anggota depan dapat diatasi, maka dengan mudah anggota tersebut dapat menyesuaikan kecepatan langkahnya untuk kembali ke posisi semula, karena mereka memiliki kecepatan ekstra. Anggota dengan yang memiliki kecepatan ekstra ini perlu dibatasi gerak langkahnya, jika tidak maka jarak antara anggota depan dengan anggota yang paling lambat akan semakin jauh. Caranya adalah dengan mengikatkan anggota terdepan dengan seuntai rope. Dengan demikian anggota terdepan ini dapat melangkah dengan kecepatan yang sebanding dengan kecepatan anggota yang paling lambat. Kesenjangan yang terjadi di antara anggotaanggota terdepan dapat dengan mudah diperkecil. Akhirnya barisan pramuka ini akan mampu tiba ditujuan sebagai suatu kelompok karena mereka berjalan secara sinkron atau serempak. Analogi DBR memberikan gagasan mengenai hubungan antara kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR dalam sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan produk sebanyak-banyaknya dengan lead time yang rendah dan persediaan di setiap stasiun juga rendah. Drum adalah laju produksi keseluruhan dari lini produksi. Barisan pramuka menggambarkan urutan proses produksi. Setiap sumber produksi mengalami fluktuasi statistik dan gangguan pada saat mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas yang berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber pembatas (bottleneck). Sumber ini tidak memiliki kapasitas yang cukup dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk mencegah menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi pada sumber sebelumnya, maka buffer ditempatkan di depan sumber pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh karena itu buffer ini dikenal juga sebagaibuffer pelindung (protective buffer). Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu: 1. Time buffer, yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang selalu terjadi dalam sistem produksi. 2. Stock buffer, yaitu produk akhir maupun produk antara yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk memperbaiki kemampuan menanggapi sistem produksi terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian normalnya. Berdasarkan kedua definisi buffer di atas, maka tipe bufferyang paling sesuai untuk menjadi buffer di stasiun konstrain adalah time buffer, karena tujuan dari time buffer adalah hubungan melindungi throughput dari berbagai gangguan internal yang muncul. Inventory yang terjadi pada stasiun konstrain tampak seperti seperti stock buffer untuk melindungi stasiun konstrain, tetapi sesungguhnya inventori tersebut muncul karena setiap order diberikan time buffer di stasiun konstrain sehinggaorder tibe sebelum jadwalnya. Buffer dapat ditempatkan di semua bagian dalam sistem produksi, tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak perlu diberikanbuffer, karena stasiun-stasiun ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess capacity) yang akan berfungsi seperti bufferbagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah yang menjadi pelindung terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi pada stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas berlebih ini juga disebut sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang dimiliki oleh stasiun kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk meningkatkan laju produksi saat dibutuhkan. Rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah persediaan yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat tertentu yang sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai dengan kebutuhan stasiun konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku hanya bisa dilepaskan sesuai dengan laju produksi sumber pembatas. Dengan cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan sumber pembatas dan dapat dipastikan bahwa material akan selalu tersedia pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga laju produksi tidak terputus. G. Ukuran Performansi Perusahaan Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi digunakan, yaitu: 1. Kriteria operasional Kriteria operasional digunakan untuk tingkat menengah (middle management) dan tingkat bawah (line staff), antara lain adalah: a. Throughput (T) Throughput adalah uang yang dihasilkan melalui penjualan bukan melalui produksi, T = sales – totally variabel cost Dalam literatur tentang TOC, T didefinisikan sebagai penjualan dikurangi biaya variabel material langsung. Dalam prakteknya kedua definisi tersebut dipakai. Beberapa perusahaan hanya mengurangkan material langsung, sementara beberapa perusahaan lain mengurangi juga biaya-biaya variabel lainnya seperti biaya variabel penjualan, dan biaya variabel pengiriman. b. Inventory (I) Inventory adalah sejumlah uang yang terkait dalam material-material yang akan diolah untuk kemudian dijual perusahaan. I = purchased material value of raw material, in process and finished goods inventory c. Operating Expenses (OE) Operating expenses adalah uang yang dihabiskan untuk mengubah inventory menjadi throughput. Biaya tenaga kerja langsung merupakan bagian dari operating expenses(OE) dan dianggap merupakan biaya tetap. OE = actual spending to turn (I) into (T) Dalam analogi ini setiap anggota pramuka memiliki kecepatan berbeda dan seringkali terjadi gangguan. Anggota pramuka dengan kecepatan paling lambat bertanggung jawab menabuh drum. Anggota yang paling lambat inilah yang menentukan kecepatan baris kelompok pramuka ini. Supaya anggota yang paling lambat dapat berjalan terus tanpa halangan bila anggota yang persis di depannya mengalami gangguan, maka di depan anggota yang paling lambat ini harus disediakan penyangga (buffer) sejauh beberapa langkah. Bila gangguan yang dialami oleh anggota depan dapat diatasi, maka dengan mudah anggota tersebut dapat menyesuaikan kecepatan langkahnya untuk kembali ke posisi semula, karena mereka memiliki kecepatan ekstra. Anggota dengan yang memiliki kecepatan ekstra ini perlu dibatasi gerak langkahnya, jika tidak maka jarak antara anggota depan dengan anggota yang paling lambat akan semakin jauh. Caranya adalah dengan mengikatkan anggota terdepan dengan seuntai rope. Dengan demikian anggota terdepan ini dapat melangkah dengan kecepatan yang sebanding dengan kecepatan anggota yang paling lambat. Kesenjangan yang terjadi di antara anggotaanggota terdepan dapat dengan mudah diperkecil. Akhirnya barisan pramuka ini akan mampu tiba ditujuan sebagai suatu kelompok karena mereka berjalan secara sinkron atau serempak. Analogi DBR memberikan gagasan mengenai hubungan antara kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR dalam sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan produk sebanyak-banyaknya dengan lead time yang rendah dan persediaan di setiap stasiun juga rendah. Drum adalah laju produksi keseluruhan dari lini produksi. Barisan pramuka menggambarkan urutan proses produksi. Setiap sumber produksi mengalami fluktuasi statistik dan gangguan pada saat mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas yang berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber pembatas (bottleneck). Sumber ini tidak memiliki kapasitas yang cukup dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk mencegah menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi pada sumber sebelumnya, maka buffer ditempatkan di depan sumber pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh karena itu buffer ini dikenal juga sebagaibuffer pelindung (protective buffer). Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu: 1. Time buffer, yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang selalu terjadi dalam sistem produksi. 2. Stock buffer, yaitu produk akhir maupun produk antara yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk memperbaiki kemampuan menanggapi sistem produksi terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian normalnya. Berdasarkan kedua definisi buffer di atas, maka tipe bufferyang paling sesuai untuk menjadi buffer di stasiun konstrain adalah time buffer, karena tujuan dari time buffer adalah hubungan melindungi throughput dari berbagai gangguan internal yang muncul. Inventory yang terjadi pada stasiun konstrain tampak seperti seperti stock buffer untuk melindungi stasiun konstrain, tetapi sesungguhnya inventori tersebut muncul karena setiap order diberikan time buffer di stasiun konstrain sehinggaorder tibe sebelum jadwalnya. Buffer dapat ditempatkan di semua bagian dalam sistem produksi, tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak perlu diberikanbuffer, karena stasiun-stasiun ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess capacity) yang akan berfungsi seperti bufferbagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah yang menjadi pelindung terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi pada stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas berlebih ini juga disebut sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang dimiliki oleh stasiun kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk meningkatkan laju produksi saat dibutuhkan. Rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah persediaan yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat tertentu yang sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai dengan kebutuhan stasiun konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku hanya bisa dilepaskan sesuai dengan laju produksi sumber pembatas. Dengan cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan sumber pembatas dan dapat dipastikan bahwa material akan selalu tersedia pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga laju produksi tidak terputus. 2. Kriteria finansial Kriteria finansial digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan menghasilkan uang. Kriteria ini biasanya digunakan untuk managemen di tingkat atas (corporate). Kriterianya antara lain: a. Net Profit (NP): selisih hasil penjualan dengan biaya produksi b. Return Of Investment (ROI): keuntungan relatif terhadap modal investasi c. Cash Flow (CF): aliran input output keuangan tiap interval waktu tertentu 3. Hubungan antara kriteria operasional dan finansial Peningkatan performansi ukuran-ukuran operasional ini akan meningkatkan performansi finansial; bertambahnya throughtakan meningkatkan laba berih, menurunnya inventory akan meningkatkan nilai ROI (Return On Investment), dan menurunnya biaya operasi meningkatkan aliran kas. H. Prinsip Kerja dan Metode Kontrol OPT Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lainbottleneck adalah suatu proses yang membatasi throughput.Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya. 1. Prinsip Kerja OPT Prinsip kerja OPT yaitu non bottleneck bekerja pada utilitas tertentu untuk mendukung kelancaran bottleneck, pada saat yang bersamaan mencegah terjadinya kenaikan persediaan (work in process) dan bottleneck bekerja pada utilitas 100 %. I. Kerangka Pengaturan OPT 1. Bottleneck Dua cara untuk mengetahui adanya bottleneck yaitu dengan mengidentifikasi work in process di setiap stasiun kerja dan CRP atau beban kerja (load) setiap stasiun kerja. 2. Penyangga (buffer) Penyangga dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian (fluktuasi dan ketergantungan) suatu sistem. Dalam OPT, penyangga yang besar bukan merupakan suatu kerugian jika penyangga tersebut digunakan untuk mengamankan sumberbottleneck. Sebaliknya, untuk sumber non bottleneck, penyangga ditekan seminimal mungkin bahkan jika perlu tanpa penyangga. 3. Ukuran batch Batch dibagi menjadi batch transfer dan batch proses, sedangkan teknik penjadwalannya meliputi penjadwalan urut (sequence), overlapping, dan splitting. J. Software OPT Pada tahun 1983 Goldratt mengembangkan software OPT untuk menjadwalkan proses produksi perusahaan dengan mempertimbangkan konstrain-konstrain yang ada. Konstrain tersebut dapat berupa mesin, tenaga kerja, peralatan, material, atau konstrain lain yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan mencapai target produksi. Setelah kurang lebih 100 perusahaan menggunakan software OPT, Goldratt mulai mempromosikan logika program OPT. Logika OPT ini dikenal dengan ’Theory Of Constraints’. OPT dapat dinyatakan dalam dua sudut pandang, yaitu: 1. OPT sebagai suatu konsep (filosofi yang terdiri dari 10 aturan dasar) 2. OPT sebagai perangkat lunak (OPT/SERVE) K. Rangkuman 1) Optimized Production Technology merupakan konsep OPT yang menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints. Metoda ini menekankan untuk memaksimalkanthroughput dengan persediaan dan biaya operasional yang minimum. 2) Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya. 3) Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari: Internal constraint,Eksternal constraint, Constraint fisik, dan Constraint non fisik. 4) Lima langkah TOC dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan adalah: identifikasi konstrain sistem, eksploitasi konstrain, subordinasi sumber lainnya, evaluasi konstrain, dan mengulangi proses keseluruhan. 5) Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalan drumbuffer-rope (DBR). Drum buffer ropemerupakan metode yang digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi. 6) Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi digunakan, yaitu: kriteria operasional dan kriteria finansial. 7) Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lainbottleneck adalah suatu proses yang membatasi throughput.Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya. IX.Project Based Production System (Sistem Produksi Berbasis Proyek) 1. Perkenalan Globalisasi menantang hampir setiap aspek lingkungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi. Organisasi, apakah publik atau swasta, harus menyesuaikan strategi dan operasi mereka untuk tetap kompetitif dan efisien. Secara historis, organisasi mengadopsi operasi berbasis proyek sebagai modus untuk tetap kompetitif, meskipun aplikasi cenderung menjadi tipe satu-off dari operasi seperti proyek-proyek konstruksi dan pengembangan sistem (Edum-Fotwe & McCaffer, 2000). Ketika dunia berubah dari industri dibawa ke sebuah ekonomi pengetahuan didorong lebih dan laju perubahan terus-menerus menjadi lebih intens, organisasi mengadopsi modus berbasis proyek operasi pada skala yang lebih luas. Ekonomi pengetahuan mengarah pada penciptaan banyak industri berorientasi layanan. Organisasi mulai menghadapi portofolio proyek di mana sifat proyek ini berbeda dalam kompleksitas teknologi, urgensi, nilai pelanggan dan dampak sosial (Gutjahr & Froeschl, 2013,). Berdasarkan pengalaman mereka dengan proyek-proyek yang lebih teknis berorientasi, organisasi memusatkan perhatian mereka lebih intens pada metode manajemen proyek baru, alat dan proses dan belum tentu pada manusia dan interface organisasi. paradigma ini berubah bagaimanapun, terutama sejak 1980-an dan semakin banyak organisasi mengadopsi bentuk organisasi sementara (Bakker, 2010) dalam rangka meningkatkan daya saing mereka. Kontribusi dalam edisi khusus ini dari Journal Afrika Selatan Ilmu Ekonomi dan Manajemen memiliki fokus-umum tentang pentingnya antarmuka manusia dan organisasi operasi berbasis proyek pada keberhasilan proyek. Tujuan artikel penutup ini adalah untuk menganalisis temuan dan rekomendasi dalam makalah ini dan untuk mendeteksi tren dan peluang penelitian masa depan di bidang operasi berbasis proyek. 2. Analisis kontribusi 2.1 perspektif Makro Packendorff dan Lindgren mengambil perspektif makro pada proses projectification. Berdasarkan literatur sebelumnya, mereka menyebut projectification sebagai 'pengembangan terhadap penggunaan proyek untuk menangani tugas-tugas kompleks dan pembaharuan kreatif dalam organisasi kontemporer', tetapi pada saat yang sama menggambarkan ini 'definisi' sebagai 'pandangan sempit projectification' dimana penelitian terutama difokuskan pada isi dan konsekuensi dari inisiatif restrukturisasi organisasi. Berdasarkan tinjauan menyeluruh dari literatur yang relevan, Packendorff dan Lindgren sampai pada kesimpulan bahwa kelemahan dasar pandangan sempit di projectification adalah bahwa peneliti mengecualikan pandangan pada projectification sebagai pengembangan ditandai dengan misalnya dibatasi rasionalitas, kekuasaan dan politik, budaya norma dan konstruksi. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa daerah penelitian harus diperluas dari keprihatinan saat ini dengan peningkatan keutamaan proyek dalam struktur organisasi kontemporer, untuk menjadi perhatian bagi proses budaya dan diskursif dalam masyarakat. Implikasi penting untuk penelitian adalah bahwa satu set baru asumsi penelitian dasar yang diperlukan, yang menyiratkan bahwa tidak hanya peneliti proyek, tetapi juga ulama tertarik misalnya teori organisasi, harus berkontribusi dan melengkapi penelitian di masa depan projectification. pendekatan multi-disiplin tersebut tentu akan menghasilkan pertanyaan penelitian baru yang terkait dengan individu dan organisasi dalam lingkungan operasi berbasis proyek. 2.2 perspektif Meso Dalam kontribusi pada pemerintahan proyek, Bekker berpendapat bahwa sastra penelitian terkini tentang tata kelola proyek kurang lebih luas, multifirm dan multi-proyek perspektif dengan pemahaman umum dari definisi, kerangka dan konteks. Perspektif governance single-perusahaan menyangkut diri dengan proyek intra-ORGANISASI-nasional dan karena itu cenderung untuk mempraktekkan prinsip-prinsip tata kelola semata-mata pada tingkat teknis. Multi-perusahaan pendekatan tata kelola proyek bagaimanapun, adalah lebih peduli dengan tingkat kontrak kerjasama, sementara perspektif tata kelola proyek modal besar dengan organisasi sementara yang mendekati, cenderung untuk membangun prinsip-prinsip tata kelola di tingkat kelembagaan. Mengingat perspektif tata kelola yang berbeda, oleh karena itu perlu bahwa peneliti fokus pada keselarasan dari prinsip-prinsip tata kelola proyek antara tiga kategori organisasi. Tantangan penelitian di sini adalah untuk memperluas perspektif dari tingkat teknis kontrol di sekolah single-perusahaan, untuk menyelaraskan dengan tingkat kontrak kontrol di sekolah multi-perusahaan. Dengan sekolah proyek modal besar, kontrol menjadi kegiatan yang kompleks dalam komposisi kosmopolitan berbagai budaya dan nilai-nilai, struktur organisasi dan masih banyak lagi. Sejalan dengan rekomendasi dari Packendorff dan Lindgren, Bekker juga memandang keterlibatan peneliti dari latar belakang multidisiplin penelitian di bidang penelitian tata kelola proyek sebagai syarat penting untuk penelitian masa depan, terutama mengenai sekolah proyek modal besar dalam yang sangat kompleks dan multi lingkungan organisasi dimensi. Pendekatan penelitian sebagai diselidiki dari tampilan penelitian projectification luas diusulkan oleh Packendorff dan Lindgren, di mana prinsip-prinsip tata kelola proyek diselaraskan antara sekolah yang berbeda pemikiran, juga bisa membawa perspektif baru tentang bagaimana masa depan- organisasi sementara harus berurusan dengan pemerintahan proyek. kertas Jerbrant berfokus pada perubahan dan pematangan dalam manajemen dan organisasi organisasi berbasis proyek dalam lingkungan multi-proyek. Tujuan dari artikel nya untuk memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana pengelolaan organisasi berbasis proyek bisa berkembang dalam aliran antara administrasi penataan dan pengelolaan ketidakpastian potensial. Titik keberangkatan adalah bagaimana proses manajemen standar berkembang menjadi perspektif yang lebih strategis di seluruh portofolio proyek dan link utama untuk tujuan bisnis secara keseluruhan. manajemen ketidakpastian ditekankan dengan kompleksitas yang dihasilkan dan berdampak pada kegiatan restrukturisasi. Oleh karena itu, model pematangan yang memvisualisasikan organisasi berbasis proyek, berosilasi antara restrukturisasi dan manajemen ketidakpastian diusulkan. Hasil dari penelitian ini adalah penting karena ini membutuhkan perspektif yang lebih luas daripada hanya pandangan manajemen proyek dan akhirnya menghubungkan kegiatan restrukturisasi untuk tujuan bisnis organisasi. Jerbrant sehingga mengusulkan penelitian masa depan untuk fokus setidaknya pada (i) koordinasi di bagian projectified dari bisnis di mana integrasi dari beberapa area fungsional yang dibutuhkan, dan (ii) koordinasi untuk menyelaraskan portofolio proyek dengan strategi bisnis secara keseluruhan. Studi tentang pengembangan lebih lanjut dari model pematangan serta pengelolaan ketidakpastian dalam berbagai jenis organisasi berbasis proyek juga harus menjadi agenda penelitian mendatang. 2.3 perspektif Micro Van Kessel et al. difokuskan penelitian mereka pada kasus tertentu di lingkungan mikro, yaitu sebuah lembaga akademis di mana kreatif keluaran kertas penelitian adalah tujuan strategis yang penting dari organisasi. Penelitian mereka meneliti hubungan antara persepsi budaya organisasi, embeddedness sosial penulis makalah 'dan output proyek kertas. Temuan bahwa hubungan sosial dengan rekan-rekan baik di dalam dan di luar departemen mereka, tapi di lembaga akademis yang sama, penting untuk hasil merupakan langkah kausal yang menghubungkan nilai-nilai dan normanorma organisasi untuk output kreatif, dan sangat penting untuk masyarakat produksi berbasis proyek yang lebih luas. Menghubungkan temuan penelitian ini untuk orang-orang dari (i) Chan, dan (ii) Chang dan Yeh, membawa perspektif baru yang menarik yang dapat membantu kita untuk mengembangkan wawasan lebih dalam kebutuhan operasi berbasis proyek. Chan mempelajari dampak dari keanggotaan tim proyek beberapa kinerja proyek yang inovatif dan menemukan bahwa hubungan u berbentuk terbalik ada antara keanggotaan tim ganda dan kinerja kreatif individu. Temuan ini dijelaskan oleh sumber yang lebih beragam ide bahwa pertemuan individu, meskipun terlalu banyak ide yang beragam memiliki efek negatif pada kinerja kreatif individu. Temuan ini dari Chan sesuai dengan kesimpulan dari Van Kessel et al. bahwa 'tidak ada proyek adalah sebuah pulau'. Chan juga menemukan bahwa pada awalnya beberapa anggota tim memiliki hubungan linear positif dengan kinerja tim (dan pada tingkat yang lebih tinggi efek negatif). Ini menemukan lagi sesuai dengan kesimpulan dari Van Kessel et al. bahwa 'tidak ada proyek adalah sebuah pulau', dengan asumsi bahwa proyek dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari anggota. Secara keseluruhan, kedua makalah menekankan bahwa lingkungan proyek penting untuk kinerja. Chang dan Yeh kontribusi untuk penelitian pada produksi berbasis proyek dengan memeriksa hubungan antara tim proyek intra ketidaksepakatan, komunikasi konflik dan kinerja tim di lintas fungsional tim proyek produk baru dan konsekuensinya pada kelengkapan pengambilan keputusan. Temuan penelitian ini relevan dalam hal ini memberikan wawasan lebih lanjut ke sifat karakteristik proses sosial tertentu antara anggota tim proyek dan efek mereka. Pertama, mereka menemukan hubungan cekung antara intra-tim tugas perselisihan dan pengambilan keputusan kelengkapan dan menjelaskan temuan mereka dengan mengatakan bahwa terlalu sedikit konflik dalam tim proyek enggan kombinasi sudut pandang yang berbeda dan sumber informasi yang beragam untuk menciptakan basis pengetahuan baru di proses pengambilan keputusan. Terlalu banyak intra-tim task ketidaksepakatan juga menurun kelengkapan pengambilan keputusan. Kedua, mereka menemukan bahwa pengambilan keputusan kelengkapan tidak muncul untuk menjadi sumber yang paling bermanfaat dari ide-ide kreatif untuk inovasi. Ketiga, mereka menemukan bahwa komunikasi kolaboratif memiliki efek yang signifikan dan negatif pada inovasi dan menyarankan penelitian lebih lanjut untuk meneliti temuan tertentu. Dari temuan Chang dan Yeh dapat disimpulkan bahwa proses sosial antara anggota tim proyek individu dan antara tim proyek memang penting tetapi bahwa ikatan sosial harus mengambil tujuan proyek menjadi pertimbangan, jika tidak hasilnya akan memiliki efek negatif pada proyek gol. 3 Penelitian di masa depan Packendorff dan Lindgren mengusulkan bahwa penelitian di masa depan projectification harus secara aktif menggunakan pandangan proyek dan pengorganisasian berbasis proyek sebagai fenomena budaya dan diskursif. Mereka mendorong para sarjana teori organisasi untuk menemukan studi projectification paling berguna dalam mengembangkan gagasan teoritis baru, misalnya organisasi pasca-burocratic, organisasi virtual dan proses kewirausahaan. Pada tingkat meso, Bekker mengusulkan penelitian lebih lanjut pada pengembangan kerangka kerja tata kelola proyek untuk proyekproyek yang mencakup lintas batas negara dan menggabungkan sistem yang berbeda nilai, sistem hukum, pedoman tata kelola perusahaan, agama dan praktek bisnis. Juga pada tingkat meso Jerbrant mengusulkan beberapa topik untuk penelitian masa depan, yaitu (i) koordinasi untuk mengintegrasikan beberapa bidang fungsional yang berbeda di bagian dari bisnis yang projectified, (ii) koordinasi untuk menyelaraskan portofolio proyek dengan strategi bisnis secara keseluruhan, ( iii) hubungan strategis antara pengembangan bisnis dan kedua tingkat penataan dan ketidakpastian manajemen, (iv) pengembangan lebih lanjut dari model pematangan ia mengusulkan dan (v) isi manajemen ketidakpastian dalam berbagai jenis organisasi berbasis proyek. Di mikro tingkat Van Kessel et al. mengusulkan tiga topik untuk penelitian masa depan, yaitu (i) memeriksa apakah budaya organisasi mempengaruhi jumlah ikatan sosial, atau sebaliknya, (ii) sejauh mana kekuatan ikatan memediasi hubungan antara budaya organisasi dan output kreatif dan (iii) peran mediasi dari embeddedness sosial dalam hubungan antara budaya organisasi dan output kreatif. Berdasarkan karyanya tentang keanggotaan tim proyek ganda dan kinerja Chan mengusulkan empat topik untuk penelitian masa depan. Pertama, proposisi lainnya yang diusulkan oleh O'Leary et al. (2011), misalnya 'berbagai' (yaitu keragaman dalam tugas, teknologi, lokasi, dan sebagainya) dapat diuji secara empiris sehingga dampak dari keanggotaan tim beberapa dapat diperiksa sepenuhnya. Kedua, dalam rangka untuk mengurangi kinerja individu masalah bias diri-dinilai, prosedur pengukuran multisource dapat digunakan. Ketiga, jenis lain dari proyek dari tim proyek hanya terkait rekayasa dengan tugas yang berbeda dapat diselidiki untuk menentukan dampak dari keanggotaan tim beberapa kinerja. Akhirnya, dampak dari keanggotaan tim beberapa kinerja pada tingkat organisasi dapat dieksplorasi karena tekanan pada tim, anggota tim dan para pemimpin mereka mungkin akan lebih parah. Untuk penelitian masa depan, Chang dan Yeh mengusulkan bahwa desain penelitian longitudinal yang digunakan untuk lebih memvalidasi urutan kausal yang diajukan dalam penelitian mereka. Mereka juga menyarankan untuk penelitian masa depan, variabel kriteria yang dinilai menggunakan ukuran komprehensif yang berisi beberapa langkah subjektif seperti ino-vativeness dan kepatuhan kendala, serta ukuran kinerja keuangan yang obyektif. Sebuah benang merah dalam topik yang diusulkan untuk penelitian masa depan adalah bahwa pendekatan manajemen proyek tradisional dan alat-alat harus dilengkapi dengan wawasan dari ilmu-ilmu sosial, dengan kata lain, penelitian multi-disiplin di mana perspektif rekayasa dikombinasikan dengan perspektif ilmu sosial. Daftar Pustaka https://www.google.com/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=i+Rencana+Produksi+dan+atau+MPS&* http://teorisingkat.blogspot.co.id/2015/11/proses-disagregasi-rccp-mrp-dancrp.html https://www.academia.edu/11759560/Laporan_Modul_Perencanaan_Produks i_dan_Kebutuhan_Material https://ilmuteknikindustri.wordpress.com/2011/02/04/perencanaan-teknikindustri/ https://www.researchgate.net/publication/39735229_Perencanaan_kebutuhan _bahan_baku_dan_pengendalian_produksi_dalam_usaha_menghemat_biaya_ produksi_di_PT_Surabaya_Utama_Cycle_Industri http://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-sistem-produksi-just-in-timejit/ http://yayan-industri.blogspot.co.id/2009/11/sistem-produksi-tepat-waktujust-in.html https://de.wikipedia.org/wiki/Optimized-Production-Technology http://www.scielo.org.za/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S222234362014000100009 BERBAGI BERBAGI Komentar Postingan populer dari blog ini HUB/Switch Desember 02, 2016 BERBAGI POSTING KOMENTAR BACA SELENGKAPNYA P