Uploaded by adityablow

KEBENARANAN INDONESIA DIJAJAH SELAMA 150 TAHUN

advertisement
KEBENARANAN INDONESIA DIJAJAH SELAMA 150 TAHUN
Pada tanggal 17 Agustus 1945, tujuh puluh satu tahun yang lalu, Indonesia -- yang dikenal
sebagai Hindia Belanda seturut kesepakatan bangsa penjajah, dan jauh sebelum itu dikenal
sebagai Nusantara yang artinya di antara pulau-pulau -- menjadi suatu negeri yang merdeka.
Lama berada di bawah bayang-bayang kolonialisme Belanda, Inggris dan Jepang, menempatkan
Indonesia sebagai salah satu dari bangsa-bangsa di Asia yang pernah dijajah bangsa asing, selain
Thailand untuk Asia Tenggara. Realitas bahwa Indonesia pernah dijajah merupakan rekaman
peristiwa yang tak tersangkali. Ratusan tahun sebelumnya, dunia seakan berada di bawah
genggaman bangsa Eropa. Tolok ukur peradaban ditentukan bangsa ber-ras putih ini. Segala hal
yang bertentangan dengan nilai-nilai mereka dianggap barbar, tidak beradab, maka perlu untuk
ditaklukkan. Inggris, misalnya, pernah memiliki jajahan di lima benua. Di belakangnya menyusul
Prancis, Spanyol, Portugis, Belanda dan Jerman. Banyak bangsa yang menjadi korban
kolonialisme
itu
tenggelam
dalam
kemiskinan,
perang
saudara,
dan
penderitaan
berkepanjangan. Kekayaan alam dikeruk habis, dibeli dengan harga murah, bahkan dirampas, lalu
dibawa ke negara-negara Eropa untuk membangun tanah airnya. Di dalam tragika kemanusiaan
itu, Indonesia termasuk yang paling tragis nasibnya. Konon, bahkan pernah dijajah Belanda
selama 350 tahun.
Sejak lama, ketika ditanya mengenai berapa tahun Indonesia dijajah Belanda, setiap orang
merasa cerdas dengan jawabannya yakni 350 tahun atau tiga setengah abad. Ini menjadi
pengetahuan nasional yang secara kurikuler tercantum dalam buku-buku pengetahuan sejarah
nasional sejak Indonesia merdeka. Sebagai bentuk propaganda untuk membangkitkan semangat
patriotisme dan nasionalisme rakyat Indonesia saat perang pasca kemerdekaan (1945-1949)
melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, Bung Karno lantas menyerukan, "Kita
telah dijajah selama 350 tahun". Apakah ini suatu afirmasi akan informasi yang telah mencekoki
kita sekian lama, yang tidak jelas dan bahkan yang tak bisa dipertanggungjawabkan secara
historis maupun akademis ini? Serentak pula, demi melawan lupa akan sejarah, sebagaimana
adagium Bung Karno, 'jasmerah' -jangan sekali-kali melupakan sejarah, kita lantang menggugat,
apa benar Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun? Setabah itukah bangsa yang besar ini,
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari ujung Sangir Talaud hingga pulau Rote
berpasrah diri dijajah selama itu?
Ikhtiar untuk meruntuhkan mitos dimaksud nampak dari upaya Prof. GJ Resink, sejarawan
UI keturunan Belanda, melalui risalah ilmiahnya berjudul "Bukan Dijajah 350 Tahun" (Komunitas
Bambu:2012). Menurutnya, mengatakan bahwa selama 350 tahun Belanda telah menguasai
kepulauan Indonesia sebenarnya tidak lebih dari mitos politik yang tidak akan bertahan melawan
ujian kebenaran sejarah. Dalam nada serupa, guru besar sejarah UNPAD Prof. Nina Herlina Lubis
berkesimpulan bahwa Indonesia tidak dijajah Belanda selama 350 tahun, justru sebaliknya,
Belanda membutuhkan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara. Itu hanyalah mitos
yang sengaja diembus sebab pemerintah kolonial membutuhkan legitimasi historis politis untuk
mempertahankan dan memperluas daerah jajahannya. Mitos itu kian menggesar fakta sejarah
manakala kembali direproduksi rezim penguasa pascakolonial yang diungkapkan GJ Resink
sebagai rezim 'tuna sejarah'.
Merujuk pada analisis di atas, Zainal C. Airlangga membuat perhitungan berapa lama
sebenarnya Belanda menjajah Indonesia. Jika awal penjajahan dihitung tahun 1602 saat
berdirinya VOC (BUMN Belanda), maka ditambah 350, kita baru merdeka pada 1952. Jika dihitung
tahun 1800 saat pemerintah Belanda mengambil alih VOC yang bangkrut, ditambah 350, maka
kita baru merdeka tahun 2150. Atau jika dihitung lebih awal lagi saat pertama kali Belanda datang
ke Nusantara yaitu di Banten tahun 1596, jika ditambahkan 350 maka kita merdeka tahun 1946,
padahal Belanda sendiri menjajah kita hingga tahun 1942, itu pun diselingi oleh penjajahan
Inggris (interregnum) dan setelah itu dijajah Jepang selama tiga tahun lima bulan delapan hari
(1942-1945). Demikian pun hingga akhir abad ke-19, beberapa kerajaan di Bali, dan awal abad
ke-20, beberapa kerajaan di Nusa Tenggara Timur, masih mengadakan perjanjian sebagai negara
bebas (secara hukum internasional) dengan Belanda. Jangan pula dilupakan hingga sekarang
Aceh menolak disamakan dengan Jawa karena hingga 1912 Aceh adalah kerajaan yang masih
berdaulat. Orang Aceh hanya mau mengakui mereka dijajah 33 tahun saja (himmpasui.com).
Prof. Resink membuktikan pula bahwa pemerintah kolonial Belanda di antara tahun 1870 dan
1910 melihat adanya kerajaan di sekitar Hindia Belanda yang merdeka. Di antaranya adalah
kerajaan Sumba, Sulawesi Selatan, Aceh, Langkat, Lingga, dan daerah-daerah Batak. Pengakuan
atas kerajaan-kerajaan ini bersumber pada aturan yang dibuat pemerintah Belanda sendiri (GJ
Resink: 2012).
Karena itulah, secara tegas, perlu dikoreksi dan disosialisasikan bahwa bangsa dan negara
Indonesia tidak pernah dijajah oleh negara mana pun apalagi oleh Belanda selama 350 tahun.
Karena yang mereka kuasai adalah kerajaan-kerajaan yang pernah eksis di wilayah Indonesia
sekarang. Itu pun, tak boleh digeneralisasi secara kolektif 350 tahun. Sebab kerajaan-kerajaan
tersebut tidak ditundukkan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi secara berturut-turut selama
kurun waktu kurang lebih 300 tahun.
Beberapa sejarawan, bahkan berani menyebut penjajahan Belanda atas Indonesia hanya
empat tahun (1945-1949), yakni melalui agresi militer Belanda I dan II, juga pergolakan di daerahdaerah. Sebabnya, sebelum 1945, secara de facto dan de jure, memang Republik Indonesia belum
ada. Logika historisnya, secara resmi, negara Republik Indonesia sendiri baru terbentuk sejak
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Jika terbentuknya saja baru tahun 1945, bagaimana pula
dikatakan bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun? Inilah faktanya, saat ini
masyarakat Indonesia belum bisa mendalami jejak peristiwa sejarah bangsanya sendiri. Atau
jangan-jangan sarkasme GJ Resink ada benarnya bahwa kita adalah masyarakat yang tuna
sejarah.
Download