PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan Keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun tetap dilakukan secara holistic pada saat melakukan asuhan kepada klien. Berbagai terapi keperawatan yang dikembangkan difokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga maupun komunitas.Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive. Aktivitas kelompok juga diterapkan pada klien dengan masalah gangguan orientasi realita. Gangguan orientasi realita merupakan ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.. Keadaan ini dikarenakan adanya gangguan fungsi otak, antara lain: fungsi kognitif/proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi Motorik, fungsi Sosial. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah mengalami masalah kesehatan jiwa , 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang bisa terserang gangguan jiwa memang sangat tinggi, setiap saat 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalah jiwa, saraf maupun perilaku. Ronosulistyo (2008) menyebutkan, prevalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa di Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 1 Indonesia. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2007, prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa. Presentase gangguan kesehatan jiwa ini akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya beban hidup masyarakat Indonesia. Tindakan keperawatan yang ditujukan pada system klien, baik secara individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat merupakan upaya menyeluruh dalam menyelesaikan masalah klien. Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas (TAK OR) merupakan terapi modalitas keperawatan untuk ditujukan pada kelompok klien yang memiliki masalah yang sama yaitu gangguan realitas orientasi. Terapi aktivitas yang dikembangkan dalam hal ini adalah orientasi realita. Dengan evaluasi dan penelitian tentang manfaat TAK yang akan member kontribusi terhadap perkembangan terapi kelompok dalam keperawatan jiwa. TAK merupakan tindakan keperawatan. Oleh karena itu perlu dimasukkan dalam rencana tindakan keperawatan pada masalah keperawatan tertentu. Jadi, rencana keperawatan terdiri dari tindakan keperawatan yang ditujukan kepada individu klien, pada kelompok klien, dan pada keluarga klien. Semua kemampuan yang dipelajari klien dalam TAK hendaknya digunakan sampai klien pulang ke rumah. Peran keluarga untuk memantau pelaksanaan kemampuan dirumah. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan. Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 2 1.2.2 Tujuan Khusus 2. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada Klien mengenali waktu dengan tepat Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitarnya. KONSEP TEORI 2.1 Pengertian Gangguan Orientasi Realita Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi kogntif dan proses pikir ; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik, dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh ) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi otak, maka gangguan atau respon yang timbul disebut pula respon neuro biologik. Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada klien Skizofrenia dan psikomatik lain. Blueler mengidentifikasikan gejala skizofrenia sebagai :” 4 A” yang ditambah dengan “2 A” sebagai berikut : gangguan asosiasi, afek, ambivalen, autistik dan ditambah dengan gangguan atensi (perhatian) dan aktivitas. Gejala sekunder dari skizofrenia adalah halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat. Berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita (Sujanto, 1986). Berpikir adalah suatu proses dialektis yaitu selama kita berpikir, fikiran kita mengadakan tanya jawab dengan pikiran kita Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 3 untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara ketahuan kita dengan tepat. Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan (Purwanto, 1992). Gangguan orientasi realita biasanya terjadi pada klien dengan halusinasi, waham, perilaku kekerasan, dan harga diri rendah. 2.2 Proses-proses berpikir (Sujanto, 1986) : a. Pembentukan pengertian : dari suatu masalah pikiran kita membuang ciri-ciri tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis (yang tidak boleh tidak ada) pada masalah itu. b. Pembentukan pendapat : pikiran kita menggabungkan / menceraikan beberapa pengertian yang menjadi tanda khas dari masalah. c. Pembentukan keputusan : pikiran kita menggabungkan pendapatpendapat tersebut. d. Pembentukan kesimpulan : pikiran kita menarik keputusan dari keputusan-keputusan yang lain. Proses pikir. Proses informasi yang tidak berfungsi dengan baik akan mempengaruhi proses berpikir sehingga memberi dampak pada proses komunikasi. Dalam berkomunikasi mungkin inkoheren, tidak berhubungan, berbelit dan tidak logis. Klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan yang logis dan koheren. Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien. Perawat hendaknya mengidentifikasi beberapa respon verbal dan nonverbal klien serta melakukan validasi. Isi pikir. Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 4 internal dan eksternal melalui proses informasi secara akurat dapat menimbulkan waham yaitu waham agama, kebesaran, somatik, curiga/kejar dan nihilistik. Gangguan proses pikir adalah penyimpangan dari pikiran yang rasional, logis, dan bertujuan. Gangguan isi pikiran diantaranya sebagai berikut: a. Obsesi : Munculnya pikiran patologis yang menetap dan berulang-ulang, dan perasaan atau impuls yang tidak dapat dihapuskan secara sadar dengan cara-cara yang masuk akal. Dalam keadaan tenang pasien mengetahui bahwa hal tersebut tidak ada dasar rasional dan semata-mata disebabkan oleh proses psikologis yang ada dalam dirinya bukan oleh sebab dari luar. Resistensi terhadap pikiran atau impuls itu akan dituruti oleh ansietas ( Morgan, 1991 ). b. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diinginkan Proses informasi merupakan proses masuknya informasi yang akurat, penyimpanan informasi dan pemakaian kembali informasi tersebut. Penyebab gangguan proses informasi: Jumlah dan akurasi informasi Disfungsi anatomi dan neurofisiologi otak Reseptor penerima stimulus Talamus Lobus frontal Ganglia basal Ketidakseimbangan neurotransmiter dan neuromodulator Pengalaman belajar yang lalu (termasuk pengalaman emosional) Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 5 2.3 Faktor Penyebab 2.3.1 Faktor predisposisi a. Biologis. Gangguan perkembangan otak frontal dan temporal Lesi pada korteks frontal, temporal, dan limbic Gangguan tumbang pada prenatal, perinatal, neonatal, dan anakanak b. Psikologis Ibu/pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak sensitive Hubungan dengan ayah yang tidak dekat/perhatian yang berlebihan Konflik pernikahan Komunikasi “double bind” Koping dalam menghadapi stres tidak konstruktif atau tidak adaptif Gangguan identitas Ketidakmampuan menggapai cinta c. Sosial budaya Kemiskinan Ketidakharmonisan sosial budaya Hidup terisolasi Stres yang menumpuk Tinggal di ibu kota Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 6 2.3.2 Faktor presipitasi Sumber : biologis, psikologis, sosial budaya Asal (original) : diri klien atau lingkungan eksternal Waktu : lama dan frekuensi stimulus Jumlah : stimulus yang dialami Faktor presipitasi umum: Kondisi kesehatan, Kondisi lingkungan, Sikap dan perilaku klien 2.3.3 Sumber Koping Klien a) Identifikasi koping, kekuatan dan kemampuan yang masih dimiliki klien b) Sumber daya dan dukungan social c) Pengetahuan keluarga d) Finansial keluarga e) Waktu dan tenaga keluarga yang tersedia f) Kemampuan keluarga memberikan asuhan 3. PERENCANAAN PELAKSANAAN 3.1 Susunan Panitia 1. Leader : Intan Larasati 2. Co.Leader : Putri Michelle T 3. Observer : Ratna Sahara Sirfefa 4. Fasilitator : 1. Sony Apriliawan 2. Rara Prastika W.A Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 7 5. Pasien : 1. Yurike Olivia Sella 2. Nafis Nurfaizi A 3. Halidah Manistamara 4. Ni Putu Nita Kartika 5. Zachya Islamia 6. Melati Cahyani P 7. Arum Sekarini C. 3.1.1 Peran Panitia a. Peran Leader : - Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok sebelum kegiatan dimulai - Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan dirinya - Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib - Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok - Menjelaskan permainan b. Peran Co.Leader : - Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien - Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang - Mengatur alur permainan (menghidupkan dan mematikan tape recorder) c. Peran Observer : mencatat 1. Jumlah anggota yang hadir 2. Siapa yang terlambat Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 8 3. Daftar hadir 4. Siapa yang memberi pendapat atau ide 5. Topik diskusi 6. Mengobservasi jalannya proses kegiatan 7. Mencatat prilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan berlangsung d. Peran Fasilitator : Mempertahankan kehadiran peserta Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam kelompok e. Syarat peserta Klien yang tidak terlalu gelisah. Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya Terapi Aktifitas Kelompok Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil Klien tenang dan kooperatif Kondisi fisik dalam keadaan baik Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas Klien yang dapat memegang alat tulis Klien yang panca inderanya masih memungkinkan Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 9 3.2 Pelaksanaan Waktu pelaksanaan : Hari/tanggal : Senin, 02 April 2018 Waktu : 08.00 -10.00 WIB Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit) Permainan (40 menit), Ekpress feeling (15 menit), Penutup (5 menit) Kelompok :2 Ruangan : Kelas 209 Topik : Orientasi realita Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 10 SESI 1: Pengenalan Orang Tujuan : 1. Klien mampu mengenal nama – nama perawat 2. Klien mampu mengenal nama – nama klien lain Setting : 1. Terapi dan Klien duduk bersama dalam satu lingkaran 2. Ruangan nyaman dan tenang Alat : 1. Kartu nama sejumlah Klien dan Perawat yang ikut TAK 2. Spidol 3. Boneka 4. Laptop 5. Musik instrumental Metode : 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab Langkah kegiatan : 1. PERSIAPAN a. Memilih klien sesuai indikasi b. Membuat kontrak dengan klien c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan 2. ORIENTASI a. Salam Terapeutik - Salam dari terapis kepada klien b. Evaluasi / Validasi : - Menanyakan perasaan klien saat ini c. Kontrak 1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal orang Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 11 2. Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut : Jika ada klien ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis Lama kegiatan 45 menit Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. TAHAP KERJA a. Terapis membagikan kartu nama untuk masing-masing klien b. Terapis meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi c. Terapis meminta masing-masing klien menuliskan nama panggilan di kartu nama yang dibagikan. d. Terapis meminta masing-masing klien memperkenalkan diri secara berurutan, searah jarum jam dimulai dari terapis, meliputi menyebutkan : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi e. Terapis menjelaskan langkah berikutnya : Laptop akan dinyalakan, saat musik terdengar boneka dipindahkan dari satu klien ke klien lain. Saat musik dihentikan, klien yang sedang memegang boneka menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi dari klien yang lain (minimal nama panggilan) f. Co leader memutar music di laptop dan menghentikan. Saat musik berhenti klien yang sedang memegang boneka menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi klien yang lain. g. Mengulangi langkah F sampai semua klien mendapatkan giliran. h. Terapis memberi pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan mengajak klien lain bertepuk tangan. 4. TAHAP TERMINASI a. Evaluasi 1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok b. Tindak lanjut Terapis menganjurkan klien menyapa orang lain sesuai dengan nama panggilan. Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 12 c. Kontrak yang akan datang 1. Terapis membuat kontrak untuk TAK yang akan datang, yaitu “ mengenal tempat “ 2. Menyepakati waktu dan tempat Evaluasi dan dokumentasi Evaluasi Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Orientasi Realitas orang, kemampuan klien yang diharapkan adalah dapat menyebutkan nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain. Formulir evaluasi sebagai berikut Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 13 Sesi 1 : TAK ORINTASI REALITAS ORANG Kemampuan mengenal orang lain N o 1. Nama Klien Aspek yang di nilai Menyebutkan nama klien lain 2. Menyebutkan nama panggilan klien lain 3. Menyebutkan asal klien lain 4. Menyebutkan hobi klien lain Petunjuk : 1. Tulis nama panggilan nama klien yang ikut TAK pada kolom nama klien. 2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengetahui nama, panggilan, asal, dan hobbi klien lain. Beri tanda ( v ) jika klien mampu dan tanda ( x ) jika klien tidak mampu. Dokumentasi Dokumentasikan pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK orientasi Realitas orang. Klien mampu menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobbi klien lain di sebelahnya. Anjurkan klien mengenal klien lain di ruangan. Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 14 DAFTAR PUSTAKA Keliat,Budi Anna dan Akemat.(2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:EGC Terapi Aktivitas Kelompok: Orientasi Realita | 15