9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Kata

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang
artinya seni melaksanakan dan mengatur. MenurutFollet, manajemen sebagai “seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang
pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh
dirinya sendiri. Menurut Griffin (2004: 27) dalam bukunya yang berjudul
“Management 7th Edition” menjelaskan bahwa manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa
tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Sedangkan manajer adalah seseorang yang tanggung jawab utamanya adalah
melaksanakan proses manajemen dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Taylor
menjelaskan manajemen sebagai “suatu percobaan yang sungguh-sungguh untuk
menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan (dan
organisasi lain) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang
sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan”.
Dari beberapa perngertian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :
1.
Manajemen sebagai suatu proses, adalah serangkaian tahap kegiatan yang
diarahkan pada pencapaian suatu tujuan dengan pemanfaatan semaksimal
mungkin sumber-sumber yang tersedia. Prosesnya antara lain perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan pengawasan.
2.
Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen. Artinya suatu rangkaian kegiatan yang masing-masing kegiatan
dapat dilaksanakan tanpa menunggu selesainya kegiatan lain, walaupun
kegiatan tersebut saling berkaitan dalam rangka untuk mencapai tujuan
organisasi.
9
10
3. Manajemen sebagai suatu seni (art) dan ilmu (science). Seni dalam
manajemen yaitu membentuk manusia menjadi lebih efektif dari yang sudah
dan sedang mereka lakukan tanpa Anda. Dan sebagai suatu ilmu pengetahuan
(science) karena melihat bagaimana manajemen dihubungkan dengan prinsipprinsip manajemen, dan telah di organisasi menjadi teori, di mana seorang
manajer mempelajari terlebih dahulu tujuannya lalu diproses olehnya dengan
keahliannya, setelah menjadi sebuah teori, lalu di buat penetapan tenaga kerja
pengarah dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Sebagaimana dikatakan oleh Allen di dalam bukunya yang berjudul
“TheProfessional of Management” manajemen adalah suatu jenis pekerjaan khusus
yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan untuk memimpin,
merencanakan, menyusun, mengawasi.
Menurut Allen, pekerjaan manajer itu mencakup empat fungsi, yaitu:
1. Management Leading
Memimpin adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer agar orang
– orang lain bertindak. Dalam pengertian manajemen, memimpin bukanlah
proyeksi dari sifat pribadi, melainkan suatu jenis pekerjaan khusus yang
terdiri dari keahlian yang dapat dikelompokkan ke dalam golongan yang
sama sehingga menuntut dirinya sebagai seorang generalist.
Fungsi leading ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:
a. Mengambil keputusan (decision making). Adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang manajer dalam memperoleh kesimpulan –
kesimpulan dan pendapat dalam memberi keputusan mengenai suatu hal.
b. Berkomunikasi (communicating). Maksudnya untuk menjamin pengertian
timbal balik antara atasan dan manajer serta orang lain yang tergabung
dalam organisasi. Manajer harus mengerti bawahannya dan memahami
kebutuhannya dan pendapat mereka.
c. Memberikan motivasi (motivating). Adalah fungsi yang merupakan
pekerjaan seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan
dorongan kepada orang lain untuk bertindak.
d. Memilih orang (selecting people). Yaitu memilih orang yang pandai dan
cocok untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lain.
11
e. Mengembangkan orang (developing people). Adalah pekerjaan seorang
manajer dalam memperbaiki sikap dan pengetahuan orang, yaitu dengan
jalan
melatih
dan
mengembangkan
orang
sehingga
bakat
dan
kecakapannya dapat digunakan dan dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Management Planning
Meliputi beberapa kegiatan, yaitu:
a. Forecasting; pekerjaan manajer dalam memperkirakan waktu yang akan
datang.
b. Establishing objective; pekerjaan manajer dalam menentukan tujuan atau
sasaran – sasaran.
c. Programming; menetapkan urutan kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.
d. Scheduling; menetapkan urutan waktu yang tepat. Hal ini sangat penting
agar semua tindakan dapat berhasil dengan baik.
e. Budgeting; mengalokasikan sumber – sumber daya yang ada.
f. Developing procedures; menormalisasikan cara – cara pelaksanaan
pekerjaan.
g. Establishing and interpreting policies; menerapkan dasar – dasar
pelaksanaan pekerjaan.
3. Management Organizing
Kegiatan yang dilakukan oleh manajer dalam mengatur dan menghubungkan
pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat dilaksanakan dengan efektif oleh
orang lain (karyawan). Fungsi management organizing ini meliputi:
a. Merencanakan struktur organisasi. Menyusun pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ditentukan, menggolongkan
pekerjaan agar merupakan kesatuan organisasi yang seimbang, dan
menentukan tanggung jawab dalam tiap – tiap jabatan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.
b. Mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Mempercayakan
tanggung jawab dan wewenang kepada orang lain, serta menetapkan
pertanggung – jawaban untuk hasil yang dicapai.
c. Menetapkan hubungan – hubungan yang membedakan antara line dan
staff. Menjelaskan hubungan – hubungan pelaporan antara bawahan
masing – masing dan antara kelompok sendiri dengan kelompok lain.
12
4. Management Controlling
Pekerjaan
manajer
dalam
menilai
dan
mengatur
pekerjaan
yang
diselenggarakan dan yang telah selesai. Cara – cara pengawasan dalam
menajemen diperoleh melalui:
a. Developing performance standard. Pekerjaan yang harus diselesaikan
oelh manajer dalam menetapkan alat – alat pengukuran. Dengan alat itu,
dinilainya hasil pekerjaan orang yang harus melapor kepadanya. Ukuran –
ukuran ini dapat diambil dari tujuan organisasi, kebijaksanaan –
kebijaksanaan dan anggaran belanja yang ditetapkan dan direncanakan.
b. Measuring performance. Menetapkan status pekerjaan yang sedang
dilaksanakan dan yang telah selesai. Hal ini dapat dicapai melalui
pengamatan, laporan, dan catatan berbagai kegiatan.
c. Evaluating result. Menetapkan arti perbedaan – perbedaan dengan cara
membandingkan hasil pekerjaan yang sebenarnya dengan ukuran hasil
pekerjaan.
d. Taking corrective action. Meluruskan dan mengadakan perbaikan
terhadap penyimpangan – penyimpangan yang terjadi.
Robbins dan Coulter (2004: 5) menyebutkan terdapat tiga tingkatan dari
manajerial, yaitu bottom manager/first-line manager, middle manager, dan top
manager dimana setiap tingkatan manajerial memiliki fungsi yang berbeda-beda.
1. Bottom manager/first-line manager
Merupakan manajemen tingkatan paling rendah dan mengelola pekerjaan
individu non-manajerial yang terlibat dalam produksi atau penciptaan produk
organisasi. Mereka sering disebut supervisor , tetapi juga dapat disebut manajer
lini, manajer kantor, atau bahkan foremen.
2. Middle manager
Merupakan manajer yang berada diantara tingkatan lini pertama dan tingkatanm
puncak organisasi yang mengelola pekerjaan para manajer lini pertama.
3. Top Manager
Merupakan manajer yang berada dibagian atas dalam tingkat manajerial yang
bertanggung jawab membuat keputusan yang berlingkup keseluruhan organisasi
dan menyusun sasaran serta rencana yang mempengaruhi organisasi secara
keseluruhan.
13
Sumber: Robbins & Coulter (2004: 5)
Gambar 2.1Managerial Level
2.2
Manajemen Operasional
Manajemen Operasional adalah salah satu kegiatan manajemen fungsional.
Kegiatan manajemen operasional selalu berkaitan dengan proses transformasi semua
masukan (input) sumber daya secara terpadu sehingga dapat menghasilkan nilai
tambah dalam bentuk keluaran (output) baik berupa produk maupun jasa. Kegiatan
melalui proses transformasi tersebut dilakukan secara efektif dan efisien, dan diukur
berdasarkan kriteria tertentu secara spesifik. Hasilnya berupa kinerja produk atau jasa
serta proses teknologi dan sesuai dengan tujuan pasar yang ingin dicapai. (Rangkuti,
2006 : 55).
Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai
dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. (Prasetya,
2009 : 2).
Wright (1978). Strategi mengandung arti semua kegiatan yang ada dalam
lingkup perusahaan, termasuk di dalamnya pengalokasian semua sumber daya yang
dimiliki perusahaan.
Hill (1989). Strategi merupakan suatu cara yang menekankan hal – hal yang
berkaitan dengan kegiatan manufaktur dan pemasaran.
Jadi, definisi startegi operasional adalah komitmen terhadap semua kegiatan
yang direncanakan maupun yang ada dalam lingkup perusahaan saat ini. Kegiatan
yang akan dilaksanakan tersebut secara optimal memanfaatkan seluruh sumber daya
yang ada dan melakukan proses transformasi untuk mencapai distinctive competence
dan tujuan operasional perusahaan.
14
Sumber: Hery Prasetya (2009: 6)
Gambar 2.2 Sistem Operasi
Menurut Prasetya (2009 : 6) manajemen operasi banyak dibutuhkan untuk
bidang – bidang fungsional yang lainnya, karena semua organisasi ada untuk
memenuhi permintaan melalui fungsi – fungsi produksi. Misalnya:
a. Akuntan, perlu mempelajari sistem perencanaan dan pengawasan produksi
serta persediaan.
b. Manajer keuangan, merencanakan ekspansi kapasitas dan memahami tujuan
persediaan lebih baik.
c. Spesialis pemasaran, merencanakan dan mengenalkan produk baru.
d. Spesialis personalia, menentukan tipe ketrampilan yang dibutuhkan dalam
tenaga kerja.
e. Spesialis manajemen informasi sistem, mengisi sistem informasi yang dapat
didesain atau dikembangkan dengan software komputer.
Fungsi-fungsi diatas harus saling mendukung dan diorganisir dengan baik.
Sebagai contoh: fungsi pemasaran tidak akan jalan jika tidak didukung oleh fungsi
keuangan yang mengatur segala macam jenis keuangan untuk mendanai proses
pemasaran yang dilakukan perusahaan.
2.3
Kualitas
Kualitas biasanya dinilai dari penampilan, unjuk kerja, atau pemenuhan
terhadap persyaratan. Suatu produk dikatakan bermutu jika eksklusif, harganya
mahal, memiliki ketelitian tinggi, lebih tahan lama, lebih kuat, lebih menarik, atau
lebih nyaman dipakai.
Berbagai definisi tentang kualitas telah diperkenalkan oleh para ahli, berikut
beberapa diantaranya:
15
“Quality is fitness for use” (Juran, 1974)
“Quality means conformance to requirements” (Crosby, 1979)
“Quality is the total composite product and service characteristic of marketing,
engineering, manufacture, and maintenance through which the product and service
in use will meet the expectation of the customer” (Feigenbaum, 1983)
Adapun pengertian kualitas menurut American Society For Quality yang dikutip oleh
Render (2006:253): ”Quality is the totality of features and characteristic of a product
or service that bears on it’s ability to satisfy stated or implied need.” Artinya
kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dariproduk atau jasa yang
berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yangtampak jelas maupun yang
tersembunyi.
Menurut Kotler (2009), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta
sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang
dinyatakan maupun yang tersirat.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi kualitas adalah sifat yang
dimiliki suatu barang dan jasa yang berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan secara
jelas maupun tersirat.
Menurut Garvin di dalam buku Yamit (2013 : 9) mengidentifikasikan lima
pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini
umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni
drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat
mempromosikan dengan menggunakan pernyataan – pernyataan seperti
kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah
(kosmetik), pelayanan prima (bank) dan tempat berbelanja yang nyaman
(mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar
perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
16
3. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandanganya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan
produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini
mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah
kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari
sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu
yang sesuai dengan persyaratannya dan prosedur. Pendekatan ini berfokus
pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal.
Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar – standar yang
ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh
karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk
yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat
dibeli.
2.3.1
Dimensi Kualitas
Secara umum, mutu barang dapat dilihat dari empat dimensi utama berikut
ini (Herjanto, 2008: 393) :
•
Kinerja (performance, operation)
Dimensi utama yang banyak dipertimbangkan oleh konsumen ialah kinerja
atau operasi dari produk. Bagaimana produk tersebut memiliki kesesuaian
dengan fungsi utama dari produk itu sendiri.
•
Kehandalan (reliability, durability)
Mencerminkan keandalan suatu produk, seperti suatu barang diandalkan
karena kemungkinan rusak yang rendah maupun suatu barang tersebut
17
memiliki kemampuan kerja yang baik. Apakah suatu produk tersebut cepat
rusak atau tidak.
•
Kenampakan (appearance, features)
Menunjukan daya tarik suatu produk yang membedakannya dengan produk
lain secara sepintas. Kenampakannya sangat dipengaruhi oleh desain atau
atribut lain yang ada dalam produk.
•
Kesesuaian (conformance)
Kesesuaian berhubungan dengan pemenuhan terhadap spesifikasi atau standar
yang ditentukan.
Disamping keempat dimensi utama terseut, dimensi lain yang dapat
dipertimbangkan bagi mutu suatu barang ialah:
•
Pelayanan (serviceability)
Dimensi mutu yang berkaitan dengan pelayanan pasca penjualan.
•
Persepsi mutu (perceivedquality).
Keyakinan terhadap mutu oleh pelanggan yang didasarkan atas apa yang
dilihat, pengalaman sebelumnya, atau reputasi perusahaan pembuat.
2.3.2
Dampak Kualitas Terhadap Perusahaan
Menurut Herjanto (2008: 396), secara khusus mutu berpengaruh pada
perusahaan dalam hal – hal sebagai berikut:
a. Citra perusahaan
Mutu produk dari suatu perusahaan atau organisasi akan berpengaruh
terhadap reputasi perusahaan. Setiap perusahaan harus mengusahakan
produknya memenuhi syarat mutu sehingga membawa citra positif bagi
perusahaan itu. Perusahaan yang citranya buruk harus bekerja ekstra keras
untuk memperbaiki citra. Citra tidak bisa diatasi dengan sekedar promosi
tetapi harus merubah persepsi pelanggan.
b. Keuntungan
Produk yang bermutu baik akan disukai pelanggan, sehingga permintaan
meningkat, yang selanjutnya mendorong ke arah peningkatan keuntungan
dan pangsa pasar. Produk yang bermutu baik juga meningkatkan
pemenuhan
kesesuaian
terhadap
persyaratan,
sehingga
mengurangi
18
pengerjaan ulang (rework) atau produk yang terbuang (scrape). Dengan
demikian biaya menjadi lebih rendah dan keuntungan meningkat.
c. Produktivitas
Produktivitas dan mutu saling berkaitan. Produk yang bermutu rendah akan
mempengaruhi produktivitas selama proses pembuatan. Mutu yang rendah
bisa diakibatkan karena suku cadang yang cacat yang memerlukan
pekerjaan ulang atau kesulitan dalam proses yang disebabkan rendahnya
kualitas bahan baku. Dengan demikian, peningkatan dan pemeliharaan mutu
dapat memberikan efek positif bagi produktivitas.
d. Liabilitas
Perusahaan yang produknya gagal atau menyebabkan masalah harus berani
bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kecelakaan yang terjadi atas
penggunaan produk tersebut. Dalam Undang – undang Republik Indonesia
no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa salah satu
kewajiban pelaku usaha ialah memberi kompensasi, ganti rugi atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang atau jasa yang diperdagangkan.
2.4
Biaya Kualitas
Biaya kualitas menurut Herjanto (2008 : 397) ialah biaya yang nyata atau
tidak nyata dan tidak diperlukan tetapi timbul dalam setiap organisasi yang tidak
memiliki sistem mutu yang efektif. Biaya nyata ialah biaya yang langsung kelihatan /
diketahui, yang timbul sebagai akibat tidak tercapainya karakteristik mutu yang
dipersyaratkan, sedangkan biaya yang tidak nyata ialah biaya yang timbul dalam
organisasi sebagai akibat tidak tercapainya mutu tetapi tidak langsung diketahui.
Sumber biaya kualitas dari dalam maupun luar perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: (Yamit, 2013 : 14)
1. Biaya Pencegahan (Preventive Cost Category)
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan penyebab kerusakan agar tidak terulang kembali kesalahan
yang sama dalam setiap produk dan jasa pelayanan. Dalam biaya
pencegahan termasuk semua kegiatan baik yang berhubungan dengan
spesifikasi desain, proses, dan pemeliharaan sistem kualitas. Contoh biaya
pencegahan seperti:
19
a.
Biaya perencanaan kualitas (quality planning)
Semua
biaya
yang
berhubungan
dengan
perencanaan
dan
pengembangan sistem jaminan kualitas, seperti: biaya persiapan desain;
baiya kebijakan operasional; biaya rencana pengembangan dan
inspeksi; dan biaya untuk mengkomunikasikan kualitas kepada
karyawan.
b.
Biaya pemasaran dan pelanggan
Biaya
yang
ditimbulkan
untuk
melakukan
evaluasi
pelanggan dan evaluasi kualitas yang dikehendaki pelanggan serta biaya
untuk mengetahui, mempengaruhi persepsi dan kepuasan pelanggan
terhadap produk dan jasa pelayanan. Termasuk dalam biaya pemasaran
adalah riset pemasaran dan survey persepi pelanggan.
c.
Biaya operasional pabrik dan jasa pelayanan
Biaya yang ditimbulkan untuk menjamin kemampuan dan kesiapan
operasi
agar
memenuhi
standar
kualitas
yang
membutuhkan
perencanaan pengendalian kualitas semua aktivitas produksi dan
membutuhkan tenaga operasi yang berkualitas. Termasuk dalam biaya
operasi pabrik dan jasa ini adalah biaya pengesahan proses operasi,
biaya perencanaan kualitas operasi, biaya desain dan pengembangan
ukuran kualitas, biaya pengawasan peralatan, biaya perencanaan
kualitas pendukung operasi, dan biaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan para operator.
d.
Biaya pengembangan desain produk dan jasa
Biaya yang ditimbulkan untuk menterjemahkan kebutuhan pelanggan
ke dalam standar kualitas produk dan jasa pelayanan baru. Termasuk
dalam biaya pengembangan desain kualitas, biaya pengujian kualifikasi
desain produk, dan biaya percobaan dilapangan.
e.
Biaya pembelian
Biaya yang ditimbulkan untuk menjamin kesesuian komponen dan
maerial atau biaya yang ditimbulkan untuk meminimumkan pengaruh
komponen dan mateial yang tidak cocok dengan kualitas produk dan
jasa pelayanan. Termasuk dalam biaya untuk meranking pemasok,
biaya untuk memperoleh data, dan biaya untuk merencanakan kualitas
pemasok.
20
f.
Biaya kulitas administrasi
Biaya yang timbul dan untuk semua administrasi yang berkaitan dengan
fungsi manajemen kualitas. Seperti biaya administrasi gaji, administrasi
biaya, biaya laporan kualitas, biaya pengembangan kualitas, dan biaya
audit kualitas.
g.
Biaya program perbaikan kualitas
Biaya yang berhubungan dengan kegiatan khusus atau desain proyek
untuk memonitor dan memperbaiki kualitas, seperti siklus kualitas dan
program perbaikan kesalahan.
2. Biaya Inspeksi / Deteksi (Inspection/Detection Cost Category)
Biaya inspeksi adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk
dan jasa pelayanan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.
Tujuan utama inspeksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kerusakan
pada waktu proses dan mencegah pengiriman produk yang tidak sesuai
standar kepada konsumen. Contohnya seperti biaya pemeriksaan bahan baku
yang diterima dari pemasok, biaya pemeriksaan produk dalam proses, biaya
pengujian produk, biaya pemeriksaan kualitas produk, kalibrasi, survey,
verifikasi, biaya pemeriksaan peralatan, biaya mengevaluasi persediaan
material dan barang jadi.
3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost Category)
Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ketidak sesuaian
produk dan jasa yang dihasilkan dengan standar yang telah ditentukan dan
terdeteksi sebelum produk dikirim ke konsumen. Contoh biaya kegagalan
internal ini seperti biaya pengerjaan ulang (re-process, re-work), re-desain,
re-inspeksi, test ulang (re-test), corrective action cost, scrap dari proses
produksi yang tidak dapat dipakai lagi, kerusakan mesin (downtime), stok
pengaman, biaya kelebihan kapasitas, biaya lembur untuk perbaikan.
4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost Category)
Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk dan jasa
gagal memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan diketahui setelah
produk tersebut dikirimkan kepada konsumen. Hal ini dapat menurunkan
reputasi perusahaan di mata konsumen, kehilangan pelanggan dan
menurunnya pangsa pasar (loss of market share). Contoh biaya kegagalan
eksternal ini seperti biaya penarikan kembali produk di pasaran, biaya
21
jaminan, biaya perbaikan kembali produk agar sesuai dengan standar. Biaya
kegagalan eksternal ini sesungguhnya tidak perlu terjadi bila tidak ada
kerusakan atau kerusakan dapat dideteksi sebelum produk dikirim ke
konsumen.
Biaya – biaya di atas seringkali tidak langsung dikaitkan dengan isu mutu,
namun mereka memiliki saling ketergantungan dengan faktor lain dalam organisasi.
Oleh karena itu, pengurangan biaya mutu tidak dapat dilakukan oleh bagian produksi
saja tetapi harus melibatkan pihak lain di organisasi, dari pengadaan bahan baku
sampai ke distribusi barang ke pelanggan. Menciptakan dan membangun sistem
manajemen kualitas yang efektif dan menyeluruh merupakan cara menghilangkan
biaya kualitas.
Dalam menciptakan sebuah sistem manajemen yang berkualitas dibutuhkan
sebuat tahapan-tahapan proses yang harus dilakukan, hal tersebut dikenal sebagai
PDCA (Plan-Do-Check-Act). Berdasarkan buku yang dikarang oleh Herjanto (2008:
400), PDCA dijelaskan sebagai berikut:
1. Plan
Tahap plan meliputi identifikasi masalah untuk dipecahkan, memperoleh
data, melakukan analisis data, dan mengembangkan rekomendasi.
2. Do
Tahap do mencakup penerapan solusi berbasiskan percobaan untuk
mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk, menciptakan struktur
manajemen, menetapkan tanggung jawab dengan kewenangan yang
memadai.
3. Check
Check berupa pengamatan setelah penerapan untuk memastikan apakah
hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Hal yang
diperiksa tidak hanya sebatas terhadap kualitas yang ada, tetapi juga
kepada identifikasi penyebab ketidaksesuaian terhadap perencanaan yang
direncanakan untuk mengambil tindakan korektif.
22
4. Act
Act melibatkan kegiatan perubahan permanen jika hasilnya efektif bagi
peningkatan atau kembali pada kondisi sebelumnya jika penerapannya
bermasalah. Tindakan perbaikan tersebut seperti melakukan peninjauan
ulang terhadap sistem manajemen kualitas.
Sumber: (Heizer dan Render, 2011: 277)
Gambar 2.3 Alur PDCA
2.5
Total Quality Control (TQC) dan Quality Control Circle (QCC)
Menurut Kuswadi dan Mutiara (2004 : 5),Total Quality Control (TQC)
adalah suatu sistem untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil kerja sehingga
dapat memberikan kepuasan kepada pemakai atau pelanggan serta untuk
meningkatkan produktivitas sumber daya manusia dan perusahaan. Sedangkan
Quality Control Circle (QCC) adalah suatu kelompok karyawan dari area kerja yang
sama yang melakukan pertemuan teratur untuk mengidentifikasi dan menganalisis
persoalan dan menyampaikan hasil kesimpulannya kepada manajemen. Tujuan dari
QCC pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan upaya kreatif kelompok
(karyawan), sehingga mereka mampu berperan serta secara aktif dalam membantu
meningkatkan produktivitas perusahaan. Pada dasarnya, TQC dan QCC bertujuan
untuk mengembangkan upaya kreatif kelompok, sehingga mereka mampu berperan
serta secara aktif dalam membantu tugas – tugas di dalam manajemen partisipatif
yang diharapkan, seluruh karyawan secara langsung maupun tidak langsung ikut
ambil bagian dalam perbaikan yang terus – menerus dari proses operasi perusahaan.
Partisipasi aktif dari seluruh karyawan dalam TQC dan QCC akan menyadarkan dan
mendorong karyawan untuk selalu berupaya melakukan efisiensi terhadap masukan,
23
pengendalian efektivitas pada proses pengerjaan, sehingga kualitas sasaran atau
keluaran dapat dicapai. Ini berarti bahwa hasil – hasil produk atau jasa serta
pelayanan kepada masyarakat akan menjadi bermutu serta produktivitas perusahaan
akan meningkat.
2.6
Total Quality Management (TQM)
Menurut Keitner (2008 : 476), Total Quality Management (TQM)
didefinisikan sebagai sesuatu yang menciptakan sebuah budaya organisasi yang
berkomitmen untuk mampu melakukan perbaikan yang berkelanjutan, kerjasama tim,
proses, kualitas barang dan jasa, dan kepuasan pelanggan.
Total Quality Management (TQM)
adalah “sistem manajemen yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang
diupayakan sekali benar (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan
(continuous improvement) dan memotivasi karyawan” (Sadgrove, 1995).
Definisi lain menyatakan bahwa, TQM adalah “sistem manajemen untuk
meningkatkan keseluruhan kualitas menuju pencapaian keunggulan bersaing yang
berorientasi pada keputusan pelanggan dengan melibatkan seluruh (total) anggota
organisasi” (Yamit, 2013 : 181).
Menurut Lindsay (2007 : 10), meskipun inisiatif peningkatan kualitas pada
mulanya berfokus pada pengurangan cacat dan kesalahan pada barang dan jasa,
perusahaan mulai menyadari bahwa perbaikan yang bertahan lama tidak dapat
tercapai tanpa perhatian yang sungguh – sungguh terhadap suara konsumen serta
keterlibatan pastisipasi para karyawan. Kesadaran inilah yang menjadi awal konsep
Total Quality Management (TQM) yang didasarkan pada tiga prinsip utama:
•
Fokus pada pelanggan
Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan
kepuasan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi selama waktu
pembelian, kepemilikan, dan jasa pelayanan pelanggan tersebut. Untuk
memenuhi tuntutan ini, upaya sebuah perusahaan harus lebih dari sekedar
mamatuhi spesifikasi produk, mengurangi kesalahan dan kecacatan, atau
melayani keluhan pelanggan. Sebuah perusahaan yang dekat dengan
pelanggannya tahu apa yang diinginkan pelanggan, bagaimana pelanggan
menggunakan produknya, dan mengantisipasi kebutuhan pelanggan.
24
•
Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara
terus – menerus
Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa
hasil. Jenis – jenis proses produksi yang biasa ditemui diantaranya adalah
proses penstrukturan, penggabungan, perakitan, pemesanan, atau penyetujuan
pinjaman. Sedangkan perbaikan (improvement) baik dalam arti perubahan
secara perlahan – lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat
terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini bisa
berupa:
1. Meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui produk dan jasa yang baru
dan lebih baik
2. Mengurangi kesalahan, cacat, limbah, serta biaya – biaya lain yang terkait
3. Meningkatkan produktivitas dan efektivitas penggunaan semua jenis
sumber daya
4. Memperbaiki respons dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi
keluhan pelanggan atau peluncuran produk baru
•
Partisipasi dan pendayagunaan karyawan
Di dalam organisasi manapun, orang yang paling mengerti pekerjaan tertentu
serta bagaimana meningkatkan produk maupun proses yang terlibat di dalam
pekerjaan tersebut adalah orang yang melakukannya. Ketika manajer
memberi para karyawan perangkat untuk membuat keputusan yang baik serta
kebebasan dan dorongan untuk berkontribusi, tanpa diragukan lagi mereka
pun akan menghasilkan produk dan proses produksi yang lebih baik. Para
karyawan yang diizinkan untuk berpartisipasi (baik secara individu maupun
tim) dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan pelanggan mereka
akan memberikan kontribusi terhadap kinerja bisnis dan kualitas.
Dalam pencapaian Total Qualitas Management, dibutuhkan tujuh konsep
yang harus diterapkan perusahaan. Ketujuh konsep tersebut adalah:
1. Continuous Improvement
Untuk mencapai manajemen kualitas total dibutuhkan proses perbaikan terus
menerus yang tanpa henti meliputi manusia, peralatan, supplier, bahan baku,
dan prosedur. Hal tersebut dilakukan dengan prinsip PDCA (Plan-Do-CheckAct).
25
2. Six Sigma
Merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan level sigma suatu
organisasi/perusahaan dengan menghemat waktu yang tidak dibutuhkan
(waste), melakukan perbaikan kualitas, dan meminimalisir biaya. Pendekatan
ini dilakukan dengan salah satu dari dua metode, yakni DMAIC (DefineMeasure-Analyze-Improve-Control) dan DMADV (Define-Measure-AnalyzeDesign-Verify).
3. Employee Empowerment
Dengan melakukan perluasan atau memperbesar pekerjaan karyawan dalam
hal berbicara, berfikir, bertindak, mengambil keputusan terkait dengan
pekerjaannya sehingga tanggung jawab dan wewenang yang ada, menjadi
lebih kecil dan pekerjaan yang ada menjadi lebih singkat dan lebih cepat
selesai.
4. Benchmarking
Benchmarking adalah suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematis
dan
terus
menerus
dengan
melakukan
kegiatan
mengukur
dan
membandingkan setiap bagian yang dinyatakan penting oleh perusahaan
dengan perusahaan lain yang terbaik atau pesaing yang dianggap unggul di
bidangnya.
5. Just-in-Time (JIT)
Just-In-Time (JIT) adalah suatu sistemproduksi yang dirancang untuk
mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan
seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang
terdapat dalam prosesproduksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan
produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumentepat waktu.
Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya
sebanyak jumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat
dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan
kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
6. Taguchi Concept
Taguchi memiliki pandangan yang berbeda mengenai kualitas, ia tidak hanya
menghubungkan biaya dan kerugian dari suatu produk saat proses pembuatan
produk tersebut, akan tetapi juga menghubungkan pada konsumen dan
masyarakat. Taguchi menghasilkan disiplin dan struktur dari desain
26
eksperimen. Hasilnya adalah standarisasi metodologi desain yang mudah
diterapkan oleh investigator. Adapun konsep Taguchi adalah:
1. Kualitas seharusnya didesain ke dalam suatu produk dan bukan diinspeksi
ke dalamnya.
2. Kualitas dapat diraih dengan baik dengan cara meminimasi deviasi target.
Produk tersebut harus dirancang sedemikian rupa hingga dapat
mengantisipasi faktor lingkungan yang tidak terkontrol.
3. Biaya dari kualitas seharusnya diperhitungkan sebagai fungsi deviasi dari
standar yang ada dan kerugiannya harus diperhitungkan juga kedalam
sistem.
7. Knowledge of Total Quality Management Tools
Alat – alat dalam manajemen kualitas total tersebut dikenal dengan nama the
seventh tools ofquality, antara lain:
1. Tools for generating ideas
Dimaksudkan untuk menghasilkan ide – ide atas data yang ada. Terdiri
dari check sheet, scatter diagram dan cause and effect diagram/fishbone
diagram.
2. Tools for organizing the data
Digunakan untuk mengorganisir/merapikan data yang ada sehingga lebih
sistematis dalam mengidentifikasi masalah – masalah yang ada
kedepannya. Terdiri dari pareto chart dan flow chart.
3. Tools for identifying problems
Digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Terdiri dari
histogram dan statistical process control (SPC).
2.7
Flow Chart (Diagram Alir)
Hidayat (2007: 301) menjelaskan, diagram flow adalah gambaran atau
ilustrasi yang mempresentasikan urutan (sequence) dari langkah-langkah proses.
Flowchart atau diagram alir merupakan sebuah diagram dengan simbolsimbol grafis yang menyatakan aliran algoritma atau proses yang menampilkan
langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta urutannya dengan
menghubungkan masing masing langkah tersebut menggunakan tanda panah.
Diagram ini bisa memberi solusi selangkah demi selangkah untuk penyelesaian
masalah yang ada di dalam proses atau algoritma tersebut. Tujuan utama penggunaan
27
flowchart adalah untuk menyederhanakan rangkaian proses atau prosedur untuk
memudahkan pemahaman pengguna terhadap informasi tersebut. Oleh karena itu,
design sebuah flowchart harus ringkas, jelas, dan logis.Gambar berikut adalah simbol
flowchart yang umum digunakan:
Tabel 2.1 Simbol – Simbol Flowchart
Gambar
Simbol
untuk
Proses /
Langkah
Keterangan
Menyatakan kegiatan yang akan ditampilkan
dalam diagram alir.
Titik
Keputusan
Proses / Langkah dimana perlu adanya keputusan
atau adanya kondisi tertentu. Di titik ini selalu
ada dua keluaran untuk melanjutkan aliran
kondisi yang berbeda.
Masukan /
Keluaran
Data
Digunakan untuk mewakili data masuk, atau data
keluar.
Terminasi
Menunjukkan awal atau akhir sebuah proses.
Garis alir
Menunjukkan arah aliran proses atau algoritma.
Kontrol /
Menunjukkan proses / langkah dimana ada
Inspeksi
inspeksi atau pengontrolan.
Sumber: Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk & Jasa, (2013 : 46)
28
Sterneckert (2003) menyarankan untuk membuat model diagram alir yang
berbeda sesuai dengan perspektif pemakai (managers, system analysts and clerks)
sehingga dikenal ada 4 jenis diagram alir secara umum:
Diagram Alir Dokumen, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran
dokumen.
Diagram Alir Data, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran data.
Diagram Alir Sistem, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran secara
fisik.
Diagram Alir Program, menunjukkan kontrol dari sebuah program dalam
sebuah sistem
Sumber: http ://smartdraw.com
Gambar 2.4 Diagram Alir
29
2.8
Check Sheet
CheckSheet atau sering orang menyebutnya Check List atau Tally Chart,
merupakan alat pertama dari tujuh alat dasar manajemen kualitas yang sederhana
dan digunakan untuk mencatat dan mengklasifikasi data yang telah diamati. Check
Sheet merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencakup factor-faktor yang
ingin diselidiki. Check Sheet merupakan daftar yang berisi unsur-unsur yang
mungkin terdapat dalam situasi atau tingkah laku atau kegiatan individu yang
diamati.
Dari pengertian check sheet di atas disimpulkan bahwa check sheet
merupakan salah satu metoda untuk memperoleh data yang berbentuk daftar yang
berisi pernyataan dan pertanyaan yang ingin diselidiki dengan memberi tanda cek.
Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana, sehingga
menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data
tersebut. Umumnya check sheet berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
sedemikian rupa, sehingga pencatat cukup memberikan tanda kolom yang telah
tersedia, dan memberikan keterangan seperlunya.
Sebagai salah satu alat dari tujuh alat dasar manajemen kualitas yang
dalam istilah bahasa seven basic quality tools, check sheet memiliki fungsi sebagai
alat pencatat hasil observasi dari pemeriksaan distribusi proses produksi, item,
lokasi, dan penyebab produk cacat atau rusak, juga sebagai alat konfirmasi
pemeriksaan. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan check sheet dalam
mengelola kualitas terutama untuk:
1.
Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui
bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Kemudahan ini akan berdampak
pada efisiensi dalam pengumpulan data.
2.
Memudahkan pemilahan data ke dalam kategori yang berbeda seperti
penyebab-penyebab, masalah-masalah dan lain-lain. Data-data yang telah
terpilah secara rinci yang dikumpulkan dengan menggunakan check sheet,
sekaligus memudahkan pengolahan lebih lanjut untuk memberikan gambaran
tentang faktor-faktor yang relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.
3.
Memudahkan penyusunan data secara otomatis, sehingga data itu dapat
dipergunakan dengan mudah.
4.
Memudahkan pemisahan antara opini dan fakta.
30
Beberapa contoh check sheet untuk berbagai kepentingan yang berbeda dalam
mengelola kualitas:
1) Check Sheet untuk hasil proses produksi
Data-data yang dikumpulkan adalah ukuran, berat dan diameter yang dihasilkan dari
suatu proses. Namun hal ini dilakukan terhadap populasi hasil proses, sehingga
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Untuk itu sering dilakukan random
dalam pengambilan sampelnya.
Gambar 2.5Check Sheet Proses Produksi
2) Check Sheet untuk produk rusak/ cacat (Defective Item)
Check Sheet ini digunakan untuk mencatat data tentang jumlah defect (cacat),
prosentase kerusakan. Dan bila diperlukan, dapat digunakan untuk setiap macam
penyebab kerusakan.
31
Gambar 2.6Check Sheet for Defective Item
3) Check Sheet untuk lokasi kerusakan (Defective Location)
Check Sheet ini digunakan untuk mencatat lokasi dimana kerusakan terjadi,
pencatatan lokasi kerusakan ini biasanya dilakukan dengan membuat gambar dari
produk yang dibuat dan tanda-tanda tertentu diberikan pada lokasi kerusakan.
Gambar 2.7Check Sheet for Defective Location
32
4) Check Sheet untuk Penyebab kerusakan (Defective Cause)
Check Sheet ini digunakan untuk meneliti faktor-faktor penyebab kerusakan. Untuk
masalah-masalah yang lebih kompleks, akan lebih baik bila digunakan analisa yang
lebih mendalam tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dengan menggunakan
scatterdiagram.
Gambar 2.8Check Sheet for Defective Cause
2.9
Histogram
Berdasarkan buku yang berjudul ”Principle of Management” yang
dikarang oleh Kreitner (2008 : 480), “a histogram is a bar chart showing whether
repeated measurements of a given quality characteristic conform to a standard bellshaped
curve”,
yang
artinya
histogramadalah
diagram
batang
yang
menunjukkanapakahpengukuran ulangdarikarakteristikkualitas yang diberikansesuai
dengankurvayang berbentuk lonceng standar.
Histogram merupakan salah satu metode untuk membuat rangkuman
tentang data sehingga data tersebut mudah dianalisis, yang menyajikan data secara
grafik tentang seberapa sering elemen-elemen dalam proses muncul. (Yamit, 2013 :
55).
33
Adapun karakteristik histogram adalah:
•
Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking
dari variasi terbesar sampai dengan yang terkecil.
•
Gambar bentuk distribusi (cacah) karakteristik mutu yang dihasilkan oleh
data yang dikumpulkan melalui check sheet.
•
Histogram
juga
menunjukkan
kemampuan
proses,
dan
apabila
memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi
proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata.
•
Dalam histogram, garis vertikal menunjukkan banyaknya observasi tiap-tiap
kelas.
Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479)
Gambar 2.9 Histogram
2.10
Scatter Diagram
Menurut Yamit (2013 : 60), dalam proses perbaikan kualitas, terkadang
diperlukan eksplorasi terhadap hubungan antar dua variabel. Diagram skater
merupakan alat yang bermanfaat untuk menjelaskan apakah terdapat hubungan
antara dua variabel tersebut (Schwalbe, 2009 : 303) dan apakah hubungannya positif
atau negatif. Diagram skater bertindak sebagai dasar untuk analisis statistik yang
disebut analisis regresi, yang menguji hubungan antara dua variabel atau lebih dalam
bentuk persamaan matematis.
Terdapat 3 pola dalam diagram skater yaitu:
1. Pola positif scatter diagram
34
Yaitu pola yang menunjukkan hubungan atau korelasi positif antar variabel X
dan variabel Y dimana nilai – nilai besar dari variabel X berhubungan dengan
nilai – nilai besarnya variabel Y, sedangkan nilai – nilai kecil variabel X
berhubungan dengan nilai – nilai kecil variabel Y.
2. Pola negatif scatter diagram
Yaitu pola yang menunjukkan hubungan atau korelasi negatif di antara
variabel X dan variabel Y dimana nilai – nilai besar variabel X berhubungan
dengan nilai – nilai kecil variabel Y sedangkan nilai – nilai kecil variabel X
berhubungan dengan nilai – nilai besar variabel X.
3. Pola tidak memiliki hubungan / tidak berkorelasi
Yaitu pola yang berkemungkinan tidak memiliki hubungan karena tidak ada
kecenderungan nilai – nilai tertentu pada variabel X terhadap nilai – nilai
tertentu pada variabel Y.
Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479)
Gambar 2.10Scatter Diagram
2.11
Statistical Process Control (SPC)
Menurut Hidayat (2007 : 15), Statistical Process Control (SPC) adalah
sebuah perangkat kerja untuk memonitor berbagai proses operasional. SPC dapat
mengidentifikasi dan membedakan apakah sebuah proses dalam keadaan variasi
normal atau status fluktuasi abnormal.
35
Menurut Yamit (2013 : 64) secara grafis SPC menyajikan variasi yang
terjadi yang memungkinkan untuk menetapkan apakah sebuah proses di dalam
kontrol atau berada di luar kotrol.
Schwalbe (2009 : 301) peta kendali adalah tampilan grafis dari data yang
menggambarkan hasil dari suatu proses dari waktu ke waktu. Peta kendali
memungkinkan Anda untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kontrol
atau di luar kendali. Ketika proses berada dalam kendali, setiap variasi diciptakan
oleh peristiwa acak. Proses yang berada dalam kendali tidak perlu disesuaikan.
Ketika proses berada di luar kendali, Anda perlu mengidentifikasi penyebab dari
peristiwa dan menyesuaikan proses untuk memperbaiki atau menghilangkan
penyebab peristiwa tersebut.
Menurut Lind (2008 : 352) ada dua sumber variasi umum dalam sebuah
proses, yaitu:
1. Variasi Acak
Yaitu variasi yang bersifat acak. Jenis variasi ini tidak dapat dihilangkan
seluruhnya kecuali terdapat perubahan besar pada teknik, teknologi, metode,
peralatan, atau bahan – bahan yang digunakan di dalam proses.
2. Variasi Terusut
Yaitu variasi yang bersifat tidak acak. Variasi ini dapat dihilangkan atau
dihapus dengan menyelidiki masalah yang ada dan mencari penyebabnya.
Menurut Yamit (2013 : 66) terdapat dua jenis control chart yang sangat
mendasar, yaitu:
1. Variable Control Charts
Memerlukan pengukuran dengan skala kontinyu dan merupakan pengukuran
yang paling sensitif untuk mengidentifikasikan penyebab. Sebagai contoh:
•
Dimensi : panjang, luas, tinggi, kedalaman
•
Temperatur: kelembaban, tekanan, kepadatan
•
Ukuran waktu: detik, menit, jam
•
Berat: gram, ons, kg, kwintal, ton
36
2. Atribute Control Chart
Membutuhkan persentase atau perhitungan jumlah kesalahan atau item – item
yang tidak sesuai dan merupakan ukuran yang paling sensitif berikutnya
untuk mengidentifikasi penyebab. Sebagai contoh:
•
Jumlah kerusakan setiap pekerjaan
•
Jumlah janji yang batal
•
Persentase kesalahan setiap pekerja
•
Persentase tugas yang tidak tepat waktu
•
Jumlah kesalahan
Yamit (2013 : 215) menjelaskan lebih dalam mengenai masing-masing
diagram, yakni:
1. Diagram p (p-chart)
p-chart digunakan untuk bagian produk yang tidak sesuai yang diproduksi
oleh suatu proses produksi / karakteristik kualitas yang tidak sesuai
dengan standar. Pernyataan tidak sesuai umumnya digunakan pecahan
desimal atau persentase dengan asas statistik yang melandasi p-chart,
yaitu distribusi binomial. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas
kendali atas, garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu
ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental Line (p bar), dan LCL dengan
urutan yang sama.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
Batas kontrol atas (UCL):
Garis pusat (p-bar):
Batas kontrol bawah (LCL):
37
2. Diagram np (np-chart)
Np-chart digunakan untuk mengetahui jumlah kesalahan / cacat yang
terjadi pada suatu barang di suatu proses produksi. Terdapat tiga macam
garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas kendali
bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental
Line (np bar), dan LCL dengan urutan yang sama.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
Batas kontrol atas (UCL):
Garis pusat (np bar):
Batas kontrol bawah (LCL):
Dimana,
3. Diagram c (c-chart)
C-chart digunakan untuk mengetahui jumlah kesalahan / ketidaksesuaian /
cacat per sample (total kesalahan) dari produk dalam suatu proses
produksi. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas,
garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai
UCL, Garis Pusat/ Cental Line (c bar), dan LCL dengan urutan yang
sama.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
Batas kontrol atas (UCL):
Garis pusat (c-bar):
Batas kontrol bawah (LCL):
4. Diagram u (u-chart)
38
u-chart merupakan grafik pengendalian berdasarkan banyaknya kesalahan
rata – rata per unit pemeriksaan di dalam suatu proses produksi. Terdapat
tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas
kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/
Cental Line (u bar), dan LCL dengan urutan yang sama.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
Batas kontrol atas (UCL):
Garis pusat (u bar):
Batas kontrol bawah (LCL):
Terdapat beberapa langkah untuk membuat diagram kontrol, yaitu:
1. Menentukan p-bar yang akan menjadi garis pusat dari seluruh kontrol
produksi.
2. Menentukan batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) untuk setiap jenis
diagram yang akan digunakan dengan formulasi diatas. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah sebuah produksi berada didalam atau diluar pada
batas kontrol.
3. Apabila produksi berada didalam batas kontrol UCL dan LCL, maka produksi
tersebut dinilai masih baik. Namun apabila produksi berada diluar batas
kontrol UCL dan LCL, maka produksi tersebut dinilai tidak baik dan perlu
dilakukannya evaluasi serta pengecekan.
39
Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479)
Gambar 2.11Control Chart
2.12
Diagram Pareto
Menurut Lind (2008 : 353) analisis pareto adalah teknik untuk menghitung
angka – angka dan jenis kemungkinan cacat yang terjadi di dalam sebuah produk
atau jasa. Digaram ini dinamakan sesuai dengan nama belakang dari ilmuwan Italia
abad ke-19, Vilfredo Pareto. Ia mengemukakan bahwa kebanyakan “aktivitas” dalam
sebuah proses disebabkan oleh sedikit “faktor” saja. Konsepnya, yang dinamakan
dengan aturan 80 – 20, adalah bahwa 80% aktivitas disebabkan oleh 20% faktor.
Dengan berkonsentrasi pada 20% faktor tersebut, seorang manager dapat mengatasi
80% masalah.
Sedangkan menurut Kreitner (2008 : 480), mengatakan bahwa “Pareto
analysis is bar chart indicating which problem needs the most attention”, yang
artinya analisis pareto adalah sebuah diagram batang yang digunakan untuk
mengidentifikasi beberapa masalah yang membutuhkan banyak perhatian.
Kuswadi dan Mutiara (2004 : 49) menjelaskan bahawa di dalam diagram
pareto dikenal istilah “vital few – trivial many”, yang artinya sedikit tapi vital atau
sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau hasilnya kurang penting (sedikit). Hal
ini sesuai dengan kejadian sehari – hari yang menunjukkan, bahwa dalam banyak
hal, permasalahan atau kerugian yang besar biasanya disebabkan oleh hal – hal atau
sebab – sebab yang jumlahnya sedikit. Dengan demikian, timbul pemahaman, lebih
baik mengerjakan yangs sedikit tetapi bermanfaat besar daripada mengerjakan
banyak hal tapi hasilnya sedikit. Konsep pareto mengajarkan agar kita pandai
menerapkan prinsip skala prioritas atau mendahulukan mana yang penting.
40
Berikut adalah langkah-langkah membuat diagram pareto menurut Hidayat
(2007: 300):
1. Pemilihan konsistensi yang akan diranking dan diukur (misalnya frekuensi,
biaya, dan lain-lain)
2. Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis
horizontal sebagai ukuran order
3. Mengatur kesesuaian skala vertical pada bagian kiri dan di atas
klasifikasinya
4. Mengatur skala 0-100% di bagian kanan dan menarik garis tengah yang
lebih tinggi dari garis yang tinggi, dan menggesernya pada posisi di atas
basis kumulatif yang ditarik dari kiri ke kanan.
Sumber: http://www.vertex42.com/ExcelTemplates/pareto-chart.html
Gambar 2.12 Diagram Pareto
2.13
Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram / Fishbone Diagram)
Fishbone Diagram dalam penerapannya digunakan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang menjadi penyebab permasalahan. Diagram ini sangat praktis
dilakukan dan dapat mengarahkan satu tim untuk terus menggali sehingga
menemukan penyebab utama atau akar suatu permasalahan. Akar ”penyebab”
terjadinya masalah ini memiliki beragam variabel yang berpotensi menyebabkan
41
munculnya permasalahan.Yamit (2013 : 47) menjelaskan bahwa instrumen dasar
dalam meningkatkan kualitas adalah dengan diagram Ishikawa. Dinamakan Ishikawa
sesuai dengan nama penemunya yang berasal dari negara Jepang yang bernama
Kaaru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram Ishikawa juga dikenal sebagai diagram
sebab akibat atau fishbone. Fungsi dasarnya adalah untuk mengidentifikasi dan
mengorganisasi penyebab – penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik
dan kemudian memisahkan akar penyebabnya.
Menurut Lind (2008 : 355) diagram sebab akibat bermanfaat untuk
membantu dalam mengatur gagasan – gagasan dan mengidentifikasi hubungan –
hubungan. Dengan mengidentifikasi hubungan – hubungan ini, kita dapat
menentukan faktor – faktor yang merupakan penyebab dari perubahan di dalam suatu
proses. Nama tulang ikan / fishbone berasal dari cara penataan berbagai sebab dan
akibat pada diagram tersebut. Biasanya akibat adalah suatu masalah tertentu, atau
mungkin suatu tujuan, dan ditunjukkan pada bagian kanan diagram. Penyebab –
penyebab utamanya dicantumkan pada bagian kiri diagram. Pendekatan yang biasa
dilakukan terhadap diagram tulang ikan / fishbone adalah menentukan enam bidang
masalah adalah measurements, materials, people, methods, machines, dan
environtment.
Sumber : http://www.whiteboardconsulting.ca/tag/fishbone-diagram/
Gambar 2.13Cause-and-Effect Diagram
42
Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka
tindakan (action) dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan
diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat
melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan
sebenarnya (Schwalbe, 2009 : 300). Jadi sangat jelas bahwa FishboneDiagram ini
akan menunjukkan dan mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya
tentang permasalahan yang sedang terjadi dan menemukan solusinya dari dalam
juga.
43
2.14
Kerangka Pemikiran
Bahan Baku
Output
Proses Produksi
Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan
Metode Seven Tools of Quality
Flowchar
Check
Sheet
Histogram
Scatter
Diagram
Faktor Penyebab
Statistical
Process
Control
Jenis Kecacatan
Solusi Terbaik
Peningkatan Kualitas
Produksi
Sumber: Penulis, 2014
Gambar 2.14 Kerangka Pikir
Pareto
Diagram
Fishbone
Diagram
44
Download