BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang artinya seni melaksanakan dan mengatur. MenurutFollet, manajemen sebagai “seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. Menurut Griffin (2004: 27) dalam bukunya yang berjudul “Management 7th Edition” menjelaskan bahwa manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Sedangkan manajer adalah seseorang yang tanggung jawab utamanya adalah melaksanakan proses manajemen dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Taylor menjelaskan manajemen sebagai “suatu percobaan yang sungguh-sungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan (dan organisasi lain) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan”. Dari beberapa perngertian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu : 1. Manajemen sebagai suatu proses, adalah serangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian suatu tujuan dengan pemanfaatan semaksimal mungkin sumber-sumber yang tersedia. Prosesnya antara lain perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan pengawasan. 2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Artinya suatu rangkaian kegiatan yang masing-masing kegiatan dapat dilaksanakan tanpa menunggu selesainya kegiatan lain, walaupun kegiatan tersebut saling berkaitan dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. 9 10 3. Manajemen sebagai suatu seni (art) dan ilmu (science). Seni dalam manajemen yaitu membentuk manusia menjadi lebih efektif dari yang sudah dan sedang mereka lakukan tanpa Anda. Dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (science) karena melihat bagaimana manajemen dihubungkan dengan prinsipprinsip manajemen, dan telah di organisasi menjadi teori, di mana seorang manajer mempelajari terlebih dahulu tujuannya lalu diproses olehnya dengan keahliannya, setelah menjadi sebuah teori, lalu di buat penetapan tenaga kerja pengarah dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Sebagaimana dikatakan oleh Allen di dalam bukunya yang berjudul “TheProfessional of Management” manajemen adalah suatu jenis pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan untuk memimpin, merencanakan, menyusun, mengawasi. Menurut Allen, pekerjaan manajer itu mencakup empat fungsi, yaitu: 1. Management Leading Memimpin adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer agar orang – orang lain bertindak. Dalam pengertian manajemen, memimpin bukanlah proyeksi dari sifat pribadi, melainkan suatu jenis pekerjaan khusus yang terdiri dari keahlian yang dapat dikelompokkan ke dalam golongan yang sama sehingga menuntut dirinya sebagai seorang generalist. Fungsi leading ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: a. Mengambil keputusan (decision making). Adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memperoleh kesimpulan – kesimpulan dan pendapat dalam memberi keputusan mengenai suatu hal. b. Berkomunikasi (communicating). Maksudnya untuk menjamin pengertian timbal balik antara atasan dan manajer serta orang lain yang tergabung dalam organisasi. Manajer harus mengerti bawahannya dan memahami kebutuhannya dan pendapat mereka. c. Memberikan motivasi (motivating). Adalah fungsi yang merupakan pekerjaan seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain untuk bertindak. d. Memilih orang (selecting people). Yaitu memilih orang yang pandai dan cocok untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lain. 11 e. Mengembangkan orang (developing people). Adalah pekerjaan seorang manajer dalam memperbaiki sikap dan pengetahuan orang, yaitu dengan jalan melatih dan mengembangkan orang sehingga bakat dan kecakapannya dapat digunakan dan dimanfaatkan sepenuhnya. 2. Management Planning Meliputi beberapa kegiatan, yaitu: a. Forecasting; pekerjaan manajer dalam memperkirakan waktu yang akan datang. b. Establishing objective; pekerjaan manajer dalam menentukan tujuan atau sasaran – sasaran. c. Programming; menetapkan urutan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. d. Scheduling; menetapkan urutan waktu yang tepat. Hal ini sangat penting agar semua tindakan dapat berhasil dengan baik. e. Budgeting; mengalokasikan sumber – sumber daya yang ada. f. Developing procedures; menormalisasikan cara – cara pelaksanaan pekerjaan. g. Establishing and interpreting policies; menerapkan dasar – dasar pelaksanaan pekerjaan. 3. Management Organizing Kegiatan yang dilakukan oleh manajer dalam mengatur dan menghubungkan pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat dilaksanakan dengan efektif oleh orang lain (karyawan). Fungsi management organizing ini meliputi: a. Merencanakan struktur organisasi. Menyusun pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ditentukan, menggolongkan pekerjaan agar merupakan kesatuan organisasi yang seimbang, dan menentukan tanggung jawab dalam tiap – tiap jabatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. b. Mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Mempercayakan tanggung jawab dan wewenang kepada orang lain, serta menetapkan pertanggung – jawaban untuk hasil yang dicapai. c. Menetapkan hubungan – hubungan yang membedakan antara line dan staff. Menjelaskan hubungan – hubungan pelaporan antara bawahan masing – masing dan antara kelompok sendiri dengan kelompok lain. 12 4. Management Controlling Pekerjaan manajer dalam menilai dan mengatur pekerjaan yang diselenggarakan dan yang telah selesai. Cara – cara pengawasan dalam menajemen diperoleh melalui: a. Developing performance standard. Pekerjaan yang harus diselesaikan oelh manajer dalam menetapkan alat – alat pengukuran. Dengan alat itu, dinilainya hasil pekerjaan orang yang harus melapor kepadanya. Ukuran – ukuran ini dapat diambil dari tujuan organisasi, kebijaksanaan – kebijaksanaan dan anggaran belanja yang ditetapkan dan direncanakan. b. Measuring performance. Menetapkan status pekerjaan yang sedang dilaksanakan dan yang telah selesai. Hal ini dapat dicapai melalui pengamatan, laporan, dan catatan berbagai kegiatan. c. Evaluating result. Menetapkan arti perbedaan – perbedaan dengan cara membandingkan hasil pekerjaan yang sebenarnya dengan ukuran hasil pekerjaan. d. Taking corrective action. Meluruskan dan mengadakan perbaikan terhadap penyimpangan – penyimpangan yang terjadi. Robbins dan Coulter (2004: 5) menyebutkan terdapat tiga tingkatan dari manajerial, yaitu bottom manager/first-line manager, middle manager, dan top manager dimana setiap tingkatan manajerial memiliki fungsi yang berbeda-beda. 1. Bottom manager/first-line manager Merupakan manajemen tingkatan paling rendah dan mengelola pekerjaan individu non-manajerial yang terlibat dalam produksi atau penciptaan produk organisasi. Mereka sering disebut supervisor , tetapi juga dapat disebut manajer lini, manajer kantor, atau bahkan foremen. 2. Middle manager Merupakan manajer yang berada diantara tingkatan lini pertama dan tingkatanm puncak organisasi yang mengelola pekerjaan para manajer lini pertama. 3. Top Manager Merupakan manajer yang berada dibagian atas dalam tingkat manajerial yang bertanggung jawab membuat keputusan yang berlingkup keseluruhan organisasi dan menyusun sasaran serta rencana yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. 13 Sumber: Robbins & Coulter (2004: 5) Gambar 2.1Managerial Level 2.2 Manajemen Operasional Manajemen Operasional adalah salah satu kegiatan manajemen fungsional. Kegiatan manajemen operasional selalu berkaitan dengan proses transformasi semua masukan (input) sumber daya secara terpadu sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dalam bentuk keluaran (output) baik berupa produk maupun jasa. Kegiatan melalui proses transformasi tersebut dilakukan secara efektif dan efisien, dan diukur berdasarkan kriteria tertentu secara spesifik. Hasilnya berupa kinerja produk atau jasa serta proses teknologi dan sesuai dengan tujuan pasar yang ingin dicapai. (Rangkuti, 2006 : 55). Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. (Prasetya, 2009 : 2). Wright (1978). Strategi mengandung arti semua kegiatan yang ada dalam lingkup perusahaan, termasuk di dalamnya pengalokasian semua sumber daya yang dimiliki perusahaan. Hill (1989). Strategi merupakan suatu cara yang menekankan hal – hal yang berkaitan dengan kegiatan manufaktur dan pemasaran. Jadi, definisi startegi operasional adalah komitmen terhadap semua kegiatan yang direncanakan maupun yang ada dalam lingkup perusahaan saat ini. Kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut secara optimal memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dan melakukan proses transformasi untuk mencapai distinctive competence dan tujuan operasional perusahaan. 14 Sumber: Hery Prasetya (2009: 6) Gambar 2.2 Sistem Operasi Menurut Prasetya (2009 : 6) manajemen operasi banyak dibutuhkan untuk bidang – bidang fungsional yang lainnya, karena semua organisasi ada untuk memenuhi permintaan melalui fungsi – fungsi produksi. Misalnya: a. Akuntan, perlu mempelajari sistem perencanaan dan pengawasan produksi serta persediaan. b. Manajer keuangan, merencanakan ekspansi kapasitas dan memahami tujuan persediaan lebih baik. c. Spesialis pemasaran, merencanakan dan mengenalkan produk baru. d. Spesialis personalia, menentukan tipe ketrampilan yang dibutuhkan dalam tenaga kerja. e. Spesialis manajemen informasi sistem, mengisi sistem informasi yang dapat didesain atau dikembangkan dengan software komputer. Fungsi-fungsi diatas harus saling mendukung dan diorganisir dengan baik. Sebagai contoh: fungsi pemasaran tidak akan jalan jika tidak didukung oleh fungsi keuangan yang mengatur segala macam jenis keuangan untuk mendanai proses pemasaran yang dilakukan perusahaan. 2.3 Kualitas Kualitas biasanya dinilai dari penampilan, unjuk kerja, atau pemenuhan terhadap persyaratan. Suatu produk dikatakan bermutu jika eksklusif, harganya mahal, memiliki ketelitian tinggi, lebih tahan lama, lebih kuat, lebih menarik, atau lebih nyaman dipakai. Berbagai definisi tentang kualitas telah diperkenalkan oleh para ahli, berikut beberapa diantaranya: 15 “Quality is fitness for use” (Juran, 1974) “Quality means conformance to requirements” (Crosby, 1979) “Quality is the total composite product and service characteristic of marketing, engineering, manufacture, and maintenance through which the product and service in use will meet the expectation of the customer” (Feigenbaum, 1983) Adapun pengertian kualitas menurut American Society For Quality yang dikutip oleh Render (2006:253): ”Quality is the totality of features and characteristic of a product or service that bears on it’s ability to satisfy stated or implied need.” Artinya kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dariproduk atau jasa yang berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yangtampak jelas maupun yang tersembunyi. Menurut Kotler (2009), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi kualitas adalah sifat yang dimiliki suatu barang dan jasa yang berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan secara jelas maupun tersirat. Menurut Garvin di dalam buku Yamit (2013 : 9) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu: 1. Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan – pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank) dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2. Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 16 3. User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandanganya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4. Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar – standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli. 2.3.1 Dimensi Kualitas Secara umum, mutu barang dapat dilihat dari empat dimensi utama berikut ini (Herjanto, 2008: 393) : • Kinerja (performance, operation) Dimensi utama yang banyak dipertimbangkan oleh konsumen ialah kinerja atau operasi dari produk. Bagaimana produk tersebut memiliki kesesuaian dengan fungsi utama dari produk itu sendiri. • Kehandalan (reliability, durability) Mencerminkan keandalan suatu produk, seperti suatu barang diandalkan karena kemungkinan rusak yang rendah maupun suatu barang tersebut 17 memiliki kemampuan kerja yang baik. Apakah suatu produk tersebut cepat rusak atau tidak. • Kenampakan (appearance, features) Menunjukan daya tarik suatu produk yang membedakannya dengan produk lain secara sepintas. Kenampakannya sangat dipengaruhi oleh desain atau atribut lain yang ada dalam produk. • Kesesuaian (conformance) Kesesuaian berhubungan dengan pemenuhan terhadap spesifikasi atau standar yang ditentukan. Disamping keempat dimensi utama terseut, dimensi lain yang dapat dipertimbangkan bagi mutu suatu barang ialah: • Pelayanan (serviceability) Dimensi mutu yang berkaitan dengan pelayanan pasca penjualan. • Persepsi mutu (perceivedquality). Keyakinan terhadap mutu oleh pelanggan yang didasarkan atas apa yang dilihat, pengalaman sebelumnya, atau reputasi perusahaan pembuat. 2.3.2 Dampak Kualitas Terhadap Perusahaan Menurut Herjanto (2008: 396), secara khusus mutu berpengaruh pada perusahaan dalam hal – hal sebagai berikut: a. Citra perusahaan Mutu produk dari suatu perusahaan atau organisasi akan berpengaruh terhadap reputasi perusahaan. Setiap perusahaan harus mengusahakan produknya memenuhi syarat mutu sehingga membawa citra positif bagi perusahaan itu. Perusahaan yang citranya buruk harus bekerja ekstra keras untuk memperbaiki citra. Citra tidak bisa diatasi dengan sekedar promosi tetapi harus merubah persepsi pelanggan. b. Keuntungan Produk yang bermutu baik akan disukai pelanggan, sehingga permintaan meningkat, yang selanjutnya mendorong ke arah peningkatan keuntungan dan pangsa pasar. Produk yang bermutu baik juga meningkatkan pemenuhan kesesuaian terhadap persyaratan, sehingga mengurangi 18 pengerjaan ulang (rework) atau produk yang terbuang (scrape). Dengan demikian biaya menjadi lebih rendah dan keuntungan meningkat. c. Produktivitas Produktivitas dan mutu saling berkaitan. Produk yang bermutu rendah akan mempengaruhi produktivitas selama proses pembuatan. Mutu yang rendah bisa diakibatkan karena suku cadang yang cacat yang memerlukan pekerjaan ulang atau kesulitan dalam proses yang disebabkan rendahnya kualitas bahan baku. Dengan demikian, peningkatan dan pemeliharaan mutu dapat memberikan efek positif bagi produktivitas. d. Liabilitas Perusahaan yang produknya gagal atau menyebabkan masalah harus berani bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kecelakaan yang terjadi atas penggunaan produk tersebut. Dalam Undang – undang Republik Indonesia no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa salah satu kewajiban pelaku usaha ialah memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan. 2.4 Biaya Kualitas Biaya kualitas menurut Herjanto (2008 : 397) ialah biaya yang nyata atau tidak nyata dan tidak diperlukan tetapi timbul dalam setiap organisasi yang tidak memiliki sistem mutu yang efektif. Biaya nyata ialah biaya yang langsung kelihatan / diketahui, yang timbul sebagai akibat tidak tercapainya karakteristik mutu yang dipersyaratkan, sedangkan biaya yang tidak nyata ialah biaya yang timbul dalam organisasi sebagai akibat tidak tercapainya mutu tetapi tidak langsung diketahui. Sumber biaya kualitas dari dalam maupun luar perusahaan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: (Yamit, 2013 : 14) 1. Biaya Pencegahan (Preventive Cost Category) Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab kerusakan agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama dalam setiap produk dan jasa pelayanan. Dalam biaya pencegahan termasuk semua kegiatan baik yang berhubungan dengan spesifikasi desain, proses, dan pemeliharaan sistem kualitas. Contoh biaya pencegahan seperti: 19 a. Biaya perencanaan kualitas (quality planning) Semua biaya yang berhubungan dengan perencanaan dan pengembangan sistem jaminan kualitas, seperti: biaya persiapan desain; baiya kebijakan operasional; biaya rencana pengembangan dan inspeksi; dan biaya untuk mengkomunikasikan kualitas kepada karyawan. b. Biaya pemasaran dan pelanggan Biaya yang ditimbulkan untuk melakukan evaluasi pelanggan dan evaluasi kualitas yang dikehendaki pelanggan serta biaya untuk mengetahui, mempengaruhi persepsi dan kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan. Termasuk dalam biaya pemasaran adalah riset pemasaran dan survey persepi pelanggan. c. Biaya operasional pabrik dan jasa pelayanan Biaya yang ditimbulkan untuk menjamin kemampuan dan kesiapan operasi agar memenuhi standar kualitas yang membutuhkan perencanaan pengendalian kualitas semua aktivitas produksi dan membutuhkan tenaga operasi yang berkualitas. Termasuk dalam biaya operasi pabrik dan jasa ini adalah biaya pengesahan proses operasi, biaya perencanaan kualitas operasi, biaya desain dan pengembangan ukuran kualitas, biaya pengawasan peralatan, biaya perencanaan kualitas pendukung operasi, dan biaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan para operator. d. Biaya pengembangan desain produk dan jasa Biaya yang ditimbulkan untuk menterjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam standar kualitas produk dan jasa pelayanan baru. Termasuk dalam biaya pengembangan desain kualitas, biaya pengujian kualifikasi desain produk, dan biaya percobaan dilapangan. e. Biaya pembelian Biaya yang ditimbulkan untuk menjamin kesesuian komponen dan maerial atau biaya yang ditimbulkan untuk meminimumkan pengaruh komponen dan mateial yang tidak cocok dengan kualitas produk dan jasa pelayanan. Termasuk dalam biaya untuk meranking pemasok, biaya untuk memperoleh data, dan biaya untuk merencanakan kualitas pemasok. 20 f. Biaya kulitas administrasi Biaya yang timbul dan untuk semua administrasi yang berkaitan dengan fungsi manajemen kualitas. Seperti biaya administrasi gaji, administrasi biaya, biaya laporan kualitas, biaya pengembangan kualitas, dan biaya audit kualitas. g. Biaya program perbaikan kualitas Biaya yang berhubungan dengan kegiatan khusus atau desain proyek untuk memonitor dan memperbaiki kualitas, seperti siklus kualitas dan program perbaikan kesalahan. 2. Biaya Inspeksi / Deteksi (Inspection/Detection Cost Category) Biaya inspeksi adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa pelayanan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Tujuan utama inspeksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kerusakan pada waktu proses dan mencegah pengiriman produk yang tidak sesuai standar kepada konsumen. Contohnya seperti biaya pemeriksaan bahan baku yang diterima dari pemasok, biaya pemeriksaan produk dalam proses, biaya pengujian produk, biaya pemeriksaan kualitas produk, kalibrasi, survey, verifikasi, biaya pemeriksaan peralatan, biaya mengevaluasi persediaan material dan barang jadi. 3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost Category) Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ketidak sesuaian produk dan jasa yang dihasilkan dengan standar yang telah ditentukan dan terdeteksi sebelum produk dikirim ke konsumen. Contoh biaya kegagalan internal ini seperti biaya pengerjaan ulang (re-process, re-work), re-desain, re-inspeksi, test ulang (re-test), corrective action cost, scrap dari proses produksi yang tidak dapat dipakai lagi, kerusakan mesin (downtime), stok pengaman, biaya kelebihan kapasitas, biaya lembur untuk perbaikan. 4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost Category) Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk dan jasa gagal memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada konsumen. Hal ini dapat menurunkan reputasi perusahaan di mata konsumen, kehilangan pelanggan dan menurunnya pangsa pasar (loss of market share). Contoh biaya kegagalan eksternal ini seperti biaya penarikan kembali produk di pasaran, biaya 21 jaminan, biaya perbaikan kembali produk agar sesuai dengan standar. Biaya kegagalan eksternal ini sesungguhnya tidak perlu terjadi bila tidak ada kerusakan atau kerusakan dapat dideteksi sebelum produk dikirim ke konsumen. Biaya – biaya di atas seringkali tidak langsung dikaitkan dengan isu mutu, namun mereka memiliki saling ketergantungan dengan faktor lain dalam organisasi. Oleh karena itu, pengurangan biaya mutu tidak dapat dilakukan oleh bagian produksi saja tetapi harus melibatkan pihak lain di organisasi, dari pengadaan bahan baku sampai ke distribusi barang ke pelanggan. Menciptakan dan membangun sistem manajemen kualitas yang efektif dan menyeluruh merupakan cara menghilangkan biaya kualitas. Dalam menciptakan sebuah sistem manajemen yang berkualitas dibutuhkan sebuat tahapan-tahapan proses yang harus dilakukan, hal tersebut dikenal sebagai PDCA (Plan-Do-Check-Act). Berdasarkan buku yang dikarang oleh Herjanto (2008: 400), PDCA dijelaskan sebagai berikut: 1. Plan Tahap plan meliputi identifikasi masalah untuk dipecahkan, memperoleh data, melakukan analisis data, dan mengembangkan rekomendasi. 2. Do Tahap do mencakup penerapan solusi berbasiskan percobaan untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk, menciptakan struktur manajemen, menetapkan tanggung jawab dengan kewenangan yang memadai. 3. Check Check berupa pengamatan setelah penerapan untuk memastikan apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Hal yang diperiksa tidak hanya sebatas terhadap kualitas yang ada, tetapi juga kepada identifikasi penyebab ketidaksesuaian terhadap perencanaan yang direncanakan untuk mengambil tindakan korektif. 22 4. Act Act melibatkan kegiatan perubahan permanen jika hasilnya efektif bagi peningkatan atau kembali pada kondisi sebelumnya jika penerapannya bermasalah. Tindakan perbaikan tersebut seperti melakukan peninjauan ulang terhadap sistem manajemen kualitas. Sumber: (Heizer dan Render, 2011: 277) Gambar 2.3 Alur PDCA 2.5 Total Quality Control (TQC) dan Quality Control Circle (QCC) Menurut Kuswadi dan Mutiara (2004 : 5),Total Quality Control (TQC) adalah suatu sistem untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil kerja sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pemakai atau pelanggan serta untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia dan perusahaan. Sedangkan Quality Control Circle (QCC) adalah suatu kelompok karyawan dari area kerja yang sama yang melakukan pertemuan teratur untuk mengidentifikasi dan menganalisis persoalan dan menyampaikan hasil kesimpulannya kepada manajemen. Tujuan dari QCC pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan upaya kreatif kelompok (karyawan), sehingga mereka mampu berperan serta secara aktif dalam membantu meningkatkan produktivitas perusahaan. Pada dasarnya, TQC dan QCC bertujuan untuk mengembangkan upaya kreatif kelompok, sehingga mereka mampu berperan serta secara aktif dalam membantu tugas – tugas di dalam manajemen partisipatif yang diharapkan, seluruh karyawan secara langsung maupun tidak langsung ikut ambil bagian dalam perbaikan yang terus – menerus dari proses operasi perusahaan. Partisipasi aktif dari seluruh karyawan dalam TQC dan QCC akan menyadarkan dan mendorong karyawan untuk selalu berupaya melakukan efisiensi terhadap masukan, 23 pengendalian efektivitas pada proses pengerjaan, sehingga kualitas sasaran atau keluaran dapat dicapai. Ini berarti bahwa hasil – hasil produk atau jasa serta pelayanan kepada masyarakat akan menjadi bermutu serta produktivitas perusahaan akan meningkat. 2.6 Total Quality Management (TQM) Menurut Keitner (2008 : 476), Total Quality Management (TQM) didefinisikan sebagai sesuatu yang menciptakan sebuah budaya organisasi yang berkomitmen untuk mampu melakukan perbaikan yang berkelanjutan, kerjasama tim, proses, kualitas barang dan jasa, dan kepuasan pelanggan. Total Quality Management (TQM) adalah “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan sekali benar (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dan memotivasi karyawan” (Sadgrove, 1995). Definisi lain menyatakan bahwa, TQM adalah “sistem manajemen untuk meningkatkan keseluruhan kualitas menuju pencapaian keunggulan bersaing yang berorientasi pada keputusan pelanggan dengan melibatkan seluruh (total) anggota organisasi” (Yamit, 2013 : 181). Menurut Lindsay (2007 : 10), meskipun inisiatif peningkatan kualitas pada mulanya berfokus pada pengurangan cacat dan kesalahan pada barang dan jasa, perusahaan mulai menyadari bahwa perbaikan yang bertahan lama tidak dapat tercapai tanpa perhatian yang sungguh – sungguh terhadap suara konsumen serta keterlibatan pastisipasi para karyawan. Kesadaran inilah yang menjadi awal konsep Total Quality Management (TQM) yang didasarkan pada tiga prinsip utama: • Fokus pada pelanggan Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan kepuasan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi selama waktu pembelian, kepemilikan, dan jasa pelayanan pelanggan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini, upaya sebuah perusahaan harus lebih dari sekedar mamatuhi spesifikasi produk, mengurangi kesalahan dan kecacatan, atau melayani keluhan pelanggan. Sebuah perusahaan yang dekat dengan pelanggannya tahu apa yang diinginkan pelanggan, bagaimana pelanggan menggunakan produknya, dan mengantisipasi kebutuhan pelanggan. 24 • Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara terus – menerus Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa hasil. Jenis – jenis proses produksi yang biasa ditemui diantaranya adalah proses penstrukturan, penggabungan, perakitan, pemesanan, atau penyetujuan pinjaman. Sedangkan perbaikan (improvement) baik dalam arti perubahan secara perlahan – lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini bisa berupa: 1. Meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui produk dan jasa yang baru dan lebih baik 2. Mengurangi kesalahan, cacat, limbah, serta biaya – biaya lain yang terkait 3. Meningkatkan produktivitas dan efektivitas penggunaan semua jenis sumber daya 4. Memperbaiki respons dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi keluhan pelanggan atau peluncuran produk baru • Partisipasi dan pendayagunaan karyawan Di dalam organisasi manapun, orang yang paling mengerti pekerjaan tertentu serta bagaimana meningkatkan produk maupun proses yang terlibat di dalam pekerjaan tersebut adalah orang yang melakukannya. Ketika manajer memberi para karyawan perangkat untuk membuat keputusan yang baik serta kebebasan dan dorongan untuk berkontribusi, tanpa diragukan lagi mereka pun akan menghasilkan produk dan proses produksi yang lebih baik. Para karyawan yang diizinkan untuk berpartisipasi (baik secara individu maupun tim) dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan pelanggan mereka akan memberikan kontribusi terhadap kinerja bisnis dan kualitas. Dalam pencapaian Total Qualitas Management, dibutuhkan tujuh konsep yang harus diterapkan perusahaan. Ketujuh konsep tersebut adalah: 1. Continuous Improvement Untuk mencapai manajemen kualitas total dibutuhkan proses perbaikan terus menerus yang tanpa henti meliputi manusia, peralatan, supplier, bahan baku, dan prosedur. Hal tersebut dilakukan dengan prinsip PDCA (Plan-Do-CheckAct). 25 2. Six Sigma Merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan level sigma suatu organisasi/perusahaan dengan menghemat waktu yang tidak dibutuhkan (waste), melakukan perbaikan kualitas, dan meminimalisir biaya. Pendekatan ini dilakukan dengan salah satu dari dua metode, yakni DMAIC (DefineMeasure-Analyze-Improve-Control) dan DMADV (Define-Measure-AnalyzeDesign-Verify). 3. Employee Empowerment Dengan melakukan perluasan atau memperbesar pekerjaan karyawan dalam hal berbicara, berfikir, bertindak, mengambil keputusan terkait dengan pekerjaannya sehingga tanggung jawab dan wewenang yang ada, menjadi lebih kecil dan pekerjaan yang ada menjadi lebih singkat dan lebih cepat selesai. 4. Benchmarking Benchmarking adalah suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematis dan terus menerus dengan melakukan kegiatan mengukur dan membandingkan setiap bagian yang dinyatakan penting oleh perusahaan dengan perusahaan lain yang terbaik atau pesaing yang dianggap unggul di bidangnya. 5. Just-in-Time (JIT) Just-In-Time (JIT) adalah suatu sistemproduksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam prosesproduksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumentepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang. 6. Taguchi Concept Taguchi memiliki pandangan yang berbeda mengenai kualitas, ia tidak hanya menghubungkan biaya dan kerugian dari suatu produk saat proses pembuatan produk tersebut, akan tetapi juga menghubungkan pada konsumen dan masyarakat. Taguchi menghasilkan disiplin dan struktur dari desain 26 eksperimen. Hasilnya adalah standarisasi metodologi desain yang mudah diterapkan oleh investigator. Adapun konsep Taguchi adalah: 1. Kualitas seharusnya didesain ke dalam suatu produk dan bukan diinspeksi ke dalamnya. 2. Kualitas dapat diraih dengan baik dengan cara meminimasi deviasi target. Produk tersebut harus dirancang sedemikian rupa hingga dapat mengantisipasi faktor lingkungan yang tidak terkontrol. 3. Biaya dari kualitas seharusnya diperhitungkan sebagai fungsi deviasi dari standar yang ada dan kerugiannya harus diperhitungkan juga kedalam sistem. 7. Knowledge of Total Quality Management Tools Alat – alat dalam manajemen kualitas total tersebut dikenal dengan nama the seventh tools ofquality, antara lain: 1. Tools for generating ideas Dimaksudkan untuk menghasilkan ide – ide atas data yang ada. Terdiri dari check sheet, scatter diagram dan cause and effect diagram/fishbone diagram. 2. Tools for organizing the data Digunakan untuk mengorganisir/merapikan data yang ada sehingga lebih sistematis dalam mengidentifikasi masalah – masalah yang ada kedepannya. Terdiri dari pareto chart dan flow chart. 3. Tools for identifying problems Digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Terdiri dari histogram dan statistical process control (SPC). 2.7 Flow Chart (Diagram Alir) Hidayat (2007: 301) menjelaskan, diagram flow adalah gambaran atau ilustrasi yang mempresentasikan urutan (sequence) dari langkah-langkah proses. Flowchart atau diagram alir merupakan sebuah diagram dengan simbolsimbol grafis yang menyatakan aliran algoritma atau proses yang menampilkan langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta urutannya dengan menghubungkan masing masing langkah tersebut menggunakan tanda panah. Diagram ini bisa memberi solusi selangkah demi selangkah untuk penyelesaian masalah yang ada di dalam proses atau algoritma tersebut. Tujuan utama penggunaan 27 flowchart adalah untuk menyederhanakan rangkaian proses atau prosedur untuk memudahkan pemahaman pengguna terhadap informasi tersebut. Oleh karena itu, design sebuah flowchart harus ringkas, jelas, dan logis.Gambar berikut adalah simbol flowchart yang umum digunakan: Tabel 2.1 Simbol – Simbol Flowchart Gambar Simbol untuk Proses / Langkah Keterangan Menyatakan kegiatan yang akan ditampilkan dalam diagram alir. Titik Keputusan Proses / Langkah dimana perlu adanya keputusan atau adanya kondisi tertentu. Di titik ini selalu ada dua keluaran untuk melanjutkan aliran kondisi yang berbeda. Masukan / Keluaran Data Digunakan untuk mewakili data masuk, atau data keluar. Terminasi Menunjukkan awal atau akhir sebuah proses. Garis alir Menunjukkan arah aliran proses atau algoritma. Kontrol / Menunjukkan proses / langkah dimana ada Inspeksi inspeksi atau pengontrolan. Sumber: Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk & Jasa, (2013 : 46) 28 Sterneckert (2003) menyarankan untuk membuat model diagram alir yang berbeda sesuai dengan perspektif pemakai (managers, system analysts and clerks) sehingga dikenal ada 4 jenis diagram alir secara umum: Diagram Alir Dokumen, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran dokumen. Diagram Alir Data, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran data. Diagram Alir Sistem, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran secara fisik. Diagram Alir Program, menunjukkan kontrol dari sebuah program dalam sebuah sistem Sumber: http ://smartdraw.com Gambar 2.4 Diagram Alir 29 2.8 Check Sheet CheckSheet atau sering orang menyebutnya Check List atau Tally Chart, merupakan alat pertama dari tujuh alat dasar manajemen kualitas yang sederhana dan digunakan untuk mencatat dan mengklasifikasi data yang telah diamati. Check Sheet merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencakup factor-faktor yang ingin diselidiki. Check Sheet merupakan daftar yang berisi unsur-unsur yang mungkin terdapat dalam situasi atau tingkah laku atau kegiatan individu yang diamati. Dari pengertian check sheet di atas disimpulkan bahwa check sheet merupakan salah satu metoda untuk memperoleh data yang berbentuk daftar yang berisi pernyataan dan pertanyaan yang ingin diselidiki dengan memberi tanda cek. Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana, sehingga menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. Umumnya check sheet berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga pencatat cukup memberikan tanda kolom yang telah tersedia, dan memberikan keterangan seperlunya. Sebagai salah satu alat dari tujuh alat dasar manajemen kualitas yang dalam istilah bahasa seven basic quality tools, check sheet memiliki fungsi sebagai alat pencatat hasil observasi dari pemeriksaan distribusi proses produksi, item, lokasi, dan penyebab produk cacat atau rusak, juga sebagai alat konfirmasi pemeriksaan. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan check sheet dalam mengelola kualitas terutama untuk: 1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Kemudahan ini akan berdampak pada efisiensi dalam pengumpulan data. 2. Memudahkan pemilahan data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah dan lain-lain. Data-data yang telah terpilah secara rinci yang dikumpulkan dengan menggunakan check sheet, sekaligus memudahkan pengolahan lebih lanjut untuk memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi. 3. Memudahkan penyusunan data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan mudah. 4. Memudahkan pemisahan antara opini dan fakta. 30 Beberapa contoh check sheet untuk berbagai kepentingan yang berbeda dalam mengelola kualitas: 1) Check Sheet untuk hasil proses produksi Data-data yang dikumpulkan adalah ukuran, berat dan diameter yang dihasilkan dari suatu proses. Namun hal ini dilakukan terhadap populasi hasil proses, sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Untuk itu sering dilakukan random dalam pengambilan sampelnya. Gambar 2.5Check Sheet Proses Produksi 2) Check Sheet untuk produk rusak/ cacat (Defective Item) Check Sheet ini digunakan untuk mencatat data tentang jumlah defect (cacat), prosentase kerusakan. Dan bila diperlukan, dapat digunakan untuk setiap macam penyebab kerusakan. 31 Gambar 2.6Check Sheet for Defective Item 3) Check Sheet untuk lokasi kerusakan (Defective Location) Check Sheet ini digunakan untuk mencatat lokasi dimana kerusakan terjadi, pencatatan lokasi kerusakan ini biasanya dilakukan dengan membuat gambar dari produk yang dibuat dan tanda-tanda tertentu diberikan pada lokasi kerusakan. Gambar 2.7Check Sheet for Defective Location 32 4) Check Sheet untuk Penyebab kerusakan (Defective Cause) Check Sheet ini digunakan untuk meneliti faktor-faktor penyebab kerusakan. Untuk masalah-masalah yang lebih kompleks, akan lebih baik bila digunakan analisa yang lebih mendalam tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dengan menggunakan scatterdiagram. Gambar 2.8Check Sheet for Defective Cause 2.9 Histogram Berdasarkan buku yang berjudul ”Principle of Management” yang dikarang oleh Kreitner (2008 : 480), “a histogram is a bar chart showing whether repeated measurements of a given quality characteristic conform to a standard bellshaped curve”, yang artinya histogramadalah diagram batang yang menunjukkanapakahpengukuran ulangdarikarakteristikkualitas yang diberikansesuai dengankurvayang berbentuk lonceng standar. Histogram merupakan salah satu metode untuk membuat rangkuman tentang data sehingga data tersebut mudah dianalisis, yang menyajikan data secara grafik tentang seberapa sering elemen-elemen dalam proses muncul. (Yamit, 2013 : 55). 33 Adapun karakteristik histogram adalah: • Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dari variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. • Gambar bentuk distribusi (cacah) karakteristik mutu yang dihasilkan oleh data yang dikumpulkan melalui check sheet. • Histogram juga menunjukkan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata. • Dalam histogram, garis vertikal menunjukkan banyaknya observasi tiap-tiap kelas. Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479) Gambar 2.9 Histogram 2.10 Scatter Diagram Menurut Yamit (2013 : 60), dalam proses perbaikan kualitas, terkadang diperlukan eksplorasi terhadap hubungan antar dua variabel. Diagram skater merupakan alat yang bermanfaat untuk menjelaskan apakah terdapat hubungan antara dua variabel tersebut (Schwalbe, 2009 : 303) dan apakah hubungannya positif atau negatif. Diagram skater bertindak sebagai dasar untuk analisis statistik yang disebut analisis regresi, yang menguji hubungan antara dua variabel atau lebih dalam bentuk persamaan matematis. Terdapat 3 pola dalam diagram skater yaitu: 1. Pola positif scatter diagram 34 Yaitu pola yang menunjukkan hubungan atau korelasi positif antar variabel X dan variabel Y dimana nilai – nilai besar dari variabel X berhubungan dengan nilai – nilai besarnya variabel Y, sedangkan nilai – nilai kecil variabel X berhubungan dengan nilai – nilai kecil variabel Y. 2. Pola negatif scatter diagram Yaitu pola yang menunjukkan hubungan atau korelasi negatif di antara variabel X dan variabel Y dimana nilai – nilai besar variabel X berhubungan dengan nilai – nilai kecil variabel Y sedangkan nilai – nilai kecil variabel X berhubungan dengan nilai – nilai besar variabel X. 3. Pola tidak memiliki hubungan / tidak berkorelasi Yaitu pola yang berkemungkinan tidak memiliki hubungan karena tidak ada kecenderungan nilai – nilai tertentu pada variabel X terhadap nilai – nilai tertentu pada variabel Y. Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479) Gambar 2.10Scatter Diagram 2.11 Statistical Process Control (SPC) Menurut Hidayat (2007 : 15), Statistical Process Control (SPC) adalah sebuah perangkat kerja untuk memonitor berbagai proses operasional. SPC dapat mengidentifikasi dan membedakan apakah sebuah proses dalam keadaan variasi normal atau status fluktuasi abnormal. 35 Menurut Yamit (2013 : 64) secara grafis SPC menyajikan variasi yang terjadi yang memungkinkan untuk menetapkan apakah sebuah proses di dalam kontrol atau berada di luar kotrol. Schwalbe (2009 : 301) peta kendali adalah tampilan grafis dari data yang menggambarkan hasil dari suatu proses dari waktu ke waktu. Peta kendali memungkinkan Anda untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kontrol atau di luar kendali. Ketika proses berada dalam kendali, setiap variasi diciptakan oleh peristiwa acak. Proses yang berada dalam kendali tidak perlu disesuaikan. Ketika proses berada di luar kendali, Anda perlu mengidentifikasi penyebab dari peristiwa dan menyesuaikan proses untuk memperbaiki atau menghilangkan penyebab peristiwa tersebut. Menurut Lind (2008 : 352) ada dua sumber variasi umum dalam sebuah proses, yaitu: 1. Variasi Acak Yaitu variasi yang bersifat acak. Jenis variasi ini tidak dapat dihilangkan seluruhnya kecuali terdapat perubahan besar pada teknik, teknologi, metode, peralatan, atau bahan – bahan yang digunakan di dalam proses. 2. Variasi Terusut Yaitu variasi yang bersifat tidak acak. Variasi ini dapat dihilangkan atau dihapus dengan menyelidiki masalah yang ada dan mencari penyebabnya. Menurut Yamit (2013 : 66) terdapat dua jenis control chart yang sangat mendasar, yaitu: 1. Variable Control Charts Memerlukan pengukuran dengan skala kontinyu dan merupakan pengukuran yang paling sensitif untuk mengidentifikasikan penyebab. Sebagai contoh: • Dimensi : panjang, luas, tinggi, kedalaman • Temperatur: kelembaban, tekanan, kepadatan • Ukuran waktu: detik, menit, jam • Berat: gram, ons, kg, kwintal, ton 36 2. Atribute Control Chart Membutuhkan persentase atau perhitungan jumlah kesalahan atau item – item yang tidak sesuai dan merupakan ukuran yang paling sensitif berikutnya untuk mengidentifikasi penyebab. Sebagai contoh: • Jumlah kerusakan setiap pekerjaan • Jumlah janji yang batal • Persentase kesalahan setiap pekerja • Persentase tugas yang tidak tepat waktu • Jumlah kesalahan Yamit (2013 : 215) menjelaskan lebih dalam mengenai masing-masing diagram, yakni: 1. Diagram p (p-chart) p-chart digunakan untuk bagian produk yang tidak sesuai yang diproduksi oleh suatu proses produksi / karakteristik kualitas yang tidak sesuai dengan standar. Pernyataan tidak sesuai umumnya digunakan pecahan desimal atau persentase dengan asas statistik yang melandasi p-chart, yaitu distribusi binomial. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental Line (p bar), dan LCL dengan urutan yang sama. Formulasinya adalah sebagai berikut: Batas kontrol atas (UCL): Garis pusat (p-bar): Batas kontrol bawah (LCL): 37 2. Diagram np (np-chart) Np-chart digunakan untuk mengetahui jumlah kesalahan / cacat yang terjadi pada suatu barang di suatu proses produksi. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental Line (np bar), dan LCL dengan urutan yang sama. Formulasinya adalah sebagai berikut: Batas kontrol atas (UCL): Garis pusat (np bar): Batas kontrol bawah (LCL): Dimana, 3. Diagram c (c-chart) C-chart digunakan untuk mengetahui jumlah kesalahan / ketidaksesuaian / cacat per sample (total kesalahan) dari produk dalam suatu proses produksi. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental Line (c bar), dan LCL dengan urutan yang sama. Formulasinya adalah sebagai berikut: Batas kontrol atas (UCL): Garis pusat (c-bar): Batas kontrol bawah (LCL): 4. Diagram u (u-chart) 38 u-chart merupakan grafik pengendalian berdasarkan banyaknya kesalahan rata – rata per unit pemeriksaan di dalam suatu proses produksi. Terdapat tiga macam garis kendali, yaitu : batas kendali atas, garis pusat dan batas kendali bawah. Garis-garis kendali itu ditulis sebagai UCL, Garis Pusat/ Cental Line (u bar), dan LCL dengan urutan yang sama. Formulasinya adalah sebagai berikut: Batas kontrol atas (UCL): Garis pusat (u bar): Batas kontrol bawah (LCL): Terdapat beberapa langkah untuk membuat diagram kontrol, yaitu: 1. Menentukan p-bar yang akan menjadi garis pusat dari seluruh kontrol produksi. 2. Menentukan batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) untuk setiap jenis diagram yang akan digunakan dengan formulasi diatas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah produksi berada didalam atau diluar pada batas kontrol. 3. Apabila produksi berada didalam batas kontrol UCL dan LCL, maka produksi tersebut dinilai masih baik. Namun apabila produksi berada diluar batas kontrol UCL dan LCL, maka produksi tersebut dinilai tidak baik dan perlu dilakukannya evaluasi serta pengecekan. 39 Sumber: Robert Kreitner (2008 : 479) Gambar 2.11Control Chart 2.12 Diagram Pareto Menurut Lind (2008 : 353) analisis pareto adalah teknik untuk menghitung angka – angka dan jenis kemungkinan cacat yang terjadi di dalam sebuah produk atau jasa. Digaram ini dinamakan sesuai dengan nama belakang dari ilmuwan Italia abad ke-19, Vilfredo Pareto. Ia mengemukakan bahwa kebanyakan “aktivitas” dalam sebuah proses disebabkan oleh sedikit “faktor” saja. Konsepnya, yang dinamakan dengan aturan 80 – 20, adalah bahwa 80% aktivitas disebabkan oleh 20% faktor. Dengan berkonsentrasi pada 20% faktor tersebut, seorang manager dapat mengatasi 80% masalah. Sedangkan menurut Kreitner (2008 : 480), mengatakan bahwa “Pareto analysis is bar chart indicating which problem needs the most attention”, yang artinya analisis pareto adalah sebuah diagram batang yang digunakan untuk mengidentifikasi beberapa masalah yang membutuhkan banyak perhatian. Kuswadi dan Mutiara (2004 : 49) menjelaskan bahawa di dalam diagram pareto dikenal istilah “vital few – trivial many”, yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau hasilnya kurang penting (sedikit). Hal ini sesuai dengan kejadian sehari – hari yang menunjukkan, bahwa dalam banyak hal, permasalahan atau kerugian yang besar biasanya disebabkan oleh hal – hal atau sebab – sebab yang jumlahnya sedikit. Dengan demikian, timbul pemahaman, lebih baik mengerjakan yangs sedikit tetapi bermanfaat besar daripada mengerjakan banyak hal tapi hasilnya sedikit. Konsep pareto mengajarkan agar kita pandai menerapkan prinsip skala prioritas atau mendahulukan mana yang penting. 40 Berikut adalah langkah-langkah membuat diagram pareto menurut Hidayat (2007: 300): 1. Pemilihan konsistensi yang akan diranking dan diukur (misalnya frekuensi, biaya, dan lain-lain) 2. Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis horizontal sebagai ukuran order 3. Mengatur kesesuaian skala vertical pada bagian kiri dan di atas klasifikasinya 4. Mengatur skala 0-100% di bagian kanan dan menarik garis tengah yang lebih tinggi dari garis yang tinggi, dan menggesernya pada posisi di atas basis kumulatif yang ditarik dari kiri ke kanan. Sumber: http://www.vertex42.com/ExcelTemplates/pareto-chart.html Gambar 2.12 Diagram Pareto 2.13 Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram / Fishbone Diagram) Fishbone Diagram dalam penerapannya digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab permasalahan. Diagram ini sangat praktis dilakukan dan dapat mengarahkan satu tim untuk terus menggali sehingga menemukan penyebab utama atau akar suatu permasalahan. Akar ”penyebab” terjadinya masalah ini memiliki beragam variabel yang berpotensi menyebabkan 41 munculnya permasalahan.Yamit (2013 : 47) menjelaskan bahwa instrumen dasar dalam meningkatkan kualitas adalah dengan diagram Ishikawa. Dinamakan Ishikawa sesuai dengan nama penemunya yang berasal dari negara Jepang yang bernama Kaaru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram Ishikawa juga dikenal sebagai diagram sebab akibat atau fishbone. Fungsi dasarnya adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab – penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya. Menurut Lind (2008 : 355) diagram sebab akibat bermanfaat untuk membantu dalam mengatur gagasan – gagasan dan mengidentifikasi hubungan – hubungan. Dengan mengidentifikasi hubungan – hubungan ini, kita dapat menentukan faktor – faktor yang merupakan penyebab dari perubahan di dalam suatu proses. Nama tulang ikan / fishbone berasal dari cara penataan berbagai sebab dan akibat pada diagram tersebut. Biasanya akibat adalah suatu masalah tertentu, atau mungkin suatu tujuan, dan ditunjukkan pada bagian kanan diagram. Penyebab – penyebab utamanya dicantumkan pada bagian kiri diagram. Pendekatan yang biasa dilakukan terhadap diagram tulang ikan / fishbone adalah menentukan enam bidang masalah adalah measurements, materials, people, methods, machines, dan environtment. Sumber : http://www.whiteboardconsulting.ca/tag/fishbone-diagram/ Gambar 2.13Cause-and-Effect Diagram 42 Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan (action) dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya (Schwalbe, 2009 : 300). Jadi sangat jelas bahwa FishboneDiagram ini akan menunjukkan dan mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya tentang permasalahan yang sedang terjadi dan menemukan solusinya dari dalam juga. 43 2.14 Kerangka Pemikiran Bahan Baku Output Proses Produksi Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan Metode Seven Tools of Quality Flowchar Check Sheet Histogram Scatter Diagram Faktor Penyebab Statistical Process Control Jenis Kecacatan Solusi Terbaik Peningkatan Kualitas Produksi Sumber: Penulis, 2014 Gambar 2.14 Kerangka Pikir Pareto Diagram Fishbone Diagram 44