Uploaded by rikonandang

DARING MK-S1

advertisement
Bab
b
I
PENGENDALIAN PROYEK
I.1. Sifat dan Kararteristik Proyek
Seorang manajer proyek atau pimpinan proyek harus mengenal
sifat dan karakteristik proyek agar dapat mengatur penyelenggaraan
proyek dengan baik. Sifat dan karakteristik proyek yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan manajemen penyelenggaraan proyek antara lain
adalah bahwa proyek adalah komplek dan bersifat dinamis.
1. Bersifat kompleks
Pada umumnya proyek tersusun dari banyak kegiatan yang
memiliki korelasi yang ketat dan masing-masing memerlukan SDM
dengan keahlian khusus. Perubahan atau keterlambatan suatu
kegiatan akan berpengaruh terhadap kegiatan lain. Semakin
banyak kegiatan dan semakin ketat tingkat dependensi antar
kegiatan mengakibatka perencanaan penyelenggaraan seperti
penyusunan jadwal proyek menjadi kompleks, teknik penjadwalan
Bar Chart menjadi tidak tepat lagi digunakan untuk proyek yang
kompleks. Meskipun secara visual Bar Chart mudah dipahami.
2. Bersifat Dinamis
Ciri khas proyek adalah bahwa kegiatan-kegiatan dari suatu
proyek tidak berulang. Masing-masing kegiatan mempunyai waktu
awal dan waktu akhir. Waktu proyek yang terbatas, serta
banyaknya kegiatan pada suatu proyek, mengakibatkan
pergantian kegiatan dengan kegiatan lainnya berlangsung secara
sangat cepat.
Ciri Khas proyek :
a.
Kegiatan proyek tidak berulang
b. Pergantian dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain
berlangsung cepat
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |1
Kecuali hal di atas, volume pekerjaan yang dilaksanakan
dalam satuan waktu tidak sama. Pada tahap persiapan dan tahap
penyelesaian, intensitas relatif rendah. Beban puncak terjadi
dalam tahap pelaksanaan, dimana banyak kegiatan secara
bersamaan dilakukan.
Keadaan yang dinamis dengan tingkat intensitas yang
berbeda menuntut ketepatan perencanaan penyediaan sumber
daya, dan sensitifitas sistem monitoring. Perencanaan penyediaan
maupun prosedur pemakaian sumber daya harus dapat mengikuti
irama naik turun dengan cepat sesuai dengan intensitas kegiatan.
Metode pemantauan yang sensitif diperlukan agar penyimpangan
yang terjadi dapat dideteksi sedini mungkin. Metode pemantauan
yang tidak sensitif dapat mengakibatkan penyimpangan terlambat
diketahui, sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan tindakan
koreksi, dan sumber daya yang tersisa berdasarkan rencana tidak
cukup untuk mengatasinya.
Intensitas proyek berubah-ubah
a. Ketepatan perencanaan penyediaan sumber daya
b. Sensitifitas sistem monitoring.
I.2. Keterkaitan Proyek terhadap Sumberdaya Proyek
Suatu proyek memiliki kompleksitas, ukuran, serta sumberdaya
yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Meski demikian, proyek memiliki
suatu pola tertentu yang merupakan ciri khusus, bahkan dapat
diidentifikasi bahwa semakin besar suatu proyek, maka akan semakin
jelas ciri-ciri tersebut. Adapun kegiatan tersebut mulai dari titik awal,
kemudian jenis dan intensitasnya meningkat hingga ke puncak (peak),
kemudian menurun, dan berakhir. Alur proyek tersebut yang dikenal
dengan project life-cycle. Tahap-tahapan aktivitas proyek adalah: (1)
conceptualization, (2) planning, (3) execution, dan (4) termination (Pinto
dan Slevin, 1986). Pemahaman terhadap tahapan-tahapan aktivitas
proyek akan sangat bermanfaat bagi manajer proyek dalam
2 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i
mengalokasikan sumberdaya, baik sumberdaya keuangan, peralatan,
manusia, maupun sumberdaya lainnya (King dan Cleland, 1983). Setiap
tahapan proyek, memerlukan alokasi sumberdaya yang berbeda.
Keterkaitan antara kebutuhan sumberdaya dengan tahapan project lifecycle dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.4. Keterkaitan Kebutuhan Sumberdaya dengan
Project Life-Cycle
(Sumber: Slevin dan Pinto (1987), hal. 62)
Gambar tersebut juga mengindikasikan bahwa “titik kritis” dari
project life-cycle adalah di tahap execution atau tahap operasionalisasi
proyek. Hal ini diindikasikan dengan tingkat kebutuhan sumberdaya yang
paling tinggi, jika dibanding dengan tahap-tahap yang lain dalam project
life-cycle (Slevin dan Pinto, 1987; Baker, et. al, 1983). Berikut ini adalah
uraian dari masing-masing tahapan pada project life cycle.
a. Tahap Conceptualization
Conceptualization adalah tahapan pertama dalam project lifecycle. Seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas organisasi, top
manager merasakan kebutuhan akan perlunya melaksanakan aktivitas
khusus yang secara spesifik berbeda dengan aktivitas yang umum dan
rutin dilakukan di organisasi (Galbraith,1973).
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |3
b. Tahap Planning
Planning adalah tahap kedua dalam project life-cylce. Dalam
tahap ini ditetapkan dan diformalkan tujuan khusus yang akan dicapai
melalui aktivitas proyek (King, 1983). Selanjutnya, setelah tujuan proyek
ditetapkan, ditentukan manajer proyek yang bertangungjawab penuh
terhadap keberhasilan operasionalisasi proyek. Manajer proyek
mempertanggungjawabkan aktivitas dan keberhasilan proyek langsung ke
pemilik proyek atau pelanggan (Stephanou dan Obradovitch, 1985).
c. Tahap Execution
Execution adalah tahap ketiga dalam project life-cycle. Tahap ini
merupakan operasionalisasi dari perencanaan yang telah dibuat (Adam
dan Barndt, 1983; Anthony, 1965). Dengan demikian tingkat aktivitas
proyek dalam tahap ini akan sangat tinggi, sehingga kebutuhan
sumberdaya adalah terbanyak jika dibanding dengan tahapan lain dalam
project life-cycle (King, 1983). Tahap ini merupakan titik kritis dari
keseluruhan tahapan dalam project life-cycle karena hasil dari aktivitas
dalam tahapan ini akan menentukan efektif-tidaknya suatu proyek (Slevin
dan Pinto, 1987; Cleland dan King, 1983).
d. Tahap Termination
Termination adalah tahap terakhir dalam project life cycle. Dalam
tahap ini tensi aktivitas proyek mulai menurun, karena tujuan proyek
sebagian besar telah dicapai, dan pada akhirnya jika seluruh tujuan
proyek telah tercapai pada waktu yang telah ditentukan maka proyek
tersebut berakhir. Pada tahapan ini mulai dilakukan realokasi sumberdaya
yaitu mengembalikan sumberdaya ke tempat asal semula, membuat
laporan pertanggungjawaban, dan menyerahkan hasil proyek kepada
pemilik proyek atau pelanggan (King, 1983).
4 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i
I.3. Perilaku Proyek dan Pengelolaannya
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai ciri khusus yang terdapat pada
suatu proyek konstruksi. Oleh karenanya kegiatan yang terdapat pada
proyek konstruksi dinilai berbeda dengan kegiatan operasional rutin
(misal. Industri manufaktur), sehingga pada pengelolaan proyek akan
berbeda pula. Diantara perilaku tersebut, yang besar pengaruhnya
terhadap tuntutan pengelolaan diantaranya :
a. Jenis dan Intensitas Kegiatan Cepat Berubah dalam Kurun Waktu
yang Relatif Pendek
Dalam pelaksanaannya, pada umumnya proyek konstruksi
dibatasi durasi. Dalam periode yang telah ditentukan, jenis serta
intensitas kegiatan proyek cenderung mengalami perubahanperubahan yang sangat cepat sesuai dengan tahapan kegiatan yang
ada dalam pelaksanaannya, mulai dari konseptual, kemudian
dilanjutkan dengan tahap definisi, dan diakhiri dengan tahap
implementasi fisik. Dengan adanya perubahan intensitas kegiatan
pada setiap tahap tersebut, sehingga pengelola harus selalu tanggap
(responsif) terhadap kondisi proyek yang selalu cepat mengalami
perubahan. Dengan kondisi tersebut, proyek juga mempunyai
kemungkinan mengalami penyimpangan yang lebih besar, sehingga
selain diperlukan para pengelola yang responsif, diperlukan pula
metode, teknik pemantauan, pengawasan, dan pengendalian yang
cukup peka. Dengan demikian apabila ditemukan penyimpangan pada
tahap awal, akan segera tanggap untuk melakukan perbaikan.
b. Sifat Kegiatan yang Non Rutin dengan Sasaran Jelas dan Waktu
Terbatas
Proyek merupakan suatu kegiatan yang mempunyai ciri khusus
dalam setiap penyelenggaraannya. Dalam setiap proyek, hampir
dipastikan selalu terdapat hal baru yang membedakan proyek satu
dengan lainnya. Kondisi tersebut mengharuskan perusahaan yang
berkaitan untuk selalu memberikan perhatian khusus berupa suatu
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |5
pendekatan tertentu dari segi organisasi maupun dari segi prosedural.
Selain suatu proyek juga selalu dibatasi oleh adanya tekanan syarat
yang ketat yang berkaitan dengan jadwal, mutu, dan biaya, dimana hal
tersebut saling mempunyai ketergantungan. Adanya sasaran yang
jelas, waktu yang ketat, daan keberadaanya yang bersifat sementara,
maka segala bentuk keputusan yang diambil harus melalui proses
analisis yang matang, sehingga sangat diperlukan perhatian khusus
terhadap hal tersebut.
c. Sifat Kegiatan yang Bermacam-macam serta meliputi berbagai
keahlian
Suatu proyek bertujuan mencapai suatu sasaran tertentu,
sehingga dibutuhkan para personel yang selalu siap memberikan
kehliannya untuk mencapai sasaran tersebut. Adapun keahlian yang
dibutuhkan dalam suatu proyek sangat kompleks sehingga untuk
memenuhi sasaran tersebut, harus terdapat kesiapan dari masingmasing personel dengan keahlian yang berbeda-beda tersebut. Untuk
mendapatkan satu tujuan bersama, dibutuhkan suatu wadah
koordinasi yang dipimpin oleh seorang Pimpro yang mempunyai
tanggungjawab tercapainya tujuan proyek tersebut.
d. Bersifat Multikompleks
Kompleksitas proyek selain karena jenis dan jumlah kegiatannya
yang beragam, juga ditandai dengan jumlah hubungan peserta
organisasi proyek baik kedalam maupun keluar. Hubungan kedalam
diantaranya hubungan dengan departemen fungsional, yaitu semua
yang terlibat dalam penyelenggaraan proyek. Sedangkan hubungan
keluar adalah hubungan dengan subkontraktor, instansi pemerintah,
ataupun penyandang dana. Kompleksitas diatas diperberat dengan
kenyataan adanya saling ketergantungan antara satu kegiatan
dengan kegiatan lain. Sebagai contoh kegiatan A belum dapat dimulai
sebelum kegiatan B yang dikerjakan oleh organisasi lain selesai
dikerjakan. Dalam mengelola kegiatan demikian, diperlukan
koordinasi dan integrasi yang intensif, karena bila tidak, dikhawatirkan
6 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i
sasaran proyek tidak akan tercapai. Satu saja mata rantai pekerjaan
tersebut tidak sinkron, akan timbul dampak negatif terhadap hasil
keseluruhan.
Keadaan yang digambarkan diatas dijumpai hampir disetiap
proyek, terutama pada proyek-proyek berukuran sedang dan besar.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut diantaranya :
- Mengadakan rapat koordinasi atau kontak bentuk lain diantara
pihak yang berkepentingan
- Membentuk panitia ad-hoc dengan anggota yang terdiri dari wakil
organisasi yang berkepentingan.
- Membuat prosedur dan peraturan kerjasama.
- Membuat rencana kerja dengan melibatkan mereka yang
bersangkutan.
Pada pelaksanaannya, langkah-langkah tersebut harus didukung
dengan individu yang memiliki tanggungjawab atas keberhasilan
proyek secara keseluruhan.
e. Kegiatan Berlangsung Sekali Lewat dengan Kadar Resiko Tinggi
Dalam suatu penyelenggaraan proyek konstruksi, gambaran
mengenai resiko yang ada telah nampak sejak awal pengembangan.
Hal tersebut dikarenakan sebuah proyek muncul dari sebuah ide yang
masih dalam bentuk konsep. Sehingga dalam suatu perjalanan
proyek, pengembangan ide hingga pengambilan keputusan untuk
mengadakan investasi dan implementasi banyak menggunakan
asumsi ataupun perkiraan, karena belum adanya informasi dan data
yang cukup. Dengan demikian resiko yang dikandungnya sebanding
dengan perkiraan dan asumsi tersebut. Resiko yang terdapat pada
tiap proyek akan berbeda, hal tersebut dikarenakan bahwa proyek
merupakan kegiatan yang tidak menghendaki adanya pengulangan
yang mengakibatkan penambahan biaya dan melewati jadwal yang
ditentukan.
Untuk keperluan itu digunakan pendekatan sebagai berikut:
- Sebelum pelaksanaan tahap implementasi proyek, perlu dilakukan
suatu kajian keleyakan proyek
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |7
-
Pada setiap tahap dilakukan suatu kajian, untuk mendapatkan
suatu kepastian bahwa tahap tersebut dapat lolos pada tahap
berikutnya. Hal ini dilakukan untuk dapat menghindari
pengeluaran yang sekaligus berjumlah besar dengan keberhasilan
yang belum pasti.
- Membuat perencanaan pekerjaan seteliti mungkin, dengan
menggunakan metode sesuai dengan keperluan. Hal tersebut
dilakukan untuk menghindari adanya pengulangan pada
pelaksanaan proyek.
Sehingga untuk melaksanakan kegiatan dalam proyek konstruksi
yang dinilai sebagai suatu kegiatan yang berlangsung dalam sekali
saja, harus dilakukan perencanaan per tahap sehingga dapat
mengurangi resiko yang ada.
f.
Personel memiliki Berbagai sasaran yang Seringkali Berbeda
Berbagai jenis bidang yang terlibat dalam suatu proyek,
memungkinkan terjadinya perbedaan konsep antar individu. Untuk
menghindari adanya suatu perselisihan akibat perbedaan tujuan atau
sasaran tersebut, pengelola hendaknya menggunakan pendekatan
sistem agar kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dapat terjalin
menjadi satu sistem terpadu dengan prioritas kepentingan proyek.
I.4. Pengelolaan dan Pengendalian Sumber daya Proyek
Pengelolaan dan pengendalian proyek dapat ditinjau dari berbagai
aspek, antara lain sebagai berikut :
a) Perencanaan Sumber daya Manusia
Pada suatu perencanaan proyek konstruksi, langkah awal yang
dilakukan terlebih dahulu adalah membuat perkiraan pembiayaan yang
dibutuhkan untuk pengadaan sumberdaya baik berupa sumber daya
manusia, maupun non manusia, seperti material dan peralatan. Yang
dimaksud perencanaan sumberdaya disini adalah proses mengidentifikasi
8 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i
jenis dan jumlah sumberdaya sesuai jadwal keperluan yang telah
ditetapkan. Tujuan perencanaan tersebut adalah mengusahakan agar
sumberdaya yang dibutuhkan dapat tersedia tepat pada waktunya.
Apabila ditinjau secara teoritis, keperluan rata-rata tenaga kerja dapat
dihitung dari total lingkup kerja proyek yang dinyatakan dalam jam-orang
atau bulan-orang di bagi dengan kurun waktu pelaksanaan, namun dalam
pelaksanaannya dilapangan tentu harus disesuaikan dengan kondisi yang
ada. Sehingga dibutuhkan suatu perkiraan kebutuhan yang tepat dalam
perencanaan suatu proyek konstruksi. Oleh karena itu, untuk
merencanakan tenaga kerja proyek yang realistis perlu diperhatikan
bermacam-macam faktor, diantaranya :
1) Produktivitas Tenaga Kerja
Dalam mengetahui tingkat produktivitas tenaga kerja, akan
sangat sulit untuk mengukurnya secara numerik, mengingat
proyek pada umumnya berlangsung dalam kondisi yang berbedabeda maka dalam perencanaan tenaga kerja hendaknya
dilakukan analisis produktivitas dan indikasi variabel yang
mempengaruhinya. Meski kondisi variabel yang mempengaruhi
tersebut tidak mungkin diperhitungkan secara matematis, tetap
diperlukan adanya tolok ukur untuk memperkirakan produktivitas
tenaga kerja pada proyek yang akan ditangani, hal ini dilakukan
untuk mengetahui efisiensi kerja. Salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan parameter indeks
produktivitas. Definisi produktivitas dapat dirumuskan s ebagai
berikut (Soeharto, 1995) adalah jumlah jam orang yang
sesungguhnya digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
disbanding dengan jumlah jam-orang yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan identik pada kondisi standar.
Adapun yang dipakai dalam kondisi standar adalah kondisi
rata-rata di Gulf Coast USA (1962-1963) dan diberi indeks = 1,0,
hal ini diindikasikan bahwa jika nilai indeks produktivitas lebih dari
1,0, maka nilai produktivitas yang bersangkutan dinilai masihg
dibawah standart, sebaliknya jika nilai indeks produktivitasnya
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |9
lebih kecil dari 1,0 maka diindikasikan bahwa kondisi produktivitas
diatas standart.
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
produktifitas diantaranya adalah :
a. Kondisi fisik lapangan dan saranan bantu
b. Supervisi, perencanaan, dan sarana bantu
c. Komposisi kelompok kerja
d. Kerja lembur
e. Ukuran besar proyek
f. Kurva pengalaman
g. Pekerja langsung versus subkontraktor; dan
h. Kepadatan Tenaga kerja
2) Perkiraan Tenaga Kerja Periode Puncak
Didalam proyek konstruksi terdapat suatu istilah periode
puncak, periode puncak ini dinilai sebagai suatu periode dimana
terdapat titik paling sibuk, dalam hal ini tentu saja proyek paling
banyak memerlukan tenaga kerja.
3) Tenaga Kerja Langsung dan Borongan
Pada perusahaan kontraktor, keseimbangan antara
jumalah tenaga kerja dan jumlah pekerjaan yang tersedia dari
waktu ke waktu harus diperhatikan, sebab kondisi volume
usahanya seringkali mengalami naik turun yang tajam. Pada saat
perusahaan mengalami suatu penurunan, maka akan sangat tidak
ekonomis apabila menahan atau memiliki sejumlah besar tenaga
kerja pada saat volume pekerjaan sedang menurun ke tingkat
yang rendah. Demikian pula sebaliknya, jika tersedia banyak
pekerjaan, tetapi sulit mencari tenaga kerja proyek yang
mengerjakan konstruksi, dari kondisi tersebut, maka diperlukan
adanya perencanaan yang teliti dan menyeluruh, mulai dari
jumlah, jenis, ketrampilan, komposisi kelompok kelompok kerja,
10 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
jadwal kegiatan sampai pada sumber penyediaan tenaga kerja
dan penyelia.
Dilihat dari bentuk hubungan kerja antara pihak yang
bersangkutan, maka tenaga kerja proyek khususnya tenaga kerja
konstruksi dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Tenaga Kerja Langsung (Direct hire)
Adalah tenaga kerja yang direkrut dan menandatangani ikatan
kerja perorangan dengan perusahaan kontraktor. Umumnya
diikuti dengan pelatihan-pelatihan, sampai dianggap cukup
memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar.
2. Tenaga Kerja Borongan
Adalah tenaga kerja yang bekerja berdasarkan ikatan kerja
yang ada antara perusahaan penyedia tenaga kerja (Labor
Supplier) dengan kontraktor, untuk jangka wktu tertentu.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, dengan memperhatikan
usaha menyeimbangkan antara jumlah tenaga dan pekerjaan
yang
tersedia,
umumnya
kontraktor
memilih untuk
mengkombinasikan tenaga kerja langsung dengan tenaga kerja
borongan. Sedangkan untuk pengawas atau penyelia yang
terampil dan berdedikasi tetap dipertahankan meskipun volume
pekerjaannya rendah.
b) Perkiraan Biaya Proyek
Perkiraan biaya dibedakan dari anggaran dalam hal perkiraan
biaya, terbatas pada tabulasi biaya yang diperlukan untuk suatu
biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu proyek atau
proyek secara keseluruhan yang didasarkan pada informasi yang
tersedia di waktu itu. Pada permasalahan biaya, mencakup
hamper keseluruhan lingkup proyek, berikut ini proses
penyusunan perkiraan biaya dan anggaran, antara lain:
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |11
1) Definisi Lingkup
Sebelum dapat mulai membuat perkiraan biaya, jadwal,
dan anggaran, perlu diketahui terlebih dahulu definisi lingkup
proyek serta parameter yang membatasinya. Bagi pengguna
jasa, batasan lingkup diambil berdasarkan hasil studi
kelayakan yang kemudian dirumuskan lebih lanjut pada tahap
pengembangan dan perencanaan. Sedangkan bagi pihak
kontraktor batasan ruang lingkup berdasarkan pada dokumen
lelang.
2) Uraian Aktivitas
Setelah mengidentifikasi lingkup, langkah selanjutnya
adalah menentukan aktivitas atau kegiatan yang diperlukan
untuk mewujudkan lingkup tersebut. Penelitian meliputi
kemungkinan apakah aktivitas tersebut dapat dikerjakan
secara parallel atau seri sehingga dapat menghemat waktu.
3) Sumber daya
Untuk merealisasikan lingkup proyek menjadi deliverable,
diperlukan pula sumberdaya. Sumberdaya dapat berupa
human (Tenaga kerja, tenaga ahli, dan lain lain).
4) Perkiraan Biaya
Setelah dikaji jumlah sumber daya yang diperlukan, dapat
disusun perkiraan biaya untuk pengadaannya, misalnya
banyaknya biaya pengadaan peralatan, material, atau tenaga
kerja. Selanjutnya semua dikonversikan dalam sejumlah uang
yang diperlukan.
5) Jadwal aktivitas
Setelah perkiraan biaya dapat ditentukan penjadwalan
aktivitas merupakan perencanaan urutan kegiatan dalam
rangka merealisasikan lingkup proyek .
12 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
6) Anggaran
Dengan mengaitkan perkiraan biaya dengan waktu, yaitu
penjelasan kapan biaya tersebut digunakan selama siklus
proyek, akan diperoleh anggaran.
Secara grafik dapat dijelaskan sebagai berikut :
Uraian
Aktivitas
Definisi
lingkup
Proyek
Menyusun
jadwal
aktivitas
Anggaran
Proyek
Keperluan
sumberda
ya
Perkiraan
biaya
Gambar 2.6 Proses Penyusunan Perkiraan Biaya dan Anggaran
Proyek
c) Pengendalian Biaya
Penguasaan masalah teknis serta tersedianya prosedur dan
perangkat penunjang, akan sangat menentukan terlaksananya
pengendalian biaya pada proyek konstruksi. Disamping itu juga
perlu adanya suasana dan kondisi di perusahaan yang mampu
mendukung, diantaranya:
1) Sikap sadar anggaran, ini berarti seluruh pihak penyelenggara
proyek menyadari dampak kegiatan yang dilakukan terhadap
biaya.
2) Selalu berpikir untuk mencari alternatif yang dapat
menghasilkan penghematan biaya.
Guna mencapai kondisi tersebut, di perusahaan dapat
dilaksanakan dengan cara mengkomunikasikan kepada pihak
pimpinan dan mereka yang mempunyai kepentingan didalam
penggunaan dana dan menekankan adanya area-area yang
potensial dapat diperbaiki kinerjanya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |13
Pengendalian biaya dapat dilakukan dalam beberapa tahap,
yaitu:
1) Pengendalian Biaya Tahap Konseptual
Didalam tahap konseptual, banyak factor yang dinilai belum
menentu, sehingga rumusan yang ada masih merupakan
gambaran kasar atau batasan yang bersifat sangat umum. Pada
tahap konseptual yang merupakan keputusan-keputusan yang
diambil dan telah menggambarkan secara garis besar kondisi
perwujudan fisik sehingga pada tahap ini telah mulai meletakkan
dasar jumlah biaya proyek. Pada tahapan ini telah mulai
teridentifikasi batasan lingkup proyek, seperti memilih berbagai
alternative lokasi, filosofi desain, proses produksi, peralatan, dan
lain-lain.
2) Pengendalian Biaya Tahap Implementasi
Pengendalian biaya tahap ini ditujukan pada ketiga kegiatan
utama tersebut. Mengingat luasnya pengendalian, tahap
implementasi ini dikelompokkan menjadi kegiatan persiapan
pengendalian,
pengendalian
desain-engineering
terinci,
pengendalian pengadaan, dan pengendalian konstruksi dan
subkontrak. Adapun dalam pelaksanaan pengendalian Biaya pada
Tahap Implementasi perlu dipersiapkan beberapa kegiatan
sebagai berikut :
i.
Mengumpulkan Informasi Lingkup Proyek
Kegiatan ini dimaksudkan dengan tujuan agar pihak yang
menangani pengendalian biaya dapat mendapatkan informasi
dari sumber pertama untuk selanjutnya digunakan sebagai
suatu acuan, dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
ii.
Menilai Kompleksitas, Tingkat Kerumitan dan Resiko
Dalam rangka persiapan pengendalian perlu diadakan
penilaian mengenai faktor derajat kompleksitas, tingkat
kerumitan serta resiko proyek. Dari pemahaman faktor diatas
akan dapat disusun suatu konsep pengendalian proyek yang
proporsional. Hal itu membuat pimpinan dapat memusatkan
14 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
perhatian pada wilayah yang potensial dapat menimbulkan
permasalahan, sehingga dapat dibuat perencanaan untuk
menghadapinya, dan para pelaksana mengetahui dan
menyadari adanya persoalan serta dampaknya terhadap
kegiatan proyek yang sedang ditangani. Butir-butir resiko
dalam aspek pengendalian proyek yang perlu diwaspadai
terutama adalah yang dapat mengarah kepada cost overrun,
keterlambatan mencapai jadwal, dan tidak dapat memenuhi
kinerja yang ditentukan.
iii. Menentukan Intensitas dan Teknik Pengendalian Biaya
Intensitas pengendalian biaya banyak dipengaruhi oleh
derajat kompleksitas, kerumitan, dan resiko proyek. Pada
umumnya semakin kompleks dan rumit proyek, semakin
diperlukan pengendalian yang intensif. Di samping itu,
seringkali pihak kontraktor juga harus mempertimbangkan
keinginan pemilik sebelum menentukan intensitas
pengendalian yang akan diterapkan. Keinginan ini dapat
berupa rincian aspek yang harus dilaporkan, frekuensi.
iv. Menyusun Program Implementasi Pengendalian Biaya
dan Jadwal
Tim proyek pemilik dan kontraktor membahas program
implementasi pengendalian yang terdiri dari sistem
pengendalian dan jadwal implementasinya. Adapun lingkup
pembahsannya meliputi :
 Sistem pengendalian biaya, jadwal, dan mutu harus
sinkron antara kontraktor dan pemilik. Pengkajian meliputi
aspek dan metode yang hendak dipakai, personalia yang
akan menanganinya, kelengkapan, serta kedalaman yang
hendak dijangkau untuk kontrak lump-sump, pengendalian
biaya terutama ditujukan pada masalah changes order,
klaim, dan realisasi pembayaran.
 Jadwal implementasi pengendalian proyek. Hal ini
memberikan penjelasan kapan dan bagaimana rencana
mekanisme pengendalian masing-masing kegiatan dibuat
dan diselesaikan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |15
v. Menyiapkan Organisasi, Personil, dan Perangkat
Selain faktor-faktor yang berkaitan dengan kompleksitas dan
kerumitan proyek, struktur dan besar kecilnya organisasi
kontrol proyek juga dipengaruhi oleh kebijakan pihak pemilik.
Setelah melaksanakan persiapan-persiapan tersebut,
selanjutnya adalah proses pelaksanaan pengendalian biaya pada
tahapan implementasi,yang secara umum rinciannya sebagai berikut:
 Membuat Anggaran (ABD) atau Control Budget
 Mengumpulkan data, mengadakan pengukuran dan
perhitungan hasil pelaksanaan pekerjaan
 Membuat analisis varians untuk mengkaji sebab dan besarnya
persoalan aspek biaya
 Melakukan tindakan pembetulan. Disini dipilih alternatif biaya
terendah.
 Membuat trend untuk memberikan gambaran dampak varians
terhadap biaya pada akhir proyek.
 Membuat Laporan.
16 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bab
b
II 
MANAJEMEN RESIKO PROYEK
II.1 Konsep Resiko
a. Pengertian Resiko
Kangari (1995) menuliskan penelitiannya yang berjudul Risk
Management Perceptions and Trends of US. Construction. Dari penelitian
ini diketahui persepsi kontraktor-kontraktor mengenai alokasinya dan
importance risiko-risiko konstruksi yang berlaku pada proyek-proyek
konstruksi di Amerika Serikat. Pengolahan data dilakukan secara
deskriptif. Hasil identifikasi adalah sebagai berikut.
Risiko yang penting:
- Produktivitas tenaga kerja dan peralatan
- Kualitas pekerjaan
- Keselamatan kerja
- Kemampuan kontraktor .
Resiko yang kurang penting:
- Ketersediaan material, tenaga kerja, dan peralatan
- Kerusakan material
- Inflasi
- Kuantitas pekerjaan aktual
- Perselisihan tenaga kerja
- Kegagalan keuangan pihak-pihak yang terlibat
- Negosiasi untuk change-order
- Ganti rugi / indentification
- Proses penyelesaian perpanjangan kontrak.
Penelitian lain dikemukakan oleh Smith dan Bohn (1999) berjudul
Small to Medium Contractor Contingency and Assumption of Risk .
Penelitian ini mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi kontraktor
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |17
kecil dan menengah yang diolah secara deskriptif risiko-risiko ini
ditunjukkan pada Tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Risiko-risiko pada Perusahaan Kontraktor Kecil dan
Menengah
Risiko Sumber
Risiko alam/natural
Acts of God
Kerugian akibat
kebakaran/kecelakaan
Risiko desain
Perubahan lingkup
pekerjaan
Sumber
Predi ctabl e/
Unpredictable
Area
Eksternal
Unpredic t ab le Konstruksi
Internal
Unpredic t ab le Konstruksi
Internal
Predictable
Kontraktual
Teknologi baru
Internal
Predictable
Kontraktual
Konstruksi
Spesifikasi
Internal
Teknis
Predictable
Kontraktual
Teknis
Predictable
Kontraktual
Konstruksi
Internal
Predictable
Konstruksi
Eksternal
'Predictable
Konstruksi
Internal
Internal
Predictable
Predictable
Kontraktual
Kontraktual
Kerugian/keterlambatan
akibat differing
sitelperubahan
Desain
Risiko logistik
Kerugian/keterlambatan
akibat keterlambatan/
kerusakan material
Kerugian/keterlambatan
akibat ketersedian
sumberda a
Akses menuju lokasi
Keterlambatan
menemukan
dan men
Risiko
finansial
elesaikan masalah
18 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Ketersediaan dana
proyek
Kecukupan
kas
Kurs tukar mata uang
dan inflasi
Estimasi biaya yang
Kesalahan
kontraktor
terlalu rendah
Cost
karena
dalamoverrun’s
hal kemamr,uan
Legal
dan peraturan
keterlambatan
Masalah perizinan dan
Third
lisensiar liability
Tanggung jawab/liability
diri sendiri
Kegagalan kontrak
Perubahan peraturan
Risiko politik
Internal
Internal
Predictable
Predictable
Eksternal
Predictable
Internal
Internal
Internal
Predictable
Predictable
Predictable
Eksternal
Eksternal
Unpredictable
Unpredictable
Internal
Predictable
Internal
Eksternal
Predictable
Unpredictable
Konstruksi
Kontraktual
Konstruksi
Kontraktual
Kontraktual
Konstruksi
Kerugian/keterlambatan
karena perang/revolusi di Eksternal
lokasi proyek
Unpredictable
Konstruksi
Perubahan hukum
perdagang an
Unpredictable
Konstruksi
Eksternal
Kontraktual
Kontraktua
Konstruksi
Kontraktual
Kontraktual
Konstruksi
Sumber: Smith dan Bohn, 1999
Dalam rangka memahami konsep risiko/risk dalam proyek konstruksi
perlu dipahami pengertian mengenai risiko. Berikut ini dijelaskan
pengertian mengenai risiko menurut beberapa sumber.
Salim (1993) dalam Djojosoedarso (1999) mendefinisikan risiko sebagai
ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa. Pengertian lain
menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan
keuntungan / kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera
fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama
dilaksanakannya suatu kegiatan (Cooper dan Chapman, 1993).
Pengertian risiko dalam konteks proyek dapat didefinisikan sebagai
suatu penjabaran terhadap konsekuensi yang tidak menguntungkan,
secara finansial maupun fisik, sebagai hasil dari keputusan yang diambil
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |19
atau akibat kondisi lingkungan di lokasi suatu kegiatan. Jika dikaitkan
dengan konsep peluang, “risiko” adalah peluang atau kans / chance
terjadinya kondisi yang tidak diharapkan dengan semua konsekuensi yang
mungkin muncul yang dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan
proyek (Gray dan Larson, 2000). Kerzner (2001) menjelaskan konsep
risiko pada proyek sebagai “ukuran probabilitas dan konsekuensi dari tidak
tercapainya suatu sasaran proyek yang telah ditentuk an”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko
adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan peluang
kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak
menguntungkan. Lebih jauh lagi risiko pada proyek adalah “suatu k ondisi
pada proyek yang timbul k arena k etidak pastian dengan peluang
k ejadian tertentu yang jik a terjadi ak an menimbulk an k onsek uensi fisik
maupun finansial yang tidak menguntungk an bagi tercapainya sasaran
proyek , yaitu biaya, wak tu, mutu proyek ”.
b. Resiko dan Ketidakpastian
Meskipun risiko memiliki kaitan yang erat dengan
ketidakpastian/
uncertainty,
keduanya
memiliki
perbedaan.
Ketidakpastian adalah kondisi dimana terjadi kekurangan pengetahuan,
informasi, atau pemahaman tentang suatu keputusan dan
konsekuensinya (Ritchie dan Marshall, 1993). Risiko timbul karena
adanya ketidakpastian, karena ketidakpastian mengakibatkan keraguraguan dalam meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang
akan terjadi di masa mendatang (Djososoedarso, 1999). Semakin tinggi
tingkat ketidakpastian maka semakin tinggi pula risikonya (Ritchie dan
Marshall, 1993).
c. Keuntungan dan Resiko
Kejadian di masa yang akan datang tidak dapat diketahui
secara pasti. Kejadian ini atau suatu keluaran / output dari suatu
kegiatan / peristiwa dapat berupa kondisi yang baik atau kondisi yang
20 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
buruk. Jika yang terjadi adalah kondisi yang baik maka hal tersebut
merupakan kesempatan baik (opportunity), namun jika terjadi hal yang
buruk maka hal tersebut merupak an risik o (Kerzner, 2001).
d. Risk, Hazard, Peril, dan Losses
Menurut Umar (2001) konsep tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
Hazard
Peril
Losses
- Haz ard adalah suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan
terjadinya peril (bencana).
- Peril (bencana) adalah sutu peristiwa/kejadian yang dapat
menimbulkan kerugian (losses) atau bermacam kerugian.
- Losses (kerugian) adalah kondisi negatif yang diderita akibat dari
suatu peristiwa yang tidak diharapkan tetapi ternyata terjadi.
II.2. Jenis-Jenis Risiko
Soeharto (2001) mengelompokkan risiko berdasarkan potensi
sumber risiko sebagai berikut.
1. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen
- Kurang tepatnya perencanaan lingkup pekerjaan, biaya,
jadwal, dan mutu
- Kurang tepatnya pengendalian lingkup pekerjaan, biaya,
jadwal, dan mutu
- Ketepatan penentuan struktur organisasi
- Ketelitian pemilihan personil
- Kekaburan kebijakan dan prosedur
- Koordinasi pelaksanaan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |21
2. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi
- Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering
- Ketepatan pengadaan material dan peralatan (volume,
jadwal, harga, dan kualitas)
- Ketepatan pekerjaan konstruksi (jadwal dan kualitas)
- Tersedianya tenaga ahli dan penyelia
- Tersedianya tenaga kerja lapangan
- Variasi dalam produktivitas kerja
- Kondisi lokasi dan site
- Ditemukannya teknologi baru (peralatan dan metode)
dalamproses konstruksi dan produksi.
3) Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum
- Pasal-pasal yang kurang lengkap, kurang jelas, dan
menimbulkan perbedaan interpretasi
- Pengaturan pembayaran, change order, dan klaim
- Masalah jaminan, guarantee, dan warranty
- Lisesnsi dan hak paten
- Force majeure
4) Risiko yang berkaitan dengan situasi ekonomi, sosial, dan politik
- Peraturan perpajakan dan pungutan
- Perizinan
- Pelestarian lingkungan
- Situasi pasar (persediaan dan penawaran
material dan peralatan)
- Ketidakstabilan moneter/devaluasi
- Aliran kas.
II.3 Manajemen Risiko
Setiap aktifitas yang dipilih selalu memiliki resiko, akan tetapi idak
semua resiko yang dipilih memiliki dampak negatif.Manajemen resiko
adalah sebuah proses dimana Project Manager dan team proyek
mengidentifikasi resiko, menganalisa dan mengurutkannya yang
dilanjutkan dengan menentukan tindakan, jika diperlukan, untuk
22 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
menghindari ancaman/dampak yang ada.Yang berhubungan erat dengan
aktifitas ini adalah biaya, waktu dan kualitas.
a. Pengertian Manajemen Risiko
Sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko
adalah “suatu k egiatan yang dilak uk an untuk menanggapi risik o
yang telah dik etahui (melalui rencana analisa risik o atau bentuk
observasi lain) untuk meminimalisasi k onsek uensi buruk yang
mungk in muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan dalam bentuk
suatu rencana atau prosedur yang reaktif. Kerzner (2001)
mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua
rangk aian k egiatan yang berhubungan dengan risik o, dimana
didalamnya
termasuk
perencanaan
(planning),
penilaian
(assesment) (identifik asi dan dianalisa), penanganan (handling),
dan pemantauan (monitoring) risik o.
Jika lebih jauh lagi dikaitkan dengan fungsi manajemen secara
keseluruhan maka manajemen risiko adalah suatu manajemen
fungsional yang mendukung manajemen obyektif dengan sasaran
adanya ketidakpastian di masa mendatang (Tarmudji, 2000).
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disusun konsep
manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan terhadap risik o untuk
meminimalisasi k onsek uensi buruk yang mungk in muncul melalui
perencanaan, identifik asi, analisa, penanganan, dan pemantauan
risik o.
b. Pentingnya Manajemen Risiko
Dalam dunia nyata selalu terjadi perubahan yang sifatnya dinamis,
sehingga selalu terdapat k etidak pastian (Webb, 1994). Risiko timbul
karena adanya ketidakpastian, dan risiko akan menimbulkan
konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap aktivitas manusia selalu
mengandung
risiko
karena
adanya
keterbatasan
dalam
memprediksikan hal yang akan terjadi di masa yang akan datang
(Kerzner, 2001). Kejadian yang memiliki peluang atau ketidakpastian
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |23
(sebagai halnya risiko ) tidak dapat dikontrol, dan tidak ada
pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko. Setiap
orang dan setiap organisasi harus selalu berusaha untuk
menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan
ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul dapat dihilangkan atau
paling tidak dikurangi.
Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk
menemukan risiko-risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi
terjadinya hal-hal di luar dugaan. Selanjutnya dapat diketahui akibat
buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan Chapman, 1993) dan
dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi
risiko-risiko potensial tersebut.
Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu
dalam menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang (Ritchie
dan Marshall, 1993). Manajemen risiko harus dilakukan sedini mungkin
dengan didukung informasi tersebut. Prosesnya merupakan tindakan
preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya dapat menjadi jelas
sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang lebih
besar. Dengan manajemen risiko berarti melakukan sesuatu yang
proaktif daripada reaktif.
Selalu terdapat perubahan dalam segala hal di dunia ini
sehingga selalu terdapat ketidakpastian dalam segala hal (Webb,
1994). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian dan risiko akan
menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap aktivitas
manusia selalu mengandung risiko karena adanya keterbatasan
dalam memprediksikan hal yang akan terjadi di masa yang akan
datang (Kerzner, 2001). Kejadian yang memiliki peluang atau
ketidakpastian sebagaimana risiko tidak dapat dikontrol, dan tidak
ada pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko.
Setiap orang dan setiap organisasi harus selalu berusaha untuk
menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan
ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul dapat dihilangkan atau
paling tidak dikurangi.
Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk
menemukan risiko-risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi
terjadinya hal-hal di luar dugaan. Selanjutnya dapat diketahui akibat
24 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan Chapman, 1993) dan
dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi
risiko-risiko potensial tersebut.
Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu
dalam menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang
(Ritchie dan Marshall, 1993). Manajemen risiko harus dilakukan
sedini mungkin dengan didukung informasi tersebut. Prosesnya
merupakan tindakan preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya
dapat menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari
kegagalan yang lebih besar. Dengan manajemen risiko berarti
melakukan sesuatu yang proaktif daripada reaktif.
Dengan demikian melalui manajemen risiko akan diketahui metode
yang tepat untuk menghindari/mengurangi besarnya kerugian yang
diderita akibat risiko. Secara langsung manajemen risiko yang baik
dapat menghindari semaksimal mungkin dari biaya-biaya yang
terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu peristiwa yang
merugikan dan menunjang peningkatan keuntungan usaha.
Secara tak langsung manajemen risiko memberikan sumbangan
sebagai berikut :
a. Memberikan pemahaman tentang risiko, efeknya, dan
keterkaitannya secara lebih baik dan pasti sehingga menambah
keyakinan dalam pengambilan keputusan yang dapat
meningkatkan kualitas keputusan (Djojosoedarso, 1999).
b. Meminimalkan jumlah kejadian di luar dugaan dan memberikan
gambaran tentang akibat negatifnya sehingga mengurangi
ketegangan dan kesalah-pahaman.
c. Membantu menyediakan sumberdaya dengan baik.
d. Menangkal timbulnya hal-hal dari luar yang dapat mengganggu
kelancaran operasional.
e. Mengurangi fluktuasi laba dan arus kas tahunan atau
menstabilkan pendapatan.
f. Menimbulkan kedamaian pikiran dan ketenangan tenaga kerja
dalam bekerja.
g. Meningkatkan public-image perusahaan sebagai wujud tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |25
Manajemen risiko pada saat ini merupakan kunci dari keseluruhan
manajemen bisnis (Kerzner, 2001). Tarmudji (2000) menambahkan
bahwa obyektif utama manajemen risiko harus menyokong obyektif
perusahaan. Dengan berjalannya usaha bisnis yang diharapkan
mendatangkan keuntungan, maka meminimalkan risiko untuk
mencapai keuntungan yang memuaskan menjadi sasaran bisnis.
Ritchie dan Marshall (1993 ) mengemukakan bahwa:
"Pengalaman menunjukkan bahwa manajer yang efektif adalah
manajer yang menggunakan waktunya untuk berpikir tentang
kebutuhan pada saat ini dan kecenderungan di masa yang akan
datang. Namun demikian manajer yang peduli akan perkembangan
yang memungkinkan serta hasil keluarannya (internal atau
eksternal), serta yang lebih proaktif daripada reaktif adalah manajer
yang lebih mungkin untuk sukses."
Ketidakpastian dalam suatu usaha dapat merupakan suatu
kesempatan (opportunity) atau risiko, yang dapat mendatangkan
keuntungan atau kerugian. Analisa risiko dapat membantu untuk
risiko spekulatif dengan lebih bijaksana dan efisien dengan
memutuskan apakah risiko tersebut harus dihindari atau dihadapi
(Umar, 2001). Lebih jauh lagi kemampuan dalam mengelola risiko
akan bermanfaat dalam persaingan serta mencegah terjadinya
kegagalan dan kehancuran sehingga suatu unit usaha dapat
bertahan hidup (Darmawi, 1990).
c. Proses dalam Manajemen Risiko
Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat
membantu dalam menganalisa hal-hal tidak pasti yang akan terjadi
masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993). Manajemen
risiko memanfaatkan informasi tersebut untuk memusatkan
perhatian pada masa depan apabila terdapat ketidakpastian dan
kemudian mengembangkan rencana yang sesuai untuk mengatasi
isu-isu potensial tersebut dari dampak yang merugikan.
Tahapan dalam manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut
(Kerzner, 2001).
26 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
1. Perencanaan (planning)
Proses pengembangan dan dokumentasi strategi dan metode
yang terorganisasi, komprehensif, dan interaktif, untuk keperluan
identifikasi dan penelusuran isu-isu risiko, pengembangan rencana
penanganan risiko, penilaian risiko yang kontinyu untuk menentukan
perubahan risiko, serta mengalokasikan sumberdaya yang
memenuhi.
2. Penilaian (assesment)
Terdiri atas proses identifikasi dan analisa area-area dan
proses-proses teknis yang memiliki risiko untuk meningkatkan
kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya, kinerja / performance,
dan waktu penyelesaian kegiatan.
a. Identifikasi (identifying)
Merupakan proses peninjauan area-area dan proses-proses
teknis yang memiliki risiko potensial, untuk selanjutnya
diidentifikasi dan didokumentasi.
b. Analisa (analyzing)
Merupakan proses menggali informasi / deskripsi lebih dalam
terhadap risiko yang telah diidentifikasi, yang terdiri atas:
- kuantifikasi risiko dalam probabilitas dan konsekuensinya
terhadap aspek biaya, waktu, dan teknis proyek
- penyebab risiko
- keterkaitan antar risiko
- saat terjadinya risiko
- sensitivitas terhadap waktu
3. Penanganan (handling)
Merupakan prases identifikasi, evaluasi, seleksi, dan
implementasi penanganan terhadap risiko dengan sasaran dan
kendala masing-masing program, yang terdiri atas menahan risiko,
menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan
mengalihkan risiko.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |27
4. Pemantauan / monitoring risiko
Merupakan proses penelusuran dan evaluasi yang sistematis
dari hasil kerja proses penanganan risiko yang telah dilakukan dan
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan strategi penanganan
risiko yang lebih baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Ahmad Agus Fitrah, Pengaruh Tingk at Pemahaman Manajemen
Resik o oleh Manajer k onstruk si terhadap Peningk atan Kinerja
Wak tu dan Biaya Pelak sanaan Proyek , Tesis S2, Universitas
Indonesia.
Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Soeharto, Iman, 2001, Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai
Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tenrisukki, Andi, 2007, Pendek atan Manajemen Konstruk si Profesional
pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas
Gunadharma, Jakarta.
Wibowo, Agung, 2007, Bahan Kuliah Manajemen Resik o, Universitas
Diponegoro, Semarang
28 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bab
IIII
MANAJEMEN KONSTRUKSI ( MK )
III.1. Pengertian Manajemen
Berdasar sejarah bahasa, istilah manajemen berasal dari kata
management yang berasal dari bahasa Inggris, yang berarti pengelolaan
dalam bahasa Indonesia. Seiring perkembangan zaman banyak ahli yang
telah menjadikan manajemen sebagai objek penelitian, hal ini
mengakibatkan timbulnya berbagai macam definisi tentang manajemen
(Siagian, 1976). Beberapa pengertian tentang manajemen telah
disampaikan beberapa pakar sebagai berikut :
1)
Menurut pakar ekonomi, manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya – sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Stoner, 1982 ).
2)
Manajemen adalah suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang
lain ( Terry, 1984 ).
3)
Manajemen adalah suatu proses dimana suatu tujuan akan dicapai
dan dapat diawasi pelaksanaannya (Oliver Sheldon, 1984 ).
4)
Salah satu pendapat dari pakar ekonomi dalam negeri menyatakan
manajemen adalah ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan
menggerakkan orang lain dalam organisasi (Siagian, 1976 ).
5)
Manajemen juga merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan (
science ) yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai
tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi
kemanusiaan (Gulck, 1965 ).
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |29
6)
Manajemen
telah
banyak disebut sebagai “seni untuk
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi itu
dikemukakan oleh Marry Parker Follet (dalam Dessler, 1995),
mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan
berbagai pekerjaan yang diperlukan, atau dengan kata lain, tidak
melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
7)
Henry Fayol ( 1841 – 1925 ) seorang industriawan Perancis
nenjelaskan secara sistematis bermacam aspek pengetahuan
manajemen dengan menghubungkan dengan fungsi – fungsinya.
Fungsi – fungsi manajemen yang dimaksud adalah merencanakan,
mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan. Aliran pemikiran
diatas kemudian dikenal sebagai manajemen klasik atau manajemen
fungsional ( manajemen dianggap sebagai fungsi ).
8)
Pengertian manajemen yang biasanya dibatasi dengan kata yang
ada didalam kata manajemen, menunjukkan kekhususan dari
manajemen tersebut, seperti manajemen industri, manajemen
proyek, manajemen konstruksi. Pengertian manajemen proyek atau
konstruksi adalah penerapan fungsi – fungsi manajemen
(perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian ) secara sistematis
pada suatu proyek dengan menggunakan sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal
(Soeharto, 1995 ).
30 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
III.2. Konsep Manajemen Konstruksi
Disamping konsep dan pemikiran ilmu manajemen yang telah
diuraikan pada subbab sebelumnya, juga perlu diketahui bahwa
manajemen proyek merupakan profesi multidisiplin dan mempunyai sifat
kompleks yang tumpang tindih dengan disiplin lain. Menurut Soeharto,
1995, bahwa secara sederhana konsep dari pemikiran mengenai
manajemen dapat dijelaskan berdasarkan gambar 3.1.
 Latar Belakang Pemikiran
Pemikiran Manajemen klasik berkembang pada zaman tumbuhnya
industri modern dalam rangka mencari upaya menaikan efisiensi dan
produktivitas. Menurut Fayol, manajemen bukanlah suatu bakat
seseorang, melainkan suatu kepandaian (skill) yang dapat dipelajari,
yaitu dengan memahami teori-teori serta prinsip dasarnya. Adapun
fungsi manajemen diantaranya :
MANAJEMEN KLASIK
(manajemen berdasarkan
fungsi)
MANAJEMEN
PROYEK
(mengelola
kegiatan yang
dinamis)
PENDEKATAN SISTEM
(manajemen berorientasi
pada totalitas)
PENDEKATAN
contingency
(manajemen sesuai
situasi)
dukungan
DISIPLIN LAIN
(Arsitek, Engineering, Sosial,
Ekonomi)
Gambar 3.1 Konsep Pemikiran Manajemen Proyek dan
Keterkaitannya dengan Manajemen dan Disiplin Ilmu
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |31
III. 3 Pentingnya Manajemen pada Proyek Konstruksi.
Proyek Rekayasa/Teknik sipil mempunyai karakteristik yang
berbeda jika dibandingkan dengan industri lainnya (misal manufaktur).
Salah satu cirinya adalah sifat proyek yang unik. Uniknya proyek
konstruksi karena proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu
pendek.
Dalam rangkaian kegiatan proyek konstruksi terdapat suatu
proses yang mengolah berbagai sumber daya proyek menjadi suatu hasil
kegiatan yang berupa bangunan, yang memadukan banyak factor dan
melibatkan berbagai pihak terkait. Selain banyak faktor yang harus
dipadukan, disadari pula tentang kompleksitas jaringan mekanisme
kegiatan didalam proses konstruksi. Semakin besar suatu proyek, berarti
semakin komplek mekanismenya tentu semakin banyak pula masalah
yang harus dihadapi.
Sesuai dengan sifat-sifat teknisnya, kegiatan-kegiatan di dalam
proses konstruksi pada dasarnya cenderung bersifat sangat terurai.
Rangkaian kegiatan atau pekerjaan yang ada pada umumnya cukup rumit
dan saling bergantung satu sama lain. Kegiatan-kegiatan baik yang
berupa sub-sistem ataupun bagian-bagian dari pekerjaan membentuk
struktur mekanisme berlapis-lapis.
Konsep Manajemen Konstruksi menuntut adanya dapur
profesional yang mengelola keputusan-keputusan yang akan diambil oleh
proyek, dan konsep ini juga menuntut suatu pengelolaan proyek secara
teknis operasional yang akan melengkapi pengelolaan strategis yang
berada ditaangan pemilik (Owner). Manajemen Konstruksi dilaksanakan
oleh tim profesional, yang bersama-sama dengan pemilik merupakan satu
kesatuan dalam pengelolaan proyek secara terpadu.
Pemilik/ Pimpro
Pengelolaan Strategis
Tim Profesional MK
Pengelolaan Teknis
Operasional
Gambar 3.2 Konsep MK dalam Pengelolaan Proyek
32 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
P
R
O
Y
E
K
Penerapan konsep Manajemen Konstruksi yang baik adalah mulai
tahap perencanaan, namun dapat juga pada tahap-tahap lain sesuai
dengan tujuan dan kondisi proyek tersebut sehingga konsep MK dapat
diterapkan pada tahap-tahap proyek sebagai berikut :
1) Manajemen Konstruksi dilaksanakan pada seluruh tahapan Proyek
Pengelolaan proyek dengan sistem MK, disini mencakup pengelolaan
teknis operasional Proyek, dalam bentuk masukan-masukan dan atau
keputusan yang berkaitan dengan teknis operasional proyek
konstruksi, yang mencakup seluruh tahapan proyek, mulai dari
persiapan, perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penyerahan
proyek.
2) Tim MK sudah berperan sejak awal desain, pelelangan dan
pelaksanaan proyek selesai, setelah suatu proyek dinyatakan layak
mulai dari tahap desain.
3) Tim MK akan memberikan masukan/ keputusan dalam
penyempurnaan desain sampai proyek selesai, apabila manajemen
konstruksi dilaksanakan setelah tahap desain selesai.
4) MK berfungsi sebagai koordinator pengelolaan pelaksanaan dan
melaksanakan fungsi pengendalian atau pengawasan, apabila
manajemen konstruksi dilaksanakan mulai tahap pelaksanaan
denganmenekankan pemisahan kontrak-kontrak pelaksanaan untuk
kontraktor.
Secara umum Manajemen Proyek mempunyai tujuan untuk
mengelola pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga
diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan persyaratan (specification)
untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai
mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam
rangka pencapaian hasil ini, selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan
mutu (quality control), pengawasan penggunaan biaya (cost control), dan
pengawasan waktu pelaksanaan (time control). Ketiga kegiatan
pengawasan ini harus dilaksanakan daalam waktu yang bersamaan.
Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan
dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |33
III.4. Ruang Lingkup Manajemen Konstruksi
Sebagaimana disampaikan di depan, Sistem manajemen
Konstruksi sangat diperlukan terutama pafa proyek-proyek konstruksi
yang besar atau kompleks. Keputusan Menteri Permukiman Dan
Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus
2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara
dan SK Gubernur Jawa Tengah No. 105 tahun 2002 tentang Pedoman
Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa Tengah TA. 2003
menetapkan bahwa Konsultan Manajemen Konstruksi digunakan untuk
pekerjaan pembangunan bangunan gedung negara, yaitu :
a)
Bangunan bertingkat di atas 4 lantai, dan atau
b)
Bangunan dengan luas total di atas 5.000 m 2, dan atau
c)
Bangunan khusus, dan atau
d)
Bangunan yang melibatkan lebih dari satu konsultan perencana
maupun kontraktor, dan atau
e)
Bangunan yang dilaksanakan secara bertahap yang tidak dapat
diselesaikan dalam satu tahun anggaran (satu tahun anggaran
lebih).
Tujuan utama manajemen konstruksi adalah mengelola proses
transformasi gambar-gambar dan spesifikasi menjadi bentuk bangunan
fisik sehingga mampu mengahsilkan produk dan pelayanan yang
merupakan tujuan fungsional proyek. Upaya transformasi tersebut harus
dikerjakan dalam kerangka waktu dan estimasi biaya yang diperhitungkan
dengan mematuhi standar kualitas tertentu. Hasil transformasi berupa
fasilitas fisik harus merupakan keluaran yang sesuai dengan rencana,
termasuk memenuhi parameter-parameter kuantitas dan kualitas yang
sudah ditentukan.
Pengelola manajemen konstruksi atau disebut Manajer Konstruksi,
dapat berupa sebuah badan usaha jasa konsultan swasta atau dapat pula
sebagai bagian dari organisasi proyek untuk badan pemerintah. Fungsifungsi manajemen konstruksi adalah merencanakan, mengkoordinasikan
dan mengendalikan seluruh proses konstruksi dengan cermat secara
34 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
obyektif. Jikalau berupa lembaga swasta, manajer Konstruksi harus
memenuhi syarat-syarat untuk melaksanakan tugas berdasarkan pada
ikatan kontrak pelayanan profesional dengan pihak Pemberi Tugas.
Manajer konstruksi sebagaimana perannya sebagai Ahli Konstruksi dalam
Tim Proyek, bekerja sama dengan Pemberi Tugas dan Konsultan
Perencana sejak awal perencanaan sampai dengan selesainya konstruksi.
Keterlibatan Manajer Konstruksi sejak awal tahap perencanaan memang
diharapkan untuk dapat memberikan informasi terpercaya berkaitan
dengan pembiayaan dan jadwal konstruksi kepada Pemberi Tugas sedini
mungkin. Apabila pembiayaan, penjadwalan dan persyaratan kualitas
telah ditetapkan, kemudian perkembangan konstruksi selanjutnya harus
selalu dimonitor agar pencapaian sasaran-sasaran berikutnya dapat
diketahui oleh pihak Pemberi Tugas.
Dalam suatu proses konstruksi, lazimnya kegiatan perencanaan
dilakukan oleh konsultan perencana, dapat pula oleh kontraktor, ataupun
pihak Pemberi Tugas sendiri. Sedang pelaksanaan konstruksinya menjadi
tanggung jawab bersama antara kontraktor, sub kontraktor, mandor,
pemasok material, perusahaan persewaan alat dan sebagainya. Sistem
manajemen konstruksi diterapkan untuk mencakup keseluruhan proses
konstruksi sejak dituangkannya prakarsa atau gagasan, kemudian
tersusunnya konsep, studi kelayakan, perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi proyek. Semuanya tersusun ke dalam kegiatan-kegiatan yang
terpadu dan terintegrasi satu sama lainnya.
Dengan demikian untuk memilih, dan menugasi Pengelola
Manajemen Konstruksi sebagai lembaga, harus melalui prosedur
pemilihan berdasarkan analisis obyektif atas kualifikasi dan ebberapa
kriteria. Dari sekian banyak ketentuan kualifikasi dan kriteria yang
terpenting adalah mampu menunjukkan keberhasilan untuk melaksanakan
tugas manajemen konstruksi pada proyek-proyek sejenis di masa lalu,
baik dari segi lingkup maupun kompleksitas konstruksinya. Manajer
konstruksi harus didukung dengan sejumlah staf intern yang memadai,
dalam arti masing-masing memilki kualifikasi teknis dan manajerial
tertentu khususnya untuk menangani tugas-tugas manajemen konstruksi.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |35
Salah satu upaya untuk mewujudkan integritas di dalam
keseluruhan kerangka sistem manajemen konstruksi yang menyatu,
dilakukan pendekatan membentuk semangat dalam satu Tim Proyek yang
terdiri dari unsur-unsur Pemberi Tugas, Manajer Konstruksi, dan
Konsultan Perencana. Pendekatan Tim Proyek dimaksudkan yang
terutama untuk menyatupadukan persepsi masing-masing unsur
mengenai sasaran dan tujuan proyek. Semangat Tim Proyek secara ideal
sebaiknya diterapkan sejak awal perencanaan sampai dengan
penyelesaian proses konstruksi, dengan tujuan bersama yakni melayani
dan melindungi sebaik-baiknya kepentingan Pemberi Tugas dalam upaya
mencapai tujuan fungsional proyek. Sistem manajmen konstruksi
mempersatukan seluruh kegiatan-kegiatan konstruksi yang terpisah-pisah
ke dalam satu koordinasi dan pengendalian oleh Tim Proyek, sedemikian
sehingga dapat tercapai suatu tata-hubungan yang tidak saling
bertentangan menurut kepentingan individual.
Sistem
Manajemen
Konstruksi
Kesatuan
Koordinasi &
Pengendalian
PEMILIK
Prakarsa fasilitas
KONTRAKTOR
KONSULTAN
Metode kerja
Ketrampilan,
kreativitas
Konsepsi
perencanaan
analisis
Tujuan Fungsional Proyek
Gambar 3.3. Fungsi-fungsi dalam Sistem Manajemen
Konstruksi
36 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Pendekatan Tim Proyek membentuk hubungan kerja segitiga,
dimana dalam keseluruhan operasi setiap unsur diharapkan dapat
menyumbangkan bakatnya sebagai anggota dan sekaligus dapat
menampung atau menggunakan kemampuan serta bakat dari pihak
lainnya dalam rangka mencapai keberhasilan bersama. Dengan demikian,
Sistem Manajemn Konstruksi harus dapat menciptakan iklim kerja sama
dalam suatu hbungan kerja di dalam satu tim yang melibatkan ketiga
unsur dalam proyek konstruksi. Masing-masing unsur memiliki hubungan
kerja dan bertanggung jawab kepada unsur lainnya, masyarakat industri
konstruksi dan masyarakat luas pada umumnya.
III.5. Kegiatan Manajemen Konstruksi
Kegiatan MK yang dilaksanakan oleh konsultan MK
berpedoman pada ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Keputusan Menteri
Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor :
332 / KPTS / M / 2002
tanggal 21 Agustus 2002 adalah sebagai berikut :
A.
Tahap Pelelangan
1)
Membantu pengelola kegiatan dalam mempersiapkan dan
menyusun program pelaksanaan Pelelangan pekerjaan
2)
Membantu panitia Lelang dalam menyusun Harga Perhitungan
Sendiri (HPS) pekerjaan atau mengevaluasi Engineer Estimate.
3)
Membantu Pengelola Kegiatan dalam menyiapkan Dokumen
penunjukan pelelangan
4)
Membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap
penawaran yang masuk.
5)
Membantu Pengelola dalam mengadakan Klarifikasi dan
Negosiasi harga
6)
Membantu menyiapkan draft surat perjanjian pekerjaan
pelaksanaan konstruksi fisik.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |37
B.
7)
Membantu Panitia lelang dalam menyusun laporan kegiatan
tahap pelelangan
8)
Membantu pengelola kegiatan menyiapkan kontrak perjanjian
Pelaksana / Kontraktor.
Tahap Perencanaan
Mengadakan evaluasi program kegiatan perencanaan yang
diusulkan oleh konsultan Perencana yang meliputi :
1) Program penyediaan dan penggunaan sumber daya yang ada
2) Membantu Owner dalam menyusun strategi pentahapan
kegiatan lanjutan di tahun mendatang untuk kesempurnaan
Program Pembangunan.
3) Membantu Owner dalam mengkoordinir dan mengevaluasi hasil
perencanaan dari Konsultan perencana.
C.
Tahap Konstruksi
1) Mengadakan evaluasi program kegiatan pelaksanaan konstruksi
fisik yang disusun oleh pemborong, yang meliputi program –
program pencapaian konstruksi, penyediaan dan penggunaan
tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan, bahan bangunan,
informasi, tenaga kerja (sub kon), bahan / material spesifik,
penyediaan contoh-contoh, dana, program Quality Assurance
serta program kesehatan & keselamatan kerja (K3).
2) Mengendalikan program pelaksanaan konstruksi fisik, yang
meliputi program pengendalian sumber daya, pengendalian
biaya, pengendalian waktu, pengendalian sasaran fisik
(kuantitas dan kualitas) pekerjaan, pengendalian tertib
administrasi serta pengendalian kesehatan dan keselamatan
kerja.
3) Melakukan evaluasi program terhadap penyimpangan teknis
dan manajerial yang timbul, usulan koreksi program dan
38 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
tindakan turun tangan, serta melakukan koreksi teknis bila
terjadi penyimpangan.
4) Melakukan koordinasi antara pihak – pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan konstruksi fisik (Owner, Konsultan Perencana,
Kontraktor, dll)
5) Melakukan kegiatan pengawasan yang terdiri atas :
a.
Melakukan evaluasi Dokumen Perencanaan berikut
perubahan-perubahannya dalam BA Aanwijzing terhadap
Dokumen Penawaran hasil klarifikasi dan negosiasi.
b.
Memeriksa dan mempelajari dokumen pelaksanaan
konstruksi yang akan dijadikan dasar dalam pengawasan
pekerjaan lapangan
c.
Mengawasi pemakaian bahan, peralatan,
metode
pelaksanaan, serta ketepatan waktu dan biaya pekerjaan
konstruksi.
d.
Mengawasi pelaksanaan pekerjaan dari segi kualitas,
kuantitas dan laju pencapaian volume / realisasi fisik.
e.
Mengumpulkan data dan informasi di lapangan untuk
memecahkan persoalan yang terjadi selama pekerjaan
konstruksi.
f.
Menyelenggarakan kegiatan rapat – rapat lapangan secara
berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan
pekerjaan pengawasan, dengan masukan hasil rapat –
rapat lapangan dan laporan – laporan yang dibuat oleh
pemborong.
g.
Menyusun berita acara kemajuan pekerjaan pemeliharaan,
dan serah terima pertama dan kedua pekerjaan konstruksi.
h.
Meneliti gambar – gambar pelaksanaan (Shop Drawings)
yang diajukan oleh pemborong.
i.
Meneliti gambar – gambar yang telah sesuai dengan
pelaksanaan (As-Built Drawings) sebelum serah terima
pertama.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |39
j.
Menyusun daftar cacat / kerusakan sebelum serah terima
pertama, dan mengawasi perbaikannya pada masa
pemeliharaan.
6) Memberikan penilaian untuk mendapatkan persetujuan dari
pemberi tugas tentang sub kontraktor yang akan dilibatkan oleh
pemborong.
7) Mengusulkan perubahan – perubahan serta penyesuaian di
lapangan untuk memecahkan persoalan – persoalan yang
terjadi selama pekerjaan konstruksi.
8) Membuat Laporan dan Dokumentasi seluruh kegiatan
Manajemen secara berkala (2 mingguan / bulanan, serta akhir
proyek )
III.6. Tanggung Jawab Manajemen Konstruksi
Konsultan Manajemen Konstruksi bertanggung jawab secara
profesional atas jasa manajemen konstruksi yang dilakukan sesuai
ketentuan dan kode tata laku profesi yang berlaku. Penanggung jawab
profesional manajemen konstruksi adalah tidak hanya konsultan sebagai
suatu perusahaan, tetapi juga bagi para tenaga ahli profesional
manajemen konstruksi yang terlibat.
Secara umum tanggung jawab konsultan adalah menjaga agar
penatausahaan keuangan unit kerja minimal memiliki kinerja sebagai
berikut :
1) Ketepatan waktu kegiatan pembangunan sesuai batas waktu
berlakunya anggaran / waktu yang telah ditetapkan.
2) Ketepatan biaya pembangunan sesuai batasan anggaran yang
tersedia atau yang telah ditetapkan.
3) Ketepatan kualitas dan kuantitas sesuai standar / peraturan yang
berlaku, sehingga kegiatan pembangunan mencapai hasil dan
daya guna yang seoptimal mungkin, memenuhi syarat teknis yang
dapat dipertanggung jawabkan, dan sesuai dengan dokumen
pekerjaan / pelaksanaan.
4) Ketertiban administrasi kontrak dan pelaksanaan pembangunan.
40 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
III.7. Keluaran / Hasil Kegiatan Manajemen Konstruksi
Keluaran yang dihasilkan oleh Konsultan Manajemen
Konstruksi didasarkan pada kegiatan yang tertuang dalam Kerangka
Acuan Kerja yang telah ditetapkan, dapat berupa sebagai berikut :
1) Hasil Kegiatan MK pada tahap persiapan kegiatan :
a) Laporan pelaksanaan dan koordinasi pengadaan / persiapan
dokumen.
2) Hasil Kegiatan MK pada tahap perencanaan :
a) Laporan pengembangan rencana dan strategi pentahapan
lanjutan program.
b) Laporan Hasil kerja Konsultan Perencana pada kegiatan
perencanaan, dari aspek mutu, waktu , biaya dan administrasi
kontrak.
3) Hasil Kegiatan MK pada Tahap Pelelangan :
a) Laporan lengkap pelaksanaan lelang, mulai dari pengumuman
pelalangan sampai dengan penetapan pemenang dan bantuan
penyiapan surat pemborongan.
b) Uraian program dan kegiatan Pengendalian waktu, Mutu, Biaya
dan Administrasi Kontrak Tahap Pelaksanaan.
4) Hasil Kegiatan MK pada tahap pelaksanaan :
a) Revisi Program dan Kegiatan Pengendalian Waktu , Mutu, Biaya
dan Administrasi Kontrak Tahap Pelaksanaan (bila ada revisi).
b) Laporan 2 mingguan / Bulanan Manajemen Konstruksi Tahap
Pelaksanaan dari aspek pengendalian Waktu, Mutu, Biaya, dan
Adminstrasi Kontrak termasuk setiap lampirannya seperti risalah
rapat lapangan, laporan pengujian, visual lapangan, kemajuan
pekerjaan, surat menyurat, dokumen / booklet peralatan, jaminan
suku cadang dan lain – lain.
c) Laporan Pelaksanaan Pekerjaan Manajemen Konstruksi yang
mencakup dari tahap persiapan sampai dengan serah terima
pekerjaan pelaksanaan.
5) Laporan Akhir Pekerjaan Manajemen Konstruksi, memuat uraian
kegiatan dari tahap persiapan sampai tahap pelaksanaan konstruksi
fisik.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |41
III.8. Persyaratan Kegiatan Manajemen Konstruksi
Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh konsultan Manajemen
Konstruksi seperti yang dimaksud pada Kerangka Acuan Kerja (KAK)
harus memperhatikan beberapa persyaratan, antara lain seperti di bawah
ini :
1) Persyaratan Umum Pekerjaan.
Setiap bagian dari pekerjaan pengendalian oleh konsultan MK harus
dilaksanakan secara benar dan tuntas dengan memberi hasil yang
telah ditetapkan dan diterima dengan baik oleh Pengguna Anggaran
2) Persyaratan Obyektif.
Pelaksanaan pekerjaan manajemen konstruksi profesional yang
objektif untuk kelancaran pelaksanaan baik yang menyangkut
macam, kualitas, dan kuantitas dari setiap manajemen konstruksi
yang berlaku.
3) Persyaratan Fungsional.
Pekerjaan Manajemen Konstruksi (MK) harus dilaksanakan dengan
profesionalisme yang tinggi sebagai pemberi jasa Manajemen
Konstruksi, yang secara fungsional dapat mendorong peningkatan
kinerja.
4) Persyaratan Prosedural.
Penyelesaian administratif sehubungan dengan pekerjaan di
lapangan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan peraturan
yang berlaku.
5) Persyaratan Teknis lainnya.
Selain kriteria umum di atas, untuk pekerjaan MK berlaku pula
ketentuan– ketentuan standar, pedoman dan peraturan yang berlaku,
yaitu Ketentuan yang diberlakukan untuk pekerjaan yang
bersangkutan yaitu Surat Perjanjian Pekerjaan Perencanaan, dan
Surat Perjanjian Pekerjaan Pelaksanaan, beserta keleng-kapannya
dan ketentuan – ketentuan sebagai dasar perjanjiannya. Contoh :
a) Yang termuat dalam Surat Keputusan Menteri Permukiman Dan
Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21
Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara.
42 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
b) Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 105 tahun
2002 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD
Propinsi Jawa Tengah TA. 2003
c) Peraturan Pembangunan dari Pemerintah Daerah Setempat.
d) Standar dan Pedoman teknis yang berlaku di bidang
penyelenggaraan bangunan gedung.
III.9. Sistem Manajemen Konstruksi
Pendekatan sistem manajemen konstruksi sebagai suatu alternatif
bukanlah sama sekali hal yang baru dikenal. Pendekatan sistem
manajemen konstruksi sebagai suatu alternatif bukanlah sama sekali hal
yang beru dikenal. Bahkan berdasarkan keadaan alamiahnya, disadari
atau tidak, pendekatan tersebut di masa silam telah terbukti bermanfaat
dalam menyelesaikan permasalahan praktek konstruksi pada banyak
proyek terutama berkaitan dengan masalah disintegrasi organisasi.
Sebagai sifat konsep dasarnya, pendekatan sistem tidaklah
memperlakukan unsur-unsur pengelolanya nerfungsi secara kotak-kotak
atau terpisah-pisah. Akan tetapi sesuai dengan sifat kegiatan yang
diperlukan dalam sistem rekayasa konstruksi hendaknya lebih
mewujudkan keterpaduan seluruh organisasi yang terlibat. Seluruh
kegiatannya disusun ke dalam satu kesatuan koordinasi dan pengendalian
dengan tujuan bersama yakni memberikan pelayanan terbaik bagi
pemberi tugas.
Pemilik
Kontraktor
Konsultan
Tujuan
Fungsional
Proyek
Gambar 3.3. Sistem Manajemen Konstruksi
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |43
 Manajemen waktu dan Anggaran
Seperti diketahui penyelesaian yang dibutuhkan untuk proses
konstruksi selalu diterakan dalam dokumen kontrak karena akan
berpengaruh penting terhadap nilai pelelangan dan pembiayaan pekerjaan
sendiri. Penetapan jangka waktu pelaksanaan proyek terikat erat dengan
pembiayaannya bukan saling menguntungkan. Sehingga pengendalian
waktu pelaksanaan konstruksi umumnya dilakukan bersamaan dan tidak
terlepas dari pengendalian biaya. Selama berlangsungnya tahap
konstruksi fisik, kontraktor bertanggung jawab untuk menyiapkan jadwal
rencana kerja terinci yang memenuhi seluruh aspek persayaratan yang
tercantum di dalam dokumen kontrak. Jadwal rencana kerja harus
menunjukkan kelayakan metode pelaksanaan terutama berkaitan dengan
sumber daya yang harus dikerahkannya. Adalah menjadi tanggung jawab
kontraktor untuk bukan hanya mengatur pekerjaan seluruh jajaran
aparatnya, para subkontraktor, dan pemasok materialnya, tetapi juga
dapat mewujudkan kerjasama dengan pemasok dan kontraktor lain yang
sama-sama ditugaskan oleh pemberi tugas yang sama. Berebagai
pelengkapan tersedia untuk pengendalian waktu dan biaya, semuanya
ditujukan untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan dengan baik tanpa
terjadi penyimpangan waktu dan biaya.
Manajemen waktu dan biaya dilakukan untuk mengontrol segala
sumber daya yang ada dengan dana yang tersedia agar dapat
dimanfaatkan untuk sebaik-baiknya guna mndapatkan hasil yang
semaksimal mungkin. Pada pengaturan terhadap biaya dan waktu ini lebih
rinci dilaksanakan dengan langkah-langkah secara garis besar sebagai
berikut :
(1) pertama menetapkan target atau standar waktu untuk suatu bagian
lengkap pekerjaan yang hasrus diselesaikan pada titik -titik kontrol
tertentu,
(2)
apabila suatu bagian lengkap pekerjaan yang ditargetkan telah
dilaksanakan, bandingkan prestasi aktualnya dengan target,
(3) berikan penilaian, lakukan evaluasi dan tetapkan pengaruh prestasi
yang sekarang terhadap prospek kemajuan di masa mendatang,
44 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
(4) jika diperlukan rencanakan ulang sehingga target semula dapat dicapai
atau dapat didekati, (5) mintakan tidak lanjut yang sesuai dari para
penanggung jawab langsung atas berbagai kegiatan yang
dimaksudkan.
 Sistem Monitoring dan Evaluasi
Monitoring proyek adalah pemantauan pelaksanaan proyek yang
telah direncanakan, dan perencanaan sebagai alat pengendalian proyek.
Dalam pelaksanaan proyek hal yang paling penting adalah memonitor
kemajuan tiap-tiap kegiatan pekerjaan, untuk itu perlu diketahui data dan
informasi dai laporan kontraktor yang masuk tiap periode konstruksi yang
telah ditentukan. Kemudian, data dan dan informasi tersebut diperoses
menjadi kemajuan aktual pekerjaan, selanjutnya dapat dievaluasi
kemajuan aktual terhadap rencana. Dengan membandingkan
perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut dapat diketahui status
kemajuan yang sesungguhnya. Informasi kemajuan proyek tersebut
dialihkan hasilnya kepada pihak yang berwenang agar dapat diambil
langkah keputusan terhadap penyimpangan proyek yang terjadi dengan
cepat dan tepat.
Monitoring juga dapat diartikan sebagai mengamati dan
mempengaruhi kegiatan-kegiatan pokok dan hasil pekerjaan. Monitoring
berbeda dengan evaluasi, yang mana monitoring mengukur apakah
proyek masih tetap pada jalnnya. Sedangkan evluasi mempermasalahkan
apakah proyek berjalan pada jalan yang benar. Monitoring proyek
kebanyakan mengenai masukan-masukan dan keluaran-keluaran, serta
membandingkan hasil pekerjaan yang dapat dicapai terhadap yang
direncanakan dalam jangka pendek. Sedangkan evaluasi pada umumnya
mengenai tujuan fungsional proyek dan tujuan program, dan memeriksa
dampak jangka panjang
proyek. Dengan demikian, monitoring
meerupakan peristiwa berkala. Karena proyek biasanya menggunakan
organisasi bentukan baru dan bersifat adhoc (sementara), maka sistem
monitoring dan pelaporan tradisional yang biasa diterapkan pada
manajemen rutin mungkin perlu penyesuaian terhadap tuntutan keadaan
proyek yang bersifat khusus tersebut.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |45
Langkah pertama dalam monitoring dan pelaporan adalah
menentukan siapa yang harus dilapori dan memerluka informasi apa saja.
Manajemen proyek harus memutuskan hal-hal apa dan mana saja yang
harus dimonitor. Ketentuan tersebut penting karena monitoring
memerlukan biaya, tenaga dan waktu. Staf proyek tidak dapat dan
memang tidak perlu untuk memonitor semua segi proyek dengan bobot
perhatian yang sama. Lebih baik mereka memusatkan perhatian untuk
memonitor pada rambu-rambu peringatan (milestone) yang penting.
Milestones adalah seperti rambu-rambu lalu lintas di jalan raya. Ramburampu tersebut adalah titik-titik di sepanjang perjalanan yang
memungkinkan kita untuk memeriksa kemajuan dan memastikan bahwa
tetap berada di lintasan jalanyang benar.
Evaluasi suatu proyek pada dasarnya adalah suatu pemeriksaan
secara sistematis terhadap masa lampau yang akan digunakan untuk
meramalkan, memperhitungkan dan mengendalikan hari depan secara
lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari
pada mencari kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada
upaya peningkatan kesempatan demi kebrhasilan proyek. Atau dengan
kata lain, tujuan evaluasi adalah untuk penyempurnaan proyek di masa
mendatang dan lingkupnya lebih luas dari pada monitoring dan pelaporan.
Berdasarkan pada waktu pelaksanaanya terdapat dua macam
evaluasi, evaluasi summatif yang dilakukan setelah proyek berakhir dan
evaluasi formatif yang dilaksanakan pada saat proyek sedang berjalan.
Evaluasi summatif bermanfaat untuk digunakan merumuskan
kebijaksanaan dan perencanaan proyek-proyek serupa lainnya di masa
mendatang, sedangkan evaluasi formatif digunakan untuk keperluan
penyesuaian dan perencanaan ulang atas proyek yang sedang berjalan.
II.10. Manajemen Konstruksi Profesional
Manajemen konstruksi profesional merujuk ke proyek manajemen tim
yang terdiri dari profesional dan manajer konstruksi peserta lainnya yang
akan melaksanakan tugas perencanaan proyek, desain dan konstruksi
dalam suatu cara. Kontrak hubungan di antara anggota tim dimaksudkan
untuk meminimalkan adversarial hubungan dan berkontribusi untuk lebih
46 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
tanggap dalam pengelolaan grup. Jadi profesional manajer konstruksi
adalah perusahaan khusus dalam praktek profesional manajemen
konstruksi yang meliputi:

Bekerja dengan pemilik dan A / E perusahaan dari awal dan
membuat rekomendasi perbaikan desain, teknologi konstruksi,
jadwal konstruksi dan ekonomi.

Desain dan konstruksi mengusulkan alternatif jika sesuai, dan
menganalisa dampak dari alternatif pada jadwal dan biaya proyek.

Setelah memantau perkembangan proyek ini agar tidak melebihi
target tanpa pengetahuan pemiliknya.

Mengkoordinasikan pengadaan bahan dan peralatan dan
pekerjaan konstruksi semua kontraktor, bulanan dan pembayaran
kepada kontraktor, perubahan, tuntutan dan inspeksi untuk
conforming persyaratan desain.

Melaksanakan proyek layanan terkait lainnya seperti yang diminta
oleh pemilik.
Profesional manajemen konstruksi biasanya digunakan ketika sebuah
proyek besar atau sangat kompleks. Organisasi yang memiliki karakteristik
yang mega-proyek yang dapat diringkas sebagai berikut:

Keseluruhan organisasi pendekatan untuk proyek ini akan
berubah sebagai proyek kemajuan. The "fungsional" organisasi
dapat berubah ke "matrix" yang dapat berubah ke "proyek"
organisasi (tidak harus dalam urutan ini).

Dalam keseluruhan organisasi, tidak akan mungkin berfungsi,
proyek, dan matriks suborganizations semua pada saat yang
sama. Fitur ini sangat complicates teori dan praktik manajemen,
namun sangat penting untuk keseluruhan efektivitas biaya.

Berhasil raksasa, kompleks biasanya memiliki organisasi yang
kuat-jenis matriks suborganization di tingkat dasar di mana biaya
dan jadwal kontrol diberikan tanggung jawab. Suborganization ini
disebut sebagai "biaya pusat" atau sebagai "proyek" dan dipimpin
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |47
oleh seorang manajer proyek. Biaya pusat matriks Mei ada
peserta yang ditugaskan dari berbagai kelompok fungsional.
Sebaliknya, kelompok fungsional ini mungkin memiliki tanggung
jawab teknis pelaporan ke berbagai tingkatan yang lebih tinggi
dan di organisasi. Tombol untuk biaya efektif adalah upaya
pengembangan proyek ini suborganization dalam satu tim di
bawah kepemimpinan yang kuat proyek.

Sejauh mana keputusan akan sentralisasi atau desentralisasi
sangat penting untuk organisasi yang mega-proyek.
Perkembangan manajemen konstruksi di Indonesia tidak dapat
lepas dari industri jasa konstruksi. Sedang perkembangan industri jasa
konstruksi berhubungan erat dengan pelaksanaan pembangunan yang
saat ini sedang giat dilaksanakan. Pada umumnya industry jasa konstruksi
mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sarana dan
prasarana fisik dalam bidang gedung, bidang teknik sipil, dan juga
instalasi. Dengan adanya peningkatan volume pembangunan tersebut,
maka diikuti pula peningkatan cara pengelolaan pelaksanaan
pembangunan yang berupa perkembangan dalam bidang Manajemen
Konstruksi. Demikian pula hubungan kerja terjadi antar unsur unsur
pelaksana pembangunan mengalami perkembangan yang disesuaikan
dengan volume kegiatan untuk masing-masing jenis bangunan.
Dalam perkembangan Manajemen Proyek (Proyek Konstruksi)
berkembang secara lebih luas dengan diterapkan pada seluruh tahapan
proyek, mulai dari tahapan perencanaan, perancangan, pengadaan dan
pelaksanaan, sehingga untuk menerapkannya akan lebih rumit dan
kompleks karena sumber daya yang ada berlainan dan bervariasi dan
mempunyai tujuan-tujuan sesuai dengan tahapan proyeknya.
Pada Manajemen konstruksi terdapat banyak kegiatan-kegiatan
yang dilakukan beranekaragam, mulai dari perencanaan program, survey,
penelitian, studi kelayakan, perancangan, pengadaan/lelang sampai
pelaksanaan. Sehingga akan melibatkan berbagai ahli dan pihak yang
lebih banyak yang merupakan suatu tim yang saling berkaitan dan
berhubungan sehingga memerlukan pengelolaan manajemen tang
48 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
terpadu (professional) sehingga dengan konsep ini dibutuhkan suatu
badan usaha di bidang manajemen yang akan mengelola proyek tersebut.
Dengan konsep ini dapat dilakukan perencanaan secara bersamaan
dengan beberapa perencana, begitu juga pada tahap pelaksanaan secara
bertahap tanpa harus menunggu dulu perencanaan selesai secara
keseluruhan. Dengan konsep ini peran seorang manajer konstruksi sangat
besar dalam menentukan keberhasilan proyek dari segi waktu, mutu,
biaya, keamanan, dan kenyamanan yang optimal, sehingga dari sisi ini
dapat berkembang sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
Manajemen Konstruksi (Konsultan MK) yang akan mengelola proyek proyek yang diingini oleh pemilik secara profesional dan optimal.
III.11 Sistem Manajemen Konstruksi Profesional
Sistem ini merupakan sistem manajemen yang relatif lebih baru
dibanding dengan sistem pelaksanaan tradisional dan merupakan
perkembangan alternatif dari sistem diatas. Pada umumnya PCM dibagi
menjadi empat sistem, yaitu :
1) Agency Construction Management (ACM)
Pada sistem ini konsultan Manajemen konstruksi mendapat tugas dari
pihak pemilik dan berfungsi sebagai koordinator penghubung antara
perancangan dan pelaksanaan serta antar para kontraktor. Konsultan
MK dapat mulai dilibatkan mulai dari face perencanaan tetapi tidak
menjamin waktu penyelesaian proyek,biaya total serta mutu bangunan.
Pihak pemilik mengadakan ikatan kontrak langsung dengan beberapa
kontraktor sesuai dengan paket-paket pekerjaanyang telah disiapkan.
Pemilik
Konsultan
Perencana
Konsultan
ACM
Kontraktor
Gambar 3.4 Bagan ACM Delivery
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |49
2) Extended Service Construction Management (ESCM)
Jasa konsultan MK dapat diberikan oleh pihak perencana atau pihak
kontraktor. Apabila perencana melakukan jasa Manajemen Konstruksi,
akan terjadi konflik kepentingan karena peninjauan terhadap proses
perancangan tersebut dilakukan oleh konsultan perencana itu sendiri,
sehingga hal ini akan menjadi suatu kelemahan pada sistem ini (lihat
tipe a). Pada Tipe b, kontraktor kemungkinan melakukan jasa
manajemen konstruksi berdasarkan permintaan Pemilik (ESCM/
Kontraktor).
PROYEK
ESCM/
Perencana
PEMILIK
Para
kontraktor
Konsultan
Perencana
Kontraktor/
ESCM
kontraktor
(Tipe a)
(Tipe b)
Gambar 3.5 Bagan Extended CM
3) Owner Construction Management (OCM)
Dalam hal ini pemilik mengembangkan bagian manajemen konstruksi
professional yang bertanggungjawab terhadap manajemen proyek
yang dilaksanakan, lihat gambar :
Pemilik
Konsultan Desain
Tim OCM
Kontraktor
Gambar 3.6 Gambar Owner CM
50 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
4) Guaranted Maximum Price Construction Management (GMPCM)
Konsultan ini bertindak lebih kea rah kontraktor umum daripada
sebagai wakil pemilik. Disini konsultan GMPCM tidak melakukan
pekerjaan konstruksi tetapi bertanggungjawab kepada pemilik
mengenai waktu, biaya, dan mutu. Jadi dalam surat perjanjian kerja/
Kontrak konsultan GMPCM tipe ini bertindak sebagai pemberi kerja
terhadap para kontraktor (sub kontraktor).
Pemilik
Kontraktor
& MK
Konsultan
perencana
Kontraktor
Gambar 3.7 Bagan GMPCM
III.12. Organisasi Proyek Konstruksi
II.12.1 Pengertian Organisasi
Dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, sangat diperlukan adanya
suatu koordinasi yang terjalin dengan baik antar personel, sehingga
diperlukan suatu wadah yang dinamakan organisasi. Dalam sebuah
organisasi kerja yang baik, akan kegiatan akan diatur sedemikian
sehinggan akan didapat hasil yang efisien dan waktu yang tepat sesuai
dengan rencana awal pekerjaan. Selain itu terdapat beberapa pendapat
mengenai pengertian organisasi itu sendiri, diantaranya bahwa organisasi
merupakan bentuk dari setiap kerjasama manusia untuk pencapaian
tujuan bersama (Money YD), selain itu organisasi juga dinyatakan sebagai
suatu kelompok manusia tertentu yang mengembangkan usahanya untuk
pencapaian suatu tujuan (MC. Farland), organisasi juga dinyatakan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |51
sebagai perpaduan secara sistematik dari bagian-bagian yang saling
berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui wewenang
koordinasi dan pengawasan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan (Dimock ). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa suatu organisasi adalah suatu kelompok orang
dengan berbagai keahlian masing-masing yang melakukan pekerjaannya
masing-masing dalam satu wadah untuk menyelesaikan kepentingan dan
tujuan bersama.
II.12.3 Organisasi Proyek Konstruksi
Pada suatu proyek konstruksi, pelaksanaan organisasi untuk
melaksanakan kegiatan berdasarkan ruang lingkup, serta untuk mencapai
tujuan tertentu. Penggunaan organisasi pada suatu proyek konstruksi
disesuaikan dengan kebutuhan proyek yang bersangkutan. Pada proyek proyek besar, dibutuhkan beberapa kontraktor yang spesialisasi pada
bidangnya masing-masing sehingga untuk pelaksanaannya, dapat
menggunakan konsultan Manajemen Konstruksi (MK) yang bertindak atas
nama pemilik sebagai manajer. Suatu organisasi proyek konstruksi secara
umum dapat dibagi menjadi empat macam yaitu :
1) Design Bid Build (Perencanaan/ Pelelangan/ Pelaksanaan)
Struktur Organisasi ini dipergunakan bila dokumen kontrak
telah selesai dilaksanakan dan biasanya dipergunakan untuk proyek proyek yang tidak memiliki kekhususan atau keistimewaan tertentu.
Bagan struktur organisasi ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Pemilik
Konsultan Perencana
Kontraktor
Tim MK
Kontraktor
Kontraktor
Gambar 3.18 Bagan Struktur Organisasi Design Bid Build
52 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
2) Perencanaan dan Pelaksanaan ( Design Build)
Struktur
Organisasi
ini
dipergunakan
untuk
memperpendek waktu pelaksanaan proyek dan memberikan
fleksibilitas kepada pemilik untuk melaksanakan perubahanperubahan yang diperlukan selama pelaksanaan proyek. Bentuk
struktur organisasinya dapaat dilihat pada gambar berikut :
Pemilik
Perusahaan pengembang
Kontrakto
Kontraktor
Kontraktor
r
Gambar 3.19 Bagan Struktur Organisasi Design/Build
3) Perencanaan/ Pelaksanaan/ Perusahaan (Design/ Build/ Firm)
Pada organisasi ini, pemilik selain menunjuk konsultan perencana,
juga menunjuk tim MK untuk mewakilinya sebagai pengelola
proyek. Namun demikian, tim MK tidak terlibat dalam tahap
konseptual. Bagan struktur organisasinya dapat dilihat pada
gambar berikut :
Pemilik
Perencana
Tim MK
kontraktor
kontraktor
kontraktor
Kontraktor
Gambar 3.20 Bagan Struktur Organisasi Design Build Firm
II.12.4 Fungsi Organisasi dalam Proyek Konstruksi
Implementasi suatu organisasi pada proyek konstruksi dapat bersifat
Organisasi Induk yang melibatkan pihak-pihak yang secara manajerial
terdapat didalamnya. Tetapi apabila organisasi tersebut akan dijabarkan
lebih lanjut, maka dapat melibatkan para pelaksana, bahkan sampai ke
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |53
detail pelaksana operasional. Kondisi ini akan memberikan manfaat lain
dari penyusunan organisasi yang tertata baik pada perencanaan.
a. Fungsi Organisasi bagi Proyek Konstruksi secara Vertikal
1) Maksud dan Tujuan proyek konstruksi yang saling menguntungkan
Suatu ide bangunan fisik mempunyai suatu tujuan tertentu (misal :
rumah untuk tempat tinggal, gedung bertingkat untuk perkantoran,
waduk untuk membendung, dan lain sebagainya yang tentunya
mempunyai keuntungan (misal rumah untuk berteduh dalam ruang
yang nyaman bagi penghuni maupun pemiliknya, sedang bagi
pembangun-konsultan, kontraktor dan lainnya, membuat bangunan
dengan suatu cara yang paling menguntungkan sekaligus memuaskan
persyaratan pemberi tugas atau pemilik dan syarat teknik).
2) Ruang Lingkup Proyek
Suatu proyek konstruksi jelas mempunyai ruang lingkup. Yang
dimaksud adalah ruang lingkup pekerjaan. Pada tahap ini suatu
proyek konstruksi dijabarkan menjadi bagian-bagian lingkup pekerjaan
yang merupakan bagian dari lingkup pekerjaan, sebagai permisalan
Proyek Rumah Tinggal salah satu pekerjaan yang dibutuhkan dalam
proses pelaksanaan lapangan adalah Pekerjaan Persiapan yang
terdiri dari pembuatan pagar proyek, pembuatan bedeng kerja,
pembuatan pompa air dan sebagainya. Pembuatan pagar terdiri dari
pekerjaan pengukuran, pemesanan bahan, pemasangan tulangan
kayu dan seterusnya.
Jadi pada dasarnya suatu proyek tersebut dipecah menjadi
bagian-bagian pekerjaan yang lebih detail dirunut akan memberikan
gambaran yang mendekati kenyataan.
3) Organisasi sebagai pelaksana pekerjaan
Dari ruang lingkup tersebut, dapat diketahui kebutuhan fungsional
personil pelaksana pekerjaan, agar dapat mewujudkan maksud dan
tujuan diatas. Untuk itu, apabila akan ada sekumpulan orang, masingmasing dengan keahlian, tugas, dan tanggung jawabnya, akan
bekerjasama memberikan kontribusi untuk mencapai suatu tujuan
yang sama. Sehingga singkatnya dapat disebut sebagai Organisasi
54 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Proyek Konstruksi. Yang didalam operasinya merencanakan dan
mengendalikan variable : Biaya, Mutu, Waktu yang mewakili
keuntungan bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi tersebut.
Dalam prosesnya, kebutuhan/susunan dari personil dalam organisasi
proyek konstruksi tersebut dapat ditabelkan, yang disebut Work
Breakdown Structure (WBS)
b. Fungsi Organisasi pada Proyek Konstruksi secara Horisontal :
Fungsi organisasi dapat juga dilihat secara horisontal ini dikaitkan
dengan Project Life Cycle. Dari ruang lingkup kegiatan selama proses
Project Life Cycle seperti yang dijabarkan diatas, dapat diperkirakan,
bahwa untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ada didalam
suatu proyek konstruksi diperlukan sejumlah sumber daya manusia,
dengan berbagai disiplin ilmu dan dari berbagai keahlian/ ketrampilan.
Kumpulan sumber daya manusia tersebut disusun dalam suatu
tatanan yang teratur guna optimasi pencapaian tujuan, atau dengan
kata lain kumpulan sumber daya manusia yang tertata guna
pencapaian tujuan suatu proyek konstruksi itu disebut Organisasi
Proyek Konstruksi.
III.13 Menyusun Organisasi Proyek Konstruksi
Terkait dengan proses memperkirakan jumlah dan jenis keperluan
sumberdaya manusia, pengelola proyek mulai untuk dapat memikirkan
bagaimana mengorganisasikan mereka dan sumber daya bentuk lain
untuk menghadapi pekerjaan yang segera akan dimulai. Secara umum
yang dimaksud dengan mengorganisir adalah mengatur unsur-unsur
sumberdaya perusahaan yang terdiri tenaga kerja, tenaga ahli, material,
dana, dan lain-lain . dalam suatu gerak langkah yang sinkron untuk
mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien, untuk maksud
tersebut diperlukan sarana yaitu organisasi.
Adapun proses mengorganisir proyek mengikuti pola umum
pengorganisasian suatu usaha, yaitu melakukan deferensiasi pekerjaan,
pemisahan berdasarkan kriteria tertentu, dan penyerahan kepada individu
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |55
yang memiliki kecakapan dan keahlian yang bersangkutan. Pemisahan ini
akan menciptakan subsistem organisasi yang akan dibentuk. Bilamana
pemisahan diatas telah dianggap memenuhi keperluan pengelolaan, maka
selanjutnya semua subsistem yang terbentuk dikoordinasikan menjadi
satu sistem yang terpadu guna mencapai tujuan usaha yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
a) Diferensiasi
Diferensiasi terdiri dari langkah-langkah berikut :
1. Melakukan Identifikasi dan Klasifikasi Pekerjaan, lingkup proyek
terdiri dari sejumlah besar pekerjaan. Sebagai contoh pada tahap
implementasi fisik proyek engineering konstruksi, mulai dari
menyiapkan gambar-gambar desain-engineering, membeli
material, sampai dengan konstruksi. Ini semua perlu diidentifikasi
dan diklasifikasi untuk mengetahui seberapa besar volume,
macam, dan jenis pekerjaan dalam rangka mengetahui
sumberdaya dan jadwal yang diperlukan sebelum diserahkan
kepada individu atau kelompok yang akan menanganinya.
2. Mengelompokkan Pekerjaan, setelah melakukan identifikasi dan
klasifikasi, dilanjutkan dengan mengelompokkan pekerjaan
tersebut kedalam unit atau paket yang masing-masing telah
diidentifikasi biaya, jadwal serta mutunya. Selanjutnya diserahkan
kepada individu atau kelompok yang diberi tugas untuk
mengerjakannya.
3. Menangani Pihak yang Akan Menangani Pekerjaan, Seiring
dengan kegiatan pada butir a dan b, pada butir c ini dimulai
persiapan pihak-pihak yang akan menerima tugas diatas, seperti
memilih ketrampilan dan keahlian kelompok yang sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan dan memberikatuhan sasaran yang ingin
dicapai yang berkaitan dengan unit atau paket kerja yang akan
menjadi tanggungjawabnya.
4. mengetahui wwenang dan tanggungjawab, serta melakukan
pekerjaan, agar hasil pekerjaan sesuai dengan harapan, maka
kelompok yang menerima pekerjaan harus mengetahui batas
wewenang dan tanggungjawabnya.hal ini sangat penting untuk
menghindari tumpang tindih dan duplikasi. Setelah jelas
56 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
wewenang dan tanggungjawab masing-masing kelompok, maka
pekerjaan dimulai.
5. Menyusun mekanisme koordinasi, mengingat besarnya jumlah
peserta yang ikut menangani penyelenggaraan proyek,
sedangkan jadwal pelaksanaan pekerjaan satu dengan yang lain
saling terkait, maka perlu adanya mekanisme koordinasi agar
semua bagian pekerjaan proyek yang ditangani oleh para peserta
tersebut, dapat bergerak menuju sasaran secara sinkron. Dari
sistematika itu terlihat adanya hubungan yang erat antara
merencanakan dan mengorganisir suatu kegiatan. Pada tahap
awal ditekankan adanya perencanaan yang masak sebelum
langkah-langkah nyata pelaksanaan pekerjaan dimulai.
III.14 Teknik dan Metode yang Bercorak khusus
Beberapa teknik dan metode yang spesifik untuk menangani kegiatan
proyek yang sampai derajat tertentu membedakannya dari manajemen
fungsional, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan
Pada aspek perencanaan, baik manajemen proyek ataupun
fungsional akan mengikuti hirarki perencanaan yaitu sasaran-objektifstrategi-dan operasional). Namun, pada tahap operasional, manajemen
proyek perlu didukung oleh suatu metode perencanaan yang dapat
menyusun secara cermat urutan pelaksanaan kegiatan ataupun
penggunaan sumberdaya bagi kegiatan-kegiatan tersebut, agar proyek
dapat diselesaikan secepatnya dengan penggunaan sumberdaya
sehemat mungkin. Metode dan teknik yang dimaksud diantaranya
metode penyusunan perkiraan biaya proyek, dilakukan dengan
bertahap, sesuai dengan keperluan dan informasi yang tersedia pada
waktu yang bersangkutan, yang dikenal dengan perkiraan biaya
pendahuluan (preliminary cost estimate), perkiraan biaya proyek
(project budget), dan perkiraan biaya definitif (definitif estimate).
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |57
2. Mengorganisir
Dibuat susunan organisasi yang memacu terselenggaranya
arus kegiatan horisontal ataupun vertikal, dengan tujuan dicapainya
penggunaan sumber daya secara optimal. Untuk ini diusahakan agar
penyusunan dilakukan dengan menggunakan susunan organisasi
matrik. Satu catatan khusus mengenai arus horisontal, dasar pemikiran
ini dimaksudkan untuk memperlancar proses pelaksanaan pekerjaan
yang seringkali melibatkan sejumlah organisasi peserta proyek diluar
dan di dalam perusahaan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan arus
horisontal adalah pengelola proyek dalam hal ini adalah para manajer,
tenaga ahli, pengawas, dan lain-lain yang berhubungan dengan
kegiatan pelaksanaan proyek. Dalam melaksanakan tugasnya, para
pengelola proyek tersebut membutuhkan suatu komunikasi dan
koordinasi satu dengan lainnya agar arus kegiatan dapat mengalir
secara horisontal. Ini dapat berupa individu maupun kelompok (tim).
Dengan adanya arus kegiatan horisontal, diharapkan pihak-pihak yang
bersangkutan dapat membicarakan dan merundingkan langsung
secara kontinyu masalah yang dihadapi, termasuk tindak lanjut yang
diperlukan demi keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas yang
diserahkan kepada mereka.
3. Memimpin
Pimpinan tunggal dari kelompok dan bagian organisasi diserahi
tugas khusus. Jadi, dia memimpin tim dalam bentuk koordinasi dan
integrasi yang arus kerjanya vertikal dan horisontal menyilang struktur
fungsional yang telah ada. Pada umumnya digunakan gaya
kepemimpinan yang mengarah ke partisipasi, meskipun dalam
beberapa situasi digunakan gaya orientasi ke tugas. Untuk melengkapi
atau menambah otoritas resmi pimpro yang umumnya dianggap kurang
dibanding tanggungjawabnya, maka harus dikembangkan expert
power.
Karena sifat kegiatan proyek dan bentuk pengelolaan seperti
telah diuraikan sebelumnya, perlu adanya satu titik tumpuan yang
mampu bertindak sebagai :
 Pusat sumber informasi bagi semua masalah yang berkaitan
dengan proyek.
58 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i



Pelaku koordinasi dan tindak lanjut antara peserta proyek.
Integrator dan pendorong agar kegiatan-kegiatan dikerjakan
sesuai prioritas dan kepentingan yang lain dari proyek.
Penanggung gugatan terhadap pelaksanaanpenyelenggaraan
proyek
Sebagai penanggung jawab tunggal ditunjuk manajer proyek (pimpro)
atau yang setara dengannya.
Penekanan khusus fungsi kepemimpinan dalam manajemen
proyek adalah sebagai integrator, terutama bila manajemen proyek ini
beroperasi dengan memakai struktur organisasi matriks. Dalam struktur
organisasi tersebut terlihat dengan jelas adanya ketergantungan teknis
ataupun organisatoris antara pihak-pihak peserta, baik dari dalam
maupun luar organisasi. Sebagian besar dari mereka tidak berada
dibawah komando pimpro. Bila diperlukan langkah integrasi yang
intensif agar kegiatan bisa menjadi sinkron dan tidak terlepas sendirisendiri.
4. Mengendalikan
Dalam kegiatan proyek, diperlukan adanya keterpaduan antara
perencanaan dan pengendalian yang relatif lebih erat dibandingkan
dengan kegiatan yang bersifat rutin. Untuk itu perlu digunakan metode
yang sensitif, artinya dapat mengungkapkan atau mendeteksi
penyimpangan sedini mungkin.
5. Menggunakan Pendekatan Sistem
Pendekatan ini menekankan bahwa proyek adalah bagian dari
siklus sistem yang lengkap. Dengan demikian, penangananya hendak
mengikuti metodologi sistem. Untuk mewujudkan suatu gagasan
menjadi kenyataan fisik dipakai engineering sistem, sedangkan pada
tahap implementasi dipakai manajemen sistem. Manajemen sistem
ditandai oleh upaya mencapai keberhasilan total sistem, bukan unsurunsurnya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |59
6. Pendekatan situasional
Para pemikir masalah manajemen yang mengamati aplikasi
teori-teori manajemen yang efektif untuk situasi tertentu tidak
memberikan hasil sesuai dengan harapan untuk situasi lain. Dengan
kata lain, teknik pengelolaan yang bekerja dengan baik bagi suatu
kegiatan tidak menjamin keberhasilan yang sama bagi kegiatan yang
berbeda. Dengan latar belakang hasil pengamatan tersebut, timbul
suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tugas manajemen adalah
mengidentifikasi teknik dan metode mana yang harus digunakan untuk
menangani suatu kegiatan pada waktu dan kondisi tertentu untuk
mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien.
III.15
Perbandingan
Manajemen
Manajemen Fungsional
Proyek
dengan
Proyek konstruksi yang memiliki ciri khusus, membutuhkan
penanganan atau manajemen khusus. Berikut ini akan dibahas mengenai
perbandingan antara manajemen proyek dengan manajemen fungsional
yang mewakili pemikiran klasik untuk beberapa hal. Diambil perbandingan
dengan manajemen fungsional karena keberadaan dan fungsinya telah
dikenal luas dan dapat dijumpai disetiap badan usaha ataupun
departemen di Indonesia sehingga akan mudah menangkap perbedaan
dan persamaan antara keduanya.
60 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Tabel 3.1 Perbandingan Manajemen Proyek dengan Fungsional untuk
Beberapa Fenomena menurut D.I. Cliland dan W.R. King (1993).A
Fenom ena
Lini-staf
Hubungan atasan
dengan baw ahan
Struktur Piramida
Kerjasama untuk
mencapai tujuan
Kesatuan
komando
Waw asan proyek
Hirarki
lini
staf
serta
w ew enang dan tanggung
jaw abnya tetap ada sebagai
fungsi penunjang.
Manajer
ke
spesialis,
kelompok dengan kelompok
Waw asan Fungsional
Fungsi
lini
mempunyai
tanggung jaw ab tunggal untuk
mencapai sasaran
Unsur-unsur
rantai
hubungan vertikal tetap ada,
ditambah
adanya
arus
kegiatan horisontal.
Joint venture para peserta,
ada tujuan yang sama dan
ada juga yang berbeda.
Manajer proyek mengelola,
menyilang
lini
fungsional
untuk mencapai sasaran
utama organisasi
menurut
hirarki
Wew enang
dan
tanggung jaw ab
Terdapat
kemungkinan
tanggung jaw ab lebih besar
daro otoritas resmi.
Jangka w aktu
Kegiatan manajemen proyek
berlangsung dalam jangka
pendek. Tidak cukup w aktu
untuk
mencapai
optimasi
operasional proyek.
Merupakan
pokok
organisasi.
Kegiatan
dilakukan
vertikal.
dasar hubungan
dalam
struktur
Kelompok dalam organisasi
dengan tujuan tunggal.
Manajer
lini
merupakan
pimpinan
tunggal
dari
kelompok yang mempunyai
tujuan sama
Tanggung jaw ab sepadan
dengan w ew enang. Integritas,
tanggung
jaw ab,
dan
w ew enang terpelihara.
Terus menerus dalam jangka
panjang sesuai umur instalasi
dan produk. Optimasi dapat
diusahakan maksimal.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |61
DAFTAR PUSTAKA
Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Hardani, Purbandono, Rahmat, 2006, Pengaruh Strategi dan Tak tik
Terhadap Kesuk sesan Tahap Operasional Proyek
Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta.
Santoso, Budi, 2002, Keberadaan Profesi Manajemen Konstruksi di
Indonesia, FTSP, Universitas Gunadharma
Soeharto, Iman, 1995, Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai
Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta
Tenrisukki, Andi, 2007, Pendekatan Manajemen Konstruksi Profesional
pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas
Gunadharma, Jakarta.
Wibowo,K, 2006, Aplikasi Manajemen Konstruksi pada Proyek Masjid
Agung Jawa Tengah
62 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bab
IV
RENCANA KERJA & SYARAT-SYARAT
(RKS)
IV.1. Hirarki Hubungan antar Dokumen
Didalam Surat Perjanjian Pemborongan selain berisi ketentuanKONTRAK ditetapkan “URUTAN HIRARKI” bagian-bagian dokumen
kontrak yang bertujuan apabila terjadi pertentangan ketentuan antara
bagian satu dengan bagian yang lain maka yang berlaku adalah ketentuan
berdasarkan urutan yang lebih tinggi dari urutan yg telah di tetapkan. Pada
umumnya “Urutan Hirarki” dokumen kontrak adalah sbb. :
a. Urutan ke-1
: Surat Perjanjian dan Amandemen/Addendum
Kontrak
b. Urutan ke-2
: Ketentuan khusus kontrak
c. Urutan ke-3
: Ketentuan umum kontrak
(Beberapa type kontrak butir b & c masuk dalam pasal-pasal Surat
Perjanjian)
d. Urutan ke-4
: Surat Perintah Kerja
e. Urutan ke-5
: Berita Acara Klarifikasi / Negosias
f. Urutan ke-6
: Addendum Dokumen Lelang
g. Urutan ke-7
: Spesifikasi Teknis
h. Urutan ke-8
: Spesifikasi Umum
i. Urutan ke-9
: Gambar
j. Urutan ke-10
: Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang
(Aanwijzing)
k. Urutan ke-11
: Bill of Quantity / Rincian Anggaran Biaya.
Berdasarkan urutan proses dan kegunaan dari masing-masing dokumen
maka terjadi saling keterkaitan antara dokumen yang satu dengan
dokumen yang lain sebagai berikut :
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |63
1. SURAT PERJANJIAN.
Surat Perjanjian adalah bentuk perjanjian perikatan kontrak
antara Pihak Pemberi Tugas / Pengguna Jasa dengan Pihak penerima
Tugas / Penyedia Jasa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak
diatas materai dengan ketentuan-ketentuan yg telah ditetapkan dalam
syarat-syarat khusus kontrak dan syarat-syarat umum kontrak diatas.
2. KETENTUAN KHUSUS KONTRAK.
Ketentuan khusus kontrak adalah pasal-pasal yang berisi tentang
penjelasan - penjelasan “DETAIL” dan atau “PERUBAHAN” terhadap
pasal-pasal yang ada didalam syarat-syarat umum Kontrak sebagai
contoh misalnya :

Penentuan Besar Jaminan Penawaran.
Jaminan Pelaksanaan sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu Rp
………………
- Jaminan Pemeliharaan / Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak
yaitu sebesar Rp …………
- Jaminan Uang Muka sebesar 20 % dari harga kontrak yaitu
sebesar Rp ………………
-

Penentuan Tata cara Pembayaran.
Pembayaran Uang Muka sebesar 20 % dari harga kontrak yaitu
sebesar Rp ………………
- Pembayaran selanjutnya berdasarkan progress bulanan dengan
dikurangi pengembalian Uang mukan dan retensi secara
proporsional.
- Termyn Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu sebesar
Rp………setelah berakhirnya masa pemeliharaan.
-


-
Penentuan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan.
Waktu pelaksanaan pekerjaan adalah selama …hari dimulai sejak
dikeluarkannya SPK yaitu tgl. ………… s/d tgl. …………
Penentuan Masa Pemeliharaan.
Masa pemeliharaan ditentukan selama……….hari
64 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i

Penyesuaian Harga Kontrak / Eskalasi Pasal ini tidak berlaku
(misalnya), dan seterusnya. Untuk proyek-proyek yang mengacu
kepada Kepres misalnya untuk Proyek-proyek dikalangan
Departemen Pekerjaan Umum. Ketentuan Umum Kontrak ini sudah
ada standarisasinya yang dinamakan Dokumen “Syarat-syarat
Khusus Kontrak”. Dan untuk type kontrak yang menganut kepada
standar FIDIC Ketentuan khusus kontrak ini dinamakan “Part II
Condition”
3. KETENTUAN UMUM KONTRAK.
Ketentuan umum kontrak adalah pasal-pasal yg berisi tentang definisidefinisi dan penjelasan-penjelasan “UMUM” yang akan diperikatkan dalam
kontrak setelah diterbitkannya SPK yang antara lain menjelaskan :
 Hak & Kewajiban Para Pihak
 Jaminan Pekerjaan
 Asuransi
 Keselamatan Kerja
 Tata cara pembayaran
 Waktu pelaksanaan pekerjaan
 Masa Pemeliharaan
 Pengawas Pekerjaan
 Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
 Tata cara penyelesaian perselisihan
 Penyesuaian Harga Kontrak / Eskalasi
 Tata cara perubahan pekerjaan & pekerjaan tambah/kurang
 Denda, Dll
Untuk proyek-proyek dikalangan Departemen Pekerjaan Umum
Ketentuan Umum Kontrak ini sudah ada Standarisasinya yang dinamakan
Dokumen “Syarat-syarat Umum Kontrak”. Dan untuk type kontrak yang
menganut kepada standar FIDIC ketentuan Umum Kontrak ini dinamakan
“Part I Condition”
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |65
4. SURAT PERINTAH KERJA.
Surat Perintah Kerja (SPK) adalah Dokumen yang dikeluarkan
oleh Pemberi Tugas kepada Pemenang Lelang yang merupakan perintah
untuk segera memulai kegiatan dilapangan berdasarkan Dokumen dari
Gambar s/d Berita Acara Rapat Klarifikasi di atas. Surat Perintah Kerja
tersebut sekurang - kurangnya berisi tentang nama paket pekerjaan
jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan besarnya nilai pekerjaan.
5. BERITA ACARA RAPAT KLARIFIKASI / NEGOSIASI.
Berita Acara Rapat Klarifikasi dibuat apabila Pemberi Tugas merasa
perlu untuk meminta penegasan / kesanggupan untuk melaksanakan
pekerjaan kepada Pemenang Lelang terkait adanya :


Beberapa hal yg dirasa belum jelas dari dokumen penawaran
penawaran yg telah disampaikan, misalnya produk material yang
ditawarkan dll.
Kesalahan yang dibuat oleh peserta lelang dalam membuat
penawaran namun bersifat tidak menggugurkan.
6. ADDENDUM DOKUMEN LELANG.
Addendum Dokumen Lelang adalah dokumen yg berisi segala
macam perubahan baik pengurangan, penambahan maupun
penyempurnaan terhadap Dokumen Lelang (Gambar lelang, Spesifikasi
Teknis, Spesifikasi Umum) yg terjadinya dalam kurun waktu setelah
undangan lelang / pengambilan sampai dengan pemasukan dokumen
penawaran dari peserta lelang yg harus disetujui oleh Konsultan &
Pemberi Tugas / Pengguna Jasa.
7. SPESIFIKASI TEKNIS.
Spesifikasi Teknis berisi uraian tentang peraturan-peraturan yg
dipakai, lingkup pekerjaan, persyaratan material, persyaratan pelaksanaan
66 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
pekerjaan, persyaratan-persyaratan peralatan & persyaratan khusus
lainnya dari pekerjaan-pekerjaan yang ditentukan dalam Gambar tersebut
Butir A. Spesifikasi teknis memiliki tingkat hirarki yg lebih tinggi dibanding
gambar karena apabila dilihat dari kronologis penyusunannya spesifikasi
teknis dibuat untuk menjelaskan, menegaskan dan mendetailkan hal-hal
yang belum tercantum dalam gambar.
8. SPESIFIKASI UMUM.
Spesifikasi Umum selain memuat ketentuan yg telah diuraikan
dalam “Definisi Spesifikasi Umum” di muka, juga menjelaskan tentang tata
cara peserta lelang dalam memasukan penawaran pekerjaan yang telah
diuraikan dalam Gambar (butir A) dan Spesifikasi Teknis (butir B)
termasuk dokumen-dokumen yang harus dilampirkan.
9. GAMBAR.
Gambar adalah dokumen produk Konsultan Perencana yang
disahkan oleh Pemberi Tugas yg berisi tentang dimensi-dimensi dan
ukuran-ukuran bangunan yang dipakai sebagai acuan bagi pelaksanaan
pekerjaan di lapangan.


Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan gambar antara
antara lembar satu dengan yang lain maka yang berlaku adalah
gambar dengan skala yang lebih besar.
Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan antara gambar
arsitektur dengan gambar struktur maka untuk dimensi ruang yang
berlaku adalah sesuai dengan gambar arsitektur, namun untuk
dimensi struktur (misalnya dimensi penulangan pelat) yang
berlaku adalah yang tercantum pada gambar struktur.
10. BERITA ACARA RAPAT PENJELASAN LELANG.
Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang adalah Notulen hasil rapat
penjelasan terhadap Gambar Lelang, Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |67
Umum yang ditandatangani oleh Panitia Lelang, Konsultan dan Wakil
Peserta Lelang. Pada umumnya proyek swasta Berita Acara Aanwijzing ini
juga memuat Addendum/Perubahan spesifikasi teknis, gambar atau
lingkup pekerjaan. Tetapi untuk proyek pemerintah Berita Acara
Aanwijzing hanya berisi penjelasan tentang Spesifikasi Teknis, Spesifikasi
Umum & Gambar Lelang tanpa merubah substansi yang ada didalamnya;
Namun apabila diperlukan adanya perubahan harus dibuat Addendum
Dokumen Lelang atas persetujuan Pengguna Jasa.
11. BILL OF QUANTITY (BQ).
Bill of Quantity adalah daftar item & kuantitas pekerjaan yang penyusunan
& perhitungannya didasarkan atas gambar lelang (butir A), spesifikasi
teknis (butir B) dan spesifikasi umum (butir C) yang digunakan sebagai
standar acuan bagi Peserta Lelang dalam mengajukan penawaran harga.
IV.2. Penyusunan Rencana Kerja & Syarat-Syarat (RKS)
Sebelum pelaksanaan kegiatan konstruksi dimulai, biasanya
didahului dengan penyususnan rencana kerja waktu kegiatan yang
disesuaikan dengan metode konstruksi yang akan digunakan. Dalam
penyusunan rencana kerja, perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut :
a. Keadaan Lapangan Lokasi Proyek, hal ini dilakukan untuk
memperkirakan hambatan yang mungkin timbul selama pelaksanaan
pekerjaan.
b. Kemampuan Tenaga Kerja, informasi detail tentang jenis dan macam
kegiatan yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis tenaga
kerja yang harus disediakan.
c. Pengadaan Material Konstruksi, harus dapat diketahui dengan pasti
macam, jenis dan jumlah material yang diperlukan untuk pelaksanaan
pembangunan pemilahan jenis material yang akan digunakan harus
dilakukan di awal proyek, kemudian dipisahkan berdasarkan jenis
68 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
material yang memerlukan waktu untuk pengadaan, misalnya material
pabrikasi biasanya tidak dapat dibeli setiap saat, tetapi memerlukan
sejumlah waktu untuk kegiatan proses produksi. Hal ini penting untuk
membuat jadwal rencana pengadaan material konstruksi
d. Pengadaan Alat Pembangunan, untuk kegiatan yang memerlukan
peralatan pendukung pembangunan harus dapat dideteksi secara jelas.
Hal ini berkaitan dengan pengadaan peralatan. Jenis, kapasitas,
kemampuan dan kondisi peralatan harus disesuaikan dengan
kegiatannya.
e. Gambar Kerja, selain gambar rencana, pelaksanaan proyek konstruksi
memerlukan gambar kerja untuk bagian-bagian tertentu/khusus. Untuk
itu, perlu dilakukan pendataan bagian-bagian yang memerlukan
gambar kerja.
f. Kontinuitas Pelaksanaan Pekerjaan, dalam penyusunan rencana kerja,
faktor penting yang harus dijamin oleh pengelola proyek adalah
kelangsungan dari susunan rencana kegiatan setiap item pekerjaan.
Manfaat dan kegunaan penyusunan rencana kerja antara lain :
a. Alat k oordinasi bagi pimpinan, dengan menggunakan rencana kerja,
pimpinan pelaksanaan pembangunan dapat melakukan koordinasi
selama kegiatan yang ada di lapangan
b. Sebagai pedoman k erja para pelak sana, rencana kerja merupakan
pedoman terutama dalam kaitannya dengan batas waktu yang telah
ditetapkan untuk setiap item kegiatan.
c. Sebagai penilaian k emajuan pek erjaan, ketepatan waktu dari setiap
item kegiatan di lapangan dapat dipantau dari rencana pelaksanaan
dengan realisasi pelaksanaan di lapangan.
d. Sebagai evaluasi pek erjaan, variasi yang ditimbulkan dari
pembandingan rencana dari realisasi dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi untuk menentukan rencana selanjutnya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |69
IV.3. Contoh RKS Konsultan MK
RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) Konsultan
Manasjemen Konstruksi (MK)
1.
UMUM
Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini digunakan sebagai acuan
dalam
pengajuan
Penawaran
Kegiatan
Pembangunan
…………………………………….. untuk pekerjaan Manajemen Konstruksi
( MK ) yang dibiayai dana ………………….
Peraturan dan ketentuan yang harus diikuti dalam pekerjaan ini
adalah :
1.1. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000.
1.2. Surat Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia
dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
No. S – 42/A/2000 No. S-2262/D.2/05/2000 tanggal 3 Mei 2000
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2000.
1.3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintahnya
1.4. Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor :
332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
1.5. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 105 tahun 2002 tentang
Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa
Tengah TA. 2003.
1.6. Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku.
2.
PERSYARATAN ADMINISTRASI
Dokumen Penawaran terdiri dari Dokumen Administrasi, Dokumen
Usulan Teknis, dan Dokumen Usulan Biaya.
70 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
2.1. Dokumen Administrasi terdiri dari :
2.1.1.
Surat Penawaran yang berisikan kesanggupan melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku, mencantumkan masa berlakunya Surat Penawaran
selama 90 (sembilan puluh) hari kalender, ditanda tangani oleh
Pimpinan / Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya
tercantum dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada
Cabang Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat
atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang
berhak mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- diberi
tanggal. Tidak perlu mencantumkan nilai harga penawaran.
2.1.2. Surat pernyataan bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam
apabila mengundurkan diri sebelum berakhirnya batas waktu
penawaran yang ditandatangani oleh Pimpinan / Direktur Utama
atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte
Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan
Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang
menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili
Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- dan diberi tanggal.
2.2.
Dokumen Usulan Teknis terdiri dari :
2.2.1.
Pengalaman Perusahaan Konsultan.
Penjelasan mengenai pengalaman konsultan dalam beberapa
tahun terakhir sangat diperlukan, dalam sub bab ini dapat
diuraikan mengenai pengalaman konsultan tersebut, lengkap
dengan deskripsi pekerjaan secara detail. Hal ini sebagai salah
satu bahan pertimbangan dalam seleksi pemilihan konsultan.
2.2.2.
Pendekatan dan Metodologi.
Suatu konsultan harus memiliki pengetahuan khusus, beberapa
syarat minimal yang dianggap perlu dimiliki dan diperhatikan oleh
konsultan dalam upaya menjaga mutu hasil pekerjaannya dan
mampu menggunakan suatu pendekatan yang bersifat
menyeluruh serta metodologi yang sistematis. Ini berarti bahwa
konsultan harus mampu melihat permasalahan dari segala segi,
memperhatikan
segala
faktor
yang
mungkin
dapat
mempengaruhinya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |71
2.2.3.
Kualifikasi Tenaga Ahli yang ditugaskan.
Dalam pemilihan tenaga ahli dalam konsultan, harus didasarkan
pada keahlian serta pengalaman personel. Maka perlu
dicantumkan pula rincian mengenai personel tersebut, jumlah
tenaga ahli, jenis keahlian, serta jadwal dan kurun waktu
penugasannya. Juga memuat syarat-syarat mengenai
kemungkinan penggantian personil atau tenaga ahli.
2.3.
Dokumen Usulan Biaya terdiri dari :
2.3.1.
Surat usulan penawaran biaya pekerjaan yang menyebutkan nilai
penawaran pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut,
dengan angka dan tulisan huruf harus sama, ditandatangani,
bermaterai Rp. 6.000,- diberi tanggal.
2.3.2.
Rekapitulasi Biaya termasuk PPN 10 %.
2.3.3.
Rincian Biaya terdiri dari Beban Biaya Personil (Remuneration)
dan Biaya langsung Non personil (Direct Reimbursable Cost).
2.4.
Cara Penyampaian Surat Penawaran :
2.4.1.
Dokumen Penawaran dibuat dalam rangkap 5 (lima) ganda, terdiri
dari 1 (satu) dokumen asli dan 4 (empat) dokumen copy. Apabila
Surat Penawaran atau dokumen lainnya terdiri dari 2 (dua) lembar
atau lebih, kertas kop asli hanya pada halaman pertama saja,
halaman selanjutnya memakai kertas putih polos. Khusus
Dokumen
Administrasi dan Biaya, halaman yang tidak
ditandatangani diberi cap dan diparaf yang berhak
menandatangani.
2.4.2.
Pemasukan Dokumen Penawaran dilakukan dengan sistem satu
sampul dan disampaikan kepada Panitia sesuai dengan tempat
dan jadwal waktu yang disepakati bersama pada acara
Penjelasan Pekerjaan.
2.4.3.
Sampul dibuat dari bahan kertas manila warna putih polos tidak
tembus pandang dengan ukuran  25 x 40 cm, sedangkan tebal
sesuai kebutuhan.
2.4.4.
Sampul yang berisi Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan
Teknis dan Dokumen Usulan Biaya disampaikan dalam keadaan
72 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
tertutup dan pada bagian belakang diberi lak di lima tempat (lihat
contoh).
Pojok kiri atas ditulis dengan huruf kapital / ditempel :
“Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Manajemen
Konstruksi Tahap IV”
Tempat ………………………………………………...
Hari / tanggal : ………………
Pojok kanan bawah ditulis dengan huruf kapital :
Kepada
Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan
Pembangunan……….....................
……………………………………….
Jl. ……………………………………
Di – Semarang
Contoh Sampul :
Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi
Manajemen Konstruksi
Tempat …………………………………………..
Hari / tanggal : …………..…….
Kepada
Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan Pembangunan
……………………………………………………
Jl. ………………………………..
Di ………………………………….
Contoh pemberian lak :
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |73
2.5. Pembukaan Dokumen Penawaran
2.5.1. Pembukaan Dokumen Penawaran akan dilakukan pada tanggal
yang sama dengan tanggal pemasukan dokumen penawaran
sebagaimana telah disepakati bersama dan ditetapkan dalam
Berita Acara Rapat Penjelasan.
2.5.2. Dokumen Penawaran, surat keterangan dan sebagainya dari
peserta tidak dapat lagi diterima setelah batas waktu pemasukan
dokumen penawaran yang telah ditetapkan.
2.5.3. Setelah pemasukan dokumen penawaran ditutup, perubahan atau
susulan pemberian bahan dan penjelasan secara lisan atau tertulis
atas dokumen penawaran yang telah disampaikan tidak dapat
diterima.
2.5.4. Dokumen penawaran yang telah dibuka sampulnya, diparaf oleh
semua anggota Panitia yang hadir dan wakil Konsultan.
2.5.5. Syarat sahnya dokumen penawaran :
2.5.5.1. Disampaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dan
disampaikan ke alamat tempat pemasukan Dokumen
Penawaran yang telah ditetapkan.
2.5.5.2. Adanya Dokumen Administrasi dan Teknis serta Dokumen
Biaya penawaran masing-masing dalam sampul tertutup.
2.5.5.3.
Memenuhi semua ketentuan dalam syarat-syarat administrasi.
3. HAL-HAL YANG DAPAT MENGGUGURKAN PENAWARAN
Penawaran dinyatakan gugur apabila :
3.1. Salah satu persyaratan administrasi yang diminta dalam dokumen
pengadaan tidak dipenuhi atau tidak memenuhi syarat.
3.2. Surat Penawaran :
3.2.1. Tidak ditandatangani oleh pemimpin / direktur utama atau penerima
kuasa dari pemimpin / direktur yang namanya tercantum dalam
akte pendirian atau perubahannya, atau kepala cabang perusahaan
konsultan yang diangkat oleh kantor pusat atau pejabat yang
menurut perjanjian kerjasama (association agreement) adalah yang
berhak mewakili asosiasi (pejabat dari perusahaan konsultan
utama/lead firm).
74 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
3.2.2. Tidak mencantumkan masa berlakunya penawaran, atau
mencantumkan kurun waktu kurang dari yang diminta dalam
dokumen pengadaan.
3.2.3. Tidak menmyampaikan atau tidak sahnya surat pernyataan
kesediaan peserta untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam
bilamana melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
3.2.4. Tidak menyampaikan dokumen penawaran teknis & biaya.
3.2.5. Tidak bermeterai.
4. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN TEKNIS
Secara garis besar kerangka penyusunan Dokumen Usulan Teknis
meliputi :
4.1. Pengalaman Perusahaan
Pengalaman perusahaan yang dinilai adalah pengalaman 5 (lima)
tahun terakhir baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang
dilaksanakan yang diuraikan secara jelas dengan mencantumkan
informasi :
4.2.
4.2.1.
4.2.2.
4.2.3.
4.2.4.
4.3.
- Nama pekerjaan
- Lingkup dan data pekerjaan secara singkat.
- Lokasi.
- Pemberi Tugas.
- Nilai.
- Waktu pelaksanaan (menyebutkan bulan dan tahun).
- Jumlah Man Mounth dan tenaga ahli.
Pendekatan dan Metodologi
Pemahaman atas jasa layanan
Metodologi :
- Analisa
- Konsistensi
- Apresiasi
- Tanggapan terhadap KAK
- Penugasan personil
- Jadwal
- Program kerja, dan lain-lain.
Hasil kerja
Fasilitas pendukung
Kualifikasi Tenaga Ahli
Penilaian kualitas tenaga ahli dilakukan atas tenaga ahli konsultan
yang diusulkan untuk melaksanakan pekerjaan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |75
5. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN PENAWARAN
BIAYA
Dokumen Usulan Penawaran biaya terdiri dari :
5.1. Surat usulan penawaran biaya dibuat diatas kertas kop asli,
bermaterai Rp. 6.000,- dan ditanda tangani oleh yang berwenang.
5.2. Rekapitulasi terdiri dari :
1)
2)
Jumlah beban biaya personil (Remuneration).
Jumlah biaya langsung non personil (Direct Reimbursable
Cost).
3) PPN 10 %.
4) Jumlah Penawaran.
5) Ditanda tangani oleh yang berwenang.
5.3. Rencana Anggaran Biaya, merupakan perincian biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini.
6.
KLARIFIKASI DAN NEGOSIASI.
Dokumen penawaran yang telah dinyatakan sah dan memenuhi
syarat serta tidak gugur akan dilakukan klarifikasi dan negosiasi,
sebagai berikut :
6.1. Dokumen Administrasi.
Klarifikasi DokumenAdministrasi dilakukan dengan cara meneliti
kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan
administratif yang harus dipenuhi.
6.2. Dokumen Usulan Teknis.
Klarifikasi Dokumen Usulan Teknis dilakukan dengan cara meneliti
kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan yang
harus dipenuhi, berkaitan dengan pengalaman kerja, metodologi,
tenaga ahli, peralatan / fasilitas pendukung serta jadwal dan hasil
kerja.
6.3. Dokumen Usulan Biaya
Klarifikasi dan negosiasi Dokumen Usulan Biaya dilakukan dengan
cara meneliti kebenaran dan kesesuaian biaya yang diusulkan,
76 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
terhadap usulan teknis yang diajukan. Klarifikasi dan negosiasi yang
dilakukan meliputi volume pekerjaan, harga satuan, hasil perkalian
dan jumlah biaya.
7.
USULAN PENETAPAN HARGA
Hasil klarifikasi dan negosiasi dilaporkan / diusulkan kepada
Pengguna Anggaran untuk mendapatkan persetujuan dan
penetapan.
8.
PENETAPAN HARGA
Berdasarkan laporan dan usulan Panitia, Pengguna Anggaran
mempelajari dan menetapkan harga yang telah disepakati dalam
negosiasi, dengan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan
Penyedia Barang dan Jasa (SKPPBJ); ditindak lanjuti dengan
pembuatan Kontrak dan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK).
9.
JADWAL PENGADAAN
Jadwal pengadaan jasa / Penunjukan Langsung diatur sesuai
pentahapan sebagai berikut :
NO
KEGIATAN
HARI TANGGAL JAM
TEMPAT
1 Undangan dilampiri
dokumen
2 Penjelasan pekerjaan
3 Pengambilan Berita Acara
Penjelasan pekerjaan
4 Pemasukan & Pembukaan
Penawaran
5 Klarifikasi & Negosiasi
6 Usulan Penetapan Harga
7 Penetapan Harga
8 SKPPBJ
9 Pembuatan Kontrak
10 SPMK
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |77
10.
JAMINAN
10.1. Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan kepada
Pengguna Jasa dalam rangka pengambilan uang muka dengan nilai
minimal 100 % (seratus per seratus) dari besarnya uang muka.
10.2. Jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang diberikan kepada
pengguna jasa sebelum dilakukan penandatangan kontrak yang
besarnya 3 % sampai dengan 5 % dari nilai kontrak.
11.
PENUTUP
Hal-hal yang belum atau yang belum diatur dalam KAK dan
Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini serta kesepakatan dalam
Penjelasan Pekerjaan akan dimuat dalam Berita Acara Penjelasan
Pekerjaan.
Mengetahui
(……………………………..)
NIP : ………………….
Dibuat di …………………….
Tanggal……..………………..
Panitia Pengadaan Jasa
Ketua
(………………………………)
NIP : ……………………
78 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
IV.4. Contoh RKS Konsultan Perencana
RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT
(RKS) KONSULTAN PERENCANA
1.
UMUM
Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini digunakan sebagai acuan dalam
pengajuan
Penawaran
Kegiatan
Pembangunan
…………………………………. untuk pekerjaan Konsultan Perencana yang
dibiayai dana ……………… ………… ………
Peraturan dan ketentuan yang harus diikuti dalam pekerjaan ini adalah :
1) Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000.
2) Surat Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia
dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. S –
42/A/2000
No. S-2262/D.2/05/2000 tanggal 3 Mei 2000 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 18 tahun 2000.
3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintahnya
4) Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor :
332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
5) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 105 tahun 2002 tentang
Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa
Tengah TA. 2003.
6) Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku.
2.
PERSYARATAN ADMINISTRASI
Dokumen Penawaran terdiri dari Dokumen Administrasi, Dokumen
Usulan Teknis, dan Dokumen Usulan Biaya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |79
2.1. Dokumen Administrasi terdiri dari :
i.
Surat Penawaran yang berisikan kesanggupan melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku, mencantumkan masa berlakunya Surat Penawaran selama
90 (sembilan puluh) hari kalender, ditanda tangani oleh Pimpinan /
Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya tercantum
dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang
Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau
pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak
mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- diberi tanggal. Tidak
perlu mencantumkan nilai harga penawaran.
ii.
Surat pernyataan bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam
apabila mengundurkan diri sebelum berakhirnya batas waktu
penawaran yang ditandatangani oleh Pimpinan / Direktur Utama
atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte
Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan
Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang
menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili
Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- dan diberi tanggal.
2.2. Dokumen Usulan Teknis terdiri dari :
a) Pengalaman Perusahaan Konsultan.
b) Pendekatan dan Metodologi.
c) Kualifikasi Tenaga Ahli yang ditugaskan.
2.3. Dokumen Usulan Biaya terdiri dari :
a) Surat usulan penawaran biaya pekerjaan yang menyebutkan nilai
penawaran pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut,
dengan angka dan tulisan huruf harus sama, ditandatangani,
bermaterai Rp. 6.000,diberi tanggal. Rekapitulasi Biaya
termasuk PPN 10 %.
b) Rincian Biaya terdiri dari Beban Biaya Personil (Remuneration)
dan Biaya langsung Non personil (Direct Reimbursable Cost)
80 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
2.4. Cara Penyampaian Surat Penawaran :
a) Dokumen Penawaran dibuat dalam rangkap 5 (lima) ganda, terdiri
dari 1 (satu) dokumen asli dan 4 (empat) dokumen copy. Apabila
Surat Penawaran atau dokumen lainnya terdiri dari 2 (dua) lembar
atau lebih, kertas kop asli hanya pada halaman pertama saja,
halaman selanjutnya memakai kertas putih polos. Khusus
Dokumen
Administrasi dan Biaya, halaman yang tidak
ditandatangani diberi cap dan diparaf yang berhak
menandatangani.
b) Pemasukan Dokumen Penawaran dilakukan dengan sistem satu
sampul dan disampaikan kepada Panitia sesuai dengan tempat
dan jadwal waktu yang disepakati bersama pada acara
Penjelasan Pekerjaan.
c) Sampul dibuat dari bahan kertas manila warna putih polos tidak
tembus pandang dengan ukuran  25 x 40 cm, sedangkan tebal
sesuai kebutuhan.
d) Sampul yang berisi Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan
Teknis dan Dokumen Usulan Biaya disampaikan dalam keadaan
tertutup dan pada bagian belakang diberi lak di lima tempat (lihat
contoh).
Pojok kiri atas ditulis dengan huruf kapital:
“Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa
Konsultansi Konsultan Perencana”
Tempat : ……………………………..
Hari / tanggal : ………………………
:
Pojok kanan bawah ditulis dengan huruf kapital / ditempel :
Kepada
Panitia Pengadaan Jasa
………………………………
Jl. Madukoro Blok AA – BB
Di –………………………….
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |81
Contoh Sampul :
Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi
Perencana
Tempat …………………………………………..
Hari / tanggal : …………..…….
Kepada
Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan Pembangunan
……………………………………………………
Jl. ………………………………..
Di ………………………………….
Contoh pemberian lak :
2.5. Pembukaan Dokumen Penawaran
2.5.1. Pembukaan Dokumen Penawaran akan dilakukan pada tanggal
yang sama dengan tanggal pemasukan dokumen penawaran
sebagaimana telah disepakati bersama dan ditetapkan dalam
Berita Acara Rapat Penjelasan.
2.5.2. Dokumen Penawaran, surat keterangan dan sebagainya dari
peserta tidak dapat lagi diterima setelah batas waktu pemasukan
dokumen penawaran yang telah ditetapkan.
2.5.3. Setelah pemasukan dokumen penawaran ditutup, perubahan atau
susulan pemberian bahan dan penjelasan secara lisan atau
tertulis atas dokumen penawaran yang telah disampaikan tidak
dapat diterima.
2.5.4. Dokumen penawaran yang telah dibuka sampulnya, diparaf oleh
semua anggota Panitia yang hadir dan wakil Konsultan.
2.5.5. Syarat sahnya dokumen penawaran :
82 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
2.5.5.1. Disampaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dan
disampaikan ke alamat tempat pemasukan Dokumen Penawaran
yang telah ditetapkan.
2.5.5.2. Adanya Dokumen Administrasi dan Teknis serta Dokumen Biaya
penawaran masing-masing dalam sampul tertutup.
2.5.5.3. Memenuhi semua ketentuan dalam syarat-syarat administrasi.
3. HAL-HAL YANG DAPAT MENGGUGURKAN PENAWARAN
Penawaran dinyatakan gugur apabila :
3.1. Salah satu persyaratan administrasi yang diminta dalam
dokumen pengadaan tidak dipenuhi atau tidak memenuhi syarat.
3.2.
Surat Penawaran :
3.2.1.
Tidak ditandatangani oleh pemimpin / direktur utama atau
penerima kuasa dari pemimpin / direktur yang namanya tercantum
dalam akte pendirian atau perubahannya, atau kepala cabang
perusahaan konsultan yang diangkat oleh kantor pusat atau
pejabat yang menurut perjanjian kerjasama (association
agreement) adalah yang berhak mewakili asosiasi (pejabat dari
perusahaan konsultan utama/lead firm).
Tidak mencantumkan masa berlakunya penawaran, atau
mencantumkan kurun waktu kurang dari yang diminta dalam
dokumen pengadaan.
Tidak menmyampaikan atau tidak sahnya surat pernyataan
kesediaan peserta untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam
bilamana melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
Tidak menyampaikan dokumen penawaran teknis dan biaya.
Tidak bermeterai.
3.2.2.
3.2.3.
3.2.4.
3.2.5.
4.
KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN TEKNIS
Secara garis besar kerangka penyusunan Dokumen Usulan Teknis
meliputi :
4.1. Pengalaman Perusahaan
Pengalaman perusahaan yang dinilai adalah pengalaman 5 (lima)
tahun terakhir baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |83
dilaksanakan yang diuraikan secara jelas dengan mencantumkan
informasi :
- Nama pekerjaan
- Lingkup dan data pekerjaan secara singkat.
- Lokasi.
- Pemberi Tugas.
- Nilai.
- Waktu pelaksanaan (bulan dan tahun).
- Jumlah Man Mounth dan tenaga ahli.
4.2.
Pendekatan dan Metodologi
4.2.1.
Pemahaman atas jasa layanan
4.2.2.
4.2.3.
Metodologi :
- Analisa
- Konsistensi
- Apresiasi
- Tanggapan terhadap KAK
- Penugasan personil
- Jadwal
- Program kerja, dan lain-lain.
Hasil kerja
4.2.4.
Fasilitas pendukung
4.3. Kualifikasi Tenaga Ahli
Penilaian kualitas tenaga ahli dilakukan atas tenaga ahli konsultan
yang diusulkan untuk melaksanakan pekerjaan.
5. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN PENAWARAN
BIAYA
Dokumen Usulan Penawaran biaya terdiri dari :
5.1.
Surat usulan penawaran biaya dibuat diatas kertas kop asli,
bermaterai Rp. 6.000,- dan ditanda tangani oleh yang
berwenang.
5.2.
Rekapitulasi terdiri dari :
a) Jumlah beban biaya personil (Remuneration).
84 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
b)
c)
d)
e)
5.3.
Jumlah biaya langsung non personil (Direct Reimbursable Cost).
PPN 10 %.
Jumlah Penawaran.
Ditanda tangani oleh yang berwenang.
Rencana Anggaran Biaya, merupakan perincian biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini.
6. KLARIFIKASI DAN NEGOSIASI.
Dokumen penawaran yang telah dinyatakan sah dan memenuhi
syarat serta tidak gugur akan dilakukan klarifikasi dan negosiasi,
sebagai berikut :
6.1. Dokumen Administrasi.
Klarifikasi DokumenAdministrasi dilakukan dengan cara meneliti
kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan
administratif yang harus dipenuhi.
6.2. Dokumen Usulan Teknis.
Klarifikasi Dokumen Usulan Teknis dilakukan dengan cara meneliti
kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan yang
harus dipenuhi, berkaitan dengan pengalaman kerja, metodologi,
tenaga ahli, peralatan / fasilitas pendukung serta jadwal dan hasil
kerja.
6.3. Dokumen Usulan Biaya
Klarifikasi dan negosiasi Dokumen Usulan Biaya dilakukan dengan
cara meneliti kebenaran dan kesesuaian biaya yang diusulkan,
terhadap usulan teknis yang diajukan. Klarifikasi dan negosiasi yang
dilakukan meliputi volume pekerjaan, harga satuan, hasil perkalian
dan jumlah biaya.
7.
USULAN PENETAPAN HARGA
Hasil klarifikasi dan negosiasi dilaporkan / diusulkan kepada
Pengguna Anggaran untuk mendapatkan persetujuan dan
penetapan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |85
8.
PENETAPAN HARGA.
Berdasarkan laporan dan usulan Panitia, Pengguna Anggaran
mempelajari dan menetapkan harga yang telah disepakati dalam
negosiasi, dengan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan
Penyedia Barang dan Jasa (SKPPBJ); ditindak lanjuti dengan
pembuatan Kontrak dan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK).
9.
JADWAL PENGADAAN
Jadwal pengadaan jasa / Penunjukan Langsung diatur sesuai
pentahapan sebagai berikut :
NO
KEGIATAN
1 Undangan dilampiri
dokumen
2 Penjelasan pekerjaan
3 Pengambilan Berita
Acara Penjelasan
pekerjaan
4 Pemasukan &
Pembukaan
Penawaran
5 Klarifikasi & Negosiasi
6 Usulan Penetapan
Harga
7 Penetapan Harga
8 SKPPBJ
9 Pembuatan Kontrak
10 SPMK
10.
HARI TANGGAL JAM
TEMPAT
JAMINAN
10.1. Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan kepada
Pengguna Jasa dalam rangka pengambilan uang muka
dengan nilai minimal 100 % (seratus per seratus) dari
besarnya uang muka.
10.2. Jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang diberikan kepada
pengguna jasa sebelum dilakukan penandatangan kontrak
yang besarnya 3 % sampai dengan 5 % dari nilai kontrak.
86 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
11.
PENUTUP
Hal-hal yang belum atau yang belum diatur dalam KAK dan
Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini serta kesepakatan dalam
Penjelasan Pekerjaan akan dimuat dalam Berita Acara Penjelasan
Pekerjaan.
Dibuat di …………………….
Tanggal……..………………..
Mengetahui
Panitia Pengadaan Jasa
Ketua
( ……………………………..)
NIP : ………………….
(………………………………)
NIP : ……………………
DAFTAR PUSTAKA
Clough, Richardh H, 1986, Construction Contracting Fifth Edition, John
Willey & Sons, Inc, New York.
Dipohusodo, Istimawan, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta.
Soeharto, Iman, 1997, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai
Operasional , Penerbit Erlangga, Jakarta.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |87
Bab
V
DOKUMEN KONTRAK
Kata kontrak berasal dari bahasa latin contractus yang berarti
perjanjian. Seperti termaktub dalam Buku III Bab 2 KUHP istilah kontrak
sama dengan perjanjian Obligator yaitu perjanjian yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban bagi mereka yang membuatnya (Triyanto, 2004).
Sementara itu dalam pengertian yang lebih luas pengertian kontrak adalah
perikatan antara kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian
proyek serta pengguna barang/jasa dengan pemasok atau kontraktor atau
konsultan sebagai penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan
barang/jasa (LPM–ITB, 1995). Adapun maksud dan tujuan penyusunan
dan pelaksanaan kontrak adalah untuk menyamakan pola pikir, pengertian
serta memberi pedoman sehingga memudahkan bagi pengguna
barang/jasa, dan pengawas untuk menyusun, memeriksa, dan
melaksanakan kontrak pengadaan barang/jasa sehingga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
V.1 Susunan Dokumen Kontrak
Isi dan susunan dokumen kontrak diurutkan sesuai dengan tingkat
kekuatan pengikatan para pihak, di mana kontrak adalah ikatan yang
paling kuat kemudian diikuti dengan lampiran–lampiran berikutnya. Secara
umum sebuah kontrak memuat 4 komponen, yaitu pokok–pokok
persetujuan (article of agreement), syarat–syarat umum (general
conditions of contract), syarat–syarat khusus (special conditions of
contract), dan uraian lengkap tentang lingkup kerja, spesifikasi teknik, dan
gambar desain teknis.
Sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003, sebuah dokumen kontrak
sekurang–kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut.
1. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas
mengenai jenis, dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan.
88 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
2.
3.
4.
5.
Hak, dan kewajiban para pihak yang terkait di dalam perjanjian.
Nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat–syarat pembayaran.
Persyaratan, dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci.
Tempat, dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai
jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat–syarat
penyerahannya.
6. Jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan.
7. Sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya, dan
penyelesaian perselisihan.
Kerangka dokumen kontrak secara umum meliputi :




Pembukaan mencakup hari, tanggal, bulan, tahun kontrak
ditandatangani, identitas dari para pihak yang menandatangani, dan
jenis pekerjaan yang dikontrakkan.
Isi terdiri dari pernyataan tentang
a. Kesepakatan para pihak untuk membuat kontrak.
b. Kesepakatan para pihak mengenai harga kontrak.
c. Bahwa seluruh ungkapan dalam perjanjian harus mempunyai arti
sama dengan yang tercantum dalam kontrak.
d. Lampiran dokumen apa saja yang dianggap bagian yang tidak
terpisahkan dari kontrak.
e. Apabila terjadi pertentangan pada dokumen satu dengan
dokumen lain dalam kontrak, maka yang dipakai adalah dokumen
berdasarkan urutan yang telah disebutkan dalam kontrak.
f. Kesepakatan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban
sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
g. Jangka waktu pelaksanana kontrak.
h. Efektifnya kontrak.
i. Kesepakatan
dari
para
pihak
untuk
melaksanakan
kontrak/perjanjian menurut ketentuan undang–undang, dan
peraturan yang berlaku di Indonesia.
Penutup merupakan bagian kontrak yang ditandatangani oleh para
pihak.
Lampiran Kontrak meliputi daftar dokumen–dokumen pendukung
kontrak yang menjadi satu kesatuan dengan kontrak.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |89
V.2 Prosedur Pembuatan Kontrak
Prosedur pembuatan kontrak meliputi tahapan–tahapan sebagai berikut.
a. Penandatanganan kontrak dilakukan selambat–lambatnya 14 hari
kerja setelah diterbitkannya surat keputusan penyedia barang/jasa.
b. Penyedia barang/jasa telah menyerahkan jaminan pelaksanaan yang
jumlahnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen
pengadaan kepada pengguna barang/jasa.
c. Sebelum penandatanganan kontrak dilakukan
 Meneliti dengan cermat mengenai kebenaran konsep kontrak.
 Dokumen kontrak tidak memuat hal–hal yang bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku.
 Adanya pengaturan bila terjadi hal–hal yang terjadi di luar dugaan.
 Meneliti dengan cermat lampiran–lampiran yang menjadi bagian
dokumen kontrak.
d. Kontrak untuk pengadaan barang/jasa yang bersifat kompleks, dan
atau bernilai di atas Rp. 50 miliar ditandatangani oleh pengguna
barang/jasa setelah memperoleh pendapat atau rekomendasi ahli
hukum yang profesional.
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat menggunakan model sistem
kontrak sebagai berikut.
1. Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atau
penyelesaian seluruh pekerjaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan jumlah harga yang pasti, dan tetap serta semua resiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan tersebut,
sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
2. Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu
berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu. Kontrak
pekerjaan ini mempunyai volume pekerjaan yang masih bersifat
perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya akan didasarkan
90 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar–
benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
3. Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa
pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas
waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh
bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun
penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kinerja
yang telah ditetapkan.
4. Kontrak jangka panjang adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang
mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 tahun anggaran
yang dilakukan atas persetujuan oleh menteri keuangan untuk
pengadaan yang dibiayai APBN, gubernur yang untuk pengadaan
yang dibiayai APBD Propinsi, bupati/walikota untuk pengadaan yang
dibiayai APBD kabupaten/kota.
5. Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak untuk beberapa unit kerja
atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai
dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing–masing unit kerja
dan pendanaan bersama.
Penghentian kontrak dilakukan bila terjadi hal–hal di luar kekuasaan
kedua belah pihak (keadaan kahar) untuk melaksanakan kewajiban yang
ditentukan dalam kontrak. Hal–hal tersebut disebabkan oleh timbulnya
perang, pemberontakan, perang saudara, kekacauan, pemogokan,
kebakaran, dan huru–hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi
oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam dokumen kontrak.
Keterlambatan akibat keadaan kahar di atas tidak dapat dikenakan sanksi
atau dikatakan bahwa kerugian yang timbul diserahkan pada kesepakatan
kedua belah pihak.
Suatu kontrak pekerjaan harus dilengkapi dengan suatu mekanisme
untuk menghadapi, dan mengendalikan permasalahan yang timbul
nantinya akibat pelaksanaan kegiatan proyek. Permasalahan–
permasalahan dapat terjadi baik bagi pemilik proyek maupun kontraktor,
sehingga permasalahan tersebut harus dipandang sebagai suatu resiko
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |91
yang harus dihadapi, dan diantisipasi sejak awal. Perwujudan mekanisme
tersebut bagi pemilik proyek ke dalam bentuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jaminan pelaksanaan (performance bond).
Garansi dan pertanggungan (warranty).
Pembayaran berdasar kemajuan pekerjaan (progress payment).
Hak untuk mengadakan inspeksi dan tes uji.
Hak untuk mendapatkan laporan berkala.
Hak untuk melaksanakan penjaminan mutu (quality control).
Asuransi.
Bagi kontraktor, mekanisme tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
biaya contingency atau mark up atau asuransi.
V.3 Perselisihan
Selain hal di atas dapat terjadi perselisihan kontrak yang dilakukan
oleh pihak penyedia barang/jasa maupun pengguna barang/jasa dalam
Bahasa Inggris disebut construction dispute. Apabila terjadi perselisihan
maka kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan di Indonesia dengan
beberapa cara, yaitu (Yasin, 2004)



Alternatif penyelesaian sengketa (konsultasi, negoisasi, mediasi).
Arbitrase (lembaga atau ad hoc).
Badan peradilan (pengadilan).
Secara umum, perselisihan konstruksi yang terjadi selama ini banyak
mempergunakan arbitrase sebagai jalan keluarnya (Yasin, 2004).
92 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
V.4. Peranan dan Tugas Pemilik berdasarkan Kontrak
Peranan dan tugas pemilik proyek menduduki peranan utama
didalam suatu penyelenggaraan proyek konstruksi. Sehingga dalam hal ini
sudah selayaknya tugas serta peranan tersebut dibahas secara lebih
spesifik. Dalam suatu permasalahan, sering terjadi hal-hal kontroversial,
misalnya, peranan pemilik dalam hubungannya dengan kontraktor pada
tahap implementasi. Sebagian kalangan berpendapat bahwa dalam suatu
kontrak harga tetap (turn-key), setelah menyiapkan paket lelang dan
berhasil memilih kontraktor, maka pemilik merasa aman dan tinggal
menunggu proyek selesai sesuai sasaran-sasaran yang digariskan dalam
kontrak, sehingga tidak perlu menyiapkan banyak staf ataupun konsultan
untuk ikut serta mengurusi implementasi fisik. Disini, pemilik beranggapan
bahwa kontraktor otomatis akan berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai
sasaran, karena jika meleset, pihak kontraktor juga akan ikut mengalami
kerugian. Apabila ditinjau sepintas lalu, pendapat seperti diatas tidak
salah, tetapi jika dipikirkan lebih jauh, akan terlihat mengandung resiko
tinggi karena didasarkan atas asumsi bahwa semuanya akan berjalan
mulus mulai dari awal sampai akhir proyek. Untuk proyek berskala kecil
dan sederhana, resiko yang dihadapi relatif kecil. Tetapi semakin besar
dan kompleks suatu proyek, maka proyek tersebut akan semakin peka
terhadap resiko bagi pemilik, sehingga perlu diambil langkah yang
bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak
diharapkan.
V.4.1. Tujuan dan Fungsi Masing-masing Peserta
Dalam proses mencapai tujuan, pemilik mengadakan ikatan atau
kontrak dengan kontraktor untuk melaksanakan kegiatan implementasi
fisik., dan dengan sejumlah konsultan untuk studi dan mempersiapkan
paket kerja. Selama berlangsungnya proses tersebut, pemilik
mengadakan tindakan-tindakan yang bermaksud memperoleh keyakinan,
bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para peserta proyek telah
mengikuti jalur yang benar.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |93
a. Persamaan dan Perbedaan Tujuan
Agar selalu mengetahui posisi dimana menempatkan diri dan
bagaimana mengambil sikap masing-masing peserta yang satu
terhadap peserta yang lain, maka perlu memahami tujuan dan
motivasi mereka dalam usaha mencapai sasaran proyek. Konsultan
dan Kontraktor, disamping ingin menyelesaikan proyek dengan jadwal
dan mutu sesuai kontrak, juga mengejar suatu keuntungan. Motivasi
terakhir ini dapat memunculkan pertentangan kepentingan antara
peserta dengan pemilik yang menginginkan penyelenggaraan proyek
dilakukan secara ekonomis dan efisien. Untuk itu, masing-masing
peserta harus dapat menghadapinya melalui mekanisme kerjasama
atau kontrak dan pemantauan eksekusinya, sehingga tidak
memberikan dampak negatif bagi sasaran lain.
Tabel 4.1 Tujuan dan Motivasi Peserta Proyek
Sasaran
Proyek
Pem ilik
Konsultan
Kontraktor
Jadw al
penyelesaian
Cepat selesai, agar
hasil proyek dapat
segera digunakan
Cepat selesai,
minimal sesuai
kontrak
Cepat selesai,
minimal sesuai
kontrak
Biaya Proyek
Harga
terrendah,
memenuhi
persyaratan
teknik.
Minimal
tidak
melew ati anggaran
Mendapat
keuntungan
sebaik mungkin
Mendapatkan
keuntungan
sebaik mungkin
Mutu
pekerjaan
dan peralatan
Berfungsi
sesuai
harapan.
Minimal
sesuai spesifikasi
Memenuhi
kriteria
dan
spesifikasi
dalam kontrak
Memenuhi
kriteria
dan
spesifikasi
dalam kontrak.
94 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
b. Model yang digunakan
Peranan dan tugas pemilik, demikian juga peserta yang lain,
tergantung dari hubungan kerjasama antara mereka. Terdapat
beberapa macam hubungan kerjasama.
1. Menggunakan kontraktor (utama)
Dalam hubungan kerja semacam ini, tanggungjawab pekerjaan
implementasi fisik diserahkan kepada kontraktor utama atau
kontraktor, dengan kontrak harga tetap ataupun harga tidak tetap.
Sedangkan tanggungjawab mempersiapkan paket-paket kerja,
seperti arsitektur dan engineering, diserahkan kepada konsultankonsultan yang bersangkutan.
2. Kontraktor (utama) Merancang dan Membangun
Dalam hubungan kerja semacam ini, kontraktor mempunyai
tanggung jawab keseluruhan atas desain, engineering,
pengadaan material, fabrikasi sampai kepada konstruksi dan
instalasi
3. Menggunakan Manajemen Konstruksi atau Manajemen Proyek
Selain adanya peserta yang lain, pemilik menunjuk CM atau
konsultan manajemen proyek sebagai wakil atau agen untuk
mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan proyek.
4. Force Account
Pemilik terlibat langsung dalam pekerjaan dan bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap penyelenggaraan proyek. Pemilik dapat
menggunakan jasa subkontraktor atau konsultan yang melapor
langsung kepada pemilik. Kontraktor melaksanakan kegiatan
implementasi fisik berdsarkan kontrak lump-sum. Pemilik hanya
memiliki staf proyek berukuran kecil, dan menyerahkan
bermacam-macam paket kerja dan studi kepada sejumlah
konsultan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |95
V.4.2 Intensitas Peranan Pemilik dan Jenis Kontrak
Jenis kontrak sangat mempengaruhi intensitas peranan pemilik
a. Kontrak dengan Harga Tetap
Didalam kontrak harga tetap, pengawasan dan pengendalian biaya
menjadi perhatian utama dari pihak kontraktor, karena secara
langsung berpengaruh terhadap untung rugi harga borongan yang
telah ditentukan. Dalam hal ini, pemilik mengawasi dan meneliti
apakah pengajuan pembayaran sesuai dengan jumlah atau volume
pekerjaan yang telah diselesaikan. Adapun faktor waktu atau jadwal
penyelesaian pekerjaan, kedua belah pihak baik kontraktor maupun
pemilik, sama-sama menaruh perhatian. Bagi kontraktor,
keterlambatan berarti penambahan biaya. Keterlambatan ini juga bisa
dikenakan denda dan menurunkan kredibilitasnya untuk waktu-waktu
yang akan datang. Sedangkan kerugian pemilik terutama berupa
keterlambatan penyerahan produk hasil proyek yang sedang
dibangun.
Dalam kontrak bentuk ini, pemilik berkewajiban menekankan
perhatiannya pada aspek pengendalian mutu, untuk mencegah
kemungkinan kurangnya mutu peralatan atau instalasi dari standar
yang ditentukan, sebagai akibat dari penghematan yang diusahakan
oleh kontraktor. Perubahan lingkup kerja (change order) yang
merupakan penambahan atau pengurangan, adalah aspek lain yang
juga perlu diperhatikan. Bila tidak dikendalikan dengan baik,
perubahan lingkup kerja akan berakibat penambahan biaya dan
jadwal yang kurang wajar.
b. Kontrak dengan Harga Tidak Tetap
Kontrak dengan harga tidak tetap ini, dimensi peranan pemilik amat
besar, hampir mendekati tugas-tugas pemilik dalam force account.
Pemilik dituntut berperan aktif dalam segala aspek maupun dalam
tahap kegiatan pelaksanaan proyek yang dimulai dari kegiatan
menyusun sasaran proyek, yaitu anggaran, jadwal induk, standar
mutu, kemudian bersama-sama kontraktor, meletakkan dasar-dasar
pengawasan dan pengendalian atas kegiatan engineering, pembelian,
dan konstruksi. Akhirnya, melakukan pemantauan dan pengawasan
agar sasaran yang ditentukan tersebut dapat dicapai dengan
memuaskan. Hubungan antara jenis kontrak, definisi lingkup kerja
dalam paket lelang dan peranan pemilik dapat dijelaskan pada
diagram berikut ini :
96 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Kontrak harga tetap
(Lump-sum)
C
X
YKontrak Harga Tidak
Tetap (cost plus )
A
B
D
E
Minimal
Peranan Pemilik (dalam bentuk
pemantauan, pengawasan, dan
pengendalian)
Maksimal
Gambar 4.1 Hubungan Peran Pemilik terhadap Jenis Kontrak
Titik ujung kanan bawah B menandai kontrak harga tidak tetap
(100 persen), sedangkan ujung kiri bawah A menandai kontrak dengan
harga tetap (100 persen). Garis AB menunjukkan kadar variasi antara
harga tetap dan tidak tetap. Garis AC menunjukkan derajat kelengkapan
definisi lingkup proyek dalam paket lelang, dimana titik A kurang lengkap
dan titik C lengkap. Garis DE menunjukkan intensitas peranan pemilik
yang diperlukan. Jadi, untuk situasi X yang memiliki definisi lingkup kerja
proyek lebih lengkap pada waktu lelang dibanding situasi Y, memerlukan
intensitas peranan pemilik yang relatif kurang besar dibanding Y.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |97
DAFTAR PUSTAKA
Clough, Richardh H, 1986, Construction Contracting Fifth Edition, John
Willey & Sons, Inc, New York.
Dipohusodo, Istimawan, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta.
Soeharto, Iman, 1997, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai
Operasional , Penerbit Erlangga, Jakarta.
98 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
LAMPIRAN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2003
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan
efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan,
terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak,
sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik
dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi
kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan
masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Instansi Pemerintah;
b.
bahwa untuk maksud tersebut di atas, perlu
ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |99
Mengingat :
1.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3956);
3.
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4212);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian Istilah
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini, yang dimaksud dengan :
1.
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan
pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan
APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara
swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa;
2.
Pengguna barang/jasa adalah kepala kantor/satuan
100 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
kerja/pemimpin
proyek/pemimpin
bagian
proyek/pengguna anggaran Daerah/pejabat yang
disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan
barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek
tertentu;
3.
Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang
perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan
barang/layanan jasa;
4.
Kepala kantor/satuan kerja adalah pejabat struktural
departemen/ lembaga yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai
dari dana anggaran belanja rutin APBN;
5.
Pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek adalah
pejabat yang diangkat oleh Menteri/Pemimpin
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/pejabat
yang
diberi kuasa, yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai
dari anggaran belanja pembangunan APBN;
6.
Pengguna Anggaran Daerah adalah pejabat di
lingkungan pemerintah propinsi/ kabupaten/kota yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan
barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja
APBD;
7.
Pejabat yang disamakan adalah pejabat yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang di lingkungan
Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Republik
Indonesia (Polri)/pemerintah daerah/Bank Indonesia
(BI)/Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |101
dari APBN/APBD;
8.
Panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh
pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan
penyedia barang/jasa;
9.
Pejabat pengadaan adalah personil yang diangkat
oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan
pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai sampai
dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
10. Pemilihan penyedia barang/jasa adalah kegiatan
untuk menetapkan penyedia barang/jasa yang akan
ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan;
11. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan
uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah
jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya
ditetapkan oleh pengguna barang/jasa;
12. Jasa Pemborongan adalah layanan pekerjaan
pelaksanaan konstruksi atau wujud fisik lainnya yang
perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan
pengguna
barang/jasa
dan
proses
serta
pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/jasa;
13. Jasa Konsultansi adalah layanan jasa keahlian
profesional dalam berbagai bidang yang meliputi jasa
perencanaan konstruksi, jasa pengawasan konstruksi,
dan jasa pelayanan profesi lainnya, dalam rangka
mencapai sasaran tertentu yang keluarannya
berbentuk piranti lunak yang disusun secara
sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang
ditetapkan pengguna jasa;
14. Jasa lainnya adalah segala pekerjaan dan atau
penyediaan jasa selain jasa konsultansi, jasa
pemborongan, dan pemasokan barang;
15. Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah
102 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan
kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa
pemerintah yang merupakan persyaratan seseorang
untuk diangkat sebagai pengguna barang/jasa atau
panitia/pejabat pengadaan;
16. Dokumen pengadaan adalah dokumen yang disiapkan
oleh panitia/pejabat pengadaan sebagai pedoman
dalam proses pembuatan dan penyampaian
penawaran oleh calon penyedia barang/jasa serta
pedoman evaluasi penawaran oleh panitia/pejabat
pengadaan;
17. Kontrak adalah perikatan antara pengguna
barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
18. Usaha kecil termasuk koperasi kecil adalah kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor
9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
19. Surat jaminan adalah jaminan tertulis yang
dikeluarkan bank umum/lembaga keuangan lainnya
yang diberikan oleh penyedia barang/jasa kepada
pengguna barang/jasa untuk menjamin terpenuhinya
persyaratan/kewajiban penyedia barang/jasa;
20. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara penyedia
barang/jasa dalam negeri maupun dengan luar negeri
yang masing- masing pihak mempunyai hak,
kewajiban dan tanggung jawab yang jelas,
berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan
dalam perjanjian tertulis;
21. Pakta integritas adalah surat pernyataan yang
ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia
pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |103
yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan
kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
22. Pekerjaan kompleks adalah pekerjaan yang
memerlukan teknologi tinggi dan/atau mempunyai
resiko tinggi dan/atau menggunakan peralatan
didesain khusus dan/atau bernilai di atas
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1)
Maksud diberlakukannya Keputusan Presiden ini
adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan
barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai
dari APBN/APBD.
(2)
Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden ini
adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa
yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD
dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan
bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel.
Bagian Ketiga
Prinsip Dasar
Pasal 3
Pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip :
a.
efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus
diusahakan dengan menggunakan dana dan daya
yang terbatas untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan
dapat dipertanggungjawabkan;
104 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
b.
efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai
dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai
dengan sasaran yang ditetapkan;
c.
terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa
harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang
memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui
persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa
yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan
transparan;
d.
transparan, berarti semua ketentuan dan informasi
mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat
teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi,
hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa,
sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa
yang berminat serta bagi masyarakat luas pada
umumnya;
e.
adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan
yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa
dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan
kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan
apapun;
f.
akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik,
keuangan maupun manfaat bagi kelancaran
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip
serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan
barang/jasa.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |105
Bagian Keempat
Kebijakan Umum
Pasal 4
Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa
adalah :
a.
meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri,
rancang bangun dan perekayasaan nasional yang
sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan
mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam
negeri pada perdagangan internasional;
b.
meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk
koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam
pengadaan barang/jasa;
c.
menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk
mempercepat proses pengambilan keputusan dalam
pengadaan barang/jasa;
d.
meningkatkan profesionalisme, kemandirian, dan
tanggungjawab pengguna barang/jasa, panitia/pejabat
pengadaan, dan penyedia barang/jasa;
e.
meningkatkan penerimaan negara melalui sektor
perpajakan;
f.
menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional;
g.
mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia
barang/jasa dilakukan di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
h.
mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana
pengadaan
barang/jasa
kecuali
pengadaan
barang/jasa yang bersifat rahasia pada setiap awal
pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas.
106 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bagian Kelima
Etika Pengadaan
Pasal 5
Pengguna barang/jasa, penyedia barang/jasa, dan para
pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan
barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut :
a.
melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggungjawab untuk mencapai sasaran kelancaran
dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan
barang/jasa;
b.
bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar
kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen
pengadaan barang dan jasa yang seharusnya
dirahasiakan
untuk
mencegah
terjadinya
penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa;
c.
tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun
tidak langsung untuk mencegah dan menghindari
terjadinya persaingan tidak sehat;
d.
menerima dan bertanggung jawab atas segala
keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan para pihak;
e.
menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan para pihak yang terkait, langsung
maupun tidak langsung dalam proses pengadaan
barang/jasa (conflict of interest);
f.
menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan
dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan
barang/jasa;
g.
menghindari
dan mencegah penyalahgunaan
wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |107
secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara;
h.
tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang
diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa.
Bagian Keenam
Pelaksanaan Atas Pengadaan
Pasal 6
Pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa
pemerintah
dilakukan :
a.
dengan menggunakan penyedia barang/jasa;
b.
dengan cara swakelola.
Bagian Ketujuh
Ruang Lingkup
Pasal 7
(1)
Ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden ini
adalah untuk :
a. pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya
sebagian atau seluruhnya dibebankan pada
APBN/APBD;
b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau
seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri
(PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan
dengan pedoman dan ketentuan pengadaan
barang/jasa
dari
pemberi
pinjaman/hibah
bersangkutan;
c. pengadaan
barang/jasa
untuk
investasi
108 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
di
lingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD, yang
pembiayaannya sebagian atau seluruhnya
dibebankan pada APBN/APBD.
(2)
Pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dibiayai dari dana APBN, apabila ditindaklanjuti
dengan
Keputusan
Menteri/Pemimpin
Lembaga/Panglima TNI/Kapolri/Dewan Gubernur
BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN harus tetap
berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan dalam Keputusan Presiden ini.
(3)
Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah yang
mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dibiayai dari dana APBD harus tetap berpedoman
serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
dalam Keputusan Presiden ini.
BAB II
PENGADAAN YANG DILAKSANAKAN PENYEDIA
BARANG/JASA
Bagian Pertama
Pembiayaan Pengadaan
Pasal 8
Departemen/Kementerian/Lembaga/TNI/Polri/Pemerintah
Daerah/BI/BHMN/BUMN/BUMD wajib menyediakan biaya
administrasi proyek untuk mendukung pelaksanaan
pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD,
yaitu :
a.
honorarium pengguna barang/jasa, panitia/pejabat
pengadaan, bendaharawan, dan staf proyek;
b.
pengumuman pengadaan barang/jasa;
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |109
c.
penggandaan dokumen pengadaan
dan/atau dokumen prakualifikasi;
barang/jasa
d.
administrasi lainnya yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Bagian Kedua
Tugas Pokok dan Persyaratan Para Pihak
Paragraf Pertama
Persyaratan dan Tugas Pokok Pengguna Barang/Jasa
Pasal 9
(1)
Pengguna barang/jasa harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki integritas moral;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis
serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya;
d. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa
pemerintah;
e. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,
bertindak tegas dan keteladanan dalam sikap dan
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN.
(2)
Berdasarkan usulan pimpinan unit kerja yang
bersangkutan dengan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pengguna barang/jasa
diangkat dengan surat keputusan Menteri/Panglima
TNI/Kapolri/Pemimpin
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur
BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD atau
pejabat yang diberi kuasa.
(3)
Tugas pokok pengguna barang/jasa
pengadaan barang/jasa adalah:
dalam
110 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
a. menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa;
b. mengangkat
barang/jasa;
panitia/pejabat
pengadaan
c. menetapkan paket-paket pekerjaan disertai
ketentuan mengenai peningkatan penggunaan
produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian
kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi
kecil, serta kelompok masyarakat;
d. menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan
sendiri (HPS), jadual, tata cara pelaksanaan dan
lokasi
pengadaan yang disusun panitia
pengadaan;
e. menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan
panitia/pejabat
pengadaan
sesuai
kewenangannya;
f. menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak
penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang
berlaku;
g. menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak
dengan pihak penyedia barang/jasa;
h. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan
barang/jasa kepada pimpinan instansinya;
i. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
j.
menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa
dan aset lainnya kepada Menteri/Panglima
TNI/Kepala
Polri/Pemimpin
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan
Gubernur
BI/Pemimpin
BHMN/Direksi
BUMN/BUMD dengan berita acara penyerahan;
k. menandatangani pakta integritas sebelum
pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |111
(4)
Pengguna barang/jasa dilarang mengadakan ikatan
perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila
belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia
anggaran yang akan mengakibatkan dilampauinya
batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan/proyek
yang dibiayai dari APBN/APBD.
(5)
Pengguna barang/jasa bertanggung jawab dari segi
administrasi, fisik, keuangan, dan fungsional atas
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.
Paragraf Kedua
Pembentukan, Persyaratan, Tugas Pokok, dan
Keanggotaan
Panitia/Pejabat Pengadaan
Pasal 10
(1)
Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua
pengadaan dengan nilai di atas Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(2)
Untuk
pengadaan
sampai
dengan
nilai
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat
dilaksanakan oleh panitia atau pejabat pengadaan.
(3)
Anggota panitia pengadaan berasal dari pegawai
negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi
teknis lainnya.
(4)
Panitia/pejabat pengadaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. memiliki integritas moral, disiplin dan tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas;
b. memahami keseluruhan pekerjaan yang akan
diadakan;
112 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
c. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi
tugas
panitia/pejabat
pengadaan
yang
bersangkutan;
d. memahami isi dokumen pengadaan/metoda dan
prosedur pengadaan berdasarkan Keputusan
Presiden ini;
e. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan
pejabat yang mengangkat dan menetapkannya
sebagai panitia/pejabat pengadaan;
f. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa
pemerintah.
(6)
Panitia berjumlah gasal beranggotakan sekurangkurangnya 3 (tiga) orang yang memahami tata cara
pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang
bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan, baik
dari unsur-unsur di dalam maupun dari luar instansi
yang bersangkutan.
(7)
Pejabat pengadaan hanya 1 (satu) orang yang
memahami
tata cara pengadaan, substansi
pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang
lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur di dalam
maupun dari luar instansi yang bersangkutan.
(8)
Dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan:
a. pengguna barang/jasa dan bendaharawan;
b. pegawai pada Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan
(BPKP)/Inspektorat
Jenderal
Departemen/Inspektorat
Utama
Lembaga
Pemerintah Non Departemen/Badan Pengawas
Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Pengawasan
Internal BI/BHMN/BUMN/BUMD kecuali menjadi
panitia/pejabat pengadaan untuk pengadaan
barang/jasa yang dibutuhkan instansinya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |113
Paragraf Ketiga
Persyaratan Penyedia Barang/Jasa
Pasal 11
(1)
Persyaratan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan
pengadaan adalah sebagai berikut :
a. memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan untuk menjalankan usaha/kegiatan
sebagai penyedia barang/jasa;
b. memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis
dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa;
c. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit,
kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan,
dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas
nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani
sanksi pidana;
d. secara
hukum
mempunyai
menandatangani kontrak;
kapasitas
e. sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban
perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan
melampirkan fotokopi bukti tanda terima
penyampaian Surat Pajak Tahunan (SPT) Pajak
Penghasilan (PPh) tahun terakhir, dan fotokopi
Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29;
f. dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah
memper-oleh pekerjaan menyediakan barang/jasa
baik di lingkungan pemerintah maupun swasta
termasuk pengalaman subkontrak, kecuali
penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari
3 (tiga) tahun;
g. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan,
dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan
barang/jasa;
114 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
h. tidak masuk dalam daftar hitam;
i. memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat
dijangkau dengan pos;
j. khusus untuk penyedia barang/jasa orang
perseorangan persyaratannya sama dengan di
atas kecuali huruf f.
(2)
Tenaga ahli yang akan ditugaskan dalam
melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan
bukti penyelesaian kewajiban pajak;
b. lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan
tinggi swasta yang telah diakreditasi oleh instansi
yang berwenang atau yang lulus ujian negara, atau
perguruan tinggi luar negeri yang ijasahnya telah
disahkan/diakui oleh instansi pemerintah yang
berwenang di bidang pendidikan tinggi;
c. mempunyai pengalaman di bidangnya.
(3)
Pegawai
negeri,
pegawai
BI,
pegawai
BHMN/BUMN/BUMD dilarang menjadi penyedia
barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil
cuti di luar tanggungan negara/BI/BHMN/BUMN/
BUMD.
(4)
Penyedia barang/jasa yang keikutsertaannya
menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang
menjadi penyedia barang/jasa.
(5)
Terpenuhinya persyaratan penyedia barang/jasa
dinilai
melalui
proses
prakualifikasi
atau
pascakualifikasi oleh panitia/pejabat pengadaan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |115
Bagian Ketiga
Jadual Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Pasal 12
Pengguna barang/jasa wajib mengalokasikan waktu yang
cukup untuk penayangan pengumuman, kesempatan untuk
pengambilan dokumen, kesempatan untuk mempelajari
dokumen, dan penyiapan dokumen penawaran.
Bagian Keempat
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
Pasal 13
(1)
Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan
sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan
berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan.
(2)
HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan
ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.
(3)
HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran
harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk
menetapkan besaran tambahan nilai jaminan
pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu
rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk
menggugurkan penawaran.
(4)
Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia.
(5)
HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan
tambahan nilai jaminan.
Bagian Kelima
Prakualifikasi dan Pascakualifikasi
Paragraf Pertama
Prinsip-Prinsip Prakualifikasi dan Pascakualifikasi
Pasal 14
(1)
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
116 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan
tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum
memasukkan penawaran.
(2)
Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi
dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan
tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah
memasukkan penawaran.
(3)
Panitia/pejabat
pengadaan
wajib
melakukan
pascakualifikasi untuk pelelangan umum pengadaan
barang/jasa pemborongan/jasa lainnya secara adil,
transparan, dan mendorong terjadinya persaingan
yang sehat dengan mengikutsertakan sebanyakbanyaknya penyedia barang/jasa.
(4)
Prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan
jasa konsultansi dan pengadaan barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya yang menggunakan
metoda penunjukan langsung untuk pekerjaan
kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan
langsung.
(5)
Panitia/pejabat
pengadaan
dapat melakukan
prakualifikasi untuk pelelangan umum pengadaan
barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang bersifat
kompleks.
(6)
Dalam
proses
prakualifikasi/pascakualifikasi
panitia/pejabat pengadaan dilarang menambah
persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi di luar yang
telah ditetapkan dalam ketentuan Keputusan
Presiden ini atau ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi;
(7)
Persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi yang
ditetapkan harus merupakan persyaratan minimal
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan agar
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |117
terwujud persaingan yang sehat secara luas.
(8)
Pengguna barang/jasa wajib menyederhanakan
proses prakualifikasi dengan tidak meminta seluruh
dokumen yang disyaratkan melainkan cukup dengan
formulir isian kualifikasi penyedia barang/jasa.
(9)
Penyedia barang/jasa wajib menandatangani surat
pernyataan di atas meterai bahwa semua informasi
yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi
adalah
benar,
dan
apabila
diketemukan
penipuan/pemalsuan
atas
informasi
yang
disampaikan, terhadap yang bersangkutan dikenakan
sanksi pembatalan sebagai calon pemenang,
dimasukkan dalam daftar hitam sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun, dan tidak boleh mengikuti pengadaan
untuk 2 (dua) tahun berikutnya, serta diancam
dituntut secara perdata dan pidana.
(10) Dalam
proses
prakualifikasi/pascakualifikasi
panitia/pejabat pengadaan tidak boleh melarang,
menghambat, dan membatasi keikutsertaan calon
peserta
pengadaan
barang/jasa
dari
luar
propinsi/kabupaten/kota
lokasi
pengadaan
barang/jasa.
(11) Departemen/Kementerian/Lembaga/TNI/Polri/Pemerin
tah/Daerah/BI/BHMN/BUMN/BUMD
dilarang
melakukan prakualifikasi massal yang berlaku untuk
pengadaan dalam kurun waktu tertentu.
(12) Pada setiap tahapan proses pemilihan penyedia
barang/jasa, pengguna barang/jasa/panitia/pejabat
pengadaan dilarang membebani atau memungut
biaya apapun kepada penyedia barang/jasa, kecuali
biaya penggandaan dokumen pengadaan.
118 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Paragraf Kedua
Proses Prakualifikasi dan Pascakualifikasi
Pasal 15
(1)
Proses prakualifikasi secara umum meliputi
pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen
prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi,
evaluasi dokumen prakualifikasi, penetapan calon
peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi, dan
pengumuman hasil prakualifikasi.
(2)
Proses pascakualifikasi secara umum meliputi
pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan
dokumen penawaran dan terhadap peserta yang
diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan
pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya.
Bagian Keenam
Prinsip Penetapan Sistem Pengadaan
Pasal 16
(1) Untuk menentukan sistem pengadaan yang meliputi
metoda pemilihan penyedia barang/jasa, metoda
penyampaian dokumen penawaran, metoda evaluasi
penawaran, dan jenis kontrak, perlu mempertimbangkan
jenis, sifat, dan nilai barang/jasa serta kondisi lokasi,
kepentingan masyarakat, dan jumlah penyedia
barang/jasa yang ada.
(2) Dalam menyusun rencana dan penentuan paket
pengadaan, pengguna barang/jasa bersama dengan
panitia, wajib memaksimalkan penggunaan produksi
dalam negeri dan perluasan kesempatan bagi usaha
kecil, koperasi kecil, dan masyarakat.
(3) Dalam menetapkan sistem pengadaan, pengguna
barang/jasa:
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |119
a. wajib menyediakan sebanyak-banyaknya paket
pengadaan untuk usaha kecil termasuk koperasi
kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi,
persaingan sehat, kesatuan sistem, kualitas, dan
kemampuan teknis usaha kecil;
b. dilarang menyatukan atau memusatkan beberapa
kegiatan yang tersebar di beberapa daerah yang
menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya
seharusnya dilakukan di daerah masing-masing;
c. dilarang menyatukan beberapa paket pekerjaan
yang menurut sifat pekerjaan dan besaran nilainya
seharusnya dilakukan oleh usaha kecil termasuk
koperasi kecil;
d. dilarang menetapkan kriteria dan persyaratan
pengadaan yang diskriminatif dan tidak obyektif.
Bagian Ketujuh
Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa
Lainnya
Paragraf Pertama
Metoda Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Pemborongan/Jasa Lainnya
Pasal 17
(1) Dalam
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan
melalui metoda pelelangan umum.
(2) Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan
pengumuman secara luas melalui media massa dan
papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
sehingga masyarakat luas dunia usaha yang
berminat
dan
memenuhi
kualifikasi
dapat
120 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
mengikutinya.
(3) Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu
melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan
yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa
dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas
dan diumumkan secara luas melalui media massa dan
papan pengumuman resmi dengan mencantumkan
penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu,
guna memberi kesempatan kepada penyedia
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
(4) Dalam hal metoda pelelangan umum atau pelelangan
terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan,
maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan
dengan metoda pemilihan langsung, yaitu pemilihan
penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan
membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia
barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta
dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta
harus
diumumkan
minimal
melalui
papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila
memungkinkan melalui internet.
(5) Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus,
pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan
dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu)
penyedia barang/jasa dengan cara melakukan
negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga
diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |121
Paragraf Kedua
Metoda Penyampaian Dokumen Penawaran Pada
Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya
Pasal 18
(1) Dalam
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya dapat dipilih salah 1 (satu)
dari 3 (tiga) metoda penyampaian dokumen
penawaran berdasarkan jenis barang/jasa yang akan
diadakan dan metoda penyampaian dokumen
penawaran tersebut harus dicantumkan dalam
dokumen lelang yang meliputi :
a. metoda satu sampul;
b. metoda dua sampul;
c. metoda dua tahap.
(2) Metoda satu sampul yaitu penyampaian dokumen
penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi,
teknis, dan penawaran harga yang dimasukan ke
dalam 1 (satu) sampul tertutup kepada panitia/pejabat
pengadaan.
(3) Metoda dua sampul yaitu penyampaian dokumen
penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis
dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan
harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup
II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan ke
dalam 1 (satu) sampul (sampul penutup) dan
disampaikan kepada panitia/pejabat pengadaan.
(4) Metoda dua tahap yaitu penyampaian dokumen
penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis
dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan
harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup
II, yang penyampaiannya dilakukan dalam 2 (dua)
tahap secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.
122 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Paragraf Ketiga
Evaluasi Penawaran Pada Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa
Pemborongan/Jasa Lainnya
Pasal 19
(1) Dalam
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya dapat dipilih salah 1 (satu)
dari 3 (tiga) metoda evaluasi penawaran berdasarkan
jenis barang/jasa yang akan diadakan, dan metoda
evaluasi penawaran tersebut harus dicantumkan
dalam dokumen lelang, yang meliputi :
a. sistem gugur;
b. sistem nilai;
c. sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.
(2) Sistem gugur adalah evaluasi penilaian penawaran
dengan cara memeriksa dan membandingkan
dokumen
penawaran
terhadap
pemenuhan
persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen
pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses
evaluasi dimulai dari penilaian persyaratan
administrasi, persyaratan teknis dan kewajaran harga,
terhadap penyedia barang/jasa yang tidak lulus
penilaian pada setiap tahapan dinyatakan gugur.
(3) Sistem nilai adalah evaluasi penilaian penawaran
dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada
setiap unsur yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai
yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan
penyedia barang/jasa, kemudian membandingkan
jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan
penawaran peserta lainnya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |123
(4) Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis adalah
evaluasi penilaian penawaran dengan cara
memberikan nilai pada unsur-unsur teknis dan harga
yang dinilai menurut umur ekonomis barang yang
ditawarkan berdasarkan kriteria dan nilai yang
ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia
barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut
dikonversikan ke dalam satuan mata uang tertentu,
dan dibandingkan dengan jumlah nilai dari setiap
penawaran peserta dengan penawaran peserta
lainnya.
(5) Dalam
mengevaluasi
dokumen
penawaran,
panitia/pejabat pemilihan penyedia barang/jasa tidak
diperkenankan
mengubah,
menambah,
dan
mengurangi kriteria dan tatacara evaluasi tersebut
dengan alasan apapun dan atau melakukan tindakan
lain yang bersifat post bidding.
Paragraf Keempat
Prosedur Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Pemborongan/Jasa Lainnya
Pasal 20
(1) Prosedur
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan
umum meliputi:
a. dengan prakualifikasi:
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi dokumen prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
124 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada
prakualifikasi;
9)
pengambilan dokumen lelang umum;
peserta
yang
lulus
10) penjelasan;
11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
lelang dan perubahannya;
12) pemasukan penawaran;
13) pembukaan penawaran;
14) evaluasi penawaran;
15) penetapan pemenang;
16) pengumuman pemenang;
17) masa sanggah;
18) penunjukan pemenang;
19) penandatanganan kontrak;
b. dengan pasca kualifikasi:
1)
pengumuman pelelangan umum;
2)
pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;
3)
pengambilan dokumen lelang umum;
4)
penjelasan;
5)
penyusunan berita acara penjelasan dokumen
lelang dan perubahannya;
6)
pemasukan penawaran;
7)
pembukaan penawaran;
8)
evaluasi penawaran
kualifikasi;
termasuk
evaluasi
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |125
9)
penetapan pemenang;
10) pengumuman pemenang;
11) masa sanggah;
12) penunjukan pemenang;
13) penandatanganan kontrak.
(2) Prosedur
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan
terbatas meliputi :
a. pemberitahuan dan konfirmasi kepada peserta
terpilih;
b. pengumuman pelelangan terbatas;
c. pengambilan dokumen prakualifikasi;
d. pemasukan dokumen prakualifikasi;
e evaluasi dokumen prakualifikasi;
f. penetapan hasil prakualifikasi;
g. pemberitahuan hasil prakualifikasi;
h masa sanggah prakualifikasi;
i. undangan
kepada
prakualifikasi;
j
peserta
yang
lulus
penjelasan;
k. penyusunan berita acara penjelasan dokumen
lelang dan perubahannya;
l. pemasukan penawaran;
m. pembukaan penawaran;
n. evaluasi penawaran;
o. penetapan pemenang;
p. pengumuman pemenang;
q. masa sanggah;
126 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
r. penunjukan pemenang;
s. penandatanganan kontrak.
(3) Prosedur
pemilihan
penyedia
barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pemilihan
langsung meliputi :
a. pengumuman pemilihan langsung;
b. pengambilan dokumen prakualifikasi;
c. pemasukan dokumen prakualifikasi
d. evaluasi dokumen prakualifikasi;
e penetapan hasil prakualifikasi;
f. pemberitahuan hasil prakualifikasi;
g. masa sanggah prakualifikasi;
h undangan
langsung;
pengambilan
dokumen
pemilihan
i. penjelasan;
j
penyusunan berita acara penjelasan dokumen
lelang dan perubahannya;
k. pemasukan penawaran;
l. pembukaan penawaran;
m. evaluasi penawaran;
n. penetapan pemenang;
o. pemberitahuan penetapan pemenang;
p. masa sanggah;
q. penunjukan pemenang;
r. penandatanganan kontrak.
(4) Tata
cara
pemilihan penyedia barang/jasa
pemborongan/jasa
lainnya
dengan
metoda
penunjukan langsung meliputi:
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |127
a. undangan kepada peserta terpilih;
b. pengambilan dokumen prakualifikasi dan dokumen
penunjukan langsung;
c. pemasukan dokumen prakualifikasi, penilaian
kualifikasi, penjelasan, dan pembuatan berita
acara penjelasan;
d. pemasukan penawaran;
e evaluasi penawaran;
f. negosiasi baik teknis maupun biaya;
g. penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa;
h penandatanganan kontrak.
Bagian Kedelapan
Sistem Pengadaan Jasa Konsultansi
Paragraf Pertama
Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Jasa Konsultansi
Pasal 21
(1) Pengguna barang/jasa menyusun Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan menunjuk panitia pengadaan/pejabat
pengadaan.
(2) Panitia/pejabat pengadaan menyusun harga perkiraan
sendiri (HPS) dan dokumen pemilihan penyedia jasa
konsultansi meliputi KAK, syarat administrasi, syarat
teknis, syarat keuangan, metoda pemilihan penyedia
jasa konsultansi, metoda penyampaian dokumen
penawaran, metoda evaluasi penawaran, dan jenis
kontrak yang akan digunakan.
128 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Paragraf Kedua
Metoda Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Pasal 22
(1) Pemilihan penyedia jasa konsultansi pada prinsipnya
harus dilakukan melalui seleksi umum. Dalam
keadaan tertentu pemilihan penyedia jasa konsultansi
dapat dilakukan melalui seleksi terbatas, seleksi
langsung atau penunjukan langsung.
(2) Seleksi umum adalah metoda pemilihan penyedia jasa
konsultansi yang daftar pendek pesertanya dipilih
melalui proses prakualifikasi secara terbuka yaitu
diumumkan secara luas melalui media massa dan
papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
sehingga masyarakat luas mengetahui dan penyedia
jasa konsultansi yang berminat dan memenuhi
kualifikasi dapat mengikutinya.
(3) Seleksi terbatas adalah metoda pemilihan penyedia
jasa konsultansi untuk pekerjaan yang kompleks dan
diyakini jumlah penyedia jasa yang mampu
melaksanakan pekerjaan tersebut jumlahnya terbatas.
(4) Dalam hal metoda seleksi umum atau seleksi terbatas
dinilai tidak efisien dari segi biaya seleksi, maka
pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan
dengan seleksi langsung yaitu metoda pemilihan
penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek
pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi
terhadap penyedia jasa konsultansi yang dipilih
langsung dan diumumkan sekurang-kurangnya di
papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
atau media elektronik (internet).
(5) Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus,
pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |129
dengan menunjuk satu penyedia jasa konsultansi
yang memenuhi kualifikasi dan dilakukan negosiasi
baik dari segi teknis maupun biaya sehingga diperoleh
biaya yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan.
Paragraf Ketiga
Metoda Penyampaian Dokumen Penawaran
Pada Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Pasal 23
(1) Dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat
dipilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) metoda penyampaian
dokumen penawaran berdasarkan jenis jasa
konsultansi yang akan diadakan dan harus
dicantumkan dalam dokumen seleksi.
(2) Metoda penyampaian dokumen penawaran jasa
konsultansi meliputi :
a. metoda satu sampul;
b. metoda dua sampul;
c. metoda dua tahap.
Paragraf Keempat
Metoda Evaluasi Penawaran
Untuk Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Pasal 24
(1) Dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat
dipilih salah 1 (satu) dari 5 (lima) metoda evaluasi
penawaran berdasarkan jenis jasa konsultansi yang
akan diadakan dan harus dicantumkan dalam
dokumen seleksi, yaitu:
a. metoda evaluasi kualitas;
b. metoda evaluasi kualitas dan biaya;
130 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
c. metoda evaluasi pagu anggaran;
d. metoda evaluasi biaya terendah;
e. metoda evaluasi penunjukan langsung.
(2) Metoda evaluasi kualitas adalah evaluasi penawaran
jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran
teknis terbaik, dilanjutkan dengan klarifikasi dan
negosiasi teknis serta biaya.
(3) Metoda evaluasi kualitas dan biaya adalah evaluasi
pengadaan jasa konsultansi berdasarkan nilai
kombinasi terbaik penawaran teknis dan biaya
terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi
teknis serta biaya.
(4) Metoda evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi
pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kualitas
penawaran teknis terbaik dari peserta yang
penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau sama
dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi
dan negosiasi teknis serta biaya.
(5) Metoda evaluasi biaya terendah adalah evaluasi
pengadaan jasa konsultansi berdasarkan penawaran
biaya terkoreksinya terendah dari konsultan yang nilai
penawaran teknisnya di atas ambang batas
persyaratan teknis yang telah ditentukan, dilanjutkan
dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
(6) Metoda evaluasi penunjukan langsung adalah
evaluasi terhadap hanya satu penawaran jasa
konsultansi berdasarkan kualitas teknis yang dapat
dipertanggungjawabkan dan biaya yang wajar setelah
dilakukan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |131
Paragraf Kelima
Prosedur Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Pasal 25
(1) Prosedur pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan
metoda seleksi umum meliputi:
a. metoda evaluasi kualitas, metoda dua sampul :
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada konsultan yang masuk
daftar pendek;
9)
pengambilan dokumen seleksi umum;
10) penjelasan;
11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
seleksi dan perubahaannya;
12) pemasukan penawaran;
13) pembukaan penawaran administrasi dan
teknis (sampul I);
14) evaluasi administrasi dan teknis;
15) penetapan peringkat teknis;
16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis
(pemenang);
17) masa sanggah;
18) pembukaan penawaran harga (sampul II)
132 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
peringkat teknis terbaik;
19) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;
20) penunjukan pemenang;
21) penandatanganan kontrak;
b. metoda evaluasi kualitas, metoda dua tahap :
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada konsultan yang masuk
daftar pendek;
9)
pengambilan dokumen seleksi umum;
10) penjelasan;
11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
seleksi dan perubahaannya;
12) tahap I, pemasukan penawaran administrasi
dan teknis;
13) pembukaan penawaran administrasi dan
teknis;
14) evaluasi administrasi dan teknis;
15) penetapan peringkat teknis;
16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis
(pemenang);
17) masa sanggah;
18) tahap II, mengundang peringkat teknis terbaik
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |133
(pemenang) untuk memasukkan penawaran
biaya;
19) pemasukan penawaran biaya;
20) pembukaan penawaran biaya;
21) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;
22) penunjukan pemenang;
23) penandatanganan kontrak;
c. metoda evaluasi kualitas dan biaya, metoda dua
sampul :
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada konsultan yang masuk
daftar pendek;
9)
pengambilan dokumen seleksi umum;
10) penjelasan;
11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
seleksi dan perubahaannya;
12) pemasukan penawaran;
13) pembukaan penawaran
teknis (sampul I);
administrasi dan
14) evaluasi administrasi dan teknis;
15) penetapan peringkat teknis;
16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis;
134 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
17) undangan pembukaan penawaran
peserta yang lulus evaluasi teknis;
kepada
18) pembukaan penawaran biaya (sampul II);
19) evaluasi biaya;
20) perhitungan kombinasi teknis dan biaya;
21) penetapan pemenang;
22) pengumuman pemenang;
23) masa sanggah;
24) klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya
dengan pemenang;
25) penunjukan pemenang;
26) penandatanganan kontrak;
d. metoda evaluasi pagu anggaran, metoda dua
sampul :
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada konsultan yang masuk
daftar pendek;
9)
penjelasan;
10) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
seleksi dan perubahaannya;
11) pemasukan penawaran;
12) pembukaan penawaran administrasi dan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |135
teknis (sampul I);
13) evaluasi administrasi dan teknis; terhadap
yang penawaran biayanya sama atau di
bawah pagu anggaran;
14) penetapan peringkat teknis;
15) pengumuman/pemberitahuan peringkat teknis;
16) masa sanggah;
17) undangan pembukaan penawaran biaya
kepada peserta yang lulus evaluasi teknis;
18) pembukaan penawaran biaya (sampul II),
koreksi aritmatik, dan penetapan pemenang;
19) klarifikasi dan konfirmasi negosiasi teknis dan
biaya dengan pemenang (peringkat teknis
terbaik yang penawaran biayanya sama atau
di bawah pagu anggaran);
20) penunjukan pemenang (award);
21) penandatanganan kontrak;
e. metoda evaluasi biaya terendah, metoda dua
sampul :
1)
pengumuman prakualifikasi;
2)
pengambilan dokumen prakualifikasi;
3)
pemasukan dokumen prakualifikasi;
4)
evaluasi prakualifikasi;
5)
penetapan hasil prakualifikasi;
6)
pengumuman hasil prakualifikasi;
7)
masa sanggah prakualifikasi;
8)
undangan kepada konsultan yang masuk
daftar pendek;
136 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
9)
pengambilan dokumen seleksi umum;
10) penjelasan;
11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen
seleksi dan perubahaannya;
12) pemasukan penawaran;
13) pembukaan penawaran administrasi dan
teknis (sampul I);
14) evaluasi administrasi dan teknis;
15) pengumuman/pemberitahuan hasil evaluasi
administrasi dan teknis;
16) undangan pembukaan penawaran bagi yang
lulus;
17) pembukaan penawaran biaya (sampul II);
18) evaluasi penawaran biaya;
19) penetapan pemenang;
20) pengumuman pemenang;
21) masa sanggah;
22) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya
dengan pemenang;
23) penunjukan pemenang;
24) penandatanganan kontrak.
(2) Prosedur pemilihan penyedia jasa konsultansi
dengan metoda seleksi terbatas dan seleksi langsung
pada prinsipnya sama dengan prosedur pemilihan
penyedia jasa konsultansi dengan metoda seleksi
umum, hanya berbeda pada cara penyusunan daftar
pendek.
(3) Tata cara pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan
metoda penunjukan langsung meliputi:
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |137
a. undangan kepada konsultan terpilih dilampiri
dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan
langsung;
b. pemasukan dan evaluasi dokumen prakualifikasi
serta penjelasan;
c. pemasukan penawaran administrasi, teknis, dan
biaya dalam satu sampul;
d. pembukaan dan evaluasi penawaran oleh panitia;
e. klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;
f. penetapan/penunjukan penyedia jasa konsultansi;
g. penandatanganan kontrak
Bagian Kesembilan
Pejabat yang Berwenang Menetapkan
Penyedia Barang/Jasa
Pasal 26
Pejabat yang berwenang menetapkan penyedia
barang/jasa adalah :
a.
Pengguna barang/jasa untuk pengadaan yang
bernilai sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah) tanpa memerlukan persetujuan
Menteri/Panglima
TNI/Kepala
Polri/Pemimpin
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur
BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD, pejabat
atasan pengguna barang/jasa yang bersangkutan.
b.
Menteri/Panglima
TNI/Kepala
Polri/Pemimpin
Lembaga/Dewan
Gubernur
BI/Pemimpin
BHMN/Direksi BUMN untuk pengadaan barang/jasa
yang dibiayai dari dana APBN yang bernilai di atas
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
138 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
c.
Gubernur untuk pengadaan barang/jasa yang
dibiayai dari dana APBD Propinsi yang bernilai di atas
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
d.
Bupati/Walikota untuk pengadaan barang/jasa yang
dibiayai dari dana APBD Kabupaten/Kota yang
bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah).
e.
Direksi BUMD untuk pengadaan barang/jasa yang
dibiayai dari dana APBN/APBD yang bernilai di atas
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
dengan persetujuan Gubernur/Walikota/ Bupati.
Bagian Kesepuluh
Sanggahan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa,
Pengaduan Masyarakat, dan
Pelelangan atau Seleksi Gagal
Paragraf Pertama
Sanggahan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dan
Pengaduan Masyarakat
Pasal 27
(1)
Peserta pemilihan penyedia barang/jasa yang merasa
dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan peserta lainnya, dapat mengajukan surat
sanggahan kepada pengguna barang/jasa apabila
ditemukan :
a. penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur
yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan
penyedia barang/jasa;
b. rekayasa
tertentu sehingga menghalangi
terjadinya persaingan yang sehat;
c. penyalahgunaan wewenang oleh panitia/pejabat
pengadaan dan/atau pejabat yang berwenang
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |139
lainnya;
d. adanya unsur KKN di antara peserta pemilihan
penyedia barang/jasa;
e. adanya unsur KKN antara peserta dengan
anggota panitia/ pejabat pengadaan dan/atau
dengan pejabat yang berwenang lainnya.
(2)
Pengguna barang/jasa wajib memberikan jawaban
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak surat
sanggahan diterima.
(3)
Apabila penyedia barang/jasa tidak puas terhadap
jawaban pengguna barang/jasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), maka dapat mengajukan
surat sanggahan banding.
(4)
Surat sanggahan banding disampaikan kepada
Menteri/Panglima
TNI/Kepala
Polri/Pemimpin
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur
BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD selambatlambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
jawaban atas sanggahan tersebut.
(5)
Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri / Pemimpin
Lembaga / Gubernur / Bupati / Walikota / Dewan
Gubernur BI / Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/
BUMD wajib memberikan jawaban selambatlambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak surat
sanggahan banding diterima.
(6)
Proses pemilihan penyedia barang/jasa tetap
dilanjutkan tanpa menunggu jawaban atas
sanggahan banding.
(7)
Apabila sanggahan banding ternyata benar, maka
proses pemilihan penyedia barang/jasa dievaluasi
kembali atau dilakukan proses pemilihan ulang, atau
140 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
dilakukan pembatalan kontrak.
(8)
Setiap pengaduan harus ditindaklanjuti oleh
instansi/pejabat yang menerima pengaduan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Paragraf Kedua
Pelelangan/Seleksi Ulang
Pasal 28
(1)
Pelelangan umum dan terbatas dinyatakan gagal oleh
panitia/pejabat pengadaan, apabila:
a. jumlah penyedia barang/jasa yang memasukkan
penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta; atau
b. tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis; atau
c. harga penawaran terendah lebih tinggi dari pagu
anggaran yang tersedia.
(2)
Seleksi umum dan terbatas dinyatakan gagal oleh
panitia/pejabat pengadaan, apabila :
a. jumlah penyedia jasa konsultansi yang
memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga)
peserta; atau
b. tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis; atau
c. negosiasi atas harga penawaran gagal karena
tidak ada peserta yang menyetujui/menyepakati
klarifikasi dan negosiasi.
(3)
Pelelangan/seleksi dinyatakan gagal oleh pengguna
barang/jasa atau pejabat berwenang lainnya apabila :
a. sanggahan dari penyedia barang/jasa ternyata
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |141
benar;
b. pelaksanaan pelelangan/seleksi tidak sesuai atau
menyimpang dari dokumen pengadaan yang telah
ditetapkan.
(4)
Apabila pelelangan/seleksi dinyatakan gagal, maka
panitia/pejabat pengadaan segera melakukan
pelelangan/seleksi ulang.
(5)
Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia
barang/jasa yang lulus prakualifikasi hanya 2 (dua)
maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi
seperti pada proses pemilihan langsung.
(6)
Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia
barang/jasa yang memasukkan penawaran hanya 2
(dua) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses
pemilihan langsung.
(7)
Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia
barang/jasa yang lulus prakualifikasi hanya 1 (satu)
maka dilakukan permintaan penawaran dan
negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung.
(8)
Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia
barang/jasa yang memasukkan penawaran hanya 1
(satu) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses
penunjukan langsung.
(9)
Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah
penyedia jasa konsultansi yang lulus prakualifikasi
hanya 2 (dua) maka dilakukan permintaan penawaran
dan negosiasi seperti pada proses seleksi langsung.
(10) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah
penyedia jasa konsultansi yang memasukkan
penawaran hanya 2 (dua) maka dilakukan negosiasi
seperti pada proses seleksi langsung.
142 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
(11) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah
penyedia jasa konsultansi yang lulus prakualifikasi
hanya 1 (satu) maka dilakukan permintaan
penawaran dan negosiasi seperti pada proses
penunjukan langsung.
(12) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah
penyedia jasa konsultansi yang memasukkan
penawaran hanya 1 (satu) maka dilakukan negosiasi
seperti pada proses penunjukan langsung.
(13) Pengguna barang/jasa dilarang memberikan ganti
rugi kepada peserta lelang/seleksi bila penawarannya
ditolak atau pelelangan/seleksi dinyatakan gagal.
Bagian Kesebelas
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
Paragraf Pertama
Isi Kontrak
Pasal 29
(1)
Kontrak sekurang-kurangnya memuat ketentuan
sebagai berikut :
a. para pihak yang menandatangani kontrak yang
meliputi nama, jabatan, dan alamat;
b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian
yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa
yang diperjanjikan;
c. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di
dalam perjanjian;
d. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syaratsyarat pembayaran;
e. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan
terinci;
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |143
f. tempat dan jangka waktu penyelesaian /
penyerahan dengan disertai jadual waktu
penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syaratsyarat penyerahannya;
g. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan
dan/atau ketentuan mengenai kelaikan;
h. ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam
hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya;
i. ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara
sepihak;
j. ketentuan mengenai keadaan memaksa;
k ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam
hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan
pekerjaan;
l. ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja;
m. ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab
gangguan lingkungan;
n. ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.
(2)
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah adalah peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia.
(3)
Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa di
dalam negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk
valuta asing.
(4)
Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak
dapat membebani dana rupiah murni;
(5)
Perjanjian atau kontrak dalam bentuk valuta asing
tidak dapat diubah dalam bentuk rupiah dan
sebaliknya kontrak dalam bentuk rupiah tidak dapat
144 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
diubah dalam bentuk valuta asing.
(6)
Pengecualian terhadap ketentuan ayat (3), ayat (4)
dan ayat (5) Pasal ini harus mendapat persetujuan
dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Anggaran.
Paragraf Kedua
Jenis Kontrak
Pasal 30
(1)
Kontrak pengadaan barang/jasa dibedakan atas:
a. berdasarkan bentuk imbalan:
1) lump sum;
2) harga satuan;
3) gabungan lump sum dan harga satuan;
4) terima jadi (turn k ey);
5) persentase.
b. berdasarkan jangka waktu pelaksanaan:
1) tahun tunggal;
2) tahun jamak.
c. berdasarkan jumlah pengguna barang/jasa:
1) kontrak pengadaan tunggal;
2) kontrak pengadaan bersama.
(2)
Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan
barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga
yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |145
sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
(3)
Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan
barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga
satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis
tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat
perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya
didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas
volume
pekerjaan
yang
benar-benar telah
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
(4)
Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan
adalah kontrak yang merupakan gabungan lump sum
dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang
diperjanjikan.
(5)
Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan
barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah
harga
pasti
dan
tetap
sampai
seluruh
bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama
maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
(6)
Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa
konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan
pemborongan tertentu, dimana konsultan yang
bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan
persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik
konstruksi/ pemborongan tersebut.
(7)
Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan
pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa
1 (satu) tahun anggaran.
(8)
Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan
146 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa
lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan
atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk
pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk
pengadaan
yang dibiayai APBD Propinsi,
Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai
APBD Kabupaten/Kota.
(9)
Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara
satu unit kerja atau satu proyek dengan penyedia
barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu dalam waktu tertentu.
(10) Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak antara
beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan
penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai
dengan kegiatan bersama yang jelas dari masingmasing unit kerja dan pendanaan bersama yang
dituangkan dalam kesepakatan bersama.
Paragraf Ketiga
Penandatanganan Kontrak
Pasal 31
(1)
Para pihak menandatangani kontrak selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia
barang/jasa dan setelah penyedia barang/jasa
menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5%
(lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna
barang/jasa.
(2)
Untuk pekerjaan jasa konsultansi tidak diperlukan
jaminan pelaksanaan.
(3)
Untuk
pengadaan
dengan
nilai
di
bawah
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |147
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) bentuk kontrak
cukup dengan kuitansi pembayaran dengan meterai
secukupnya.
(4)
Untuk
pengadaan
dengan
nilai
di
atas
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), bentuk
kontrak berupa Surat Perintah Kerja (SPK) tanpa
jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
(5)
Untuk
pengadaan
dengan
nilai
di
atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), bentuk
kontrak berupa kontrak pengadaan barang/jasa
(KPBJ) dengan jaminan pelaksanaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(6)
Dalam melakukan perikatan, para pihak sedapat
mungkin menggunakan standar kontrak atau contoh
SPK yang dikeluarkan pimpinan instansi yang
bersangkutan atau instansi lainnya.
(7)
Kontrak untuk pekerjaan barang/jasa yang bernilai di
atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
ditandatangani oleh pengguna barang/jasa setelah
memperoleh pendapat ahli hukum kontrak yang
profesional.
Paragraf Keempat
Hak dan Tanggung Jawab Para Pihak
dalam Pelaksanaan Kontrak
Pasal 32
(1)
Setelah penandatanganan kontrak, pengguna
barang/jasa segera melakukan pemeriksaan
lapangan
bersama-sama
dengan
penyedia
barang/jasa dan membuat berita acara keadaan
148 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
lapangan/serah terima lapangan.
(2)
Penyedia barang/jasa dapat menerima uang muka
dari pengguna barang/jasa.
(3)
Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung
jawab
seluruh
pekerjaan
utama
dengan
mensubkontrakkan kepada pihak lain.
(4)
Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung
jawab
sebagian
pekerjaan
utama
dengan
mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara
dan alasan apapun, kecuali disub-kontrakkan kepada
penyedia barang/jasa spesialis.
(5)
Terhadap pelanggaran atas larangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), dikenakan sanksi berupa
denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam kontrak.
Paragraf Kelima
Pembayaran Uang Muka dan
Prestasi Pekerjaan
Pasal 33
(1)
Uang muka dapat diberikan
barang/jasa sebagai berikut :
kepada penyedia
a. Untuk usaha kecil setinggi-tingginya 30% (tiga
puluh persen) dari nilai kontrak;
b. Untuk usaha selain usaha kecil setinggi-tingginya
20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak.
(2)
Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan
sistem sertifikat bulanan atau sistem termin, dengan
memperhitungkan angsuran uang muka dan
kewajiban pajak.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |149
Paragraf Keenam
Perubahan Kontrak
Pasal 34
Perubahan kontrak dilakukan sesuai kesepakatan
pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa (para
pihak) apabila terjadi perubahan lingkup pekerjaan, metoda
kerja, atau waktu pelaksanaan, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Paragraf Ketujuh
Penghentian dan Pemutusan Kontrak
Pasal 35
(1)
Penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi halhal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan
kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, yang
disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan,
perang saudara, sepanjang kejadian-kejadian
tersebut berkaitan dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kekacauan dan huru hara serta bencana
alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau
keadaan yang ditetapkan dalam kontrak.
(2)
Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para
pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban
dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam
kontrak.
(3)
Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian
penyedia barang/jasa dikenakan sanksi sesuai yang
ditetapkan dalam kontrak berupa :
a. jaminan pelaksanaan menjadi milik negara;
b. sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia
barang/jasa;
c. membayar denda dan ganti rugi kepada negara;
150 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
d. pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu
tertentu.
(4)
Pengguna barang/jasa dapat memutuskan kontrak
secara sepihak apabila denda keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia
barang/jasa sudah melampaui besarnya jaminan
pelaksanaan.
(5)
Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kesalahan
pengguna barang/jasa, dikenakan sanksi berupa
kewajiban mengganti kerugian yang menimpa
penyedia barang/jasa sesuai yang ditetapkan dalam
kontrak dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(6)
Kontrak batal demi hukum apabila isi kontrak
melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
(7)
Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti
melakukan KKN, kecurangan, dan pemalsuan dalam
proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak.
Paragraf Kedelapan
Serah Terima Pekerjaan
Pasal 36
(1)
Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen)
sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak,
penyedia barang/jasa mengajukan permintaan secara
tertulis kepada pengguna barang/jasa untuk
penyerahan pekerjaan.
(2)
Pengguna barang/jasa melakukan penilaian terhadap
hasil pekerjaan yang telah diselesaikan, baik secara
sebagian atau seluruh pekerjaan, dan menugaskan
penyedia barang/jasa untuk memperbaiki dan/atau
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |151
melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana
yang disyaratkan dalam kontrak.
(3)
Pengguna barang/jasa menerima penyerahan
pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak.
(4)
Penyedia barang/jasa wajib melakukan pemeliharaan
atas hasil pekerjaan selama masa yang ditetapkan
dalam kontrak, sehingga kondisinya tetap seperti
pada saat penyerahan pekerjaan dan dapat
memperoleh pembayaran uang retensi dengan
menyerahkan jaminan pemeliharaan.
(5)
Masa pemeliharaan minimal untuk pekerjaan
permanen 6 (enam) bulan untuk pekerjaan semi
permanen 3 (tiga) bulan dan masa pemeliharaan
dapat melampaui tahun anggaran.
(6)
Setelah masa pemeliharaan berakhir, pengguna
barang/jasa mengembalikan jaminan pemeliharaan
kepada penyedia barang/jasa.
Paragraf Kesembilan
Sanksi
Pasal 37
(1)
Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan
akibat dari kelalaian penyedia barang/jasa, maka
penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan
denda keterlambatan sekurang-kurangnya 1o/oo (satu
perseribu) per hari dari nilai kontrak.
(2)
Bila terjadi keterlambatan pekerjaan/pembayaran
karena semata-mata kesalahan atau kelalaian
pengguna barang/jasa, maka pengguna barang/jasa
membayar kerugian yang ditanggung penyedia
barang/jasa akibat keterlambatan dimaksud, yang
152 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
besarannya ditetapkan dalam kontrak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3)
Konsultan perencana yang tidak cermat dan
mengakibatkan kerugian pengguna barang/jasa
dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun
kembali perencanaan dengan beban biaya dari
konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti
rugi.
Paragraf Kesepuluh
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 38
(1)
Bila terjadi perselisihan antara pengguna barang/jasa
dan penyedia barang/jasa maka kedua belah pihak
menyelesaikan perselisihan di Indonesia dengan cara
musyawarah, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau
melalui pengadilan, sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam kontrak menurut hukum yang
berlaku di Indonesia.
(2)
Keputusan dari hasil penyelesaian perselisihan
dengan memilih salah satu cara tersebut di atas
adalah mengikat dan segala biaya yang timbul untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut dipikul oleh para
pihak sebagaimana diatur dalam kontrak.
BAB III
SWAKELOLA
Pasal 39
(1)
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang
direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri.
(2)
Swakelola dapat dilaksanakan oleh :
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |153
a. pengguna barang/jasa;
b. instansi pemerintah lain;
c. kelompok
masyarakat/lembaga
masyarakat penerima hibah.
(3)
swadaya
Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola :
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan teknis sumber daya manusia instansi
pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan
fungsi dan tugas pokok pengguna barang/jasa;
dan/atau
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya
memerlukan partisipasi masyarakat setempat;
dan/atau
c. pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat,
lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh
penyedia barang/jasa; dan/atau
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat
dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga
apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa
akan menanggung resiko yang besar; dan/atau
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran,
seminar, lokakarya, atau penyuluhan; dan/atau
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project)
yang bersifat khusus untuk pengembangan
teknologi/metoda kerja yang belum dapat
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; dan/atau
g. pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data,
perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di
laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan
penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah
pemerintah;
154 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi
pengguna barang/jasa yang bersangkutan.
(4)
Prosedur swakelola meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan di lapangan dan
pelaporan.
BAB IV
PENDAYAGUNAAN PRODUKSI DALAM NEGERI DAN
PERAN SERTA USAHA KECIL TERMASUK KOPERASI
KECIL
Bagian Pertama
Pengadaan Barang/Jasa yang Dibiayai
dengan Dana Dalam Negeri
Pasal 40
(1)
Instansi pemerintah wajib :
a. memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil
produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun
dan perekayasaan nasional dalam pengadaan
barang/jasa;
b. memaksimalkan penggunaan penyedia barang/
jasa nasional;
c. memaksimalkan
penyediaan
paket-paket
pekerjaan untuk usaha kecil termasuk koperasi
kecil serta kelompok masyarakat.
(2)
Kewajiban instansi pemerintah sebagaimana
disebutkan dalam ayat (1) dilakukan pada setiap
tahapan pengadaan barang/jasa mulai dari persiapan
sampai dengan penyelesaian perjanjian/kontrak.
(3)
Dalam perjanjian wajib mencantumkan persyaratan
penggunaan :
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
lain yang berlaku dan/atau standar internasional
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |155
yang setara yang ditetapkan oleh instansi terkait
yang berwenang;
b. produksi
dalam
negeri
sesuai
kemampuan industri nasional;
dengan
c. tenaga ahli dan/atau penyedia barang/jasa dalam
negeri.
Bagian Kedua
Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai
dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri
Pasal 41
(1) Pengadaan
barang/jasa
melalui
pelelangan
internasional agar mengikutsertakan penyedia
barang/jasa nasional seluas-luasnya.
(2) Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan
pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus
dilakukan dengan persaingan sehat dengan
persyaratan yang paling menguntungkan negara, dari
segi harga dan teknis, dengan memaksimalkan
penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia
barang/jasa nasional.
(3) Pemilihan penyedia barang/jasa yang dibiayai dengan
pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus
dilakukan di dalam negeri.
(4) Apabila pinjaman kredit ekspor atau hibah luar negeri
disertai dengan syarat bahwa pelaksanaan
pengadaan barang/jasa hanya dapat dilakukan di
negara pemberi pinjaman kredit ekspor/hibah, agar
tetap diupayakan semaksimal mungkin penggunaan
barang/jasa hasil produksi dalam negeri dan
mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional.
156 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bagian Ketiga
Keikutsertaan Perusahaan Asing
Pasal 42
(1) Perusahaan asing dapat ikut serta di dalam
pengadaan barang/jasa dengan nilai :
a.
Untuk
jasa
pemborongan
di
atas
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
b.
Untuk
barang/jasa
lainnya
di
atas
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
c. Untuk jasa konsultansi di atas Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Perusahaan asing yang melaksanakan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
melakukan kerjasama usaha dengan perusahaan
nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak, dan
lain-lain, apabila ada perusahaan nasional yang
memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan.
(3) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pada pasal ini dapat
dikecualikan untuk pengadaan material dan peralatan
pertahanan
di
lingkungan
Departemen
Pertahanan/TNI yang ditetapkan oleh Menteri
Pertahanan/Panglima TNI/Kepala Staf Angkatan.
Bagian Keempat
Preferensi Harga
Pasal 43
(1) Dalam dokumen pengadaan diwajibkan memberikan
preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri,
dan penyedia jasa pemborongan nasional.
(2) Untuk pengadaan barang/jasa internasional yang
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, besarnya
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |157
preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri
setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) di atas
harga penawaran barang impor, tidak termasuk bea
masuk.
(3) Besarnya preferensi harga untuk pekerjaan jasa
pemborongan yang dikerjakan oleh kontraktor
nasional adalah 7,5% (tujuh koma lima persen) di
atas harga penawaran terendah dari kontraktor
asing.
Bagian Kelima
Penggunaan Produksi Dalam Negeri
Pasal 44
(1) Pengadaan barang/jasa supaya mengacu pada daftar
inventarisasi barang/jasa yang termasuk produksi
dalam negeri yang didasarkan pada kriteria tertentu,
menurut bidang, subbidang, jenis, dan kelompok
barang/jasa.
(2) Pengaturan mengenai daftar inventarisasi dan
penyebarluasan informasi barang/jasa produksi dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
dikeluarkan oleh departemen yang membidangi
perindustrian dan perdagangan.
Bagian Keenam
Peran Serta dan Pemaketan Pekerjaan
Untuk Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil
Paragraf Pertama
Peran Serta Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil
Pasal 45
(1) Dalam proses perencanaan dan penganggaran
proyek/kegiatan, instansi pemerintah mengarahkan
dan menetapkan besaran pengadaan barang/jasa
158 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil.
(2) Departemen yang membidangi koperasi, pengusaha
kecil,
dan
menengah
mengkoordinasikan
pemberdayaan usaha kecil termasuk koperasi kecil
dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
(3) Pimpinan instansi yang membidangi koperasi,
pengusaha kecil dan menengah bersama instansi
terkait di Propinsi/Kabupaten/Kota menyebarluaskan
informasi mengenai peluang usaha kecil termasuk
koperasi kecil mengenai rencana pengadaan
barang/jasa pemerintah di wilayahnya dan menyusun
Direktori Peluang Bagi Usaha Kecil termasuk koperasi
kecil untuk disebarluaskan kepada usaha kecil
termasuk koperasi kecil.
Paragraf Kedua
Pemaketan Pekerjaan Untuk Usaha Kecil Termasuk
Koperasi Kecil
Pasal 46
Nilai
paket
pekerjaan pengadaan barang/jasa
pemborongan/jasa
lainnya
sampai
dengan
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) diperuntukkan
bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, kecuali untuk
paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang
tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil termasuk koperas i
kecil.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |159
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 47
(1) Instansi pemerintah wajib mensosialisasikan dan
memberikan bimbingan teknis secara intensif kepada
semua pejabat perencana, pelaksana, dan pengawas
di lingkungan instansinya yang terkait agar Keputusan
Presiden ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan
baik dan benar.
(2) Instansi pemerintah bertanggung jawab atas
pengendalian pelaksanaan pengadaan barang/jasa
termasuk kewajiban mengoptimalkan penggunaan
produksi dalam negeri, perluasan kesempatan
berusaha bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil.
(3) Pengguna barang/jasa setiap triwulan wajib
melaporkan realisasi pengadaan barang/jasa secara
kumulatif kepada pimpinan instansinya.
(4) Instansi pemerintah wajib mengumumkan secara
terbuka rencana pengadaan barang/jasa setiap awal
pelaksanaan tahun anggaran.
(5) Pemimpin instansi pemerintah wajib membebaskan
segala bentuk pungutan biaya yang berkaitan dengan
perijinan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah kepada usaha kecil termasuk koperasi kecil.
(6) Instansi pemerintah dilarang melakukan pungutan
dalam bentuk apapun dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah kecuali pungutan perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
160 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 48
(1) Pengguna
barang/jasa
segera
setelah
pengangkatannya, menyusun organisasi, uraian tugas
dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pelaksanaan,
rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang
harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran
yang harus dicapai, tata laksana dan prosedur kerja
secara tertulis, dan disampaikan kepada atasan
langsung dan unit pengawasan intern instansi yang
bersangkutan.
(2) Pengguna barang/jasa wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan keuangan dan hasil kerja pada setiap
kegiatan/proyek, baik kemajuan maupun hambatan
dalam pelaksanaan tugasnya dan disampaikan
kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern
instansi yang bersangkutan.
(3) Pengguna barang/jasa wajib menyimpan dan
memelihara
seluruh
dokumen
pelaksanaan
pengadaan barang/jasa termasuk berita acara proses
pelelangan/seleksi.
(4) Instansi pemerintah wajib melakukan pengawasan
terhadap pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat
pengadaan di lingkungan instansi masing-masing,
dan menugaskan kepada aparat pengawasan
fungsional untuk melakukan pemeriksaan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(5) Unit pengawasan intern pada instansi pemerintah
melakukan
pengawasan
kegiatan/proyek,
menampung dan
menindaklanjuti pengaduan
masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |161
penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan
barang/jasa,
kemudian
melaporkan
hasil
pemeriksaannya kepada menteri/pimpinan instansi
yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP).
(6) Pengguna
barang/jasa
wajib
memberikan
tanggapan/informasi mengenai pengadaan barang/
jasa yang berada di dalam batas kewenangannya
kepada peserta pengadaan/masyarakat yang
mengajukan pengaduan atau yang memerlukan
penjelasan.
Bagian Ketiga
Tindak Lanjut Pengawasan
Pasal 49
(1) Kepada para pihak yang ternyata terbukti melanggar
ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa,
maka :
a. dikenakan sanksi administrasi;
b. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata;
c. dilaporkan untuk diproses secara pidana.
(2) Perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang
dapat dikenakan sanksi adalah :
a. berusaha
mempengaruhi
panitia
pengadaan/pejabat yang berwenang dalam
bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun
tidak langsung guna memenuhi keinginannya
yang bertentangan dengan ketentuan dan
prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen
pengadaan/kontrak, dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
162 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
b. melakukan persekongkolan dengan penyedia
barang/jasa lain untuk mengatur harga
penawaran di luar prosedur pelaksanaan
pengadaan
barang
/
jasa
sehingga
mengurangi/menghambat/ memperkecil dan/atau
meniadakan persaingan yang sehat dan/atau
merugikan pihak lain;
c. membuat dan/atau menyampaikan dokumen
dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa
yang ditentukan dalam dokumen pengadaan;
d. mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan dan/atau
tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan;
e. tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai
dengan kontrak secara bertanggung jawab;
(3) Atas perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), dikenakan sanksi berda-sarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang didahului dengan tindakan tidak
mengikutsertakan penyedia barang/jasa yang terlibat
dalam
kesempatan
pengadaan
barang/jasa
pemerintah yang bersangkutan.
(4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), dilaporkanoleh pengguna barang/jasa atau
pejabat yang berwenang lainnya kepada :
a. Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin
Lembaga/ Gubernur/Bupati/ Walikota/Dewan
Gubernur
BI/Pemimpin
BHMN/
Direksi
BUMN/BUMD;
b. Pejabat berwenang yang mengeluarkan izin
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |163
usaha penyedia barang/jasa yang bersangkutan.
(5) Kepada perusahaan non usaha kecil termasuk non
koperasi kecil yang terbukti menyalahgunakan
kesempatan dan/atau kemudahan yang diperuntukkan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
BAB VI
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Pasal 50
(1) Pengembangan kebijakan pengadaan barang/jasa
pemerintah dilakukan oleh Lembaga Pengembangan
Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP) yang
pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden tersendiri.
(2) LPKPP sudah terbentuk paling lambat pada tanggal 1
Januari 2005.
(3) Langkah-langkah persiapan pembentukan LPKPP
dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 51
Ketentuan pengadaan barang/jasa yang dilakukan
melalui pola kerjasama pemerintah dengan badan usaha,
diatur dengan Keputusan Presiden tersendiri.
BAB VIII
164 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Pengguna
barang/jasa
dan
panitia/pejabat
pengadaan wajib memenuhi persyaratan sertifikasi
keahlian
pengadaan
barang/jasa pemerintah
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10
paling lambat tanggal 1 Januari 2006.
(2) Selama persyaratan sertifikasi keahlian pengadaan
barang/jasa pemerintah bagi pengguna barang/jasa
dan panitia/pejabat pengadaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 dan Pasal 10 belum dipenuhi, maka
sampai dengan batas waktu tanggal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berlaku tanda bukti
keikutsertaan
dalam
pelatihan
pengadaan
barang/jasa pemerintah.
(3) Sampai dengan tanggal 31 Desember 2005, di bidang
jasa konstruksi diberlakukan ketentuan pemaketan
sebagai berikut :
a. Pengadaan
dengan
nilai
di
atas
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai
dengan Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
diperuntukkan bagi usaha menengah jasa
pelaksanaan konstruksi, kecuali untuk paket
pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang
tidak dapat dipenuhi oleh usaha menengah;
b. Pengadaan dengan nilai sampai dengan
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
diperuntukkan bagi usaha kecil jasa perencanaan
dan pengawasan konstruksi, kecuali untuk paket
pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang
tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil;
(4) Pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan sebelum
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |165
tanggal 1 Januari 2004 dapat berpedoman pada
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Instansi Pemerintah beserta Petunjuk Teknisnya.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
2. Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka :
1. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994
tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara sebagaimana diubah beberapa
kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6
Tahun 1999 yang masih berlaku pada saat
Keputusan Presiden ini ditetapkan;
2. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Instansi Pemerintah;
beserta petunjuk teknis dan seluruh perubahannya
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 54
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Keputusan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
166 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Baab
VI
MANAJEMEN
KONTRAK
VI.1. Pengertian Manajemen Kontrak
Sebutan kontraktor di bidang konstruksi sebenarnya
diperuntukkan bagi perorangan maupun perusahaan yang melaksanakan
tugasnya berdasarkan pada suatu ikatan kontrak. Sejauh ini telah terjadi
kesalahpahaman pengertian, dimana sebutan kontraktor hanya khusus
untuk menyebut pihak pembangun saja. Profesi kontraktor konstruksi
sebetulnya dapat dibedakan berdasarkan pada berbagai macam
pekerjaan atau spesialisnya. Ada yang berspesialisasi sebagai perancana
proyek, konsultan, manajer konstruksi atau penyeliaan, yang
menggunakan berbagai ketrampilan dan keahlian dibawah wewenang
manajemennya, dengan demikian nyata bahwa kontraktor bertugas dan
bertanggung jawab melalui pelayanan jasa untuk mengurangi beban dari
pemilik.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen kontrak
adalah suatu proses pemilihan secara cermat untuk mendapatkan
kontraktor handal yang sesuai dengan kualifikasinya, yang bertanggung
jawab dan mengerti benar akan tugas dan kewajibannya. Hal ini penting
dilakukan karena masih saja dijumpai kontraktor yang kurang bertanggung
jawab dalam menjalankan tugasnya sehingga menimbulkan permasalahan
selama pelaksanaan konstruksi.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |167
VI.2. Pendekatan dan Macam Kontrak
Terdapat beberapa cara pendekatan kontrak. Pemberi tugas
hendaknya menentukan secara cermat sebelum dimulainya konstruksi,
sejak dari menentukan pendekatan cara kontrak, pembagian paket
pekerjaaan yang akan dikontrakkan, dan jadwal waktu kontrak setiap
paket agar sesuai dengan jadwal konstruksi keseluruhan.
Beberapa macam cara pendekatan kontrak, antara lain adalah :
1. Mempercayakan tanggung jawab keseluruhan proses konstruksi
secara utuh sebagai satu kesatuan sistem rekayasa. Lingkup
pekerjaan yang dikontrakkan sejak dari tugas menyusun konsep,
perencanaan dan rekayasa, pengadaan, sampai pelaksanaan
konstruksi fisik kepada sebuah perusahaan konstruksi yang
terpilih berdasarkan kualifikasinya. Atau bisa menggunakan
konsorsium perusahaan kontraktor dengan tanggung jawab yang
terintegrasi.
2. Menggunakan cara tradisional, yaitu proyek dipecah menjadi
beberapa kelompok kegiatan, yaitu : (a) pekerjaan perencanaan,
rekayasa, serta pengawasan; (b) pengadaan perlengkapan; dan
(c) pelaksanaan konstruksi fisik bangunan. Kemudian
mempercayakan tugas perencanaan, rekayasa dan pengawasan
kepada konsultan, tugas pengadaan kepada satu atau lebih
kontraktor pemasok material dan tugas konstruksi fisik kepada
satu atau lebih kontraktor pembangunan. Pekerjaan konstruksi
fisik yang merupakan bagian terbesar menjadi tanggung jawab
Kontraktor Utama biasanya masih diberikan kepada kontraktor
spesialis di bawah perjanjian subkontrak dengan kontraktor
utama.
3. Membagi proyek keseluruhannya menjadi beberapa paket
pekerjaan dengan atau tanpa tugas perencanaan serta rekayasa,
dan memberikan setiap paket kepada kontraktor yang
berkompeten atau suatu konsorsium Kontraktor.
168 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
4. Menyelesaikan sebagian pekerjaan secara swakelola melalui
departemen
organisasi
pemberi
tugas
sendiri,
dan
mengkontrakkan bagian selebihnya kepada satu atau lebih
perusahaan untuk proyek cukup besar.
Meskipun terdapat bermacam-macam bentuk kontrak, akan tetapi
disarankan lebih baik mengikuti model bentuk kontrak standar dengan
kondisi umum yang sudah dikenal dapat berlangsung dengan baik.
Beberapa macam kontrak yang dikenal dan lazim digunakan adalah :
1) Kontrak pekerjaan lumsum
Kontrak lumsum merupakan pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana uraian dan spesifikasi teknis untuk setiap kegiatan
dalam dokumen perencanaan. Kompensasi pembayaran diberikan
sesuai dengan penawaran harga keseluruhan yang disetujui sebelum
pekerjaan dimulai. Biasanya orang menyebut kontrak lumsum ini
dengan kontrak borongan. Pelaksanaan kontrak lumsum perlu
didukung dengan uraian dan spesifikasi teknis selengkapnya untuk
keseluruhan pekerjaan agar dapat disusun estimasi volume dan
penawaran biayanya. Kesepakatan harga dicapai melalui persaingan
penawaran.
2) Kontrak harga satuan pos pekerjaan
Pada jenis kontrak ini, pemilik menjabarkan sejelas -jelasnya
mengenai lingkup setiap pos pekerjaan. Sering dengan disertai
estimasi volume masing-masing pos pekerjaan atau dapat juga tanpa
mencantumkannya. Tercapainya kesepakatan harga satuan masingmasing pekerjaan dapat ditetapkan melalui persaingan penawaran
atau melalui proses negoisasi. Pembayaran dilakukan sesuai dengan
pembiayaan individual setiap pos berdasarkan kuantitas (volume)
prestasi pelaksanaan aktual. Minimal biasanya kontraktor akan
menuntut volume pekerjaan yang tepat karena biaya operasinya
dikaitkan langsung dengan penerimaannya. Dengan demikian jumlah
pembayaran total yang menjadi tanggung jawab pemberi tugas
tergantung pada variasi prestasi volume nyata dari pos-pos pekerjaan
yang dicapai. Meskipun di dalam harga satuan masing-masing pos
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |169
pekerjaan yang disepakati sudah termasuk memperhitungkan laba,
dalam pelaksanaannya dapat berupa harga yang tetap (fixed cost)
atau bervariasi tergantung pada kondisi tertentu. Untuk kontrak jangka
panjang umumnya tidak ada kontraktor yang setuju menggunakan
jenis kontrak ini, terutama dalam situasi ekonomi yang dipengaruhi
inflasi. Seringkali jenis kontrak ini menimbulkan benturan-benturan
kepentingan yang dapat mengakibatkan munculnya perselisihan dan
tuntutan-tuntutan hukum antara pihak pemilik, perencana dan
kontraktor.
3) Kontrak biaya aktual ditambah keuntungan
Pada kontrak cara ini, kontraktor menerima pembayaran
sebagai pengganti biaya yang dibelanjakannya dengan ditambah
biaya umum overhead dan keuntungan, baik berupa jumlah pasti atau
presentase dari biaya aktual. Ketentuan mengenai pembiayaan
tersebut harus ditetapkan secara cermat dan disepakati sebelumnya
sehingga di kemudian hari tidak terjadi perbedaan penasiran.
Ketentuan tingkat nilai tambahan tergantung pada apa saja yang
termasuk dalam biaya dan seberapa lingkup pekerjaannya atau
kompleksitas proyek. Sehingga tingkat nilai biaya yang ditambahkan
dapat dinyatakan secara linear terhadap estimasi biaya keseluruhan
atau menggunakan skala bervariasi, biasanya berkisar di antara 7% 20% dari biaya actual. Kecenderungan pemborosan dari pihak
kontraktor dihambat dengan dua cara pengukuran, yaitu biaya
maksimum terjamin atau kesepakatan upaya penghematan bersama.
Cara kontrak biaya ditambah keuntungan terpaksa ditempuh
pada kondisi di mana terdapat ketidakpastian dalam pekerjaan
sehingga kontraktor tidak mampu mengambil resiko menetapkan
harga terlebih dahulu. Secara umum cara ini tidak disukai, terkecuali
untuk pekerjaan ekstra atau pekerjaan kecil yang lingkupnya sukar
untuk ditetapkan sejak awal.
4) Kontrak pengadaan tenaga kerja
Merupakan cara tradisional dalam kontrak konstruksi. Pemberi
tugas menyediakan semua fasilitas lapangan, perlengkapan, perlatan,
170 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
material dan pelayanan sesuai untuk masing-masing rencana kerja.
Sedangkan kontraktor pengerah pekerja (mandor) mengerahkan
kelompok-kelompok tenaga kerja yang diperlukan. Pengupahan
disepakati dengan pengerah tenaga kerja dalam bentuk pengukuran
prestasi kerja hari-orang atau jam-orang., yang kemudian ia akan
membayarkan kepada para pekerja pada harga yang lebih rendah.
Para pekerja sering menjadi korban , sementara pemilik proyek atau
pemberi tugas tidak berkepentingan dengan nasib individual pekerja.
Di Indonesia cara pengerahan dan pengupahan tenaga kerja seperti
ini dinamakan sistem pengerahan buruh harian.
5) Kontrak pengukuran ulang
Pada kontrak pendekatan ukuran ulang, pemilik menyodorkan
daftar estimasi volume seluruh pekerjaan. Peserta lelang kemudian
mengisi harga satuannya dan nilai perhitungan volume pekerjaan
menurutnya, sehingga mendapatkan jumlah harga penawarannya.
Apabila kontrak dimenangkan dalam suatu pelelangan yang
berdasarkan sistem ini, pada pelaksanaan pekerjaan aktualnya akan
diukur ulang volumenya dan dibayar dengan harga kutipan yang
sesuai dengan penawarannya.
6) Kontrak campuran
Merupakan
suatu
upaya
pengembangan
dengan
mempertimbangkan kombinasi cara dari tipe yang berbeda, di mana
kompensasi pembayarannya juga dikombinasikan dalam satu kontrak.
Dikombinasikan antara pembayaran dengan tipe harga lumsum untuk
suatu pelayanan pekerjaan dan pembayaran yang lain untuk
pelayanan atau pasokan yang berbeda pula sebagai contoh,
pelayanan yang dikualifikasikan dengan pembayaran lumsum dibatasi
berupa studi kelayakan, rekayasa, jasa konsultasi, pengetesan atau
pengujian.
7) Kontrak turnkey
Merupakan ikatan kontrak untuk keseluruhan paket pekerjaan
sejak dari penyusunan konsep dan studi kelayakan, perencanaan,
konstruksi, pengadaan, sampai menghasilkan keluaran produk yang
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |171
terjamin baik. Jaminan kuantitas dan kualitas keluaran dihubungkan
dengan mutu persediaan masukan dan material baku, keterampilan
proses konstruksi, dan keberhasilan dalam mencapai kondisi
operasinya. Biasanya pembayaran adalah lumsum, tetapi terbagi
menjadi beberapa komponen kontrak untuk mengatur tahap-tahap
pembayarannya. Kontrak jenis ini digunakan dalam proyek industry
berat atau proyek yang berorientasi pad ajaminan keberhasilan dalam
proses berproduksi. Sehingga dalam pengem-bangannya, kontrak
diperluas menjadi kontrak BOT (built, operation and transfer). Pada
kontrak BOT diberikan kewajiban tambahan bagi kontraktor untuk
mengoperasikan bangunan yang sudah diselesaikan sehingga
mencapai target produksi dalam masa tertentu sebelum
menyerahkannya kepada owner.
Cara kontrak ini hanya memerlukan koordinasi yang minimal,
hanya ada satu kontrak untuk keseluruhan (all in one), sehingga
secara keseluruhan diperoleh manfaat penghematan baik dalam segi
pembiayaan maupun jadwal waktu.
Jenis kontrak apabila dilihat dari pembagian tanggungjawab
antara pemilik dan kontraktor yang tercermin dalam cara
pembayarannya,maka kontrak dibedakan menjadi kontrak lumpsum atau
fixed price, dan kontrak dengan harga tidak tetap atau cost plus.
Keduanya mempunyai bermacam-macam variasi.
1) Kontrak dengan harga tetap
Pada kontrak semacam ini, kontraktor setuju untuk melaksanakan
seluruh pekerjaan proyek yang dicantumkan dalam kontrak dengan
imbalan harga yang jumlahnya tetap. Kontraktor menanggung semua
resiko kemungkinan adanya kenaikan biaya yang tidak dapat diduga
selama proyek berlangsung. Kenaikan biaya dapat berasal dari kenaikan
harga material keperluan proyek, kenaikan gaji atau keadaan cuaca yang
kurang mendukung. Sebaliknya, kontraktor akan menikmati keuntungan
sepenuhnya bila pengeluaran biaya proyek kurang dari harga yang
tercantum dalam kontrak. Dalam hal ini, pemilik mengharapkan proyek
selesai pada waktunya, dengan biaya yang telah ditentukan terlepas dari
172 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Beberapa variasi
dari kontrak jenis ini adalah sebagai berikut :
a. Harga Tetap dengan Eskalasi, disini terdapat ketentuan bahwa
harga kontrak dapat disesuaikan, naik dan turun, yang didasarkan
atas suatu indeks eskalasi yang disetujui bersama.
b. Harga Tetap dengan Perangsang, kesepakatan bahwa
kontraktor dapat mendapatkan penambahan harga apabila pihak
kontraktor dapat memenuhi tawaran yang diberikan pihak pemilik,
misalnya dengan menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari
rencana.
c. Kontrak dengan satuan harga tetap (unit price), kontrak ini
sering dijumpai dalam keadaan jenis pekerajaan yang
spesifikasinya dapat ditentukan secara jelas sedangkan harganya
belum ditentukn secara tepat. Misalnya pada pekerjaan jalan raya
biasanya harga ditentukan persatuan kubik tanah yang
dipindakan.
2) Kontrak Harga Tidak Tetap
Pada kontrak semacam ini, pihak pemilik membayar semua biaya
(jasa dan material) yang dikeluarkan untuk melaksanakan proyek yang
diatur dalam kontrak ditambah dengan sejumlah uang dalam bentuk
upah. Di pihak lain kontraktor berjanji mengadakan usaha-usaha
sebaik-baiknya untuk melaksanakan proyek sesuai sasaran yang
ditentukan. Kontrak ini memberikan keluwesan yang besar bagi
pemilik, karena dapat menentukan pekerjaan-pekerjaan yang perlu
dan tidak perlu dilakukan, menyetujui atau menolak harga yang
diajukan oleh kontraktor dalam pembelian barang tertentu. Dalam hal
ini, pemilik menanggung resiko seluruhnya atas beban biaya proyek,
termasuk hal-hal yang belum diketahui sewaktu penandatanganan
kontrak, misalnya eskalasi, perubahan nilai tukar mata uang, dan lain
lainnya. Variasi dari kontrak jenis ini adalah sebagai berikut :
a. Harga Tidak Tetap dengan Upah Tetap, pemilik membayar
kembali semua biaya proyek yang dikeluarkanoleh kontraktor,
ditambah upah yang jumlahnya tetap.
b. Harga Tidak Tetap dengan Suatu Batas Maksimum, Pemilik
membayar kembali semua biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |173
untuk merampungkan proyek ditambah upah, sampai pada suatu
batas maksimum. Pengeluaran diatas batas maksimum menjadi
tanggungan kontraktor.
c. Harga Tidak Tetap dengan Resiko ditanggung Bersama
Disini jumlah upah akan naik sesuai dengan penghematan yang
dihasilkan, tetapi akan mendapat hukuman denda sesuai dengan
jumlah kelebihan biaya yang terjadi di atas sasaran.
d. Harga Tidak Tetap dengan Upah Berubah-ubah
Kontrak harga tidak tetap dengan jumlah perangsang berubahubah. Adanya suatu persetujuan bersama mengenai sasaran
biaya proyek dan jumlah upah yang diterima untuk sasaran
tersebut. Bila pada proyek ternyata biaya proyek yang
sesungguhnya berada dibawah sasaran, maka jumlah upah akan
naik, demikian pula sebaliknya.
3) BOT (Build, Operate, and Transfer)
Bentuk lain dari hubungan peserta proyek, dalam hal ini antara
pemilik, promotor, dan kontraktor adalah mengadakan kerjasama yang
dikenal sebagai BOT. Dalam hal ini, promotor bertindak aktif sekaligus
menyiapkan dana, membangun proyek serta mengoperasikan dan
menerima dana hasil operasi fasilitas yang telah selesai dibangun.
Kemudian pada akhir jangka waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian)
menyerahkannya kepada pemilik proyek. Adakalanya promotor
memberikan memberikan kegiatan implementasi fisik kepada kontraktor
tertentu. Namun ada pula keadaan dimana kontraktor bertindak menjadi
promotor.
Sebagai contoh adalah proyek Infrastruktur, seperti membangun jalan tol.
Pada proyek ini pemerintah memiliki tanahnya atau membantu
pembebasannya, kemudian promotor membangun jalan tersebut dan
memperoleh pemasukan dari para pemakai jalan tol yang bersangkutan
sampai misalnya 10 hingga 15 tahun sebelum diserahkan kepada pemilik
(Pemerintah). BOT menjadi amat menarik karena memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
 Mengurangi beban pemerintah dari segi pembiayaan, dimana
untuk negara berkembang, perlu dibangun jaringan infrastruktur
174 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i

yang sagat banyak, sedangkan dana yang dimiliki pemerintah
terbatas.
Mendorong dan memberi kesempatan pihak swasta ikut serta
pada proyek–proyek yang bersifat publik (untuk umum) yang
lazimnya dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Dalam hal ini
pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung.
 Peranan dan Kerjasama para Peserta Proyek
Kerjasama peserta pada proyek BOT berbeda sifatnya dibandingkan
dengan bentuk Lump sum atau cost plus. Unsur-unsur utama yang
menyebabkan adanya perbedaan dapat dilihat dari peranan masingmasing peserta proyek BOT. Untuk mempermudah pemahaman, diambil
contoh proyek pembangunan jalan tol sebagai berikut :
a) Pemilik proyek (Pemerintah)
 Dalam hal ini pemilik harus ikut aktif dalam perencanaan
menentukan arah jalan yang bersangkutan, juga kegiatan
pembebasan tanah, seperti merundingkan dan bahkan kadangkadang ikut menentukan harga tanah, memberi penerangan kepada
mereka yang akan terkena proyek.
 Membantu mengurus dan memberikan ijin-ijin yang berkaitan dengan
proyek.
 Pemilik proyek harus memberikan jaminan bahwa tidak akan ada
pengambilalihan hasil proyek sampai periode yang telah disepakati
bersama.
 Dibeberapa negara, pemerintah bahkan ikut campur dalam kegiatan
penentuan harga sewa lepada pemakai (tarif tol).
b) Promotor
Seperti telah sebelumnya, promotor dapat sekaligus berfungsi
sebagai penyandang dana, pelaksana, serta operador dari fasilitas atau
produk hasil proyek. Perusahaan dengan sifat yang demikian harus
mampu dan menguasai seluk beluk prosedur dan mekanisme,
mengadakan studi kelayakan, mencari pembiayaan proyek,
melaksanakan implementasi fisik, dan mengoperasikan serta melakukan
pemeliharaan fasilitas proyek. Studi kelayakan harus mencakup aspek
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |175
yang menyeluruh mulai dari aspek pasar (pemakaian jalan tol), teknis
(pelaksanaan pembangunan proyek), finansial, dan operasional, dalam
hal ini meliputi berapa lama periode pengoperasian fasilitas sampai
diperoleh keuntungan yang layak. Tidak kalah pentingnya adalah
pengkajian aspek hukum. Karena waktunya yang relatif panjang (dari
mulai proyek sampai akhir operasi) maka pihak promotor perlu
memperhatikan masalah-masalah resiko, seperti :
 Perubahan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan proyek
BOT.
 Kinerja pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat mempengaruhi
jadwal maupun biaya proyek.
 Efisiensi operasi dan pemeliharaan
 Situasi ekonomi dan politik.
Melemahnya situasi ekonomi dan gejolak politik dalam negeri
yang bersangkutan dapat mengurangi pemasukan penghasilan
bagi promotor.
 Finansial, dapat berupa terjadinya inflasi atau fluktuasi yang
tajam terhadap nilai tukar mata uang (bila proyek memakai
multy-currency)
c) Kontraktor
`
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pelaksanaan pembangunan
fisik proyek dapat dikerjakan sendiri oleh promotor atau diserahkan
kepada kontraktor pelaksana terutama dari segi jadwal, mutu, dan biaya.
Misalnya bila penyelesaian proyek sampai tertunda maka promotor
menanggung kerugian dari dua sisi, yaitu menambah biaya pembangunan
dan mengurangi pemasukan karena berkurangnya periode operasi.
Dengan melihat banyaknya faktor yang dihadapi seperti contoh tersebut,
maka para peserta wajib membuat studi kelayakan serta analisis resiko
semaksimal mungkin sebelum melakukan BOT.
176 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
VI.3. Penentuan Jenis Kontrak
Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi pemilihan
jenis kontrak, sebelum menentukan pemilihan, factor-faktor yang harus
dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
1. Definisi Lingkup Kerja
Detail atau tidaknya definisi lingkup kerja yang disusun oleh pemilik
pada saat lelang akan menjadi faktor utama pemilihan kontrak.
Apabila lingkup proyek digambarkan secara garis besar saja, bisa
dibayangkan kesulitan yang akan dialami kontraktor
dalam
menentukan harga penawaran yang harus dicantumkan didalam
proposal. Apabila kontraktor tersebut memenangkan lelang, dengan
jumlah biaya yang didasarkan atas perkiraan kasar, maka kedua belah
pihak baik kontraktor maupun pemilik akan berpotensi mengalami
kesulitan untuk melaksanakan implementasi proyek. Oleh karena itu
kontrak dengan tipe lump-sum harus dihindari apabila definisi lingkup
kerja belum terperinci.
2. Insentif
Adanya unsur Insentif di dalam kontrak, seperti bonus (positif) dan
penalti (negatif) terhadap pencapaian jadwal, biaya, dan mutu akan
mempengaruhi pemilihan jenis kontrak. Unsur insentif tersebut,
acapkali mencambuk kontraktor untuk berusaha lebih keras.
3. Eskalasi
Eskalasi yang dirancang untuk melindungi kontraktor dari kenaikan
harga karena inflasi akan membuat ketenangan bekerja. Terutama
untuk kontrak jangka panjang. Selain itu, pemilik dapat mengharapkan
harga yang wajar karena proposal (kontrak lump-sum) dari kontraktor
sudah tidak mencerminkan adanya resiko eskalasi
4. Kurun waktu pelaksanaan proyek
Semakin panjang kurun waktu proyek, terutama proyek-proyek
berukuran besar, semakin banyak faktor ketidakpastian yang dihadapi
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |177
oleh kontraktor. Mereka lebih cenderung untuk tidak memilih bentuk
lumpsum.
5. Sifat Proyek
Proyek dengan lingkup kerja yang masih asing, belum pernah dikenal
dan dipraktekkan, misalnya yang berhubungan dengan proses dan
produk baru akan lebih sesuai untuk menggunakan kontrak dengan
harga tidak tetap.
VI.4. Aplikasi Setiap Tipe Kontrak
Selanjutnya untuk menentukan pemilihan jenis dan tipe kontrak, berikut ini
ringkasannya :
a. Kontrak Lumpsum.
Sistem Kontrak Lumpsum ini lebih tepat digunakan untuk :
1. Jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk
masing-masing unsur/jenis item pekerjaan sudah dapat diketahui
dengan pasti berdasarkan gambar rencana & spek teknisnya.
2. Jenis pekerjaan dengan Budget tertentu yang terdiri dari Jenis
pekerjaan dengan Budget tertentu yg terdiri dari banyak sekali
Jenis / item pekerjaan atau Multi Paket Pekerjaan yang sangat
beresiko bagi Pemberi tugas atas terjadinya “unpredictable cost”
seperti misalnya adanya claim kontraktor akibat adanya ketidak sempurnaan dari Batasan Lingkup Pekerjaan, Gambar lelang,
Spesifikasi teknis, atau Bill of Quantity yang ada. Dengan system
kontrak ini diharapkan dapat meminimalize tejadinya unpredictable
cost tersebut karena harga yg mengikat adalah Total Penawaran
Harga (Volume yang tercantum dalam daftar kuantitas / Bill of
Quantity bersifat tidak mengikat).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan system kontrak
Lumpsum adalah :
178 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
1. Batasan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan harus jelas
dinyatakan dalam Spesifikasi Teknis / Gambar Lelang.
2. Apabila ada perbedaan lingkup pekerjaan antara yg tercantum
dalam Spesifikasi Teknis / Gambar dengan Pekerjaan yang akan
dilelangkan, harus dijelaskan dalam Rapat Penjelasan Lelang
(Aanwijzing) dan dibuat Addendum Dokumen Lelang yang
menjelaskan perubahan lingkup pekerjaan tersebut.
3. Penggunaan Daftar Kuantitas/Bill of Quantity dalam pelelangan
hanya digunakan sebagai acuan bagi kontraktor dalam
mengajukan penawaran harga yang bersifat tidak mengikat &
Peserta Lelang harus melakukan perhitungan sendiri sebelum
mengajukan penawaran.
4. Untuk mempermudah dalam hal evaluasi penawaran harga, saat
rapat penjelasan lelang (Aanwijzing) harus ditegaskan bahwa
apabila terdapat perbedaan antara volume pada Bill of Quantity
(BQ) dengan hasil perhitungan peserta lelang maka peserta lelang
tidak boleh merubah volume Bill of Quantity yg diberikan dan agar
menyesuaikannya dalam harga satuan yg diajukan
5. Dalam perhitungan volume pekerjaan yg akan dicantumkan & Bill
of Quantity harus dihindari sampai sekecil mungkin kesalahan
yang mungkin terjadi, karena setelah terjadi kontrak nantinya
volume lebih/kurang tidak dapat dikurangkan/ditambahkan.
6. Pekerjaan tambah/kurang terhadap nilai kontrak yg ada hanya
boleh dilakukan apabila :



Permintaan dari Pemberi Tugas untuk menambah /
mengurangi pekerjaan yang instruksinya dilakukan secara
tertulis.
Adanya perubahan gambar / spesifikasi teknis dari
Perencana yang sudah disetujui oleh Pemberi Tugas
Adanya instruksi tertulis dari pengawas lapangan untuk
menyempurnakan suatu jenis pekerjaan tertentu yg
dipastikan bahwa sangat beresiko secara struktural atau
system tidak berfungsi tanpa adanya penyempurnaan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |179

tersebut dimana hal tersebut sebelumnya belum dinyatakan
dalam spesifikasi teknik.
Dalam perhitungan biaya tambah/kurang harga satuan yang
digunakan harga satuan pekerjaan yang tercantum dalam Bill
of Quantity kontrak yang bersifat mengikat.
Implikasi/penyimpangan yang sering dilakukan oleh Kontraktor di
lapangan :
1. Kontraktor tidak mau melaksanakan pekerjaan tertentu karena
item pekerjaan tidak tercantum dalam Bill of Quantity
2. Kontraktor mengajukan perhitungan perubahan pekerjaan
mengacu kepada volume Bill of Quantity yang ada.
3. Kontraktor melaksanakan pekerjaan dilapangan sesuai volume
yang tercantum dalam BQ.
b. Kontrak Unit Price atau Harga Satuan.
Sistem Kontrak Unit Price/Harga Satuan ini lebih tepat digunakan untuk :
1. Jenis pekerjaan yang untuk mendapatkan keakuratan
perhitungan volume pekerjaan yang tajam/pasti diperlukan
adanya:
- Survey dan penelitian yang sangat dalam
- Detail dan sample yang sangat banyak.
- Waktu yang lama sehingga biaya sangat besar Sementara di
lain pihak pengukuran volume lebih mudah dilakukan dalam
masa pelaksanaan dan pekerjaan sangat mendesak dan harus
segera dilaksanakan.
2. Jenis pekerjaan yang mana volume pekerjaan yang pasti sama
sekali tidak dapat diperoleh sebelum pekerjaan selesai
dilaksanakan, sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan
system kontrak Lumpsum.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan system kontrak Unit
Price / Harga Satuan ini adalah :
180 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
a. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang terdiri dari banyak sekali item
pekerjaan namun volume pekerjaan sudah dapat dihitung dari gambar
rencana seperti halnya bangunan gedung, maka kurang tepat apabila
digunakan system kontrak unit price ini karena :


Untuk setiap proses pembayaran harus dilakukan pengukuran
bersama di lapangan yang dapat dipastikan memerlukan waktu
yang cukup lama.
Biaya total pekerjaan belum dapat diprediksi dari awal sehingga
untuk pekerjaan dengan Budget tertentu sangat riskan bagi
Pemberi Tugas terhadap terjadinya resiko pembengkakan biaya
proyek
b. Untuk penggunaan system kontrak unit price agar dihindari terjadi
adanya harga satuan timpang karena harga satuan bersifat mengikat
untuk perhitungan realisasi biaya kontrak. Dalam hal penawaran
kontraktor terdapat harga satuan timpang untuk item pekerjaan tertentu
harus dilakukan klarifikasi & dibuat Berita Acara Kesepakatan mengenai
harga satuan yg akan digunakan untuk perhitungan biaya perubahan.
Dalam penggunaan system kontrak ini jarang dijumpai adanya Implikasi
seperti halnya pada kontrak Lumpsum di atas karena kontraktor tidak
terbebani oleh adanya resiko-resiko pekerjaan yang belum terprediksi
pada saat pelelangan.
c. Kontrak Gabungan/Lumpsum.
Sistem Kontrak gabungan ini pada umumnya digunakan pada : Unit Price.
a. Jenis pekerjaan borongan yang terdiri dari gabungan antara :

Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya untuk masing masing unsur / jenis / item pekerjaan sudah dapat diketahui
dengan pasti berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi
teknisnya, dan
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |181

Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya belum dapat
diketahui dengan pasti sebelum pelaksanaan pekerjaan dilakukan.
b. Jenis pekerjaan borongan yg sebagian perhitungan volumenya untuk
masing-masing unsure/jenis/item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan
pasti berdasarkan gambar rencana, namun terdapat bagian-bagian
tertentu pekerjaan yg masih memerlukan adanya tambahan
gambar/detail/sample sedangkan pekerjaan sudah sangat mendesak dan
harus segera dilaksanakan.
d. Kontrak Terima Jadi / Turnkey / EPC (Engineering Proquirement &
Construction).
Sistem Kontrak ini pada umumnya digunakan pada :
a. Pembelian suatu barang atau industri jadi yg hanya diperlukan sekali
saja, dan tidak mengutamakan kepentingan untuk alih (transfer) teknologi
selanjutnya.
b. Jenis pekerjaan spesifik yang hanya bisa dilaksanakan oleh penyedia
jasa tertentu baik dari segi perencanaan ataupun konstruksinya. Dalam
system kontrak Terima Jadi/Turnkey Pemberi Tugas tidak perlu
menyiapkan Dokumen Perencanaan berupa gambar detail dan
spesifikasi teknis tetapi cukup membuat suatu standar requirement/TOR
(Term of Requriement) saja
e. Kontrak Persentase
Sistem Kontrak Prosentase ini pada umumnya digunakan pada Kontrak
Jasa Konsultasi bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan, dimana
konsultan yg bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan
prosentase tertentu dari nlai fisik konstruksi / pemborongan tersebut.
Namun
demikian
tidak semua pekerjaan
jasa
konsultansi
menggunakan system kontrak Prosentase tetapi dapat pula
menggunakan system Billing Rate.
182 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
f.
Kontrak Cost & Fee.
Sistem Kontrak Cost & Fee ini pada umumnya digunakan pada kontrak
jasa pemborongan dimana kontraktor yg bersangkutan menerima imbalan
jasa / fee tertentu yg sifatnya tetap karena sulitnya untuk memprediksi
besarnya faktor resiko yang bakal terjadi selama durasi pelaksanaan.
g. Kontrak Design & Built.
Sistem Kontrak Design & Built ini pada umumnya digunakan pada
kontrak jasa pemborongan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
umum dan sederhana sehingga dirasa oleh Pemilik proyek akan
kurang efisien baik dari segi biaya maupun waktu jika design dan
pelaksanaan dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang berbeda.
VI.5 Prosedur Kontrak
Pada umumnya pihak pemerintah atau institusi penyandang dana
seperti Bank Dunia, ADB, UNDB dan sebagainya, memiliki prosedur detail
khusus yang harus diikuti. Secara garis besar inti tujuan dari prosedut
adalah nruk : (1) memperolah penawaran bersaing; (2) menyediakan
kesempatan yang sama bagi semua peserta lelang terpilih ; (3)
memberikan perlakuan yang sama terhadap semua peserta pelelangan;
(4) menentukan penawaran terendah yang terevaluasi; dan (5)
memperoleh harga wajar yang secara teknis dapat dipertanggung
jawabkan. Langkah-langkah dalam menyusun kontrak adalah sebagai
berikut :
1) Menyusun paket-paket pekerjaan
Paket-paket pekerjaan disusun sesuai dengan struktur urutan
rinci pekerjaan dan dibuat dengan tujuan untuk menyusun kontrak
dengan pelaksanaannya yang dipusatkan pada cakupan rencana
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |183
kerja tertentu. Susunannya dapat berbentuk paket kegiatan
spesialisasi seperti manajemen konstruksi, pekerjaan sipil, struktur
bangunan, dan instalasi elektrikal. Atau berbentuk paket kesatuan
bangunan seperti : bangunan administrasi, tanur tinggi, pabrik dengan
produk khusus dan pembangkit tenaga.
Beberapa hal yang harus diingat dalam menyusun paket
kontrak adalah : (1) mewujudkan pengelompokan spesialisasi
pekerjaan khususnya dipandang dari sudut teknologi; (2) kecilnya
saling ketergantungan dengan paket lainnya; (3) ukuran paket tidak
terlalu besar atau terlalu kecil bagi satu atau elbih kontraktor untuk
menanganinya; dan (4) sedapat mungkin satu sistem atau spesialisasi
ditangani sebagai satu kesatuan shubungan dengan kewajiban untuk
menyerahkan jaminan pelaksanaan juga didasarkan atas nilai
kesatuan dan ditahan sebagai pertanggungjawaban apabila terjadi
kerusakan.
2) Menyiapkan dokumen lelang
Dokumen yang dibagikan kepada peserta lelang berisi
informasi secukupnya, agar dengan jelas dapat dimengerti tentang
lingkup kontrak selengkapnya dan menyiapkan penawarannya secara
lengkap dan benar. Untuk iu, dokumen memuat hal-hal berikut ini :
a. Petunjuk dan instruksi bagi peserta
b. Contoh model formulir penawaran
c. Gambar-gambar, daftar volume -pekerjaan, dan spesifikasi
teknis.
d. Daftar harga satuan
e. Kondisi umum kontrak
f.
Kondisi khusus kontrak
3) Penentuan kualifikasi kontraktor
Menyelenggarakan proses prakualifikasi sebelum menerbitkan
permintaan kesediaan mengikuti lelang kepada kontraktor adalah
masalah pendekatan kontrak yang diinginkan. Sebetulnya dapat
dilakukan prakualifikasi secara khusus (pada pelelangan terbatas)
184 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
atau tinggal mengikuti buku DRM (Daftar Rekanan Mampu) yang
diterbitkan oleh masing-masing pemerintah daerah di mana proyek
berada. Akan tetapi pemilik biasanya menghendaki dan membutuhkan
informasi akurat terakhir mengenai keadaan kontraktor meski untuk
pelelangan terbuka sekalipun. Beberapa kualifikasi minimal untuk
setiap paket pekerjaan antara lain : tipe dan ukuran organisasi
kontraktor yang bermasa depan baik, kemampuan merencanakan
pekerjaan, syarat kualifikasi, pengalaman, spesialisasi personil yang
akan ditugaskan menangani pekerjaan, perlatan dan instalasi yang
perlu dimobilisasi, pengalaman masa lalu, dan status financial.
Jika ketentuan proses prakualifikasi termasuk dalam dokumen
pelelangan, maka memerlukan langkah-langkah : (1) pengumuman
iklan prakualifikasi untuk mengundang penyerahan lamaran atau
permintaan dalam format tertentu yang harus didukung dengan
berbagai bukti, sertifikat atau keterangan; (2) dilakukan evaluasi
terhadap lamaran; dan (3) pengumuman hasil prakualifikasi atau
diskualifikasi, yang sekaligus mengumumkan pendaftaran ulang bagi
yang memenuhi syarat.
4) Kesepakatan kontrak
Kesepakatan kontrak merupakan dokumen yang menyatakan
bahwa kontraktor terikat perjanjian dengan pemilik untuk
melaksanakan pekerjaan yang ditentukan lingkupnya. Sebaliknya
pemilik terikat perjanjian dengan kontraktor unutk membayar harga
kontrak dalam kondisi yang disetujui dan sesuai dengan yang
ditentukan dalam kontrak. Biasanya dalam lampiran kontrak terdapat :
(1) undangan lelang; (2) petunjuk dan instruksi bagi peserta lelang; (3)
berita acara proses pelelangan ditambah denda rapat penjelasan; (4)
gambar-gambar perencanaan dan spesifikasi teknis; (5) volume
pekerjaan (BOQ) dan daftar harga satuan; (6) kondisi umum kontrak;
(7) kondisi khusus kontrak; (8) surat keabsahan atau perset ujuan
proses pelelangan; dan (9) persetujuan dan penunjukan kontraktor,
dapat berupa NOL (no objection letter).
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |185
5) Menghindarkan kondisi kasar dan kesukaran tersembunyi
Sering dijumpai pada sementara pihak pembuat kontrak,
sepertinya tumbuh suatu pandangan bahwa jika kontraktor dapat
menerima ketentuan yang keras dan kondisi yang sulit solah-olah
telah berjasa dan menguntungkan bagi pemilik. Pandangan tersebut
adalah keliru. Dengan memasukan ketentuan-ketentuan yang keras
dan jebakan-jebakan ke dalam dokumen kontrak, yang mana
berakibat merugikan bagi kontraktor, tidaklah membantu pemberi
tugas sama sekali. Sebaliknya, proyek akan terbantu apabila kontrak
dibuat dengan disertai kewaspadaan bahwa kontraktor tidak akan mau
mengerjakan pekerjaan yang ditawarkan, apalagi harus membayar
dari kantongnya sendiri. Dengan demikian, dalam menyusun dokumen
kontrak harus diupayakan suatu kondisi di mana kontraktor yang
beritikad baik tidak harus dirugikan oleh sesuatu yang bukan akibat
dari perbuatannya.
Pemasalahan yang biasanya terdapat dalam kontrak adalah sebagai
berikut :
a. Beban tanggung jawab yang berlebihan bagi kontraktor
b. Pernyataan tentang lingkup pekerjaan yang kurang tepat
atau spesifikasi kualitas yang tidak jelas
c. Informasi yang tersembunyi tentang kondisi lapangan yang
sulit, dan spesifikasi teknis keras yang sebenarnya tidak
berlaku secara umum
d. Dalam spesifikasi teknis tidak diterakan nomor revisi
terakhir dari gambar-gambar perencanaan dan ketentuan
volume pekerjaan yang meragukan dengan tanpa diberikan
ketentuan kemungkinan penyesuaian volume
e. Tiadanya ketentuan mengenai eskalasi harga dan menutup
semua kesempatan kompensasi, meskipun terdapat
justifikasi kuat untuk memunculkannya
f. Tiadanya ketentuan yang jelas tentang pembayaran untuk
perubahan dan pekerjaan ekstra tambahan
186 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
g. Tiadanya ketentuan mengenai upah hari kerja atau hariorang untuk keperluan modifikasi pekerjaan yang
menggunakan material dan perlatan pemberi tugas
h. Tiadanya ketentuan tentang penggantian pengeluaran
untuk memperpendek waktu sehubungan dengan upaya
percepatan yang diperlukan oleh pemberi tugas
i. Desakan untuk menempatkan sub-kontraktor tertentu yang
mengakibatkan kerugian
j. Sistem pengawasan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidak mampu berfungsi secara cepat dan professional
k. Ketentuan-ketentuan yang diarahkan untuk mencabut hak
hukum kontraktor
l. Jumlah garansi yang tidak mungkin dibebankan kepada
pihak kontraktor atau penerapan denda dang anti rugi yang
tidak masuk akal, kecuali jika harus menggulung tikar
perusahaannya
m. Pemberi tugas menganggap tidak bertanggung jawab
untuk gangguan utama terhadap pelaksanaan yang bukan
kesalahan kontraktor yang mengakibatkan kontraktor harus
mengeluarkan banyak pembiayaan
n. Pemberi tugas menganggap tidak bertanggung jawab
dalam penetapan lapangan kerja yang cukup dan layak
o. Pembayaran pada tahap awal yang tidak wajar atau tidak
sebanding dengan prestasi kerja yang dihasilkan, sehingga
pembayaran mobilisasi tidak didahulukan terutama untuk
barang-barang, material atau perlatan yang cukup mahal.
p. Ketetapan tentang hal yang berkaitan dengan pembayaran
yang tersembunyi.
q. Tiadanya ketentuan bahwa pemberi tugas akan bertindak
sebagai wasit (juru tengah) tunggal dalam penyelesaian
perselisihaan.
6) Garansi kinerja
Terdapat dua macam garansi, yaitu garansi kinerja penawaran
dan garansi/jaminan pelaksanaan. Garansi kinerja penawaran
ditanggung oleh bank dari pihak kontraktor dalam bentuk bank
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |187
garansi, berupa pertanggungan untuk membayar kepada pemilik
sejumlah uang dalam batas yang dinyatakan apabila kontraktor gagal
atau ingkar terhadap penawarannya. Garansi kinerja jenis ini dapat
juga dimaksudkan untuk mewakili tanggung jawab pihak kontraktor
jika menerima uang muka yang mungkin diperlukandalam mobilisasi
atau pekerjaan persiapan dimuka semacamnya yang harus terjamin
bagi pemilik. Sedangkan garansi kinerja financial dari pihak pemilik
dapat berupa surat kredit atau LC (letter of crediet) dari pemilik untuk
melindungi barang-barang pasokan kontraktor, khususnya pasokan
impor.
Jaminan pelaksanaan (performance bond) adalah kewajiban
untuk menjamin kontrak dalam hubungannya dengan penyelesaian
pekerjaan termasuk masalah ketenaga kerjaan, bekerja tanpa
merusakkan kondisi fasilitas dan lapangan sampai dengan masa
habisnya periode pertanggungjawaban, serta kuantitas serta kualitas
keluaran yang dihasilkan. Jaminan pelaksanaan berupa sejumlah nilai
uang tertentu yang dinyatakan di dalam kontrak. Nama penjamin atau
tipe jaminan yang mungkin dapat diterima diterakan pada dokumen
pelelangan, dengan kriteria utamanya adalah keadaan perusahaan
yang stabil segi finansialnya. Beberapa hal penting yang harus
dimasukan dalam klausul penjamin adalah kewajiban penjamin,
rentang waktu jaminan, lingkup tanggung jawab, dampak variasi waktu
atau akhir dari kontrak, prosedur permohonan jaminan dan ketentuan
klaim yang kadaluwarsa.
7) Force Majeure
Force majeure adalah klausul yang sering kurang dimengerti
dan masih juga disalah artikan. Kondisi force majeure biasanya
berupa peristiwa pemogokan, unjuk rasa, huru-hara social, kebakaran,
banjir, gempa atau bencana alam yang lainnya. Force majeure
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
memperpanjang wktu dalam masa yang wajar, dan apabila kontrak
memang menentukan demikian mungkin juga memberikan
kompensasi finansialnya.
188 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
VI.6. Proses Seleksi Pembentukan Kontrak
Proses seleksi dan pembentukan kontrak adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh pemilik proyek dengan satu atau lebih
konsultan menuju terjalinnya ikatan kerja atau kontrak. Dilihat dari proses
tersebut maka pengadaan konsultan dapat dibedakan menjadi :
Pelelangan Terbuka, dan penunjukkan langsung. Pelelangan terbuk a,
adalah pelelangan yang diikuti oleh banyak konsultan, umumnya melewati
tahap prakualifikasi, sebelum diberikan paket lelang. Untuk kondisi
tertentu dilakukan penunjuk k an langsung setelah meneliti beberapa
konsultan dalam jumlah yang sangat terbatas.
VI.6.1 Proses Seleksi pada Pelelangan Terbuka
Proses seleksi pada pelelangan terbuka umumnya mengikuti
sistem dua sampul yang pada prinsipnya memisahkan dan
memprioritaskan penilaian aspek teknis (sampul pertama) sebelum
melihat aspek harga (sampul kedua). Adapun rincian urutan proses
seleksi pelelangan sistem dua sampul tersebut dapat dijelaskan pada
bagan berikut ini :
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |189
CALON PENGGUNA JASA
( Pemilik Proyek)
KONSULTAN
Mengkaji kebutuhan dan
keperluan internal organisasi
Mempersiapkan dokumen
lelang dan daftar panjang
Melakukan prakualifikasi dan
membuat daftar pendek
Mengisi jawaban
prakualifikasi
Memberi paket lelang
kepada peserta yang lulus
prakualifikasi
Membuat Proposal
Menerima dan mengkaji
proposal (sistem dua
sampul)
Negosiasi dan tandatangan
kontrak
Negosiasi dan Tandatangan
kontrak
Gambar 5.1 Interaksi antara calon pengguna jasa dengan konsultan pada
proses seleksi.
190 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
VI.7. Penyusunan Dan Pengelolaan Kontrak
Kegiatan menyusun kontrak diawali setelah pemilik proyek
mengambil keputusan meminta jasa kontraktor untuk melaksanakan
implementasi fisik proyek. Keputusan tersebut sert jenis kontrak yang
dipilih akan mencerminkan tujuan perusahaan secara keseluruhan,
kesiapan sumber daya untuk mengelola, dan keadaan yang spesifik yang
berkaitan dengan proyek itu sendiri. R.D. Gilberth (1992) membuat
sistematika tahap pembentukan dan pengelolaan proyek sebagai berikut :
Tabel 5.1 Tahap Pembentukan dan Pengelolaan Proyek
(1)
Perencanaan
dan Strategi
(2)
Pembentukan
(penyusunan)
Kontrak
 Strategi
kontrak
 Jenis
Kontrak
 Kelengkapan
paket
 Kondisi lokal
 Kepentingan
spesifik
proyek
 Rancangan
kontrak
 Prakualifi-kasi
 Menyusun
RFP
 Membuat
proposal
 Negoisasi
 Tanda tangan
kontrak
(3)
Pelaksanaan Kontrak
(Contract Execution)
Komersial
Teknis
 Prosedur
pembayaran
 Klaim
 Change
order
 Backcharge
 Penutupan
kontrak
 Program
QA/QC
 Inspeksi
 Testing
 Jaminan
 Laporan
VI.8. Perencanaan Strategi Kontrak
Perencanaan Strategi kontrak proyek konstruksi
mempertimbangkan berbagai hal, antara lain sebagi berikut :
perlu
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |191
1) Penentuan Strategi yang Akan Dipakai
Strategi yang dipilih hendaknya sesuai dengan tujuan perusahaan
secara keseluruhan, kemudian mempertimbangkan factor obyektif dan
spesifik proyek. Giliran selanjutnya strategi ini akan menentukan
sejauh mana keterlibatn pemilik dalam mengadministrasikan,
memantau dan mengendalikan pelaksanaan kontrak. Jadi dalam hal
ini, perhatian terutama ditujukan kepada kesiapan dan kemampuan
organisasi, serta personil yang akan menangani kegiatan tersebut.
Adapun dari pihak kontraktor dapat mempersiapkan diri sebaik
mungkin.
2) Jenis Kontrak Dilihat dari Pembentukan Harga dan Prosedur
Pembayaran
Dilihat dari segi di atas, terdapat dua jenis kontrak dasar, yaitu
kontrak harag tetap atau lump-sum dan kontrak harga tidak tetap atau
cost plus. Dari keduanya ini dikenal berbagai variasi yang didasarkan
atas rangsangan keuntungan financial, pembagian tanggung jawab
atas resiko, penalti, eskalasi dan sebagainya. Sehingga sebelum
menentukan jenis kontrak yang akan dipakai, ada baiknya dipahami
secara mendalam berbagai factor tersebut.
3) Kelengkapan Paket
Kelengkapan paket adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
definisi lingkup kerja proyek. Idealnya menyusun rancangan kontrak
harus ditunjang dengan data teknis dan informasi nonteknis atau
komersial yang lengkap dan mutakhir. Namun demikian, tidak jarang
terjadi oleh karena desakan situasi, suatu kontrak harus disusun dan
diselesaikan meskipun informasi dan data tentang lingkup kerja yang
tersedia masih amat terbatas. Keadaan ini akan besar pengaruhnya
terhadap perencanaan strategi dan pemilihan jenis kontrak.
4) Kondisi Lokal
Kondisi lokal dapat disebabkan oleh faktor-faktor teknis obyektif,
maupun oleh adanya peraturan yang belaku, misalnya perusahaan
harus memprioritaskan membeli barang dan jasa dalam negeri. Hal ini
harus diperhitungkan dalam perencanaan pengelompokan paket-
192 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
paket pembelian barang dan jasa. Demikian pula harus dipikirkan
apakah akan diadakan kontrak langsung antara pemilik dengan
sejumlah kontraktor, ataukah sebagai subkontraktor dari kontraktor
utama.
5) Kepentingan Spesifik Proyek
Seringkali proyek memiliki kepentingan spesifik, misalnya
teknologi proses yang akan dipakai relatif baru. Menghadapi keadaan
demikian, pemilik perlu mempertimbangkan keterlibatan pihak yang
berhubungan denmgan mereka yang memiliki lisensi penerapan
teknologi tersebut, dan membuat kontrak terpisah dengannya.
6) Pembentukan Kontrak
Setelah ditentukan strategi dan jenis kontrak yang akan dipakai,
maka dimulailah kegiatan pembentuan kontrak. Mekanisme yang
umunya ditempuh yaitu dengan mengadakan lelang. Prosesnya cukup
panjang terdiri dari serangkaian kegiatan-kegiatan seperti membuat
dokumen rancangan kontrak, seleksi calon peserta lelang, menyusun
paket lelang, evaluasi proposal, negoisasi akhir sampai menentukan
pemenang.
7) Pelaksanaan Kontrak
Bila kontrak telah ditandatangani dan dinyatakan efektif langkah
selanjutnya adalah mengelola kegiatan pelaksanaan atau
eksekusinya, meliputi aspek komersial, serta memantau dan
mengawasi aspek teknis atau engineering, sampai kontrak dinyatakan
tidak berlaku lagi.
a. Komersial
Aspek ini berkaitan dengan penanganan faktor komersial atau
finansial dari pasal-pasal kontrak, seperti uang jaminan lelang,
uang jaminan pelaksanaan, demikian pula masalah-masalah
persetujuan dan registrasi pembayaran, klaim, change order,
penutupan kontrak dan lain-lain. Di sini harus selalu dipantau
dan diawasi apakah semua itu telah dilakukan sesuai dengan
prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan dalam kontrak.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |193
b. Teknik atau Engineering
Aspek ini memperhatikan dipatuhinya criteria permofance,
spesifikasi dan mutu, dan masalah teknis atau engineering
lainnya, dengan tujuan agar instalasi atau produk hasil proyek
memenuhi harapan yang dirumuskan dalam kontrak.
Umumnya dikerjakan dengan cara mengadakan inspeksi,
testing atau uji coba.
VI.9. Pelanggaran Dan Pemutusan Kontrak
Dalam proyek konstruksi, hampir selalu terjadi pergeseran terhadap
klausul-klausul kontrak. Hal ini disebabkan oleh karakteristik proyek
tersebut dan juga aksi atau reaksi dari pihak-pihak yang telah bersepakat
dalam kontrak. Pelanggaran kontrak akan terjadi jika pihak -pihak yang
bersepakat melakukan pelanggaran terhadap satu atau lebih persayaratan
yang etrkandung dalam kontrak. Akibatnya, salah satu pihak atau
kesemuanya akan mengalami kerugian dan oleh karenanya dapat
dilakukan tuntutan (klaim) penggantian pada pihak yang menyebabkannya
(denda). Menurut peraturan pemerintah No 29 tahun 2000 pasal 35 (4)
dan pasal 37 (1) menyebutkan bahwa denda keterlambatan karena
kelalaian penyedia barang/jasa sekurang-kurangnya satu perseribu per
hari dari nilai kontrak, dan besarnya denda tidak dibatasi dan pengguna
berhak untuk memutuskan kontrak apabila denda keterlambatan sudah
melampaui nilai jaminan pelaksanaan.
Konsep penilaian terhadap kadar pelanggaran kontrak dibagi
menjadi dua, yaitu pelanggaran material dan pelanggaran imaterial. Akibat
yang terjadi dari pelanggaran yang bersifat material adalah pemutusan
hubungan kerja (kontrak). Pelanggaran material menyangkut aspek-aspek
vital dari suatu perjanjian. Seorang kontraktor yang tidak muncul di
lapangan selama satu bulan setelah kontrak ditandatangani dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran yang material. Karena pada umumnya
sesuai dengan kontrak, maksimum 12 hari setelah keluar Surat Perintah
Kerja (SPK) kontraktor harus telah melakukan kerja. Sedangkan untuk
pelanggaran imaterial, akibat yang ditanggung oleh si pelanggar mungkin
hanya berupa ganti rugi fianansial atau bahakan tidak sama sekali. Suatu
194 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
pelanggaran dikatakan imaterial jika pelanggaran yang terjadi menyangkut
aspek-aspek yang kurang atau tidak begitu penting dari suatu perjanjian.
Dalam pelanggaran kontrak, selalu ada pihak-pihak yang dirugikan.
Pihak yang dirugikan berhak atas penggantian kerugian (compensation)
yang dialami akibat pihak lain yang melakukan pelanggaran kontrak.
Perhitungannya dapat dilakukan melalui metode perhitungan pergantian
dasar,yaitu :
a.
Biaya penyelesaian
Jika kontraktor diberhentikan karena dinyatakan gagal dalam
memenuhi persayaratan yang ditetapkan maka pemilik dapat memilih
kontraktor lain untuk menyelesaiakan pekerjaan tersebut. Semua
biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian tersebut, diambil dari sisa
pembayaran terhadap kontraktor pertama. Jika biaya yang
dikeluarkan lebih besar maka kontraktor yang melanggar
berkewajiban membayar perbedaannya.
b. Selisih nilai
Untuk beberapa keadaan, perhitungan dengan metode biaya
penggantian tidak dapat dilakukan. Misalnya, pelanggaran kontrak
yang disebabkan oleh pekerjaan yang tidak sesuai dengan gambar
rencana (defective work ) dan bukan karena pekerjaan tersebut tidak
selesai. Sebagai contoh adalah perbaikan pekerjaan pembetonan
balok dan plat lantai yang tidak mencapai kekuatan K225 sperti yang
disyaratkan. Misalnya nilai balok dan plat adalah 20 juta maka
kontraktor yang ditunjuk memperoleh 20 juta ditambah dengan biaya
pembongkaran dan biaya penyetelan kembali.
Masalah yang paling sulit dalam hal ini adalah menentukan
nilai sebenarnya dari suatu pekerjaan yang telah dikerjakan, tetapi
belum selesai sepenuhnya (method of measurement). Metoda
pengukuran untuk pekerjaan demikian biasanya dilakukan dengan
penilaian ahli dan kelemahannya adalah sifat subyektivitas yang
tinggi.
B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |195
c.
Kerugian terhapus (Liquidated damages/LD)
Bentuk penggantian ini didasarkan pada kerugian yang
diperkirakan akan dialami karena kegagalan penyelesaian
persetujuan. Berbeda dengan bentuk-bentuk penggantian yang dasar
penentuannya adalah aspek-aspek yang terkandung dalam kontrak,
misalnya pekerja, material, alat, metoda, hasil kerja, maka konsep LD
lebih didasarkan pada kompensasi terhadap hilangnya kesempatan
untuk beroleh keuntungan akibat tidak dapat digunakannya fasilitas
pada waktunya. Sebaliknya, jika suatu proyek akan mengenakan
mekanisme denda untuk setiap keterlambatan maka untuk adilnya
harus pula diberlakukan sistem bonus bagi penyelesaian yang lebih
awal.
DAFTAR PUSTAKA
Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Hardani, Purbandono, Rahmat, 2006, Pengaruh Strategi dan Tak tik
Terhadap Kesuk sesan Tahap Operasional Proyek
Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta.
Santoso, Budi, 2002, Keberadaan Profesi Manajemen Konstruksi di
Indonesia, FTSP, Universitas Gunadharma
Soeharto, Iman, 1995, Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai
Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta
Tenrisukki, Andi, 2007, Pendekatan Manajemen Konstruksi Profesional
pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas
Gunadharma, Jakarta.
Wibowo,K, 2006, Aplikasi Manajemen Konstruksi pada Proyek Masjid
Agung Jawa Tengah.
196 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i
Download