Bab b I PENGENDALIAN PROYEK I.1. Sifat dan Kararteristik Proyek Seorang manajer proyek atau pimpinan proyek harus mengenal sifat dan karakteristik proyek agar dapat mengatur penyelenggaraan proyek dengan baik. Sifat dan karakteristik proyek yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan manajemen penyelenggaraan proyek antara lain adalah bahwa proyek adalah komplek dan bersifat dinamis. 1. Bersifat kompleks Pada umumnya proyek tersusun dari banyak kegiatan yang memiliki korelasi yang ketat dan masing-masing memerlukan SDM dengan keahlian khusus. Perubahan atau keterlambatan suatu kegiatan akan berpengaruh terhadap kegiatan lain. Semakin banyak kegiatan dan semakin ketat tingkat dependensi antar kegiatan mengakibatka perencanaan penyelenggaraan seperti penyusunan jadwal proyek menjadi kompleks, teknik penjadwalan Bar Chart menjadi tidak tepat lagi digunakan untuk proyek yang kompleks. Meskipun secara visual Bar Chart mudah dipahami. 2. Bersifat Dinamis Ciri khas proyek adalah bahwa kegiatan-kegiatan dari suatu proyek tidak berulang. Masing-masing kegiatan mempunyai waktu awal dan waktu akhir. Waktu proyek yang terbatas, serta banyaknya kegiatan pada suatu proyek, mengakibatkan pergantian kegiatan dengan kegiatan lainnya berlangsung secara sangat cepat. Ciri Khas proyek : a. Kegiatan proyek tidak berulang b. Pergantian dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain berlangsung cepat B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |1 Kecuali hal di atas, volume pekerjaan yang dilaksanakan dalam satuan waktu tidak sama. Pada tahap persiapan dan tahap penyelesaian, intensitas relatif rendah. Beban puncak terjadi dalam tahap pelaksanaan, dimana banyak kegiatan secara bersamaan dilakukan. Keadaan yang dinamis dengan tingkat intensitas yang berbeda menuntut ketepatan perencanaan penyediaan sumber daya, dan sensitifitas sistem monitoring. Perencanaan penyediaan maupun prosedur pemakaian sumber daya harus dapat mengikuti irama naik turun dengan cepat sesuai dengan intensitas kegiatan. Metode pemantauan yang sensitif diperlukan agar penyimpangan yang terjadi dapat dideteksi sedini mungkin. Metode pemantauan yang tidak sensitif dapat mengakibatkan penyimpangan terlambat diketahui, sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan tindakan koreksi, dan sumber daya yang tersisa berdasarkan rencana tidak cukup untuk mengatasinya. Intensitas proyek berubah-ubah a. Ketepatan perencanaan penyediaan sumber daya b. Sensitifitas sistem monitoring. I.2. Keterkaitan Proyek terhadap Sumberdaya Proyek Suatu proyek memiliki kompleksitas, ukuran, serta sumberdaya yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Meski demikian, proyek memiliki suatu pola tertentu yang merupakan ciri khusus, bahkan dapat diidentifikasi bahwa semakin besar suatu proyek, maka akan semakin jelas ciri-ciri tersebut. Adapun kegiatan tersebut mulai dari titik awal, kemudian jenis dan intensitasnya meningkat hingga ke puncak (peak), kemudian menurun, dan berakhir. Alur proyek tersebut yang dikenal dengan project life-cycle. Tahap-tahapan aktivitas proyek adalah: (1) conceptualization, (2) planning, (3) execution, dan (4) termination (Pinto dan Slevin, 1986). Pemahaman terhadap tahapan-tahapan aktivitas proyek akan sangat bermanfaat bagi manajer proyek dalam 2 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i mengalokasikan sumberdaya, baik sumberdaya keuangan, peralatan, manusia, maupun sumberdaya lainnya (King dan Cleland, 1983). Setiap tahapan proyek, memerlukan alokasi sumberdaya yang berbeda. Keterkaitan antara kebutuhan sumberdaya dengan tahapan project lifecycle dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.4. Keterkaitan Kebutuhan Sumberdaya dengan Project Life-Cycle (Sumber: Slevin dan Pinto (1987), hal. 62) Gambar tersebut juga mengindikasikan bahwa “titik kritis” dari project life-cycle adalah di tahap execution atau tahap operasionalisasi proyek. Hal ini diindikasikan dengan tingkat kebutuhan sumberdaya yang paling tinggi, jika dibanding dengan tahap-tahap yang lain dalam project life-cycle (Slevin dan Pinto, 1987; Baker, et. al, 1983). Berikut ini adalah uraian dari masing-masing tahapan pada project life cycle. a. Tahap Conceptualization Conceptualization adalah tahapan pertama dalam project lifecycle. Seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas organisasi, top manager merasakan kebutuhan akan perlunya melaksanakan aktivitas khusus yang secara spesifik berbeda dengan aktivitas yang umum dan rutin dilakukan di organisasi (Galbraith,1973). B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |3 b. Tahap Planning Planning adalah tahap kedua dalam project life-cylce. Dalam tahap ini ditetapkan dan diformalkan tujuan khusus yang akan dicapai melalui aktivitas proyek (King, 1983). Selanjutnya, setelah tujuan proyek ditetapkan, ditentukan manajer proyek yang bertangungjawab penuh terhadap keberhasilan operasionalisasi proyek. Manajer proyek mempertanggungjawabkan aktivitas dan keberhasilan proyek langsung ke pemilik proyek atau pelanggan (Stephanou dan Obradovitch, 1985). c. Tahap Execution Execution adalah tahap ketiga dalam project life-cycle. Tahap ini merupakan operasionalisasi dari perencanaan yang telah dibuat (Adam dan Barndt, 1983; Anthony, 1965). Dengan demikian tingkat aktivitas proyek dalam tahap ini akan sangat tinggi, sehingga kebutuhan sumberdaya adalah terbanyak jika dibanding dengan tahapan lain dalam project life-cycle (King, 1983). Tahap ini merupakan titik kritis dari keseluruhan tahapan dalam project life-cycle karena hasil dari aktivitas dalam tahapan ini akan menentukan efektif-tidaknya suatu proyek (Slevin dan Pinto, 1987; Cleland dan King, 1983). d. Tahap Termination Termination adalah tahap terakhir dalam project life cycle. Dalam tahap ini tensi aktivitas proyek mulai menurun, karena tujuan proyek sebagian besar telah dicapai, dan pada akhirnya jika seluruh tujuan proyek telah tercapai pada waktu yang telah ditentukan maka proyek tersebut berakhir. Pada tahapan ini mulai dilakukan realokasi sumberdaya yaitu mengembalikan sumberdaya ke tempat asal semula, membuat laporan pertanggungjawaban, dan menyerahkan hasil proyek kepada pemilik proyek atau pelanggan (King, 1983). 4 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i I.3. Perilaku Proyek dan Pengelolaannya Sebelumnya telah dijelaskan mengenai ciri khusus yang terdapat pada suatu proyek konstruksi. Oleh karenanya kegiatan yang terdapat pada proyek konstruksi dinilai berbeda dengan kegiatan operasional rutin (misal. Industri manufaktur), sehingga pada pengelolaan proyek akan berbeda pula. Diantara perilaku tersebut, yang besar pengaruhnya terhadap tuntutan pengelolaan diantaranya : a. Jenis dan Intensitas Kegiatan Cepat Berubah dalam Kurun Waktu yang Relatif Pendek Dalam pelaksanaannya, pada umumnya proyek konstruksi dibatasi durasi. Dalam periode yang telah ditentukan, jenis serta intensitas kegiatan proyek cenderung mengalami perubahanperubahan yang sangat cepat sesuai dengan tahapan kegiatan yang ada dalam pelaksanaannya, mulai dari konseptual, kemudian dilanjutkan dengan tahap definisi, dan diakhiri dengan tahap implementasi fisik. Dengan adanya perubahan intensitas kegiatan pada setiap tahap tersebut, sehingga pengelola harus selalu tanggap (responsif) terhadap kondisi proyek yang selalu cepat mengalami perubahan. Dengan kondisi tersebut, proyek juga mempunyai kemungkinan mengalami penyimpangan yang lebih besar, sehingga selain diperlukan para pengelola yang responsif, diperlukan pula metode, teknik pemantauan, pengawasan, dan pengendalian yang cukup peka. Dengan demikian apabila ditemukan penyimpangan pada tahap awal, akan segera tanggap untuk melakukan perbaikan. b. Sifat Kegiatan yang Non Rutin dengan Sasaran Jelas dan Waktu Terbatas Proyek merupakan suatu kegiatan yang mempunyai ciri khusus dalam setiap penyelenggaraannya. Dalam setiap proyek, hampir dipastikan selalu terdapat hal baru yang membedakan proyek satu dengan lainnya. Kondisi tersebut mengharuskan perusahaan yang berkaitan untuk selalu memberikan perhatian khusus berupa suatu B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |5 pendekatan tertentu dari segi organisasi maupun dari segi prosedural. Selain suatu proyek juga selalu dibatasi oleh adanya tekanan syarat yang ketat yang berkaitan dengan jadwal, mutu, dan biaya, dimana hal tersebut saling mempunyai ketergantungan. Adanya sasaran yang jelas, waktu yang ketat, daan keberadaanya yang bersifat sementara, maka segala bentuk keputusan yang diambil harus melalui proses analisis yang matang, sehingga sangat diperlukan perhatian khusus terhadap hal tersebut. c. Sifat Kegiatan yang Bermacam-macam serta meliputi berbagai keahlian Suatu proyek bertujuan mencapai suatu sasaran tertentu, sehingga dibutuhkan para personel yang selalu siap memberikan kehliannya untuk mencapai sasaran tersebut. Adapun keahlian yang dibutuhkan dalam suatu proyek sangat kompleks sehingga untuk memenuhi sasaran tersebut, harus terdapat kesiapan dari masingmasing personel dengan keahlian yang berbeda-beda tersebut. Untuk mendapatkan satu tujuan bersama, dibutuhkan suatu wadah koordinasi yang dipimpin oleh seorang Pimpro yang mempunyai tanggungjawab tercapainya tujuan proyek tersebut. d. Bersifat Multikompleks Kompleksitas proyek selain karena jenis dan jumlah kegiatannya yang beragam, juga ditandai dengan jumlah hubungan peserta organisasi proyek baik kedalam maupun keluar. Hubungan kedalam diantaranya hubungan dengan departemen fungsional, yaitu semua yang terlibat dalam penyelenggaraan proyek. Sedangkan hubungan keluar adalah hubungan dengan subkontraktor, instansi pemerintah, ataupun penyandang dana. Kompleksitas diatas diperberat dengan kenyataan adanya saling ketergantungan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain. Sebagai contoh kegiatan A belum dapat dimulai sebelum kegiatan B yang dikerjakan oleh organisasi lain selesai dikerjakan. Dalam mengelola kegiatan demikian, diperlukan koordinasi dan integrasi yang intensif, karena bila tidak, dikhawatirkan 6 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i sasaran proyek tidak akan tercapai. Satu saja mata rantai pekerjaan tersebut tidak sinkron, akan timbul dampak negatif terhadap hasil keseluruhan. Keadaan yang digambarkan diatas dijumpai hampir disetiap proyek, terutama pada proyek-proyek berukuran sedang dan besar. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diantaranya : - Mengadakan rapat koordinasi atau kontak bentuk lain diantara pihak yang berkepentingan - Membentuk panitia ad-hoc dengan anggota yang terdiri dari wakil organisasi yang berkepentingan. - Membuat prosedur dan peraturan kerjasama. - Membuat rencana kerja dengan melibatkan mereka yang bersangkutan. Pada pelaksanaannya, langkah-langkah tersebut harus didukung dengan individu yang memiliki tanggungjawab atas keberhasilan proyek secara keseluruhan. e. Kegiatan Berlangsung Sekali Lewat dengan Kadar Resiko Tinggi Dalam suatu penyelenggaraan proyek konstruksi, gambaran mengenai resiko yang ada telah nampak sejak awal pengembangan. Hal tersebut dikarenakan sebuah proyek muncul dari sebuah ide yang masih dalam bentuk konsep. Sehingga dalam suatu perjalanan proyek, pengembangan ide hingga pengambilan keputusan untuk mengadakan investasi dan implementasi banyak menggunakan asumsi ataupun perkiraan, karena belum adanya informasi dan data yang cukup. Dengan demikian resiko yang dikandungnya sebanding dengan perkiraan dan asumsi tersebut. Resiko yang terdapat pada tiap proyek akan berbeda, hal tersebut dikarenakan bahwa proyek merupakan kegiatan yang tidak menghendaki adanya pengulangan yang mengakibatkan penambahan biaya dan melewati jadwal yang ditentukan. Untuk keperluan itu digunakan pendekatan sebagai berikut: - Sebelum pelaksanaan tahap implementasi proyek, perlu dilakukan suatu kajian keleyakan proyek B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |7 - Pada setiap tahap dilakukan suatu kajian, untuk mendapatkan suatu kepastian bahwa tahap tersebut dapat lolos pada tahap berikutnya. Hal ini dilakukan untuk dapat menghindari pengeluaran yang sekaligus berjumlah besar dengan keberhasilan yang belum pasti. - Membuat perencanaan pekerjaan seteliti mungkin, dengan menggunakan metode sesuai dengan keperluan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya pengulangan pada pelaksanaan proyek. Sehingga untuk melaksanakan kegiatan dalam proyek konstruksi yang dinilai sebagai suatu kegiatan yang berlangsung dalam sekali saja, harus dilakukan perencanaan per tahap sehingga dapat mengurangi resiko yang ada. f. Personel memiliki Berbagai sasaran yang Seringkali Berbeda Berbagai jenis bidang yang terlibat dalam suatu proyek, memungkinkan terjadinya perbedaan konsep antar individu. Untuk menghindari adanya suatu perselisihan akibat perbedaan tujuan atau sasaran tersebut, pengelola hendaknya menggunakan pendekatan sistem agar kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dapat terjalin menjadi satu sistem terpadu dengan prioritas kepentingan proyek. I.4. Pengelolaan dan Pengendalian Sumber daya Proyek Pengelolaan dan pengendalian proyek dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain sebagai berikut : a) Perencanaan Sumber daya Manusia Pada suatu perencanaan proyek konstruksi, langkah awal yang dilakukan terlebih dahulu adalah membuat perkiraan pembiayaan yang dibutuhkan untuk pengadaan sumberdaya baik berupa sumber daya manusia, maupun non manusia, seperti material dan peralatan. Yang dimaksud perencanaan sumberdaya disini adalah proses mengidentifikasi 8 |Bu ku A ja r M a n a jeme n Ko n s truks i jenis dan jumlah sumberdaya sesuai jadwal keperluan yang telah ditetapkan. Tujuan perencanaan tersebut adalah mengusahakan agar sumberdaya yang dibutuhkan dapat tersedia tepat pada waktunya. Apabila ditinjau secara teoritis, keperluan rata-rata tenaga kerja dapat dihitung dari total lingkup kerja proyek yang dinyatakan dalam jam-orang atau bulan-orang di bagi dengan kurun waktu pelaksanaan, namun dalam pelaksanaannya dilapangan tentu harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sehingga dibutuhkan suatu perkiraan kebutuhan yang tepat dalam perencanaan suatu proyek konstruksi. Oleh karena itu, untuk merencanakan tenaga kerja proyek yang realistis perlu diperhatikan bermacam-macam faktor, diantaranya : 1) Produktivitas Tenaga Kerja Dalam mengetahui tingkat produktivitas tenaga kerja, akan sangat sulit untuk mengukurnya secara numerik, mengingat proyek pada umumnya berlangsung dalam kondisi yang berbedabeda maka dalam perencanaan tenaga kerja hendaknya dilakukan analisis produktivitas dan indikasi variabel yang mempengaruhinya. Meski kondisi variabel yang mempengaruhi tersebut tidak mungkin diperhitungkan secara matematis, tetap diperlukan adanya tolok ukur untuk memperkirakan produktivitas tenaga kerja pada proyek yang akan ditangani, hal ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi kerja. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan parameter indeks produktivitas. Definisi produktivitas dapat dirumuskan s ebagai berikut (Soeharto, 1995) adalah jumlah jam orang yang sesungguhnya digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu disbanding dengan jumlah jam-orang yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan identik pada kondisi standar. Adapun yang dipakai dalam kondisi standar adalah kondisi rata-rata di Gulf Coast USA (1962-1963) dan diberi indeks = 1,0, hal ini diindikasikan bahwa jika nilai indeks produktivitas lebih dari 1,0, maka nilai produktivitas yang bersangkutan dinilai masihg dibawah standart, sebaliknya jika nilai indeks produktivitasnya B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |9 lebih kecil dari 1,0 maka diindikasikan bahwa kondisi produktivitas diatas standart. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktifitas diantaranya adalah : a. Kondisi fisik lapangan dan saranan bantu b. Supervisi, perencanaan, dan sarana bantu c. Komposisi kelompok kerja d. Kerja lembur e. Ukuran besar proyek f. Kurva pengalaman g. Pekerja langsung versus subkontraktor; dan h. Kepadatan Tenaga kerja 2) Perkiraan Tenaga Kerja Periode Puncak Didalam proyek konstruksi terdapat suatu istilah periode puncak, periode puncak ini dinilai sebagai suatu periode dimana terdapat titik paling sibuk, dalam hal ini tentu saja proyek paling banyak memerlukan tenaga kerja. 3) Tenaga Kerja Langsung dan Borongan Pada perusahaan kontraktor, keseimbangan antara jumalah tenaga kerja dan jumlah pekerjaan yang tersedia dari waktu ke waktu harus diperhatikan, sebab kondisi volume usahanya seringkali mengalami naik turun yang tajam. Pada saat perusahaan mengalami suatu penurunan, maka akan sangat tidak ekonomis apabila menahan atau memiliki sejumlah besar tenaga kerja pada saat volume pekerjaan sedang menurun ke tingkat yang rendah. Demikian pula sebaliknya, jika tersedia banyak pekerjaan, tetapi sulit mencari tenaga kerja proyek yang mengerjakan konstruksi, dari kondisi tersebut, maka diperlukan adanya perencanaan yang teliti dan menyeluruh, mulai dari jumlah, jenis, ketrampilan, komposisi kelompok kelompok kerja, 10 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i jadwal kegiatan sampai pada sumber penyediaan tenaga kerja dan penyelia. Dilihat dari bentuk hubungan kerja antara pihak yang bersangkutan, maka tenaga kerja proyek khususnya tenaga kerja konstruksi dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Tenaga Kerja Langsung (Direct hire) Adalah tenaga kerja yang direkrut dan menandatangani ikatan kerja perorangan dengan perusahaan kontraktor. Umumnya diikuti dengan pelatihan-pelatihan, sampai dianggap cukup memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar. 2. Tenaga Kerja Borongan Adalah tenaga kerja yang bekerja berdasarkan ikatan kerja yang ada antara perusahaan penyedia tenaga kerja (Labor Supplier) dengan kontraktor, untuk jangka wktu tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, dengan memperhatikan usaha menyeimbangkan antara jumlah tenaga dan pekerjaan yang tersedia, umumnya kontraktor memilih untuk mengkombinasikan tenaga kerja langsung dengan tenaga kerja borongan. Sedangkan untuk pengawas atau penyelia yang terampil dan berdedikasi tetap dipertahankan meskipun volume pekerjaannya rendah. b) Perkiraan Biaya Proyek Perkiraan biaya dibedakan dari anggaran dalam hal perkiraan biaya, terbatas pada tabulasi biaya yang diperlukan untuk suatu biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu proyek atau proyek secara keseluruhan yang didasarkan pada informasi yang tersedia di waktu itu. Pada permasalahan biaya, mencakup hamper keseluruhan lingkup proyek, berikut ini proses penyusunan perkiraan biaya dan anggaran, antara lain: B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |11 1) Definisi Lingkup Sebelum dapat mulai membuat perkiraan biaya, jadwal, dan anggaran, perlu diketahui terlebih dahulu definisi lingkup proyek serta parameter yang membatasinya. Bagi pengguna jasa, batasan lingkup diambil berdasarkan hasil studi kelayakan yang kemudian dirumuskan lebih lanjut pada tahap pengembangan dan perencanaan. Sedangkan bagi pihak kontraktor batasan ruang lingkup berdasarkan pada dokumen lelang. 2) Uraian Aktivitas Setelah mengidentifikasi lingkup, langkah selanjutnya adalah menentukan aktivitas atau kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan lingkup tersebut. Penelitian meliputi kemungkinan apakah aktivitas tersebut dapat dikerjakan secara parallel atau seri sehingga dapat menghemat waktu. 3) Sumber daya Untuk merealisasikan lingkup proyek menjadi deliverable, diperlukan pula sumberdaya. Sumberdaya dapat berupa human (Tenaga kerja, tenaga ahli, dan lain lain). 4) Perkiraan Biaya Setelah dikaji jumlah sumber daya yang diperlukan, dapat disusun perkiraan biaya untuk pengadaannya, misalnya banyaknya biaya pengadaan peralatan, material, atau tenaga kerja. Selanjutnya semua dikonversikan dalam sejumlah uang yang diperlukan. 5) Jadwal aktivitas Setelah perkiraan biaya dapat ditentukan penjadwalan aktivitas merupakan perencanaan urutan kegiatan dalam rangka merealisasikan lingkup proyek . 12 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 6) Anggaran Dengan mengaitkan perkiraan biaya dengan waktu, yaitu penjelasan kapan biaya tersebut digunakan selama siklus proyek, akan diperoleh anggaran. Secara grafik dapat dijelaskan sebagai berikut : Uraian Aktivitas Definisi lingkup Proyek Menyusun jadwal aktivitas Anggaran Proyek Keperluan sumberda ya Perkiraan biaya Gambar 2.6 Proses Penyusunan Perkiraan Biaya dan Anggaran Proyek c) Pengendalian Biaya Penguasaan masalah teknis serta tersedianya prosedur dan perangkat penunjang, akan sangat menentukan terlaksananya pengendalian biaya pada proyek konstruksi. Disamping itu juga perlu adanya suasana dan kondisi di perusahaan yang mampu mendukung, diantaranya: 1) Sikap sadar anggaran, ini berarti seluruh pihak penyelenggara proyek menyadari dampak kegiatan yang dilakukan terhadap biaya. 2) Selalu berpikir untuk mencari alternatif yang dapat menghasilkan penghematan biaya. Guna mencapai kondisi tersebut, di perusahaan dapat dilaksanakan dengan cara mengkomunikasikan kepada pihak pimpinan dan mereka yang mempunyai kepentingan didalam penggunaan dana dan menekankan adanya area-area yang potensial dapat diperbaiki kinerjanya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |13 Pengendalian biaya dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1) Pengendalian Biaya Tahap Konseptual Didalam tahap konseptual, banyak factor yang dinilai belum menentu, sehingga rumusan yang ada masih merupakan gambaran kasar atau batasan yang bersifat sangat umum. Pada tahap konseptual yang merupakan keputusan-keputusan yang diambil dan telah menggambarkan secara garis besar kondisi perwujudan fisik sehingga pada tahap ini telah mulai meletakkan dasar jumlah biaya proyek. Pada tahapan ini telah mulai teridentifikasi batasan lingkup proyek, seperti memilih berbagai alternative lokasi, filosofi desain, proses produksi, peralatan, dan lain-lain. 2) Pengendalian Biaya Tahap Implementasi Pengendalian biaya tahap ini ditujukan pada ketiga kegiatan utama tersebut. Mengingat luasnya pengendalian, tahap implementasi ini dikelompokkan menjadi kegiatan persiapan pengendalian, pengendalian desain-engineering terinci, pengendalian pengadaan, dan pengendalian konstruksi dan subkontrak. Adapun dalam pelaksanaan pengendalian Biaya pada Tahap Implementasi perlu dipersiapkan beberapa kegiatan sebagai berikut : i. Mengumpulkan Informasi Lingkup Proyek Kegiatan ini dimaksudkan dengan tujuan agar pihak yang menangani pengendalian biaya dapat mendapatkan informasi dari sumber pertama untuk selanjutnya digunakan sebagai suatu acuan, dan dilaksanakan secara berkesinambungan. ii. Menilai Kompleksitas, Tingkat Kerumitan dan Resiko Dalam rangka persiapan pengendalian perlu diadakan penilaian mengenai faktor derajat kompleksitas, tingkat kerumitan serta resiko proyek. Dari pemahaman faktor diatas akan dapat disusun suatu konsep pengendalian proyek yang proporsional. Hal itu membuat pimpinan dapat memusatkan 14 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i perhatian pada wilayah yang potensial dapat menimbulkan permasalahan, sehingga dapat dibuat perencanaan untuk menghadapinya, dan para pelaksana mengetahui dan menyadari adanya persoalan serta dampaknya terhadap kegiatan proyek yang sedang ditangani. Butir-butir resiko dalam aspek pengendalian proyek yang perlu diwaspadai terutama adalah yang dapat mengarah kepada cost overrun, keterlambatan mencapai jadwal, dan tidak dapat memenuhi kinerja yang ditentukan. iii. Menentukan Intensitas dan Teknik Pengendalian Biaya Intensitas pengendalian biaya banyak dipengaruhi oleh derajat kompleksitas, kerumitan, dan resiko proyek. Pada umumnya semakin kompleks dan rumit proyek, semakin diperlukan pengendalian yang intensif. Di samping itu, seringkali pihak kontraktor juga harus mempertimbangkan keinginan pemilik sebelum menentukan intensitas pengendalian yang akan diterapkan. Keinginan ini dapat berupa rincian aspek yang harus dilaporkan, frekuensi. iv. Menyusun Program Implementasi Pengendalian Biaya dan Jadwal Tim proyek pemilik dan kontraktor membahas program implementasi pengendalian yang terdiri dari sistem pengendalian dan jadwal implementasinya. Adapun lingkup pembahsannya meliputi : Sistem pengendalian biaya, jadwal, dan mutu harus sinkron antara kontraktor dan pemilik. Pengkajian meliputi aspek dan metode yang hendak dipakai, personalia yang akan menanganinya, kelengkapan, serta kedalaman yang hendak dijangkau untuk kontrak lump-sump, pengendalian biaya terutama ditujukan pada masalah changes order, klaim, dan realisasi pembayaran. Jadwal implementasi pengendalian proyek. Hal ini memberikan penjelasan kapan dan bagaimana rencana mekanisme pengendalian masing-masing kegiatan dibuat dan diselesaikan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |15 v. Menyiapkan Organisasi, Personil, dan Perangkat Selain faktor-faktor yang berkaitan dengan kompleksitas dan kerumitan proyek, struktur dan besar kecilnya organisasi kontrol proyek juga dipengaruhi oleh kebijakan pihak pemilik. Setelah melaksanakan persiapan-persiapan tersebut, selanjutnya adalah proses pelaksanaan pengendalian biaya pada tahapan implementasi,yang secara umum rinciannya sebagai berikut: Membuat Anggaran (ABD) atau Control Budget Mengumpulkan data, mengadakan pengukuran dan perhitungan hasil pelaksanaan pekerjaan Membuat analisis varians untuk mengkaji sebab dan besarnya persoalan aspek biaya Melakukan tindakan pembetulan. Disini dipilih alternatif biaya terendah. Membuat trend untuk memberikan gambaran dampak varians terhadap biaya pada akhir proyek. Membuat Laporan. 16 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bab b II MANAJEMEN RESIKO PROYEK II.1 Konsep Resiko a. Pengertian Resiko Kangari (1995) menuliskan penelitiannya yang berjudul Risk Management Perceptions and Trends of US. Construction. Dari penelitian ini diketahui persepsi kontraktor-kontraktor mengenai alokasinya dan importance risiko-risiko konstruksi yang berlaku pada proyek-proyek konstruksi di Amerika Serikat. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Hasil identifikasi adalah sebagai berikut. Risiko yang penting: - Produktivitas tenaga kerja dan peralatan - Kualitas pekerjaan - Keselamatan kerja - Kemampuan kontraktor . Resiko yang kurang penting: - Ketersediaan material, tenaga kerja, dan peralatan - Kerusakan material - Inflasi - Kuantitas pekerjaan aktual - Perselisihan tenaga kerja - Kegagalan keuangan pihak-pihak yang terlibat - Negosiasi untuk change-order - Ganti rugi / indentification - Proses penyelesaian perpanjangan kontrak. Penelitian lain dikemukakan oleh Smith dan Bohn (1999) berjudul Small to Medium Contractor Contingency and Assumption of Risk . Penelitian ini mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi kontraktor B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |17 kecil dan menengah yang diolah secara deskriptif risiko-risiko ini ditunjukkan pada Tabel berikut ini : Tabel 2.1 Risiko-risiko pada Perusahaan Kontraktor Kecil dan Menengah Risiko Sumber Risiko alam/natural Acts of God Kerugian akibat kebakaran/kecelakaan Risiko desain Perubahan lingkup pekerjaan Sumber Predi ctabl e/ Unpredictable Area Eksternal Unpredic t ab le Konstruksi Internal Unpredic t ab le Konstruksi Internal Predictable Kontraktual Teknologi baru Internal Predictable Kontraktual Konstruksi Spesifikasi Internal Teknis Predictable Kontraktual Teknis Predictable Kontraktual Konstruksi Internal Predictable Konstruksi Eksternal 'Predictable Konstruksi Internal Internal Predictable Predictable Kontraktual Kontraktual Kerugian/keterlambatan akibat differing sitelperubahan Desain Risiko logistik Kerugian/keterlambatan akibat keterlambatan/ kerusakan material Kerugian/keterlambatan akibat ketersedian sumberda a Akses menuju lokasi Keterlambatan menemukan dan men Risiko finansial elesaikan masalah 18 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Ketersediaan dana proyek Kecukupan kas Kurs tukar mata uang dan inflasi Estimasi biaya yang Kesalahan kontraktor terlalu rendah Cost karena dalamoverrun’s hal kemamr,uan Legal dan peraturan keterlambatan Masalah perizinan dan Third lisensiar liability Tanggung jawab/liability diri sendiri Kegagalan kontrak Perubahan peraturan Risiko politik Internal Internal Predictable Predictable Eksternal Predictable Internal Internal Internal Predictable Predictable Predictable Eksternal Eksternal Unpredictable Unpredictable Internal Predictable Internal Eksternal Predictable Unpredictable Konstruksi Kontraktual Konstruksi Kontraktual Kontraktual Konstruksi Kerugian/keterlambatan karena perang/revolusi di Eksternal lokasi proyek Unpredictable Konstruksi Perubahan hukum perdagang an Unpredictable Konstruksi Eksternal Kontraktual Kontraktua Konstruksi Kontraktual Kontraktual Konstruksi Sumber: Smith dan Bohn, 1999 Dalam rangka memahami konsep risiko/risk dalam proyek konstruksi perlu dipahami pengertian mengenai risiko. Berikut ini dijelaskan pengertian mengenai risiko menurut beberapa sumber. Salim (1993) dalam Djojosoedarso (1999) mendefinisikan risiko sebagai ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa. Pengertian lain menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan / kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu kegiatan (Cooper dan Chapman, 1993). Pengertian risiko dalam konteks proyek dapat didefinisikan sebagai suatu penjabaran terhadap konsekuensi yang tidak menguntungkan, secara finansial maupun fisik, sebagai hasil dari keputusan yang diambil B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |19 atau akibat kondisi lingkungan di lokasi suatu kegiatan. Jika dikaitkan dengan konsep peluang, “risiko” adalah peluang atau kans / chance terjadinya kondisi yang tidak diharapkan dengan semua konsekuensi yang mungkin muncul yang dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan proyek (Gray dan Larson, 2000). Kerzner (2001) menjelaskan konsep risiko pada proyek sebagai “ukuran probabilitas dan konsekuensi dari tidak tercapainya suatu sasaran proyek yang telah ditentuk an”. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan peluang kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Lebih jauh lagi risiko pada proyek adalah “suatu k ondisi pada proyek yang timbul k arena k etidak pastian dengan peluang k ejadian tertentu yang jik a terjadi ak an menimbulk an k onsek uensi fisik maupun finansial yang tidak menguntungk an bagi tercapainya sasaran proyek , yaitu biaya, wak tu, mutu proyek ”. b. Resiko dan Ketidakpastian Meskipun risiko memiliki kaitan yang erat dengan ketidakpastian/ uncertainty, keduanya memiliki perbedaan. Ketidakpastian adalah kondisi dimana terjadi kekurangan pengetahuan, informasi, atau pemahaman tentang suatu keputusan dan konsekuensinya (Ritchie dan Marshall, 1993). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, karena ketidakpastian mengakibatkan keraguraguan dalam meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang (Djososoedarso, 1999). Semakin tinggi tingkat ketidakpastian maka semakin tinggi pula risikonya (Ritchie dan Marshall, 1993). c. Keuntungan dan Resiko Kejadian di masa yang akan datang tidak dapat diketahui secara pasti. Kejadian ini atau suatu keluaran / output dari suatu kegiatan / peristiwa dapat berupa kondisi yang baik atau kondisi yang 20 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i buruk. Jika yang terjadi adalah kondisi yang baik maka hal tersebut merupakan kesempatan baik (opportunity), namun jika terjadi hal yang buruk maka hal tersebut merupak an risik o (Kerzner, 2001). d. Risk, Hazard, Peril, dan Losses Menurut Umar (2001) konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut. Hazard Peril Losses - Haz ard adalah suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya peril (bencana). - Peril (bencana) adalah sutu peristiwa/kejadian yang dapat menimbulkan kerugian (losses) atau bermacam kerugian. - Losses (kerugian) adalah kondisi negatif yang diderita akibat dari suatu peristiwa yang tidak diharapkan tetapi ternyata terjadi. II.2. Jenis-Jenis Risiko Soeharto (2001) mengelompokkan risiko berdasarkan potensi sumber risiko sebagai berikut. 1. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen - Kurang tepatnya perencanaan lingkup pekerjaan, biaya, jadwal, dan mutu - Kurang tepatnya pengendalian lingkup pekerjaan, biaya, jadwal, dan mutu - Ketepatan penentuan struktur organisasi - Ketelitian pemilihan personil - Kekaburan kebijakan dan prosedur - Koordinasi pelaksanaan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |21 2. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi - Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering - Ketepatan pengadaan material dan peralatan (volume, jadwal, harga, dan kualitas) - Ketepatan pekerjaan konstruksi (jadwal dan kualitas) - Tersedianya tenaga ahli dan penyelia - Tersedianya tenaga kerja lapangan - Variasi dalam produktivitas kerja - Kondisi lokasi dan site - Ditemukannya teknologi baru (peralatan dan metode) dalamproses konstruksi dan produksi. 3) Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum - Pasal-pasal yang kurang lengkap, kurang jelas, dan menimbulkan perbedaan interpretasi - Pengaturan pembayaran, change order, dan klaim - Masalah jaminan, guarantee, dan warranty - Lisesnsi dan hak paten - Force majeure 4) Risiko yang berkaitan dengan situasi ekonomi, sosial, dan politik - Peraturan perpajakan dan pungutan - Perizinan - Pelestarian lingkungan - Situasi pasar (persediaan dan penawaran material dan peralatan) - Ketidakstabilan moneter/devaluasi - Aliran kas. II.3 Manajemen Risiko Setiap aktifitas yang dipilih selalu memiliki resiko, akan tetapi idak semua resiko yang dipilih memiliki dampak negatif.Manajemen resiko adalah sebuah proses dimana Project Manager dan team proyek mengidentifikasi resiko, menganalisa dan mengurutkannya yang dilanjutkan dengan menentukan tindakan, jika diperlukan, untuk 22 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i menghindari ancaman/dampak yang ada.Yang berhubungan erat dengan aktifitas ini adalah biaya, waktu dan kualitas. a. Pengertian Manajemen Risiko Sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko adalah “suatu k egiatan yang dilak uk an untuk menanggapi risik o yang telah dik etahui (melalui rencana analisa risik o atau bentuk observasi lain) untuk meminimalisasi k onsek uensi buruk yang mungk in muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif. Kerzner (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangk aian k egiatan yang berhubungan dengan risik o, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning), penilaian (assesment) (identifik asi dan dianalisa), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risik o. Jika lebih jauh lagi dikaitkan dengan fungsi manajemen secara keseluruhan maka manajemen risiko adalah suatu manajemen fungsional yang mendukung manajemen obyektif dengan sasaran adanya ketidakpastian di masa mendatang (Tarmudji, 2000). Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disusun konsep manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan terhadap risik o untuk meminimalisasi k onsek uensi buruk yang mungk in muncul melalui perencanaan, identifik asi, analisa, penanganan, dan pemantauan risik o. b. Pentingnya Manajemen Risiko Dalam dunia nyata selalu terjadi perubahan yang sifatnya dinamis, sehingga selalu terdapat k etidak pastian (Webb, 1994). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, dan risiko akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena adanya keterbatasan dalam memprediksikan hal yang akan terjadi di masa yang akan datang (Kerzner, 2001). Kejadian yang memiliki peluang atau ketidakpastian B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |23 (sebagai halnya risiko ) tidak dapat dikontrol, dan tidak ada pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko. Setiap orang dan setiap organisasi harus selalu berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk menemukan risiko-risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi terjadinya hal-hal di luar dugaan. Selanjutnya dapat diketahui akibat buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan Chapman, 1993) dan dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi risiko-risiko potensial tersebut. Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993). Manajemen risiko harus dilakukan sedini mungkin dengan didukung informasi tersebut. Prosesnya merupakan tindakan preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya dapat menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang lebih besar. Dengan manajemen risiko berarti melakukan sesuatu yang proaktif daripada reaktif. Selalu terdapat perubahan dalam segala hal di dunia ini sehingga selalu terdapat ketidakpastian dalam segala hal (Webb, 1994). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian dan risiko akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena adanya keterbatasan dalam memprediksikan hal yang akan terjadi di masa yang akan datang (Kerzner, 2001). Kejadian yang memiliki peluang atau ketidakpastian sebagaimana risiko tidak dapat dikontrol, dan tidak ada pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko. Setiap orang dan setiap organisasi harus selalu berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk menemukan risiko-risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi terjadinya hal-hal di luar dugaan. Selanjutnya dapat diketahui akibat 24 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan Chapman, 1993) dan dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi risiko-risiko potensial tersebut. Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993). Manajemen risiko harus dilakukan sedini mungkin dengan didukung informasi tersebut. Prosesnya merupakan tindakan preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya dapat menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang lebih besar. Dengan manajemen risiko berarti melakukan sesuatu yang proaktif daripada reaktif. Dengan demikian melalui manajemen risiko akan diketahui metode yang tepat untuk menghindari/mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat risiko. Secara langsung manajemen risiko yang baik dapat menghindari semaksimal mungkin dari biaya-biaya yang terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu peristiwa yang merugikan dan menunjang peningkatan keuntungan usaha. Secara tak langsung manajemen risiko memberikan sumbangan sebagai berikut : a. Memberikan pemahaman tentang risiko, efeknya, dan keterkaitannya secara lebih baik dan pasti sehingga menambah keyakinan dalam pengambilan keputusan yang dapat meningkatkan kualitas keputusan (Djojosoedarso, 1999). b. Meminimalkan jumlah kejadian di luar dugaan dan memberikan gambaran tentang akibat negatifnya sehingga mengurangi ketegangan dan kesalah-pahaman. c. Membantu menyediakan sumberdaya dengan baik. d. Menangkal timbulnya hal-hal dari luar yang dapat mengganggu kelancaran operasional. e. Mengurangi fluktuasi laba dan arus kas tahunan atau menstabilkan pendapatan. f. Menimbulkan kedamaian pikiran dan ketenangan tenaga kerja dalam bekerja. g. Meningkatkan public-image perusahaan sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |25 Manajemen risiko pada saat ini merupakan kunci dari keseluruhan manajemen bisnis (Kerzner, 2001). Tarmudji (2000) menambahkan bahwa obyektif utama manajemen risiko harus menyokong obyektif perusahaan. Dengan berjalannya usaha bisnis yang diharapkan mendatangkan keuntungan, maka meminimalkan risiko untuk mencapai keuntungan yang memuaskan menjadi sasaran bisnis. Ritchie dan Marshall (1993 ) mengemukakan bahwa: "Pengalaman menunjukkan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang menggunakan waktunya untuk berpikir tentang kebutuhan pada saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. Namun demikian manajer yang peduli akan perkembangan yang memungkinkan serta hasil keluarannya (internal atau eksternal), serta yang lebih proaktif daripada reaktif adalah manajer yang lebih mungkin untuk sukses." Ketidakpastian dalam suatu usaha dapat merupakan suatu kesempatan (opportunity) atau risiko, yang dapat mendatangkan keuntungan atau kerugian. Analisa risiko dapat membantu untuk risiko spekulatif dengan lebih bijaksana dan efisien dengan memutuskan apakah risiko tersebut harus dihindari atau dihadapi (Umar, 2001). Lebih jauh lagi kemampuan dalam mengelola risiko akan bermanfaat dalam persaingan serta mencegah terjadinya kegagalan dan kehancuran sehingga suatu unit usaha dapat bertahan hidup (Darmawi, 1990). c. Proses dalam Manajemen Risiko Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam menganalisa hal-hal tidak pasti yang akan terjadi masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993). Manajemen risiko memanfaatkan informasi tersebut untuk memusatkan perhatian pada masa depan apabila terdapat ketidakpastian dan kemudian mengembangkan rencana yang sesuai untuk mengatasi isu-isu potensial tersebut dari dampak yang merugikan. Tahapan dalam manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut (Kerzner, 2001). 26 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 1. Perencanaan (planning) Proses pengembangan dan dokumentasi strategi dan metode yang terorganisasi, komprehensif, dan interaktif, untuk keperluan identifikasi dan penelusuran isu-isu risiko, pengembangan rencana penanganan risiko, penilaian risiko yang kontinyu untuk menentukan perubahan risiko, serta mengalokasikan sumberdaya yang memenuhi. 2. Penilaian (assesment) Terdiri atas proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya, kinerja / performance, dan waktu penyelesaian kegiatan. a. Identifikasi (identifying) Merupakan proses peninjauan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko potensial, untuk selanjutnya diidentifikasi dan didokumentasi. b. Analisa (analyzing) Merupakan proses menggali informasi / deskripsi lebih dalam terhadap risiko yang telah diidentifikasi, yang terdiri atas: - kuantifikasi risiko dalam probabilitas dan konsekuensinya terhadap aspek biaya, waktu, dan teknis proyek - penyebab risiko - keterkaitan antar risiko - saat terjadinya risiko - sensitivitas terhadap waktu 3. Penanganan (handling) Merupakan prases identifikasi, evaluasi, seleksi, dan implementasi penanganan terhadap risiko dengan sasaran dan kendala masing-masing program, yang terdiri atas menahan risiko, menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan mengalihkan risiko. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |27 4. Pemantauan / monitoring risiko Merupakan proses penelusuran dan evaluasi yang sistematis dari hasil kerja proses penanganan risiko yang telah dilakukan dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan strategi penanganan risiko yang lebih baik di kemudian hari. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Ahmad Agus Fitrah, Pengaruh Tingk at Pemahaman Manajemen Resik o oleh Manajer k onstruk si terhadap Peningk atan Kinerja Wak tu dan Biaya Pelak sanaan Proyek , Tesis S2, Universitas Indonesia. Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi, Yogyakarta. Soeharto, Iman, 2001, Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta. Tenrisukki, Andi, 2007, Pendek atan Manajemen Konstruk si Profesional pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas Gunadharma, Jakarta. Wibowo, Agung, 2007, Bahan Kuliah Manajemen Resik o, Universitas Diponegoro, Semarang 28 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bab IIII MANAJEMEN KONSTRUKSI ( MK ) III.1. Pengertian Manajemen Berdasar sejarah bahasa, istilah manajemen berasal dari kata management yang berasal dari bahasa Inggris, yang berarti pengelolaan dalam bahasa Indonesia. Seiring perkembangan zaman banyak ahli yang telah menjadikan manajemen sebagai objek penelitian, hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai macam definisi tentang manajemen (Siagian, 1976). Beberapa pengertian tentang manajemen telah disampaikan beberapa pakar sebagai berikut : 1) Menurut pakar ekonomi, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya – sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner, 1982 ). 2) Manajemen adalah suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain ( Terry, 1984 ). 3) Manajemen adalah suatu proses dimana suatu tujuan akan dicapai dan dapat diawasi pelaksanaannya (Oliver Sheldon, 1984 ). 4) Salah satu pendapat dari pakar ekonomi dalam negeri menyatakan manajemen adalah ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggerakkan orang lain dalam organisasi (Siagian, 1976 ). 5) Manajemen juga merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan ( science ) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan (Gulck, 1965 ). B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |29 6) Manajemen telah banyak disebut sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi itu dikemukakan oleh Marry Parker Follet (dalam Dessler, 1995), mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan, atau dengan kata lain, tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. 7) Henry Fayol ( 1841 – 1925 ) seorang industriawan Perancis nenjelaskan secara sistematis bermacam aspek pengetahuan manajemen dengan menghubungkan dengan fungsi – fungsinya. Fungsi – fungsi manajemen yang dimaksud adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan. Aliran pemikiran diatas kemudian dikenal sebagai manajemen klasik atau manajemen fungsional ( manajemen dianggap sebagai fungsi ). 8) Pengertian manajemen yang biasanya dibatasi dengan kata yang ada didalam kata manajemen, menunjukkan kekhususan dari manajemen tersebut, seperti manajemen industri, manajemen proyek, manajemen konstruksi. Pengertian manajemen proyek atau konstruksi adalah penerapan fungsi – fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian ) secara sistematis pada suatu proyek dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal (Soeharto, 1995 ). 30 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i III.2. Konsep Manajemen Konstruksi Disamping konsep dan pemikiran ilmu manajemen yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya, juga perlu diketahui bahwa manajemen proyek merupakan profesi multidisiplin dan mempunyai sifat kompleks yang tumpang tindih dengan disiplin lain. Menurut Soeharto, 1995, bahwa secara sederhana konsep dari pemikiran mengenai manajemen dapat dijelaskan berdasarkan gambar 3.1. Latar Belakang Pemikiran Pemikiran Manajemen klasik berkembang pada zaman tumbuhnya industri modern dalam rangka mencari upaya menaikan efisiensi dan produktivitas. Menurut Fayol, manajemen bukanlah suatu bakat seseorang, melainkan suatu kepandaian (skill) yang dapat dipelajari, yaitu dengan memahami teori-teori serta prinsip dasarnya. Adapun fungsi manajemen diantaranya : MANAJEMEN KLASIK (manajemen berdasarkan fungsi) MANAJEMEN PROYEK (mengelola kegiatan yang dinamis) PENDEKATAN SISTEM (manajemen berorientasi pada totalitas) PENDEKATAN contingency (manajemen sesuai situasi) dukungan DISIPLIN LAIN (Arsitek, Engineering, Sosial, Ekonomi) Gambar 3.1 Konsep Pemikiran Manajemen Proyek dan Keterkaitannya dengan Manajemen dan Disiplin Ilmu B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |31 III. 3 Pentingnya Manajemen pada Proyek Konstruksi. Proyek Rekayasa/Teknik sipil mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan industri lainnya (misal manufaktur). Salah satu cirinya adalah sifat proyek yang unik. Uniknya proyek konstruksi karena proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan proyek konstruksi terdapat suatu proses yang mengolah berbagai sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan, yang memadukan banyak factor dan melibatkan berbagai pihak terkait. Selain banyak faktor yang harus dipadukan, disadari pula tentang kompleksitas jaringan mekanisme kegiatan didalam proses konstruksi. Semakin besar suatu proyek, berarti semakin komplek mekanismenya tentu semakin banyak pula masalah yang harus dihadapi. Sesuai dengan sifat-sifat teknisnya, kegiatan-kegiatan di dalam proses konstruksi pada dasarnya cenderung bersifat sangat terurai. Rangkaian kegiatan atau pekerjaan yang ada pada umumnya cukup rumit dan saling bergantung satu sama lain. Kegiatan-kegiatan baik yang berupa sub-sistem ataupun bagian-bagian dari pekerjaan membentuk struktur mekanisme berlapis-lapis. Konsep Manajemen Konstruksi menuntut adanya dapur profesional yang mengelola keputusan-keputusan yang akan diambil oleh proyek, dan konsep ini juga menuntut suatu pengelolaan proyek secara teknis operasional yang akan melengkapi pengelolaan strategis yang berada ditaangan pemilik (Owner). Manajemen Konstruksi dilaksanakan oleh tim profesional, yang bersama-sama dengan pemilik merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan proyek secara terpadu. Pemilik/ Pimpro Pengelolaan Strategis Tim Profesional MK Pengelolaan Teknis Operasional Gambar 3.2 Konsep MK dalam Pengelolaan Proyek 32 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i P R O Y E K Penerapan konsep Manajemen Konstruksi yang baik adalah mulai tahap perencanaan, namun dapat juga pada tahap-tahap lain sesuai dengan tujuan dan kondisi proyek tersebut sehingga konsep MK dapat diterapkan pada tahap-tahap proyek sebagai berikut : 1) Manajemen Konstruksi dilaksanakan pada seluruh tahapan Proyek Pengelolaan proyek dengan sistem MK, disini mencakup pengelolaan teknis operasional Proyek, dalam bentuk masukan-masukan dan atau keputusan yang berkaitan dengan teknis operasional proyek konstruksi, yang mencakup seluruh tahapan proyek, mulai dari persiapan, perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penyerahan proyek. 2) Tim MK sudah berperan sejak awal desain, pelelangan dan pelaksanaan proyek selesai, setelah suatu proyek dinyatakan layak mulai dari tahap desain. 3) Tim MK akan memberikan masukan/ keputusan dalam penyempurnaan desain sampai proyek selesai, apabila manajemen konstruksi dilaksanakan setelah tahap desain selesai. 4) MK berfungsi sebagai koordinator pengelolaan pelaksanaan dan melaksanakan fungsi pengendalian atau pengawasan, apabila manajemen konstruksi dilaksanakan mulai tahap pelaksanaan denganmenekankan pemisahan kontrak-kontrak pelaksanaan untuk kontraktor. Secara umum Manajemen Proyek mempunyai tujuan untuk mengelola pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan persyaratan (specification) untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam rangka pencapaian hasil ini, selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu (quality control), pengawasan penggunaan biaya (cost control), dan pengawasan waktu pelaksanaan (time control). Ketiga kegiatan pengawasan ini harus dilaksanakan daalam waktu yang bersamaan. Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |33 III.4. Ruang Lingkup Manajemen Konstruksi Sebagaimana disampaikan di depan, Sistem manajemen Konstruksi sangat diperlukan terutama pafa proyek-proyek konstruksi yang besar atau kompleks. Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan SK Gubernur Jawa Tengah No. 105 tahun 2002 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa Tengah TA. 2003 menetapkan bahwa Konsultan Manajemen Konstruksi digunakan untuk pekerjaan pembangunan bangunan gedung negara, yaitu : a) Bangunan bertingkat di atas 4 lantai, dan atau b) Bangunan dengan luas total di atas 5.000 m 2, dan atau c) Bangunan khusus, dan atau d) Bangunan yang melibatkan lebih dari satu konsultan perencana maupun kontraktor, dan atau e) Bangunan yang dilaksanakan secara bertahap yang tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran (satu tahun anggaran lebih). Tujuan utama manajemen konstruksi adalah mengelola proses transformasi gambar-gambar dan spesifikasi menjadi bentuk bangunan fisik sehingga mampu mengahsilkan produk dan pelayanan yang merupakan tujuan fungsional proyek. Upaya transformasi tersebut harus dikerjakan dalam kerangka waktu dan estimasi biaya yang diperhitungkan dengan mematuhi standar kualitas tertentu. Hasil transformasi berupa fasilitas fisik harus merupakan keluaran yang sesuai dengan rencana, termasuk memenuhi parameter-parameter kuantitas dan kualitas yang sudah ditentukan. Pengelola manajemen konstruksi atau disebut Manajer Konstruksi, dapat berupa sebuah badan usaha jasa konsultan swasta atau dapat pula sebagai bagian dari organisasi proyek untuk badan pemerintah. Fungsifungsi manajemen konstruksi adalah merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh proses konstruksi dengan cermat secara 34 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i obyektif. Jikalau berupa lembaga swasta, manajer Konstruksi harus memenuhi syarat-syarat untuk melaksanakan tugas berdasarkan pada ikatan kontrak pelayanan profesional dengan pihak Pemberi Tugas. Manajer konstruksi sebagaimana perannya sebagai Ahli Konstruksi dalam Tim Proyek, bekerja sama dengan Pemberi Tugas dan Konsultan Perencana sejak awal perencanaan sampai dengan selesainya konstruksi. Keterlibatan Manajer Konstruksi sejak awal tahap perencanaan memang diharapkan untuk dapat memberikan informasi terpercaya berkaitan dengan pembiayaan dan jadwal konstruksi kepada Pemberi Tugas sedini mungkin. Apabila pembiayaan, penjadwalan dan persyaratan kualitas telah ditetapkan, kemudian perkembangan konstruksi selanjutnya harus selalu dimonitor agar pencapaian sasaran-sasaran berikutnya dapat diketahui oleh pihak Pemberi Tugas. Dalam suatu proses konstruksi, lazimnya kegiatan perencanaan dilakukan oleh konsultan perencana, dapat pula oleh kontraktor, ataupun pihak Pemberi Tugas sendiri. Sedang pelaksanaan konstruksinya menjadi tanggung jawab bersama antara kontraktor, sub kontraktor, mandor, pemasok material, perusahaan persewaan alat dan sebagainya. Sistem manajemen konstruksi diterapkan untuk mencakup keseluruhan proses konstruksi sejak dituangkannya prakarsa atau gagasan, kemudian tersusunnya konsep, studi kelayakan, perencanaan dan pelaksanaan konstruksi proyek. Semuanya tersusun ke dalam kegiatan-kegiatan yang terpadu dan terintegrasi satu sama lainnya. Dengan demikian untuk memilih, dan menugasi Pengelola Manajemen Konstruksi sebagai lembaga, harus melalui prosedur pemilihan berdasarkan analisis obyektif atas kualifikasi dan ebberapa kriteria. Dari sekian banyak ketentuan kualifikasi dan kriteria yang terpenting adalah mampu menunjukkan keberhasilan untuk melaksanakan tugas manajemen konstruksi pada proyek-proyek sejenis di masa lalu, baik dari segi lingkup maupun kompleksitas konstruksinya. Manajer konstruksi harus didukung dengan sejumlah staf intern yang memadai, dalam arti masing-masing memilki kualifikasi teknis dan manajerial tertentu khususnya untuk menangani tugas-tugas manajemen konstruksi. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |35 Salah satu upaya untuk mewujudkan integritas di dalam keseluruhan kerangka sistem manajemen konstruksi yang menyatu, dilakukan pendekatan membentuk semangat dalam satu Tim Proyek yang terdiri dari unsur-unsur Pemberi Tugas, Manajer Konstruksi, dan Konsultan Perencana. Pendekatan Tim Proyek dimaksudkan yang terutama untuk menyatupadukan persepsi masing-masing unsur mengenai sasaran dan tujuan proyek. Semangat Tim Proyek secara ideal sebaiknya diterapkan sejak awal perencanaan sampai dengan penyelesaian proses konstruksi, dengan tujuan bersama yakni melayani dan melindungi sebaik-baiknya kepentingan Pemberi Tugas dalam upaya mencapai tujuan fungsional proyek. Sistem manajmen konstruksi mempersatukan seluruh kegiatan-kegiatan konstruksi yang terpisah-pisah ke dalam satu koordinasi dan pengendalian oleh Tim Proyek, sedemikian sehingga dapat tercapai suatu tata-hubungan yang tidak saling bertentangan menurut kepentingan individual. Sistem Manajemen Konstruksi Kesatuan Koordinasi & Pengendalian PEMILIK Prakarsa fasilitas KONTRAKTOR KONSULTAN Metode kerja Ketrampilan, kreativitas Konsepsi perencanaan analisis Tujuan Fungsional Proyek Gambar 3.3. Fungsi-fungsi dalam Sistem Manajemen Konstruksi 36 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Pendekatan Tim Proyek membentuk hubungan kerja segitiga, dimana dalam keseluruhan operasi setiap unsur diharapkan dapat menyumbangkan bakatnya sebagai anggota dan sekaligus dapat menampung atau menggunakan kemampuan serta bakat dari pihak lainnya dalam rangka mencapai keberhasilan bersama. Dengan demikian, Sistem Manajemn Konstruksi harus dapat menciptakan iklim kerja sama dalam suatu hbungan kerja di dalam satu tim yang melibatkan ketiga unsur dalam proyek konstruksi. Masing-masing unsur memiliki hubungan kerja dan bertanggung jawab kepada unsur lainnya, masyarakat industri konstruksi dan masyarakat luas pada umumnya. III.5. Kegiatan Manajemen Konstruksi Kegiatan MK yang dilaksanakan oleh konsultan MK berpedoman pada ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 adalah sebagai berikut : A. Tahap Pelelangan 1) Membantu pengelola kegiatan dalam mempersiapkan dan menyusun program pelaksanaan Pelelangan pekerjaan 2) Membantu panitia Lelang dalam menyusun Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pekerjaan atau mengevaluasi Engineer Estimate. 3) Membantu Pengelola Kegiatan dalam menyiapkan Dokumen penunjukan pelelangan 4) Membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap penawaran yang masuk. 5) Membantu Pengelola dalam mengadakan Klarifikasi dan Negosiasi harga 6) Membantu menyiapkan draft surat perjanjian pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |37 B. 7) Membantu Panitia lelang dalam menyusun laporan kegiatan tahap pelelangan 8) Membantu pengelola kegiatan menyiapkan kontrak perjanjian Pelaksana / Kontraktor. Tahap Perencanaan Mengadakan evaluasi program kegiatan perencanaan yang diusulkan oleh konsultan Perencana yang meliputi : 1) Program penyediaan dan penggunaan sumber daya yang ada 2) Membantu Owner dalam menyusun strategi pentahapan kegiatan lanjutan di tahun mendatang untuk kesempurnaan Program Pembangunan. 3) Membantu Owner dalam mengkoordinir dan mengevaluasi hasil perencanaan dari Konsultan perencana. C. Tahap Konstruksi 1) Mengadakan evaluasi program kegiatan pelaksanaan konstruksi fisik yang disusun oleh pemborong, yang meliputi program – program pencapaian konstruksi, penyediaan dan penggunaan tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan, bahan bangunan, informasi, tenaga kerja (sub kon), bahan / material spesifik, penyediaan contoh-contoh, dana, program Quality Assurance serta program kesehatan & keselamatan kerja (K3). 2) Mengendalikan program pelaksanaan konstruksi fisik, yang meliputi program pengendalian sumber daya, pengendalian biaya, pengendalian waktu, pengendalian sasaran fisik (kuantitas dan kualitas) pekerjaan, pengendalian tertib administrasi serta pengendalian kesehatan dan keselamatan kerja. 3) Melakukan evaluasi program terhadap penyimpangan teknis dan manajerial yang timbul, usulan koreksi program dan 38 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i tindakan turun tangan, serta melakukan koreksi teknis bila terjadi penyimpangan. 4) Melakukan koordinasi antara pihak – pihak yang terlibat dalam pelaksanaan konstruksi fisik (Owner, Konsultan Perencana, Kontraktor, dll) 5) Melakukan kegiatan pengawasan yang terdiri atas : a. Melakukan evaluasi Dokumen Perencanaan berikut perubahan-perubahannya dalam BA Aanwijzing terhadap Dokumen Penawaran hasil klarifikasi dan negosiasi. b. Memeriksa dan mempelajari dokumen pelaksanaan konstruksi yang akan dijadikan dasar dalam pengawasan pekerjaan lapangan c. Mengawasi pemakaian bahan, peralatan, metode pelaksanaan, serta ketepatan waktu dan biaya pekerjaan konstruksi. d. Mengawasi pelaksanaan pekerjaan dari segi kualitas, kuantitas dan laju pencapaian volume / realisasi fisik. e. Mengumpulkan data dan informasi di lapangan untuk memecahkan persoalan yang terjadi selama pekerjaan konstruksi. f. Menyelenggarakan kegiatan rapat – rapat lapangan secara berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan pekerjaan pengawasan, dengan masukan hasil rapat – rapat lapangan dan laporan – laporan yang dibuat oleh pemborong. g. Menyusun berita acara kemajuan pekerjaan pemeliharaan, dan serah terima pertama dan kedua pekerjaan konstruksi. h. Meneliti gambar – gambar pelaksanaan (Shop Drawings) yang diajukan oleh pemborong. i. Meneliti gambar – gambar yang telah sesuai dengan pelaksanaan (As-Built Drawings) sebelum serah terima pertama. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |39 j. Menyusun daftar cacat / kerusakan sebelum serah terima pertama, dan mengawasi perbaikannya pada masa pemeliharaan. 6) Memberikan penilaian untuk mendapatkan persetujuan dari pemberi tugas tentang sub kontraktor yang akan dilibatkan oleh pemborong. 7) Mengusulkan perubahan – perubahan serta penyesuaian di lapangan untuk memecahkan persoalan – persoalan yang terjadi selama pekerjaan konstruksi. 8) Membuat Laporan dan Dokumentasi seluruh kegiatan Manajemen secara berkala (2 mingguan / bulanan, serta akhir proyek ) III.6. Tanggung Jawab Manajemen Konstruksi Konsultan Manajemen Konstruksi bertanggung jawab secara profesional atas jasa manajemen konstruksi yang dilakukan sesuai ketentuan dan kode tata laku profesi yang berlaku. Penanggung jawab profesional manajemen konstruksi adalah tidak hanya konsultan sebagai suatu perusahaan, tetapi juga bagi para tenaga ahli profesional manajemen konstruksi yang terlibat. Secara umum tanggung jawab konsultan adalah menjaga agar penatausahaan keuangan unit kerja minimal memiliki kinerja sebagai berikut : 1) Ketepatan waktu kegiatan pembangunan sesuai batas waktu berlakunya anggaran / waktu yang telah ditetapkan. 2) Ketepatan biaya pembangunan sesuai batasan anggaran yang tersedia atau yang telah ditetapkan. 3) Ketepatan kualitas dan kuantitas sesuai standar / peraturan yang berlaku, sehingga kegiatan pembangunan mencapai hasil dan daya guna yang seoptimal mungkin, memenuhi syarat teknis yang dapat dipertanggung jawabkan, dan sesuai dengan dokumen pekerjaan / pelaksanaan. 4) Ketertiban administrasi kontrak dan pelaksanaan pembangunan. 40 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i III.7. Keluaran / Hasil Kegiatan Manajemen Konstruksi Keluaran yang dihasilkan oleh Konsultan Manajemen Konstruksi didasarkan pada kegiatan yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan, dapat berupa sebagai berikut : 1) Hasil Kegiatan MK pada tahap persiapan kegiatan : a) Laporan pelaksanaan dan koordinasi pengadaan / persiapan dokumen. 2) Hasil Kegiatan MK pada tahap perencanaan : a) Laporan pengembangan rencana dan strategi pentahapan lanjutan program. b) Laporan Hasil kerja Konsultan Perencana pada kegiatan perencanaan, dari aspek mutu, waktu , biaya dan administrasi kontrak. 3) Hasil Kegiatan MK pada Tahap Pelelangan : a) Laporan lengkap pelaksanaan lelang, mulai dari pengumuman pelalangan sampai dengan penetapan pemenang dan bantuan penyiapan surat pemborongan. b) Uraian program dan kegiatan Pengendalian waktu, Mutu, Biaya dan Administrasi Kontrak Tahap Pelaksanaan. 4) Hasil Kegiatan MK pada tahap pelaksanaan : a) Revisi Program dan Kegiatan Pengendalian Waktu , Mutu, Biaya dan Administrasi Kontrak Tahap Pelaksanaan (bila ada revisi). b) Laporan 2 mingguan / Bulanan Manajemen Konstruksi Tahap Pelaksanaan dari aspek pengendalian Waktu, Mutu, Biaya, dan Adminstrasi Kontrak termasuk setiap lampirannya seperti risalah rapat lapangan, laporan pengujian, visual lapangan, kemajuan pekerjaan, surat menyurat, dokumen / booklet peralatan, jaminan suku cadang dan lain – lain. c) Laporan Pelaksanaan Pekerjaan Manajemen Konstruksi yang mencakup dari tahap persiapan sampai dengan serah terima pekerjaan pelaksanaan. 5) Laporan Akhir Pekerjaan Manajemen Konstruksi, memuat uraian kegiatan dari tahap persiapan sampai tahap pelaksanaan konstruksi fisik. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |41 III.8. Persyaratan Kegiatan Manajemen Konstruksi Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh konsultan Manajemen Konstruksi seperti yang dimaksud pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) harus memperhatikan beberapa persyaratan, antara lain seperti di bawah ini : 1) Persyaratan Umum Pekerjaan. Setiap bagian dari pekerjaan pengendalian oleh konsultan MK harus dilaksanakan secara benar dan tuntas dengan memberi hasil yang telah ditetapkan dan diterima dengan baik oleh Pengguna Anggaran 2) Persyaratan Obyektif. Pelaksanaan pekerjaan manajemen konstruksi profesional yang objektif untuk kelancaran pelaksanaan baik yang menyangkut macam, kualitas, dan kuantitas dari setiap manajemen konstruksi yang berlaku. 3) Persyaratan Fungsional. Pekerjaan Manajemen Konstruksi (MK) harus dilaksanakan dengan profesionalisme yang tinggi sebagai pemberi jasa Manajemen Konstruksi, yang secara fungsional dapat mendorong peningkatan kinerja. 4) Persyaratan Prosedural. Penyelesaian administratif sehubungan dengan pekerjaan di lapangan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. 5) Persyaratan Teknis lainnya. Selain kriteria umum di atas, untuk pekerjaan MK berlaku pula ketentuan– ketentuan standar, pedoman dan peraturan yang berlaku, yaitu Ketentuan yang diberlakukan untuk pekerjaan yang bersangkutan yaitu Surat Perjanjian Pekerjaan Perencanaan, dan Surat Perjanjian Pekerjaan Pelaksanaan, beserta keleng-kapannya dan ketentuan – ketentuan sebagai dasar perjanjiannya. Contoh : a) Yang termuat dalam Surat Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. 42 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i b) Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 105 tahun 2002 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa Tengah TA. 2003 c) Peraturan Pembangunan dari Pemerintah Daerah Setempat. d) Standar dan Pedoman teknis yang berlaku di bidang penyelenggaraan bangunan gedung. III.9. Sistem Manajemen Konstruksi Pendekatan sistem manajemen konstruksi sebagai suatu alternatif bukanlah sama sekali hal yang baru dikenal. Pendekatan sistem manajemen konstruksi sebagai suatu alternatif bukanlah sama sekali hal yang beru dikenal. Bahkan berdasarkan keadaan alamiahnya, disadari atau tidak, pendekatan tersebut di masa silam telah terbukti bermanfaat dalam menyelesaikan permasalahan praktek konstruksi pada banyak proyek terutama berkaitan dengan masalah disintegrasi organisasi. Sebagai sifat konsep dasarnya, pendekatan sistem tidaklah memperlakukan unsur-unsur pengelolanya nerfungsi secara kotak-kotak atau terpisah-pisah. Akan tetapi sesuai dengan sifat kegiatan yang diperlukan dalam sistem rekayasa konstruksi hendaknya lebih mewujudkan keterpaduan seluruh organisasi yang terlibat. Seluruh kegiatannya disusun ke dalam satu kesatuan koordinasi dan pengendalian dengan tujuan bersama yakni memberikan pelayanan terbaik bagi pemberi tugas. Pemilik Kontraktor Konsultan Tujuan Fungsional Proyek Gambar 3.3. Sistem Manajemen Konstruksi B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |43 Manajemen waktu dan Anggaran Seperti diketahui penyelesaian yang dibutuhkan untuk proses konstruksi selalu diterakan dalam dokumen kontrak karena akan berpengaruh penting terhadap nilai pelelangan dan pembiayaan pekerjaan sendiri. Penetapan jangka waktu pelaksanaan proyek terikat erat dengan pembiayaannya bukan saling menguntungkan. Sehingga pengendalian waktu pelaksanaan konstruksi umumnya dilakukan bersamaan dan tidak terlepas dari pengendalian biaya. Selama berlangsungnya tahap konstruksi fisik, kontraktor bertanggung jawab untuk menyiapkan jadwal rencana kerja terinci yang memenuhi seluruh aspek persayaratan yang tercantum di dalam dokumen kontrak. Jadwal rencana kerja harus menunjukkan kelayakan metode pelaksanaan terutama berkaitan dengan sumber daya yang harus dikerahkannya. Adalah menjadi tanggung jawab kontraktor untuk bukan hanya mengatur pekerjaan seluruh jajaran aparatnya, para subkontraktor, dan pemasok materialnya, tetapi juga dapat mewujudkan kerjasama dengan pemasok dan kontraktor lain yang sama-sama ditugaskan oleh pemberi tugas yang sama. Berebagai pelengkapan tersedia untuk pengendalian waktu dan biaya, semuanya ditujukan untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan dengan baik tanpa terjadi penyimpangan waktu dan biaya. Manajemen waktu dan biaya dilakukan untuk mengontrol segala sumber daya yang ada dengan dana yang tersedia agar dapat dimanfaatkan untuk sebaik-baiknya guna mndapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Pada pengaturan terhadap biaya dan waktu ini lebih rinci dilaksanakan dengan langkah-langkah secara garis besar sebagai berikut : (1) pertama menetapkan target atau standar waktu untuk suatu bagian lengkap pekerjaan yang hasrus diselesaikan pada titik -titik kontrol tertentu, (2) apabila suatu bagian lengkap pekerjaan yang ditargetkan telah dilaksanakan, bandingkan prestasi aktualnya dengan target, (3) berikan penilaian, lakukan evaluasi dan tetapkan pengaruh prestasi yang sekarang terhadap prospek kemajuan di masa mendatang, 44 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i (4) jika diperlukan rencanakan ulang sehingga target semula dapat dicapai atau dapat didekati, (5) mintakan tidak lanjut yang sesuai dari para penanggung jawab langsung atas berbagai kegiatan yang dimaksudkan. Sistem Monitoring dan Evaluasi Monitoring proyek adalah pemantauan pelaksanaan proyek yang telah direncanakan, dan perencanaan sebagai alat pengendalian proyek. Dalam pelaksanaan proyek hal yang paling penting adalah memonitor kemajuan tiap-tiap kegiatan pekerjaan, untuk itu perlu diketahui data dan informasi dai laporan kontraktor yang masuk tiap periode konstruksi yang telah ditentukan. Kemudian, data dan dan informasi tersebut diperoses menjadi kemajuan aktual pekerjaan, selanjutnya dapat dievaluasi kemajuan aktual terhadap rencana. Dengan membandingkan perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut dapat diketahui status kemajuan yang sesungguhnya. Informasi kemajuan proyek tersebut dialihkan hasilnya kepada pihak yang berwenang agar dapat diambil langkah keputusan terhadap penyimpangan proyek yang terjadi dengan cepat dan tepat. Monitoring juga dapat diartikan sebagai mengamati dan mempengaruhi kegiatan-kegiatan pokok dan hasil pekerjaan. Monitoring berbeda dengan evaluasi, yang mana monitoring mengukur apakah proyek masih tetap pada jalnnya. Sedangkan evluasi mempermasalahkan apakah proyek berjalan pada jalan yang benar. Monitoring proyek kebanyakan mengenai masukan-masukan dan keluaran-keluaran, serta membandingkan hasil pekerjaan yang dapat dicapai terhadap yang direncanakan dalam jangka pendek. Sedangkan evaluasi pada umumnya mengenai tujuan fungsional proyek dan tujuan program, dan memeriksa dampak jangka panjang proyek. Dengan demikian, monitoring meerupakan peristiwa berkala. Karena proyek biasanya menggunakan organisasi bentukan baru dan bersifat adhoc (sementara), maka sistem monitoring dan pelaporan tradisional yang biasa diterapkan pada manajemen rutin mungkin perlu penyesuaian terhadap tuntutan keadaan proyek yang bersifat khusus tersebut. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |45 Langkah pertama dalam monitoring dan pelaporan adalah menentukan siapa yang harus dilapori dan memerluka informasi apa saja. Manajemen proyek harus memutuskan hal-hal apa dan mana saja yang harus dimonitor. Ketentuan tersebut penting karena monitoring memerlukan biaya, tenaga dan waktu. Staf proyek tidak dapat dan memang tidak perlu untuk memonitor semua segi proyek dengan bobot perhatian yang sama. Lebih baik mereka memusatkan perhatian untuk memonitor pada rambu-rambu peringatan (milestone) yang penting. Milestones adalah seperti rambu-rambu lalu lintas di jalan raya. Ramburampu tersebut adalah titik-titik di sepanjang perjalanan yang memungkinkan kita untuk memeriksa kemajuan dan memastikan bahwa tetap berada di lintasan jalanyang benar. Evaluasi suatu proyek pada dasarnya adalah suatu pemeriksaan secara sistematis terhadap masa lampau yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan dan mengendalikan hari depan secara lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada mencari kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi kebrhasilan proyek. Atau dengan kata lain, tujuan evaluasi adalah untuk penyempurnaan proyek di masa mendatang dan lingkupnya lebih luas dari pada monitoring dan pelaporan. Berdasarkan pada waktu pelaksanaanya terdapat dua macam evaluasi, evaluasi summatif yang dilakukan setelah proyek berakhir dan evaluasi formatif yang dilaksanakan pada saat proyek sedang berjalan. Evaluasi summatif bermanfaat untuk digunakan merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan proyek-proyek serupa lainnya di masa mendatang, sedangkan evaluasi formatif digunakan untuk keperluan penyesuaian dan perencanaan ulang atas proyek yang sedang berjalan. II.10. Manajemen Konstruksi Profesional Manajemen konstruksi profesional merujuk ke proyek manajemen tim yang terdiri dari profesional dan manajer konstruksi peserta lainnya yang akan melaksanakan tugas perencanaan proyek, desain dan konstruksi dalam suatu cara. Kontrak hubungan di antara anggota tim dimaksudkan untuk meminimalkan adversarial hubungan dan berkontribusi untuk lebih 46 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i tanggap dalam pengelolaan grup. Jadi profesional manajer konstruksi adalah perusahaan khusus dalam praktek profesional manajemen konstruksi yang meliputi: Bekerja dengan pemilik dan A / E perusahaan dari awal dan membuat rekomendasi perbaikan desain, teknologi konstruksi, jadwal konstruksi dan ekonomi. Desain dan konstruksi mengusulkan alternatif jika sesuai, dan menganalisa dampak dari alternatif pada jadwal dan biaya proyek. Setelah memantau perkembangan proyek ini agar tidak melebihi target tanpa pengetahuan pemiliknya. Mengkoordinasikan pengadaan bahan dan peralatan dan pekerjaan konstruksi semua kontraktor, bulanan dan pembayaran kepada kontraktor, perubahan, tuntutan dan inspeksi untuk conforming persyaratan desain. Melaksanakan proyek layanan terkait lainnya seperti yang diminta oleh pemilik. Profesional manajemen konstruksi biasanya digunakan ketika sebuah proyek besar atau sangat kompleks. Organisasi yang memiliki karakteristik yang mega-proyek yang dapat diringkas sebagai berikut: Keseluruhan organisasi pendekatan untuk proyek ini akan berubah sebagai proyek kemajuan. The "fungsional" organisasi dapat berubah ke "matrix" yang dapat berubah ke "proyek" organisasi (tidak harus dalam urutan ini). Dalam keseluruhan organisasi, tidak akan mungkin berfungsi, proyek, dan matriks suborganizations semua pada saat yang sama. Fitur ini sangat complicates teori dan praktik manajemen, namun sangat penting untuk keseluruhan efektivitas biaya. Berhasil raksasa, kompleks biasanya memiliki organisasi yang kuat-jenis matriks suborganization di tingkat dasar di mana biaya dan jadwal kontrol diberikan tanggung jawab. Suborganization ini disebut sebagai "biaya pusat" atau sebagai "proyek" dan dipimpin B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |47 oleh seorang manajer proyek. Biaya pusat matriks Mei ada peserta yang ditugaskan dari berbagai kelompok fungsional. Sebaliknya, kelompok fungsional ini mungkin memiliki tanggung jawab teknis pelaporan ke berbagai tingkatan yang lebih tinggi dan di organisasi. Tombol untuk biaya efektif adalah upaya pengembangan proyek ini suborganization dalam satu tim di bawah kepemimpinan yang kuat proyek. Sejauh mana keputusan akan sentralisasi atau desentralisasi sangat penting untuk organisasi yang mega-proyek. Perkembangan manajemen konstruksi di Indonesia tidak dapat lepas dari industri jasa konstruksi. Sedang perkembangan industri jasa konstruksi berhubungan erat dengan pelaksanaan pembangunan yang saat ini sedang giat dilaksanakan. Pada umumnya industry jasa konstruksi mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sarana dan prasarana fisik dalam bidang gedung, bidang teknik sipil, dan juga instalasi. Dengan adanya peningkatan volume pembangunan tersebut, maka diikuti pula peningkatan cara pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang berupa perkembangan dalam bidang Manajemen Konstruksi. Demikian pula hubungan kerja terjadi antar unsur unsur pelaksana pembangunan mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan volume kegiatan untuk masing-masing jenis bangunan. Dalam perkembangan Manajemen Proyek (Proyek Konstruksi) berkembang secara lebih luas dengan diterapkan pada seluruh tahapan proyek, mulai dari tahapan perencanaan, perancangan, pengadaan dan pelaksanaan, sehingga untuk menerapkannya akan lebih rumit dan kompleks karena sumber daya yang ada berlainan dan bervariasi dan mempunyai tujuan-tujuan sesuai dengan tahapan proyeknya. Pada Manajemen konstruksi terdapat banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan beranekaragam, mulai dari perencanaan program, survey, penelitian, studi kelayakan, perancangan, pengadaan/lelang sampai pelaksanaan. Sehingga akan melibatkan berbagai ahli dan pihak yang lebih banyak yang merupakan suatu tim yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga memerlukan pengelolaan manajemen tang 48 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i terpadu (professional) sehingga dengan konsep ini dibutuhkan suatu badan usaha di bidang manajemen yang akan mengelola proyek tersebut. Dengan konsep ini dapat dilakukan perencanaan secara bersamaan dengan beberapa perencana, begitu juga pada tahap pelaksanaan secara bertahap tanpa harus menunggu dulu perencanaan selesai secara keseluruhan. Dengan konsep ini peran seorang manajer konstruksi sangat besar dalam menentukan keberhasilan proyek dari segi waktu, mutu, biaya, keamanan, dan kenyamanan yang optimal, sehingga dari sisi ini dapat berkembang sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Manajemen Konstruksi (Konsultan MK) yang akan mengelola proyek proyek yang diingini oleh pemilik secara profesional dan optimal. III.11 Sistem Manajemen Konstruksi Profesional Sistem ini merupakan sistem manajemen yang relatif lebih baru dibanding dengan sistem pelaksanaan tradisional dan merupakan perkembangan alternatif dari sistem diatas. Pada umumnya PCM dibagi menjadi empat sistem, yaitu : 1) Agency Construction Management (ACM) Pada sistem ini konsultan Manajemen konstruksi mendapat tugas dari pihak pemilik dan berfungsi sebagai koordinator penghubung antara perancangan dan pelaksanaan serta antar para kontraktor. Konsultan MK dapat mulai dilibatkan mulai dari face perencanaan tetapi tidak menjamin waktu penyelesaian proyek,biaya total serta mutu bangunan. Pihak pemilik mengadakan ikatan kontrak langsung dengan beberapa kontraktor sesuai dengan paket-paket pekerjaanyang telah disiapkan. Pemilik Konsultan Perencana Konsultan ACM Kontraktor Gambar 3.4 Bagan ACM Delivery B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |49 2) Extended Service Construction Management (ESCM) Jasa konsultan MK dapat diberikan oleh pihak perencana atau pihak kontraktor. Apabila perencana melakukan jasa Manajemen Konstruksi, akan terjadi konflik kepentingan karena peninjauan terhadap proses perancangan tersebut dilakukan oleh konsultan perencana itu sendiri, sehingga hal ini akan menjadi suatu kelemahan pada sistem ini (lihat tipe a). Pada Tipe b, kontraktor kemungkinan melakukan jasa manajemen konstruksi berdasarkan permintaan Pemilik (ESCM/ Kontraktor). PROYEK ESCM/ Perencana PEMILIK Para kontraktor Konsultan Perencana Kontraktor/ ESCM kontraktor (Tipe a) (Tipe b) Gambar 3.5 Bagan Extended CM 3) Owner Construction Management (OCM) Dalam hal ini pemilik mengembangkan bagian manajemen konstruksi professional yang bertanggungjawab terhadap manajemen proyek yang dilaksanakan, lihat gambar : Pemilik Konsultan Desain Tim OCM Kontraktor Gambar 3.6 Gambar Owner CM 50 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 4) Guaranted Maximum Price Construction Management (GMPCM) Konsultan ini bertindak lebih kea rah kontraktor umum daripada sebagai wakil pemilik. Disini konsultan GMPCM tidak melakukan pekerjaan konstruksi tetapi bertanggungjawab kepada pemilik mengenai waktu, biaya, dan mutu. Jadi dalam surat perjanjian kerja/ Kontrak konsultan GMPCM tipe ini bertindak sebagai pemberi kerja terhadap para kontraktor (sub kontraktor). Pemilik Kontraktor & MK Konsultan perencana Kontraktor Gambar 3.7 Bagan GMPCM III.12. Organisasi Proyek Konstruksi II.12.1 Pengertian Organisasi Dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, sangat diperlukan adanya suatu koordinasi yang terjalin dengan baik antar personel, sehingga diperlukan suatu wadah yang dinamakan organisasi. Dalam sebuah organisasi kerja yang baik, akan kegiatan akan diatur sedemikian sehinggan akan didapat hasil yang efisien dan waktu yang tepat sesuai dengan rencana awal pekerjaan. Selain itu terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian organisasi itu sendiri, diantaranya bahwa organisasi merupakan bentuk dari setiap kerjasama manusia untuk pencapaian tujuan bersama (Money YD), selain itu organisasi juga dinyatakan sebagai suatu kelompok manusia tertentu yang mengembangkan usahanya untuk pencapaian suatu tujuan (MC. Farland), organisasi juga dinyatakan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |51 sebagai perpaduan secara sistematik dari bagian-bagian yang saling berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui wewenang koordinasi dan pengawasan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Dimock ). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu organisasi adalah suatu kelompok orang dengan berbagai keahlian masing-masing yang melakukan pekerjaannya masing-masing dalam satu wadah untuk menyelesaikan kepentingan dan tujuan bersama. II.12.3 Organisasi Proyek Konstruksi Pada suatu proyek konstruksi, pelaksanaan organisasi untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan ruang lingkup, serta untuk mencapai tujuan tertentu. Penggunaan organisasi pada suatu proyek konstruksi disesuaikan dengan kebutuhan proyek yang bersangkutan. Pada proyek proyek besar, dibutuhkan beberapa kontraktor yang spesialisasi pada bidangnya masing-masing sehingga untuk pelaksanaannya, dapat menggunakan konsultan Manajemen Konstruksi (MK) yang bertindak atas nama pemilik sebagai manajer. Suatu organisasi proyek konstruksi secara umum dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : 1) Design Bid Build (Perencanaan/ Pelelangan/ Pelaksanaan) Struktur Organisasi ini dipergunakan bila dokumen kontrak telah selesai dilaksanakan dan biasanya dipergunakan untuk proyek proyek yang tidak memiliki kekhususan atau keistimewaan tertentu. Bagan struktur organisasi ini dapat dilihat pada gambar berikut : Pemilik Konsultan Perencana Kontraktor Tim MK Kontraktor Kontraktor Gambar 3.18 Bagan Struktur Organisasi Design Bid Build 52 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 2) Perencanaan dan Pelaksanaan ( Design Build) Struktur Organisasi ini dipergunakan untuk memperpendek waktu pelaksanaan proyek dan memberikan fleksibilitas kepada pemilik untuk melaksanakan perubahanperubahan yang diperlukan selama pelaksanaan proyek. Bentuk struktur organisasinya dapaat dilihat pada gambar berikut : Pemilik Perusahaan pengembang Kontrakto Kontraktor Kontraktor r Gambar 3.19 Bagan Struktur Organisasi Design/Build 3) Perencanaan/ Pelaksanaan/ Perusahaan (Design/ Build/ Firm) Pada organisasi ini, pemilik selain menunjuk konsultan perencana, juga menunjuk tim MK untuk mewakilinya sebagai pengelola proyek. Namun demikian, tim MK tidak terlibat dalam tahap konseptual. Bagan struktur organisasinya dapat dilihat pada gambar berikut : Pemilik Perencana Tim MK kontraktor kontraktor kontraktor Kontraktor Gambar 3.20 Bagan Struktur Organisasi Design Build Firm II.12.4 Fungsi Organisasi dalam Proyek Konstruksi Implementasi suatu organisasi pada proyek konstruksi dapat bersifat Organisasi Induk yang melibatkan pihak-pihak yang secara manajerial terdapat didalamnya. Tetapi apabila organisasi tersebut akan dijabarkan lebih lanjut, maka dapat melibatkan para pelaksana, bahkan sampai ke B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |53 detail pelaksana operasional. Kondisi ini akan memberikan manfaat lain dari penyusunan organisasi yang tertata baik pada perencanaan. a. Fungsi Organisasi bagi Proyek Konstruksi secara Vertikal 1) Maksud dan Tujuan proyek konstruksi yang saling menguntungkan Suatu ide bangunan fisik mempunyai suatu tujuan tertentu (misal : rumah untuk tempat tinggal, gedung bertingkat untuk perkantoran, waduk untuk membendung, dan lain sebagainya yang tentunya mempunyai keuntungan (misal rumah untuk berteduh dalam ruang yang nyaman bagi penghuni maupun pemiliknya, sedang bagi pembangun-konsultan, kontraktor dan lainnya, membuat bangunan dengan suatu cara yang paling menguntungkan sekaligus memuaskan persyaratan pemberi tugas atau pemilik dan syarat teknik). 2) Ruang Lingkup Proyek Suatu proyek konstruksi jelas mempunyai ruang lingkup. Yang dimaksud adalah ruang lingkup pekerjaan. Pada tahap ini suatu proyek konstruksi dijabarkan menjadi bagian-bagian lingkup pekerjaan yang merupakan bagian dari lingkup pekerjaan, sebagai permisalan Proyek Rumah Tinggal salah satu pekerjaan yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan lapangan adalah Pekerjaan Persiapan yang terdiri dari pembuatan pagar proyek, pembuatan bedeng kerja, pembuatan pompa air dan sebagainya. Pembuatan pagar terdiri dari pekerjaan pengukuran, pemesanan bahan, pemasangan tulangan kayu dan seterusnya. Jadi pada dasarnya suatu proyek tersebut dipecah menjadi bagian-bagian pekerjaan yang lebih detail dirunut akan memberikan gambaran yang mendekati kenyataan. 3) Organisasi sebagai pelaksana pekerjaan Dari ruang lingkup tersebut, dapat diketahui kebutuhan fungsional personil pelaksana pekerjaan, agar dapat mewujudkan maksud dan tujuan diatas. Untuk itu, apabila akan ada sekumpulan orang, masingmasing dengan keahlian, tugas, dan tanggung jawabnya, akan bekerjasama memberikan kontribusi untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Sehingga singkatnya dapat disebut sebagai Organisasi 54 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Proyek Konstruksi. Yang didalam operasinya merencanakan dan mengendalikan variable : Biaya, Mutu, Waktu yang mewakili keuntungan bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi tersebut. Dalam prosesnya, kebutuhan/susunan dari personil dalam organisasi proyek konstruksi tersebut dapat ditabelkan, yang disebut Work Breakdown Structure (WBS) b. Fungsi Organisasi pada Proyek Konstruksi secara Horisontal : Fungsi organisasi dapat juga dilihat secara horisontal ini dikaitkan dengan Project Life Cycle. Dari ruang lingkup kegiatan selama proses Project Life Cycle seperti yang dijabarkan diatas, dapat diperkirakan, bahwa untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ada didalam suatu proyek konstruksi diperlukan sejumlah sumber daya manusia, dengan berbagai disiplin ilmu dan dari berbagai keahlian/ ketrampilan. Kumpulan sumber daya manusia tersebut disusun dalam suatu tatanan yang teratur guna optimasi pencapaian tujuan, atau dengan kata lain kumpulan sumber daya manusia yang tertata guna pencapaian tujuan suatu proyek konstruksi itu disebut Organisasi Proyek Konstruksi. III.13 Menyusun Organisasi Proyek Konstruksi Terkait dengan proses memperkirakan jumlah dan jenis keperluan sumberdaya manusia, pengelola proyek mulai untuk dapat memikirkan bagaimana mengorganisasikan mereka dan sumber daya bentuk lain untuk menghadapi pekerjaan yang segera akan dimulai. Secara umum yang dimaksud dengan mengorganisir adalah mengatur unsur-unsur sumberdaya perusahaan yang terdiri tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana, dan lain-lain . dalam suatu gerak langkah yang sinkron untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien, untuk maksud tersebut diperlukan sarana yaitu organisasi. Adapun proses mengorganisir proyek mengikuti pola umum pengorganisasian suatu usaha, yaitu melakukan deferensiasi pekerjaan, pemisahan berdasarkan kriteria tertentu, dan penyerahan kepada individu B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |55 yang memiliki kecakapan dan keahlian yang bersangkutan. Pemisahan ini akan menciptakan subsistem organisasi yang akan dibentuk. Bilamana pemisahan diatas telah dianggap memenuhi keperluan pengelolaan, maka selanjutnya semua subsistem yang terbentuk dikoordinasikan menjadi satu sistem yang terpadu guna mencapai tujuan usaha yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. a) Diferensiasi Diferensiasi terdiri dari langkah-langkah berikut : 1. Melakukan Identifikasi dan Klasifikasi Pekerjaan, lingkup proyek terdiri dari sejumlah besar pekerjaan. Sebagai contoh pada tahap implementasi fisik proyek engineering konstruksi, mulai dari menyiapkan gambar-gambar desain-engineering, membeli material, sampai dengan konstruksi. Ini semua perlu diidentifikasi dan diklasifikasi untuk mengetahui seberapa besar volume, macam, dan jenis pekerjaan dalam rangka mengetahui sumberdaya dan jadwal yang diperlukan sebelum diserahkan kepada individu atau kelompok yang akan menanganinya. 2. Mengelompokkan Pekerjaan, setelah melakukan identifikasi dan klasifikasi, dilanjutkan dengan mengelompokkan pekerjaan tersebut kedalam unit atau paket yang masing-masing telah diidentifikasi biaya, jadwal serta mutunya. Selanjutnya diserahkan kepada individu atau kelompok yang diberi tugas untuk mengerjakannya. 3. Menangani Pihak yang Akan Menangani Pekerjaan, Seiring dengan kegiatan pada butir a dan b, pada butir c ini dimulai persiapan pihak-pihak yang akan menerima tugas diatas, seperti memilih ketrampilan dan keahlian kelompok yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan memberikatuhan sasaran yang ingin dicapai yang berkaitan dengan unit atau paket kerja yang akan menjadi tanggungjawabnya. 4. mengetahui wwenang dan tanggungjawab, serta melakukan pekerjaan, agar hasil pekerjaan sesuai dengan harapan, maka kelompok yang menerima pekerjaan harus mengetahui batas wewenang dan tanggungjawabnya.hal ini sangat penting untuk menghindari tumpang tindih dan duplikasi. Setelah jelas 56 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i wewenang dan tanggungjawab masing-masing kelompok, maka pekerjaan dimulai. 5. Menyusun mekanisme koordinasi, mengingat besarnya jumlah peserta yang ikut menangani penyelenggaraan proyek, sedangkan jadwal pelaksanaan pekerjaan satu dengan yang lain saling terkait, maka perlu adanya mekanisme koordinasi agar semua bagian pekerjaan proyek yang ditangani oleh para peserta tersebut, dapat bergerak menuju sasaran secara sinkron. Dari sistematika itu terlihat adanya hubungan yang erat antara merencanakan dan mengorganisir suatu kegiatan. Pada tahap awal ditekankan adanya perencanaan yang masak sebelum langkah-langkah nyata pelaksanaan pekerjaan dimulai. III.14 Teknik dan Metode yang Bercorak khusus Beberapa teknik dan metode yang spesifik untuk menangani kegiatan proyek yang sampai derajat tertentu membedakannya dari manajemen fungsional, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Merencanakan Pada aspek perencanaan, baik manajemen proyek ataupun fungsional akan mengikuti hirarki perencanaan yaitu sasaran-objektifstrategi-dan operasional). Namun, pada tahap operasional, manajemen proyek perlu didukung oleh suatu metode perencanaan yang dapat menyusun secara cermat urutan pelaksanaan kegiatan ataupun penggunaan sumberdaya bagi kegiatan-kegiatan tersebut, agar proyek dapat diselesaikan secepatnya dengan penggunaan sumberdaya sehemat mungkin. Metode dan teknik yang dimaksud diantaranya metode penyusunan perkiraan biaya proyek, dilakukan dengan bertahap, sesuai dengan keperluan dan informasi yang tersedia pada waktu yang bersangkutan, yang dikenal dengan perkiraan biaya pendahuluan (preliminary cost estimate), perkiraan biaya proyek (project budget), dan perkiraan biaya definitif (definitif estimate). B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |57 2. Mengorganisir Dibuat susunan organisasi yang memacu terselenggaranya arus kegiatan horisontal ataupun vertikal, dengan tujuan dicapainya penggunaan sumber daya secara optimal. Untuk ini diusahakan agar penyusunan dilakukan dengan menggunakan susunan organisasi matrik. Satu catatan khusus mengenai arus horisontal, dasar pemikiran ini dimaksudkan untuk memperlancar proses pelaksanaan pekerjaan yang seringkali melibatkan sejumlah organisasi peserta proyek diluar dan di dalam perusahaan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan arus horisontal adalah pengelola proyek dalam hal ini adalah para manajer, tenaga ahli, pengawas, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan proyek. Dalam melaksanakan tugasnya, para pengelola proyek tersebut membutuhkan suatu komunikasi dan koordinasi satu dengan lainnya agar arus kegiatan dapat mengalir secara horisontal. Ini dapat berupa individu maupun kelompok (tim). Dengan adanya arus kegiatan horisontal, diharapkan pihak-pihak yang bersangkutan dapat membicarakan dan merundingkan langsung secara kontinyu masalah yang dihadapi, termasuk tindak lanjut yang diperlukan demi keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka. 3. Memimpin Pimpinan tunggal dari kelompok dan bagian organisasi diserahi tugas khusus. Jadi, dia memimpin tim dalam bentuk koordinasi dan integrasi yang arus kerjanya vertikal dan horisontal menyilang struktur fungsional yang telah ada. Pada umumnya digunakan gaya kepemimpinan yang mengarah ke partisipasi, meskipun dalam beberapa situasi digunakan gaya orientasi ke tugas. Untuk melengkapi atau menambah otoritas resmi pimpro yang umumnya dianggap kurang dibanding tanggungjawabnya, maka harus dikembangkan expert power. Karena sifat kegiatan proyek dan bentuk pengelolaan seperti telah diuraikan sebelumnya, perlu adanya satu titik tumpuan yang mampu bertindak sebagai : Pusat sumber informasi bagi semua masalah yang berkaitan dengan proyek. 58 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Pelaku koordinasi dan tindak lanjut antara peserta proyek. Integrator dan pendorong agar kegiatan-kegiatan dikerjakan sesuai prioritas dan kepentingan yang lain dari proyek. Penanggung gugatan terhadap pelaksanaanpenyelenggaraan proyek Sebagai penanggung jawab tunggal ditunjuk manajer proyek (pimpro) atau yang setara dengannya. Penekanan khusus fungsi kepemimpinan dalam manajemen proyek adalah sebagai integrator, terutama bila manajemen proyek ini beroperasi dengan memakai struktur organisasi matriks. Dalam struktur organisasi tersebut terlihat dengan jelas adanya ketergantungan teknis ataupun organisatoris antara pihak-pihak peserta, baik dari dalam maupun luar organisasi. Sebagian besar dari mereka tidak berada dibawah komando pimpro. Bila diperlukan langkah integrasi yang intensif agar kegiatan bisa menjadi sinkron dan tidak terlepas sendirisendiri. 4. Mengendalikan Dalam kegiatan proyek, diperlukan adanya keterpaduan antara perencanaan dan pengendalian yang relatif lebih erat dibandingkan dengan kegiatan yang bersifat rutin. Untuk itu perlu digunakan metode yang sensitif, artinya dapat mengungkapkan atau mendeteksi penyimpangan sedini mungkin. 5. Menggunakan Pendekatan Sistem Pendekatan ini menekankan bahwa proyek adalah bagian dari siklus sistem yang lengkap. Dengan demikian, penangananya hendak mengikuti metodologi sistem. Untuk mewujudkan suatu gagasan menjadi kenyataan fisik dipakai engineering sistem, sedangkan pada tahap implementasi dipakai manajemen sistem. Manajemen sistem ditandai oleh upaya mencapai keberhasilan total sistem, bukan unsurunsurnya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |59 6. Pendekatan situasional Para pemikir masalah manajemen yang mengamati aplikasi teori-teori manajemen yang efektif untuk situasi tertentu tidak memberikan hasil sesuai dengan harapan untuk situasi lain. Dengan kata lain, teknik pengelolaan yang bekerja dengan baik bagi suatu kegiatan tidak menjamin keberhasilan yang sama bagi kegiatan yang berbeda. Dengan latar belakang hasil pengamatan tersebut, timbul suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tugas manajemen adalah mengidentifikasi teknik dan metode mana yang harus digunakan untuk menangani suatu kegiatan pada waktu dan kondisi tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien. III.15 Perbandingan Manajemen Manajemen Fungsional Proyek dengan Proyek konstruksi yang memiliki ciri khusus, membutuhkan penanganan atau manajemen khusus. Berikut ini akan dibahas mengenai perbandingan antara manajemen proyek dengan manajemen fungsional yang mewakili pemikiran klasik untuk beberapa hal. Diambil perbandingan dengan manajemen fungsional karena keberadaan dan fungsinya telah dikenal luas dan dapat dijumpai disetiap badan usaha ataupun departemen di Indonesia sehingga akan mudah menangkap perbedaan dan persamaan antara keduanya. 60 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Tabel 3.1 Perbandingan Manajemen Proyek dengan Fungsional untuk Beberapa Fenomena menurut D.I. Cliland dan W.R. King (1993).A Fenom ena Lini-staf Hubungan atasan dengan baw ahan Struktur Piramida Kerjasama untuk mencapai tujuan Kesatuan komando Waw asan proyek Hirarki lini staf serta w ew enang dan tanggung jaw abnya tetap ada sebagai fungsi penunjang. Manajer ke spesialis, kelompok dengan kelompok Waw asan Fungsional Fungsi lini mempunyai tanggung jaw ab tunggal untuk mencapai sasaran Unsur-unsur rantai hubungan vertikal tetap ada, ditambah adanya arus kegiatan horisontal. Joint venture para peserta, ada tujuan yang sama dan ada juga yang berbeda. Manajer proyek mengelola, menyilang lini fungsional untuk mencapai sasaran utama organisasi menurut hirarki Wew enang dan tanggung jaw ab Terdapat kemungkinan tanggung jaw ab lebih besar daro otoritas resmi. Jangka w aktu Kegiatan manajemen proyek berlangsung dalam jangka pendek. Tidak cukup w aktu untuk mencapai optimasi operasional proyek. Merupakan pokok organisasi. Kegiatan dilakukan vertikal. dasar hubungan dalam struktur Kelompok dalam organisasi dengan tujuan tunggal. Manajer lini merupakan pimpinan tunggal dari kelompok yang mempunyai tujuan sama Tanggung jaw ab sepadan dengan w ew enang. Integritas, tanggung jaw ab, dan w ew enang terpelihara. Terus menerus dalam jangka panjang sesuai umur instalasi dan produk. Optimasi dapat diusahakan maksimal. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |61 DAFTAR PUSTAKA Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi, Yogyakarta. Hardani, Purbandono, Rahmat, 2006, Pengaruh Strategi dan Tak tik Terhadap Kesuk sesan Tahap Operasional Proyek Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta. Santoso, Budi, 2002, Keberadaan Profesi Manajemen Konstruksi di Indonesia, FTSP, Universitas Gunadharma Soeharto, Iman, 1995, Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta Tenrisukki, Andi, 2007, Pendekatan Manajemen Konstruksi Profesional pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas Gunadharma, Jakarta. Wibowo,K, 2006, Aplikasi Manajemen Konstruksi pada Proyek Masjid Agung Jawa Tengah 62 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bab IV RENCANA KERJA & SYARAT-SYARAT (RKS) IV.1. Hirarki Hubungan antar Dokumen Didalam Surat Perjanjian Pemborongan selain berisi ketentuanKONTRAK ditetapkan “URUTAN HIRARKI” bagian-bagian dokumen kontrak yang bertujuan apabila terjadi pertentangan ketentuan antara bagian satu dengan bagian yang lain maka yang berlaku adalah ketentuan berdasarkan urutan yang lebih tinggi dari urutan yg telah di tetapkan. Pada umumnya “Urutan Hirarki” dokumen kontrak adalah sbb. : a. Urutan ke-1 : Surat Perjanjian dan Amandemen/Addendum Kontrak b. Urutan ke-2 : Ketentuan khusus kontrak c. Urutan ke-3 : Ketentuan umum kontrak (Beberapa type kontrak butir b & c masuk dalam pasal-pasal Surat Perjanjian) d. Urutan ke-4 : Surat Perintah Kerja e. Urutan ke-5 : Berita Acara Klarifikasi / Negosias f. Urutan ke-6 : Addendum Dokumen Lelang g. Urutan ke-7 : Spesifikasi Teknis h. Urutan ke-8 : Spesifikasi Umum i. Urutan ke-9 : Gambar j. Urutan ke-10 : Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang (Aanwijzing) k. Urutan ke-11 : Bill of Quantity / Rincian Anggaran Biaya. Berdasarkan urutan proses dan kegunaan dari masing-masing dokumen maka terjadi saling keterkaitan antara dokumen yang satu dengan dokumen yang lain sebagai berikut : B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |63 1. SURAT PERJANJIAN. Surat Perjanjian adalah bentuk perjanjian perikatan kontrak antara Pihak Pemberi Tugas / Pengguna Jasa dengan Pihak penerima Tugas / Penyedia Jasa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak diatas materai dengan ketentuan-ketentuan yg telah ditetapkan dalam syarat-syarat khusus kontrak dan syarat-syarat umum kontrak diatas. 2. KETENTUAN KHUSUS KONTRAK. Ketentuan khusus kontrak adalah pasal-pasal yang berisi tentang penjelasan - penjelasan “DETAIL” dan atau “PERUBAHAN” terhadap pasal-pasal yang ada didalam syarat-syarat umum Kontrak sebagai contoh misalnya : Penentuan Besar Jaminan Penawaran. Jaminan Pelaksanaan sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu Rp ……………… - Jaminan Pemeliharaan / Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu sebesar Rp ………… - Jaminan Uang Muka sebesar 20 % dari harga kontrak yaitu sebesar Rp ……………… - Penentuan Tata cara Pembayaran. Pembayaran Uang Muka sebesar 20 % dari harga kontrak yaitu sebesar Rp ……………… - Pembayaran selanjutnya berdasarkan progress bulanan dengan dikurangi pengembalian Uang mukan dan retensi secara proporsional. - Termyn Retensi sebesar 5 % dari harga kontrak yaitu sebesar Rp………setelah berakhirnya masa pemeliharaan. - - Penentuan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan. Waktu pelaksanaan pekerjaan adalah selama …hari dimulai sejak dikeluarkannya SPK yaitu tgl. ………… s/d tgl. ………… Penentuan Masa Pemeliharaan. Masa pemeliharaan ditentukan selama……….hari 64 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Penyesuaian Harga Kontrak / Eskalasi Pasal ini tidak berlaku (misalnya), dan seterusnya. Untuk proyek-proyek yang mengacu kepada Kepres misalnya untuk Proyek-proyek dikalangan Departemen Pekerjaan Umum. Ketentuan Umum Kontrak ini sudah ada standarisasinya yang dinamakan Dokumen “Syarat-syarat Khusus Kontrak”. Dan untuk type kontrak yang menganut kepada standar FIDIC Ketentuan khusus kontrak ini dinamakan “Part II Condition” 3. KETENTUAN UMUM KONTRAK. Ketentuan umum kontrak adalah pasal-pasal yg berisi tentang definisidefinisi dan penjelasan-penjelasan “UMUM” yang akan diperikatkan dalam kontrak setelah diterbitkannya SPK yang antara lain menjelaskan : Hak & Kewajiban Para Pihak Jaminan Pekerjaan Asuransi Keselamatan Kerja Tata cara pembayaran Waktu pelaksanaan pekerjaan Masa Pemeliharaan Pengawas Pekerjaan Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Tata cara penyelesaian perselisihan Penyesuaian Harga Kontrak / Eskalasi Tata cara perubahan pekerjaan & pekerjaan tambah/kurang Denda, Dll Untuk proyek-proyek dikalangan Departemen Pekerjaan Umum Ketentuan Umum Kontrak ini sudah ada Standarisasinya yang dinamakan Dokumen “Syarat-syarat Umum Kontrak”. Dan untuk type kontrak yang menganut kepada standar FIDIC ketentuan Umum Kontrak ini dinamakan “Part I Condition” B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |65 4. SURAT PERINTAH KERJA. Surat Perintah Kerja (SPK) adalah Dokumen yang dikeluarkan oleh Pemberi Tugas kepada Pemenang Lelang yang merupakan perintah untuk segera memulai kegiatan dilapangan berdasarkan Dokumen dari Gambar s/d Berita Acara Rapat Klarifikasi di atas. Surat Perintah Kerja tersebut sekurang - kurangnya berisi tentang nama paket pekerjaan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan besarnya nilai pekerjaan. 5. BERITA ACARA RAPAT KLARIFIKASI / NEGOSIASI. Berita Acara Rapat Klarifikasi dibuat apabila Pemberi Tugas merasa perlu untuk meminta penegasan / kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan kepada Pemenang Lelang terkait adanya : Beberapa hal yg dirasa belum jelas dari dokumen penawaran penawaran yg telah disampaikan, misalnya produk material yang ditawarkan dll. Kesalahan yang dibuat oleh peserta lelang dalam membuat penawaran namun bersifat tidak menggugurkan. 6. ADDENDUM DOKUMEN LELANG. Addendum Dokumen Lelang adalah dokumen yg berisi segala macam perubahan baik pengurangan, penambahan maupun penyempurnaan terhadap Dokumen Lelang (Gambar lelang, Spesifikasi Teknis, Spesifikasi Umum) yg terjadinya dalam kurun waktu setelah undangan lelang / pengambilan sampai dengan pemasukan dokumen penawaran dari peserta lelang yg harus disetujui oleh Konsultan & Pemberi Tugas / Pengguna Jasa. 7. SPESIFIKASI TEKNIS. Spesifikasi Teknis berisi uraian tentang peraturan-peraturan yg dipakai, lingkup pekerjaan, persyaratan material, persyaratan pelaksanaan 66 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i pekerjaan, persyaratan-persyaratan peralatan & persyaratan khusus lainnya dari pekerjaan-pekerjaan yang ditentukan dalam Gambar tersebut Butir A. Spesifikasi teknis memiliki tingkat hirarki yg lebih tinggi dibanding gambar karena apabila dilihat dari kronologis penyusunannya spesifikasi teknis dibuat untuk menjelaskan, menegaskan dan mendetailkan hal-hal yang belum tercantum dalam gambar. 8. SPESIFIKASI UMUM. Spesifikasi Umum selain memuat ketentuan yg telah diuraikan dalam “Definisi Spesifikasi Umum” di muka, juga menjelaskan tentang tata cara peserta lelang dalam memasukan penawaran pekerjaan yang telah diuraikan dalam Gambar (butir A) dan Spesifikasi Teknis (butir B) termasuk dokumen-dokumen yang harus dilampirkan. 9. GAMBAR. Gambar adalah dokumen produk Konsultan Perencana yang disahkan oleh Pemberi Tugas yg berisi tentang dimensi-dimensi dan ukuran-ukuran bangunan yang dipakai sebagai acuan bagi pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan gambar antara antara lembar satu dengan yang lain maka yang berlaku adalah gambar dengan skala yang lebih besar. Jika dalam suatu dokumen terdapat perbedaan antara gambar arsitektur dengan gambar struktur maka untuk dimensi ruang yang berlaku adalah sesuai dengan gambar arsitektur, namun untuk dimensi struktur (misalnya dimensi penulangan pelat) yang berlaku adalah yang tercantum pada gambar struktur. 10. BERITA ACARA RAPAT PENJELASAN LELANG. Berita Acara Rapat Penjelasan Lelang adalah Notulen hasil rapat penjelasan terhadap Gambar Lelang, Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |67 Umum yang ditandatangani oleh Panitia Lelang, Konsultan dan Wakil Peserta Lelang. Pada umumnya proyek swasta Berita Acara Aanwijzing ini juga memuat Addendum/Perubahan spesifikasi teknis, gambar atau lingkup pekerjaan. Tetapi untuk proyek pemerintah Berita Acara Aanwijzing hanya berisi penjelasan tentang Spesifikasi Teknis, Spesifikasi Umum & Gambar Lelang tanpa merubah substansi yang ada didalamnya; Namun apabila diperlukan adanya perubahan harus dibuat Addendum Dokumen Lelang atas persetujuan Pengguna Jasa. 11. BILL OF QUANTITY (BQ). Bill of Quantity adalah daftar item & kuantitas pekerjaan yang penyusunan & perhitungannya didasarkan atas gambar lelang (butir A), spesifikasi teknis (butir B) dan spesifikasi umum (butir C) yang digunakan sebagai standar acuan bagi Peserta Lelang dalam mengajukan penawaran harga. IV.2. Penyusunan Rencana Kerja & Syarat-Syarat (RKS) Sebelum pelaksanaan kegiatan konstruksi dimulai, biasanya didahului dengan penyususnan rencana kerja waktu kegiatan yang disesuaikan dengan metode konstruksi yang akan digunakan. Dalam penyusunan rencana kerja, perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : a. Keadaan Lapangan Lokasi Proyek, hal ini dilakukan untuk memperkirakan hambatan yang mungkin timbul selama pelaksanaan pekerjaan. b. Kemampuan Tenaga Kerja, informasi detail tentang jenis dan macam kegiatan yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang harus disediakan. c. Pengadaan Material Konstruksi, harus dapat diketahui dengan pasti macam, jenis dan jumlah material yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan pemilahan jenis material yang akan digunakan harus dilakukan di awal proyek, kemudian dipisahkan berdasarkan jenis 68 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i material yang memerlukan waktu untuk pengadaan, misalnya material pabrikasi biasanya tidak dapat dibeli setiap saat, tetapi memerlukan sejumlah waktu untuk kegiatan proses produksi. Hal ini penting untuk membuat jadwal rencana pengadaan material konstruksi d. Pengadaan Alat Pembangunan, untuk kegiatan yang memerlukan peralatan pendukung pembangunan harus dapat dideteksi secara jelas. Hal ini berkaitan dengan pengadaan peralatan. Jenis, kapasitas, kemampuan dan kondisi peralatan harus disesuaikan dengan kegiatannya. e. Gambar Kerja, selain gambar rencana, pelaksanaan proyek konstruksi memerlukan gambar kerja untuk bagian-bagian tertentu/khusus. Untuk itu, perlu dilakukan pendataan bagian-bagian yang memerlukan gambar kerja. f. Kontinuitas Pelaksanaan Pekerjaan, dalam penyusunan rencana kerja, faktor penting yang harus dijamin oleh pengelola proyek adalah kelangsungan dari susunan rencana kegiatan setiap item pekerjaan. Manfaat dan kegunaan penyusunan rencana kerja antara lain : a. Alat k oordinasi bagi pimpinan, dengan menggunakan rencana kerja, pimpinan pelaksanaan pembangunan dapat melakukan koordinasi selama kegiatan yang ada di lapangan b. Sebagai pedoman k erja para pelak sana, rencana kerja merupakan pedoman terutama dalam kaitannya dengan batas waktu yang telah ditetapkan untuk setiap item kegiatan. c. Sebagai penilaian k emajuan pek erjaan, ketepatan waktu dari setiap item kegiatan di lapangan dapat dipantau dari rencana pelaksanaan dengan realisasi pelaksanaan di lapangan. d. Sebagai evaluasi pek erjaan, variasi yang ditimbulkan dari pembandingan rencana dari realisasi dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk menentukan rencana selanjutnya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |69 IV.3. Contoh RKS Konsultan MK RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) Konsultan Manasjemen Konstruksi (MK) 1. UMUM Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini digunakan sebagai acuan dalam pengajuan Penawaran Kegiatan Pembangunan …………………………………….. untuk pekerjaan Manajemen Konstruksi ( MK ) yang dibiayai dana …………………. Peraturan dan ketentuan yang harus diikuti dalam pekerjaan ini adalah : 1.1. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000. 1.2. Surat Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. S – 42/A/2000 No. S-2262/D.2/05/2000 tanggal 3 Mei 2000 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2000. 1.3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintahnya 1.4. Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. 1.5. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 105 tahun 2002 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa Tengah TA. 2003. 1.6. Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku. 2. PERSYARATAN ADMINISTRASI Dokumen Penawaran terdiri dari Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan Teknis, dan Dokumen Usulan Biaya. 70 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 2.1. Dokumen Administrasi terdiri dari : 2.1.1. Surat Penawaran yang berisikan kesanggupan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, mencantumkan masa berlakunya Surat Penawaran selama 90 (sembilan puluh) hari kalender, ditanda tangani oleh Pimpinan / Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- diberi tanggal. Tidak perlu mencantumkan nilai harga penawaran. 2.1.2. Surat pernyataan bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam apabila mengundurkan diri sebelum berakhirnya batas waktu penawaran yang ditandatangani oleh Pimpinan / Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- dan diberi tanggal. 2.2. Dokumen Usulan Teknis terdiri dari : 2.2.1. Pengalaman Perusahaan Konsultan. Penjelasan mengenai pengalaman konsultan dalam beberapa tahun terakhir sangat diperlukan, dalam sub bab ini dapat diuraikan mengenai pengalaman konsultan tersebut, lengkap dengan deskripsi pekerjaan secara detail. Hal ini sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam seleksi pemilihan konsultan. 2.2.2. Pendekatan dan Metodologi. Suatu konsultan harus memiliki pengetahuan khusus, beberapa syarat minimal yang dianggap perlu dimiliki dan diperhatikan oleh konsultan dalam upaya menjaga mutu hasil pekerjaannya dan mampu menggunakan suatu pendekatan yang bersifat menyeluruh serta metodologi yang sistematis. Ini berarti bahwa konsultan harus mampu melihat permasalahan dari segala segi, memperhatikan segala faktor yang mungkin dapat mempengaruhinya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |71 2.2.3. Kualifikasi Tenaga Ahli yang ditugaskan. Dalam pemilihan tenaga ahli dalam konsultan, harus didasarkan pada keahlian serta pengalaman personel. Maka perlu dicantumkan pula rincian mengenai personel tersebut, jumlah tenaga ahli, jenis keahlian, serta jadwal dan kurun waktu penugasannya. Juga memuat syarat-syarat mengenai kemungkinan penggantian personil atau tenaga ahli. 2.3. Dokumen Usulan Biaya terdiri dari : 2.3.1. Surat usulan penawaran biaya pekerjaan yang menyebutkan nilai penawaran pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dengan angka dan tulisan huruf harus sama, ditandatangani, bermaterai Rp. 6.000,- diberi tanggal. 2.3.2. Rekapitulasi Biaya termasuk PPN 10 %. 2.3.3. Rincian Biaya terdiri dari Beban Biaya Personil (Remuneration) dan Biaya langsung Non personil (Direct Reimbursable Cost). 2.4. Cara Penyampaian Surat Penawaran : 2.4.1. Dokumen Penawaran dibuat dalam rangkap 5 (lima) ganda, terdiri dari 1 (satu) dokumen asli dan 4 (empat) dokumen copy. Apabila Surat Penawaran atau dokumen lainnya terdiri dari 2 (dua) lembar atau lebih, kertas kop asli hanya pada halaman pertama saja, halaman selanjutnya memakai kertas putih polos. Khusus Dokumen Administrasi dan Biaya, halaman yang tidak ditandatangani diberi cap dan diparaf yang berhak menandatangani. 2.4.2. Pemasukan Dokumen Penawaran dilakukan dengan sistem satu sampul dan disampaikan kepada Panitia sesuai dengan tempat dan jadwal waktu yang disepakati bersama pada acara Penjelasan Pekerjaan. 2.4.3. Sampul dibuat dari bahan kertas manila warna putih polos tidak tembus pandang dengan ukuran 25 x 40 cm, sedangkan tebal sesuai kebutuhan. 2.4.4. Sampul yang berisi Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan Teknis dan Dokumen Usulan Biaya disampaikan dalam keadaan 72 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i tertutup dan pada bagian belakang diberi lak di lima tempat (lihat contoh). Pojok kiri atas ditulis dengan huruf kapital / ditempel : “Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Manajemen Konstruksi Tahap IV” Tempat ………………………………………………... Hari / tanggal : ……………… Pojok kanan bawah ditulis dengan huruf kapital : Kepada Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan Pembangunan………..................... ………………………………………. Jl. …………………………………… Di – Semarang Contoh Sampul : Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Manajemen Konstruksi Tempat ………………………………………….. Hari / tanggal : …………..……. Kepada Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan Pembangunan …………………………………………………… Jl. ……………………………….. Di …………………………………. Contoh pemberian lak : B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |73 2.5. Pembukaan Dokumen Penawaran 2.5.1. Pembukaan Dokumen Penawaran akan dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pemasukan dokumen penawaran sebagaimana telah disepakati bersama dan ditetapkan dalam Berita Acara Rapat Penjelasan. 2.5.2. Dokumen Penawaran, surat keterangan dan sebagainya dari peserta tidak dapat lagi diterima setelah batas waktu pemasukan dokumen penawaran yang telah ditetapkan. 2.5.3. Setelah pemasukan dokumen penawaran ditutup, perubahan atau susulan pemberian bahan dan penjelasan secara lisan atau tertulis atas dokumen penawaran yang telah disampaikan tidak dapat diterima. 2.5.4. Dokumen penawaran yang telah dibuka sampulnya, diparaf oleh semua anggota Panitia yang hadir dan wakil Konsultan. 2.5.5. Syarat sahnya dokumen penawaran : 2.5.5.1. Disampaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dan disampaikan ke alamat tempat pemasukan Dokumen Penawaran yang telah ditetapkan. 2.5.5.2. Adanya Dokumen Administrasi dan Teknis serta Dokumen Biaya penawaran masing-masing dalam sampul tertutup. 2.5.5.3. Memenuhi semua ketentuan dalam syarat-syarat administrasi. 3. HAL-HAL YANG DAPAT MENGGUGURKAN PENAWARAN Penawaran dinyatakan gugur apabila : 3.1. Salah satu persyaratan administrasi yang diminta dalam dokumen pengadaan tidak dipenuhi atau tidak memenuhi syarat. 3.2. Surat Penawaran : 3.2.1. Tidak ditandatangani oleh pemimpin / direktur utama atau penerima kuasa dari pemimpin / direktur yang namanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahannya, atau kepala cabang perusahaan konsultan yang diangkat oleh kantor pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerjasama (association agreement) adalah yang berhak mewakili asosiasi (pejabat dari perusahaan konsultan utama/lead firm). 74 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 3.2.2. Tidak mencantumkan masa berlakunya penawaran, atau mencantumkan kurun waktu kurang dari yang diminta dalam dokumen pengadaan. 3.2.3. Tidak menmyampaikan atau tidak sahnya surat pernyataan kesediaan peserta untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam bilamana melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. 3.2.4. Tidak menyampaikan dokumen penawaran teknis & biaya. 3.2.5. Tidak bermeterai. 4. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN TEKNIS Secara garis besar kerangka penyusunan Dokumen Usulan Teknis meliputi : 4.1. Pengalaman Perusahaan Pengalaman perusahaan yang dinilai adalah pengalaman 5 (lima) tahun terakhir baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang dilaksanakan yang diuraikan secara jelas dengan mencantumkan informasi : 4.2. 4.2.1. 4.2.2. 4.2.3. 4.2.4. 4.3. - Nama pekerjaan - Lingkup dan data pekerjaan secara singkat. - Lokasi. - Pemberi Tugas. - Nilai. - Waktu pelaksanaan (menyebutkan bulan dan tahun). - Jumlah Man Mounth dan tenaga ahli. Pendekatan dan Metodologi Pemahaman atas jasa layanan Metodologi : - Analisa - Konsistensi - Apresiasi - Tanggapan terhadap KAK - Penugasan personil - Jadwal - Program kerja, dan lain-lain. Hasil kerja Fasilitas pendukung Kualifikasi Tenaga Ahli Penilaian kualitas tenaga ahli dilakukan atas tenaga ahli konsultan yang diusulkan untuk melaksanakan pekerjaan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |75 5. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN PENAWARAN BIAYA Dokumen Usulan Penawaran biaya terdiri dari : 5.1. Surat usulan penawaran biaya dibuat diatas kertas kop asli, bermaterai Rp. 6.000,- dan ditanda tangani oleh yang berwenang. 5.2. Rekapitulasi terdiri dari : 1) 2) Jumlah beban biaya personil (Remuneration). Jumlah biaya langsung non personil (Direct Reimbursable Cost). 3) PPN 10 %. 4) Jumlah Penawaran. 5) Ditanda tangani oleh yang berwenang. 5.3. Rencana Anggaran Biaya, merupakan perincian biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini. 6. KLARIFIKASI DAN NEGOSIASI. Dokumen penawaran yang telah dinyatakan sah dan memenuhi syarat serta tidak gugur akan dilakukan klarifikasi dan negosiasi, sebagai berikut : 6.1. Dokumen Administrasi. Klarifikasi DokumenAdministrasi dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan administratif yang harus dipenuhi. 6.2. Dokumen Usulan Teknis. Klarifikasi Dokumen Usulan Teknis dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan yang harus dipenuhi, berkaitan dengan pengalaman kerja, metodologi, tenaga ahli, peralatan / fasilitas pendukung serta jadwal dan hasil kerja. 6.3. Dokumen Usulan Biaya Klarifikasi dan negosiasi Dokumen Usulan Biaya dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian biaya yang diusulkan, 76 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i terhadap usulan teknis yang diajukan. Klarifikasi dan negosiasi yang dilakukan meliputi volume pekerjaan, harga satuan, hasil perkalian dan jumlah biaya. 7. USULAN PENETAPAN HARGA Hasil klarifikasi dan negosiasi dilaporkan / diusulkan kepada Pengguna Anggaran untuk mendapatkan persetujuan dan penetapan. 8. PENETAPAN HARGA Berdasarkan laporan dan usulan Panitia, Pengguna Anggaran mempelajari dan menetapkan harga yang telah disepakati dalam negosiasi, dengan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (SKPPBJ); ditindak lanjuti dengan pembuatan Kontrak dan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). 9. JADWAL PENGADAAN Jadwal pengadaan jasa / Penunjukan Langsung diatur sesuai pentahapan sebagai berikut : NO KEGIATAN HARI TANGGAL JAM TEMPAT 1 Undangan dilampiri dokumen 2 Penjelasan pekerjaan 3 Pengambilan Berita Acara Penjelasan pekerjaan 4 Pemasukan & Pembukaan Penawaran 5 Klarifikasi & Negosiasi 6 Usulan Penetapan Harga 7 Penetapan Harga 8 SKPPBJ 9 Pembuatan Kontrak 10 SPMK B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |77 10. JAMINAN 10.1. Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan kepada Pengguna Jasa dalam rangka pengambilan uang muka dengan nilai minimal 100 % (seratus per seratus) dari besarnya uang muka. 10.2. Jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang diberikan kepada pengguna jasa sebelum dilakukan penandatangan kontrak yang besarnya 3 % sampai dengan 5 % dari nilai kontrak. 11. PENUTUP Hal-hal yang belum atau yang belum diatur dalam KAK dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini serta kesepakatan dalam Penjelasan Pekerjaan akan dimuat dalam Berita Acara Penjelasan Pekerjaan. Mengetahui (……………………………..) NIP : …………………. Dibuat di ……………………. Tanggal……..……………….. Panitia Pengadaan Jasa Ketua (………………………………) NIP : …………………… 78 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i IV.4. Contoh RKS Konsultan Perencana RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) KONSULTAN PERENCANA 1. UMUM Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini digunakan sebagai acuan dalam pengajuan Penawaran Kegiatan Pembangunan …………………………………. untuk pekerjaan Konsultan Perencana yang dibiayai dana ……………… ………… ……… Peraturan dan ketentuan yang harus diikuti dalam pekerjaan ini adalah : 1) Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000. 2) Surat Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. S – 42/A/2000 No. S-2262/D.2/05/2000 tanggal 3 Mei 2000 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2000. 3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintahnya 4) Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 / KPTS / M / 2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. 5) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 105 tahun 2002 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Propinsi Jawa Tengah TA. 2003. 6) Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku. 2. PERSYARATAN ADMINISTRASI Dokumen Penawaran terdiri dari Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan Teknis, dan Dokumen Usulan Biaya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |79 2.1. Dokumen Administrasi terdiri dari : i. Surat Penawaran yang berisikan kesanggupan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, mencantumkan masa berlakunya Surat Penawaran selama 90 (sembilan puluh) hari kalender, ditanda tangani oleh Pimpinan / Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- diberi tanggal. Tidak perlu mencantumkan nilai harga penawaran. ii. Surat pernyataan bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam apabila mengundurkan diri sebelum berakhirnya batas waktu penawaran yang ditandatangani oleh Pimpinan / Direktur Utama atau penerima kuasa yang namanya tercantum dalam Akte Pendirian atau perubahannya, atau kepada Cabang Perusahaan Konsultan yang diangkat oleh Kantor Pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama adalah yang berhak mewakili Asosiasi serta bermaterai Rp. 6.000,- dan diberi tanggal. 2.2. Dokumen Usulan Teknis terdiri dari : a) Pengalaman Perusahaan Konsultan. b) Pendekatan dan Metodologi. c) Kualifikasi Tenaga Ahli yang ditugaskan. 2.3. Dokumen Usulan Biaya terdiri dari : a) Surat usulan penawaran biaya pekerjaan yang menyebutkan nilai penawaran pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dengan angka dan tulisan huruf harus sama, ditandatangani, bermaterai Rp. 6.000,diberi tanggal. Rekapitulasi Biaya termasuk PPN 10 %. b) Rincian Biaya terdiri dari Beban Biaya Personil (Remuneration) dan Biaya langsung Non personil (Direct Reimbursable Cost) 80 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 2.4. Cara Penyampaian Surat Penawaran : a) Dokumen Penawaran dibuat dalam rangkap 5 (lima) ganda, terdiri dari 1 (satu) dokumen asli dan 4 (empat) dokumen copy. Apabila Surat Penawaran atau dokumen lainnya terdiri dari 2 (dua) lembar atau lebih, kertas kop asli hanya pada halaman pertama saja, halaman selanjutnya memakai kertas putih polos. Khusus Dokumen Administrasi dan Biaya, halaman yang tidak ditandatangani diberi cap dan diparaf yang berhak menandatangani. b) Pemasukan Dokumen Penawaran dilakukan dengan sistem satu sampul dan disampaikan kepada Panitia sesuai dengan tempat dan jadwal waktu yang disepakati bersama pada acara Penjelasan Pekerjaan. c) Sampul dibuat dari bahan kertas manila warna putih polos tidak tembus pandang dengan ukuran 25 x 40 cm, sedangkan tebal sesuai kebutuhan. d) Sampul yang berisi Dokumen Administrasi, Dokumen Usulan Teknis dan Dokumen Usulan Biaya disampaikan dalam keadaan tertutup dan pada bagian belakang diberi lak di lima tempat (lihat contoh). Pojok kiri atas ditulis dengan huruf kapital: “Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Konsultan Perencana” Tempat : …………………………….. Hari / tanggal : ……………………… : Pojok kanan bawah ditulis dengan huruf kapital / ditempel : Kepada Panitia Pengadaan Jasa ……………………………… Jl. Madukoro Blok AA – BB Di –…………………………. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |81 Contoh Sampul : Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Perencana Tempat ………………………………………….. Hari / tanggal : …………..……. Kepada Panitia Pengadaan Jasa Kegiatan Pembangunan …………………………………………………… Jl. ……………………………….. Di …………………………………. Contoh pemberian lak : 2.5. Pembukaan Dokumen Penawaran 2.5.1. Pembukaan Dokumen Penawaran akan dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pemasukan dokumen penawaran sebagaimana telah disepakati bersama dan ditetapkan dalam Berita Acara Rapat Penjelasan. 2.5.2. Dokumen Penawaran, surat keterangan dan sebagainya dari peserta tidak dapat lagi diterima setelah batas waktu pemasukan dokumen penawaran yang telah ditetapkan. 2.5.3. Setelah pemasukan dokumen penawaran ditutup, perubahan atau susulan pemberian bahan dan penjelasan secara lisan atau tertulis atas dokumen penawaran yang telah disampaikan tidak dapat diterima. 2.5.4. Dokumen penawaran yang telah dibuka sampulnya, diparaf oleh semua anggota Panitia yang hadir dan wakil Konsultan. 2.5.5. Syarat sahnya dokumen penawaran : 82 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 2.5.5.1. Disampaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dan disampaikan ke alamat tempat pemasukan Dokumen Penawaran yang telah ditetapkan. 2.5.5.2. Adanya Dokumen Administrasi dan Teknis serta Dokumen Biaya penawaran masing-masing dalam sampul tertutup. 2.5.5.3. Memenuhi semua ketentuan dalam syarat-syarat administrasi. 3. HAL-HAL YANG DAPAT MENGGUGURKAN PENAWARAN Penawaran dinyatakan gugur apabila : 3.1. Salah satu persyaratan administrasi yang diminta dalam dokumen pengadaan tidak dipenuhi atau tidak memenuhi syarat. 3.2. Surat Penawaran : 3.2.1. Tidak ditandatangani oleh pemimpin / direktur utama atau penerima kuasa dari pemimpin / direktur yang namanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahannya, atau kepala cabang perusahaan konsultan yang diangkat oleh kantor pusat atau pejabat yang menurut perjanjian kerjasama (association agreement) adalah yang berhak mewakili asosiasi (pejabat dari perusahaan konsultan utama/lead firm). Tidak mencantumkan masa berlakunya penawaran, atau mencantumkan kurun waktu kurang dari yang diminta dalam dokumen pengadaan. Tidak menmyampaikan atau tidak sahnya surat pernyataan kesediaan peserta untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam bilamana melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Tidak menyampaikan dokumen penawaran teknis dan biaya. Tidak bermeterai. 3.2.2. 3.2.3. 3.2.4. 3.2.5. 4. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN TEKNIS Secara garis besar kerangka penyusunan Dokumen Usulan Teknis meliputi : 4.1. Pengalaman Perusahaan Pengalaman perusahaan yang dinilai adalah pengalaman 5 (lima) tahun terakhir baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |83 dilaksanakan yang diuraikan secara jelas dengan mencantumkan informasi : - Nama pekerjaan - Lingkup dan data pekerjaan secara singkat. - Lokasi. - Pemberi Tugas. - Nilai. - Waktu pelaksanaan (bulan dan tahun). - Jumlah Man Mounth dan tenaga ahli. 4.2. Pendekatan dan Metodologi 4.2.1. Pemahaman atas jasa layanan 4.2.2. 4.2.3. Metodologi : - Analisa - Konsistensi - Apresiasi - Tanggapan terhadap KAK - Penugasan personil - Jadwal - Program kerja, dan lain-lain. Hasil kerja 4.2.4. Fasilitas pendukung 4.3. Kualifikasi Tenaga Ahli Penilaian kualitas tenaga ahli dilakukan atas tenaga ahli konsultan yang diusulkan untuk melaksanakan pekerjaan. 5. KERANGKA PENYUSUNAN DOKUMEN USULAN PENAWARAN BIAYA Dokumen Usulan Penawaran biaya terdiri dari : 5.1. Surat usulan penawaran biaya dibuat diatas kertas kop asli, bermaterai Rp. 6.000,- dan ditanda tangani oleh yang berwenang. 5.2. Rekapitulasi terdiri dari : a) Jumlah beban biaya personil (Remuneration). 84 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i b) c) d) e) 5.3. Jumlah biaya langsung non personil (Direct Reimbursable Cost). PPN 10 %. Jumlah Penawaran. Ditanda tangani oleh yang berwenang. Rencana Anggaran Biaya, merupakan perincian biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini. 6. KLARIFIKASI DAN NEGOSIASI. Dokumen penawaran yang telah dinyatakan sah dan memenuhi syarat serta tidak gugur akan dilakukan klarifikasi dan negosiasi, sebagai berikut : 6.1. Dokumen Administrasi. Klarifikasi DokumenAdministrasi dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan administratif yang harus dipenuhi. 6.2. Dokumen Usulan Teknis. Klarifikasi Dokumen Usulan Teknis dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian dokumen terhadap persyaratan yang harus dipenuhi, berkaitan dengan pengalaman kerja, metodologi, tenaga ahli, peralatan / fasilitas pendukung serta jadwal dan hasil kerja. 6.3. Dokumen Usulan Biaya Klarifikasi dan negosiasi Dokumen Usulan Biaya dilakukan dengan cara meneliti kebenaran dan kesesuaian biaya yang diusulkan, terhadap usulan teknis yang diajukan. Klarifikasi dan negosiasi yang dilakukan meliputi volume pekerjaan, harga satuan, hasil perkalian dan jumlah biaya. 7. USULAN PENETAPAN HARGA Hasil klarifikasi dan negosiasi dilaporkan / diusulkan kepada Pengguna Anggaran untuk mendapatkan persetujuan dan penetapan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |85 8. PENETAPAN HARGA. Berdasarkan laporan dan usulan Panitia, Pengguna Anggaran mempelajari dan menetapkan harga yang telah disepakati dalam negosiasi, dengan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (SKPPBJ); ditindak lanjuti dengan pembuatan Kontrak dan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). 9. JADWAL PENGADAAN Jadwal pengadaan jasa / Penunjukan Langsung diatur sesuai pentahapan sebagai berikut : NO KEGIATAN 1 Undangan dilampiri dokumen 2 Penjelasan pekerjaan 3 Pengambilan Berita Acara Penjelasan pekerjaan 4 Pemasukan & Pembukaan Penawaran 5 Klarifikasi & Negosiasi 6 Usulan Penetapan Harga 7 Penetapan Harga 8 SKPPBJ 9 Pembuatan Kontrak 10 SPMK 10. HARI TANGGAL JAM TEMPAT JAMINAN 10.1. Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan kepada Pengguna Jasa dalam rangka pengambilan uang muka dengan nilai minimal 100 % (seratus per seratus) dari besarnya uang muka. 10.2. Jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang diberikan kepada pengguna jasa sebelum dilakukan penandatangan kontrak yang besarnya 3 % sampai dengan 5 % dari nilai kontrak. 86 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 11. PENUTUP Hal-hal yang belum atau yang belum diatur dalam KAK dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat ini serta kesepakatan dalam Penjelasan Pekerjaan akan dimuat dalam Berita Acara Penjelasan Pekerjaan. Dibuat di ……………………. Tanggal……..……………….. Mengetahui Panitia Pengadaan Jasa Ketua ( ……………………………..) NIP : …………………. (………………………………) NIP : …………………… DAFTAR PUSTAKA Clough, Richardh H, 1986, Construction Contracting Fifth Edition, John Willey & Sons, Inc, New York. Dipohusodo, Istimawan, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi, Yogyakarta. Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta. Soeharto, Iman, 1997, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional , Penerbit Erlangga, Jakarta. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |87 Bab V DOKUMEN KONTRAK Kata kontrak berasal dari bahasa latin contractus yang berarti perjanjian. Seperti termaktub dalam Buku III Bab 2 KUHP istilah kontrak sama dengan perjanjian Obligator yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi mereka yang membuatnya (Triyanto, 2004). Sementara itu dalam pengertian yang lebih luas pengertian kontrak adalah perikatan antara kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek serta pengguna barang/jasa dengan pemasok atau kontraktor atau konsultan sebagai penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa (LPM–ITB, 1995). Adapun maksud dan tujuan penyusunan dan pelaksanaan kontrak adalah untuk menyamakan pola pikir, pengertian serta memberi pedoman sehingga memudahkan bagi pengguna barang/jasa, dan pengawas untuk menyusun, memeriksa, dan melaksanakan kontrak pengadaan barang/jasa sehingga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan yang berlaku. V.1 Susunan Dokumen Kontrak Isi dan susunan dokumen kontrak diurutkan sesuai dengan tingkat kekuatan pengikatan para pihak, di mana kontrak adalah ikatan yang paling kuat kemudian diikuti dengan lampiran–lampiran berikutnya. Secara umum sebuah kontrak memuat 4 komponen, yaitu pokok–pokok persetujuan (article of agreement), syarat–syarat umum (general conditions of contract), syarat–syarat khusus (special conditions of contract), dan uraian lengkap tentang lingkup kerja, spesifikasi teknik, dan gambar desain teknis. Sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003, sebuah dokumen kontrak sekurang–kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut. 1. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis, dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan. 88 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 2. 3. 4. 5. Hak, dan kewajiban para pihak yang terkait di dalam perjanjian. Nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat–syarat pembayaran. Persyaratan, dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci. Tempat, dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat–syarat penyerahannya. 6. Jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan. 7. Sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya, dan penyelesaian perselisihan. Kerangka dokumen kontrak secara umum meliputi : Pembukaan mencakup hari, tanggal, bulan, tahun kontrak ditandatangani, identitas dari para pihak yang menandatangani, dan jenis pekerjaan yang dikontrakkan. Isi terdiri dari pernyataan tentang a. Kesepakatan para pihak untuk membuat kontrak. b. Kesepakatan para pihak mengenai harga kontrak. c. Bahwa seluruh ungkapan dalam perjanjian harus mempunyai arti sama dengan yang tercantum dalam kontrak. d. Lampiran dokumen apa saja yang dianggap bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak. e. Apabila terjadi pertentangan pada dokumen satu dengan dokumen lain dalam kontrak, maka yang dipakai adalah dokumen berdasarkan urutan yang telah disebutkan dalam kontrak. f. Kesepakatan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam kontrak. g. Jangka waktu pelaksanana kontrak. h. Efektifnya kontrak. i. Kesepakatan dari para pihak untuk melaksanakan kontrak/perjanjian menurut ketentuan undang–undang, dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Penutup merupakan bagian kontrak yang ditandatangani oleh para pihak. Lampiran Kontrak meliputi daftar dokumen–dokumen pendukung kontrak yang menjadi satu kesatuan dengan kontrak. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |89 V.2 Prosedur Pembuatan Kontrak Prosedur pembuatan kontrak meliputi tahapan–tahapan sebagai berikut. a. Penandatanganan kontrak dilakukan selambat–lambatnya 14 hari kerja setelah diterbitkannya surat keputusan penyedia barang/jasa. b. Penyedia barang/jasa telah menyerahkan jaminan pelaksanaan yang jumlahnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan kepada pengguna barang/jasa. c. Sebelum penandatanganan kontrak dilakukan Meneliti dengan cermat mengenai kebenaran konsep kontrak. Dokumen kontrak tidak memuat hal–hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Adanya pengaturan bila terjadi hal–hal yang terjadi di luar dugaan. Meneliti dengan cermat lampiran–lampiran yang menjadi bagian dokumen kontrak. d. Kontrak untuk pengadaan barang/jasa yang bersifat kompleks, dan atau bernilai di atas Rp. 50 miliar ditandatangani oleh pengguna barang/jasa setelah memperoleh pendapat atau rekomendasi ahli hukum yang profesional. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat menggunakan model sistem kontrak sebagai berikut. 1. Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atau penyelesaian seluruh pekerjaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti, dan tetap serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan tersebut, sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa. 2. Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu. Kontrak pekerjaan ini mempunyai volume pekerjaan yang masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya akan didasarkan 90 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar– benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. 3. Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan. 4. Kontrak jangka panjang adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh menteri keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, gubernur yang untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, bupati/walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD kabupaten/kota. 5. Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak untuk beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing–masing unit kerja dan pendanaan bersama. Penghentian kontrak dilakukan bila terjadi hal–hal di luar kekuasaan kedua belah pihak (keadaan kahar) untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak. Hal–hal tersebut disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan, perang saudara, kekacauan, pemogokan, kebakaran, dan huru–hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam dokumen kontrak. Keterlambatan akibat keadaan kahar di atas tidak dapat dikenakan sanksi atau dikatakan bahwa kerugian yang timbul diserahkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Suatu kontrak pekerjaan harus dilengkapi dengan suatu mekanisme untuk menghadapi, dan mengendalikan permasalahan yang timbul nantinya akibat pelaksanaan kegiatan proyek. Permasalahan– permasalahan dapat terjadi baik bagi pemilik proyek maupun kontraktor, sehingga permasalahan tersebut harus dipandang sebagai suatu resiko B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |91 yang harus dihadapi, dan diantisipasi sejak awal. Perwujudan mekanisme tersebut bagi pemilik proyek ke dalam bentuk : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jaminan pelaksanaan (performance bond). Garansi dan pertanggungan (warranty). Pembayaran berdasar kemajuan pekerjaan (progress payment). Hak untuk mengadakan inspeksi dan tes uji. Hak untuk mendapatkan laporan berkala. Hak untuk melaksanakan penjaminan mutu (quality control). Asuransi. Bagi kontraktor, mekanisme tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk biaya contingency atau mark up atau asuransi. V.3 Perselisihan Selain hal di atas dapat terjadi perselisihan kontrak yang dilakukan oleh pihak penyedia barang/jasa maupun pengguna barang/jasa dalam Bahasa Inggris disebut construction dispute. Apabila terjadi perselisihan maka kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan di Indonesia dengan beberapa cara, yaitu (Yasin, 2004) Alternatif penyelesaian sengketa (konsultasi, negoisasi, mediasi). Arbitrase (lembaga atau ad hoc). Badan peradilan (pengadilan). Secara umum, perselisihan konstruksi yang terjadi selama ini banyak mempergunakan arbitrase sebagai jalan keluarnya (Yasin, 2004). 92 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i V.4. Peranan dan Tugas Pemilik berdasarkan Kontrak Peranan dan tugas pemilik proyek menduduki peranan utama didalam suatu penyelenggaraan proyek konstruksi. Sehingga dalam hal ini sudah selayaknya tugas serta peranan tersebut dibahas secara lebih spesifik. Dalam suatu permasalahan, sering terjadi hal-hal kontroversial, misalnya, peranan pemilik dalam hubungannya dengan kontraktor pada tahap implementasi. Sebagian kalangan berpendapat bahwa dalam suatu kontrak harga tetap (turn-key), setelah menyiapkan paket lelang dan berhasil memilih kontraktor, maka pemilik merasa aman dan tinggal menunggu proyek selesai sesuai sasaran-sasaran yang digariskan dalam kontrak, sehingga tidak perlu menyiapkan banyak staf ataupun konsultan untuk ikut serta mengurusi implementasi fisik. Disini, pemilik beranggapan bahwa kontraktor otomatis akan berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai sasaran, karena jika meleset, pihak kontraktor juga akan ikut mengalami kerugian. Apabila ditinjau sepintas lalu, pendapat seperti diatas tidak salah, tetapi jika dipikirkan lebih jauh, akan terlihat mengandung resiko tinggi karena didasarkan atas asumsi bahwa semuanya akan berjalan mulus mulai dari awal sampai akhir proyek. Untuk proyek berskala kecil dan sederhana, resiko yang dihadapi relatif kecil. Tetapi semakin besar dan kompleks suatu proyek, maka proyek tersebut akan semakin peka terhadap resiko bagi pemilik, sehingga perlu diambil langkah yang bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan. V.4.1. Tujuan dan Fungsi Masing-masing Peserta Dalam proses mencapai tujuan, pemilik mengadakan ikatan atau kontrak dengan kontraktor untuk melaksanakan kegiatan implementasi fisik., dan dengan sejumlah konsultan untuk studi dan mempersiapkan paket kerja. Selama berlangsungnya proses tersebut, pemilik mengadakan tindakan-tindakan yang bermaksud memperoleh keyakinan, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para peserta proyek telah mengikuti jalur yang benar. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |93 a. Persamaan dan Perbedaan Tujuan Agar selalu mengetahui posisi dimana menempatkan diri dan bagaimana mengambil sikap masing-masing peserta yang satu terhadap peserta yang lain, maka perlu memahami tujuan dan motivasi mereka dalam usaha mencapai sasaran proyek. Konsultan dan Kontraktor, disamping ingin menyelesaikan proyek dengan jadwal dan mutu sesuai kontrak, juga mengejar suatu keuntungan. Motivasi terakhir ini dapat memunculkan pertentangan kepentingan antara peserta dengan pemilik yang menginginkan penyelenggaraan proyek dilakukan secara ekonomis dan efisien. Untuk itu, masing-masing peserta harus dapat menghadapinya melalui mekanisme kerjasama atau kontrak dan pemantauan eksekusinya, sehingga tidak memberikan dampak negatif bagi sasaran lain. Tabel 4.1 Tujuan dan Motivasi Peserta Proyek Sasaran Proyek Pem ilik Konsultan Kontraktor Jadw al penyelesaian Cepat selesai, agar hasil proyek dapat segera digunakan Cepat selesai, minimal sesuai kontrak Cepat selesai, minimal sesuai kontrak Biaya Proyek Harga terrendah, memenuhi persyaratan teknik. Minimal tidak melew ati anggaran Mendapat keuntungan sebaik mungkin Mendapatkan keuntungan sebaik mungkin Mutu pekerjaan dan peralatan Berfungsi sesuai harapan. Minimal sesuai spesifikasi Memenuhi kriteria dan spesifikasi dalam kontrak Memenuhi kriteria dan spesifikasi dalam kontrak. 94 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i b. Model yang digunakan Peranan dan tugas pemilik, demikian juga peserta yang lain, tergantung dari hubungan kerjasama antara mereka. Terdapat beberapa macam hubungan kerjasama. 1. Menggunakan kontraktor (utama) Dalam hubungan kerja semacam ini, tanggungjawab pekerjaan implementasi fisik diserahkan kepada kontraktor utama atau kontraktor, dengan kontrak harga tetap ataupun harga tidak tetap. Sedangkan tanggungjawab mempersiapkan paket-paket kerja, seperti arsitektur dan engineering, diserahkan kepada konsultankonsultan yang bersangkutan. 2. Kontraktor (utama) Merancang dan Membangun Dalam hubungan kerja semacam ini, kontraktor mempunyai tanggung jawab keseluruhan atas desain, engineering, pengadaan material, fabrikasi sampai kepada konstruksi dan instalasi 3. Menggunakan Manajemen Konstruksi atau Manajemen Proyek Selain adanya peserta yang lain, pemilik menunjuk CM atau konsultan manajemen proyek sebagai wakil atau agen untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan proyek. 4. Force Account Pemilik terlibat langsung dalam pekerjaan dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap penyelenggaraan proyek. Pemilik dapat menggunakan jasa subkontraktor atau konsultan yang melapor langsung kepada pemilik. Kontraktor melaksanakan kegiatan implementasi fisik berdsarkan kontrak lump-sum. Pemilik hanya memiliki staf proyek berukuran kecil, dan menyerahkan bermacam-macam paket kerja dan studi kepada sejumlah konsultan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |95 V.4.2 Intensitas Peranan Pemilik dan Jenis Kontrak Jenis kontrak sangat mempengaruhi intensitas peranan pemilik a. Kontrak dengan Harga Tetap Didalam kontrak harga tetap, pengawasan dan pengendalian biaya menjadi perhatian utama dari pihak kontraktor, karena secara langsung berpengaruh terhadap untung rugi harga borongan yang telah ditentukan. Dalam hal ini, pemilik mengawasi dan meneliti apakah pengajuan pembayaran sesuai dengan jumlah atau volume pekerjaan yang telah diselesaikan. Adapun faktor waktu atau jadwal penyelesaian pekerjaan, kedua belah pihak baik kontraktor maupun pemilik, sama-sama menaruh perhatian. Bagi kontraktor, keterlambatan berarti penambahan biaya. Keterlambatan ini juga bisa dikenakan denda dan menurunkan kredibilitasnya untuk waktu-waktu yang akan datang. Sedangkan kerugian pemilik terutama berupa keterlambatan penyerahan produk hasil proyek yang sedang dibangun. Dalam kontrak bentuk ini, pemilik berkewajiban menekankan perhatiannya pada aspek pengendalian mutu, untuk mencegah kemungkinan kurangnya mutu peralatan atau instalasi dari standar yang ditentukan, sebagai akibat dari penghematan yang diusahakan oleh kontraktor. Perubahan lingkup kerja (change order) yang merupakan penambahan atau pengurangan, adalah aspek lain yang juga perlu diperhatikan. Bila tidak dikendalikan dengan baik, perubahan lingkup kerja akan berakibat penambahan biaya dan jadwal yang kurang wajar. b. Kontrak dengan Harga Tidak Tetap Kontrak dengan harga tidak tetap ini, dimensi peranan pemilik amat besar, hampir mendekati tugas-tugas pemilik dalam force account. Pemilik dituntut berperan aktif dalam segala aspek maupun dalam tahap kegiatan pelaksanaan proyek yang dimulai dari kegiatan menyusun sasaran proyek, yaitu anggaran, jadwal induk, standar mutu, kemudian bersama-sama kontraktor, meletakkan dasar-dasar pengawasan dan pengendalian atas kegiatan engineering, pembelian, dan konstruksi. Akhirnya, melakukan pemantauan dan pengawasan agar sasaran yang ditentukan tersebut dapat dicapai dengan memuaskan. Hubungan antara jenis kontrak, definisi lingkup kerja dalam paket lelang dan peranan pemilik dapat dijelaskan pada diagram berikut ini : 96 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Kontrak harga tetap (Lump-sum) C X YKontrak Harga Tidak Tetap (cost plus ) A B D E Minimal Peranan Pemilik (dalam bentuk pemantauan, pengawasan, dan pengendalian) Maksimal Gambar 4.1 Hubungan Peran Pemilik terhadap Jenis Kontrak Titik ujung kanan bawah B menandai kontrak harga tidak tetap (100 persen), sedangkan ujung kiri bawah A menandai kontrak dengan harga tetap (100 persen). Garis AB menunjukkan kadar variasi antara harga tetap dan tidak tetap. Garis AC menunjukkan derajat kelengkapan definisi lingkup proyek dalam paket lelang, dimana titik A kurang lengkap dan titik C lengkap. Garis DE menunjukkan intensitas peranan pemilik yang diperlukan. Jadi, untuk situasi X yang memiliki definisi lingkup kerja proyek lebih lengkap pada waktu lelang dibanding situasi Y, memerlukan intensitas peranan pemilik yang relatif kurang besar dibanding Y. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |97 DAFTAR PUSTAKA Clough, Richardh H, 1986, Construction Contracting Fifth Edition, John Willey & Sons, Inc, New York. Dipohusodo, Istimawan, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi, Yogyakarta. Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta. Soeharto, Iman, 1997, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional , Penerbit Erlangga, Jakarta. 98 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah; b. bahwa untuk maksud tersebut di atas, perlu ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |99 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956); 3. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4212); MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Istilah Pasal 1 Dalam Keputusan Presiden ini, yang dimaksud dengan : 1. Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa; 2. Pengguna barang/jasa adalah kepala kantor/satuan 100 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek/pengguna anggaran Daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu; 3. Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa; 4. Kepala kantor/satuan kerja adalah pejabat struktural departemen/ lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja rutin APBN; 5. Pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek adalah pejabat yang diangkat oleh Menteri/Pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/pejabat yang diberi kuasa, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari anggaran belanja pembangunan APBN; 6. Pengguna Anggaran Daerah adalah pejabat di lingkungan pemerintah propinsi/ kabupaten/kota yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja APBD; 7. Pejabat yang disamakan adalah pejabat yang diangkat oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Republik Indonesia (Polri)/pemerintah daerah/Bank Indonesia (BI)/Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |101 dari APBN/APBD; 8. Panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa; 9. Pejabat pengadaan adalah personil yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); 10. Pemilihan penyedia barang/jasa adalah kegiatan untuk menetapkan penyedia barang/jasa yang akan ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan; 11. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa; 12. Jasa Pemborongan adalah layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/jasa; 13. Jasa Konsultansi adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang yang meliputi jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan konstruksi, dan jasa pelayanan profesi lainnya, dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang keluarannya berbentuk piranti lunak yang disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa; 14. Jasa lainnya adalah segala pekerjaan dan atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, jasa pemborongan, dan pemasokan barang; 15. Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah 102 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah yang merupakan persyaratan seseorang untuk diangkat sebagai pengguna barang/jasa atau panitia/pejabat pengadaan; 16. Dokumen pengadaan adalah dokumen yang disiapkan oleh panitia/pejabat pengadaan sebagai pedoman dalam proses pembuatan dan penyampaian penawaran oleh calon penyedia barang/jasa serta pedoman evaluasi penawaran oleh panitia/pejabat pengadaan; 17. Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa; 18. Usaha kecil termasuk koperasi kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; 19. Surat jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan bank umum/lembaga keuangan lainnya yang diberikan oleh penyedia barang/jasa kepada pengguna barang/jasa untuk menjamin terpenuhinya persyaratan/kewajiban penyedia barang/jasa; 20. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara penyedia barang/jasa dalam negeri maupun dengan luar negeri yang masing- masing pihak mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang jelas, berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam perjanjian tertulis; 21. Pakta integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |103 yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa; 22. Pekerjaan kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi dan/atau mempunyai resiko tinggi dan/atau menggunakan peralatan didesain khusus dan/atau bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Maksud diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD. (2) Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Bagian Ketiga Prinsip Dasar Pasal 3 Pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip : a. efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan; 104 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i b. efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; c. terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan; d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya; e. adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun; f. akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |105 Bagian Keempat Kebijakan Umum Pasal 4 Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa adalah : a. meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional; b. meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa; c. menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa; d. meningkatkan profesionalisme, kemandirian, dan tanggungjawab pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia barang/jasa; e. meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan; f. menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional; g. mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa kecuali pengadaan barang/jasa yang bersifat rahasia pada setiap awal pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas. 106 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bagian Kelima Etika Pengadaan Pasal 5 Pengguna barang/jasa, penyedia barang/jasa, dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut : a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggungjawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa; b. bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa; c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat; d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak; e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa (conflict of interest); f. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa; g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |107 secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. Bagian Keenam Pelaksanaan Atas Pengadaan Pasal 6 Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan : a. dengan menggunakan penyedia barang/jasa; b. dengan cara swakelola. Bagian Ketujuh Ruang Lingkup Pasal 7 (1) Ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden ini adalah untuk : a. pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD; b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan; c. pengadaan barang/jasa untuk investasi 108 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i di lingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. (2) Pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBN, apabila ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri/Pemimpin Lembaga/Panglima TNI/Kapolri/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden ini. (3) Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBD harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden ini. BAB II PENGADAAN YANG DILAKSANAKAN PENYEDIA BARANG/JASA Bagian Pertama Pembiayaan Pengadaan Pasal 8 Departemen/Kementerian/Lembaga/TNI/Polri/Pemerintah Daerah/BI/BHMN/BUMN/BUMD wajib menyediakan biaya administrasi proyek untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD, yaitu : a. honorarium pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, bendaharawan, dan staf proyek; b. pengumuman pengadaan barang/jasa; B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |109 c. penggandaan dokumen pengadaan dan/atau dokumen prakualifikasi; barang/jasa d. administrasi lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Bagian Kedua Tugas Pokok dan Persyaratan Para Pihak Paragraf Pertama Persyaratan dan Tugas Pokok Pengguna Barang/Jasa Pasal 9 (1) Pengguna barang/jasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki integritas moral; b. memiliki disiplin tinggi; c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya; d. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah; e. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, bertindak tegas dan keteladanan dalam sikap dan perilaku serta tidak pernah terlibat KKN. (2) Berdasarkan usulan pimpinan unit kerja yang bersangkutan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengguna barang/jasa diangkat dengan surat keputusan Menteri/Panglima TNI/Kapolri/Pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD atau pejabat yang diberi kuasa. (3) Tugas pokok pengguna barang/jasa pengadaan barang/jasa adalah: dalam 110 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i a. menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa; b. mengangkat barang/jasa; panitia/pejabat pengadaan c. menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat; d. menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadual, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun panitia pengadaan; e. menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan panitia/pejabat pengadaan sesuai kewenangannya; f. menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku; g. menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa; h. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansinya; i. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak; j. menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset lainnya kepada Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD dengan berita acara penyerahan; k. menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |111 (4) Pengguna barang/jasa dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang akan mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan/proyek yang dibiayai dari APBN/APBD. (5) Pengguna barang/jasa bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya. Paragraf Kedua Pembentukan, Persyaratan, Tugas Pokok, dan Keanggotaan Panitia/Pejabat Pengadaan Pasal 10 (1) Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh panitia atau pejabat pengadaan. (3) Anggota panitia pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya. (4) Panitia/pejabat pengadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki integritas moral, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; b. memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan; 112 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i c. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia/pejabat pengadaan yang bersangkutan; d. memahami isi dokumen pengadaan/metoda dan prosedur pengadaan berdasarkan Keputusan Presiden ini; e. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkannya sebagai panitia/pejabat pengadaan; f. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah. (6) Panitia berjumlah gasal beranggotakan sekurangkurangnya 3 (tiga) orang yang memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur di dalam maupun dari luar instansi yang bersangkutan. (7) Pejabat pengadaan hanya 1 (satu) orang yang memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur di dalam maupun dari luar instansi yang bersangkutan. (8) Dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan: a. pengguna barang/jasa dan bendaharawan; b. pegawai pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)/Inspektorat Jenderal Departemen/Inspektorat Utama Lembaga Pemerintah Non Departemen/Badan Pengawas Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Pengawasan Internal BI/BHMN/BUMN/BUMD kecuali menjadi panitia/pejabat pengadaan untuk pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan instansinya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |113 Paragraf Ketiga Persyaratan Penyedia Barang/Jasa Pasal 11 (1) Persyaratan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan adalah sebagai berikut : a. memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan untuk menjalankan usaha/kegiatan sebagai penyedia barang/jasa; b. memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa; c. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana; d. secara hukum mempunyai menandatangani kontrak; kapasitas e. sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pajak Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir, dan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29; f. dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memper-oleh pekerjaan menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; g. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang/jasa; 114 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i h. tidak masuk dalam daftar hitam; i. memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos; j. khusus untuk penyedia barang/jasa orang perseorangan persyaratannya sama dengan di atas kecuali huruf f. (2) Tenaga ahli yang akan ditugaskan dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan bukti penyelesaian kewajiban pajak; b. lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang atau yang lulus ujian negara, atau perguruan tinggi luar negeri yang ijasahnya telah disahkan/diakui oleh instansi pemerintah yang berwenang di bidang pendidikan tinggi; c. mempunyai pengalaman di bidangnya. (3) Pegawai negeri, pegawai BI, pegawai BHMN/BUMN/BUMD dilarang menjadi penyedia barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti di luar tanggungan negara/BI/BHMN/BUMN/ BUMD. (4) Penyedia barang/jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang menjadi penyedia barang/jasa. (5) Terpenuhinya persyaratan penyedia barang/jasa dinilai melalui proses prakualifikasi atau pascakualifikasi oleh panitia/pejabat pengadaan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |115 Bagian Ketiga Jadual Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pasal 12 Pengguna barang/jasa wajib mengalokasikan waktu yang cukup untuk penayangan pengumuman, kesempatan untuk pengambilan dokumen, kesempatan untuk mempelajari dokumen, dan penyiapan dokumen penawaran. Bagian Keempat Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri Pasal 13 (1) Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan. (2) HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. (3) HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. (4) Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia. (5) HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan tambahan nilai jaminan. Bagian Kelima Prakualifikasi dan Pascakualifikasi Paragraf Pertama Prinsip-Prinsip Prakualifikasi dan Pascakualifikasi Pasal 14 (1) Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan 116 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran. (2) Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan penawaran. (3) Panitia/pejabat pengadaan wajib melakukan pascakualifikasi untuk pelelangan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya secara adil, transparan, dan mendorong terjadinya persaingan yang sehat dengan mengikutsertakan sebanyakbanyaknya penyedia barang/jasa. (4) Prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan jasa konsultansi dan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang menggunakan metoda penunjukan langsung untuk pekerjaan kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan langsung. (5) Panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan prakualifikasi untuk pelelangan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang bersifat kompleks. (6) Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi panitia/pejabat pengadaan dilarang menambah persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi di luar yang telah ditetapkan dalam ketentuan Keputusan Presiden ini atau ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi; (7) Persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi yang ditetapkan harus merupakan persyaratan minimal yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan agar B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |117 terwujud persaingan yang sehat secara luas. (8) Pengguna barang/jasa wajib menyederhanakan proses prakualifikasi dengan tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan melainkan cukup dengan formulir isian kualifikasi penyedia barang/jasa. (9) Penyedia barang/jasa wajib menandatangani surat pernyataan di atas meterai bahwa semua informasi yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi adalah benar, dan apabila diketemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan, terhadap yang bersangkutan dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam daftar hitam sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, dan tidak boleh mengikuti pengadaan untuk 2 (dua) tahun berikutnya, serta diancam dituntut secara perdata dan pidana. (10) Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi panitia/pejabat pengadaan tidak boleh melarang, menghambat, dan membatasi keikutsertaan calon peserta pengadaan barang/jasa dari luar propinsi/kabupaten/kota lokasi pengadaan barang/jasa. (11) Departemen/Kementerian/Lembaga/TNI/Polri/Pemerin tah/Daerah/BI/BHMN/BUMN/BUMD dilarang melakukan prakualifikasi massal yang berlaku untuk pengadaan dalam kurun waktu tertentu. (12) Pada setiap tahapan proses pemilihan penyedia barang/jasa, pengguna barang/jasa/panitia/pejabat pengadaan dilarang membebani atau memungut biaya apapun kepada penyedia barang/jasa, kecuali biaya penggandaan dokumen pengadaan. 118 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Paragraf Kedua Proses Prakualifikasi dan Pascakualifikasi Pasal 15 (1) Proses prakualifikasi secara umum meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi, dan pengumuman hasil prakualifikasi. (2) Proses pascakualifikasi secara umum meliputi pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan dokumen penawaran dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya. Bagian Keenam Prinsip Penetapan Sistem Pengadaan Pasal 16 (1) Untuk menentukan sistem pengadaan yang meliputi metoda pemilihan penyedia barang/jasa, metoda penyampaian dokumen penawaran, metoda evaluasi penawaran, dan jenis kontrak, perlu mempertimbangkan jenis, sifat, dan nilai barang/jasa serta kondisi lokasi, kepentingan masyarakat, dan jumlah penyedia barang/jasa yang ada. (2) Dalam menyusun rencana dan penentuan paket pengadaan, pengguna barang/jasa bersama dengan panitia, wajib memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dan perluasan kesempatan bagi usaha kecil, koperasi kecil, dan masyarakat. (3) Dalam menetapkan sistem pengadaan, pengguna barang/jasa: B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |119 a. wajib menyediakan sebanyak-banyaknya paket pengadaan untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem, kualitas, dan kemampuan teknis usaha kecil; b. dilarang menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di daerah masing-masing; c. dilarang menyatukan beberapa paket pekerjaan yang menurut sifat pekerjaan dan besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil termasuk koperasi kecil; d. dilarang menetapkan kriteria dan persyaratan pengadaan yang diskriminatif dan tidak obyektif. Bagian Ketujuh Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya Paragraf Pertama Metoda Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya Pasal 17 (1) Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan melalui metoda pelelangan umum. (2) Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat 120 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i mengikutinya. (3) Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. (4) Dalam hal metoda pelelangan umum atau pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet. (5) Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |121 Paragraf Kedua Metoda Penyampaian Dokumen Penawaran Pada Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya Pasal 18 (1) Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat dipilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) metoda penyampaian dokumen penawaran berdasarkan jenis barang/jasa yang akan diadakan dan metoda penyampaian dokumen penawaran tersebut harus dicantumkan dalam dokumen lelang yang meliputi : a. metoda satu sampul; b. metoda dua sampul; c. metoda dua tahap. (2) Metoda satu sampul yaitu penyampaian dokumen penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi, teknis, dan penawaran harga yang dimasukan ke dalam 1 (satu) sampul tertutup kepada panitia/pejabat pengadaan. (3) Metoda dua sampul yaitu penyampaian dokumen penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan ke dalam 1 (satu) sampul (sampul penutup) dan disampaikan kepada panitia/pejabat pengadaan. (4) Metoda dua tahap yaitu penyampaian dokumen penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, yang penyampaiannya dilakukan dalam 2 (dua) tahap secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda. 122 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Paragraf Ketiga Evaluasi Penawaran Pada Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya Pasal 19 (1) Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat dipilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) metoda evaluasi penawaran berdasarkan jenis barang/jasa yang akan diadakan, dan metoda evaluasi penawaran tersebut harus dicantumkan dalam dokumen lelang, yang meliputi : a. sistem gugur; b. sistem nilai; c. sistem penilaian biaya selama umur ekonomis. (2) Sistem gugur adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses evaluasi dimulai dari penilaian persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan kewajaran harga, terhadap penyedia barang/jasa yang tidak lulus penilaian pada setiap tahapan dinyatakan gugur. (3) Sistem nilai adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |123 (4) Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur ekonomis barang yang ditawarkan berdasarkan kriteria dan nilai yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. (5) Dalam mengevaluasi dokumen penawaran, panitia/pejabat pemilihan penyedia barang/jasa tidak diperkenankan mengubah, menambah, dan mengurangi kriteria dan tatacara evaluasi tersebut dengan alasan apapun dan atau melakukan tindakan lain yang bersifat post bidding. Paragraf Keempat Prosedur Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya Pasal 20 (1) Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan umum meliputi: a. dengan prakualifikasi: 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi dokumen prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 124 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada prakualifikasi; 9) pengambilan dokumen lelang umum; peserta yang lulus 10) penjelasan; 11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; 12) pemasukan penawaran; 13) pembukaan penawaran; 14) evaluasi penawaran; 15) penetapan pemenang; 16) pengumuman pemenang; 17) masa sanggah; 18) penunjukan pemenang; 19) penandatanganan kontrak; b. dengan pasca kualifikasi: 1) pengumuman pelelangan umum; 2) pendaftaran untuk mengikuti pelelangan; 3) pengambilan dokumen lelang umum; 4) penjelasan; 5) penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; 6) pemasukan penawaran; 7) pembukaan penawaran; 8) evaluasi penawaran kualifikasi; termasuk evaluasi B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |125 9) penetapan pemenang; 10) pengumuman pemenang; 11) masa sanggah; 12) penunjukan pemenang; 13) penandatanganan kontrak. (2) Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan terbatas meliputi : a. pemberitahuan dan konfirmasi kepada peserta terpilih; b. pengumuman pelelangan terbatas; c. pengambilan dokumen prakualifikasi; d. pemasukan dokumen prakualifikasi; e evaluasi dokumen prakualifikasi; f. penetapan hasil prakualifikasi; g. pemberitahuan hasil prakualifikasi; h masa sanggah prakualifikasi; i. undangan kepada prakualifikasi; j peserta yang lulus penjelasan; k. penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; l. pemasukan penawaran; m. pembukaan penawaran; n. evaluasi penawaran; o. penetapan pemenang; p. pengumuman pemenang; q. masa sanggah; 126 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i r. penunjukan pemenang; s. penandatanganan kontrak. (3) Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pemilihan langsung meliputi : a. pengumuman pemilihan langsung; b. pengambilan dokumen prakualifikasi; c. pemasukan dokumen prakualifikasi d. evaluasi dokumen prakualifikasi; e penetapan hasil prakualifikasi; f. pemberitahuan hasil prakualifikasi; g. masa sanggah prakualifikasi; h undangan langsung; pengambilan dokumen pemilihan i. penjelasan; j penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; k. pemasukan penawaran; l. pembukaan penawaran; m. evaluasi penawaran; n. penetapan pemenang; o. pemberitahuan penetapan pemenang; p. masa sanggah; q. penunjukan pemenang; r. penandatanganan kontrak. (4) Tata cara pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda penunjukan langsung meliputi: B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |127 a. undangan kepada peserta terpilih; b. pengambilan dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung; c. pemasukan dokumen prakualifikasi, penilaian kualifikasi, penjelasan, dan pembuatan berita acara penjelasan; d. pemasukan penawaran; e evaluasi penawaran; f. negosiasi baik teknis maupun biaya; g. penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa; h penandatanganan kontrak. Bagian Kedelapan Sistem Pengadaan Jasa Konsultansi Paragraf Pertama Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Jasa Konsultansi Pasal 21 (1) Pengguna barang/jasa menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan menunjuk panitia pengadaan/pejabat pengadaan. (2) Panitia/pejabat pengadaan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) dan dokumen pemilihan penyedia jasa konsultansi meliputi KAK, syarat administrasi, syarat teknis, syarat keuangan, metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi, metoda penyampaian dokumen penawaran, metoda evaluasi penawaran, dan jenis kontrak yang akan digunakan. 128 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Paragraf Kedua Metoda Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Pasal 22 (1) Pemilihan penyedia jasa konsultansi pada prinsipnya harus dilakukan melalui seleksi umum. Dalam keadaan tertentu pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi terbatas, seleksi langsung atau penunjukan langsung. (2) Seleksi umum adalah metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi secara terbuka yaitu diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas mengetahui dan penyedia jasa konsultansi yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. (3) Seleksi terbatas adalah metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi untuk pekerjaan yang kompleks dan diyakini jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut jumlahnya terbatas. (4) Dalam hal metoda seleksi umum atau seleksi terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya seleksi, maka pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan seleksi langsung yaitu metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi terhadap penyedia jasa konsultansi yang dipilih langsung dan diumumkan sekurang-kurangnya di papan pengumuman resmi untuk penerangan umum atau media elektronik (internet). (5) Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |129 dengan menunjuk satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun biaya sehingga diperoleh biaya yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Paragraf Ketiga Metoda Penyampaian Dokumen Penawaran Pada Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Pasal 23 (1) Dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dipilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) metoda penyampaian dokumen penawaran berdasarkan jenis jasa konsultansi yang akan diadakan dan harus dicantumkan dalam dokumen seleksi. (2) Metoda penyampaian dokumen penawaran jasa konsultansi meliputi : a. metoda satu sampul; b. metoda dua sampul; c. metoda dua tahap. Paragraf Keempat Metoda Evaluasi Penawaran Untuk Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Pasal 24 (1) Dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dipilih salah 1 (satu) dari 5 (lima) metoda evaluasi penawaran berdasarkan jenis jasa konsultansi yang akan diadakan dan harus dicantumkan dalam dokumen seleksi, yaitu: a. metoda evaluasi kualitas; b. metoda evaluasi kualitas dan biaya; 130 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i c. metoda evaluasi pagu anggaran; d. metoda evaluasi biaya terendah; e. metoda evaluasi penunjukan langsung. (2) Metoda evaluasi kualitas adalah evaluasi penawaran jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. (3) Metoda evaluasi kualitas dan biaya adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran teknis dan biaya terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. (4) Metoda evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau sama dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. (5) Metoda evaluasi biaya terendah adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksinya terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya di atas ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. (6) Metoda evaluasi penunjukan langsung adalah evaluasi terhadap hanya satu penawaran jasa konsultansi berdasarkan kualitas teknis yang dapat dipertanggungjawabkan dan biaya yang wajar setelah dilakukan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |131 Paragraf Kelima Prosedur Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Pasal 25 (1) Prosedur pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan metoda seleksi umum meliputi: a. metoda evaluasi kualitas, metoda dua sampul : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada konsultan yang masuk daftar pendek; 9) pengambilan dokumen seleksi umum; 10) penjelasan; 11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen seleksi dan perubahaannya; 12) pemasukan penawaran; 13) pembukaan penawaran administrasi dan teknis (sampul I); 14) evaluasi administrasi dan teknis; 15) penetapan peringkat teknis; 16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis (pemenang); 17) masa sanggah; 18) pembukaan penawaran harga (sampul II) 132 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i peringkat teknis terbaik; 19) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya; 20) penunjukan pemenang; 21) penandatanganan kontrak; b. metoda evaluasi kualitas, metoda dua tahap : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada konsultan yang masuk daftar pendek; 9) pengambilan dokumen seleksi umum; 10) penjelasan; 11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen seleksi dan perubahaannya; 12) tahap I, pemasukan penawaran administrasi dan teknis; 13) pembukaan penawaran administrasi dan teknis; 14) evaluasi administrasi dan teknis; 15) penetapan peringkat teknis; 16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis (pemenang); 17) masa sanggah; 18) tahap II, mengundang peringkat teknis terbaik B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |133 (pemenang) untuk memasukkan penawaran biaya; 19) pemasukan penawaran biaya; 20) pembukaan penawaran biaya; 21) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya; 22) penunjukan pemenang; 23) penandatanganan kontrak; c. metoda evaluasi kualitas dan biaya, metoda dua sampul : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada konsultan yang masuk daftar pendek; 9) pengambilan dokumen seleksi umum; 10) penjelasan; 11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen seleksi dan perubahaannya; 12) pemasukan penawaran; 13) pembukaan penawaran teknis (sampul I); administrasi dan 14) evaluasi administrasi dan teknis; 15) penetapan peringkat teknis; 16) pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis; 134 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 17) undangan pembukaan penawaran peserta yang lulus evaluasi teknis; kepada 18) pembukaan penawaran biaya (sampul II); 19) evaluasi biaya; 20) perhitungan kombinasi teknis dan biaya; 21) penetapan pemenang; 22) pengumuman pemenang; 23) masa sanggah; 24) klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya dengan pemenang; 25) penunjukan pemenang; 26) penandatanganan kontrak; d. metoda evaluasi pagu anggaran, metoda dua sampul : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada konsultan yang masuk daftar pendek; 9) penjelasan; 10) penyusunan berita acara penjelasan dokumen seleksi dan perubahaannya; 11) pemasukan penawaran; 12) pembukaan penawaran administrasi dan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |135 teknis (sampul I); 13) evaluasi administrasi dan teknis; terhadap yang penawaran biayanya sama atau di bawah pagu anggaran; 14) penetapan peringkat teknis; 15) pengumuman/pemberitahuan peringkat teknis; 16) masa sanggah; 17) undangan pembukaan penawaran biaya kepada peserta yang lulus evaluasi teknis; 18) pembukaan penawaran biaya (sampul II), koreksi aritmatik, dan penetapan pemenang; 19) klarifikasi dan konfirmasi negosiasi teknis dan biaya dengan pemenang (peringkat teknis terbaik yang penawaran biayanya sama atau di bawah pagu anggaran); 20) penunjukan pemenang (award); 21) penandatanganan kontrak; e. metoda evaluasi biaya terendah, metoda dua sampul : 1) pengumuman prakualifikasi; 2) pengambilan dokumen prakualifikasi; 3) pemasukan dokumen prakualifikasi; 4) evaluasi prakualifikasi; 5) penetapan hasil prakualifikasi; 6) pengumuman hasil prakualifikasi; 7) masa sanggah prakualifikasi; 8) undangan kepada konsultan yang masuk daftar pendek; 136 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 9) pengambilan dokumen seleksi umum; 10) penjelasan; 11) penyusunan berita acara penjelasan dokumen seleksi dan perubahaannya; 12) pemasukan penawaran; 13) pembukaan penawaran administrasi dan teknis (sampul I); 14) evaluasi administrasi dan teknis; 15) pengumuman/pemberitahuan hasil evaluasi administrasi dan teknis; 16) undangan pembukaan penawaran bagi yang lulus; 17) pembukaan penawaran biaya (sampul II); 18) evaluasi penawaran biaya; 19) penetapan pemenang; 20) pengumuman pemenang; 21) masa sanggah; 22) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya dengan pemenang; 23) penunjukan pemenang; 24) penandatanganan kontrak. (2) Prosedur pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan metoda seleksi terbatas dan seleksi langsung pada prinsipnya sama dengan prosedur pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan metoda seleksi umum, hanya berbeda pada cara penyusunan daftar pendek. (3) Tata cara pemilihan penyedia jasa konsultansi dengan metoda penunjukan langsung meliputi: B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |137 a. undangan kepada konsultan terpilih dilampiri dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung; b. pemasukan dan evaluasi dokumen prakualifikasi serta penjelasan; c. pemasukan penawaran administrasi, teknis, dan biaya dalam satu sampul; d. pembukaan dan evaluasi penawaran oleh panitia; e. klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya; f. penetapan/penunjukan penyedia jasa konsultansi; g. penandatanganan kontrak Bagian Kesembilan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Penyedia Barang/Jasa Pasal 26 Pejabat yang berwenang menetapkan penyedia barang/jasa adalah : a. Pengguna barang/jasa untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) tanpa memerlukan persetujuan Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD, pejabat atasan pengguna barang/jasa yang bersangkutan. b. Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana APBN yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). 138 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i c. Gubernur untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana APBD Propinsi yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). d. Bupati/Walikota untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana APBD Kabupaten/Kota yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). e. Direksi BUMD untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana APBN/APBD yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dengan persetujuan Gubernur/Walikota/ Bupati. Bagian Kesepuluh Sanggahan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, Pengaduan Masyarakat, dan Pelelangan atau Seleksi Gagal Paragraf Pertama Sanggahan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dan Pengaduan Masyarakat Pasal 27 (1) Peserta pemilihan penyedia barang/jasa yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya, dapat mengajukan surat sanggahan kepada pengguna barang/jasa apabila ditemukan : a. penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa; b. rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat; c. penyalahgunaan wewenang oleh panitia/pejabat pengadaan dan/atau pejabat yang berwenang B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |139 lainnya; d. adanya unsur KKN di antara peserta pemilihan penyedia barang/jasa; e. adanya unsur KKN antara peserta dengan anggota panitia/ pejabat pengadaan dan/atau dengan pejabat yang berwenang lainnya. (2) Pengguna barang/jasa wajib memberikan jawaban selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak surat sanggahan diterima. (3) Apabila penyedia barang/jasa tidak puas terhadap jawaban pengguna barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka dapat mengajukan surat sanggahan banding. (4) Surat sanggahan banding disampaikan kepada Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/BUMD selambatlambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya jawaban atas sanggahan tersebut. (5) Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri / Pemimpin Lembaga / Gubernur / Bupati / Walikota / Dewan Gubernur BI / Pemimpin BHMN/Direksi BUMN/ BUMD wajib memberikan jawaban selambatlambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak surat sanggahan banding diterima. (6) Proses pemilihan penyedia barang/jasa tetap dilanjutkan tanpa menunggu jawaban atas sanggahan banding. (7) Apabila sanggahan banding ternyata benar, maka proses pemilihan penyedia barang/jasa dievaluasi kembali atau dilakukan proses pemilihan ulang, atau 140 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i dilakukan pembatalan kontrak. (8) Setiap pengaduan harus ditindaklanjuti oleh instansi/pejabat yang menerima pengaduan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf Kedua Pelelangan/Seleksi Ulang Pasal 28 (1) Pelelangan umum dan terbatas dinyatakan gagal oleh panitia/pejabat pengadaan, apabila: a. jumlah penyedia barang/jasa yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta; atau b. tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis; atau c. harga penawaran terendah lebih tinggi dari pagu anggaran yang tersedia. (2) Seleksi umum dan terbatas dinyatakan gagal oleh panitia/pejabat pengadaan, apabila : a. jumlah penyedia jasa konsultansi yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta; atau b. tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis; atau c. negosiasi atas harga penawaran gagal karena tidak ada peserta yang menyetujui/menyepakati klarifikasi dan negosiasi. (3) Pelelangan/seleksi dinyatakan gagal oleh pengguna barang/jasa atau pejabat berwenang lainnya apabila : a. sanggahan dari penyedia barang/jasa ternyata B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |141 benar; b. pelaksanaan pelelangan/seleksi tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pengadaan yang telah ditetapkan. (4) Apabila pelelangan/seleksi dinyatakan gagal, maka panitia/pejabat pengadaan segera melakukan pelelangan/seleksi ulang. (5) Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi hanya 2 (dua) maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi seperti pada proses pemilihan langsung. (6) Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia barang/jasa yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses pemilihan langsung. (7) Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi hanya 1 (satu) maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung. (8) Apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia barang/jasa yang memasukkan penawaran hanya 1 (satu) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung. (9) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah penyedia jasa konsultansi yang lulus prakualifikasi hanya 2 (dua) maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi seperti pada proses seleksi langsung. (10) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah penyedia jasa konsultansi yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses seleksi langsung. 142 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i (11) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah penyedia jasa konsultansi yang lulus prakualifikasi hanya 1 (satu) maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung. (12) Apabila dalam seleksi umum/terbatas ulang, jumlah penyedia jasa konsultansi yang memasukkan penawaran hanya 1 (satu) maka dilakukan negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung. (13) Pengguna barang/jasa dilarang memberikan ganti rugi kepada peserta lelang/seleksi bila penawarannya ditolak atau pelelangan/seleksi dinyatakan gagal. Bagian Kesebelas Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Paragraf Pertama Isi Kontrak Pasal 29 (1) Kontrak sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut : a. para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan, dan alamat; b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan; c. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian; d. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syaratsyarat pembayaran; e. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci; B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |143 f. tempat dan jangka waktu penyelesaian / penyerahan dengan disertai jadual waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syaratsyarat penyerahannya; g. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai kelaikan; h. ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya; i. ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak; j. ketentuan mengenai keadaan memaksa; k ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan; l. ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja; m. ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan; n. ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan. (2) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah adalah peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. (3) Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa di dalam negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk valuta asing. (4) Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat membebani dana rupiah murni; (5) Perjanjian atau kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat diubah dalam bentuk rupiah dan sebaliknya kontrak dalam bentuk rupiah tidak dapat 144 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i diubah dalam bentuk valuta asing. (6) Pengecualian terhadap ketentuan ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal ini harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. Paragraf Kedua Jenis Kontrak Pasal 30 (1) Kontrak pengadaan barang/jasa dibedakan atas: a. berdasarkan bentuk imbalan: 1) lump sum; 2) harga satuan; 3) gabungan lump sum dan harga satuan; 4) terima jadi (turn k ey); 5) persentase. b. berdasarkan jangka waktu pelaksanaan: 1) tahun tunggal; 2) tahun jamak. c. berdasarkan jumlah pengguna barang/jasa: 1) kontrak pengadaan tunggal; 2) kontrak pengadaan bersama. (2) Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |145 sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa. (3) Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. (4) Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan. (5) Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan. (6) Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/ pemborongan tersebut. (7) Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa 1 (satu) tahun anggaran. (8) Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan 146 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota. (9) Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu. (10) Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masingmasing unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama. Paragraf Ketiga Penandatanganan Kontrak Pasal 31 (1) Para pihak menandatangani kontrak selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang/jasa dan setelah penyedia barang/jasa menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna barang/jasa. (2) Untuk pekerjaan jasa konsultansi tidak diperlukan jaminan pelaksanaan. (3) Untuk pengadaan dengan nilai di bawah B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |147 Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) bentuk kontrak cukup dengan kuitansi pembayaran dengan meterai secukupnya. (4) Untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), bentuk kontrak berupa Surat Perintah Kerja (SPK) tanpa jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (5) Untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), bentuk kontrak berupa kontrak pengadaan barang/jasa (KPBJ) dengan jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (6) Dalam melakukan perikatan, para pihak sedapat mungkin menggunakan standar kontrak atau contoh SPK yang dikeluarkan pimpinan instansi yang bersangkutan atau instansi lainnya. (7) Kontrak untuk pekerjaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) ditandatangani oleh pengguna barang/jasa setelah memperoleh pendapat ahli hukum kontrak yang profesional. Paragraf Keempat Hak dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Kontrak Pasal 32 (1) Setelah penandatanganan kontrak, pengguna barang/jasa segera melakukan pemeriksaan lapangan bersama-sama dengan penyedia barang/jasa dan membuat berita acara keadaan 148 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i lapangan/serah terima lapangan. (2) Penyedia barang/jasa dapat menerima uang muka dari pengguna barang/jasa. (3) Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain. (4) Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis. (5) Terhadap pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak. Paragraf Kelima Pembayaran Uang Muka dan Prestasi Pekerjaan Pasal 33 (1) Uang muka dapat diberikan barang/jasa sebagai berikut : kepada penyedia a. Untuk usaha kecil setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen) dari nilai kontrak; b. Untuk usaha selain usaha kecil setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak. (2) Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau sistem termin, dengan memperhitungkan angsuran uang muka dan kewajiban pajak. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |149 Paragraf Keenam Perubahan Kontrak Pasal 34 Perubahan kontrak dilakukan sesuai kesepakatan pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa (para pihak) apabila terjadi perubahan lingkup pekerjaan, metoda kerja, atau waktu pelaksanaan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Paragraf Ketujuh Penghentian dan Pemutusan Kontrak Pasal 35 (1) Penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi halhal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, yang disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan, perang saudara, sepanjang kejadian-kejadian tersebut berkaitan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekacauan dan huru hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam kontrak. (2) Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak. (3) Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang/jasa dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan dalam kontrak berupa : a. jaminan pelaksanaan menjadi milik negara; b. sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa; c. membayar denda dan ganti rugi kepada negara; 150 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i d. pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu tertentu. (4) Pengguna barang/jasa dapat memutuskan kontrak secara sepihak apabila denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. (5) Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kesalahan pengguna barang/jasa, dikenakan sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian yang menimpa penyedia barang/jasa sesuai yang ditetapkan dalam kontrak dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (6) Kontrak batal demi hukum apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (7) Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan KKN, kecurangan, dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak. Paragraf Kedelapan Serah Terima Pekerjaan Pasal 36 (1) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak, penyedia barang/jasa mengajukan permintaan secara tertulis kepada pengguna barang/jasa untuk penyerahan pekerjaan. (2) Pengguna barang/jasa melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan, baik secara sebagian atau seluruh pekerjaan, dan menugaskan penyedia barang/jasa untuk memperbaiki dan/atau B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |151 melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang disyaratkan dalam kontrak. (3) Pengguna barang/jasa menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak. (4) Penyedia barang/jasa wajib melakukan pemeliharaan atas hasil pekerjaan selama masa yang ditetapkan dalam kontrak, sehingga kondisinya tetap seperti pada saat penyerahan pekerjaan dan dapat memperoleh pembayaran uang retensi dengan menyerahkan jaminan pemeliharaan. (5) Masa pemeliharaan minimal untuk pekerjaan permanen 6 (enam) bulan untuk pekerjaan semi permanen 3 (tiga) bulan dan masa pemeliharaan dapat melampaui tahun anggaran. (6) Setelah masa pemeliharaan berakhir, pengguna barang/jasa mengembalikan jaminan pemeliharaan kepada penyedia barang/jasa. Paragraf Kesembilan Sanksi Pasal 37 (1) Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat dari kelalaian penyedia barang/jasa, maka penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sekurang-kurangnya 1o/oo (satu perseribu) per hari dari nilai kontrak. (2) Bila terjadi keterlambatan pekerjaan/pembayaran karena semata-mata kesalahan atau kelalaian pengguna barang/jasa, maka pengguna barang/jasa membayar kerugian yang ditanggung penyedia barang/jasa akibat keterlambatan dimaksud, yang 152 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i besarannya ditetapkan dalam kontrak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian pengguna barang/jasa dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun kembali perencanaan dengan beban biaya dari konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti rugi. Paragraf Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan Pasal 38 (1) Bila terjadi perselisihan antara pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa maka kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan di Indonesia dengan cara musyawarah, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau melalui pengadilan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kontrak menurut hukum yang berlaku di Indonesia. (2) Keputusan dari hasil penyelesaian perselisihan dengan memilih salah satu cara tersebut di atas adalah mengikat dan segala biaya yang timbul untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dipikul oleh para pihak sebagaimana diatur dalam kontrak. BAB III SWAKELOLA Pasal 39 (1) Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri. (2) Swakelola dapat dilaksanakan oleh : B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |153 a. pengguna barang/jasa; b. instansi pemerintah lain; c. kelompok masyarakat/lembaga masyarakat penerima hibah. (3) swadaya Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola : a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok pengguna barang/jasa; dan/atau b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; dan/atau c. pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; dan/atau d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar; dan/atau e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan; dan/atau f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metoda kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; dan/atau g. pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah; 154 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa yang bersangkutan. (4) Prosedur swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan di lapangan dan pelaporan. BAB IV PENDAYAGUNAAN PRODUKSI DALAM NEGERI DAN PERAN SERTA USAHA KECIL TERMASUK KOPERASI KECIL Bagian Pertama Pengadaan Barang/Jasa yang Dibiayai dengan Dana Dalam Negeri Pasal 40 (1) Instansi pemerintah wajib : a. memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam pengadaan barang/jasa; b. memaksimalkan penggunaan penyedia barang/ jasa nasional; c. memaksimalkan penyediaan paket-paket pekerjaan untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil serta kelompok masyarakat. (2) Kewajiban instansi pemerintah sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) dilakukan pada setiap tahapan pengadaan barang/jasa mulai dari persiapan sampai dengan penyelesaian perjanjian/kontrak. (3) Dalam perjanjian wajib mencantumkan persyaratan penggunaan : a. Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang berlaku dan/atau standar internasional B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |155 yang setara yang ditetapkan oleh instansi terkait yang berwenang; b. produksi dalam negeri sesuai kemampuan industri nasional; dengan c. tenaga ahli dan/atau penyedia barang/jasa dalam negeri. Bagian Kedua Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri Pasal 41 (1) Pengadaan barang/jasa melalui pelelangan internasional agar mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional seluas-luasnya. (2) Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus dilakukan dengan persaingan sehat dengan persyaratan yang paling menguntungkan negara, dari segi harga dan teknis, dengan memaksimalkan penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia barang/jasa nasional. (3) Pemilihan penyedia barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus dilakukan di dalam negeri. (4) Apabila pinjaman kredit ekspor atau hibah luar negeri disertai dengan syarat bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa hanya dapat dilakukan di negara pemberi pinjaman kredit ekspor/hibah, agar tetap diupayakan semaksimal mungkin penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri dan mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional. 156 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bagian Ketiga Keikutsertaan Perusahaan Asing Pasal 42 (1) Perusahaan asing dapat ikut serta di dalam pengadaan barang/jasa dengan nilai : a. Untuk jasa pemborongan di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); b. Untuk barang/jasa lainnya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); c. Untuk jasa konsultansi di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Perusahaan asing yang melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melakukan kerjasama usaha dengan perusahaan nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak, dan lain-lain, apabila ada perusahaan nasional yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. (3) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pada pasal ini dapat dikecualikan untuk pengadaan material dan peralatan pertahanan di lingkungan Departemen Pertahanan/TNI yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan/Panglima TNI/Kepala Staf Angkatan. Bagian Keempat Preferensi Harga Pasal 43 (1) Dalam dokumen pengadaan diwajibkan memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri, dan penyedia jasa pemborongan nasional. (2) Untuk pengadaan barang/jasa internasional yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, besarnya B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |157 preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) di atas harga penawaran barang impor, tidak termasuk bea masuk. (3) Besarnya preferensi harga untuk pekerjaan jasa pemborongan yang dikerjakan oleh kontraktor nasional adalah 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga penawaran terendah dari kontraktor asing. Bagian Kelima Penggunaan Produksi Dalam Negeri Pasal 44 (1) Pengadaan barang/jasa supaya mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa yang termasuk produksi dalam negeri yang didasarkan pada kriteria tertentu, menurut bidang, subbidang, jenis, dan kelompok barang/jasa. (2) Pengaturan mengenai daftar inventarisasi dan penyebarluasan informasi barang/jasa produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikeluarkan oleh departemen yang membidangi perindustrian dan perdagangan. Bagian Keenam Peran Serta dan Pemaketan Pekerjaan Untuk Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil Paragraf Pertama Peran Serta Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil Pasal 45 (1) Dalam proses perencanaan dan penganggaran proyek/kegiatan, instansi pemerintah mengarahkan dan menetapkan besaran pengadaan barang/jasa 158 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil. (2) Departemen yang membidangi koperasi, pengusaha kecil, dan menengah mengkoordinasikan pemberdayaan usaha kecil termasuk koperasi kecil dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. (3) Pimpinan instansi yang membidangi koperasi, pengusaha kecil dan menengah bersama instansi terkait di Propinsi/Kabupaten/Kota menyebarluaskan informasi mengenai peluang usaha kecil termasuk koperasi kecil mengenai rencana pengadaan barang/jasa pemerintah di wilayahnya dan menyusun Direktori Peluang Bagi Usaha Kecil termasuk koperasi kecil untuk disebarluaskan kepada usaha kecil termasuk koperasi kecil. Paragraf Kedua Pemaketan Pekerjaan Untuk Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil Pasal 46 Nilai paket pekerjaan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) diperuntukkan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil termasuk koperas i kecil. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |159 BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 47 (1) Instansi pemerintah wajib mensosialisasikan dan memberikan bimbingan teknis secara intensif kepada semua pejabat perencana, pelaksana, dan pengawas di lingkungan instansinya yang terkait agar Keputusan Presiden ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar. (2) Instansi pemerintah bertanggung jawab atas pengendalian pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk kewajiban mengoptimalkan penggunaan produksi dalam negeri, perluasan kesempatan berusaha bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil. (3) Pengguna barang/jasa setiap triwulan wajib melaporkan realisasi pengadaan barang/jasa secara kumulatif kepada pimpinan instansinya. (4) Instansi pemerintah wajib mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa setiap awal pelaksanaan tahun anggaran. (5) Pemimpin instansi pemerintah wajib membebaskan segala bentuk pungutan biaya yang berkaitan dengan perijinan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah kepada usaha kecil termasuk koperasi kecil. (6) Instansi pemerintah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun dalam pengadaan barang/jasa pemerintah kecuali pungutan perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 160 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Bagian Kedua Pengawasan Pasal 48 (1) Pengguna barang/jasa segera setelah pengangkatannya, menyusun organisasi, uraian tugas dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pelaksanaan, rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran yang harus dicapai, tata laksana dan prosedur kerja secara tertulis, dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan. (2) Pengguna barang/jasa wajib melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan dan hasil kerja pada setiap kegiatan/proyek, baik kemajuan maupun hambatan dalam pelaksanaan tugasnya dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan. (3) Pengguna barang/jasa wajib menyimpan dan memelihara seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk berita acara proses pelelangan/seleksi. (4) Instansi pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan kepada aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. (5) Unit pengawasan intern pada instansi pemerintah melakukan pengawasan kegiatan/proyek, menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |161 penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, kemudian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada menteri/pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (6) Pengguna barang/jasa wajib memberikan tanggapan/informasi mengenai pengadaan barang/ jasa yang berada di dalam batas kewenangannya kepada peserta pengadaan/masyarakat yang mengajukan pengaduan atau yang memerlukan penjelasan. Bagian Ketiga Tindak Lanjut Pengawasan Pasal 49 (1) Kepada para pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa, maka : a. dikenakan sanksi administrasi; b. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata; c. dilaporkan untuk diproses secara pidana. (2) Perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi adalah : a. berusaha mempengaruhi panitia pengadaan/pejabat yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 162 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i b. melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan barang / jasa sehingga mengurangi/menghambat/ memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan pihak lain; c. membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan; d. mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan; e. tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak secara bertanggung jawab; (3) Atas perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dikenakan sanksi berda-sarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang didahului dengan tindakan tidak mengikutsertakan penyedia barang/jasa yang terlibat dalam kesempatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang bersangkutan. (4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilaporkanoleh pengguna barang/jasa atau pejabat yang berwenang lainnya kepada : a. Menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/ Gubernur/Bupati/ Walikota/Dewan Gubernur BI/Pemimpin BHMN/ Direksi BUMN/BUMD; b. Pejabat berwenang yang mengeluarkan izin B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |163 usaha penyedia barang/jasa yang bersangkutan. (5) Kepada perusahaan non usaha kecil termasuk non koperasi kecil yang terbukti menyalahgunakan kesempatan dan/atau kemudahan yang diperuntukkan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. BAB VI PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Pasal 50 (1) Pengembangan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP) yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden tersendiri. (2) LPKPP sudah terbentuk paling lambat pada tanggal 1 Januari 2005. (3) Langkah-langkah persiapan pembentukan LPKPP dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 51 Ketentuan pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui pola kerjasama pemerintah dengan badan usaha, diatur dengan Keputusan Presiden tersendiri. BAB VIII 164 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i KETENTUAN PERALIHAN Pasal 52 (1) Pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan wajib memenuhi persyaratan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 paling lambat tanggal 1 Januari 2006. (2) Selama persyaratan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah bagi pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 belum dipenuhi, maka sampai dengan batas waktu tanggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku tanda bukti keikutsertaan dalam pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah. (3) Sampai dengan tanggal 31 Desember 2005, di bidang jasa konstruksi diberlakukan ketentuan pemaketan sebagai berikut : a. Pengadaan dengan nilai di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) diperuntukkan bagi usaha menengah jasa pelaksanaan konstruksi, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha menengah; b. Pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) diperuntukkan bagi usaha kecil jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil; (4) Pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan sebelum B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |165 tanggal 1 Januari 2004 dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah beserta Petunjuk Teknisnya. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 53 2. Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka : 1. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999 yang masih berlaku pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan; 2. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah; beserta petunjuk teknis dan seluruh perubahannya dinyatakan tidak berlaku. Pasal 54 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 166 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i Baab VI MANAJEMEN KONTRAK VI.1. Pengertian Manajemen Kontrak Sebutan kontraktor di bidang konstruksi sebenarnya diperuntukkan bagi perorangan maupun perusahaan yang melaksanakan tugasnya berdasarkan pada suatu ikatan kontrak. Sejauh ini telah terjadi kesalahpahaman pengertian, dimana sebutan kontraktor hanya khusus untuk menyebut pihak pembangun saja. Profesi kontraktor konstruksi sebetulnya dapat dibedakan berdasarkan pada berbagai macam pekerjaan atau spesialisnya. Ada yang berspesialisasi sebagai perancana proyek, konsultan, manajer konstruksi atau penyeliaan, yang menggunakan berbagai ketrampilan dan keahlian dibawah wewenang manajemennya, dengan demikian nyata bahwa kontraktor bertugas dan bertanggung jawab melalui pelayanan jasa untuk mengurangi beban dari pemilik. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen kontrak adalah suatu proses pemilihan secara cermat untuk mendapatkan kontraktor handal yang sesuai dengan kualifikasinya, yang bertanggung jawab dan mengerti benar akan tugas dan kewajibannya. Hal ini penting dilakukan karena masih saja dijumpai kontraktor yang kurang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya sehingga menimbulkan permasalahan selama pelaksanaan konstruksi. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |167 VI.2. Pendekatan dan Macam Kontrak Terdapat beberapa cara pendekatan kontrak. Pemberi tugas hendaknya menentukan secara cermat sebelum dimulainya konstruksi, sejak dari menentukan pendekatan cara kontrak, pembagian paket pekerjaaan yang akan dikontrakkan, dan jadwal waktu kontrak setiap paket agar sesuai dengan jadwal konstruksi keseluruhan. Beberapa macam cara pendekatan kontrak, antara lain adalah : 1. Mempercayakan tanggung jawab keseluruhan proses konstruksi secara utuh sebagai satu kesatuan sistem rekayasa. Lingkup pekerjaan yang dikontrakkan sejak dari tugas menyusun konsep, perencanaan dan rekayasa, pengadaan, sampai pelaksanaan konstruksi fisik kepada sebuah perusahaan konstruksi yang terpilih berdasarkan kualifikasinya. Atau bisa menggunakan konsorsium perusahaan kontraktor dengan tanggung jawab yang terintegrasi. 2. Menggunakan cara tradisional, yaitu proyek dipecah menjadi beberapa kelompok kegiatan, yaitu : (a) pekerjaan perencanaan, rekayasa, serta pengawasan; (b) pengadaan perlengkapan; dan (c) pelaksanaan konstruksi fisik bangunan. Kemudian mempercayakan tugas perencanaan, rekayasa dan pengawasan kepada konsultan, tugas pengadaan kepada satu atau lebih kontraktor pemasok material dan tugas konstruksi fisik kepada satu atau lebih kontraktor pembangunan. Pekerjaan konstruksi fisik yang merupakan bagian terbesar menjadi tanggung jawab Kontraktor Utama biasanya masih diberikan kepada kontraktor spesialis di bawah perjanjian subkontrak dengan kontraktor utama. 3. Membagi proyek keseluruhannya menjadi beberapa paket pekerjaan dengan atau tanpa tugas perencanaan serta rekayasa, dan memberikan setiap paket kepada kontraktor yang berkompeten atau suatu konsorsium Kontraktor. 168 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 4. Menyelesaikan sebagian pekerjaan secara swakelola melalui departemen organisasi pemberi tugas sendiri, dan mengkontrakkan bagian selebihnya kepada satu atau lebih perusahaan untuk proyek cukup besar. Meskipun terdapat bermacam-macam bentuk kontrak, akan tetapi disarankan lebih baik mengikuti model bentuk kontrak standar dengan kondisi umum yang sudah dikenal dapat berlangsung dengan baik. Beberapa macam kontrak yang dikenal dan lazim digunakan adalah : 1) Kontrak pekerjaan lumsum Kontrak lumsum merupakan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana uraian dan spesifikasi teknis untuk setiap kegiatan dalam dokumen perencanaan. Kompensasi pembayaran diberikan sesuai dengan penawaran harga keseluruhan yang disetujui sebelum pekerjaan dimulai. Biasanya orang menyebut kontrak lumsum ini dengan kontrak borongan. Pelaksanaan kontrak lumsum perlu didukung dengan uraian dan spesifikasi teknis selengkapnya untuk keseluruhan pekerjaan agar dapat disusun estimasi volume dan penawaran biayanya. Kesepakatan harga dicapai melalui persaingan penawaran. 2) Kontrak harga satuan pos pekerjaan Pada jenis kontrak ini, pemilik menjabarkan sejelas -jelasnya mengenai lingkup setiap pos pekerjaan. Sering dengan disertai estimasi volume masing-masing pos pekerjaan atau dapat juga tanpa mencantumkannya. Tercapainya kesepakatan harga satuan masingmasing pekerjaan dapat ditetapkan melalui persaingan penawaran atau melalui proses negoisasi. Pembayaran dilakukan sesuai dengan pembiayaan individual setiap pos berdasarkan kuantitas (volume) prestasi pelaksanaan aktual. Minimal biasanya kontraktor akan menuntut volume pekerjaan yang tepat karena biaya operasinya dikaitkan langsung dengan penerimaannya. Dengan demikian jumlah pembayaran total yang menjadi tanggung jawab pemberi tugas tergantung pada variasi prestasi volume nyata dari pos-pos pekerjaan yang dicapai. Meskipun di dalam harga satuan masing-masing pos B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |169 pekerjaan yang disepakati sudah termasuk memperhitungkan laba, dalam pelaksanaannya dapat berupa harga yang tetap (fixed cost) atau bervariasi tergantung pada kondisi tertentu. Untuk kontrak jangka panjang umumnya tidak ada kontraktor yang setuju menggunakan jenis kontrak ini, terutama dalam situasi ekonomi yang dipengaruhi inflasi. Seringkali jenis kontrak ini menimbulkan benturan-benturan kepentingan yang dapat mengakibatkan munculnya perselisihan dan tuntutan-tuntutan hukum antara pihak pemilik, perencana dan kontraktor. 3) Kontrak biaya aktual ditambah keuntungan Pada kontrak cara ini, kontraktor menerima pembayaran sebagai pengganti biaya yang dibelanjakannya dengan ditambah biaya umum overhead dan keuntungan, baik berupa jumlah pasti atau presentase dari biaya aktual. Ketentuan mengenai pembiayaan tersebut harus ditetapkan secara cermat dan disepakati sebelumnya sehingga di kemudian hari tidak terjadi perbedaan penasiran. Ketentuan tingkat nilai tambahan tergantung pada apa saja yang termasuk dalam biaya dan seberapa lingkup pekerjaannya atau kompleksitas proyek. Sehingga tingkat nilai biaya yang ditambahkan dapat dinyatakan secara linear terhadap estimasi biaya keseluruhan atau menggunakan skala bervariasi, biasanya berkisar di antara 7% 20% dari biaya actual. Kecenderungan pemborosan dari pihak kontraktor dihambat dengan dua cara pengukuran, yaitu biaya maksimum terjamin atau kesepakatan upaya penghematan bersama. Cara kontrak biaya ditambah keuntungan terpaksa ditempuh pada kondisi di mana terdapat ketidakpastian dalam pekerjaan sehingga kontraktor tidak mampu mengambil resiko menetapkan harga terlebih dahulu. Secara umum cara ini tidak disukai, terkecuali untuk pekerjaan ekstra atau pekerjaan kecil yang lingkupnya sukar untuk ditetapkan sejak awal. 4) Kontrak pengadaan tenaga kerja Merupakan cara tradisional dalam kontrak konstruksi. Pemberi tugas menyediakan semua fasilitas lapangan, perlengkapan, perlatan, 170 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i material dan pelayanan sesuai untuk masing-masing rencana kerja. Sedangkan kontraktor pengerah pekerja (mandor) mengerahkan kelompok-kelompok tenaga kerja yang diperlukan. Pengupahan disepakati dengan pengerah tenaga kerja dalam bentuk pengukuran prestasi kerja hari-orang atau jam-orang., yang kemudian ia akan membayarkan kepada para pekerja pada harga yang lebih rendah. Para pekerja sering menjadi korban , sementara pemilik proyek atau pemberi tugas tidak berkepentingan dengan nasib individual pekerja. Di Indonesia cara pengerahan dan pengupahan tenaga kerja seperti ini dinamakan sistem pengerahan buruh harian. 5) Kontrak pengukuran ulang Pada kontrak pendekatan ukuran ulang, pemilik menyodorkan daftar estimasi volume seluruh pekerjaan. Peserta lelang kemudian mengisi harga satuannya dan nilai perhitungan volume pekerjaan menurutnya, sehingga mendapatkan jumlah harga penawarannya. Apabila kontrak dimenangkan dalam suatu pelelangan yang berdasarkan sistem ini, pada pelaksanaan pekerjaan aktualnya akan diukur ulang volumenya dan dibayar dengan harga kutipan yang sesuai dengan penawarannya. 6) Kontrak campuran Merupakan suatu upaya pengembangan dengan mempertimbangkan kombinasi cara dari tipe yang berbeda, di mana kompensasi pembayarannya juga dikombinasikan dalam satu kontrak. Dikombinasikan antara pembayaran dengan tipe harga lumsum untuk suatu pelayanan pekerjaan dan pembayaran yang lain untuk pelayanan atau pasokan yang berbeda pula sebagai contoh, pelayanan yang dikualifikasikan dengan pembayaran lumsum dibatasi berupa studi kelayakan, rekayasa, jasa konsultasi, pengetesan atau pengujian. 7) Kontrak turnkey Merupakan ikatan kontrak untuk keseluruhan paket pekerjaan sejak dari penyusunan konsep dan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi, pengadaan, sampai menghasilkan keluaran produk yang B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |171 terjamin baik. Jaminan kuantitas dan kualitas keluaran dihubungkan dengan mutu persediaan masukan dan material baku, keterampilan proses konstruksi, dan keberhasilan dalam mencapai kondisi operasinya. Biasanya pembayaran adalah lumsum, tetapi terbagi menjadi beberapa komponen kontrak untuk mengatur tahap-tahap pembayarannya. Kontrak jenis ini digunakan dalam proyek industry berat atau proyek yang berorientasi pad ajaminan keberhasilan dalam proses berproduksi. Sehingga dalam pengem-bangannya, kontrak diperluas menjadi kontrak BOT (built, operation and transfer). Pada kontrak BOT diberikan kewajiban tambahan bagi kontraktor untuk mengoperasikan bangunan yang sudah diselesaikan sehingga mencapai target produksi dalam masa tertentu sebelum menyerahkannya kepada owner. Cara kontrak ini hanya memerlukan koordinasi yang minimal, hanya ada satu kontrak untuk keseluruhan (all in one), sehingga secara keseluruhan diperoleh manfaat penghematan baik dalam segi pembiayaan maupun jadwal waktu. Jenis kontrak apabila dilihat dari pembagian tanggungjawab antara pemilik dan kontraktor yang tercermin dalam cara pembayarannya,maka kontrak dibedakan menjadi kontrak lumpsum atau fixed price, dan kontrak dengan harga tidak tetap atau cost plus. Keduanya mempunyai bermacam-macam variasi. 1) Kontrak dengan harga tetap Pada kontrak semacam ini, kontraktor setuju untuk melaksanakan seluruh pekerjaan proyek yang dicantumkan dalam kontrak dengan imbalan harga yang jumlahnya tetap. Kontraktor menanggung semua resiko kemungkinan adanya kenaikan biaya yang tidak dapat diduga selama proyek berlangsung. Kenaikan biaya dapat berasal dari kenaikan harga material keperluan proyek, kenaikan gaji atau keadaan cuaca yang kurang mendukung. Sebaliknya, kontraktor akan menikmati keuntungan sepenuhnya bila pengeluaran biaya proyek kurang dari harga yang tercantum dalam kontrak. Dalam hal ini, pemilik mengharapkan proyek selesai pada waktunya, dengan biaya yang telah ditentukan terlepas dari 172 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Beberapa variasi dari kontrak jenis ini adalah sebagai berikut : a. Harga Tetap dengan Eskalasi, disini terdapat ketentuan bahwa harga kontrak dapat disesuaikan, naik dan turun, yang didasarkan atas suatu indeks eskalasi yang disetujui bersama. b. Harga Tetap dengan Perangsang, kesepakatan bahwa kontraktor dapat mendapatkan penambahan harga apabila pihak kontraktor dapat memenuhi tawaran yang diberikan pihak pemilik, misalnya dengan menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari rencana. c. Kontrak dengan satuan harga tetap (unit price), kontrak ini sering dijumpai dalam keadaan jenis pekerajaan yang spesifikasinya dapat ditentukan secara jelas sedangkan harganya belum ditentukn secara tepat. Misalnya pada pekerjaan jalan raya biasanya harga ditentukan persatuan kubik tanah yang dipindakan. 2) Kontrak Harga Tidak Tetap Pada kontrak semacam ini, pihak pemilik membayar semua biaya (jasa dan material) yang dikeluarkan untuk melaksanakan proyek yang diatur dalam kontrak ditambah dengan sejumlah uang dalam bentuk upah. Di pihak lain kontraktor berjanji mengadakan usaha-usaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan proyek sesuai sasaran yang ditentukan. Kontrak ini memberikan keluwesan yang besar bagi pemilik, karena dapat menentukan pekerjaan-pekerjaan yang perlu dan tidak perlu dilakukan, menyetujui atau menolak harga yang diajukan oleh kontraktor dalam pembelian barang tertentu. Dalam hal ini, pemilik menanggung resiko seluruhnya atas beban biaya proyek, termasuk hal-hal yang belum diketahui sewaktu penandatanganan kontrak, misalnya eskalasi, perubahan nilai tukar mata uang, dan lain lainnya. Variasi dari kontrak jenis ini adalah sebagai berikut : a. Harga Tidak Tetap dengan Upah Tetap, pemilik membayar kembali semua biaya proyek yang dikeluarkanoleh kontraktor, ditambah upah yang jumlahnya tetap. b. Harga Tidak Tetap dengan Suatu Batas Maksimum, Pemilik membayar kembali semua biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |173 untuk merampungkan proyek ditambah upah, sampai pada suatu batas maksimum. Pengeluaran diatas batas maksimum menjadi tanggungan kontraktor. c. Harga Tidak Tetap dengan Resiko ditanggung Bersama Disini jumlah upah akan naik sesuai dengan penghematan yang dihasilkan, tetapi akan mendapat hukuman denda sesuai dengan jumlah kelebihan biaya yang terjadi di atas sasaran. d. Harga Tidak Tetap dengan Upah Berubah-ubah Kontrak harga tidak tetap dengan jumlah perangsang berubahubah. Adanya suatu persetujuan bersama mengenai sasaran biaya proyek dan jumlah upah yang diterima untuk sasaran tersebut. Bila pada proyek ternyata biaya proyek yang sesungguhnya berada dibawah sasaran, maka jumlah upah akan naik, demikian pula sebaliknya. 3) BOT (Build, Operate, and Transfer) Bentuk lain dari hubungan peserta proyek, dalam hal ini antara pemilik, promotor, dan kontraktor adalah mengadakan kerjasama yang dikenal sebagai BOT. Dalam hal ini, promotor bertindak aktif sekaligus menyiapkan dana, membangun proyek serta mengoperasikan dan menerima dana hasil operasi fasilitas yang telah selesai dibangun. Kemudian pada akhir jangka waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian) menyerahkannya kepada pemilik proyek. Adakalanya promotor memberikan memberikan kegiatan implementasi fisik kepada kontraktor tertentu. Namun ada pula keadaan dimana kontraktor bertindak menjadi promotor. Sebagai contoh adalah proyek Infrastruktur, seperti membangun jalan tol. Pada proyek ini pemerintah memiliki tanahnya atau membantu pembebasannya, kemudian promotor membangun jalan tersebut dan memperoleh pemasukan dari para pemakai jalan tol yang bersangkutan sampai misalnya 10 hingga 15 tahun sebelum diserahkan kepada pemilik (Pemerintah). BOT menjadi amat menarik karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Mengurangi beban pemerintah dari segi pembiayaan, dimana untuk negara berkembang, perlu dibangun jaringan infrastruktur 174 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i yang sagat banyak, sedangkan dana yang dimiliki pemerintah terbatas. Mendorong dan memberi kesempatan pihak swasta ikut serta pada proyek–proyek yang bersifat publik (untuk umum) yang lazimnya dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung. Peranan dan Kerjasama para Peserta Proyek Kerjasama peserta pada proyek BOT berbeda sifatnya dibandingkan dengan bentuk Lump sum atau cost plus. Unsur-unsur utama yang menyebabkan adanya perbedaan dapat dilihat dari peranan masingmasing peserta proyek BOT. Untuk mempermudah pemahaman, diambil contoh proyek pembangunan jalan tol sebagai berikut : a) Pemilik proyek (Pemerintah) Dalam hal ini pemilik harus ikut aktif dalam perencanaan menentukan arah jalan yang bersangkutan, juga kegiatan pembebasan tanah, seperti merundingkan dan bahkan kadangkadang ikut menentukan harga tanah, memberi penerangan kepada mereka yang akan terkena proyek. Membantu mengurus dan memberikan ijin-ijin yang berkaitan dengan proyek. Pemilik proyek harus memberikan jaminan bahwa tidak akan ada pengambilalihan hasil proyek sampai periode yang telah disepakati bersama. Dibeberapa negara, pemerintah bahkan ikut campur dalam kegiatan penentuan harga sewa lepada pemakai (tarif tol). b) Promotor Seperti telah sebelumnya, promotor dapat sekaligus berfungsi sebagai penyandang dana, pelaksana, serta operador dari fasilitas atau produk hasil proyek. Perusahaan dengan sifat yang demikian harus mampu dan menguasai seluk beluk prosedur dan mekanisme, mengadakan studi kelayakan, mencari pembiayaan proyek, melaksanakan implementasi fisik, dan mengoperasikan serta melakukan pemeliharaan fasilitas proyek. Studi kelayakan harus mencakup aspek B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |175 yang menyeluruh mulai dari aspek pasar (pemakaian jalan tol), teknis (pelaksanaan pembangunan proyek), finansial, dan operasional, dalam hal ini meliputi berapa lama periode pengoperasian fasilitas sampai diperoleh keuntungan yang layak. Tidak kalah pentingnya adalah pengkajian aspek hukum. Karena waktunya yang relatif panjang (dari mulai proyek sampai akhir operasi) maka pihak promotor perlu memperhatikan masalah-masalah resiko, seperti : Perubahan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan proyek BOT. Kinerja pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat mempengaruhi jadwal maupun biaya proyek. Efisiensi operasi dan pemeliharaan Situasi ekonomi dan politik. Melemahnya situasi ekonomi dan gejolak politik dalam negeri yang bersangkutan dapat mengurangi pemasukan penghasilan bagi promotor. Finansial, dapat berupa terjadinya inflasi atau fluktuasi yang tajam terhadap nilai tukar mata uang (bila proyek memakai multy-currency) c) Kontraktor ` Seperti telah diuraikan sebelumnya, pelaksanaan pembangunan fisik proyek dapat dikerjakan sendiri oleh promotor atau diserahkan kepada kontraktor pelaksana terutama dari segi jadwal, mutu, dan biaya. Misalnya bila penyelesaian proyek sampai tertunda maka promotor menanggung kerugian dari dua sisi, yaitu menambah biaya pembangunan dan mengurangi pemasukan karena berkurangnya periode operasi. Dengan melihat banyaknya faktor yang dihadapi seperti contoh tersebut, maka para peserta wajib membuat studi kelayakan serta analisis resiko semaksimal mungkin sebelum melakukan BOT. 176 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i VI.3. Penentuan Jenis Kontrak Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi pemilihan jenis kontrak, sebelum menentukan pemilihan, factor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Definisi Lingkup Kerja Detail atau tidaknya definisi lingkup kerja yang disusun oleh pemilik pada saat lelang akan menjadi faktor utama pemilihan kontrak. Apabila lingkup proyek digambarkan secara garis besar saja, bisa dibayangkan kesulitan yang akan dialami kontraktor dalam menentukan harga penawaran yang harus dicantumkan didalam proposal. Apabila kontraktor tersebut memenangkan lelang, dengan jumlah biaya yang didasarkan atas perkiraan kasar, maka kedua belah pihak baik kontraktor maupun pemilik akan berpotensi mengalami kesulitan untuk melaksanakan implementasi proyek. Oleh karena itu kontrak dengan tipe lump-sum harus dihindari apabila definisi lingkup kerja belum terperinci. 2. Insentif Adanya unsur Insentif di dalam kontrak, seperti bonus (positif) dan penalti (negatif) terhadap pencapaian jadwal, biaya, dan mutu akan mempengaruhi pemilihan jenis kontrak. Unsur insentif tersebut, acapkali mencambuk kontraktor untuk berusaha lebih keras. 3. Eskalasi Eskalasi yang dirancang untuk melindungi kontraktor dari kenaikan harga karena inflasi akan membuat ketenangan bekerja. Terutama untuk kontrak jangka panjang. Selain itu, pemilik dapat mengharapkan harga yang wajar karena proposal (kontrak lump-sum) dari kontraktor sudah tidak mencerminkan adanya resiko eskalasi 4. Kurun waktu pelaksanaan proyek Semakin panjang kurun waktu proyek, terutama proyek-proyek berukuran besar, semakin banyak faktor ketidakpastian yang dihadapi B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |177 oleh kontraktor. Mereka lebih cenderung untuk tidak memilih bentuk lumpsum. 5. Sifat Proyek Proyek dengan lingkup kerja yang masih asing, belum pernah dikenal dan dipraktekkan, misalnya yang berhubungan dengan proses dan produk baru akan lebih sesuai untuk menggunakan kontrak dengan harga tidak tetap. VI.4. Aplikasi Setiap Tipe Kontrak Selanjutnya untuk menentukan pemilihan jenis dan tipe kontrak, berikut ini ringkasannya : a. Kontrak Lumpsum. Sistem Kontrak Lumpsum ini lebih tepat digunakan untuk : 1. Jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk masing-masing unsur/jenis item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar rencana & spek teknisnya. 2. Jenis pekerjaan dengan Budget tertentu yang terdiri dari Jenis pekerjaan dengan Budget tertentu yg terdiri dari banyak sekali Jenis / item pekerjaan atau Multi Paket Pekerjaan yang sangat beresiko bagi Pemberi tugas atas terjadinya “unpredictable cost” seperti misalnya adanya claim kontraktor akibat adanya ketidak sempurnaan dari Batasan Lingkup Pekerjaan, Gambar lelang, Spesifikasi teknis, atau Bill of Quantity yang ada. Dengan system kontrak ini diharapkan dapat meminimalize tejadinya unpredictable cost tersebut karena harga yg mengikat adalah Total Penawaran Harga (Volume yang tercantum dalam daftar kuantitas / Bill of Quantity bersifat tidak mengikat). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan system kontrak Lumpsum adalah : 178 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i 1. Batasan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan harus jelas dinyatakan dalam Spesifikasi Teknis / Gambar Lelang. 2. Apabila ada perbedaan lingkup pekerjaan antara yg tercantum dalam Spesifikasi Teknis / Gambar dengan Pekerjaan yang akan dilelangkan, harus dijelaskan dalam Rapat Penjelasan Lelang (Aanwijzing) dan dibuat Addendum Dokumen Lelang yang menjelaskan perubahan lingkup pekerjaan tersebut. 3. Penggunaan Daftar Kuantitas/Bill of Quantity dalam pelelangan hanya digunakan sebagai acuan bagi kontraktor dalam mengajukan penawaran harga yang bersifat tidak mengikat & Peserta Lelang harus melakukan perhitungan sendiri sebelum mengajukan penawaran. 4. Untuk mempermudah dalam hal evaluasi penawaran harga, saat rapat penjelasan lelang (Aanwijzing) harus ditegaskan bahwa apabila terdapat perbedaan antara volume pada Bill of Quantity (BQ) dengan hasil perhitungan peserta lelang maka peserta lelang tidak boleh merubah volume Bill of Quantity yg diberikan dan agar menyesuaikannya dalam harga satuan yg diajukan 5. Dalam perhitungan volume pekerjaan yg akan dicantumkan & Bill of Quantity harus dihindari sampai sekecil mungkin kesalahan yang mungkin terjadi, karena setelah terjadi kontrak nantinya volume lebih/kurang tidak dapat dikurangkan/ditambahkan. 6. Pekerjaan tambah/kurang terhadap nilai kontrak yg ada hanya boleh dilakukan apabila : Permintaan dari Pemberi Tugas untuk menambah / mengurangi pekerjaan yang instruksinya dilakukan secara tertulis. Adanya perubahan gambar / spesifikasi teknis dari Perencana yang sudah disetujui oleh Pemberi Tugas Adanya instruksi tertulis dari pengawas lapangan untuk menyempurnakan suatu jenis pekerjaan tertentu yg dipastikan bahwa sangat beresiko secara struktural atau system tidak berfungsi tanpa adanya penyempurnaan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |179 tersebut dimana hal tersebut sebelumnya belum dinyatakan dalam spesifikasi teknik. Dalam perhitungan biaya tambah/kurang harga satuan yang digunakan harga satuan pekerjaan yang tercantum dalam Bill of Quantity kontrak yang bersifat mengikat. Implikasi/penyimpangan yang sering dilakukan oleh Kontraktor di lapangan : 1. Kontraktor tidak mau melaksanakan pekerjaan tertentu karena item pekerjaan tidak tercantum dalam Bill of Quantity 2. Kontraktor mengajukan perhitungan perubahan pekerjaan mengacu kepada volume Bill of Quantity yang ada. 3. Kontraktor melaksanakan pekerjaan dilapangan sesuai volume yang tercantum dalam BQ. b. Kontrak Unit Price atau Harga Satuan. Sistem Kontrak Unit Price/Harga Satuan ini lebih tepat digunakan untuk : 1. Jenis pekerjaan yang untuk mendapatkan keakuratan perhitungan volume pekerjaan yang tajam/pasti diperlukan adanya: - Survey dan penelitian yang sangat dalam - Detail dan sample yang sangat banyak. - Waktu yang lama sehingga biaya sangat besar Sementara di lain pihak pengukuran volume lebih mudah dilakukan dalam masa pelaksanaan dan pekerjaan sangat mendesak dan harus segera dilaksanakan. 2. Jenis pekerjaan yang mana volume pekerjaan yang pasti sama sekali tidak dapat diperoleh sebelum pekerjaan selesai dilaksanakan, sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan system kontrak Lumpsum. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan system kontrak Unit Price / Harga Satuan ini adalah : 180 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i a. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang terdiri dari banyak sekali item pekerjaan namun volume pekerjaan sudah dapat dihitung dari gambar rencana seperti halnya bangunan gedung, maka kurang tepat apabila digunakan system kontrak unit price ini karena : Untuk setiap proses pembayaran harus dilakukan pengukuran bersama di lapangan yang dapat dipastikan memerlukan waktu yang cukup lama. Biaya total pekerjaan belum dapat diprediksi dari awal sehingga untuk pekerjaan dengan Budget tertentu sangat riskan bagi Pemberi Tugas terhadap terjadinya resiko pembengkakan biaya proyek b. Untuk penggunaan system kontrak unit price agar dihindari terjadi adanya harga satuan timpang karena harga satuan bersifat mengikat untuk perhitungan realisasi biaya kontrak. Dalam hal penawaran kontraktor terdapat harga satuan timpang untuk item pekerjaan tertentu harus dilakukan klarifikasi & dibuat Berita Acara Kesepakatan mengenai harga satuan yg akan digunakan untuk perhitungan biaya perubahan. Dalam penggunaan system kontrak ini jarang dijumpai adanya Implikasi seperti halnya pada kontrak Lumpsum di atas karena kontraktor tidak terbebani oleh adanya resiko-resiko pekerjaan yang belum terprediksi pada saat pelelangan. c. Kontrak Gabungan/Lumpsum. Sistem Kontrak gabungan ini pada umumnya digunakan pada : Unit Price. a. Jenis pekerjaan borongan yang terdiri dari gabungan antara : Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya untuk masing masing unsur / jenis / item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknisnya, dan B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |181 Komponen pekerjaan yang perhitungan volumenya belum dapat diketahui dengan pasti sebelum pelaksanaan pekerjaan dilakukan. b. Jenis pekerjaan borongan yg sebagian perhitungan volumenya untuk masing-masing unsure/jenis/item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti berdasarkan gambar rencana, namun terdapat bagian-bagian tertentu pekerjaan yg masih memerlukan adanya tambahan gambar/detail/sample sedangkan pekerjaan sudah sangat mendesak dan harus segera dilaksanakan. d. Kontrak Terima Jadi / Turnkey / EPC (Engineering Proquirement & Construction). Sistem Kontrak ini pada umumnya digunakan pada : a. Pembelian suatu barang atau industri jadi yg hanya diperlukan sekali saja, dan tidak mengutamakan kepentingan untuk alih (transfer) teknologi selanjutnya. b. Jenis pekerjaan spesifik yang hanya bisa dilaksanakan oleh penyedia jasa tertentu baik dari segi perencanaan ataupun konstruksinya. Dalam system kontrak Terima Jadi/Turnkey Pemberi Tugas tidak perlu menyiapkan Dokumen Perencanaan berupa gambar detail dan spesifikasi teknis tetapi cukup membuat suatu standar requirement/TOR (Term of Requriement) saja e. Kontrak Persentase Sistem Kontrak Prosentase ini pada umumnya digunakan pada Kontrak Jasa Konsultasi bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan, dimana konsultan yg bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan prosentase tertentu dari nlai fisik konstruksi / pemborongan tersebut. Namun demikian tidak semua pekerjaan jasa konsultansi menggunakan system kontrak Prosentase tetapi dapat pula menggunakan system Billing Rate. 182 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i f. Kontrak Cost & Fee. Sistem Kontrak Cost & Fee ini pada umumnya digunakan pada kontrak jasa pemborongan dimana kontraktor yg bersangkutan menerima imbalan jasa / fee tertentu yg sifatnya tetap karena sulitnya untuk memprediksi besarnya faktor resiko yang bakal terjadi selama durasi pelaksanaan. g. Kontrak Design & Built. Sistem Kontrak Design & Built ini pada umumnya digunakan pada kontrak jasa pemborongan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya umum dan sederhana sehingga dirasa oleh Pemilik proyek akan kurang efisien baik dari segi biaya maupun waktu jika design dan pelaksanaan dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang berbeda. VI.5 Prosedur Kontrak Pada umumnya pihak pemerintah atau institusi penyandang dana seperti Bank Dunia, ADB, UNDB dan sebagainya, memiliki prosedur detail khusus yang harus diikuti. Secara garis besar inti tujuan dari prosedut adalah nruk : (1) memperolah penawaran bersaing; (2) menyediakan kesempatan yang sama bagi semua peserta lelang terpilih ; (3) memberikan perlakuan yang sama terhadap semua peserta pelelangan; (4) menentukan penawaran terendah yang terevaluasi; dan (5) memperoleh harga wajar yang secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Langkah-langkah dalam menyusun kontrak adalah sebagai berikut : 1) Menyusun paket-paket pekerjaan Paket-paket pekerjaan disusun sesuai dengan struktur urutan rinci pekerjaan dan dibuat dengan tujuan untuk menyusun kontrak dengan pelaksanaannya yang dipusatkan pada cakupan rencana B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |183 kerja tertentu. Susunannya dapat berbentuk paket kegiatan spesialisasi seperti manajemen konstruksi, pekerjaan sipil, struktur bangunan, dan instalasi elektrikal. Atau berbentuk paket kesatuan bangunan seperti : bangunan administrasi, tanur tinggi, pabrik dengan produk khusus dan pembangkit tenaga. Beberapa hal yang harus diingat dalam menyusun paket kontrak adalah : (1) mewujudkan pengelompokan spesialisasi pekerjaan khususnya dipandang dari sudut teknologi; (2) kecilnya saling ketergantungan dengan paket lainnya; (3) ukuran paket tidak terlalu besar atau terlalu kecil bagi satu atau elbih kontraktor untuk menanganinya; dan (4) sedapat mungkin satu sistem atau spesialisasi ditangani sebagai satu kesatuan shubungan dengan kewajiban untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan juga didasarkan atas nilai kesatuan dan ditahan sebagai pertanggungjawaban apabila terjadi kerusakan. 2) Menyiapkan dokumen lelang Dokumen yang dibagikan kepada peserta lelang berisi informasi secukupnya, agar dengan jelas dapat dimengerti tentang lingkup kontrak selengkapnya dan menyiapkan penawarannya secara lengkap dan benar. Untuk iu, dokumen memuat hal-hal berikut ini : a. Petunjuk dan instruksi bagi peserta b. Contoh model formulir penawaran c. Gambar-gambar, daftar volume -pekerjaan, dan spesifikasi teknis. d. Daftar harga satuan e. Kondisi umum kontrak f. Kondisi khusus kontrak 3) Penentuan kualifikasi kontraktor Menyelenggarakan proses prakualifikasi sebelum menerbitkan permintaan kesediaan mengikuti lelang kepada kontraktor adalah masalah pendekatan kontrak yang diinginkan. Sebetulnya dapat dilakukan prakualifikasi secara khusus (pada pelelangan terbatas) 184 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i atau tinggal mengikuti buku DRM (Daftar Rekanan Mampu) yang diterbitkan oleh masing-masing pemerintah daerah di mana proyek berada. Akan tetapi pemilik biasanya menghendaki dan membutuhkan informasi akurat terakhir mengenai keadaan kontraktor meski untuk pelelangan terbuka sekalipun. Beberapa kualifikasi minimal untuk setiap paket pekerjaan antara lain : tipe dan ukuran organisasi kontraktor yang bermasa depan baik, kemampuan merencanakan pekerjaan, syarat kualifikasi, pengalaman, spesialisasi personil yang akan ditugaskan menangani pekerjaan, perlatan dan instalasi yang perlu dimobilisasi, pengalaman masa lalu, dan status financial. Jika ketentuan proses prakualifikasi termasuk dalam dokumen pelelangan, maka memerlukan langkah-langkah : (1) pengumuman iklan prakualifikasi untuk mengundang penyerahan lamaran atau permintaan dalam format tertentu yang harus didukung dengan berbagai bukti, sertifikat atau keterangan; (2) dilakukan evaluasi terhadap lamaran; dan (3) pengumuman hasil prakualifikasi atau diskualifikasi, yang sekaligus mengumumkan pendaftaran ulang bagi yang memenuhi syarat. 4) Kesepakatan kontrak Kesepakatan kontrak merupakan dokumen yang menyatakan bahwa kontraktor terikat perjanjian dengan pemilik untuk melaksanakan pekerjaan yang ditentukan lingkupnya. Sebaliknya pemilik terikat perjanjian dengan kontraktor unutk membayar harga kontrak dalam kondisi yang disetujui dan sesuai dengan yang ditentukan dalam kontrak. Biasanya dalam lampiran kontrak terdapat : (1) undangan lelang; (2) petunjuk dan instruksi bagi peserta lelang; (3) berita acara proses pelelangan ditambah denda rapat penjelasan; (4) gambar-gambar perencanaan dan spesifikasi teknis; (5) volume pekerjaan (BOQ) dan daftar harga satuan; (6) kondisi umum kontrak; (7) kondisi khusus kontrak; (8) surat keabsahan atau perset ujuan proses pelelangan; dan (9) persetujuan dan penunjukan kontraktor, dapat berupa NOL (no objection letter). B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |185 5) Menghindarkan kondisi kasar dan kesukaran tersembunyi Sering dijumpai pada sementara pihak pembuat kontrak, sepertinya tumbuh suatu pandangan bahwa jika kontraktor dapat menerima ketentuan yang keras dan kondisi yang sulit solah-olah telah berjasa dan menguntungkan bagi pemilik. Pandangan tersebut adalah keliru. Dengan memasukan ketentuan-ketentuan yang keras dan jebakan-jebakan ke dalam dokumen kontrak, yang mana berakibat merugikan bagi kontraktor, tidaklah membantu pemberi tugas sama sekali. Sebaliknya, proyek akan terbantu apabila kontrak dibuat dengan disertai kewaspadaan bahwa kontraktor tidak akan mau mengerjakan pekerjaan yang ditawarkan, apalagi harus membayar dari kantongnya sendiri. Dengan demikian, dalam menyusun dokumen kontrak harus diupayakan suatu kondisi di mana kontraktor yang beritikad baik tidak harus dirugikan oleh sesuatu yang bukan akibat dari perbuatannya. Pemasalahan yang biasanya terdapat dalam kontrak adalah sebagai berikut : a. Beban tanggung jawab yang berlebihan bagi kontraktor b. Pernyataan tentang lingkup pekerjaan yang kurang tepat atau spesifikasi kualitas yang tidak jelas c. Informasi yang tersembunyi tentang kondisi lapangan yang sulit, dan spesifikasi teknis keras yang sebenarnya tidak berlaku secara umum d. Dalam spesifikasi teknis tidak diterakan nomor revisi terakhir dari gambar-gambar perencanaan dan ketentuan volume pekerjaan yang meragukan dengan tanpa diberikan ketentuan kemungkinan penyesuaian volume e. Tiadanya ketentuan mengenai eskalasi harga dan menutup semua kesempatan kompensasi, meskipun terdapat justifikasi kuat untuk memunculkannya f. Tiadanya ketentuan yang jelas tentang pembayaran untuk perubahan dan pekerjaan ekstra tambahan 186 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i g. Tiadanya ketentuan mengenai upah hari kerja atau hariorang untuk keperluan modifikasi pekerjaan yang menggunakan material dan perlatan pemberi tugas h. Tiadanya ketentuan tentang penggantian pengeluaran untuk memperpendek waktu sehubungan dengan upaya percepatan yang diperlukan oleh pemberi tugas i. Desakan untuk menempatkan sub-kontraktor tertentu yang mengakibatkan kerugian j. Sistem pengawasan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak mampu berfungsi secara cepat dan professional k. Ketentuan-ketentuan yang diarahkan untuk mencabut hak hukum kontraktor l. Jumlah garansi yang tidak mungkin dibebankan kepada pihak kontraktor atau penerapan denda dang anti rugi yang tidak masuk akal, kecuali jika harus menggulung tikar perusahaannya m. Pemberi tugas menganggap tidak bertanggung jawab untuk gangguan utama terhadap pelaksanaan yang bukan kesalahan kontraktor yang mengakibatkan kontraktor harus mengeluarkan banyak pembiayaan n. Pemberi tugas menganggap tidak bertanggung jawab dalam penetapan lapangan kerja yang cukup dan layak o. Pembayaran pada tahap awal yang tidak wajar atau tidak sebanding dengan prestasi kerja yang dihasilkan, sehingga pembayaran mobilisasi tidak didahulukan terutama untuk barang-barang, material atau perlatan yang cukup mahal. p. Ketetapan tentang hal yang berkaitan dengan pembayaran yang tersembunyi. q. Tiadanya ketentuan bahwa pemberi tugas akan bertindak sebagai wasit (juru tengah) tunggal dalam penyelesaian perselisihaan. 6) Garansi kinerja Terdapat dua macam garansi, yaitu garansi kinerja penawaran dan garansi/jaminan pelaksanaan. Garansi kinerja penawaran ditanggung oleh bank dari pihak kontraktor dalam bentuk bank B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |187 garansi, berupa pertanggungan untuk membayar kepada pemilik sejumlah uang dalam batas yang dinyatakan apabila kontraktor gagal atau ingkar terhadap penawarannya. Garansi kinerja jenis ini dapat juga dimaksudkan untuk mewakili tanggung jawab pihak kontraktor jika menerima uang muka yang mungkin diperlukandalam mobilisasi atau pekerjaan persiapan dimuka semacamnya yang harus terjamin bagi pemilik. Sedangkan garansi kinerja financial dari pihak pemilik dapat berupa surat kredit atau LC (letter of crediet) dari pemilik untuk melindungi barang-barang pasokan kontraktor, khususnya pasokan impor. Jaminan pelaksanaan (performance bond) adalah kewajiban untuk menjamin kontrak dalam hubungannya dengan penyelesaian pekerjaan termasuk masalah ketenaga kerjaan, bekerja tanpa merusakkan kondisi fasilitas dan lapangan sampai dengan masa habisnya periode pertanggungjawaban, serta kuantitas serta kualitas keluaran yang dihasilkan. Jaminan pelaksanaan berupa sejumlah nilai uang tertentu yang dinyatakan di dalam kontrak. Nama penjamin atau tipe jaminan yang mungkin dapat diterima diterakan pada dokumen pelelangan, dengan kriteria utamanya adalah keadaan perusahaan yang stabil segi finansialnya. Beberapa hal penting yang harus dimasukan dalam klausul penjamin adalah kewajiban penjamin, rentang waktu jaminan, lingkup tanggung jawab, dampak variasi waktu atau akhir dari kontrak, prosedur permohonan jaminan dan ketentuan klaim yang kadaluwarsa. 7) Force Majeure Force majeure adalah klausul yang sering kurang dimengerti dan masih juga disalah artikan. Kondisi force majeure biasanya berupa peristiwa pemogokan, unjuk rasa, huru-hara social, kebakaran, banjir, gempa atau bencana alam yang lainnya. Force majeure digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memperpanjang wktu dalam masa yang wajar, dan apabila kontrak memang menentukan demikian mungkin juga memberikan kompensasi finansialnya. 188 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i VI.6. Proses Seleksi Pembentukan Kontrak Proses seleksi dan pembentukan kontrak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemilik proyek dengan satu atau lebih konsultan menuju terjalinnya ikatan kerja atau kontrak. Dilihat dari proses tersebut maka pengadaan konsultan dapat dibedakan menjadi : Pelelangan Terbuka, dan penunjukkan langsung. Pelelangan terbuk a, adalah pelelangan yang diikuti oleh banyak konsultan, umumnya melewati tahap prakualifikasi, sebelum diberikan paket lelang. Untuk kondisi tertentu dilakukan penunjuk k an langsung setelah meneliti beberapa konsultan dalam jumlah yang sangat terbatas. VI.6.1 Proses Seleksi pada Pelelangan Terbuka Proses seleksi pada pelelangan terbuka umumnya mengikuti sistem dua sampul yang pada prinsipnya memisahkan dan memprioritaskan penilaian aspek teknis (sampul pertama) sebelum melihat aspek harga (sampul kedua). Adapun rincian urutan proses seleksi pelelangan sistem dua sampul tersebut dapat dijelaskan pada bagan berikut ini : B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |189 CALON PENGGUNA JASA ( Pemilik Proyek) KONSULTAN Mengkaji kebutuhan dan keperluan internal organisasi Mempersiapkan dokumen lelang dan daftar panjang Melakukan prakualifikasi dan membuat daftar pendek Mengisi jawaban prakualifikasi Memberi paket lelang kepada peserta yang lulus prakualifikasi Membuat Proposal Menerima dan mengkaji proposal (sistem dua sampul) Negosiasi dan tandatangan kontrak Negosiasi dan Tandatangan kontrak Gambar 5.1 Interaksi antara calon pengguna jasa dengan konsultan pada proses seleksi. 190 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i VI.7. Penyusunan Dan Pengelolaan Kontrak Kegiatan menyusun kontrak diawali setelah pemilik proyek mengambil keputusan meminta jasa kontraktor untuk melaksanakan implementasi fisik proyek. Keputusan tersebut sert jenis kontrak yang dipilih akan mencerminkan tujuan perusahaan secara keseluruhan, kesiapan sumber daya untuk mengelola, dan keadaan yang spesifik yang berkaitan dengan proyek itu sendiri. R.D. Gilberth (1992) membuat sistematika tahap pembentukan dan pengelolaan proyek sebagai berikut : Tabel 5.1 Tahap Pembentukan dan Pengelolaan Proyek (1) Perencanaan dan Strategi (2) Pembentukan (penyusunan) Kontrak Strategi kontrak Jenis Kontrak Kelengkapan paket Kondisi lokal Kepentingan spesifik proyek Rancangan kontrak Prakualifi-kasi Menyusun RFP Membuat proposal Negoisasi Tanda tangan kontrak (3) Pelaksanaan Kontrak (Contract Execution) Komersial Teknis Prosedur pembayaran Klaim Change order Backcharge Penutupan kontrak Program QA/QC Inspeksi Testing Jaminan Laporan VI.8. Perencanaan Strategi Kontrak Perencanaan Strategi kontrak proyek konstruksi mempertimbangkan berbagai hal, antara lain sebagi berikut : perlu B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |191 1) Penentuan Strategi yang Akan Dipakai Strategi yang dipilih hendaknya sesuai dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan, kemudian mempertimbangkan factor obyektif dan spesifik proyek. Giliran selanjutnya strategi ini akan menentukan sejauh mana keterlibatn pemilik dalam mengadministrasikan, memantau dan mengendalikan pelaksanaan kontrak. Jadi dalam hal ini, perhatian terutama ditujukan kepada kesiapan dan kemampuan organisasi, serta personil yang akan menangani kegiatan tersebut. Adapun dari pihak kontraktor dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin. 2) Jenis Kontrak Dilihat dari Pembentukan Harga dan Prosedur Pembayaran Dilihat dari segi di atas, terdapat dua jenis kontrak dasar, yaitu kontrak harag tetap atau lump-sum dan kontrak harga tidak tetap atau cost plus. Dari keduanya ini dikenal berbagai variasi yang didasarkan atas rangsangan keuntungan financial, pembagian tanggung jawab atas resiko, penalti, eskalasi dan sebagainya. Sehingga sebelum menentukan jenis kontrak yang akan dipakai, ada baiknya dipahami secara mendalam berbagai factor tersebut. 3) Kelengkapan Paket Kelengkapan paket adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan definisi lingkup kerja proyek. Idealnya menyusun rancangan kontrak harus ditunjang dengan data teknis dan informasi nonteknis atau komersial yang lengkap dan mutakhir. Namun demikian, tidak jarang terjadi oleh karena desakan situasi, suatu kontrak harus disusun dan diselesaikan meskipun informasi dan data tentang lingkup kerja yang tersedia masih amat terbatas. Keadaan ini akan besar pengaruhnya terhadap perencanaan strategi dan pemilihan jenis kontrak. 4) Kondisi Lokal Kondisi lokal dapat disebabkan oleh faktor-faktor teknis obyektif, maupun oleh adanya peraturan yang belaku, misalnya perusahaan harus memprioritaskan membeli barang dan jasa dalam negeri. Hal ini harus diperhitungkan dalam perencanaan pengelompokan paket- 192 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i paket pembelian barang dan jasa. Demikian pula harus dipikirkan apakah akan diadakan kontrak langsung antara pemilik dengan sejumlah kontraktor, ataukah sebagai subkontraktor dari kontraktor utama. 5) Kepentingan Spesifik Proyek Seringkali proyek memiliki kepentingan spesifik, misalnya teknologi proses yang akan dipakai relatif baru. Menghadapi keadaan demikian, pemilik perlu mempertimbangkan keterlibatan pihak yang berhubungan denmgan mereka yang memiliki lisensi penerapan teknologi tersebut, dan membuat kontrak terpisah dengannya. 6) Pembentukan Kontrak Setelah ditentukan strategi dan jenis kontrak yang akan dipakai, maka dimulailah kegiatan pembentuan kontrak. Mekanisme yang umunya ditempuh yaitu dengan mengadakan lelang. Prosesnya cukup panjang terdiri dari serangkaian kegiatan-kegiatan seperti membuat dokumen rancangan kontrak, seleksi calon peserta lelang, menyusun paket lelang, evaluasi proposal, negoisasi akhir sampai menentukan pemenang. 7) Pelaksanaan Kontrak Bila kontrak telah ditandatangani dan dinyatakan efektif langkah selanjutnya adalah mengelola kegiatan pelaksanaan atau eksekusinya, meliputi aspek komersial, serta memantau dan mengawasi aspek teknis atau engineering, sampai kontrak dinyatakan tidak berlaku lagi. a. Komersial Aspek ini berkaitan dengan penanganan faktor komersial atau finansial dari pasal-pasal kontrak, seperti uang jaminan lelang, uang jaminan pelaksanaan, demikian pula masalah-masalah persetujuan dan registrasi pembayaran, klaim, change order, penutupan kontrak dan lain-lain. Di sini harus selalu dipantau dan diawasi apakah semua itu telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan dalam kontrak. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |193 b. Teknik atau Engineering Aspek ini memperhatikan dipatuhinya criteria permofance, spesifikasi dan mutu, dan masalah teknis atau engineering lainnya, dengan tujuan agar instalasi atau produk hasil proyek memenuhi harapan yang dirumuskan dalam kontrak. Umumnya dikerjakan dengan cara mengadakan inspeksi, testing atau uji coba. VI.9. Pelanggaran Dan Pemutusan Kontrak Dalam proyek konstruksi, hampir selalu terjadi pergeseran terhadap klausul-klausul kontrak. Hal ini disebabkan oleh karakteristik proyek tersebut dan juga aksi atau reaksi dari pihak-pihak yang telah bersepakat dalam kontrak. Pelanggaran kontrak akan terjadi jika pihak -pihak yang bersepakat melakukan pelanggaran terhadap satu atau lebih persayaratan yang etrkandung dalam kontrak. Akibatnya, salah satu pihak atau kesemuanya akan mengalami kerugian dan oleh karenanya dapat dilakukan tuntutan (klaim) penggantian pada pihak yang menyebabkannya (denda). Menurut peraturan pemerintah No 29 tahun 2000 pasal 35 (4) dan pasal 37 (1) menyebutkan bahwa denda keterlambatan karena kelalaian penyedia barang/jasa sekurang-kurangnya satu perseribu per hari dari nilai kontrak, dan besarnya denda tidak dibatasi dan pengguna berhak untuk memutuskan kontrak apabila denda keterlambatan sudah melampaui nilai jaminan pelaksanaan. Konsep penilaian terhadap kadar pelanggaran kontrak dibagi menjadi dua, yaitu pelanggaran material dan pelanggaran imaterial. Akibat yang terjadi dari pelanggaran yang bersifat material adalah pemutusan hubungan kerja (kontrak). Pelanggaran material menyangkut aspek-aspek vital dari suatu perjanjian. Seorang kontraktor yang tidak muncul di lapangan selama satu bulan setelah kontrak ditandatangani dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang material. Karena pada umumnya sesuai dengan kontrak, maksimum 12 hari setelah keluar Surat Perintah Kerja (SPK) kontraktor harus telah melakukan kerja. Sedangkan untuk pelanggaran imaterial, akibat yang ditanggung oleh si pelanggar mungkin hanya berupa ganti rugi fianansial atau bahakan tidak sama sekali. Suatu 194 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i pelanggaran dikatakan imaterial jika pelanggaran yang terjadi menyangkut aspek-aspek yang kurang atau tidak begitu penting dari suatu perjanjian. Dalam pelanggaran kontrak, selalu ada pihak-pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan berhak atas penggantian kerugian (compensation) yang dialami akibat pihak lain yang melakukan pelanggaran kontrak. Perhitungannya dapat dilakukan melalui metode perhitungan pergantian dasar,yaitu : a. Biaya penyelesaian Jika kontraktor diberhentikan karena dinyatakan gagal dalam memenuhi persayaratan yang ditetapkan maka pemilik dapat memilih kontraktor lain untuk menyelesaiakan pekerjaan tersebut. Semua biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian tersebut, diambil dari sisa pembayaran terhadap kontraktor pertama. Jika biaya yang dikeluarkan lebih besar maka kontraktor yang melanggar berkewajiban membayar perbedaannya. b. Selisih nilai Untuk beberapa keadaan, perhitungan dengan metode biaya penggantian tidak dapat dilakukan. Misalnya, pelanggaran kontrak yang disebabkan oleh pekerjaan yang tidak sesuai dengan gambar rencana (defective work ) dan bukan karena pekerjaan tersebut tidak selesai. Sebagai contoh adalah perbaikan pekerjaan pembetonan balok dan plat lantai yang tidak mencapai kekuatan K225 sperti yang disyaratkan. Misalnya nilai balok dan plat adalah 20 juta maka kontraktor yang ditunjuk memperoleh 20 juta ditambah dengan biaya pembongkaran dan biaya penyetelan kembali. Masalah yang paling sulit dalam hal ini adalah menentukan nilai sebenarnya dari suatu pekerjaan yang telah dikerjakan, tetapi belum selesai sepenuhnya (method of measurement). Metoda pengukuran untuk pekerjaan demikian biasanya dilakukan dengan penilaian ahli dan kelemahannya adalah sifat subyektivitas yang tinggi. B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i |195 c. Kerugian terhapus (Liquidated damages/LD) Bentuk penggantian ini didasarkan pada kerugian yang diperkirakan akan dialami karena kegagalan penyelesaian persetujuan. Berbeda dengan bentuk-bentuk penggantian yang dasar penentuannya adalah aspek-aspek yang terkandung dalam kontrak, misalnya pekerja, material, alat, metoda, hasil kerja, maka konsep LD lebih didasarkan pada kompensasi terhadap hilangnya kesempatan untuk beroleh keuntungan akibat tidak dapat digunakannya fasilitas pada waktunya. Sebaliknya, jika suatu proyek akan mengenakan mekanisme denda untuk setiap keterlambatan maka untuk adilnya harus pula diberlakukan sistem bonus bagi penyelesaian yang lebih awal. DAFTAR PUSTAKA Dipohusodo, Istimawan 1996, Manajemen Proyek dan Konstruk si Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Ervianto, Wulfram I, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi , Penerbit Andi, Yogyakarta. Hardani, Purbandono, Rahmat, 2006, Pengaruh Strategi dan Tak tik Terhadap Kesuk sesan Tahap Operasional Proyek Mingus, Nancy, 2002, Project Management , Prenada Media, Jakarta. Santoso, Budi, 2002, Keberadaan Profesi Manajemen Konstruksi di Indonesia, FTSP, Universitas Gunadharma Soeharto, Iman, 1995, Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai Operasional, Penerbit Erlangga, Jakarta Tenrisukki, Andi, 2007, Pendekatan Manajemen Konstruksi Profesional pada Pelak sanaan Gedung BEJ, Teknik Sipil Universitas Gunadharma, Jakarta. Wibowo,K, 2006, Aplikasi Manajemen Konstruksi pada Proyek Masjid Agung Jawa Tengah. 196 | B u k u A j a r M a n a j e m e n K o n s t r u k s i