Laboratorium Ilmu Kesehatan THT Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman OTITIS MEDIA AKUT Disusun Oleh : Widia Rahmadhani 1910017026 Pembimbing : dr. Moriko Pratiningrum, M. Kes, Sp. THT-KL Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2020 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media akut ialah infeksi pada telinga tengah dengan tanda dan gejala peradangan yang timbul dalam waktu cepat. Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius. 3 Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi pada tiap-tiap negara.11 Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1 Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.2 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah : 1. Untuk menambah pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi telinga 2. Untuk menambah pengetahuan mengenai otitis media akut 3. Untuk memenuhi tugas dokter muda di bagian Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorok. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran 2.1.1 Anatomi Telinga Tiap-tiap telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam (Gambar 1). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, dan apparatus vestibularis yang penting bagi sensasi keseimbangan.9 Gambar 1. Anatomi Telinga a. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga(auricula) dan liang telinga ( meatus acusticus externus) sampai membran timpani. Auricula terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.10 Meatus acusticus exlernus memiliki panjang 3-4 cm dan berbentuk huruf S. Meatus acusticus externus terdiri dari komponen kartilaginosa di bagian distal, yang berlanjut sebagai kanal oseosa di dalam Pars petrosa gssis temporalis. Kanal ini berakhir pada Membrana tympanica. Tepat di atas dan di bawah Meatus acusticus externus terdapat Articulatio temporomandibularis.7 Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga ada banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.10 Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar dari epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa memiliki satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 10 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani ada 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan dan bawahbelakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 10 b. Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar : membran timpani. Batas depan : tuba eustachius. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis). Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. 10 Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil, atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes), yang dapat bergerak dan membentang di telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke dalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval.9 c. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan apparatus vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Kokhlea yang seukuran kacang polong dan berbentuk mirip siput ini adalah bagian telinga dalam yang berfungsi untuk mendengar dan merupakan sistem tubulus bergelung yang terletak jauh di dalam tulang temporal. Komponen fungsional kokhlea akan lebih mudah dipahami jika gulungan organ ini diuraikan seperti diperlihatkan di (Gambar 2). Di sebagian besar panjangnya koklea dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal berisi cairan. Duktus kokhlearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Kompartemen atas, skala vestibuli, mengikuti kontur dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar. Cairan di dalam duktus koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang sedikit berbeda, perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil lain yang ditutupi oleh membran, jendela bundar, menutup skala timpani dari telinga tengah. Membran vestibularis yang tipis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris membentuk lantai duktus kokhlearis, memisahkannya dari skala timpani. Membran basilaris sangat penting karena mengandung organ Corti, organ indera untuk pendengaran. 9 Gambar 2. Koklea Apartus vestibularis berfungsi untuk memberi informasi mengenai keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur. Apartus vestibularis terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolit yaitu utrikulus dan sakulus. Apartus vestibularis memiliki komponen yang sama dengan koklea yaitu terdapat cairan perilymfe dan endolimfe. Selain itu juga memilki kesamaan dengan organ corti yaitu terdapat sel rambut reseptor.9 2.1.2 Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian komplit luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang sudah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.10 Gambar 3. Transmisi gelombang suara 2.2 2.2.1 Otitis Media Akut Definisi Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba eusthacius, antrum dan sel-sel mastoid. 10 Otitis media akut ialah infeksi pada telinga tengah dengan tanda dan gejala peradangan yang timbul dalam waktu cepat.3 2.2.2 Epidemiologi Otitis media ialah masalah global yang lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Jumlah kasus yang spesifik per tahun sulit ditentukan karena kurangnya pelaporan dan juga kejadian yang bevariasi di wilayah geografis yang berbeda.1 Sebagian besar OMA terjadi pada anak usia 6-24 bulan, karena perlindungan antibodi ibu berkurang setelah periode bayi baru lahir. Kejadian otitis media akut memuncak antara 9 dan 15 bulan, dan menurun setelah usia 5 tahun . Anak-anak yang telah terkena OMA sebelum usia 6 bulan memiliki peningkatan risiko untuk mengalami OMA yang berulang.3 Otitis media lebih jarang terjadi pada orang dewasa daripada pada anak-anak, meskipun otitis lebih sering terjadi pada populasi yang memiliki riwayat otitis media berulang pada masa kanak-kanak, sumbing, defisiensi imun atau immunocompromised, dan lainlain.1 Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.2 2.2.3 Etiologi Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu, kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan Pseudomonas aurugenosa.10 Bakteri patogen, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella (Branhamella) catarrhalis, bertanggung jawab atas lebih dari 95% dari OMA.1 Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur. Hemophlus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, meskipun juga merupakan patogen pada orang dewasa. 10 Berikut ini adalah faktor risiko yang mempengaruhi otitis media :5 2.2.4 - Usia (lebih muda) - Alergi - Kelainan kraniofasial - Paparan terhadap asap lingkungan atau lainnya - Iritasi pernapasan - Paparan di tempat penitipan anak - Riwayat keluarga otitis media akut rekuren - Refluks gastroesofagus - Immunodefciency - Tidak menyusui - Infeksi saluran pernapasan atas Patofisiologi Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. 10 Faktor-faktor anatomis, fisiologis, dan imunologis berperan dalam menyebabkan tingginya insiden OMA pada masa kanak-kanak. Faktor yang paling penting adalah disfungsi tuba Eustachius.6 Pada anak, terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.10 OMA sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas oleh virus. Edema akibat inflamasi yang terjadi di dalam rongga hidung dan nasofaring, menyebabkan obstruksi fungsional dari tuba Eustachius dan mengakibatkan perkembangan tekanan negatif di telinga tengah dan juga memudahkan terjadinya invasi kuman ke dalam telinga tengah. Selain itu, terjadi peningkatan sekresi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan dinding-dinding sel, di mana cairan akan menjadi terperangkap dan mengakibatkan penumpukan cairan dalam cavum timpani.8 Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara lain : 2 1. Melalui tuba eustachius. Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah melalui lumen. 2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan membuka jalan terjadinya infeksi telinga tengah 3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang 2.2.5 Diagnosis Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinganya yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.10 Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4 stadium: (1) stadium kataralis, (2) stadium supurasi / bombans, (3) stadium perforasi, (4) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui meatus akustikus eksternus (MAE); 1. Stadium Kataralis Tanda adanya stadium ini adalah adanya retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Dari anamnesis didapat ada keluhan telinga yang terasa penuh, pendengaran yang menjadi terganggu, tinnitus dan juga kadang disertai dengan perasaan nyeri pada telinga. Selain itu, dari anamnesis biasanya sering terdapat riwayat infeksi saluran napas atas sebelum gejala-gejala ini timbul.10 Dari pemeriksaan fisik dengan otoskop ditemukan gambaran tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta adanya retraksi. Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. 4,10 Gambar 4. Membran timpani stadium kataralis 2. Stadium Supurasi/ Bombans Edema yang hebat pada telinga tengah dan hancurnya epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol / bombans (bulging) ke arah telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat. Dari anamnesis didapatkan keluhan rasa nyeri di telinga bertambah hebat pada penderita dewasa sedangkan pada penderita bayi atau anak-anak menjadi gelisah dan rewel. Keluhan-keluhan yang sebelumnya terdapat pada stadium kataralis seperti pendengaran yang terganggu, tinnitus, dan telinga terasa penuh masih terasa bahkan dirasakan meningkat beratnya. 4,10 Dari pemeriksaan fisik dengan otoskopi didapatkan gambaran membrane timpani yang menonjol / bombans (bulging) ke arah telinga luar. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. 4,10 Gambar 5. Membran timpani stadium supuratif/ bombans 3. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke MAE. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi. Dari anamnesis didapatkan keluhan-keluhan yang dirasakan pada stadium supurasi/bombans kualitasnya berkurang akibat tekanan dalam cavum timpani berkurang. Adanya nyeri telinga berkurang tetapi terdapat keluhan lain yaitu adanya cairan yang keluar dari liang telinga. Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop didapatkan pada meatus akustikus eksternus ada cairan muko-pus dan setelah dibersihkan akan tampak membran timpani yang hiperemis dengan lubang perforasi. Perforasi biasanya sering terjadi pada kuadran antero-inferior kadang kecil tetapi dapat juga besar. Kadang tampak adanya pulsasi cairan pada lubang perforasi tersebut. 4,10 Gambar 6. Membran timpani stadium perforasi 4. Stadium Resolusi Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. Dari anamnesis biasanya keluhan yang tersisa ialah adanya gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan fisik dengan otoskopi didapatkan meautus akutiskus eksternus yang tidak ada sekret lagi, membrane timpani yang tidak lagi hiperemis dan warnanya kembali seperti normalnya. Yang masih Nampak ialah adanya lubang perforasi pada membrane timpani biasanya di pars tensa. 4,10 2.2.6 Penatalaksanaan Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi. 10 Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika. Ketika etiologi bakteri dicurigai, antibiotik pilihan adalah amoksisilin dosis tinggi selama sepuluh hari pada pasien anak-anak dan dewasa yang tidak alergi terhadap penisilin.1 Amoksisilin memiliki khasiat yang baik dalam pengobatan otitis media karena konsentrasi tinggi di telinga tengah. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari10. Dalam kasus alergi penisilin, American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan azitromisin sebagai dosis tunggal 10 mg / kg atau klaritromisin (15 mg / kg per hari dalam 2 dosis terbagi). Pilihan lain untuk pasien alergi penisilin adalah cefdinir (14 mg / kg per hari dalam 1 atau 2 dosis), cefpodoxime (10 mg / kg per hari, sekali sehari), atau cefuroxime (30 mg / kg per hari dalam 2 dosis terbagi).1 Pasien yang gejalanya tidak membaik setelah perawatan dengan amoksisilin dosis tinggi, amoksisilin klavulanat dosis tinggi (90 mg / kg komponen amoksisilin per hari, dengan 6,4 mg / kg klavulanat per hari dalam 2 dosis terbagi) harus diberikan. Pada anak-anak yang muntah atau jika ada situasi di mana antibiotik oral tidak dapat diberikan, ceftriaxone (50 mg / kg per hari) selama tiga hari berturut-turut baik secara intravena atau intramuskular adalah pilihan alternatif. Steroid sistemik dan antihistamin belum terbukti memiliki manfaat signifikan. 1 Analgesik direkomendasikan untuk gejala sakit telinga, demam, dan iritabilitas. Analgesik sangat penting diberikan pada waktu tidur karena gangguan tidur adalah salah satu gejala paling umum yang membuat orang tua untuk mencari perawatan. Ibuprofen dan asetaminofen terbukti efektif. Ibuprofen lebih disukai, mengingat durasi kerjanya lebih lama dan toksisitasnya lebih rendah jika terjadi overdosis. Analgesik topikal, seperti benzocaine, juga dapat membantu.5 Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar.10 Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosentesis sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani dapat terlihat dengan baik). Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotomi) yang digunakan berukuran kecil dan steril.10 Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal.10 Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi.10 Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 710 hari.10 Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. 10 Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).10 2.2.7 Komplikasi Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.10 Komplikasi dapat dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Berikut ini adalah komplikasi intratemporal1; - Gangguan pendengaran (konduktif dan sensorineural) - Perforasi membrane timpani persisten - Otitis Media supuratif kronis (dengan atau tanpa kolesteatoma) - Cholesteatoma - Timpanosklerosis - Mastoiditis - Petrositis - Labirinitis - Paresis nervus facialis. Berikut ini adalah komplikasi intrakranial1; 2.2.8 - Meningitis - Empiema subdural - Abses otak - Abses ekstradural - Trombosis sinus lateral - Hidrosefalus otitik Prognosis Prognosis untuk sebagian besar pasien dengan otitis media sangat baik. Kematian akibat OMA merupakan kejadian yang jarang terjadi di zaman modern. Karena akses yang lebih cepat ke perawatan kesehatan di negara-negara maju, diagnosis dan pengobatan dini telah menghasilkan prognosis yang lebih baik dari penyakit ini. Anak-anak yang mengalami komplikasi mungkin sulit diobati dan cenderung memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Komplikasi intratemporal dan intrakranial, walaupun sangat jarang, memiliki angka kematian yang signifikan.1 BAB 3 PENUTUP Otitis media akut ialah infeksi pada telinga tengah dengan tanda dan gejala peradangan yang timbul dalam waktu cepat. Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus.Selain itu, kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan Pseudomonas aurugenosa. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Seperti pada gejala yang ditimbulkan, pengobatan yang dilakukan berdasarkan stadiumnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Danishyar A & Ashurst JA . Acute Otitis Media . 2020 Retrieved : june 12, 2020 from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/ 2. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014 3. Durand ML & Deschler DG. Infection of the Ears , Nose, Throat, and Sinuses. Switzerland : Springer International Publishing. 2018 4. Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). Surabaya: FK UNAIR. 5. Harmes KM , Blackwood RA, Burrows HL, Cooke JM, Harrison RV, & Passamani, PP. Otitis Media : Diagnosis and Treatment. American Family Physician ; Octobeer 1, 2013 ; 88(7) ; 435-440 6. Minovi A & Dazert S. Diasease of the Middle ear in Childhood.GMS Current Topics in Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery. 2014 ; 13 ; 1865-1011 7. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan Muskuloskeletal, edisi 23 Jakarta : EGC. 2013 8. Rettig E & Tunkel DE . Contemporary Concept in Management of Acute Otitis Media in Children. Otolaryngol Clin North Am. 2014 October ; 47(5) : 651-672. 9. Sherwood, L. Fisiologi Manusia, Edisi 8 Jakarta: EGC. 2015 10. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007 11. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: Biological Science Textbook. 2012