Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MAHASISWA PADA PERKULIAHAN EKSPERIMEN FISIKA I MELALUI PENERAPAN MODEL INQUIRY DISCOVERY LEARNING Zainuddin [email protected] Pendidikan Fisika Universitas Lambung Mangkurat Abstrak Tujuan umum dari penelitian tindakan ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas penerapan model Inquiry Discovery Learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa pada perkuliahan Eksperimen Fisika I. Untuk mempelajari materi kuliah ini, diperlukan kompetensi dasar keilmuan fisika berupa kemampuan menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika. Sub-sub kompetensi yang diperlukan tersebut disebut sebagai keterampilan proses sains fisika yang dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penerapan pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah sebesar 75,5% dalam kategori efektif. Disarankan bahwa dalam perkuliahan Eksperimen Fisika I, sebaiknya dosen menerapkan model Inquiry Discovery Learning dalam rangka meningkatkan kemampuan menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika bagi mahasiswa dengan memperhatikan hasil refleksi perkuliahan. Kata kunci: kompetensi dasar keilmuan, eksperimen fisika I, inquiry discovery learning. I. PENDAHULUAN Kompetensi mahasiswa pendidikan fisika yang diharapkan berdasarkan Permen diantaranya adalah mampu memahami proses berpikir fisika, mampu merancang, dan melaksanakan eksperimen fisika dalam mempelajari gejala alam. Kompetensi-kompetensi yang dimaksud secara keseluruhan biasa disebut keterampilan proses sains fisika (KPSF) dan merupakan bagian dari kompetensi dasar keilmuan fisika (KDKIF) yang dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hasil analisis terhadap lembar jawaban uji kompetensi awal bagi mahasiswa program studi pendidikan fisika PMIPA FKIP Unlam, ditemukan bahwa kompetensi KPSF mahasiswa masih sangat rendah, padahal mereka telah kuliah fisika selama 5 semester. Persentase rata-rata skor penguasaan mahasiswa pada tiap aspek KPSF yang belum tuntas adalah baru sebesar 24,7%. Analisis terhadap hasil tes penguasaan materi menunjukkan bahwa kompetensi dasar keilmuan fisika yang dimiliki mahasiswa terutama dalam hal merancang dan melaksanakan eksperimen fisika, masih sangat rendah. Skor tertinggi yang diperoleh adalah 36 dari skor 100 yang mungkin dapat dicapai. Hal ini menunjukkan kompetensi pada indikator “merancang dan melaksanakan eksperimen fisika” belum tercpai. Fakta tersebut mengindikasikan rendahnya KDKIF KPSF yang dikuasi mahasiswa dan efektivitas perkuliahan yang diterapkan dosen selama ini. Perlu diterapkan suatu strategi perkuliahan yang memperhatikan karakteristik materi kuliah dan karakteristik mahasiswa Seminar Nasional Pendidikan IPA 361 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ agar dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mempelajarinya. Hal ini penting terutama bagi mahasiswa calon guru fisika sebagai bekal dan pengalaman mereka sebelum terjun ke tempat tugas di mana kurikulum yang mereka akan kembangkan menitikberatkan pada penguasaan sains dan teknologi (KTSP 2006) dan sebelum mereka mengambil kuliah yang lebih lanjut. Model Inquiri Discovery Learning adalah pembelajaran penemuan yang berdasarkan pada masalah akademik, merupakan model pengajaran yang sangat cocok terutama dalam melatihkan keterampilan proses sains dan pemecahan masalah akademik (Nur, 2000). Materi kuliah Eksperimen Fisika I merupakan hasil perpaduan hasil analisis matematis (deduktif) dengan hasil analisis eksperimen (induktif). Mahasiswa perlu mengetahui keterampilan dalam merancang dan melaksanakan eksperimen fisika, yang dapat dikembangkan menjadi keterampilan proses sains fisika, serta dapat dilatihkan melalui model Inquiry Discovery Learning. Materi ajar perlu memperhatikan kesesuaian model pembelajaran inquirydiscovery sebagai salah satu alternatif solusi dari permasalahan yang dihadapi dosen dan mahasiswa dalam perkuliahan Eksperimen Fisika I. Namun, di Prodi Pendidikan Fisika JPMIPA FKIP Unlam baru sebatas konsep, dan perlu ditindaklanjuti dengan penerapannya secara nyata di kelas sebagai upaya mengatasi rendahnya KDKIF mahasiswa. Langkah nyata yang telah dilakukan berpua penelitian mengenai efektivitas penerapan model Inquiry Discovery Learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa pada perkuliahan Eksperimen Fisika I yang kemudian dianalisis prospek penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas penerapan model Inquiry Discovery Learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa terutama dalam hal menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika yang termasuk dalam sub kompetensi dasar keilmuan mahasiswa pada perkuliahan Eksperimen Fisika I. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah memberi masukan kepada dosen pengajar Eksperimen Fisika I dan Praktikum Fisika Dasar dalam rangka merancang strategi atau skenario perkuliahan, serta bermanfaat dalam meningkatkan pengalaman belajar dan keterampilan proses sains fisika bagi mahasiswa. Target Kurikulum Pendidikan Fisika Kurikulum nasional Pendidikan Fisika yang dikembangkan mempunyai tujuan yang diantaranya adalah mahasiswa mampu: memahami konsep, prinsip, dan teori fisika dan saling keterkaitannya, mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah fisika, dan menerapkan konsep dan prinsip fisika untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia, serta memiliki persiapan yang cukup untuk melanjutkan studi ke pendidikan yang lebih tinggi. Kompetensi guru fisika berdasarkan Permen Diknas nomor 16 tahun 2007, menurut Zainuddin (2008) dapat dijabarkan kedalam kompetensi dasar keilmuan fisika (KDKIF) yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa pendidikan fisika sebagai calon guru antara lain adalah: (1) memiliki pemahaman yang mendalam tentang fakta, konsep, prinsip, dan teori dasar fisika, (2) memiliki kemampuan dalam menformulasikan secara matematik gejala fisika, (3) memiliki kemampuan dalam merancang dan melakukan eksperimen fisika, (4) mampu memahami dan menjelaskan gejala pristiwa fisika dan teknologinya dalam kehidupan sehari-hari, dan (5) mampu mengaplikasikan ilmu fisika yang dimilikinya untuk mengatasi masalah nyata dalam kehidupan dan masayarakat. Menurut Prabowo (2000), fisika merupakan bagian dari sains yang mempunyai peran strategis dalam pengembangan sains dan teknologi. Perkembangan fisika tidak terlepas Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 362 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ dari pendidikan fisika, sehingga upaya pengembangan sains harus disertai pula dengan usaha peningkatan mutu pendidikan fisika. Karakteristik Materi Ajar Eksperimen Fisika I Eksperimen Fisika I sebagai salah satu mata kuliah metode keilmuan fisika berfungsi sebagai wahana untuk melatihkan keterampilan proses sains dan keterampilan pemecahan masalah akademik, dan berfungsi sebagai wahana bagi pengembangan sikap ilmiah serta pembinaan cara-cara belajar di perguruan tinggi. Eksperimen Fisika I diberikan dengan maksud untuk memberikan landasan dan penguasaan metode keilmuan fisika yang bertolak dari kompetensi yang telah di peroleh mahasiswa melalui kuliah Pengantar Laboratorium Fisika, Praktikum Fisika Dasar I, dan Praktikum Fisika Dasar II. Tujuan umum yang ingin dicapai melalui perkuliahan Eksperimen Fisika I ini adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan untuk memahami dan menerapkan berbagai keterampilan proses sains fisika berdasarkan topik masalah akademik fisika yang dikaji untuk memecahkan masalah yang menyangkut sistem fisika yang lebih umum (Dirjendikti, 1991). Materi kuliah Eksperimen Fisika I ini merupakan hasil analisis eksperimen (induktif). Materi kuliah ini memerlukan kompetensi tentang kemampuan menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika yang dapat dijabarkan kedalam sejumlah sub kompetensi berupa keterampilan proses sains fisika. Karakteristik Mahasiswa Mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Fisika PMIPA FKIP Unlam yang memperogramkan mata kuliah Eksperimen Fisika I pada semester genap 2010/2011. Peserta kuliah ini berjumlah 48 orang, terdiri atas 15 laki-laki dan 33 perempuan. Rata-rata usia mereka 20 tahun, termasuk kategori operasional formal, dan menurut teori perkembangan kognitif pada usia seperti ini telah mampu berpikir abstrak, mampu menggunakan bahasa simbolik, dan mampu bernalar secara kuantitatif. Kemampuan awal KDKIF mereka tentang KPSF ditemukan oleh Zainuddin (2010) untuk 10 sub kompetensi sebagai berikut: merumuskan masalah (37,5%), mengkaji teori (12,5%), merumuskan hipotesis (37,8%, mengidentifikasi variabel (45,0%), mendefinisikan variabel secara operasional (20,8%), menentukan alat dan bahan (45,0%), menyusun prosedur (41,3), menentukan ketakpastian pengukuran (31,3%), menentukan ketelitian percobaan (0,0%), dan menentukan ketepatan percobaan fisika (0,0%). Kompetensi Dasar Keilmuan Fisika Kompetensi guru fisika yang diharapkan berdasarkan Permen Diknas nomor 16 tahun 2007, menurut Zainuddin (2008) dapat dijabarkan ke dalam berbagai kompetensi dasar keilmuan fisika (KDKIF) yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa pendidikan fisika sebagai calon guru, diantaranya adalah memiliki kemampuan dalam: (1) memahami secara mendalam tentang fakta, konsep, prinsip, dan teori fisika, (2) menjelaskan arti fisis formula fisika, (3) menggambarkan gejala fisika, (4) menformulasikan gejala fisika secara deduksi, (5) memformulasikan gejala fisika secara induksi, (6) merancang eksperimen fisika, (7) melakukan eksperimen fisika, (8) menjelaskan gejala pristiwa fisika, (9) menjelaskan prinsip kerja produk teknologi fisika, dan (10) mengaplikasikan ilmu fisika untuk mengatasi masalah nyata dalam kehidupan dan masayarakat. Berdasarkan perkuliahan Eksperimen Fisika I KDKIF yang akan dilatihkan adalah cara berpikir fisika, merancang, dan melaksanakan eksperimen fisika. KDKIF ini dapat dijabarkan kedalam sub-sub kompetensi yang biasa disebut keterampilan proses Seminar Nasional Pendidikan IPA 363 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ sains fisika (KPSF). Sub-sub kompetensi yang dimaksud diantaranya adalah: merumuskan masalah, mengkaji teori, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, menentukan alat dan bahan, menyusun prosedur, menentukan ketakpastian pengukuran, menentukan ketelitian percobaan, dan menentukan ketepatan percobaan fisika (Zainuddin 2008). Model Pembelajaran Inquiry Discovery Learning Model pembelajaran Inquiry Discovery Learning (pembelajaran penemuan yang berdasarkan pada masalah akademik) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok penyelidikan untuk melatih mahasiswa keterampilan proses sains dan pemecahan masalah akademik. Model Inquiry Discovery Learning ini berakar pada teori belajar penemuan konstruktivis yang menekankan pada hakikat science inquiry dari suatu pembelajaran. Menurut teori ini, seseorang dikatakan belajar jika ia menemukan sesuatu, sehingga pembelajaran semakin bermakna. Model Inquiry Discovery Learning (IDL) memiliki lima fase dalam sintaksnya, yaitu: (1) Mengorientasikan mahasiswa pada masalah akademik, (2) Membimbing mahasiswa dalam merancang eksperimen, (3) Membimbing mahasiswa dalam melaksanakan eksperimen, (4) Membimbing mahasiswa dalam melakukan inferensi / prediksi, dan (5) Merefleksi proses pemecahan masalah (Zainuddin, 2008). Efektivitas Pembelajaran Menurut Atjo (2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran sains, diantaranya adalah: (1) aktivitas siswa yang bergantung pada aktivitas guru dan bekal awal siswa, (2) aktivitas guru yang bergantung pada penguasan materi dan strategi pembelajaran, (3) strategi belajar yang bergantung pada pengetahuan dan keterampilan siswa, (4) kesesuaian materi pelajaran denagan peserta didik, dan (4) perangkat pembelajaran yang tersedia. II. METODE Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif karena mendeskripsikan sejumlah karakteristik yang diamati; dan penelitian tindakan karena berupaya mengatasi rendahnya kompetensi dasar keilmuan mahasiswa yang termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi pada perkuliahan untuk tiap siklus dan direfleksi pada akhir siklus. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Fisika PMIPA-FKIP Unlam yang memperogramkan matakuliah Telaah Fisika I pada semester genap 2010/2011. Penelitian ini dilaksanakan di Banjarmasin selama 4 (empat) bulan. Rancangan penelitian yang digunakan untuk melihat efek-efek tindakan/pembelajaran yang diterapkan adalah One Group Pre-test and Post-test Design. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa kompetensi dasar keilmuan mahasiswa yang dijabarkan dan didefinisikan secara operasional sebagai berikut: (1) “Kemampuan menganalisis cara berpikir fisika” adalah persentase skor yang diperoleh seluruh mahasiswa dalam melakukan induksi, deduksi, infrensi, dan prediksi terhadap gejala fisika, direkam dengan tes kinerja essay, dikoreksi dengan mengacu pada rubrik penskoran, dan dinilai dengan menggunakan sistim penilaian acuan patokan; (2) “Kemampuan merancang eksperimen fisika” adalah persentase skor yang diperoleh seluruh mahasiswa dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan mendefinisikan variabel secara operasional, direkam dengan tes kinerja esai, dikoreksi dengan mengacu pada rubrik penskoran, dan dinilai dengan menggunakan sistem penilaian acuan patokan; (3) “Kemampuan melaksanakan eksperimen fisika” adalah persentase skor yang diperoleh Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 364 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ seluruh mahasiswa dalam menentukan alat dan bahan, melaksanakan prosedur, mengolah data, dan menarik kesimpulan, direkam dengan lembar pengamatan dan laporan eksperimen, dikoreksi dengan mengacu pada rubrik penskoran, dan dinilai dengan menggunakan sistem penilaian acuan patokan; dan (4) “Efektivitas perkuliahan” adalah total selisih persentase skor yang diperoleh mahasiswa pada uji akhir (U2) dengan uji awal (U1), kemudian dikategorikan dalam: tidak efektif, kurang efektif, cukup efektif, efektif, dan sangat efektif Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar pengamatan keterlaksanaan RPP (LP-KRPP) yang disertai dengan saran untuk perbaikan perkuliahan. Tes kompetensi yang digunakan meliputi kompetensi: (1) memahami cara pikir fisika (TKPcpf), (2) merancang eksperimen fisika (TK-Ref), dan (3) melaksanakan eksperimen fisika (TK-Lef) yang telah teruji dengan validitas baik, reliabilitas baik, dan tingkat kesukaran baik. Prosedur penelitian tindakan yang digunakan dalam upaya mengatasi rendahnya kompetensi dasar keilmuan mahasiswa adalah prosedur penelitian tindakan dimana pada setiap Siklus dilakukan: (1) Perencanaan, yaitu melaksanakan penyusunan dan validasi terhadap RPP, TK-Pcpf, TK-Ref, dan TK-Lef, beserta rubriknya, yang mengacu pada hasil uji awal; (2) Pelaksanaan, yaitu melaksanakan penerapan RPP sebagai pelaksanaan tindakan, sekaligus dilakukan implementasi LP-KRPP; (3) Observasi, yaitu melaksanakan tes kompetensi dengan mengimplementasikan instrumen TK-Pcpf, TKRef, dan TK-Lef pada akhir setiap siklus; dan (4) Refleksi, yaitu melaksanakan analisis serta pemaknaan terhadap hasil tindakan/perkuliahan yang telah dilakukan dengan memperhatikan catatan rekaman perkuliahan dosen dan saran perbaikan yang dikemukakan pengamat. Hasil refleksi ini selanjutnya dijadikan sebagai dasar perbaikan untuk siklus-siklus berikutnya. Efektivitas (E) perkuliahan tiap aspek atau seluruh aspek kompetensi dihitung menggunakan rumus: U U1 x100% E 2 U tot dimana adalah skor total seluruh mahasiswa pada uji akhir, adalah skor total seluruh mahasiswa pada uji awal, dan adalah skor total maksimum yang dapat dicapai oleh seluruh mahasiswa. Ketuntasan klasikal (K) mahasiswa dalam menguasai kompetensi yang dilatihkan dihitung menggunakan rumus: t K x100% T dimana t adalah banyaknya mahasiswa yang telah tuntas menguasai kompetensi dan T adalah total banyaknya mahasiswa dalam kelas. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa menganalisis cara berpikir fisika pada Siklus I ini adalah sebesar 56,6% (berkategori kurang efektif). Pengamat menyarankan bahwa masih kurang efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen tidak menjelaskan cara melakukan induksi, deduksi, infrensi, dan prediksi pada awal perkuliahan. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa hanya (28,8%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara berpikir fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa merancang eksperimen fisika pada Siklus I ini adalah sebesar 50,2% (berkategori kurang efektif). 365 Seminar Nasional Pendidikan IPA Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ Pengamat menyarankan bahwa masih kurang efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen tidak menyampaikan cara merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan mendefinisikan variabel secara operasional. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa hanya (23,6%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara merancang eksperimen fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa melaksanakan eksperimen fisika pada Siklus I ini adalah sebesar 57,4%, (berkategori kurang efektif). Pengamat menyarankan bahwa masih kurang efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen tidak menyampaikan terlebih dahulu tentang cara menentukan alat dan bahan, melaksanakan prosedur, mengolah data, dan menarik kesimpulan. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa hanya (35,2%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara melaksanakan eksperimen fisika. Siklus II Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa menganalisis cara berpikir fisika pada Siklus II ini adalah sebesar 63,4% (berkategori cukup efektif). Dari saran pengamat diketahui bahwa masih cukup efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen masih kurang jelas dalam mencontohkan cara melakukan induksi, deduksi, infrensi. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa baru (58,6%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara berpikir fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa merancang eksperimen fisika pada Siklus II ini adalah sebesar 60,8% (berkategori cukup efektif). Dari saran pengamat diketahui bahwa masih cukup efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen masih kurang jelas dalam mencontohkan cara merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan mendefinisikan variable secara operasional. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa baru (44,8%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara merancang eksperimen fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa melaksanakan eksperimen fisika pada Siklus II ini adalah sebesar 68,2% (berkategori cukup efektif). Pengamat menyarankan bahwa masih cukup efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen masih kurang jelas dalam mencontohkan cara menentukan alat dan bahan, melaksanakan prosedur, mengolah data, dan menarik kesimpulan. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa baru (56,4%) mahasiswa yang tuntas menguasai cara melaksanakan eksperimen fisika. Siklus III Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa menganalisis cara berpikir fisika pada Siklus III ini adalah sebesar 76,5% (berkategori efektif). Efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen telah jelas dalam mencontohkan cara melakukan induksi, deduksi, infrensi, dan prediksi pada awal perkuliahan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya saran perbaikan pengamat yang signifikan dengan situasi perkuliahan. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa juga terungkap bahwa (81,2%) mahasiswa telah tuntas menguasai cara berpikir fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa merancang eksperimen fisika pada Siklus III ini adalah sebesar 70,8% (berkategori efektif). Efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen telah jelas dalam mencontohkan cara merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan mendefinisikan variabel secara operasional. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya saran perbaikan pengamat yang signifikan dengan situasi perkuliahan. Dan dari Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 366 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa (75,2%) mahasiswa telah tuntas menguasai cara merancang eksperimen fisika. Efektivitas perkuliahan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa melaksanakan eksperimen fisika pada Siklus III ini adalah sebesar 79,2% (berkategori efektif). Efektifnya pembelajaran ini disebabkan oleh karena dosen telah jelas dalam mencontohkan cara menentukan alat dan bahan, melaksanakan prosedur, mengolah data, dan menarik kesimpulan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya saran perbaikan pengamat yang signifikan dengan situasi perkuliahan. Hasil dari lembar jawaban mahasiswa terungkap bahwa (72,8%) mahasiswa telah tuntas menguasai cara melaksanakan eksperimen fisika. Refleksi Efektivitas perkuliahan yang menerapkan model Inquiry Discovery Learning (IDL) dalam meningkatkan kemampuan menganalisis formula fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika sebagai bagian dari kompetensi dasar keilmuan mahasiswa dapat berkategori efektif, jika: 1) Pada fase-I IDL, yaitu “Mengorientasikan mahasiswa pada masalah akademik”, dosen terlebih dahulu mencontohkan secara jelas tentang cara melakukan induksi dan deduksi pada awal perkuliahan. 2) Pada fase-II IDL, yaitu “Membimbing persiapan eksperimen”, dosen memberi contoh yang jelas tentang cara merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan mendefinisikan variabel secara operasional. 3) Pada fase-III IDL, yaitu “Membimbing pelaksanaan eksperimen”, dosen memberi contoh yang jelas tentang cara menentukan alat dan bahan, melaksanakan prosedur, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. 4) Pada fase-IV IDL, yaitu “Membimbing Infrensi dan Prediksi”, dosen terlebih dahulu memberi contoh yang jelas tentang cara melakukan infrensi dan prediksi berdasarkan hasil eksperimen. 5) Pada fase-V IDL, yaitu “Merefleksi proses pemecahan masalah”, dosen menyampaikan rubrik penskoran produk dan proses persentasi/ laporan, memberikan kesempatan kepada setiap kelompok memberi skor terhadap proses dan hasil kinerja kelompok yang sedang presentasi, serta memberi waktu untuk klarifikasi bagi kelompok yang mendapat sanggahan. Dosen di awal perkuliahan harus menyampaikan terlebih dahulu pengetahuan dan keterampilan prasayarat, dan prosedur strategi perkuliahan IDL yang akan diterapkan, agar mahasiswa siap dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan, hal ini sejalan dengan teori zona perkembangan terdekat. Mahasiswa memperhatikan masalah yang akan dipecahkan, kompleksnya masalah, dan menyampaikan logistik yang diperlukan saat dosen membagi kelompok, agar mahasiswa dapat melaksanakan tugas secara berimbang dan tidak terlalu memberatkan, hal ini sejalan dengan teori scaffolding, bahwa pada tahap awal bimbingan diberikan secara maksimal, kemudian dikurangi secara bertahap sampai dapat menimbulkan kemandirian. Dosen proaktif mencari kesulitan mahasiswa dan segera mencarikan jalan keluar saat membimbing penyelidikan dan pelaksanaan infrensi dan prediksi, agar mahasiswa merasa mendapat perhatian. Hal ini sejalan dengan teori pemotivasian untuk berprestasi dalam belajar. Sebelum dosen meminta mahasiswa mempresentasikan laporannya, dosen sebaiknya menyampaikan rubrik penskoran dan menyepakati aturan main presentasi, agar mahasiswa dapat mempersiapkan point-point penting yang dipersyaratkan, hal ini sejalan dengan teori belajar sosial konstruktivis. Dosen menyiapkan seperangkat contoh rancangan eksperimen fisika, contoh panduan eksperimen fisika, dan contoh laporan Seminar Nasional Pendidikan IPA 367 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/ eksperimen fisika, yang disertai contoh rubrik penskoran tentang rancangan, pelaksanaan, dan laporan eksperimen fisika agar mahasiswa lebih mudah memahami materi ajar dan kompetensi dasar keilmuan fisika berupa keterampilan proses sains. IV. PENUTUP Kesimpulan dari penelitian ini adalah efektivitas penerapan model Inquiry Discovery Learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika pada perkuliahan Eksperimen Fisika I adalah rata-rata sebesar 75,5% dalam kategori efektif. Disarankan agar dosen dapat menerapkan model pembelajaran Inquiry Discovery Learning pada perkuliahan Eksperimen Fisika I dalam rangka upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa terutama dalam hal menganalisis cara berpikir fisika, merancang eksperimen fisika, dan melaksanakan eksperimen fisika dengan memperhatikan hasil refleksi ahir. DAFTAR PUSTAKA Atjo, Nuliani, 2002. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA di SLTP. Tesis Magister tidak dipublikasikan. Prodi S2 Pendidikan Sains PPs Unesa Surabaya. Dirjendikti Depdikbud. 1991. Kurikulum Pendidikan MIPA-LPTK. Jakarta. Nur, Mohamad. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa. Prabowo. 2000. Pendidikan Fisika Dalam Mengantisipasi Tantangan Abad XXI. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Universitas Negeri Surabaya. Zainuddin. 2010. Kebutuhan mahasiswa pada Perkuliahan Eksperimen Fisika I. Laporan hasil Need Assessments tidak dipublikasikan. Program Studi Pendidikan Fisika PMIPA-FKIP Unlam. Zainuddin. 2008. Keterampilan Proses Sains Fisika. Makalah disampaikan pada seminar pendidikan fisika. Himapsika. Zainuddin. 2008. Kompetensi Dasar Keilmuan Fisika berdasarkan Permen Diknas No. 16 tahun 2007. Makalah disampaikan pada seminar pendidikan fisika. Himapsika. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 368