Laporan hasil penelitian Higiene Sanitasi dan Potensi Keberadaan Gen Virulensi E.Coli pada Lawar di Kuta: Tantangan Pariwisata dan Kesehatan Pangan di Bali N.P. Eka Trisdayanti1,2, A.A.S. Sawitri2,4, I N. Sujaya2,3 1 2 3 Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana, Program 4 Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Korespondensi penulis: [email protected] Abstrak Latar belakang dan tujuan: Kejadian luar biasa (outbreak) terkait makanan telah berulangkali terjadi pada wisatawan maupun penduduk setempat dan mungkin terkait dengan keberadaan E.coli pathogen. Karena lawar (makanan tradisional Bali) digemari penduduk setempat dan wisatawan, diperlukan studi untuk mengetahui keberadaan E.coli patogen pada lawar dan kaitannya dengan higiene sanitasi warung makan di Kuta. Metode: Penelitian crossectional analitik dilakukan pada 43 warung yang menjual lawar putih di Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan beserta pengolahnya. Observasi dan wawancara dilakukan untuk menilai penerapan higiene per perorangan, sanitasi warung, sanitasi peralatan dan fasilitas sanitasi. Sampel lawar putih diambil dari setiap warung dan diuji di laboratorium. Indikator kualitas makanan yang diuji adalah jumlah koloni bakteri dengan Total Plate Count (TPC), keberadaan E.coli dengan teknik pemupukan dan deteksi gen virulen E.coli dengan teknik PCR. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil: Sebanyak 44,2% lawar memiliki jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr; 46,5% lawar positif E.coli, dan 20% dari sampel yang positif E.coli menunjukkan gambaran band dengan ukuran mirip Shiga Like Toxin Type I (SLT-I). Lawar yang terkontaminasi lebih banyak di wilayah Kuta Utara. Higiene penjual yang kurang baik lebih berisiko terhadap keberadaan E.coli dibandingkan higiene penjual yang baik (adjusted OR 7,29; 95%CI: 1,473-36,088). Simpulan: Kualitas lawar di Kuta masih kurang baik dan disertai penerapan higiene sanitasi yang rendah. Kata Kunci: E. coli, gen, virulensi, higiene, sanitasi, lawar Hygiene, Sanitation and Potential Existence of Virulent Genes of E. coli in Lawar Bali in Kuta: The Challenge for Tourism and Safe Food Provision in Bali N.P. Eka Trisdayanti1,2, A.A.S. Sawitri2,4, I N. Sujaya2,3 1 2 3 Bali Tourism Institute, Public Health Postgraduate Program Udayana University, School of Public Health Faculty of 4 Medicine Udayana University, Department of Community and Preventive Medicine Faculty of Medicine Udayana University Corresponding author: [email protected] Abstract Background and purpose: The reoccurrence of food-borne parasitic outbreaks may be related to contamination by pathogenic strains of E. coli. As lawar (Balinese food) is a favorite of locals and tourists, there needs to be an examination into the presence of pathogenic strains of E. coli in lawar and its relation to hygiene and sanitation standards at food stalls in Kuta. Methods: Cross-sectional analytical study was conducted on 43 stalls that selling white lawar in North Kuta, Kuta and South Kuta. Observations and interviews to sellers were conducted to assess the personal hygiene practices, equipment/stall sanitation and sanitary facilities. Lawar samples were tested in the laboratory. Indicators of the food quality was the number of bacterial colonies with Total Plate Count (TPC), the presence of E. coli with fertilization techniques and the detection of E. coli virulence genes by PCR. Data were analyzed using univariate, bivariate and multivariate analysis. Results: As many as 44.2% of lawars contained bacterial colony > 106 CFU/g; 46.5% of lawars positively contained E. coli, and 20% of those positive E. coli had the similar size band of Shiga Like Toxin Type I (SLT-I). The sellers with poor hygiene had higher risks of the presence of E. coli in the lawar compared with those having higher hygiene standards (adjusted OR=7.29; 95% CI 1.473-36.088). Conclusion: Lawar quality in Kuta was poor, as were hygiene practices and seller/stall sanitation. Keywords: E. coli, genes, virulence, hygiene, sanitation, lawar Public Health and Preventive Medicine Archive 124 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ warung lawar di wilayah ini sangatlah tinggi (20-50 orang per hari). Di satu sisi, Berdasarkan informasi petugas di empat puskesmas wilayah Kuta, selama ini pemeriksaan makanan pada warung-warung lawar di wilayah Kuta tidak dilakukan secara rutin. Standar pemerintah Indonesia tentang higiene sanitasi rumah makan dan restoran mewajibkan dilakukan pemeriksaan higiene sanitasi dan kualitas mikrobiologis secara berkala terhadap tempat-tempat yang menjual makanan untuk publik.6 Berdasarkan situasi di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas mikrobiologis lawar putih serta keberadaan E.coli pathogen di wilayah Kuta. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan faktor higiene, sanitasi dan fasilitas sanitasi terhadap kontaminasi E.coli pada lawar putih. Pendahuluan Kejadian luar biasa (KLB) atau outbreak terkait makanan yang melibatkan wisatawan domestik maupun mancanegara telah sering dilaporkan di Bali, 1,2 dan salah satu penyebab KLB yang sering dilaporkan yaitu bakteri E.coli.1,2 Data global menunjukkan bahwa infeksi E.coli patogen yang dikenal sebagai Enterohemorrhagic Escherichia Coli (EHEC) seringkali menimbulkan KLB diare dan komplikasi serius di beberapa negara.3 Lawar Bali merupakan makanan khas Bali yang yang digemari oleh masyarakat lokal dan wisatawan. Lawar Bali merupakan olahan daging atau sayuran cincang yang memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri dalam proses pengolahannya. Lawar Bali ada dua jenis, yaitu lawar merah yang mengandung darah segar dan lawar putih yang tidak mengandung darah segar. Walaupun belum pernah terpublikasi sebagai penyebab KLB pada wisatawan, beberapa studi pernah dilakukan, dimana semuanya hanya pada lawar merah. Hasilnya ditemukan adanya proporsi kontaminasi E.coli yang tinggi. Penelitian di daerah Sanur Denpasar sebesar 60%,4 sedangkan di Ubud lebih tinggi yaitu 83,3%.5 Penelitian tersebut tidak menentukan keberadaan E.coli patogen karena hanya menggunakan teknik pemupukan. Jika digunakan pemeriksaan PCR, maka dapat dideteksi adanya gen virulensi pada E.coli patogen, sehingga dapat menggambarkan potensi foodborne illnesses di komunitas yang lebih baik. Kuta adalah daerah pariwisata utama di Bali. Di wilayah ini, warung-warung yang menjual lawar Bali tersebar luas dan sangat mudah diakses. Pengamatan awal peneliti menunjukkan bahwa minat wisatawan mancanegara membeli lawar di salah satu Public Health and Preventive Medicine Archive Metode Penelitian dilakukan dengan rancangan cross-sectional analitik melibatkan semua (43) warung yang menjual lawar putih di Kuta. Jumlah ini diperoleh berdasarkan survei awal peneliti bersama dengan petugas kesehatan lingkungan yang bertugas di puskesmas. Peneliti menetapkan penjual dan pengolah lawar yang menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali kunjungan per warung. Kunjungan pertama dilakukan wawancara dan observasi, dan kunjungan kedua dilakukan pengambilan sampel lawar. Peneliti melakukan observasi menggunakan pedoman observasi untuk mendapatkan data higiene perorangan, sanitasi lingkungan warung dan dapur, sanitasi peralatan, serta fasilitas sanitasi. Khusus untuk data higiene perorangan, jika tidak memungkinkan untuk observasi, peneliti melakukan wawancara 125 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ dengan kuesioner terstruktur. Peneliti juga menggali karakteristik demografi penjual dan pengolah lawar. Dalam penelitian ini indikator sanitasi lingkungan mengacu pada Pedoman Kemenkes RI Nomor 1098/Menkes/Per/VII/ 2003,6 yaitu: higiene perorangan (praktek cuci tangan, keadaan kuku, status kesehatan, pemakaian sarung tangan, perilaku higienis saat mengolah lawar, dan kebersihan pakaian); sanitasi warung (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor); sanitasi peralatan (pencucian dan penyimpanan) dan fasilitas sanitasi lainnya (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah, ketersediaan lap bersih dan letak toilet dengan dapur/warung). Setiap kondisi atau tindakan yang benar diberikan skor 1 dan dijumlahkan. Selanjutnya digunakan kriteria untuk menentukan kategori “baik” atau “tidak baik” pada setiap sub-variabel higiene dan sanitasi tersebut. Peneliti mengambil sampel lawar di masing-masing warung dengan cara membeli lawar, sesuai sesuai dengan kondisi lawar saat peneliti datang ke warung tersebut. Karena itu kondisi sampel lawar bervariasi dari belum mulai hingga telah agak lama diolah. Sampel lawar segera dimasukkan ke dalam plastik steril dan diberi label berisi nomor dan tanggal/jam pengambilan sampel. Nomor sampel dibuat berdasarkan urutan pengambilan dan wilayah. Sampel dari warung di Kuta Utara diberi kode KU, di Kuta diberi kode K, dan di Kuta Selatan diberi kode KS. Sampel dimasukkan ke dalam cooler box berisi ice tube, dan dilanjutkan proses yang sama di warung berikutnya. Dalam sehari peneliti mengambil sampel lawar maksimal dari 10 warung dengan total waktu kurang lebih 3 jam. Waktu transportasi dari lokasi penelitian ke Laboratorium Biosains dan Public Health and Preventive Medicine Archive Bioteknologi Universitas Udayana (Unud) sekitar 15-40 menit. Untuk pemeriksaan sampel lawar, peneliti tidak meminta informed consent dengan pertimbangan kemungkinan penolakan yang tinggi, sedangkan ada kepentingan publik yang lebih besar. Di samping itu, pengambilan sampel telah menggunakan kode sehingga tetap menjaga kerahasiaan subyek ataupun warungnya. Pada tahap pengolahan di laboratorium, peneliti dibantu oleh teknisi laboratorium yang telah berpengalaman. Mayoritas sampel dianalisis sesegera mungkin, namun beberapa sampel sempat disimpan dalam lemari pendingin 0 temperatur 5 C, dan bisa diolah dalam waktu <24 jam. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kualitas mikrobiologis lawar dilakukan secara bertahap. Kualitas mikrobiologis lawar ditentukan dari tiga indikator yaitu jumlah koloni bakteri, keberadaan E.coli, dan identifikasi strain E.coli patogen. Tahap I untuk mengetahui jumlah koloni bakteri, digunakan metode total plate count (TPC) dengan media Plate Count Agar (PCA). Sampel dinyatakan memenuhi syarat kualitas jika jumlah koloni bakteri ≤106 CFU/gr. Tahap II untuk mengetahui keberadaan E.coli digunakan teknik pemupukan pada media EMBA. E.coli dinyatakan ada jika koloni berwarna hijau metalik. Tahap III adalah untuk identifikasi E.coli dengan pengecatan gram dan uji SIM dan dinyatakan ada E.coli jika kadar sulfit negatif. Tahap IV adalah uji keberadaan gen virulensi E.coli dengan PCR pada sampel yang telah positif E.coli. Ada empat jenis gen virulensi yang dideteksi yaitu: LT dan LTI yang menunjukkan strain Enterotoxigenic E.coli (ETEC); EAF yang menunjukkan strain Enteropathogenic E.coli (EPEC), SLTI yang menunjukkan strain EHEC dan IAI yang menunjukkan strain Enteroinvasive E. coli 126 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ (EIEC).3 Pemeriksaan dimulai dengan pembebasan DNA dari sel dengan metode panas beku dengan langkah berikut: a) membuat media dengan cara 0,7gr lactose broth (LB) dimasukkan dalam 50 ml akuades, dipanaskan sampai larut, dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan dalam tabung; b) E.coli yang diisolasi dari sampel lawar diambil dari freezer dan ditumbuhkan pada LB dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam; c) diambil sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan dalam tabung Eppendorf, disentrifugasi 5000 rpm selama 5 menit; d) dilakukan pemanasan dan pendinginan dengan cara membuang supernatant, menambahkan 100µl akuades steril, kemudian di-vortex dan disentrifugasi 5000 rpm selama 5 menit; dan selanjutnya membuang supernatant, menambahkan 50µl aquadest steril, kemudian di-vortex dan direbus pada air mendidih selama 5 menit, lalu dimasukkan dalam freezer (minus 20ºC) selama 20-30 menit. Proses pemanasan dan pendinginan ini diulang dua kali, sehingga diperoleh sel E.coli yang dinding selnya sudah pecah; dan digunakan sebagai sumber DNA untuk PCR.8 Selanjutnya membuat campuran reaksi PCR, yaitu 6,25µl Master Mix GoGreen, 1 µl primer Forward 10pmol, 1 µl primer Reverse 10pmol, 3,25 µl deionized water, 1 µl DNA bakteri lawar, sehingga diperoleh volume akhir campuran PCR sebanyak 12,5 µl. Primer yang digunakan untuk PCR yaitu EAF/EAR (strain EPEC),7 LT1F/LT1R (strain ETEC),9 LP30/LP31 (strain EHEC),10 IAI2F/IAI2R (strain EIEC).11 Sebagai kontrol positif digunakan ATCC 43894. Langkah pengerjaan PCR adalah sebagai berikut: predenaturasi (94oC) selama 5 menit; diikuti dengan 30 siklus (94oC) selama 30 detik, annealing (55oC) selama 30 detik, dan polimerasi (72oC) selama 2 menit. Pada tahap akhir ditambahkan elongasi (72oC) Public Health and Preventive Medicine Archive selama 5 menit dan didinginkan pada suhu 5oC. Selanjutnya sebanyak 5µl produk PCR dielektroforesis pada agarose 2% dan selanjutnya keberadaan pita atau band divisualisasi dengan UV trans-iluminator.8 Ukuran dan posisi pita yang sesuai dengan marker dan kontrol positif menentukan jenis gen yang berhasil dideteksi.8 Analisis data menggunakan program Stata SE 12. Data karakteristik responden, higiene perorangan, hasil observasi warung, serta hasil pemeriksaan laboratori-um dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya variabel karakteristik responden, higiene sanitasi, higiene perorangan, sanitasi warung, sanitasi peralatan, dan fasilitas sanitasi dianalisis terhadap keberadaan E.coli. Analisis dilanjutkan secara multivariat dengan menggunakan regresi logistik pada variabel yang memiliki nilai p<0,20 pada analisis bivariat. Penelitian ini mendapat kelaikan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Hasil Dalam proses pengumpulan data, empat calon responden menolak diwawancara dan diobservasi tetapi sampel lawar tetap diambil dan diperiksa dengan cara anonimus. Dengan demikian responden yang diwawancara dan diobservasi berasal dari 39 warung tetapi sampel lawar diambil dari 43 warung. Sebanyak 21 responden adalah penjual sekaligus pengolah lawar. Hasil pemeriksaan TPC pada 43 sampel lawar menunjukkan sebanyak 44,2% (95%CI: 29,36%-59,04%) sampel memiliki jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr atau tidak memenuhi syarat kualitas pangan. Sedang- 127 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ 500 384 300 100 200 Gambar 1. Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel. M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894. 1:2KU; 2:3KU; 3:6KU; 4:7KU; 5:10KU; 6:12KU; 7:13KU; 8:15KU; 9:16KU. Tanda panah menunjukkan sampel no 1, 3, dan 9 menunjukkan pita yang mirip dengan P (kontrol positif) Gambar 2. Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel. M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894. 1:1 KU; 2:1K; 3:9K; 4:16K; 5:5K; 6:7KS; 7:8KS. Tanda panah menunjukkan sampel no 2 menunjukkan pita yang mirip dengan P (kontrol positif) kan dari uji EMBA dan SIM, menunjukkan sebanyak 20 sampel (46,5%) dengan hasil positif E.coli (95%CI: 31,59%-61,41%). Perbandingan hasil TPC dan hasil identifikasi E.coli menunjukkan terdapat 10 sampel dengan jumlah koloni bakteri memenuhi syarat, namun identifikasi E.coli menunjukkan hasil yang positif. Sebaliknya, terdapat delapan sampel dengan jumlah koloni bakteri tidak memenuhi syarat namun Public Health and Preventive Medicine Archive identifikasi E.coli menunjukkan hasil yang negatif. Hasil pemeriksaan PCR pada 20 sampel yang positif E.coli dengan primer EAF/EAR, LT1F/LT1R, dan IAI2F/IAI2R menunjukkan tidak tampak gambaran pita atau band sehingga dinyatakan tidak terdapat strain EPEC, ETEC, dan EIEC. Sedangkan dengan primer LP30/LP31, terdapat empat sampel lawar (20%) yang 128 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ Tabel 1. Hasil analisis bivariat karakteristik responden, higiene sanitasi dan keberadaan E.coli pada lawar Bali di Wilayah Kuta Variabel penelitian Kelompok umur ≤35 tahun >35 tahun Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Dasar Menengah ke atas Kelompok masa kerja ≤5 tahun >5 tahun Kelompok warung Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Higiene penjual Baik (skor ≥75%) Tidak baik (skor <75%) Sanitasi warung Baik (skor ≥100%) Tidak baik (skor <100%) Fasilitas sanitasi Baik (skor ≥75%) Tidak baik (skor ≥75%) Sanitasi peralatan Baik (skor ≥75%) Tidak baik (skor ≥75%) Keberadaan E.coli Negatif Positif n (%) n (%) Nilai p 9 (45,0) 11 (57,9) 11 (55,0) 8 (42,1) 0,422 18 (52,9) 2 (40,0) 16 (47,1) 3 (60,0) 0,592 7 (53,9) 13 (50,0) 6 (46,2) 13 (50,0) 0,821 15 (55,6) 5 (41,7) 12 (44,4) 7 (58,3) 0,425 9 (64,3) 6 (54,6) 5 (35,7) 5 (35,7) 5 (45,5) 9 (64,3) 0,883 0,148 13 (81,3) 7 (30,4) 3 (18,8) 16 (69,6) 0,003 13 (61,9) 7 (38,9) 8 (38,1) 11 (61,1) 0,156 13 (72,2) 7 (33,3) 5 (27,8) 14 (66,7) 0,019 14 (51,9) 6 (50,0) 13 (48,2) 6 (50,0) 0,915 *Higiene pengolah tidak dianalisis karena diperoleh dari dua cara (observasi & wawancara) memiliki pita dengan ukuran (expected size) mirip SLT-I (348 bp), yang menunjukkan kemungkinan adanya gen virulensi strain EHEC. Hasil PCR disajikan pada Gambar 2. Sampel lawar putih yang berasal dari Kecamatan Kuta Utara menunjukkan persentase tertinggi dalam hal jumlah koloni bakteri yang tidak memenuhi syarat (50,0%), keberadaan E.coli (62,5%), dan keberadaan gen virulen yang serupa dengan SLT-I (3 dari 4 sampel). Penerapan higiene sanitasi untuk pengolah lawar yang hendak dinilai melalui observasi hanya berhasil dilakukan pada 15 orang (38,4%), sedangkan sisanya hanya Public Health and Preventive Medicine Archive dengan wawancara karena lawar sudah selesai diolah ketika peneliti mengunjungi warung. Hasil observasi menunjukkan mayoritas higiene perorangan pada penjual dan pengolah lawar masuk kategori tidak baik (59% dan 53%). Selain itu, fasilitas sanitasi juga lebih banyak masuk kategori tidak baik (53,9%). Hasil observasi menunjukkan mayoritas perilaku yang tidak baik dari penjual dan pengolah adalah tidak mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun (92,3% dan 60%), tidak menggunakan alat/sendok pada saat mencicipi lawar maupun mengambil bahan (56,4% dan 73%) dan pengolah tidak menggunakan sarung 129 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ Tabel 2. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik faktor yang berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar Bali di Wilayah Kuta Variabel penelitian Higiene penjual Baik Tidak baik Fasilitas sanitasi Baik Tidak baik 95%CI Nilai p 1 (ref) 7,29 1,473-36,088 0,015 1 (ref) 3,24 0,706-14,916 0,131 Adjusted OR tangan sekali pakai (63%). Pengamatan sanitasi menunjukkan 97,3% pengelola tidak menyimpan peralatan di tempat tertutup. Kondisi higiene sanitasi yang tidak baik yaitu dalam hal higiene penjual (52,2%), fasilitas sanitasi (47,6%), sanitasi warung (44,4%) dan sanitasi peralatan (50%), lebih banyak ditemukan di Kecamatan Kuta Utara dibandingkan kecamatan lainnya. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat dua variabel yang bermakna berkaitan dengan keberadaan E.coli pada lawar yakni higiene penjual lawar (p=0,003) dan fasilitas sanitasi (p=0,019) seperti terlihat pada Tabel 1. Variabel higiene sanitasi yang memiliki nilai p value <0,20 dimasukkan dalam analisis multivariat (Tabel 2). Hasilnya menunjukkan bahwa higiene penjual lawar di wilayah Kuta yang tidak baik berhubungan secara independen terhadap keberadaan E.coli dengan nilai p=0,015. indikator jumlah koloni bakteri menunjukkan hasil studi ini lebih rendah dibandingkan dengan studi di Kota Gianyar, Tabanan, dan Denpasar (66,67%),12 dan di Sanur, Nusa Dua, Ubud, Kuta, dan Denpasar (100%).7 Persentase keberadaan E.coli dalam penelitian ini juga lebih rendah dibandingkan penelitian di Kota Gianyar, Tabanan dan Denpasar (50%),12 di Sanur (60%),4 di Sanur, Nusa Dua, Ubud, Kuta dan Denpasar (100%)7 dan di Ubud (83,3%).5 Perbedaan angka tersebut dapat disebabkan karena semua studi lainnya meneliti lawar merah, sedangkan penelitian ini memakai lawar putih. Penambahan darah segar pada lawar merah menyebabkan tingkat cemaran lebih tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah koloni E.coli pada lawar dari daging babi yang direbus serta tidak ditambah darah segar lebih rendah (3,00 koloni/g) dibandingkan lawar dari daging babi mentah dan ditambah darah segar (29,67 koloni/g).12 Penjelasan kedua, adalah higiene sanitasi dalam studi ini lebih baik dibandingkan penelitian serupa di Ubud.5 Walaupun demikian kedua hasil studi menunjukkan sejalan dalam hal higiene pengolah lawar yang tidak baik terbukti berhubungan dengan keberadaan E.coli. 5 Kualitas mikrobiologis yang ditentukan dari jumlah koloni bakteri dan keberadaan E.coli tidak selalu sejalan. TPC menggunakan media pertumbuhan yang memungkinkan sebagian besar mikroba dalam makanan untuk tumbuh,13 sehingga Diskusi Studi ini menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologis lawar putih di warung-warung di wilayah Kuta kurang baik, dan higiene pengolah lawar berkontribusi terhadap situasi tersebut. Kondisi kualitas dan higiene yang kurang baik terbanyak di Kecamatan Kuta Utara. Temuan ini sulit dibandingkan dengan hasil penelitian lain di Indonesia, karena lawar adalah makanan khas Bali. Perbandingan kualitas lawar dengan Public Health and Preventive Medicine Archive 130 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ dari penelitian terpublikasi sebelumnya.10 Untuk mengetahui identitas pita tersebut perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan sekuensing DNA. Walaupun studi ini belum bisa menunjukkan keberadaan E.coli patogen dengan pasti, namun situasi kualitas mikrobiologis dan kondisi higiene pengolah yang tidak baik di atas perlu diwaspadai, terutama di daerah Kuta Utara. Tahun 2008 pernah dilaporkan KLB diare dengan 600 penderita dan lima orang meninggal di Kabupaten Karangasem, dimana sebanyak 19% sampel makanan dan 50% sampel air positif terdeteksi E.coli. Pemeriksaan laboratorium lanjutan menunjukkan bahwa E.coli pembentuk SLT-I merupakan penyebab KLB diare di Karangasem.16 Selain itu, kegiatan pengawasan keamanan pangan saat ini belum sesuai standar pemerintah.2 Pemerintah provinsi dan kabupaten dengan pemasukan besar dari sektor pariwisata seharusnya mengalokasikan dana dan mendukung kegiatan untuk menciptakan industri pariwisata yang sehat. Misalnya, alokasi dana untuk pemeriksaan berkala warung makanan, terutama yang memiliki risiko tinggi tercemar mikroba seperti warung lawar. Kerjasama dengan institusi pendidikan maupun swasta diperlukan untuk meningkatkan ketepatan maupun cakupan hasil pengawasan makanan. Pihak puskesmas dapat membantu mengurangi risiko pencemaran makanan dengan cara penyuluhan dan pelatihan penerapan higiene sanitasi bagi para penjual dan pengolah lawar, terutama di daerah yang berisiko tinggi. Keterbatasan penelitian ini adalah dalam hal jumlah sampel, kesempatan melakukan observasi langsung serta waktu pengambilan sampel lawar yang bervariasi. Sumber bias lainnya adalah rentang waktu jumlah koloni pada TPC menunjukkan besarnya beban mikroba pada lawar. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan penerimaan konsumen pada bahan 14 pangan. Lawar sangat rentan tercemar mikroba sehingga sangat mungkin memiliki nilai TPC yang tinggi dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan lawar memiliki faktor intrinsik berbahan daging dengan pH 7,0, yang mudah rusak oleh bakteri.15 Selain itu, campuran parutan kelapa dengan kandungan karbohidrat sederhana (gula) yang mudah difermentasi oleh bakteri asam laktat sehingga menyebabkan rasa lawar menjadi asam.13 Sedangkan keberadaan E.coli lebih terkait keamanan pangan (food safety). E.coli adalah mikroba indikator keamanan pangan, sehingga tidak boleh ada dalam makanan.6 Keberadaan E.coli menunjukkan kontaminasi isi saluran pencernaan hewan atau manusia, sehingga mengurangi keamanan untuk dikonsumsi. Situasi ini menunjukkan bahwa lawar Bali bisa membawa dampak negatif berupa penerimaan maupun keamanan pangan yang rendah bagi wisatawan. Hasil deteksi gen virulensi pada E.coli menunjukkan beberapa E.coli menghasilkan pita yang mirip dengan E.coli EHEC ATCC 43894, namun, pita positif tersebut berukuran lebih besar dari gen SLTI pada ATCC. Saat ini belum diketahui dengan tepat identitas gen tersebut, dengan kemungkinan penjelasan sebagai berikut. Gen tersebut mungkin memiliki susunan mirip SLT-I atau gen tersebut adalah gen lain yang teramplifikasi primer karena kesalahan (miss-priming) dalam pengolahan sampel. Kesalahan bisa terjadi jika kondisi PCR tidak spesifik, misalnya konsentrasi ion MgCl2 terlalu tinggi atau suhu annealing terlalu rendah. Dalam studi ini suhu annealing sebesar 550C ternyata lebih rendah dibandingkan suhu annealing E.coli (640C) Public Health and Preventive Medicine Archive 131 │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │ sejak lawar dibuat hingga pemeriksaan laboratorium yang berbeda kemungkinan mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Penelitian ini telah dapat mewakili kondisi di wilayah Kuta, namun tidak bisa digeneralisir ke wilayah lainnya 7. 8. Simpulan Kualitas lawar di Kuta masih kurang baik karena tidak memenuhi persyaratan jumlah koloni, keberadaan E.coli, serta ditemukannya potensi E.coli patogen. Higiene penjual lawar yang tidak baik berkontribusi terhadap keberadaan E.coli dalam lawar. 9. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada penjual lawar yang telah bersedia menjadi responden, petugas puskesmas yang telah membantu menentukan sampel warung, kepala puskesmas yang telah memberikan ijin penelitian, serta petugas laboratorium yang membantu dalam pengolahan. 10. 11. Daftar Pustaka 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. Laporan Hasil Penyelidikan Kejadian Keracunan Makanan pada Wisatawan di Kedonganan, Kuta. Badung: Seksi P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Badung; 2013. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. Laporan Hasil Penyelidikan Kejadian Keracunan Makanan pada Wisatawan di Kedonganan, Kuta. Badung: Seksi P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Badung; 2014. 3. Center for Disease Control and Prevention (CDC). E.coli (Escherichia coli). 2014 (cited 2014 September 22). Available from URL: http://www. cdc.gov/ ecoli/general/index.html. 4. Candra P, Oktafia S, Citra M, Cahyani M. Cemaran Eschericia Coli dan Coliform pada Lawar Merah yang Dijual di Daerah Pariwisata. Denpasar: Universitas Udayana; 2013. 5. Kinanthini A. Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Wilayah Ubud, Bali (tesis). Denpasar: Universitas Udayana; 2014. 6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/Per/VII/2003 tentang Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. 2004 Public Health and Preventive Medicine Archive 12. 13. 14. 15. 16. 132 (diakses 2 November 2014). Available fro URL: http://psda.jatengprov.go.id/ hiperat/PDF/ Kepmenkes No.1098 Tahun2003. pdf Sujaya IN, Ramona Y, Nocianitri A. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Cemaran Mikrobiologis Pangan Etnik Bali Dianalisis dengan Teknik Pemupukan dan PCR Spesifik Gen Virulensi Patogen Penyebab Keracunan Pangan. Denpasar: Universitas Udayana; 2013. Franke J, Franke S, Schmidt H, Schwarzkopf A,Wieler LH, Baljer G, Beutin L, Karch A. Nucleotide Sequence Analysis of Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) Adherence Factor Probe and Development of PCR for Rapid Detection of EPEC Harboring Virulence Plasmids. J.Clin.Microbiol 1994 (cited 2014 Nov 2); 32(10):2460-3. Available fro URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC26 4083/. Schultsz C, Pool GJ, van Ketel R, de Wever B, Speelman P, Dankert J. Detection of Enterotoxigenic Escherichia coli in Stool Samples by Using Nonradioactively Labeled Oligonucleotide DNA Probes and PCR. J.Clin. Microbiol. 1994 (cited 2014 November 2); 32(10):2393-7. Available fro URL: http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/781 4472/. Cebula TA, Payne WL, Feng P. Simultaneous Identification of Strain of Escherichia coli Serotype O157:H7 and Their Shiga Like Toxin Type by Mismatch Amplification Mutation Assay Multiplex PCR. J.Clin.Microbiol. 1995 (cited 2014 November 2); 33(1):248-250. Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih. gov/ pmc/articles/ PMC227922/. Schoolnik GK. PCR Detection of Shigella Species and Enteroinvasive Escherichia coli. In: Persing DH, Smith TF, Tenover FC, and White TJ, editors. Diagnostic Molecular Microbiology: Principles and Applications. Washington DC: American Society for Microbiology 1993:277-281. Suter K. Lawar. Pusat Kajian Makanan Tradisional. Denpasar: Universitas Udayana; 2009. Fardiaz S. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1992. NSW Food Authority. Microbiological quality guide for ready-to-eat foods a guide to interpreting microbiological results. NSW/FA/CP028/0906. 2009 (cited 2015 June 28). Available from URL: www.foodauthority. nsw. gov.au Gaman, Sherrington. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 1994. Sujaya IN, Desy Aryantini NP, Nursini NW, Purnama SG, Dwipayanti NMU, Artawan IG, Sutarga IM. Identifikasi Penyebab Diare di Kabupaten Karangasem, Bali. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2010;4(4) │ Desember 2015 │ Volume 3 │ Nomor 2 │