KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “ANTIEMETIK” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Magetan, Juni 2017 Penyusun. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 3. Tujuan ....................................................................................................... 1 BAB II : PEMBAHASAN................................................................................. 2 1. Definisi Antiemetik ................................................................................... 2 2. Macam-Macam Antihiemetik .................................................................... 2 3. Cara Kerja Obat ......................................................................................... 3 4. Dosis Dan Pemakaian ................................................................................ 4 5. Indikasi Dan Kontra Indikasi ..................................................................... 6 6. Cara Penanganan Pemakaian Obat ............................................................ 8 BAB III : PENUTUP ........................................................................................ 10 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hingga saat ini, mual dan masih dianggap efek samping pengobatan yang tidak bisa dihindari, terutama pasa pasien kemoterapi. Padahal dengan pengobatan tepat, hal ini bisa dihindari dan memudahkan pasien menjalani pengobatan. Mual dan muntah merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pasien terkait pengobatan dan penyakit yang diderita. Pada pasien kanker, mual dan muntah menjadi momok sendiri pada pasien yang menjalani kemoterapi dan radiasi. Kondisi serupa juga sering ditemui pada pasien yang usai menjalani pembedahan atau operasi. Obat-obat antiemesis digunakan untuk mencegah atau menghentikan rasa mual dan muntah setidaknya 24 jam setelah pengobatan atau operasi. Antiemesis bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah di otak. Untuk hasil terbaik, antiemesis diberikan sesaat sebelum tindakan kemoterapi atau radiasi. B. Rumusan Masalah 1. apakah definisi muntah? 2. apa saja penyebab terjadinya muntah? 3. apa definisi antiemesis? 4. apa saja jenis-jenis antiemesis? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi muntah 2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya muntah 3. Untuk mengetahui pengertian antiemesis 4. Untuk mengetahui jenis-jenis antiemesis BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas seperti halnya diare pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi). Mual adalah suatu respon yang berasal dari respon penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau penciuman. B. Patofisiologi Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan system limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Muntah merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). C. Etiologi Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu demikian dan mempunyai ciri : 1. Pucat 2. Berkeringat 3. Liur berlebihan 4. Tachycardia 5. Pernafasan tidak teratur Mekanime dan penyebab : Pusat muntah terletak di medulla oblongata yang juga mengatur fungsi jantung, pernafasan, air liur/saliva dan vasomotor. Pusat muntah dapat distimulasi dengan 4 perngsangan yang berbeda: a. N.splanchnicus bagian dalam yang dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi atau perut yang menggembung. b. Sistem vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak mengandung histamin, dan reseptor musakrinik. c. Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan penglihatan, penciuman dan emosional dapat menyebabkan muntah. d. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB) seperti pada area postrema dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang dapat distimulasi oleh obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi. Area postrema ini kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan asetikolin, substansi P. Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya: 1. Gangguan pada saluran cerna Gastritis yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri Stenosi pylori, pada bayi muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah secepatnya. Bowel obstruction Acute abdomen and/or peritonitis Ileus Pankreatitis, kolesistitis, apendisitis, hepatitis. Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein pada susu sapi Konsumsi alkohol yang berlebihan. Pergerakan seperti pada motion sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan dari kanal labirin pada telinga. Meniere’s disease Perdarahan serebral Nyeri atau sakit kepala yang unilateral Tumor otak, yang dapat malfungsi dari reseptor kimia di otak. Hidrocephalus, peningkatan tekanan intracranial. Hiperkasemia, tingginya kadar kalsium dalam darah. Uremia, biasanya terjadi akrena gangguan ginjal Insufisiensi adrenal Hipoglikemia 2. Gangguan pada sistem sensorik dan otak 3. Gangguan metabolisme 4. Kehamilan Hiperemesis, Morning sickness 5. Interaksi obat Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk karena banyak meminum alohol. Pemakaian opium juga dapat menyebabkan muntah. Obat-obatan kemoterapi Penghambat reuptake serotonin yang selektif Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan. Penggunaan antiemetik Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut: 1. Mabuk jalan (motion sickness) --- Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut maupun udara dengan akibat stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian merangsang pusat muntah melalui chemo reseptor trigger one (CTZ). 2. Mabuk kehamilan (morning sickness) --- Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar tidak berakibat buruk pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai golongan antihistamin atau fenotiazin (prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6, penggunaannya sebaiknya dibawah pengawasan dokter. 3. Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu, seperti pada pengobatan dengan radiasi atau obat-obat sitostatika. D. Definisi Antiemetik Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah. Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati penyakit mabuk kendaraan dan efek samping dari analgesik opioid, anestetik umum dan kemoterapi terhadap kanker. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan. Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok: fenootiazin, nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3), antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin (compazine) dan prometazin (phenergan) keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek merugikan yang terbatas. Agen lainnya adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif kanabis (mariyuana), hidroksizin (generik) yang dapat menekan area kortikol pada SSP dan trimetobenzamid (tigan), ini serupa dengan antihistamin dan tidak menimbulkan sedeasi. Trimetobenzamid sering kasli merupakan obat pilihan dalam kelompok ini karena tidak dikaitkan dengann sedadi yang berlebihan dan sepresi SSP. Obat ini tersedian dalam bentuk oral,parenteral,dan surositoria. Obat ini diabrsorpsi dengan cepat, di metabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini menembus plasenta dan menembus ASI, dan digunakan jika manfaatnya lebih besar pada ibu dari pada resiko potensial pada janin atau neonatus. Hidroksizin digunakan untuk mual dan muntah sebelum dan sesudah pelahiran atau pembedahan obsterik. Obat ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini tidak dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan tidak masuk ke ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan selama kehamilan dan laktasi. Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang berkaitan dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons terhadap pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan cepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan harus digunakan di bawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan perubahan status mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan dimetabolisme dalam hati dengan ekskresi melalui empedu dan urine. E. Jenis – jenis antiemetik Perfenazin (trilafon) Pengertian Perfenazin merupakan obat anitiemetik yang paling sering diresepkan karena obat ini dapat diberikan peroral, intramuskular, dan per rektal. Farmakokinetika Absorpsi bentuk padat oral dari perfenazin tidak menentu, tetapi bentuk cairnya lebih stabil dan laju absorpsinya lebih cepat. Presentase peningkatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan kebanyakan dari obat diekskresikan ke dalam urine. Farmakodinamik Perfenazin menghambat dopamin pada CTZ, sehingga mengurangi perangsangan CTZ pada pusat muntah. Obat ini juga dipakai sebagai antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin oral bervariasi dari 2 sampai 6 jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari perferazin intravena dan intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan preparat oral. Khasiat Untuk Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi karena penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi. Kategori keamanan untuk ibu hamil Perfenazine menurut kategori spesifik menurut rute pemberiannya (rute administration atau ROA) adalah secara per oral. Dan keamanan obat dalam kehamilan masuk kedalam KATEGORI C yaitu studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besar risiko terhadap janin. Efek Samping Efek samping antiemetik penotiazin adalah sedasi sedang, hipotensi gelaja ekstrapirmidal, yang seperti perkinsonisme, efek SSP (kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan gejala antikoligenik ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi). Karenan dosis obat ini untuk muntah lebih ringan daripada dosis psikosis, maka efek samping yang ditimbulkan juga tidak seberat bila dipakai untuk psikosis. Interaksi Obat dan Interaksi Makanan Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika perfenazin dipakai bersama alkohol, anthihipertensi, dan nitrat maka dapat terjadi hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah beratnya depresi susunan saraf pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol, narkotik, hipnotik-sedatif, dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat jika perfenazin dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik seperti atripin, dan fenotiazin lainnya. Hasil pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan penigkatan kadar enzim hati dan jantung, kolesterol dan gula darah dalam serum. Dosis Dosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM untuk pengontrolan yang cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis terbagi, secara perlahan. F. Penggolongan obat antiemetik : 1. Antagonis reseptor 5-HT3 - obat ini akan menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf pusat dan saluran pencernaan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah akibat pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan obat yang paling sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien kemoterapi, radiasi, dan bedah. Lima jenis obat dari kelas ini yang digunakan sebagai antiemesis adalah granisetron, ondansetron, dolasetron, tropisetron dan palonosetron. Serotonin antagonis bekerja dengan menghambat serotonin di otak dan usus. Obat ini bisa ditolerir dengan baik dan sangat efektif. Contoh nama obat : a. Dolasetron b. Granisetron c. Ondansetron d. Tropisetron 2. Antagonis dopamin bekerja pada otak an digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat yang bekerja pada area dopamine, yakni domperidone. Obat ini merupakan dopamine antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida yang lebih ringan. Domperidone diberikan dalam bentuk oral maupun parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat pengosongan cairan lambung dan meningkatkan tekanan oesophageal sphincter bagian bawah. Domperidone efektif menghilangkan gejala dispepsia postprandial dan mual serta muntah karena berbagai sebab. Melalui beberapa studi obat ini lebih superior dibandingkan metoklopramida. Domperidone juga memiliki efek baik lainnya. Studi oleh Orlando dkk dari Departemen Pediatrik, Farmasi dan Perawat dari University of Western Ontario and St. Joseph's Health Care London, menunjukkan pemberian domperidone jangka pendek bisa meningkatkan produksi ASI pada perempuan yang memiliki kadar produksi ASI rendah. 3. Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1), efektif pada berbagai kondisi, termasuk mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah dengan cara menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida, adalah antiemesis yang bekerja dengan menghambat dopamin. 4. Kanabinoid digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan Cannabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan dalam bentuk oral. Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa digunakan sebagai antiemesis. a. Ganja (Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan medis. CBD adalah kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau Cesamet. b. Dronabinol (Marinol). Sembilan puluh persen dari penjualannya digunakan untuk pasien kanker dan AIDS. 10% lainnya digunakan untuk meredakan rasa sakit, sklerosis multipelm dan penyakit Alzheimer c. Nabilon (Cesamet). Ditraik dari peredaran pada akhir 2006. d. Sativex adalah spray oral yang mengandung THC dan CBD. obat ini legal pada Kanada dan beberapa negara di Eropa, namun tidak di Amerika Serikat. 5. Benzodiazepin Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan alprazolam adalah dua obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan inapsine juga bisa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi. Cara kerja dua obat ini juga menghambat dopamine. a. Midazolam, efektif seperti ondansetron. Perlu penelitian lebih lanjut. b. Lorazepam merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual dengan pengobatan garis pertama seperti Komapzin atau Zofran. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf. Antimuntah atau antiemetik adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual. Antiemesis bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah di otak. Obat-obatan antimuntah terdiri dari antagonis serotonin, antagonis dopamin, antagonis histamin, antikolinergik, kanabinoid, dan benzodiasepin. B. Saran Sebagai calon tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui cara pemberian obat maupun cara kerja obat di dalam tubuh. Walaupun telah ada tenaga apoteker yang lebih mengkhususkan diri pada obat-obatan, tidak ada salahnya sebagai calon perawat kita mempelajari obat-obatan walaupun hanya secara umum saja. DAFTAR PUSTAKA Sutistia G.Ganiswara .2007. Farmakologi Dan Terapi edisi V. Jakarta, Gaya Baru Karch, Amy M. 2003. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGC Kee, Joyce L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC http://anisfha.blogspot.com/2013/04/farmakologi-antiemetik.html http://id.wikipedia.org/wiki/Antimuntah http://hawiyah.blogspot.com/2012/06/farmakologi.html http://hawiyah.blogspot.com/2012/06/farmakologi.html http://niesafarmakologi.blogspot.com/ http://hawiyahawi.blogspot.com/2012/06/farmakologi.html